BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial, Dalam kegiatan pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang inovatif agar anak tidak merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran ketika berada didalam kelas. Menurut Suprijono (2012:46) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut Rusman (2012:144) model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran yang menentukan tercapainya tujuan pembelajaran menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009:3) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalam belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Berdasarkan kesimpulan dari beberapa pendapat ahli di atas bahwa, model pembelajaran merupakan suatu pedoman yang dibuat untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. 7

2 8 b. Macam - Macam Model Pembelajaran Model pembelajaran menurut para ahli, mempunyai tujuan tertentu dan sebagai pedoman untuk memperbaiki kegiatan mengajar di kelas maupun diluar kelas menurut. Rusman (2010:134). Ada macam-macam model pembelajaran yang sering digunakan para pendidik yaitu : Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Tematik, Model Pembelajaran PAKEM. Sedangkan Sugiyanto (2009:3) menjelaskan bahwa dalam model pembelajaran ada beberapa macam model pembelajaran di antaranya adalah Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model pembelajaran Quantum, Model Pembelajaran Terpadu, Problem Based Learning (PBL). Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat di simpulkan bahwa macammacam model pembelajaran yaitu Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model pembelajaran Quantum, Model Pembelajaran Terpadu, Problem Based Learning (PBL). Akan tetapi peneliti mengambil model pembelajaran kontekstual, karena dengan model pembelajaran kontekstual anak bisa langsung dengan benda yang nyata dan bisa langsung di lihat oleh anak di dalam proses pembelajran. c. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan melalui hubungan dari dalam maupun luar kelas. Model pembelajaran kontekstual menurut Sugiyanto (2009:5) Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang di ajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan

3 9 juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Menurut Departemen Dinas Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Orang Dewasa Amerika Serikat, 2001 (dalam jurnal yang berjudul Contextual Teaching And Learning Practices In The Family And Consumer Sciences Curriculum oleh Bettye P. Smith) Contextual teaching and learning is defined as a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations. Pembelajaran kontekstual dan pembelajaran didefinisikan sebagai konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang membantu guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata. Johnson (2012:187) menyatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.lebih lanjut Johnson mengatakan suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Zainal Aqib (2013:4) menyatakan pembelajaran kontekstual (Constextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata. Hal ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di miliki dengan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari. Trianto (2008:20) pembelajaran kontektual (Constextual Teaching and Learning) adalah merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan dari berbagai pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran inovatif, yang menekankan adanya keterkaitan materi ajar dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik dapat menemukan, berinteraksi dan

4 menerapkan secara langsung apa yang telah dipelajari pada kehidupan sehari-hari sehingga memberikan arti dan manfaat penuh terhadap belajar anak di sekolah. 10 d. Komponen-Komponen Model Pembelajaran Kontekstual Ada beberapa komponen-komponen dalam model pembelajaran kontekstual Constextual Teaching and Learning (CTL) di antaranya menurut Trianto (2008:26) menyebutkan komponen-komponen pembelajaran kontekstual yaitu : Constextual Teaching and Learning (CTL), ada tuju komponen yaitu konstruktivisme (Construkvisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), reflektion, masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Selanjutnya Trianto (2008:26) menjelaskan ada komponen-komponen model pembelajaran kontekstual: 1) Konstruktivisme Kontruksivisme adalah salah satu landasan teoritik pendidikan moderen termasuk Constextual Teaching and Learning (CTL) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini menekankan bahwa pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan langsung dalam proses belajar mengajar di luar kelas. 2) Inkuiri Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Karena hasilnya di temukan sendiri oleh anak. 3) Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong anak agar mampu mamahami apa yang di lihat oleh anak di luar kelas.

5 11 4) Masyarakat belajar (learning community) Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Pembelajaran dengan teknik belajar kelompok ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas dan setiap pembelajaran terikat dengan lingkungan yang ada diluar kelas. 5) Pemodelan (modeling) Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pegetahuan tertentu, ada model yang bisa di tiru oleh siswa misalnya guru memodelkan langkah-langkah cara menggunakan neraca dengan demonstrasi sebelum siswa melakukan suatu tugas tertentu. 6) Refleksi Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengedepankan apa yang baru di pelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru di terima oleh anak. 7) Penilaian nyata (Authentic Assessment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Berdasarkan 7 (tujuh) dari komponen-komponen model pembelajaran tersebut merupakan strategi utama dalam model pembelajaran kontekstual, dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan mencetak gambar yang langsung ke bendanya e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kontekstual Dalam setiap model pembelajaran terdapat langkah-langkah pembelajaran sebagai acuan atau pedoman untuk meningkatkan proses pembelajaran. Secara sederhana commit langkah-langkah to user dalam model pembelajaran

6 kontekstual Constextual Teaching and Learning (CTL) dalam kelas secara garis besar menurut Sugiyanto, (2009:22) sebagai berikut: 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6) Lakukan refleksi di akhir penemuan 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Secara garis besar langkah-langkah penerapan kontekstual Constextual Teaching and Learning (CTL) menurut Trianto (2008 :25) sebagai berikut : 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4) Ciptakan masyarakat belajar(belajar dalam kelompok-kelompok) 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Lakukan refleksi diakhir pertemuan. 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Depdiknas, 2006:6) Anak pada mulanya tidak tahu mencetak gambar atau mencapa gambar awal oleh sebab itu, maka orang tua dan guru dapat mengenalkan kemampuan mencetak gambar dalam motorik halus anak dengan menggunkan bahan alam untuk mencetak gambar atau mencap gambar. Berbagai macam bahan alam yang bisa digunakan untuk melatih motorik halus anak seperti pelepah pisang, batang pepaya, batang sawi, dan belimbing. Berdasarkan langkah-langkah tersebut diatas bahwa langkah-langkah penerapan model pembelajaran kontekstual motorik halus mencetak gambar pada anak di TK yaitu: 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan meng-konstruksikan sendiri 12

