BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan publik yang berkualitas menjadi salah satu wujud dari ciri tata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan publik yang berkualitas menjadi salah satu wujud dari ciri tata"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pelayanan publik yang berkualitas menjadi salah satu wujud dari ciri tata pemerintahan yang baik (good governance). Kinerja pelayanan publik sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, membangun sistem manajemen pelayanan publik yang handal adalah kewajiban bagi Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Tidak mengherankan kalau perbaikan kualitas pelayanan publik menjadi salah satu alasan mengapa Pemerintah mendesentralisasikan kewenangan penyelenggaraan pelayanan publik kepada Daerah. Dengan menyerahkan kewenangan penyelenggaraan pelayanan kepada Daerah diharapkan agar pelayanan publik akan menjadi lebih responsif atau tanggap terhadap dinamika masyarakat di Daerahnya. Pelimpahan sebagian kewenangan Bupati dan Walikota kepada para Camat di setiap daerah sesungguhnya merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik. Apalagi jika hal tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan program PATEN (Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan) seperti diatur dalam Permendagri No 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, di mana seluruh Kecamatan sudah harus menerapkan program tersebut pada tahun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pada Pasal 9 ayat (1) ditetapkan bahwa dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan 1

2 penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu. Sistem pelayanan terpadu sesungguhnya merupakan inovasi manajemen dalam rangka mendekatkan, mempermudah, dan mempercepat pelayanan terhadap publik/masyarakat. Terkait dengan pelayanan terhadap publik/masyarakat ini, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemda Provinsi, Pemda Kab. Atau Kota, pada Pasal 7 Ayat (1) ditetapkan, urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar. Pada tataran di bawahnya, Kecamatan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan,ditegaskan bahwa tugas Camat meliputi antara lain melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di Kecamatan dan melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai tindak lanjut upaya untuk melaksanakan kegiatan pelayanan publik, antara lain Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Permendagri ini mengatur penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat. Selanjutnya Pemerintah melalui Permendagri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Untuk Provinsi Sumatera Utara hanya Kabupaten Serdang Bedagai yang baru menjalankan program ini dimana program PATEN pertama sekali telah diujicoba di Kecamatan Perbaungan sejak tahun 2011 dan membawa Perbaungan 2

3 menjadi Kecamatan terbaik tingkat Provinsi Sumut tahun itu. Kemudian sejak Desember tahun 2012, Pemkab Sergai telah melauncing PATEN di enam kecamatanyang yang telah mendapat fasilitas meja pelayanan dan standart operasional PATEN diantaranya Kecamatan Perbaungan, Sei Rampah, Sei Bamban, Tebing Tinggi, Tebing Syahbandar dan Kecamatan Dolok Merawan. Dengan dilaunchingnya program ini di 11 kecamatan lagi di Sergai pada tahun 2013 yang lalu, maka seluruh kecamatan telah memiliki layanan ini. Dengan penggunaan sistem PATEN ini di setiap Kantor Kecamatan di Sergai maka pengharapannya warga masyarakat dapat menerima pelayanan yang lebih cepat, terukur, jelas dan tepat. Program PATEN yang dilaksanakan di kecamatan ini akan merubah sistem pelayanan dari sistem konvensional menjadi sistem Paten dengan harapan dapat mengoptimalkan peran pemerintah kecamatan dalam fungsi pelayanan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Karena selama ini pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dirasakan masih jauh dari kata baik dan selain itu juga dapat mengurangi permasalahan dari beban biaya yang ditanggung masyarakat mulai dari kendala jarak, jangkauan, waktu, sarana angkutan dan biaya untuk mendapatkan pelayanan berbagai pengurusan surat-surat, IMB, maupun perizinan dan nonperizinan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : 3

4 Implementasi Kebijakan Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Kantor Camat Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. 1.2.Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, difokuskan pada bagaimana implementasi yang dilakukan oleh kecamatan perbaungan dalam pelaksanaan Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) yang pada tujuannya tercantum dalam Peraturan Bupati Serdang Bedagai Nomor 24 Tahun 2012 Pada Pasal 4 adalah untuk meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, maka peneliti nantinya akan melakukan observasi dan wawancara mendalam kepada informan terkait, baik itu kepada Camat Perbaungan, Tim Pelaksana Kegiatan, serta masyarakat Perbaungan yang akan menerima pelayanan Program tersebut, dengan tujuan mendapatkan informasi yang relevan sehingga dapat menilai dan memberikan solusi beserta strategi yang bisa dihasilkan dalam implementasi kebijakan tersebut. 1.3.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Implementasi Kebijakan Program Pelayanan Administrasi Terpada Kecamatan (PATEN) di kantor Camat Perbaungan? 1.4. Tujuan Penelitian 4

