BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut: a. Kiswandi dalam penelitiannya yang berjudul Komparasi Model Concept Attainment dan Cognitive Growth terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep (2013). Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 4 Gringsing, Kabupaten Batang. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII tahun ajaran 2011/2012. Hasil studinya menghasilkan kesimpulan kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajar dengan model Concept Attainment dan cognitive growth lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Ekspositori. b. Helmayuta Banowati dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 4 Banguntapan. Penelitian ini dilakukan di SMP N 4 Banguntapan (2015). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. 11

2 12 c. Zuhri dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Pembelajaran Model Pencapaian Konsep dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa (2011). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran model pencapaian konsep dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan efektif diterapkan dalam pembelajaran matematika 2.2 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Pengertian kemampuan pemahaman konsep matematika Menurut Murizal dkk (2012:19) menyatakan bahwa Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Sedangkan konsep merupakan buah pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan (Sagala, 2012:71). Hal ini sesuai dengan pendapat Wardhani (2008:9) yang menyatakan bahwa konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi. Lebih lanjut, Wardhani (2008:10) menyatakan bahwa konsep matematika yang dimaksud meliputi fakta, konsep, prinsip, dan skill atau algoritma.

3 13 Pentingnya pemahaman konsep matematika terlihat dalam tujuan pertama pembelajaran matematika menurut Depdiknas (Permendiknas no 22 tahun 2006) yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di atas maka setelah proses pembelajaran siswa diharapkan dapat memahami suatu konsep matematika sehingga dapat menggunakan kemampuan tersebut dalam menghadapi masalah-masalah matematika. Jadi dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep merupakan bagian yang paling penting dalam pembelajaran matematika (Raharjo, 2014:206). Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan menyerap arti dari suatu ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak termasuk ke dalam ide abstrak yang dipelajari melalui kegiatan mengenal, menjelaskan, dan menarik kesimpulan Indikator pemahaman konsep matematika Wardhani (2008:10-11) menyatakan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu: 1. Menyatakan ulang sebuah konsep. 2. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya. 3. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep. 4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

4 14 5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep. 6. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu. 7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah. Dalam Tim PPPG Matematika (Dafril, 2011:795) disebutkan bahwa indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika yaitu: 1. Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. 2. Kemampuan mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep adalah kemampuan siswa mengelompokkan suatu objek menurut jenisnya berdasarkan sifat-sifat yang terdapat dalam materi. 3. Kemampuan memberi contoh dan bukan contoh adalah kemampuan siswa untuk dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi. 4. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika adalah kemampuan siswa memaparkan konsep secara berurutan yang bersifat matematis. 5. Kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep adalah kemampuan siswa mengkaji mana syarat perlu dan mana syarat cukup yang terkait dalam suatu konsep materi. 6. Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan prosedur.

5 15 7. Kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah adalah kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam mengajarkan konsep kepada siswa, guru dapat menggunakan berbagai macam sumber untuk digunakan dalam mengajarkan konsep tersebut. Misalkan dari buku teks, lingkungan sekolah, ataupun dari lingkungan siswa. Perlu ditekankan bahwa tingkat pencapaian konsep siswa tergantung dari kekompleksan konsep dan taraf perkembangan kognitif siswa. Karena itu guru perlu menyusun model dengan pendekatan yang efektif agar siswa dapat memahami konsep yang dipelajari. 2.3 Model Concept Attainment Pengertian model Concept Attainment Huda (2013:81) menyatakan bahwa pencapaian konsep (concept attainment) merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori. Jika pembentukan konsep, yang merupakan dasar dari model induktif yang sudah di deskripsikan sebelumnya, merupakan proses yang mengharuskan siswa menentukan fondasi dasar saat mereka akan melakukan kategorisasi, maka pencapaian konsep mengharuskan mereka menggambarkan sifatsifat dari suatu kategori yang sudah terbentuk dalam pikiran orang lain dengan cara membandingkan dan membedakan contoh-contoh (disebut exemplars/contoh positif) yang berisi karakteristik-karakteristik konsep itu dengan contoh-contoh yang tidak berisi karakteristik-karakteristik ini (disebut non exemplars/contoh negatif).

