II. TINJAUAN PUSTAKA CHOH H 2 C CH 2 H 2 C CH 2 N CH CH 2 NH CH 2 NH N CH CO-NH CO CO CH-CO-NH CO CH-CO CH 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA CHOH H 2 C CH 2 H 2 C CH 2 N CH CH 2 NH CH 2 NH N CH CO-NH CO CO CH-CO-NH CO CH-CO CH 2"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gelatin Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung, kulit, tulang dan tulang rawan yang dihidrolisis asam atau basa. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Charley, 1982). Menurut Imeson (1992), gelatin merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai gelifying agent, bahan pengental (thickening agent), atau bahan penstabil (stabilizer). Gelatin berbeda dari hidrokoloid lainnya karena pada umumnya hidrokoloid merupakan polisakarida sedangkan gelatin sendiri adalah senyawa protein. CH 2 CHOH H 2 C CH 2 H 2 C CH 2 N CH CH 2 NH CH 2 NH N CH CO-NH CO CO CH-CO-NH CO CH-CO R R Gambar 1. Struktur Kimia Gelatin (Imeson, 1992) Kegunaan gelatin terutama untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Reaksi pembentukan gel oleh gelatin bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan sewaktu didinginkan akan terbentuk gel lagi. Keadaan tersebut membedakannya dengan gel dari pektin, alginat, pati, albumin telur, dan protein susu yang bentuk gelnya irreversible (Johns, 1977). Menurut King (1969), gelatin mudah larut pada suhu 71,1 o C dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9 o C, sedangkan untuk melarutkan

2 gelatin dalam larutan sekurang-kurangnya 49 o C atau biasanya pada suhu o C. Gelatin memiliki berbagai macam kegunaan, selain sebagai bahan pengental gelatin juga berfungsi sebagai emulsifier. Emulsifier memiliki gugus polar dan nonpolar sekaligus dalam satu molekulnya sehingga gugus polar akan mengikat air dan gugus nonpolar akan mengikat minyak dalam suatu emulsi. Dalam sistem emulsi, gelatin sebagai emulsifier menempatkan dirinya pada batas antar muka dari air dan minyak sehingga tegangan permukaan dua cairan yang berbeda tersebut akan berkurang. Berkurangnya tegangan permukaan kedua cairan yang berbeda tersebut akan membuat kedua cairan tersebut menyatu dan membentuk emulsi. Gelatin mempunyai beberapa sifat yaitu dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Sifat fisik dan kimia gelatin terutama tergantung dari kualitas bahan baku, ph, keberadaan zat-zat organik, metoda ekstraksi, suhu, dan konsentrasi. Sifat gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Gelatin Berdasarkan Tipenya. Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel (Bloom) Viskositas (cp) 2,0 7,5 2,0 7,5 Kadar Abu 0,3 2,0 0,05 2,0 ph 3,8 6,0 5,0 7,1 Titik isoelektris 9,0 9,2 4,8 5,0 Sumber : Tourtelotte (1980) Mutu gelatin dinilai dari sifat fisiknya secara umum dan kandungan unsur-unsur mineral didalamnya. Sifat fisik yang menentukan mutu gelatin adalah kekuatan gel, warna, kapasitas emulsi, dan stabilitas emulsi (Glicksman, 1969). Menurut Mark dan Steward (1957), secara fisik 4