5 Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di kantor Camat Perbaungan. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di kantor Camat Perbaungan. 1.5.Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara Ilmiah: bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Admininistrasi Negara. 2. Secara Praktis: sebagai bahan masukan bagi Kantor Camat Perbaungan dalam memberikan pelayanan dan pengawasan yang sesuai untuk diterapkan dalam Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). 3. Secara Akademis : bermanfaat untuk menambah pengetahuan teoritis dan menyumbang kepustakaan baru dalam penelitian sosial Kerangka Teori Menurut Kerlinger (Singarimbun, 2008: 37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu 5

6 fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir dari sudut mana penulis menyoroti masalah yang ditelitinya. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel, atau masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto 2002:92) sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami permasalahan yang diteliti. Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Kebijakan Publik Pengertian Kebijakan Publik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak, pengertian publik dapat diartikan umum, masyarakat ataupun negara. Menurut Parsons (Wayne Parsons, 2005:3) kata publik berisi kegiatan aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Publik dipandang sebagai suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat 6

7 atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Sedangkan kata kebijakan menurut Heclo (Wayne Parsons, 2005:14) adalah istilah yang banyak disepakati bersama. Dalam penggunaan yang umum istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang lebih besar ketimbang keputusan tertentu, tetapi lebih kecil ketimbang gerakan sosial. Jadi, kebijakan (policy) adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Selain itu, menurut Hesel N (Tangkilisan, 2003:2) kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya meningkat. Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan merumuskan dan melaksanakan sesuatu yang berorientasi untuk mengentaskan masalah-masalah yang ada dikehidupan masyarakat. Menurut Charles O. Jones (Tangkilisan, 2002:3) kebijakan publik terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: 1. Goals atau tujuan yang diinginkan, 2. Plans atau rancangan yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mngevaluasi program, dan 5. Efect yaitu dampak dari program baik yang disengaja mapun tidak 7

8 Proses Kebijakan Publik Menurut Dunn (Tangkilisan, 2003:7) dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik ia mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu: 1. Agenda Setting: adalah proses pengumpulan isu-isu dan masalah publik yang muncul kepermukaan melalui proses problem structuring. Dimana menurut Dunn didalam problem structuring ini memilih empat fase yaitu: pencarian masalah, pendefinisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Woll mengatakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a) Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, b) Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang penah dilakukan, c) Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada, d) Terjadinya kegagalan pasar, e) Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah publik. 2. Policy Formulation: adalah mekanisme proses utuk menyelesaikan masalah publik. Dimana pada tahap ini para analis mulai menerapkan beberapa teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik yang akan dijadikan kebijakan. Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor kebijakan dapat menggunakan analisis biaya dan manfaat dan analisis 8

9 keputusan, dimana keputusan yang harus diambil tidak ditentukan dengan informasi yang serba terbatas. Para aktor kebijakan tersebut harus mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui proses peramalan untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih. 3. Policy Adoption: adalah penetapan keputusan yang sudah ditetapkan untuk menjadi solusi dari masalah publik tersebut. Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi melalui langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas. b) Pengidentifikasian kritera-kriteria tertentu dan dipilih untuk menilai alternatif yang direkomendasikan. c) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria yang relevan agar efek posisi alternatif lebih besar dari efek yang terjadi. 4. Policy Implementation: adalah proses pelaksanaan kebijakan yang sudah ditetapkan tersebut oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasi sumber dana dan sumber daya lainnya dan pada tahap ini proses monitoring sudah dapat dilakukan. Tahapan implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu kebijakan ditetapkan dengan menghasilkan output yang jelas dan dapat diukur. 9

10 5. Policy assesment atau penilaian kebijakan : pada tahap ini semua proses implementasi dinilai apakah sudah sesuai dengan rencana dalam program kebijakan dengan ukuran kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Proses penilaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan sewaktu proses pelaksanaan kebijakan masih berjalan dan bertujuan untuk melihat bagaimana program tersebut berjalan, biasanya dalam bentuk penilitian/riset dan rekomendasi. Dan evaluasi dilakukan setelah kebijakan tersebut telah selesai dilakukan. Evaluasi dilakukan terhadap program yang sudah selesai dan bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil dari program tersebut apakah mencapai sasaran Implementasi Kebijakan Pengertian Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah 10