6 16 Hadi dan Sulistyo (2014:305) menyatakan bahwa Model Concept Attainment adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu. Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk semua umur. Model Concept Attainment dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Joyce dalam buku Models of Teaching (1980) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Concept Attainment, guru harus mampu memberi siswa berbagai contoh mengenai konsep yang sedang dipelajari. Dari contoh tersebut, siswa menganalisis untuk menemukan konsep yang sedang mereka pelajari. Guru perlu memperhatikan contoh yang diberikan kepada siswa, agar siswa memahami konsep yang menjadi topik bahasan. Selama pembelajaran, guru dapat berdiskusi dengan siswa. Guru meminta pendapat siswa mengenai hasil penemuan siswa dari contoh yang diberikan. Guru dapat memberi masukan kepada siswa agar siswa lebih mudah memahami konsep itu. Perlu diperhatikan bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Concept Attainment, materi yang dipelajari harus sudah didesain dengan baik (Kiswandi, 2013:20). Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model Concept Attainment merupakan model yang menggunakan contoh dan bukan contoh dalam mempelajari suatu konsep. Siswa menganalisis contoh-contoh yang diberikan oleh guru. Dari analisis tersebut, diharapkan siswa menemukan konsep yang sedang mereka pelajari.

7 Sintak model Concept Attainment Sintak model Concept Attainment adalah sebagai berikut. a. Fase 1: presentasi data dan identifikasi konsep. 1. Guru memberi contoh. 2. Siswa menentukan sifat-sifat yang ada dalam contoh. 3. Siswa membuat dan merumuskan hipotesis. 4. Siswa membuat definisi berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan dari contoh. b. Fase 2: merumuskan hipotesis. 1. Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang diberikan. 2. Guru mengkonfirmasi hipotesis. 3. Berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan, siswa diminta memberi contoh. c. Fase 3: analisis strategi berpikir. 1. Guru meminta kepada siswa untuk mengkonstruk konsep yang diperoleh. 2. Guru membimbing diskusi. (Kiswandi, 2013: 20) Kelebihan dan kekurangan model Concept Attainment Kelebihan model Concept Attainment. a. Pada model Concept Attainment guru langsung memberikan presentasi informasiinformasi yang akan diberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari oleh siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

8 18 b. Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pembelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasiilustrasi yang diberikan tersebut sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara siswa dengan guru. c. Model Concept Attainment menjadi sangat aktif untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar Kekurangan model Concept Attainment a. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya sehingga keberhasilan pembelajaran hampir sepenuhnya ditentukan oleh guru dalam memberikan ilustrasi-ilustrasi. b. Tingkat keefetifan model Concept Attaiment ini sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengerahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan membuat siswa berfikir. (Hadi dan Sulistyo, 2014: ). 2.4 Pendekatan Contextual Teaching and Learning Pengertian pendekatan Contextual Teaching and Learning Nuridawani (2015:62) menyatakan bahwa Pendekatan Contextual Teaching and Learning adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran dengan mengunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning dapat mendorong siswa berperan secara aktif untuk menemukan hubungan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan nyata. Ketika

9 19 siswa dapat mengaitkan materi dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna dari pelajaran tersebut dan makna memberi mereka alasan untuk belajar. Sementara menurut Al-Tabany (2014:138) menyatakan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan seharihari. Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning adalah adalah pendekatan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari Al- Tabany (2014: ) dalam bukunya yang berjudul Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, progresif, dan kontekstual menuliskan bahwa Pendekatan Contextual Teaching and Learning memiliki tujuh komponen utama yaitu: 1. Konstruktivisme Salah satu landasan teoretik pendidikan modern termasuk Contextual Teaching and Learning adalah teori pembelajran kontruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar.

10 20 2. Inkuiri (inquiry) Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan hasil dari menemukan sendiri. 3. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. 4. Masyarakat belajar Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dalam masyarakat belajar dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. 5. Pemodelan (modeling) Dalam suatu pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, model yang bisa ditiru oleh siswanya. 6. Refleksi Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. 7. Penilaian autentik (Autentik Assement) Assement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

11 Langkah-langkah untuk melaksanakan pendekatan Contextual Teaching and Learning di dalam kelas Langkah-langkah untuk melaksanakan Pendekatan contextual Teaching and Learning di dalam Kelas sebagai berikut: 1. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (belajar secara mandiri). 2. melakukan kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. mengembangkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar, misalnya melalui belajar kelompok. 5. Hadirkan model untuk contoh pembelajaran. 6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan. 7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara Kelebihan dan kekurangan pendekatan Contextual Teaching and Learning Kelebihan dari pendekatan Contextual Teaching and Learning 1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

12 22 2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pendekatan Contextual Teaching and Learning menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghapal. 3. Pendekatan Contextual Teaching and Learning adalah pendekatan yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. 4. Kelas dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. 5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru. 6. Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna Kekurangan dari pendekatan Contextual Teaching and Learning 1. Akan diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pendekatan Contextual Teaching and Learning berlangsung. 2. Jika guru tidak bisa mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif. 3. Guru akan lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja

13 23 bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2.5 Model Pembelajaran Langsung Menurut Eggen dan Kauchak (2010:363) menyatakan bahwa pembelajaran langsung merupakan suatu model yang menggunakan peragaan dan penjelasan guru digabungkan dengan latihan dan umpan balik siswa untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan nyata yang dibutukan untuk pembelajaran lebih jauh. Menurut Al-Tabany (2014:93) menyatakan bahwa Pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang bersifat teacher center. Menurut Arend (dalam Al-Tabany, 2014:93) model pembelajaran langsung adalah salah satu model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Ciri-ciri model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut: 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilain belajar.

14 24 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran; dan 3. Sistem pengolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Pada model pembelajaran Langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Sintak model pembelajaran Langsung tersebut disajikan dalam lima tahap, seperti ditunjukkan Tabel 2.1. Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Langsung Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Fase-2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Fase-3 Membimbing pelatihan Fase-4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Fase-5 Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Peran Guru Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. Guru mendemonstasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap. Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal. Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik. Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

15 Hubungan Model Concept Attainment dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Integrasi model Concept Attainment dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning Integrasi sintak model Concept Attainment dengan langkah-langkah pendekatan Contextual Teaching and Learning Sintak model Concept Attainment Langkah-langkah pendekatan Contextual Teaching and Learning a. Fase 1: presentasi data dan identifikasi konsep. 1. Guru memberi contoh. 2. Siswa menentukan sifat-sifat yang ada dalam contoh. 3. Siswa membuat dan merumuskan hipotesis. 4. Siswa membuat definisi berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan dari contoh. 1. Mengembangkan pemikiran, bahwa anak-anak akan belajar menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya (belajar secara mandiri). b. Fase 2: merumuskan hipotesis. 1. Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang diberikan. 2. Guru mengkonfirmasi hipotesis. 3. Berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan, siswa diminta memberi contoh. 2. Melakukan kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. kembangkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya. c. Fase 3: analisis strategi berpikir. 1. Guru meminta kepada siswa untuk mengkonstruk konsep yang diperoleh. 2. Guru membimbing diskusi 4. Ciptakan masyarakat belajar, misalnya melalui belajar kelompok. 5.Hadirkan model untuk contoh pembelajaran. 6. Melakukan repleksi di akhir pertemuan. 7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Gambar 2.1: Integrasi model dengan pendekatan

16 26 Pada sintak model Concept Attainment fase 1 yaitu presentasi data dan identifikasi konsep penulis integrasikan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning langkah 1, karena pada fase ini siswa diberikan contoh dan bukan contoh. Tujuannya untuk memperkenalkan kepada siswa tentang konsep dari suatu objek berdasarkan sifat yang dimiliki oleh objek tersebut, sedangkan bukan contoh diberikan agar siswa dapat menemukan sifat yang lebih spesifik dari objek. siswa mengembangkan suatu hipotesis tentang hakekat konsep dengan membandingkan dan mengklasifikasi sifat-sifat dari perbedaan yang ada pada contoh. Selanjutnya siswa menyatakan definisi konsep sesuai dengan sifat dari objek. Disini siswa dapat mengembangkan pemikirannya dari apa yang telah di berikan gurunya, supaya pengetahuan yang dimiliki menjadi bermakna. Siswa dituntut bekerja sendiri untuk menentukan sifat-sifat yang ada dalam contoh, menemukan sendiri dari hipotesis yang mereka buat, dan mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya untuk mendefenisikan berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan dari contoh. Untuk sintak model Concept Attainment fase 2 yaitu merumuskan hipotesis penulis integrasikan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning langkah 2 dan 3. Karena pada fase ini siswa menguji konsep yang ditemukan dengan mengidentifikasi secara tepat contoh tambahan dari konsep itu. Kemudian siswa membuat contoh yang lain. Setelah itu, guru bersama siswa mengkonfirmasi kebenaran hipotesis mereka, merevisi definisi konsep atau sifat-sifat yang sudah mereka tetapkan sebagaimana mestinya. Dengan melakukan kegiatan inkuiri pada tahap ini dengan tujuan agar Siswa mampu mengidentifikasi contoh tambahan yang