7 13 pengetahuan dan keterampilan barunya di luar kelas dan menemukan benda yang dilihat oleh anak. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri anak menemukan pengetahuan baru melalui kegiatan pengamatan langsung terhadap tanaman bunga yang ada di halaman sekolah untuk mencetak gambar misalnya bunga mawar, melati dll 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya atau guru bertanya kepada anak didik tentang bunga yang di amati oleh anak di luar kelas tadi 4) Ciptakan masyarakat belajar guru bertanya ke pada anak-anak tentang bunga yang di amati anak-anak sebagai sarana komunikasi untuk bertukar penglaman. Hal ini menciptakan masyarakat belajar antara anak didik dengan guru dan antara anak didik dengan anak didik. 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran anak mencap gambar meniru bentuk bunga yang telah diamati setelah itu anak mencap gambar dengan berbagai media seperti plepah pisang, belimbing dan sawi. 6) Lakukan refleksi di akhir penemuan refleksi dilakukan dengan cara membandingkan hasil lukisan anak dengan bentuk tanaman aslinya 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara Peneliti melakukan penilaian ketika proses kegiatan mencetak gambar sedang berlangsung. Penilaian dibantu oleh guru pendamping, kemudian hasil penilaian dipadukan Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam model pembelajaran kontekstual anak dapat mengembangkan pemikiran belajar yang lebih bermakna dengan cara kerja sendiri dan mengkontruksikan sendiri, serta mengahadirkan benda yang nyata atau kebendanya langsung.

8 f. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual Dalam proses kegiatan belajar dan mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual mestinya mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam proses belajar mengjar di dalam kelas. Menurut Norhalima (2013), berpendapat kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kontekstual, adapun kelebihan dari model pembelajaran kontekstual yaitu: (1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil (2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa, (3) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan, (4) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru, (5) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna. Sedangkan kekurangan dalam model pembelajaran kontekstual yaitu: (1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung, (2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif, (3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Aprudin (2011), kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kontekstual sebagai berikut, adapun kelebihan dari model pembelajaran kontekstual yaitu: (1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. (2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa (3) Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental, (4) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan, (5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru, (6) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kontektual yaitu: (1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung, (2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif, (3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam model kontekstual (CTL), guru tidak lagi berperan commit sebagai to user pusat informasi. 14

9 15 Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan kelebihan model pembelajaran kontekstual adalah Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan, Sedangkan kekurangan model pembelajaran kontekstual yaitu, diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung, jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka situasi kelas menjadi kurang kondusif. 2. Hakikat Kemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Mencetak gambar Pada Anak Usia Dini a. Karakteristik Anak Usia Dini Berbagai karakteristik perkembangan anak usia dini perlu dipahami oleh pendidikan untuk memudahkan dalam pendampingan perkembangan anak usia dini sebagai anak didik. Karakteristik tersebut menurut Bredekamp dan copple Ramli (2005:68-73) sebagai berikut: 1) Ranah perkembangan anak fisik, sosial, emosional, bahasa, dan kognitif-saling berkaitan. Perkembangan satu ranah mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan pada ranah yang lain. 2) Perkembangan terjadi berdasarkan urutan yang relatif teratur dengan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan berikutnya di bangun berdasarkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang telah dicapai sebelumnya. 3) Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berbeda dari satu anak kepada anak yang lain demikian juga pada setiap bidang perkembangan bagai setiap anak. 4) Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif dan pengaruh tunda terhadap perkembangan anak secara individual. Periode optimal terjadi pada commit jenis to perkembangan user dan belajar tertentu.

10 5) Perkembangan berlangsung berdasarkan arah yang dapat di prdediksi ke arah kompleksitas, organisasi, dan internalisasi yang semakin besar. 6) Perkembangan dan belajar terjadi di dalam dan di pengaruhi oleh berbagai konteks sosial dan budaya. 7) Anak-anak adalah belajar yang aktif, mereka mengambil pengalaman fisik dan sosial anak langsung dan pengetahuan yang tersebar melalui budaya untuk membentuk pemahamannya tentang dinia di sekitar mereka. 8) Perkembangan dan belajar berasal dari interaksi kematangan biologis dan lingkungan yang meliputi dunia fisik dan sosial tempat anak didik. 9) Bermain merupakan suatu alat yang penting bagi perkembangan sosial, emosi, kognitif, dan bahasa anak demikian pula refleksi perkembangannya. 10) Perkembangan maju saat anak-anak memiliki kesempatan memperaktikkan keterampilan yang baru diproleh demikian pula saat mereka mengalami tantangan di atas tingkat penguasaannya sekarang 11) Anak-anak menunjukkan cara-cara mengetahui dan belajar yang berbeda-beda demikian pula cara-cara yang berbeda dalam mewujudkan pengetahuan mereka. 12) Anak-anak berkembangan dan belajar dengan sangat baik dalam konteks suatu komunitas di mana mereka merasa aman dan berharga, kebutuhan fisiknya terpenuhi, dan mereka merasa aman secara psikologis. Ernawulan (2005:7) Karakteristik Anak Usia Dini adalah anak yang berkisar antara o-8 tahun merupakan priode sensitif atau masa peka pada anak. Berdasarkan uraian di atas bahwa karekteristik anak usia dini merupakan ranah perkembangan fisik, sosial, emosional, bahasa dan kognitif yang saling berkaitan. Sedangkan perkembangan juga terjadi berdasarkan urutan yang relatif teratur, dengan kemampuan, keterampilan. Selain itu perkembangan juga berlangsung dengan kecepatan dari satu anak kepada anak yang lain. 16

11 17 b. Pengertian Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini Kemampuan merupakan potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan, Kemapuan juga bisa di katakan benar-benar orang yang memiliki kemapuan atau keahlian di bidangnya atau di kenal dengan istilah frofesional. Menurut Sutikno (2013:45) Kemampuan merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang di persyaratkan sesuai kondisi yang di harapkan. Gadner dalam Iskandarwassid (2008:134) berpendapat bahwa kemampuan merupakan kesanggupan dan pengetahuan awal yang dimiliki anak untuk memperoleh kemampuan dan pengetahuan yang lebih tinggi tingkatnya. Didik Tuminto (2007:423) berpendapat kemampuan adalah kesanggupan kecakapan atau kekuatan. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat di simpulkan bahwa kemampuan merupakan kesanggupan yang dimiliki seorang anak usia dini untuk mencapai suatu yang di harapkan dalam kemampuan motorik halus anak. Adapun kemampuan yang dimiliki anak sejak lahir dan memiliki kemapuan sesuai dengan umur dan tahap perkembangan anak. Menurut pendapat Susanto (2011:34) bahwa kemampuan motorik halus anak usia 3-6 tahun yaitu: 1) Menggunakan krayon 2) Menggunakan benda/alat 3) Meniru bentuk (meniru gerakan orang lain) 4) Menggunakan pensil 5) Menggambar 6) Memotong dengan gunting 7) Menulis huruf cetak Menurut Fikriyati (2013:44-47) bahwa kemampuan motorik halus anak usia 3-6 tahun adalah:

12 1) menarik garis vertikal, mengopi bentuk lingkaran,memegang alat tulis 2) menggunting mengikuti garis lurus, menempel stiker di tempat yang di minta 3) mewarnai dengan lebih rapi, menulis namanya sendiri, menggunting mengikuti pola Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa, untuk melatih kemampuan tahapan motorik halus anak dengan menekankan pada gerakan tangan di antaranya ( menggunting, meniru bentuk, melipat, mencetak atau mencap, menganyam dan lain sebagainya).sehingga dengan melalui pembiasaan-pembiasaan tersebut akar melancarkan aktivitas-aktivitas anak dalam kehidupan sehari-hari. 18 c. Pengertian Motorik Halus Anak Usia Dini Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik halus anak. Motorik merupakan perkembangan gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Menurut Fikriyati (2013:22) motorik meliputi dua kalimat yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau selur anggota yang di pengaruhi oleh kematangan anak iti sendiri contohnya: kemampuan duduk, menedang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya. Sedangkan motorik halus gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagai anggota tubuh tertentu contohnya kemampuan memindah benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. maka dari itu pengaruh pada motorik halus dengan gerakan mencetak gambar. Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:7) motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang di lakukan oleh otot-otot kecil. Oleh karena itu gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian. Menurut pendapat Hurlock pada Departemen Pendidikan Nasional

13 (2007:10) mencatat beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik halus bagi anak usia dini, yaitu: 1) Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat main lainnya. 2) Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi helpessness (tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama kehidupannya ke kondisi yang independence (bebas,tidak bergantung). Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini 1akan menunjang perkembangan self confidece (rasa percaya diri) 3) Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah (school adjustment). Pada usia prasekolah (taman kanak-kanak) atau usia kelas awal sekolah dasar, anak sudah dapat di latih menggambar, melukis, baris berbaris, dan persiapan menulis. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus dan tak hanya lengan yang bergerak akan tetapi bagian badan yang terkait dan kemampuan memindahkan benda dari tangan. Dengan demikian keterampilan motorik halus anak akan selalu berkembang dengan baik, sesuai dengan usianya. 19 d. Karakteristik Motorik Halus Anak Usia Dini Karakteristik yang paling utama pada masa bayi adalah anak menggenggam pensil dan di gunakan hanya untuk mencoret-coret. Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:11) karakteristik keterampilan motorik halus yang paling utama adalah: 1) Pada anak usia 3 tahun, kemampuan gerakan halus anak belum terlalu berbeda dari kemampuan gerak halus pada masa bayi. Meskipun anak pada saat ini sudah mampu menjumput benda dengan menggunakan jempol dan jari telunjuknya, tetapi gerakan itu sendiri masih sangat kikuk 2) Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak secara substansial sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat, bahkan cenderung ingin sempurna.

14 3) Pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna lagi. Tangan, lengan, dan tubuh bergerak di bawah koordinasi mata. 4) Pada akhir masa kanak-kanak (usia 6 tahun), ia telah belajar bagaimana menggunakan jari-jemari dan pergelangan tangannya untuk menggerakkan ujung pensil. Sedangkan Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:6) Karakteristik perkembangan yang berhubungan dengan motorik halus, antara lain: 1) Dapat mengoles mentega pada roti yang di pegang oleh anak 2) Dapat mengikat tali sepatu sendiri dengan sedikit bantuan. 3) Dapat membentuk dengan menggunakan tanah liat atau plastisin. 4) Membangun menara yang terdiri dari 5-9 balok. 5) Memegang kertas dengan satu tangan dan mengguntingnya. 6) Menggambar kepala dan wajah tanpa badan. 7) Meniru melipat kertas satu-dua kali lipatan. 8) Mewarnai gambar sesukanya. 9) Memegang krayon atau pensil yang berdiameter lebar. Berdasarkan kesimpulan di atas bahwa pertumbuhan dan perkembangan akan bertambah secara optimal apabila setiap pendidik 20 memahami karakteristik anak usia dini dengan rentang usia secara tepat, aman nyaman, dan menyenangkan bagi anak. e. Aspek-aspek Perkembangan Motorik Halus AUD usia 5-6 tahun Bredekamp dan Copple (1997) dalam M. Ramli (2005 : ) mengemukakan bahwa pada usia 5-6 tahun, anak usia dini melakukan berbagai kemampuan dalam bidang pengembangan motorik halusnya yaitu sebagai berikut: (1) Memukul paku dengan kepala palu, menggunakan gunting dan obeng tanpa bantuan; (2) Suka melepas benda-benda dan merangkainya kembali serta melepas dan memasangkan baju boneka; (3) Menyalin berbagai bentuk; mengkombinasikan dua bentuk geometri atau lebih dalam gambar konstruksi; (4) Ketangkasan terbentuk dengan baik; (5) Mampu membedakan tangan kanan dan tangan kirinya sendiri tetapi tidak dapat membedakan tangan kanan dan kiri orang lain; (6) Memegang pensil, sikat atau krayon seperti pegangan orang dewasa

15 21 antara ibu jari dan telunjuk, dan (7) Menggambar rumah yang memiliki pintu, jendela, dan atap mengatakan apa yang akan digambar sebelum memulainya. Menurut Yus (2011 : 31-49) aspek-aspek perkembangan motorik halus anak usia dini sebagai berikut: (1) anak dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturan otot dalam rangka keterampilan menulis; (2) dapat menggambar sederhana; (3) dapat mewarnai; (4) dapat menciptakan sesuatu dengan berbagai media, dan (5) meniru membuat garis tegak, miring, lengkung, dan lingkaran. Sedangkan didalam PERMENDIKNAS RI NO. 58 Tahun 2009 Tentang Standar pendidikan Anak usia dini terdapat beberapa tingkat pencapaian perkembangan dalam bidang pengembangan motorik halus anak usia 5-6 tahun yaitu sebagai berikut: (1) Menggambar sesuai gagasannya; (2) Meniru bentuk; (3) Melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan; (4) Menggunting sesuai dengan pola; (5) Menempel gambar dengan tepat; (6) Menggunakan alat tulis dengan benar, dan (7) Mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara sederhana Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perkembangan motrik halus anak usia 5-6 tahun yaitu (1) anak dapat menggambar dengan lebih baik; (2) ketangkasan terbentuk dengan baik; (3) menempel dengan tepat; (4) menggunakan alat tulis dengan benar; (5) melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan; (6) Memegang pensil, sikat atau krayon seperti pegangan orang dewasa antara ibu jari dan telunjuk, dan (7) anak dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturan otot dalam rangka keterampilan menulis Berdasarkan kesimpulan tersebut peneliti akan mengambil 3 aspek perkembangan motorik halus anak yang akan dijadikan sebagai indikator kinerja yaitu, Meniru bentuk, melakukan eksplorasi dengan berbagai media, Mengekspresikan diri.