11 ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakantindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undangundang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut. Menurut Jones (Tangkilisan,2003:17) terdapat tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi, yaitu: 1. Penafsiran: yaitu kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi: merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan. 3. Penerapan: berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lainnya. Sementara menurut Budi Winarno (2002), yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya. Tahapan implementasi program secara singkat terdiri dari: 1. Penyusunan sumber-sumber yang ada (resources acquisitions). 11

12 2. Interpretasi hukum, yang biasanya terbentuk regulasi tertulis dan elaborasinya (interpretation). 3. Perencanaan program (planning) 4. Pengorganisasian program (organizing) 5. Penyediaan keuntungan, pelayanan dan paksaan segera dikembangkan (providing benefits,service,coercion) Model-model Implementasi Kebijakan Untuk melihat bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model, yaitu: A. Model Van Meter dan Van Horn (1975) Teori ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn (Wahab, 2004:78) menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan kebijakan dengan kinerja kebijakan. Mereka menegaskan bahwa perubahan, kontrol, dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedur-prosedur implementasi. Hal lain yang dikemukakan mereka ialah bahwa yang menghubungkan kebijakan dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas yang saling berkaitan. Variabel bebas itu adalah: 1. Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka 12

13 akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara agen implementasi. 2. Sumber Daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia seperti dana yang digunakan untuk mendukung implementasi kebijakan. 3. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai. 4. Karakteristik Agen Pelaksana Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, normanorma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijkan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karateristik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. 6. Disposisi Implementor Ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap 13

14 kebijakan, dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. B. Model Merilee S. Grindle (1980) Merilee menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajatimplementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Konteks implementasi yang dimaksud meliputi: 1. Kekuasaan (power). 2. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved). 3. Karakteristik lembaga dan penguasa (institusion dan regime characteristics). 4. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness). 14

15 C. Model George C. Edwards III (1980) Dalam pandangannya George III menjelaskan bahwasannya implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: 1. Komunikasi Suatu keberhasilan dari implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa saja yang harus ia lakukan. Mengetahui apa yang menjadi sasaran dan tujuan harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi penyimpangan dalam implementasi. 2. Sumber Daya Sumber daya sangatlah penting keberadaannya jika implementor kekurangan sumber daya untuk pelaksanaan maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya dapat berupa manusia dan sumber daya finansial. 3. Disposisi Disposisi adalah karakteristik, watak dan sifat yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sikap demokratis. Jika seorang implementor memiliki disposisi yang baik maka dia juga secara langsung akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap implementasi kebijakan. Satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi ataupun pemerintahan adalah adanya prosedur 15

16 operasi yang disusun secara standar. Standar Operasional Prosedur menjadi pedoman yang kuat bagi setiap implementor dalam bertindak, struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Implementasi Suatu keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Menurut George Edward III (Winarno, 2002: 126) ada empat faktor yang berperan penting dalam keberhasilan implementasi, yaitu: 1. Komunikasi Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuantujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Disamping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus 16

17 mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan kebijakan. Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, diantara lain: a) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. b) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberian seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. 17

18 2. Sumber Daya Suatu implementasi kebijakan tidak akan berjalan efektif apabila implementor kekurangan sumber daya. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kineja program. Informasi merupakan sumber daya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenai bagaimana bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. 18

19 Sumber daya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaiman program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang,pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor,peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil suatu program dapat berjalan dengan baik. 3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan, kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program ke arah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada di dalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksan sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan juga sangat mempengaruhi pelaksanaan program sehingga dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan 19

20 pimpinan ini adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program. 4. Struktur Birokrasi Struktur Birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadapa implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Strutur organisasi yang panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Sehingga pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel Gambaran Umum Program PATEN Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) merupakan inovasi manajemen dalam rangka mendekatkan, mempermudah, dan mempercepat pelayanan administrasi perizinan/non perizinan di tingkat Kecamatan, utamanya 20