17 27 diberikan dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya agar siswa mampu memberikan contoh berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan. Sedangkan model Concept Attainment fase 3 yaitu siswa mulai menganalisis strategi yang digunakan dalam mencapai atau menemukan konsep, penulis integrasikan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning langkah 4,5,6 dan 7. Karena pada fase ini guru menyarankan siswa untuk membangun konsepnya lewat belajar kelompok. Mungkin ada yang mulai membangun konsep dari yang luas dan secara bertahap lebih dipersempit, atau sebaliknya. siswa dapat menjelaskan polapola yang sudah dibuatnya. Dari hal ini dapat dilihat, apakah siswa fokus terhadap sifat-sifat atau konsep dan dalam berapa langkah mereka menemukan konsep tersebut. Selanjutnya, bagaimana jika hipotesis siswa tidak dikonfirmasi, maka secara bertahap mereka dapat membandingkan keefektifan setiap strategi yang sudah diterapkan. Hal ini membantu siswa dapat dengan mudah mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka di depan kelas, terutama pada saat mengkonstruk konsep yang diperoleh, setelah selesai mempresentasikan lakukan repleksi dan kemudian lakukan penilaian.

18 28 Tabel 2.2 Skenario Integrasi Model Concept Attainment dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam Standar Proses KTSP Integrasi Model dengan Standar Proses KTSP Fase Pendekatan (1) (2) (3) PENDAHULUAN 1. Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik. 2. Melakukan apersepsi. 3. Menyampaikan serta menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar. 4. Menyampaikan cakupan materi dan uraian kegiatan sesuai silabus. 1 Presentasi data dan INTI identifikasi konsep Eksplorasi dengan 5. Guru memberi contoh mengenai materi yang belajar secara mandiri dipelajari yang berkaitan dengan kehidupan seharihari 6. Siswa menentukan sifat-sifat yang ada dalam contoh yang diberikan, agar mereka bisa mengembangkan pemikirannya terhadap contoh tersebut. 7. Dari satu contoh (atau mungkin dua contoh) dan noncontoh, mereka menghipotesiskan kemungkinan sebutan bagi konsep berdasarkan contoh dan noncontoh awal, agar mereka belajar mandiri 8. Siswa memberikan definisi materi yang dipelajari, agar pengetahuan yang dimiliki menjadi bermakna. 2 3 Merumuskan hipotesis dengan inquiry, dan bertanya analisis strategi berpikir Elaborasi 9. Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang diberikan oleh guru 10. Guru mengkonfirmasi hipotesis dengan bertanya kepada siswa tentang contoh tambahan yang diberikan. 11. dan kemudian siswa membuat contoh yang lain dengan melakukan kegiatan inquiry. 12. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok (setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang yang heterogen dan guru membagikan LKS untuk setiap kelompok 13. Guru membimbing diskusi kelompok dan meminta siswa untuk menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas. 14. Berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan, siswa diminta untuk menganalisis strategi yang digunakan dalam mencapai atau menemukan konsep. Konfirmasi 15. Mengoreksi hasil kerja kelompok dari kelompok penyaji.

19 29 (1) (2) (3) 16. Menyimpulkan hasil presentasi kelompok penyaji dan menekankan konsep-konsep penting dari materi (mengkonfirmasi). 17. Guru melakukan refleksi hasil diskusi melalui pertanyaan-pertanyaan terkait dengan hasil presentasi kelompok dan meminta siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran. PENUTUP 18. Menyimpulkan/merangkum semua materi pembelajaran pada saat itu. 19. Melakukan evaluasi individu dengan mengadakan kuis. 20. Menutup pembelajaran dengan pemberian PR, dan menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya Hubungan model Concept Attainment dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika Tabel 2.3 Hubungan Model Concept Attainment dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika No Tahapan Model dengan Pendekatan Kegiatan pembelajaran Indikator Pemahaman Konsep (1) (2) (3) (4) 1 Menyajikan data & Identifikasi Konsep dengan belajar mandiri Siswa memperhatikan dan memahami contoh dan bukan contoh yang diberikan Menyatakan ulang sebuah konsep 2 Merumuskan hipotesis dengan inquiry dan bertanya Siswa menentukan sifat-sifat yang ada dalam contoh yang diberikan, agar mereka bisa mengembangkan pemikirannya terhadap contoh tersebut. Dari satu contoh (atau mungkin dua contoh) dan noncontoh, mereka menghipotesiskan kemungkinan sebutan bagi konsep berdasarkan contoh dan noncontoh awal, agar mereka belajar mandiri Siswa memberikan definisi materi yang dipelajari, agar pengetahuan yang dimiliki menjadi bermakna. Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang diberikan oleh guru dan kemudian siswa membuat contoh yang lain dengan melakukan kegiatan inquiry Mengklasifikasikan objek menurut sifatsifat tertentu sesuai dengan konsepnya. Menyatakan ulang sebuah konsep. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep

20 30 (1) (2) (3) (4) Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru mengenai hipotesis contoh tambahan, yang nantinya akan digunakan dalam menemukan konsep yang baru Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 3 Analisis Strategi Berpikir dengan belajar kelompok, pemodelan, refleksi, penilaian autentik Mengoreksi hasil kerja kelompok dari kelompok penyaji dan Menyimpulkan hasil presentasi kelompok penyaji dan menekankan konsep-konsep penting dari materi Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu. Siswa mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah 2.7 Karakteristik Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Dris dan Tasari (2011:80) menyatakan bahwa Persamaan Linear Dua Variabel adalah sebuah persamaan yang mempunyai dua variabel, dengan masing-masing variabel memiliki pangkat tertinggi satu dan tidak ada perkalian di antara kedua variabel tersebut, himpunan penyelesaian dari Persamaan Linear Dua Variabel adalah lebih dari satu penyelesaian (banyak penyelesaian). Sedangkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel adalah Terdiri dari dua persamaan linear dua variabel, himpunan penyelesaiannya tunggal dan memenuhi kedua Persamaan Linear Dua Variabel. Untuk menyelesaikan suatu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dapat dilakukan dengan 4 metode, yaitu: 1. Metode Substitusi Substitusi merupakan salah satu cara yang sering digunakan karena cukup mudah penggunaannya.

21 31 Caranya adalah dengan mensubstitusi (mengganti) variabel tertentu sehingga nilai variabel lainnya dapat ditentukan. 2. Metode Eliminasi; Eliminasi dalam sistem Persamaan Linear Dua Variabel adalah dengan mengeliminasi atau menghilangkan salah satu variabel sehingga variabel lainnya dapat ditentukan nilainya. Untuk mengeliminasi salah satu variabel perlu disamakan dahulu koefisien variabel yang akan dieliminasi. 3. Metode Grafik. Penyelesaian dengan metode grafik adalah menggunakan grafik sebagai penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Cara grafik yang digunakan untuk menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, hampir sama dengan cara menentukan koordinat titik potong dari dua garis lurus. 4. Metode Campuran Penyelesaian dengan metode campuran adalah dengan mengeliminasi atau menghilangkan salah satu variabel dan kemudian variabel lainnya dapat ditentukan nilainya dengan substitusi dari hasil eliminasi. Aplikasi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dalam Kehidupan. Model matematika adalah salah satu penerapan atau aplikasi dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Model matematika yang dimaksud adalah bentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel yang mewakili suatu pernyataan dari masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya harga barang, umur seseorang, banyaknya tepung, banyaknya buah, dan lain-lain.

22 Skenario Model Concept Attainment dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Model Pembelajaran Langsung Tabel 2.4 Skenario Pembelajaran Model Concept Attainment dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning Kegiatan Pendahuluan 1. Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik. 2. Melakukan apersepsi. 3. Menyampaikan serta menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar. 4. Menyampaikan cakupan materi dan uraian kegiatan sesuai silabus Model Pembelajaran Langsung (1) (2) Kegiatan Inti Fase 1:presentasi data dan identifikasi kosep dengan belajar mandiri Eksplorasi 5.Guru memberi contoh mengenai materi sistem persamaan linear dua variabel yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 6. Siswa menentukan sifat-sifat yang ada dalam contoh yang diberikan, agar mereka bisa mengembangkan pemikirannya terhadap contoh tersebut. 7. Dari satu contoh (atau mungkin dua contoh) dan noncontoh, mereka menghipotesiskan kemungkinan sebutan bagi konsep berdasarkan contoh dan noncontoh awal, agar mereka belajar mandiri 8. Siswa memberikan definisi materi, agar pengetahuan yang dimiliki menjadi bermakna. Elaborasi Fase 2: merumuskan hipotesis (inquiry, dan bertanya) 7. Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang diberikan. 8. Guru mengkonfirmasi hipotesis dengan bertanya kepada siswa tentang contoh tambahan yang diberikan. 9. Siswa membuat contoh yang lain dengan melakukan kegiatan inquiry. Fase 3: analisis strategi berpikir 10. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok (setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang yang heterogen dan guru membagikan LKS untuk setiap kelompok 11. Guru membimbing diskusi kelompok dan meminta siswa untuk menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas. Kegiatan Pendahuluan Fase-1 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran 2. Guru memberikan informasi latar belakang pembelajaran. 3. Guru menjelaskan pentingnya pembelajaran. 4. Guru memotivasi siswa 5. Guru mempersiapkan siswa untuk belajar Kegiatan Inti ekplorasi Fase-2 1. Guru mengingatkan pelajaran sebelumnya. 2. Guru menyajikan informasi kepada siswa mengenai materi pelajaran secara tahap demi tahap dan memberi contoh-contoh yang relevan dari penjelasan dan informasi yang diberikan oleh guru. Ekplorasi Fase-3 3. Guru memberikan latihan kepada siswa. Fase-4 4. Guru mengecek apakah siswa berhasil melakukan tugas dengan baik. 5. Guru memberikan umpan balik.