16 22 f. Pengertian Mencetak Gambar Mencetak biasanya di sebut dengan kegitan yang memunyai pola atau cetakan yang bagus dan kretaif bagi anak. Menurut Shaifuddin (2009:103) mencetak adalah salah satu dari kegiatan seni rupa yang berbentuk dua dimensi. Kata mencetak secara harafiah bisa di artikan bisa di artikan sebagai cara untuk membuat barang atau benda dengan memakai alat cetakan atau pencetak. Mencetak juga bisa di sebut dengan seni grafis karena seni grafis ini mempunyai keistimewaan tersendiri bila di bandingkan dengan karya seni rupa dua dimensi lainnya. Menurut Pekerti (2005:9.31) mencetak adalah alternatif kegiatan dua dimensi yang dapat di lakukan di TK selain menggambar atau menulis. Proses pemcetakan adalah proses memindahkan bentuk atau tekstur suatu obyek pada permukaan kertas atau bahan lainnya. Obyek yang akan di cetak dapat di lapisi cat dengan menggunakan kuas, di celupkan ke dalam cat atau di tekan pada bantalan cetak. Menurut Sumanto dalam skripsi Adi Supriyenti (2013: 22) mencetak adalah kegiatan seni rupa yang dilakukan dengan cara mencapkan (mencetakkan) alat atau acuan yang telah diberikan tinta (cat) pada kertas gambar. Menurut pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, mencetak merupakan salah satu kegiatan dalam seni rupa untuk memperbanyak gambar dengan alat cetak dan bisa di sebut dengan seni grafis atau dua dimensi. g. Macam-Macam Mencetak Gambar Pada Anak Usia Dini Dalam karya seni mencetak juga terdapat bermacam-macam seni untuk mencetak. Menurut Shaifuddin (2009:104) dan Widianti (2012) yaitu sebagai berikut:

17 23 1) Cetak tinggi Pembuatan cetak tinggi menggunakan bahan cetak yang memiliki bentuk gambar yang menonjol atau relife. Jadi bentuk atau pola gambar yang akan di cetak atau di terakan pada kertas gambar dan sejenisnya lebih tinggi (timbul) dari pada bagian yang membentuk gambar, contoh yang paling sederhana dari cetakan tinggi adalah stempel. Bahan bahan yang di butuhkan untuk stempel atau cetak tinggi yang bisa di jangkau oleh anak TK yaitu. Menurut Widianti (2012) : Alat dan bahan yang di gunakan untuk anak TK yaitu: (a) Pelepah pisang. (b) Buku gambar/kertas. (c) Pisau / Cutter (Gunakan dengan bantuan orang dewasa) (d) Celemek, alas meja, lap tangan (e) Pewarna Langkah langkah kegiatan mencap gambar menurut Widianti (2012) yaitu sebagai berikut: (a) Guru mempersiapkan alat-alat untuk mencap/mencetak (b) Guru mendemonstrasikan cara mencap dengan menggunkan plepah pisang atau buah dan sayuran (c) Pelepah pisang atau bahan yang di sediakan guru, di celupkan ke dalam pewarna stelah itu sedikit di tekan ke dalam kertas agar hasilnya lebih jelas Gambar. Widianti (2012) Contoh bahan dari pelepah pisang dan wartel.

18 24 (d) Biarkan anak mencap sesuai imajinasinya dan mendapatkan pola sendiri guru mendapingi anak 2) Cetak Dalam Pembuatan cetak dalam menggunakan acuan cetak yang gambarnya mengarah ke dalam, karena bagian ini yang di buang. Jadi kebalikan dari cetak tinggi. Di katakan dengan cetak dalam karena pola atau gambar yang kita inginkan di buat dengan menora media cetaknya yang terbuat dari lembar plastik atau mika untuk anak TK kita bisa menggunkan kertas tebal yang sejenis karton Alat bahan dan yang di gunkan cetak dalam untuk anak TK yaitu Widianti (2012) sebagai berikut : (a) Kertas kuarto yang berwarna putih (b) Pensil warna (c) Daun Langkah-langkah pembuatan cetakan dalam menutut Widianti (2012) (a) Sedikan alat dan bahan (b) Guru memperlihatkan daun yang di perlihtkan kepada anak (c) Bentuk daun yang di bawa oleh guru berukuran panjang dan kecil (d) Guru menugaskan kepada anak untuk mencetak gambar daun ke dalam kertas dan di gosok menggunkan pensil warna (e) Stelah itu anak mengangkat kertas dan terbentuk pola gambar daun 3) Cetak Datar Cetak yang di gunakan ini pada umumnya memiliki bentuk datar. Media grafis yang termasuk ke dalam teknik cetak datar ini antara lain yaitu: cetak saring, cetak sablon atau serigrafis, cetak stensil dan lithografi. Plaksanaan cetak saring dan sablon biasanya alat cetaknya menggunakan kain (Screen/monyl).