21 bagi Kecamatan yang letaknya jauh dari Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota dan sulit dijangkau karena faktor kondisi geografis dan infrastruktur jalan yang belum memadai. Maksud penyelenggaraan PATEN adalah mewujudkan Kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di Kabupaten/kota. PATEN mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk mensuksekan program PATEN ini, Pemerintah juga telah menerbitkan antara lain: a) Kepmendagri No Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan PATEN; b) Surat Edaran Mendagri Nomor 100/121/PUM tanggal 3 Februari 2009 tetang Upaya Strategis Peningkatan Pelayanan Publik di Daerah; c) Surat Edaran Mendagri Nomor 318/312/PUM tangal 28 Februari 2011 tetang Penerapan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN); d) Surat Edaran Mendagri Nomor 138/113/PUM tanggal 13 Januari 2012 tetang Percepatan Penerapan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Daerah. Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, Pemerintah dalam rangka merespon dinamika perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju tata kelola pemerintahan yang baik, perlu memperhatikan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam pelayanan. Juga dalam rangka meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta memperhatikan kondisi geografis daerah, Pemerintah menganggap perlu 21

22 mengoptimalkan peran Kecamatan sebagai perangkat daerah terdepan dalam memberikan pelayanan publik. Karena itu, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan. Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) adalah penyelenggaraan pelayanan publik di Kecamatan dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dalam satu tempat. Ruang lingkup PATEN meliputi: a. Pelayanan bidang perizinan; b. Pelayanan bidang non perizinan. Kecamatan sebagai penyelenggara PATEN harus memenuhi syarat: a) substantif; b) administratif; dan c) teknis. Syarat substantif adalah pendelegasian sebagian wewenang Bupati/Walikota kepada Camat. Pendelegasian sebagian wewenang meliputi: a. bidang perizinan; dan b. bidang non perizinan. Pendelegasian sebagian wewenang ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pendelegasian dimaksud dilakukan dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelayanan. Persyaratan administratif meliputi: a. Standar Pelayanan: standar pelayanan, meliputi: 1. Jenis pelayanan. 2. Persyaratan pelayanan. 3. Proses/prosedur pelayanan. 4. Pejabat yang bertanggungjawab terhadap pelayanan. 5. Waktu pelayanan. 22

23 6.Biaya pelayanan. Dimana Standar pelayanan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.Untuk kabupaten Serdang Bedagai sendiri standar pelayanan telah diatur dalam Peraturan Bupati Serdang Bedagai Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. b. Uraian Tugas Personil Kecamatan. Uraian tugas personil Kecamatan diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Persyaratan teknis meliputi: 1) Sarana prasarana; dan Sarana prasarana meliputi: 1. Loket/meja pendaftaran. 2. Tempat pemrosesan berkas. 3. Tempat pembayaran. 4. Tempat penyerahan dokumen. 5. Tempat pengolahan data dan informasi. 6. Tempat penanganan pengaduan. 7. Tempat piket. 8. Ruang tunggu. 9. Perangkat pendukung lainnya. 2) Pelaksana Teknis. pelaksana teknis meliputi: 1. Petugas informasi. 2. Petugas loket/penerima berkas. 3. Petugas operator komputer. 23

24 4. Petugas pemegang kas. 5. Petugas lain sesuai kebutuhan. Pelaksana Teknis adalah Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan. Untuk menunjang efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan PATEN. Selain itu, Bupati/Walikota membentuk Tim Teknis PATEN, ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Tim Teknis PATEN mempunyai tugas: a) Mengidentifikasi kewenangan Bupati/Walikota berkaitan dengan pelayanan administrasi yang dilimpahkan kepada Camat. b) Pejabat penyelenggara PATEN melakukan pengelolaan layanan secara transparan dan akuntabel. Biaya penyelenggaraan PATEN dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran Kecamatan. Dalam hal penyelenggaraan PATEN menghasilkan penerimaan oleh karena itu, wajib melakukan penyetoran ke kas daerah. Selain itu, Bupati/Walikota juga melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan PATEN, yaitu: 1. Penyelenggaraan sebagian wewenang Bupati/Walikota yang dilimpahkan. 2. Penyelenggaraan pelayanan yang pasti, mudah, cepat, transparan dan a kuntabel. 3. Penyelenggaraan tugas lainnya yang ditugaskan kepada Camat. Pembinaan dan pengawasan dapat didelegasikan kepada Tim Teknis PATEN. Pendelegasian dilakukan secara tertulis. Hasil Pembinaan dan pengawasan disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur dengan 24