23 33 (1) (2) 12. Berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan, siswa diminta untuk menganalisis strategi yang digunakan dalam mencapai atau menemukan konsep. 13. Guru membimbing diskusi kelompok dan meminta siswa untuk menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas. 14. Berdasarkan sifat-sifat yang ditemukan, siswa diminta untuk menganalisis strategi yang digunakan dalam mencapai atau menemukan konsep. Konfirmasi 15. Mengoreksi hasil kerja kelompok dari kelompok penyaji. 16. Menyimpulkan hasil presentasi kelompok penyaji dan menekankan konsep-konsep penting dari materi 17. Guru melakukan refleksi hasil diskusi melalui pertanyaan-pertanyaan terkait dengan hasil presentasi kelompok dan meminta siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran. Kegiatan Penutup 1. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran pada hari ini yaitu memahami pengertian sistem persamaan linear dua variabel, Menyatakan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel 2. Guru memberikan kuis 3. Guru menutup pelajaran dengan mengucap salam penutup. Kegiatan Penutup 1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. 2. Guru bersama-sama dengan siswa menyimpukan materi pelajaran yang dipelajari pada pertemuan tersebut. Fase-5 3. Guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR) sebagai latihan lanjutan yang dikhususkan pada penerapan kepada situasi yang lebih kompleks. Guru menginformasikan materi pembelajaran pada pertemuan selanjutnya 2.9 Kerangka Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti dan tujuan yang akan dikemukakan. Maka dapat dirancang kerangka yaitu dengan subjek penelitian kelas eksperimen dan Kelas kontrol. Di kelas eksperimen diterapkan model Concept Attainment dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning, dan di kelas

24 34 kontrol model pembelajaran Langsung. Setelah kedua kelas diberi perlakuan, kemudian diberi post-test untuk melihat hasil perlakuan dan kemudian di uji statistik untuk menjawab rumusan masalah hingga diperoleh kesimpulan. Dengan kerangka penelitian sebagai berikut : Subjek Penelitian Kelas eksperimen Kelas kontrol Diterapkan model Concept Attainment dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Diterapkan model pembelajaran Langsung Post-test Analisis statistik Kesimpulan Gambar 2.2 Kerangka Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Segala upaya yang dilakukan seorang guru dalam proses pembelajaran dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Contextual Teaching and Learning (CTL) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

Lebih terperinci

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI KAMPUS II SURADE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DISUSUN : UJANG ARISMAN (063101211061) DIANA SUCI R (063101211056) MUHAMAD PUAD S (063101211063) Pengertian Contextual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL contextual teaching and learning Strategi Pembelajaan Kontekstual Strategi pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran kontekstual Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan konten mata

Lebih terperinci

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD Oleh Nana Supriatna Universitas Pendidikan Indonesia Makalah Semiloka di Musibanyuasin, Sumsel 7 September 2007 Pengertian Pendekatan Contextual

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS A. Pembelajaran Matematika Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Ini berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Belajar Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya mengenai pengertian belajar, namun demikian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis Shadiq (Depdiknas, 2009) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan dalam rangka membuat suatu pernyataan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1 LATAR BELAKANG MAKRO : Kondisi pendidikan secara makro di indonesia dalam lingkup internasional maupun nasional Kondisi pembelajaran di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah ilmu dasar yang dapat digunakan sebagai alat bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu karakteristik matematika yaitu mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses panjang dalam rangka mengantarkan manusia menjadi seseorang yang memiliki kekuatan intelektual, emosional, dan spiritual sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, perubahan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Makna Pembelajaran Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, perubahan ini terjadi sebagai hasil dari pengalaman (wikipedia.org). Dalam dunia pendidikan,

Lebih terperinci

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed. PENDEKATAN KONTEKSTUAL Oleh : Toto Fathoni, Apakah CTL itu? Konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika adalah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP Elizabeth Cahya Kristina 1, Caswita 2, M. Coesamin 2 elizabethcahyakristina@gmail.com 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Belajar merupakan komponen penting dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL LATAR BELAKANG MAKRO : Kondisi pendidikan secara makro di indonesia dalam lingkup internasional maupun nasional yang masih rendah.