3 gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran. Gelatin yang berbentuk lembaran dan butiran sebelum digunakan perlu direndam terlebih dahulu, sedangkan gelatin yang berbentuk bubuk dapat langsung digunakan. Gelatin komersial bersifat tidak berasa, tidak berbau, warnanya kekuningan sampai tidak berwarna. Penggunaan gelatin pada berbagai jenis industri, perlu memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fungsi gelatin tersebut, seperti konsentrasi, bobot molekul, suhu, ph dan penambahan senyawa lain (Meyer, 1982). Menurut Pouradier dan Venet (1950) di dalam Fatimah (1996), berat molekul gelatin rata-rata berkisar antara , sementara menurut Ward dan Courts (1997) sekitar sedangkan rata-rata berat molekul gelatin komersial berkisar antara B. Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Sulfonat (MES) merupakan kelompok surfaktan anionik (Matheson, 1996). MES dapat diperoleh dari proses sulfonasi dari metil ester. Metil ester diperoleh dari reaksi esterifikasi asam lemak atau transesterifikasi terhadap minyak atau lemak nabati (Gervasio, 1996). MES memiliki beberapa karakteristik yang menguntungkan. Pada kondisi air sadah MES memiliki kemampuan deterjensi yang lebih baik dibandingkan surfaktan anionik lain. MES memiliki toleransi yang tinggi terhadap keberadaan ion kalsium. MES dibandingkan LAS, dengan konsentrasi yang sama, memiliki daya deterjensi yang lebih tinggi. Disamping itu formulasi produk pembersih yang menggunakan enzim, MES mampu mempertahankan kerja enzim lebih baik dibandingkan LAS (Watson, 2001). O R CH C OCH 3 SO 3 Na Gambar 2. Struktur molekul metil ester sulfonat (Watkins, 2001) 5

4 Reaksi sulfonasi pembentukan MES menurut Pore (1983) dapat dilihat pada gambar 2. Struktur molekul MES menurut Watkins (2001) dapat dilihat pada gambar 3. O O R CH 2 C OCH 3 + NaHSO 3 R CH C OCH 3 SO 3 Na Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester sulfonat (Pore, 1993) Penggunaan MES merupakan salah satu cara untuk membuat suatu deterjen yang mudah terdegradasi. Menurut Matheson (1996), MES memperlihatkan karakteristik yang baik, diantaranya mudah terdegradasi (biodegradable) dan memiliki sifat deterjensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi. C. Deterjen Cair Deterjen cair didefinisikan sebagai larutan surfaktan yang ditambahkan bahan-bahan lain untuk memberikan warna dan aroma yang diinginkan, dan juga untuk menyesuaikan viskositas dan mempertahankan karakteristik aslinya selama masa penyimpanan hingga penggunaan (Woolat, 1985), sedangkan Watkins (2001) hanya membedakan deterjen cair sebagai bentuk lain dari sediaan pembersih. Deterjen cair termasuk golongan emulsi karena terdiri atas beberapa bahan yang memiliki sifat dan kepolaran yang berbeda dan dicampur untuk membentuk produk yang homogen. Schueller dan Romanowsky (1998) menyatakan, emulsi adalah sistem heterogen dimana terdapat sedikitnya satu jenis cairan yang terdispersi di dalam cairan lainnya dalam bentuk droplet-droplet kecil. Deterjen cair dikelompokkan sebagai pembersih berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar deterjen dengan penambahan bahan lain yang diizinkan dan digunakan untuk mencuci pakaian serta alat dapur, tanpa menimbulkan iritasi kulit. Terdapat dua jenis deterjen cuci cair, yaitu yang digunakan dalam pencucian pakaian (kelompok P) dan yang digunakan 6

5 dalam pencucian alat dapur (kelompok D). Penggunaan produk deterjen cair yang dihasilkan pada penelitian ini termasuk kelompok P di dalam SNI ( ). Standar SNI untuk deterjen cair disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu deterjen cair menurut SNI No. Kriteria Satuan Persyaratan 1 Keadaan: Bentuk Bau Warna Cairan homogen Khas Khas 2 ph (25 o C) Bahan aktif % Min Bobot jenis g/ml Total mikroba Koloni/g Maks. 1 x 10 5 Sumber : SNI( ) Hipschman (1995) menyatakan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh deterjen cair : Deterjen cair memiliki busa yang stabil Daya pembersihan yang efektif Lembut ditangan atau tidak menyebabkan iritasi Tidak merusak perlengkapan yang dicuci Penampakan dan aroma yang dapat diterima Stabil selama penyimpanan dan mudah untuk dikemas dan digunakan Komposisi utama deterjen cair adalah surfaktan. Surfaktan yang digunakan tidak sebagai surfaktan tunggal tetapi dalam bentuk kombinasi agar menghasilkan kemampuan melepas kotoran dan mempertahankan kotoran dalam suspensi sekaligus memberikan daya pembusaan yang baik dari segi volume dan stabilitas busa (Hipschman, 1995). Selain surfaktan bahan-bahan lain yang terkadang ditambahkan adalah garam, hydrotop, alkohol, dan disinfektan. Pewarna dan parfum pada umumnya digunakan untuk membedakan sebuah produk deterjen cair 7