25 tembusan kepada Menteri atau Direktur Jenderal yang membidangi pemerintahan umum Jenis-Jenis Pelayanan PATEN Jenis jenis Pelayanan PATEN di Kecamatan, meliputi: 1. Registrasi surat keterangan tanah, surat penyerahan penguasaan atas tanah dengan cara ganti rugi; 2. Surat keterangan ahli waris; 3. Registrasi agunan ke bank; 4. Rekomendasi izin mendirikan bangunan; 5. Penerbitan izin mendirikan bangunan dengan luas kurang dari 200 meter persegi; 6. Rekomendasi izin gangguan (HO), surat izin usaha perdagangan (SIUP); 7. Rekomendasi pengurusan dokumen UL/PL (AMDAL); 8. Surat keterangan bersih lingkungan; 9. Surat pengantar pembuatan kartu keluarga dan kartu tanda penduduk; 10. Surat pengantar keterangan pindah; 11. Surat keterangan silang sengketa; 12. Surat keterangan,surat kematian, KP-4, surat keterangan miskin; 13. Surat keterangan riset uliah kerja nyata/praktik kerja lapangan. 25

26 Peran Serta Masyarakat Masyarakat berperan serta secara aktif dalam penyelenggaraan PATEN. Peran serta dapat berupa: 1. Ikut serta dalam penyusunan standar layanan. 2. Memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan layanan. 3. Memenuhi semua persyaratan pada saat meminta layanan Definisi Konsep Menurut Singarimbun (2008:33), konsep adalah isitilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian,keadaan,kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan yang akan diteliti. Adapun defenisi konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah lewat keputusan bersama dengan aktor-aktor politik untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. 2. Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu. Adapun 26

27 indikator yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Komunikasi 2) Sumber Daya 3) Disposisi 4) Struktur Birokrasi 3. Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) PATEN merupakan inovasi manajemen dalam rangka mendekatkan, mempermudah, dan mempercepat pelayanan administrasi perizinan/non perizinan di tingkat Kecamatan, utamanya bagi Kecamatan yang letaknya jauh dari Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota dan sulit dijangkau karena faktor kondisi geografis dan infrastruktur jalan yang belum memadai. 27

28 1.8.Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam 6 bab, yang terdiri dari: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini terdri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan. BAB 2 METODE PENELITIAN Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian. BAB 4 PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan data-data yang dipperoleh selama penelitian di lapangan dan dokumen-dokumen yang dianalisis. BAB 5 ANALISIS DATA Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti. BAB 6 PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah yang dikemukakan dalam bentuk saran. 28

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 Tahun 2010 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 Tahun 2010 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 Tahun 2010 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan Di Lingkungan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan Di Lingkungan BUPATI BENGKAYANG PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien, artinya pemerintahan dapat diselenggarakan secara demokratis.

BAB I PENDAHULUAN. efisien, artinya pemerintahan dapat diselenggarakan secara demokratis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan otonomi daerah akan terus digalakkan hingga terwujudnya otonomi daerah yang diharapkan yakni otonomi daerah mandiri, sehingga ketergantungan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 33 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Implementasi Kebijakan Pelayanan Administrasi Terpadu di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Tahun 2016 3.1.1. Persyaratan Substantif Di dalam keputusan PERMENDAGRI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR WALIKOTA SAMARINDA PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DILINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI. NOMOR 46 TAHUN A Tahun 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI. NOMOR 46 TAHUN A Tahun 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2014 25.A Tahun 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DI KOTA BEKASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. karena penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena implementasi

BAB III METODE PENELITIAN. karena penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena implementasi BAB III METODE PENELITIAN Dalam Penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif, karena penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena implementasi Kebijakan PATEN di Kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

5 September Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183

5 September Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183 5 September 2016 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN (PATEN) DI KECAMATAN PANDAK KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013-2016 Dwi Ratna Agustin 20120520059 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan publik merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun(saragih,2005). Dewasa ini kualitas pelayanan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bulan April 2008, pemerintah telah meresmikan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bulan April 2008, pemerintah telah meresmikan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada bulan April 2008, pemerintah telah meresmikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Undangundang ini diberlakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah memberikan pengaruh terhadap kemajuan dari berbagai sisi termasuk kemajuan teknologi dan arus yang berkembang secara terus menerus dengan sangat

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 11 Tahun 2015 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 11 Tahun 2015 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 11 Tahun 2015 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN WALIKOTA KEPADA CAMAT UNTUK MELAKSANAKAN URUSAN PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan,

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan, NAMA NIM : RISKI PUTRI AMALIA : D2A604045 JURUSAN : ADMINISTRASI PUBLIK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat Miskin) DI KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS. Kemiskinan dapat menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang baik, optimal, transparan dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang baik, optimal, transparan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang baik, optimal, transparan dan efektif merupakan keinginan setiap warga negara dimanapun berada, termasuk masyarakat di Republik