19 25 Alat dan bahan yang di gunakan untuk anak TK yaitu Widianti (2012) sebagai berikut : (a) Kertas gambar (b) Pewarna (Cat warna atau pewarna makanan) (c) Siapkan yang akan dicetak (disini menggunakan daun papaya dan daun lemtoro) (d) Sisir (e) Sikat gigi Langkah langkah kegiatan cetak datar menutut Widianti (2012) (a) Siapkan kertas gambar (b) Siapkan Pewarna cat warna (agak cair) (c) Letakkan Daun pepaya diatas kertas gambar (d) Celupkan sikat gigi pada cat warna (e) Cara mencetak dengan sisir yang disikat sikat gigi dengan pewarna. (f) Setelah cat kering, daun dapat diangkat 4) Cetak Lipatan Teknik cetak ini merupakan cara sederhana, yakni cetak lipatan kertas. Dengan teknik ini Anda akan memperoleh gambar-gammbar yang menarik dan bagus. Alat dan bahan yang di gunakan untuk anak TK yaitu Widianti (2012) sebagai berikut : (a) Kertas gambar (b) cat warna/ cat air (c) kuas Langkah langkah kegiatan cetak lipatan menutut Widianti (2012) (a) Siapkan kertas gambar, langsung dilipat (b) Buka lipatan, lalu teteskan cat warna beberapa warna (c) Tutuplah lipatan tadi, commit biarkan to sebentar user

20 26 (d) Bukalah lipatan tersebut. Anda dapat melihat hasil cetakannya. Dari beberapa macam cetak yang di jelaskan di atas maka peneliti menggunakan cetak tinggi karena penggunaan dan kegiatan buat anak TK sangat lah mudah dan bahan yang di gunakan juga bisa terjangkau serta menarik bagi anak untuk menemukan pola yang bagus bila di cetak atau di cap. h. Kelebihan Dan Kekurangan dalam kegitan Mencetak Gambar Dalam setiap kegiatan mempunyai kelebihan dan kekurangan adapun kelebihan. Menurut Shopie (2012) kelebihan dari kegiatan mencetak gambar adalah sebagai berikut: a) Kegiatan mencetak membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan hasil cetakan sendiri daripada hanya menerima penjelasan yang disampaikan pendidik atau dari dalam buku. b) Anak didik dapat lebih mengembangkan sikap eksplorasi. c) Melalui kegiatan mencetak akan terbina manusia yang dapat mengembangkan inovasi baru dengan penemuan hasil percobaan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Sedangkan kekurangan dalam mencetak yaitu: a) Jika mencetak memerlukan proses hasil dengan jangka waktu yang lama. b) Kebanyakan kegiatan ini hanya cocok untuk konsep seni/ ilmu alam. Berdasarkan uraian di atas dalam kegiatan mencetak terdapat kekurangan dan kelebihan yaitu, Kegiatan mencetak membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan hasil cetakan sendiri daripada hanya menerima penjelasan yang disampaikan pendidik atau dari dalam buku, sedangkan kekurangan dari mencetak yaitu, Jika mencetak memerlukan proses hasil dengan jangka waktu yang lama, cara mengetasi yaitu untuk anak usia dini kita hanya menggunkan bahan yang mudah agar bisa menyesuaikan dengan waktu

21 27 yang ada.sehubungan dengan hal tersebut, peneliti merasa perlu untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan mencetak gambar anak dapat meningkat dan dapat menjadikan pembelajaran yang menarik bagi anak usia dini. B. Penelitian Yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang relevan di lakukan oleh peneliti terdahulu, sebagai rujukan dalam mengadakan penelitian ini. Adapun hasil penelitian yang relevan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : Ana Widyastuti 2013 Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus (pencampuran warna) anak kelompok A di TK Adinda Mojolaban Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian ini menunjukan. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual pencampuran warna dapat meningkatkan bidang pengembangan keterampilan motorik halus anak kelompok A. Kalih Dian Sukowati 2012 Peningkatan perkembangan motorik halus melalui finger painting anak kelompok A di TK Bangsri 01 karang pandan tahun ajaran 2011/2012. Hasil peneliti ini menunjukan data awal anak yang mencapai ketuntasan 20, pada siklus I hasil belajar anak mencapai ketuntasan meningkat menjadi 60, pada siklus II hasil belajar anak yang mencapai ketuntasan meningkat menjadi 90 yang mana pada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan yaitu 90. Andi Arliana dengan judul meningkatkan perkembangan motorik halus melalui kegiatan meronce pada anak usia 5-6 tahun di TK nurul jannah ampenan tahun ajaran 2012/2013. Dalam perkembangan motorik halus anak juga mengalami peningkatan tahap demi tahap, tahap I sebesar 44,5%, pada tahap II sebesar 57,5%, dan pada tahap III sebesar 79,5%. Berdasarkan tiga peneliti yang relevan tersebut di atas terdapat persamaan dan perbedaan persamaanya yaitu terletak penerapan model

22 28 pembelajaran kontekstual dan motorik halus melalui finger painting dan perkembangan motorik halus melalui kegiatan meronce, dari persmaan dan perbedaan tersebut akan memperkuat peneliti untuk malakukan penelitian dengan judul Penarapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Mencetak Gambar Pada Anak Kelompok B TK Merpati Pos Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014. C. Kerangka Berfikir Anak anak TK Merpati Pos Surakarta dalam motorik halus masih sangat kurang, di karenakan guru dalam menggunakan pembelajaran mencetak masih sangat jarang karena guru selalu menggunakan kegiatan menggambar dan mewarnai di samping itu guru juga belum, dalam menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Pada kondisi awal kegiatan mencetak gambar guru dalam melakukan kegiatan kurang menggunkan benda nyata dan mengajar belum menerapkan model pembelajaran kontekstual sehingga pembelajaran sangat monoton dan mebosan kan bagi anak. Guru lebih dominan menggunakan media yang sederhana yang membuat anak bosan dalam pemebelajaran mencetak hal tersebut mengakibatkan kemampuan motorik halus anak berkurang dan tidak berkembang. Untuk memperbaiki kemampuan motorik halus anak, guru dalam mengajar menggunakan model pembelajaran kontekstual bagi anak atau membawa benda langsung untuk di jadikan kegiatan dalam pembelajaran mencetak gambar. Kegiatan tersebut di laksanakan secara bertahap. Kegiatan tahap I atau siklus I dengan kegiatan ini anak di minta untuk melihat bendera yang ada di luar kelas dan di dampingi oleh guru, stelah itu guru memberikan tugas anak untuk mencap gambar dengan plepah pisang dan batang pepaya yang di sediakan guru untuk mencap atau mencetak gambar bendera yang telah di lihat anak di luar kelas, anak di bebaskan utuk memilih pewarna yang di sediakan guru, dengan di dampingi oleh guru. Kegiatan siklus I agar kemampuan motorik

23 29 halus anak meningkat 50% apabila belum mencapai taget yang di inginkan oleh peneliti sehingga peneliti melakukan tindakan siklus II. Kegiatan siklus II kegiatan ini sama dengan siklus I akan tetapi Cuma bahan dan tema yang berbeda anak di minta untuk mencetak gambar bunga yang telah anak lihat di luar kelas, anak di minta untuk mencap dengan wortel, plepah pisang, dan batang sawi kegitan siklus II kemampuan motorik halus anak meningkat 80%. Guru membiarkan anak mencetak gambar atau mencap gambar dan menemukan kreasi sendiri dan pola yang bagus bila di cetak atau mencap, anak di beri kebebasan memilih warna yang di sediakan guru. Melalui penerapan model pembelajaran kontekstual kualitas perkembangan kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan mencetak gambar pada anak kelompok B TK Merpati Pos dapat meningkat.