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pembelajaran Fisika

Dasar-dasar Pembelajaran Fisika Dasar-dasar Pembelajaran Fisika Dr. Johar Maknun, M.Si. 08121452201; johar_upi@yahoo.co.id LATAR BELAKANG MAKRO International Education Achievement (IEA) Kemampuan membaca siswa SD menempati urutan 30

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan.

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan. 8 BAB II KAMAN PUSTAKA A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah Manusia. Meningkatkan kemampuan siswa merupakan upaya meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Terdapat Pengaruh Pendekatan CTL Terhadap Hasil Belajar. Setelah analisis data penelitian selesai, langkah selanjutnya adalah

BAB V PEMBAHASAN. A. Terdapat Pengaruh Pendekatan CTL Terhadap Hasil Belajar. Setelah analisis data penelitian selesai, langkah selanjutnya adalah BAB V PEMBAHASAN A. Terdapat Pengaruh Pendekatan CTL Terhadap Hasil Belajar Setelah analisis data penelitian selesai, langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan hasil penelitian tersebut dalam bentuk tabel

Lebih terperinci

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2 PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN KELOMPOK KECIL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pendekatan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pendekatan kontekstual di kelas kelas yang diselenggarakan di Amerika pertama- tama

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA Oleh: Muslim Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam standar kurikulum dan evaluasi matematika sekolah yang dikembangkan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) tahun 1989, koneksi matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan 9 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kemampuan Menurut Zain (dalam Milman Yusdi, 2010:10) mengartikan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa siswa sebagian besar tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau

Lebih terperinci

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) BAB 1I 2.1. Kajian Teori KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai penerima

Lebih terperinci

INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Rahmi Wahyuni Dosen FKIP Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Almuslim email : rahmirusli@gmail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Kontekstual Pada hakikatnya pendekatan mengajar adalah untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan memuaskan (memberi pemuas kepada) rasa ingin tahu siswa. Rasa puas ini

Lebih terperinci

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal soal yang berkaitan dengan menghitung luas selimut tabung, kerucut dan bola, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda

TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Sadiman, dkk. (2008: 17-18) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab, BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab, antara lain: Latar Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat Penelitian; Penegasan Istilah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA. A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA. A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL) PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL) Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Oleh: Atmini Dhoruri A. Latar Belakang Perkembangan IPTEKS yang sangat pesat dan perubahan global dalam berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Komunikasi yang dimaksud

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. bersifat membentuk atau merupakan suatu efek.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. bersifat membentuk atau merupakan suatu efek. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA 1. Tinjauan Pustaka A. Konsep Pengaruh Menurut Hugiono, 1987:47 pengaruh merupakan dorongan atau bujukan dan bersifat membentuk atau merupakan suatu

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara I. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Gegne dalam Suprijono (2009 : 2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Peningkatan Pembelajaran Istilah peningkatan diambil dari kata dasar tingkat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990) makna kata peningkatan itu sendiri adalah proses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan sebagai warga bangsa. Arus globalisasi telah menyebar dan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan sebagai warga bangsa. Arus globalisasi telah menyebar dan mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi telah mengubah cara hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga bangsa. Arus globalisasi telah menyebar dan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Pendidikan menjadi penting karena salah satunya mampu menyediakan sumber daya manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno (2005 : 7) mengemukakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Prestasi Belajar IPA 2.1.1.1 Pembelajaran IPA Gagne (1992:3) menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Slameto (2010:2) dengan bukunya yang berjudul: Belajar dan faktorfaktor yang mempengaruhi Menurutnya, pengertian belajar adalah: Suatu proses

Lebih terperinci

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd. Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd. Kuiz 1. Contextual 2. Konstruktivisme 3. Inquiry 4. Questioning 5. Learning Community 6. Modeling 7. Refleksi 8. Authentic Assessment 9. Skenario CTL PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Contextual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Hakekat Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Komunikasi Matematis Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dimana individu atau beberapa orang atau kelompok menciptakan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori dijabarkan berbagai landasan sebagai pendukung penelitian, permasalahan dan variabel penelitian yang diteliti semua ditulis pada kajian teori. Untuk

Lebih terperinci

YUNICA ANGGRAENI A

YUNICA ANGGRAENI A PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI MELALUI TEKNIK MODELING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 1 ULUJAMI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

MODEL MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

MODEL MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF MODEL MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF TUJUAN Mendeskripsikan beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran di kelas. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimen ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 15 April 2016 sampai dengan 2 Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang dihadapi. Dalam proses pembelajaran, guru maupun siswa juga