6 (brand identity) dengan produk sejenis lainnya (Idris, 2004). Penambahan pengental digunakan untuk menambah nilai estetika deterjen tersebut. Tabel 3. Formulasi deterjen cair untuk laundry Bahan Persentase Surfaktan 20-40% Soap 0-5% Builders 0-10% Hydrotropes 5-10% Others ( enzyme, bleach, optical brightener, 1-2% perfume, coloring) Sumber : Matheson (1996) Surfaktan merupakan senyawa kimia dengan struktur molekul yang terdiri atas dua gugus yang memiliki perbedaan kecenderungan, yaitu hidrofilik/polar dan hidrofobik/non polar. Gugus polar dapat bermuatan negatif, positif, zwitterionik ataupun tidak bermuatan (nonionik) dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap pelarut polar. Sedangkan gugus nonpolarnya dapat terdiri atas rantai hidrokarbon, linear ataupun bercabang, berasal dari petroleum ataupun oleokimia dan pada umumnya mengandung lebih dari delapan atom karbon serta memiliki afinitas yang rendah terhadap pelarut polar (Schueller dan Romanousky, 1998; Gervasio, 1996; Goddard, 1993; Tadros, 1992). Konsentrasi yang cukup pada molekul-molekul surfaktan beragregat membentuk sebuah struktur spherical yang disebut micel, sedangkan gugus hidrofilik berorientasi keluar misel. Pada kondisi tersebut konsentrasi surfaktan disebut dengan konsentrasi misel kritis (KMK) atau critical micelle concentration (CMC). Pada konsentrasi surfaktan dibawah CMC, tegangan permukaan dan antar muka turun dengan meningkatnya konsentrasi namun pada saat konsentrasi mencapai taraf CMC atau lebih tinggi dari itu, tidak terjadi penurunan tegangan permukaan dan antar muka atau penurunannya sangat rendah (Schueller dan Romanousky, 1998). 8

7 Apabila jumlah surfaktan dalam air meningkat diatas nilai CMC, misel yang berbentuk spherical akan menampung kelebihan molekul surfaktan dengan memperpanjang ukuran menjadi berbentuk silinder. Larutan yang tersusun oleh misel yang berbentuk spherical akan lebih kental dibandingkan dengan yang tersusun dari surfaktan yang tidak bersatu karena ada banyak titik yang akan kontak diantara spheres, tetapi transisi bentuk sphere menjadi bentuk silinder akan membentuk garis kontak yang membuat viskositas meningkat tajam (Hargreaves, 2003). Lebih lanjut menurut Hargreaves (2003), peningkatan jumlah molekul surfaktan membuat jumlah molekul air menjadi berkurang untuk mengisi spaces antara silinder, akibatnya silinder-silender tersebut akan berkumpul menjadi susunan berbentuk heksagonal. Dalam bentuk heksagonal ini jumlah molekul air masih cukup untuk ditarik ke kepala hidrofilik molekul surfaktan. Terakhir dimana surfaktan tersusun rapi, surfaktan akan berubah bentuk lagi. Dalam konsentrasi ini, ketika air yang tersedia tinggal sedikit, misel berubah bentuk menjadi bentuk lamella dengan molekul surfaktan tersusun dalam bentuk palisade dimana ekor lipofilik berbentuk struktur layer. Kepala hidrofilik saling tolak menolak yang membuat struktur layer bebas bergerak yang mengakibatkan penurunan kekentalan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. Penelitian ini menggunakan surfaktan MES dan SLES (Sodium Lauril Ester Sulfat). SLES adalah surfaktan anionik, dengan viskositas larutannya dapat ditingkatkan dengan penambahan elektrolit (Gervasio, 1996). Pada suhu ruang SLES berbentuk pasta dan tidak berwarna (Cognis, 2003). Surfaktan ini memiliki daya pembusaan yang baik dan lembut terhadap kulit. Beberapa perusahaan di Inggris mengkombinasikan SLES dengan surfaktan anionik lainnya dalam formulasi deterjen cair (Woolat, 1985). Sodium Tripolyphospaet (STPP) digunakan sebagai builders dalam formulasi deterjen ini. Fungsi utama builders adalah untuk melembutkan air. Pelembutan air ini dilakukan melalui pensekuesteran (sequestration) atau pengkelatan (chelation) (mengkekalkan mineral kekerasan dalam larutan), 9