Lebih terperinci

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Akuntabilitas Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai negara berkembang, pembangunan sarana maupun prasarana untuk menunjang kehidupan perekonomian dan pelayanan masyarakat di Indonesia merupakan kebutuhan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara atas barang, jasa dan pelayanan administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Pintu yang diselenggarakan oleh BPMPTSP Kabupaten Purwakarta belum

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Pintu yang diselenggarakan oleh BPMPTSP Kabupaten Purwakarta belum BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penyajian data dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Proses atau tahapan Implementasi Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN GUBERNUR KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN

Lebih terperinci

Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun Oleh : BAGIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SETDA KABUPATEN MOJOKERTO

Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun Oleh : BAGIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SETDA KABUPATEN MOJOKERTO Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2017 Oleh : BAGIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SETDA KABUPATEN MOJOKERTO Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2017 Standar Pelayanan dan Uraian Tugas Personil Kecamatan Pelaksana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mewujudkan Pemerintahan yang baik ( Good Governance) diperlukan

I. PENDAHULUAN. Mewujudkan Pemerintahan yang baik ( Good Governance) diperlukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mewujudkan Pemerintahan yang baik ( Good Governance) diperlukan pengembangan dan penerapan dan sistim pertanggung jawaban yang jelas terukur dan terarah sebagai dimaksud

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

2 Ruang lingkup Penyelenggara Pelayanan Publik merupakan salah satu aspek penting yang perlu dijabarkan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam penerap

2 Ruang lingkup Penyelenggara Pelayanan Publik merupakan salah satu aspek penting yang perlu dijabarkan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam penerap TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Proses komunikasi kebijakan Proses komunikasi dan sosialiasi kebijakan telah mengantar Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengimplementasikan kebijakan tentang

Lebih terperinci

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem .BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan saat ini masih ditangani secara ad-hoc oleh panitia yang dibentuk dan

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan saat ini masih ditangani secara ad-hoc oleh panitia yang dibentuk dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan merupakan salah satu fungsi penting pada organisasi pemerintah, namun hingga saat ini kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Fungsi pengadaan saat

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun simpulan dan rekomendasi berikut ini: 7.1. Simpulan Kebijakan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual

Lebih terperinci

PENERAPAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN (PATEN) DALAM RANGKA STANDARISASI MANAJEMEN PELAYANAN DI KECAMATAN TAMAN, KABUPATEN SIDOARJO

PENERAPAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN (PATEN) DALAM RANGKA STANDARISASI MANAJEMEN PELAYANAN DI KECAMATAN TAMAN, KABUPATEN SIDOARJO 71 PENERAPAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN (PATEN) DALAM RANGKA STANDARISASI MANAJEMEN PELAYANAN DI KECAMATAN TAMAN, KABUPATEN SIDOARJO Trenda Aktiva Oktariyanda 1, Galih W. Pradana 2 1,2 Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Kebijakan 2.1.1 Analisis Analisis mempunyai banyak arti jika dipandang adri beberapa sudut pandang yang berbeda-beda. Salah satunya Analisis dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Semenjak era reformasi yang dimulai pada tahun 1998 bangsa Indonesia telah maju selangkah lagi menuju era keterbukaan, hal ini terlihat dari semakin tingginya kesadaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Kepensiunan di Indonesia (Studi Kasus:Tinjauan Implementasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Kepensiunan di Indonesia (Studi Kasus:Tinjauan Implementasi 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Peraturan Pelayanan Manajemen Kepensiunan di Indonesia (Studi Kasus:Tinjauan Implementasi Peraturan Direksi Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance based

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance based BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara Indonesia yang diawali dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, telah membawa dampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN) tahun , program reformasi birokrasi dan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN) tahun , program reformasi birokrasi dan tata kelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, program reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi Negara di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara mandiri urusan pemerintahannya sesuai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 2008 PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Evaluasi. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama tahun 2008-2013 yang telah diuraikan sebelumnya bisa disimpulkan bahwa pelaksanaan UU KIP pada badan publik

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah Serangkaian tindakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain proses reformasi sektor publik, khususnya reformasi pengelolaan keuangan daerah

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar bagi pembangunan suatu negara, hal ini telah disadari oleh para pendiri bangsa indonesia dengan meletakan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Banyak kebijakan Pemerintah terutama dalam hal pelayanan publik yang dikeluhkan oleh masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Pemerintah,

Lebih terperinci