24 Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka berfikir dapat di buat bagan seperti di bawah ini: 30 Kondisi Awal Tindakan G uru belum menggunakan pembelajaran yang inovatif dan masih monoton Penerapan Model Pembelajaran Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus mencetak gambar Guru dalam meningkatkan kemampuan motorik halus melalui kegiatan mencetak gambar masih kurang efektif Siklus l Siklus II Kondisi Akhir Kemampuan Motorik Halus Melalaui Kegiatan Mencetak Gambar Pada Anak Kelompok B TK Merpati Pos Dapat Meningkat Gambar 2.1 Bagan kerangka berfikir D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah di uraikan di atas, penulis dapat mengemukakan hipotesis tindakan yaitu penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan motorik halus melalui kegitan mencetak gambar Pada Anak Kelompok B TK Merpati Pos Tahun Ajaran 2013/2014.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENCETAK GAMBAR PADA ANAK KELOMPOK B TK MERPATI POS SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/ 2014 Erni Sevti Arliani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pratindakan Penelitian ini dilaksanakan di TK Merpati Pos Surakarta, dengan alamat Di Jln.Semangka No 24 ( Barat Lapangan Segitiga) Desa/Kelurahan Kerten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Perkembangan yang dilalui tersebut merupakan suatu perubahan yang kontinu

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat dan pada usia 5 tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat dan pada usia 5 tahun BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini 1. Pengertian Motorik Halus Anak Usia Dini Menurut Santrock (1995: 225) Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun anak anak. Sebagai contoh dalam memegang benda benda kecil

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun anak anak. Sebagai contoh dalam memegang benda benda kecil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan motorik halus anak merupakan sebuah koordinasi antara mata dan tangan yang melibatkan gerakan otot otot kecil. Keterampilan motorik halus sangat berguna

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN BAGI GURU DALAM MENSTIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 3-4 TAHUN

BUKU PANDUAN BAGI GURU DALAM MENSTIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 3-4 TAHUN BUKU PANDUAN BAGI GURU DALAM MENSTIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 3-4 TAHUN Perkembangan Motororik Halus Anak CATATAN: PENDAHULUAN Proses tumbuh kembang kemampuan gerak seseorang anak disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kreativitas Pengertian Kreativitas

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kreativitas Pengertian Kreativitas BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kreativitas 2.1.1 Pengertian Kreativitas Menurut Sumanto (2005) kreativitas adalah daya atau kemampuan untuk mencipta. Hal ini juga senada dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu jenjang pendidikan yang ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini 1. Pengertian Motorik Halus Menurut Sujiono, dkk (2009: 1.14) motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu

Lebih terperinci

perkembangan anak. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang menyebutkan bahwa:

perkembangan anak. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang menyebutkan bahwa: BAB I PENDAHULUAN PENGARUH PERMAINAN RABA RASA (TACTILE PLAY) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINI (Penelitian Pre Eksperimen di TK PGRI Parungponteng Kecamatan Parungponteng Kabupaten

Lebih terperinci

PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU

PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU Arni Anggriyani 1 ABSTRAK Pengembangan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.dalam standar

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.dalam standar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah aktivitas motorik yang melibatkan aktivitas otot-otot kecil yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah aktivitas motorik yang melibatkan aktivitas otot-otot kecil yang A. Keterampilan Motorik Halus BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Keterampilan Motorik Halus Dini P. Daeng Sari (1996: 121) menyatakan bahwa motorik halus adalah aktivitas motorik yang melibatkan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan anak bermain mempunyai arti yang penting. Bermain merupakan ciri khas anak. Bermain akan menghilangkan kejenuhan anak dan membuat anak menemukan kesenangan,

Lebih terperinci

BAB I1 LANDASAN TEORI

BAB I1 LANDASAN TEORI BAB I1 LANDASAN TEORI 2.1 KETERAMPILAN MOTORIK HALUS 2.1.1 Pengertian Motorik Halus Sumantri (2005), menyatakan bahwa motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus salah satu tujuannya adalah agar anak dapat mengurus diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Agar dapat mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MEMBUTSIR DENGAN MENGGUNAKAN PLAYDOUGH DI PAUD KAMBOJA KOTA GORONTALO JURNAL OLEH

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MEMBUTSIR DENGAN MENGGUNAKAN PLAYDOUGH DI PAUD KAMBOJA KOTA GORONTALO JURNAL OLEH MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MEMBUTSIR DENGAN MENGGUNAKAN PLAYDOUGH DI PAUD KAMBOJA KOTA GORONTALO JURNAL OLEH NINING DENGO NIM : 153 411 097 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang mendasar melalui pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu hendaknya pendidikan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan prasekolah pada dasarnya diselenggarakan dengan tujuan memberikan fasilitas tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan

II. KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (paud) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitiberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak, baik secara mental dan fisik. Para ahli

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak, baik secara mental dan fisik. Para ahli 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan anak usia dini adalah upaya sistematis dalam rangka menciptakan dan mengembangkan kemampuan anak, baik secara mental dan fisik. Para ahli mengemukakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembentukan Sumber Daya Manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat ini. Salah satu

Lebih terperinci

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) BAB 1I 2.1. Kajian Teori KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik maupun segala. kemampuan anak sedang berkembang cepat.