8 pemendakan (membentuk bahan tak larut), atau melalui pertukaran ion. Garam phosphate digunakan sebagai builders dalam deterjen dimana phosphate menghasilkan pelembut, alkalinitas, suspensi, dan dispersi tanah. Phosphate yang sering diaplikasikan untuk pembuatan deterjen adalah sodium dan potassium dari pyrophosphate dan tripolyphosphate (Matheson, 1996). Phosphate dapat didegradasi oleh alam, akan tetapi dalam jumlah banyak menyebabkan eutrofikasi dalam perairan. Gambar 4. Perubahan bentuk misel dalam bentuk molekul surfaktan dalam air (Hargreaves, 2003) Bleaching atau pemutih dalam penelitian ini menggunakan Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ). Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) dalam bentuk murni berupa cairan tak berwarna. Bahan ini membeku pada suhu 0,9 o C dan mendidih pada suhu 151 o C. sifat kimia Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) 10

9 dalam bentuk yang murni atau dalam air (larutan yang mengandung air), dicirikan oleh kecenderungan untuk mengurai menjadi air dengan membebaskan oksigen. Penguraian Hidrogen Peroksida menjadi air dan oksigen merupakan reaksi eksoterm (Wood et al.., 1966). Menurut Wood et al., (1996) sifat Hidrogen peroksida mempunyai kecenderungan yang kuat untuk membebaskan oksigen, maka bahan ini merupakan bahan yang istimewa, karena bisa digunakan untuk reaksi oksidasi pada suhu rendah. Pigmen rambut yang hitam, cepat dioksidasi pada suhu kamar menjadi rambut yang berwarna putih atau rambut yang kaku seperti jerami yang berwarna kuning, semuanya itu karena aktivitas Hidrogen Peroksida ini. Lebih jauh Wood et al.., (1966) menyatakan bahwa proses produksi yang lebih murah dari hydrogen peroksida telah membawa bahan ini banyak digunakan sebagai pemutih untuk berbagai banyak hal. Penggunaan yang umum adalah pemutihan pulp, tekstil, barang-barang yang terbuat dari gading, kulit berbulu, kayu yang digunakan untuk mebel dan bahan-bahan lain. Parfum atau bahan pewangi (fragrance) sering ditambahkan pada deterjen untuk memberikan bau yang menarik. Parfum merupakan campuran aromatik yang dapat berupa minyak yang berbahan alami, campuran minyak wangi yang berbahan alami dan minyak wangi berbahan sintetis, atau minyak wangi yang berbahan sintetis (Ismayanti, 2002). Pemberian parfum ke dalam deterjen dimaksudkan untuk memberikan aroma menyenangkan dan menutupi bau yang timbul saat proses pencucian (Günter dan Löhr, 1987) Menurut Woolat (1985) deterjen cair selain memiliki karakteristik utama, seperti daya pembersihan yang baik, juga memiliki karakteristik sekunder yang penting. Karakteristik sekunder diantaranya kesan pada kulit, warna dan aroma. Woolat (1985) juga menyatakan bahwa penambahan aroma pada formulasi deterjen cair selain dapat diterima atau disukai oleh konsumen juga harus mampu menghilangkan bau tidak sedap yang ditimbulkan kotoran. 11