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang dihadapi. Dalam proses pembelajaran, guru maupun siswa juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut mereka untuk berfikir kreatif dalam menemukan solusi atas masalah yang sedang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, dan di dalamnya terdapat pertukaran informasi dalam rangka mencapai suatu

Lebih terperinci

Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Pembelajaran Kooperatif

Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Pembelajaran Kooperatif Jurnal Matematika Vol. 3 No. 2, Desember 2013. ISSN: 1693-1394 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Pembelajaran Kooperatif Tri Wahyuningsih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. konsep baru. Penerapan pendekatan kontekstual di kelas-kelas yang diselenggarakan

BAB II LANDASAN TEORI. konsep baru. Penerapan pendekatan kontekstual di kelas-kelas yang diselenggarakan BAB II LANDASAN TEORI A. Pendekatan Kontekstual Menurut Trianto (2009) pendekatan kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pendekatan kontekstual di kelas-kelas yang diselenggarakan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perkembangan yang dialami oleh seseorang agar dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Siswa sebagai sumber daya manusia harus memiliki kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan pendidikan sebagai akibat dari kemajuan ilmu dan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar,

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATERI SEGI EMPAT. A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika

BAB II PEMBELAJARAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATERI SEGI EMPAT. A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika BAB II PEMBELAJARAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATERI SEGI EMPAT A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika Menurut (Suyono dan Hariyanto, 2011: 75) Hakikat belajar menurut teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Representasi Matematis Janvier (Kartini, 2009) mengungkapkan bahwa konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang dipakai dalam pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk kemajuan bangsa dan negara, dengan majunya pendidikan suatu negara dapat dijadikan tolok ukur bahwa negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Pembelajaran Matematika a. Hakekat Matematika Mata pelajaran matematika merupakan salah satu muatan KTSP, yang harus dikembangkan.

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT Maret 2017 Vol. 1, No. 1, Hal.150 PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT Nurul Afifah Rusyda 1), Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar, - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangatlah penting bagi manusia karena didalam pendidikan, maka akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Proses belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu

Lebih terperinci

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS V SD NEGERI NO

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS V SD NEGERI NO MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS V SD NEGERI NO. 015897 BUNTU PANE RAMLI SITORUS DAN ERTILA SIBURIAN Jurusan PPSD

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Ruang lingkup Ekonomi tersebut merupakan cakupan yang amat luas, sehingga dalam proses pembelajarannya harus dilakukan bertahap dan

Lebih terperinci

Samriani. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

Samriani. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas IV SDN No 3 Siwalempu Samriani Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa Sekolah Menengah Pertama adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika,

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Romi Afrizal

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Romi Afrizal PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Romi Afrizal I. Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING Ramtia Darma Putri, Universitas PGRI Palembang email: tyadhuarrma27@gmail.com Erfan Ramadhani, Universitas PGRI Palembang email: erfankonselor@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Sehubungan dengan pengertian kemampuan, Spencer (dalam TheSustainable

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Sehubungan dengan pengertian kemampuan, Spencer (dalam TheSustainable 9 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Sehubungan dengan pengertian kemampuan, Spencer (dalam TheSustainable Development.com, 2012:1) mengemukakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1.Mata pelajaran PKn 2.1.1.1.Pengertian PKn SD Pendidikan kewarganegaraan SD adalah program pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai pancasila sebagai wahana

Lebih terperinci

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Penerapan Pendekatan Kontekstual Melalui Model Problem Based Intruction (PBI) Untuk Meningkatkan Mutu Perkuliahan Dasar-Dasar Pendidikan MIPA Pada Mahasiswa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI CTL DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA

IMPLEMENTASI CTL DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA IMPLEMENTASI CTL DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA Auliya Rahman Akmil 1), Armiati 2), Yusmet Rizal 3) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNP 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setiap tahap pelaksanaan tindakan merupakan tahapan yang dilaksanakan sebagai realisasi dari perencanaan yang telah disusun. Perencanaan yang telah disusun, belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika dipelajari oleh semua siswa dari tingkatan SD hingga SMA dan bahkan sampai Perguruan Tinggi. Ada banyak alasan perlunya siswa belajar matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Seseorang dapat dikatakan belajar jika dalam diri orang tersebut terjadi suatu aktifitas yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dapat diamati dalam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil 31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas X.3 Program Keahlian Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil mengidentifikasi

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR STATISTIKA

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR STATISTIKA PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR STATISTIKA Dedy Juliandri Panjaitan Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Jl. Garu II No. 93 Medan juliandri.dedy@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan dari siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah dan merupakan salah

Lebih terperinci