BAB I PENDAHULUAN. masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik maupun segala. kemampuan anak sedang berkembang cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambang Sujiono, dalam metode pengembangan fisik (2005:10) Masa 5 tahun pertama pertumbuhan dan perkembangan anak sering disebut sebagai masa keemasan karena pada masa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penerapan kegiatan keterampilan motorik halus bertujuan untuk meningkatkan kemandirian. 4.1.1 Deskripsi Kondisi awal Langkah awal yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia dini (0 6 tahun) merupakan usia peka dimana pada usia ini anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia dini (0 6 tahun) merupakan usia peka dimana pada usia ini anak memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini (0 6 tahun) merupakan usia peka dimana pada usia ini anak memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap rangsangan yang diberikan dari lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. 31 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. 31 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern di era globalisasi sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan sumber daya manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Motorik

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Motorik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Keterampilan Motorik Menurut Wtarsono (2009) Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Pada dasarnya, perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa SD khususnya. bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa SD khususnya. bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat diperlukan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya tuntutan peningkatan kualitas lulusan SD untuk melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi maupun untuk mengembangkan dan menumbuhkan bakat, minat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini. kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini. kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini. 1. Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini. Perkembangan motorik berjalan seiring dengan perkembangan motorik berarti pengambangan pengendalian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Belajar merupakan komponen penting dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir dan sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI KAMPUS II SURADE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DISUSUN : UJANG ARISMAN (063101211061) DIANA SUCI R (063101211056) MUHAMAD PUAD S (063101211063) Pengertian Contextual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak merupakan anugerah terbesar yang dititipkan oleh Allah SWT. untuk dididik dan dibimbing agar menjadi individu yang beriman serta bertaqwa kepada Allah

Lebih terperinci

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *) PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA Muh. Tawil, *) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar PENDAHULUAN Salah satu pendekatan proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roslinawati Nur Hamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roslinawati Nur Hamidah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kemampuan Motorik Halus Anak Taman Kanak-kanak. pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kemampuan Motorik Halus Anak Taman Kanak-kanak. pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Halus Anak Taman Kanak-kanak 1. Pengertian Motorik Halus Anak Usia Dini Menurut Sumantri (2005: 143) keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang. Gerakan yang menggunakan yaitu otot-otot halus atau sebagian anggota

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang. Gerakan yang menggunakan yaitu otot-otot halus atau sebagian anggota 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini adalah anak usia nol sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL contextual teaching and learning Strategi Pembelajaan Kontekstual Strategi pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap anak akan melewati tahap tumbuh kembang secara fleksibel dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap anak akan melewati tahap tumbuh kembang secara fleksibel dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak akan melewati tahap tumbuh kembang secara fleksibel dan berkesinambungan. Salah satu tahap tumbuh kembang yang dilalui anak adalah masa prasekolah (4-5

Lebih terperinci

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga Metode Pengembangan Fisik Drs. Rumpis Agus Sudarko, M.S. FIK-UNY Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik

Lebih terperinci

2014 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN MENGANYAM

2014 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN MENGANYAM 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Agar dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG UPI Kampus Serang Nova Sri Wahyuni, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG UPI Kampus Serang Nova Sri Wahyuni, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam meningkatkan sumber daya manusia yang terus diperbaiki dan direnovasi dari segala aspek. Pendidikan sebagai tempat pertumbuhan

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Sebagian Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Pada Jurusan PG-PAUD OLEH :

SKRIPSI Diajukan Untuk Sebagian Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Pada Jurusan PG-PAUD OLEH : MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENYUSUN BEKAS OROTAN PENSIL MENJADI BENTUK BUNGA PADA ANAK KELOMPOK B TK PKK PULEREJO I KECAMATAN BAKUNG KABUPATEN BLITAR TAHUN PELAJARAN 2015/ 2016

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. manusia yaitu kebutuhan untuk berdiri sendiri (need for autonomy) dan. kebutuhan untuk bergantung (needs for deference).

BAB II LANDASAN TEORI. manusia yaitu kebutuhan untuk berdiri sendiri (need for autonomy) dan. kebutuhan untuk bergantung (needs for deference). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian Anak Usia Dini 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut teori psychological needs Murray 1994 (Yulianti, 2009: 8) perilaku psikologis manusia digerakkan oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak terlahir sebagai manusia yang unik dengan berbagai anugrah, sifat dan bakat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Walaupun terlahir dari orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia dini memiliki peran penting bagi perkembangan individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia dini memiliki peran penting bagi perkembangan individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini memiliki peran penting bagi perkembangan individu dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada usia tersebut berbagai aspek perkembangan anak mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH. Oleh : SUSIWATI A1/111186

KARYA ILMIAH. Oleh : SUSIWATI A1/111186 KARYA ILMIAH MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINI DENGAN KEGIATAN FINGER PAINTING PADA KELOMPOK B PAUD CEMPAKA PUTIH CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kemampuan Menulis. menghasilkan sebuah tulisan. memberdayakan pengetahuan dan perasaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kemampuan Menulis. menghasilkan sebuah tulisan. memberdayakan pengetahuan dan perasaan. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kemampuan Menulis a. Pengertian Kemampuan Menulis Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan. Menurut Koentjaraningrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan perilaku yang belum matang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan perilaku yang belum matang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan perilaku yang belum matang menjadi matang. Anak mulai belajar ke tingkat yang lebih tinggi baik dari aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan hendaknya di bangun dengan empat pilar, yaitu : learning to know,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan hendaknya di bangun dengan empat pilar, yaitu : learning to know, PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN BERMAIN MENGGAMBAR DEKORATIF PADA ANAK KELOMPOK B TK AISYIYAH I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2013/2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah golden age atau masa emas. Pada masa ini hampir

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS DENGAN METODE PEMBERIAN TUGAS. Warjiatun

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS DENGAN METODE PEMBERIAN TUGAS. Warjiatun Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 1, No. 3, Juli 2016 ISSN 2477-2240 (Media Cetak) 2477-3921 (Media Online) PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa usia dini adalah masa dimana perkembangan fisik motorik anak berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang sekali

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pendidikan Anak Usia Dini

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pendidikan Anak Usia Dini UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS DALAM KEGIATAN MERONCE DENGAN MEDIA BAHAN ALAM DI KELOMPOK B TK PERTIWI 2 PLUMBON KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang pengembangan anak usia dini di dalamnya termasuk perkembangan motorik halus, motorik halus yang akan diberikan anak usia dini adalah perkembangan pengendalian

Lebih terperinci

Pengembangan Keterampilan Motorik Halus melalui Menjahit Untuk Anak Usia Dini *

Pengembangan Keterampilan Motorik Halus melalui Menjahit Untuk Anak Usia Dini * Pengembangan Keterampilan Motorik Halus melalui Menjahit Untuk Anak Usia Dini * Oleh Martha Christianti, S. Pd Anak usia dini bertumbuh dan berkembang menyeluruh secara alami. Jika pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini 1. Pengertian Motorik halus Menurut Bambang Sujiono dkk, 2005: 1.11) motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEGIATAN MONTASE DENGAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK DI KELOMPOK B1 TK ALKHAIRAAT TONDO PALU

HUBUNGAN KEGIATAN MONTASE DENGAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK DI KELOMPOK B1 TK ALKHAIRAAT TONDO PALU HUBUNGAN KEGIATAN MONTASE DENGAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK DI KELOMPOK B1 TK ALKHAIRAAT TONDO PALU RAODATUL MUNAWARA 1 ABSTRAK Masalah dalam tulisan ini adalah apakah ada hubungan kegiatan montase dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI. DiajukanUntukMemenuhi Sebagian Syarat Guna MemperolehGelarSarjanaPendidikan (S.Pd) PadaProgram Studi PG-PAUD

SKRIPSI. DiajukanUntukMemenuhi Sebagian Syarat Guna MemperolehGelarSarjanaPendidikan (S.Pd) PadaProgram Studi PG-PAUD MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN MEDIA KERTAS PADA ANAK KELOMPOK A TK PERWANIDA I MRICAN KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhi

Lebih terperinci

AKTIVITAS PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS

AKTIVITAS PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS AKTIVITAS PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS (Disampaikan Pada Pelatihan Kader PAUD Se-Kelurahan Sidoagung Godean Sleman) Oleh: Lismadiana lismadiana@uny.ac.id FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses panjang dalam rangka mengantarkan manusia menjadi seseorang yang memiliki kekuatan intelektual, emosional, dan spiritual sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 MOTORIK KASAR 2.1.1 Motorik Kasar Untuk merangsang motorik kasar anak menurut Sujiono, dkk, (2008) dapat di lakukan seperti melatih anak untuk meloncat, memanjat,berlari, berjinjit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia enam tahun menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. usia enam tahun menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

YUNICA ANGGRAENI A

YUNICA ANGGRAENI A PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI MELALUI TEKNIK MODELING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 1 ULUJAMI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA SISWA KELAS XI SMA TUT WURI HANDAYANI CIMAHI

PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA SISWA KELAS XI SMA TUT WURI HANDAYANI CIMAHI PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) ABSTRAK PADA SISWA KELAS XI SMA TUT WURI HANDAYANI CIMAHI TAHUN AJARAN 2012-2013 DIWI PRATIWI OKTARIANI 09210112

Lebih terperinci

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan.

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan. 8 BAB II KAMAN PUSTAKA A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah Manusia. Meningkatkan kemampuan siswa merupakan upaya meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara I. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Gegne dalam Suprijono (2009 : 2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh

Lebih terperinci

METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK NASRANI 4 MEDAN T.P 2013/2014

METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK NASRANI 4 MEDAN T.P 2013/2014 METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK NASRANI 4 MEDAN T.P 2013/2014 MASNIWATY BR GINTING Guru TK NASRANI 4 MEDAN Email : sridevyg@yahoo.com ABSTRAK Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di sekolah memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu, masalah pendidikan selalu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini Perkembangan fisik motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kontekstual a. Pengertian Kontekstual CTL bukanlah singkatan dari Catat Tinggal Lungo (bahasa Jawa) atau mencatat ditinggal pergi. Artinya seorang guru memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu

I. PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pedidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang mendasar melalui pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu hendaknya pendidikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE DARI BAHAN BEKAS DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH SIMPANG IV AGAM.

PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE DARI BAHAN BEKAS DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH SIMPANG IV AGAM. 1 PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE DARI BAHAN BEKAS DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH SIMPANG IV AGAM Effi Kumala Sari ABSTRAK Perkembangan Motorik Halus anak di Taman Kanak-kanak

Lebih terperinci

KEGIATAN MENGGUNTING DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK NASRANI 2 MEDAN T.P 2013/2014

KEGIATAN MENGGUNTING DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK NASRANI 2 MEDAN T.P 2013/2014 KEGIATAN MENGGUNTING DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK NASRANI 2 MEDAN T.P 2013/2014 DORISMA SIANTURI Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 4 Medan dorisma514nturi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I. kedewasaan. Purwanto (2007: 10) menyatakan pendidikan ialah pimpinan yang

BAB I. kedewasaan. Purwanto (2007: 10) menyatakan pendidikan ialah pimpinan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulanya dengan anak anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Purwanto

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI PERMAINAN MELUKIS DENGAN KUAS TAMAN KANAK-KANAK PASAMAN BARAT

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI PERMAINAN MELUKIS DENGAN KUAS TAMAN KANAK-KANAK PASAMAN BARAT PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI PERMAINAN MELUKIS DENGAN KUAS TAMAN KANAK-KANAK PASAMAN BARAT ARTIKEL untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Marliza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan yang sangat pesat dan perlu dilatih dengan cara yang tepat dan sesuai. Moeslichatoen (1999) mengemukakan bahwa seorang

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS A. Pembelajaran Matematika Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Manusia dalam tumbuh kembangnya memiliki beberapa tahapan. Manusia tidak semertamerta langsung menjadi dewasa, namun berproses dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age) dalam proses perkembangan anak akan mengalami kemajuan fisik, intelektual dan sosial

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI MEDIA BUBUR KERTAS PADA ANAK KELOMPOK B TK PERTIWI BEKU TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI MEDIA BUBUR KERTAS PADA ANAK KELOMPOK B TK PERTIWI BEKU TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI 1 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS MELALUI MEDIA BUBUR KERTAS PADA ANAK KELOMPOK B TK PERTIWI BEKU TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan 9 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kemampuan Menurut Zain (dalam Milman Yusdi, 2010:10) mengartikan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum Sekolah Dasar (SD) yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tabel yang menggambarkan. matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol.

BAB V PEMBAHASAN. mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tabel yang menggambarkan. matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol. 109 BAB V PEMBAHASAN A. Rekapitulasi Hasil Penelitian Setelah dilakukakan analisis penelitian, selanjutnya adalah mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tabel yang menggambarkan pengaruh penggunaan

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN 8 BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN A. Kajian Pustaka Dalam suatu penelitian, kajian pustaka sangat penting guna memberikan

Lebih terperinci