10 D. Parameter Fisikokimia dan Kinerja Deterjen Cair Karakteristik fisikokimia yang diuji adalah nilai ph, viskositas, bobot jenis dan stabilitas emulsi. Sedangkan kinerja produk yang dianalisis adalah daya pembusaan, stabilitas busa dan daya deterjensi serta analisis kadar fosfat untuk deterjen dengan perlakuan terbaik. 1. Nilai ph Deterjen cair yang dihasilkan digunakan untuk laundry secara manual, yaitu dengan tangan. Kontak langsung antara kulit dengan cairan pencuci dapat menyebabkan iritasi kulit. Pada ph yang relatif basa atau asam daya adsorpsi kulit menjadi lebih tinggi sehingga memperbesar resiko iritasi kulit (Idris, 2004). Menurut standar SNI ph deterjen cair harus berada pada kisaran Viskositas Viskositas didefinisikan sebagai tenaga yang diperlukan untuk menggerakkkan satu permukaan lain dalam kondisi yang ditentukan, apabila diantaranya diisi oleh cairan tersebut (Kodeks Kosmetika RI, 1983). Definisi lainnya yaitu shearing stress yang diberikan dalam luasan tertentu sewaktu diberikan kecepatan dalam gradien normal pada area tertentu (Suryani et al., 2000). 3. Bobot Jenis Bobot jenis adalah berat suatu cairan per satuan volume (ASTM, 2002). Perbedaan bobot jenis komponen penyusun sebuah emulsi pada kisaran yang semakin lebar akan menurunkan stabilitas emulsi tersebut dengan meningkatnya creaming (Waistra, 1996). 4. Stabilitas Emulsi Nilai stabilitas emulsi berkaitan dengan faktor penyimpanan dimana kualitas emulsi tersebut dikaitkan dengan waktu (Rieger, 1992). 12

11 5. Daya Pembusaan Busa adalah buih-buih yang saling berdekatan membentuk dinding-dinding polihedral yang saling membagi sudut menjadi 120 o. Formasi tersebut mirip dengan struktur sarang lebah. Dinding-dinding yang terbentuk dari cairan ini memisahkan kotoran yang lepas di dalam suspensi. Ketika proses pembersihan berjalan, jumlah busa yang masih tersisa dijadikan indikator jumlah substrat (perlengkapan yang dicuci) yang masih dapat dibersihkan dengan larutan deterjen yang ada (SDA- Amerika, 2003; Lynn, 1996). 6. Stabilitas Busa Stabilitas busa dikaitkan dengan penurunan volume busa terhadap faktor aging, yaitu dengan menghubungkan volume busa terhadap waktu. Busa yang dihasilkan harus stabil agar bertahan lebih lama selama proses pencucian (MPOB, 2001). 7. Daya Deterjensi Deterjensi adalah proses pembersihan permukaan padat dari benda asing yang tidak diinginkan dengan menggunakan cairan pencuci/perendam berupa larutan surfaktan (Lynn, 1996). Daya deterjensi adalah jumlah kotoran yang dapat dilepaskan oleh deterjen cair dari substrat (permukaan padat) dan dinyatakan dalam unit kekeruhan yang disebabkan kotoran dalam cairan pencuci, FTU Turbidity (Formazyn Turbidity Unit) (Idris, 2004). 8. Analisis Fosfat Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan (Dugan, 1972). Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Effendi, 2003). Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/l (Boyd, 1988). 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. DETERJEN CAIR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. DETERJEN CAIR II. TINJAUAN PUSTAKA A. DETERJEN CAIR Deterjen cair didefinisikan sebagai larutan surfaktan yang ditambahkan bahan-bahan lain untuk memberikan warna dan aroma yang diinginkan, dan juga untuk menyesuaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

FORMULASI DETERJEN CAIR: PENGARUH KONSENTRASI DEKSTRIN DAN METIL ESTER SULFONAT (MES) Oleh IKA NURIYANA FAUZIAH F

FORMULASI DETERJEN CAIR: PENGARUH KONSENTRASI DEKSTRIN DAN METIL ESTER SULFONAT (MES) Oleh IKA NURIYANA FAUZIAH F FORMULASI DETERJEN CAIR: PENGARUH KONSENTRASI DEKSTRIN DAN METIL ESTER SULFONAT (MES) Oleh IKA NURIYANA FAUZIAH F34053091 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Surfaktan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Surfaktan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surface active agent (surfactant) merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang bersifat ampifatik, yaitu senyawa yang mempunyai gugus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan adalah hotplate stirrer, reaktor labu leher tiga dan alat sentrifuse. Alat yang digunakan dalam analisis deterjen cair adalah viscosimeter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa

Lebih terperinci

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat Sejarah Deterjen Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II Fritz Gunther (Jerman) : penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916 Tahun 1933 deterjen untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves,

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetik. Jenis ayam ini

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di khasanah dunia ilmiah dikenal adanya produk yang disebut dengan synthetic detergent yang disingkat dengan istilah syndent. Kata synthetic (sintetik) sepertinya memberi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jarak Pagar Jarak Pagar (Jatropha curcas L) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati non pangan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Selain tidak

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : IV (Empat) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui hasil produk APG bila diganti bahan baku penyusunnya. Untuk mengetahui telah tersintesisnya produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan-bahan kimia sintetis pada umumnya digunakan oleh kegiatan industri dan domestik untuk menghasilkan suatu produk yang bernilai ekonomis. Salah satu produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Senyawa gliserol yang merupakan produk samping utama dari proses pembuatan biodiesel dan sabun bernilai ekonomi cukup tinggi dan sangat luas penggunaannya

Lebih terperinci

MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK. Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P

MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK. Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P MODUL TEKNOLOGI PEMANFAATAN KULIT TERNAK Oleh : Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fak.Peternakan Universitas Hasanuddin Teknologi Pemanfaatan Kulit Ternak Oleh : Dr. Muhammad

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini dibeberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin merupakan suatu polipeptida larut hasil hidrolisis parsial kolagen yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN Nama : Ade Tria NIM : 10511094 Kelompok : 4 Shift : Selasa Siang Nama Asisten : Nelson Gaspersz (20512021) Tanggal Percobaan

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gel pengharum ruangan tersebut menghambat pelepasan zat volatile, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. gel pengharum ruangan tersebut menghambat pelepasan zat volatile, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengharum ruangan merupakan suatu produk yang berisi zat wewangian yang digunakan untuk membuat harum suatu ruangan atau mengurangi bau tidak menyenangkan pada suatu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi glukosa ester dari beras dan berbagai asam lemak jenuh dilakukan secara bertahap. Tahap pertama fermentasi tepung beras menjadi glukosa menggunakan enzim

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi ditinjau dari kandungan asam amino yang lengkap dalam protein daging, hal ini memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolagen Kolagen berasal dari bahasa Yunani yang berarti lem (perekat). Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih (white connetive tissue) yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deterjen Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Crude Palm il (CP) Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari tubuh buah (mesokarp) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis JACQ).Minyak sawit digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M0310033)

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M0310033) SABUN MANDI Disusun Oleh : Winda Puspita S (M0307070) Arista Margiana (M0310009) Fadilah Marsuki (M0310018) Hartini (M0310022) Ika Lusiana (M0310024) Isnaeni Nur (M0310026) Isya Fitri A (M0310027) Nosafarma

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral.

I. TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tulang sapi Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri dari sel, serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. Garam-garam mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap ekonomi dunia hingga saat ini. Persediaan akan panas, cahaya, dan transportasi bergantung terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembuatan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan pencarian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci