BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis Profesi Akuntan Publik Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 pasal 1 mendefinisikan Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Untuk mendapatkan ijin sebagai seorang akuntan publik maka akuntan tersebut harus memenuhi segala persyaratan yang telah dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 pasal 5 yaitu Akuntan mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki nomor Register Negara untuk Akuntan; b. Memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang diselenggarakan oleh IAPI; c. Dalam hal tanggal kelulusan USAP sebagaimana dimaksud pada huruf b telah melewati masa 2 (dua) tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 (enam puluh) Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 (dua) tahun terakhir; d. Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 (seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi

2 perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP; e. Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); g. Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin Akuntan Publik; dan h. Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan Lampiran I sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Wadah dari profesi akuntan publik yang diakui oleh pemerintah adalah Institusi Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Profesi akuntan publik lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan seorang auditor. Menurut Boynton et al., (2003:6) menjelaskan terdapat tiga jenis audit yang pada umumnya menunjukkan karakteristik kunci yang tercakup dalam definisi auditing. Jenis-jenis audit tersebut antara lain ; 1. Audit Laporan Keuangan (financial statement audit) Berkaitan dengan kegiatan memeroleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar dan sesuai

3 dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). 2. Audit Kepatuham (compliance audit) Berkaitan dengan kegiatan memeroleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan atau peraturan tertentu. 3. Audit Operasional (operational audit) Berkaitan dengan kegiatan memeroleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 pasal 2, menjelaskan bahwa jasa yang diberikan oleh akuntan publik antara lain: (1) Jasa atestasi, yang meliputi: a. jasa audit umum atas laporan keuangan; b. jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif; c. jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma; d. jasa reviu atas laporan keuangan; dan e. jasa atestasi lainnya sebagaimana tercantum dalam SPAP (2) Selain jasa atestasi, Akuntan Publik dan KAP dapat memberikan jasa audit lainnya dan jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultansi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4 Taylor (1985:4) mengelompokkan auditor menjadi tiga kelompok antara lain: 1. Auditor eksternal (Auditor Independen atau Akuntan Publik) Disebut auditor eksternal dikarenakan auditor tersebut tidak bekerja dalam perusahaan yang mereka audit. Auditor eksternal dapat mengaudit laporan keuangan perusahaan publik maupun swasta, kemitraan, perseorangan dan berbagai jenis entitas lain. Praktik sebagai akuntan publik harus dilakukan melalui suatu kantor akuntan publik (KAP) yang telah mendapat ijin dari Departemen Keuangan. Dan untuk mendapatkan ijin dari departemen keuangan seorang auditor tersebut harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. 2. Auditor Internal Disebut auditor internal dikarenakan auditor tersebut dipekerjakan oleh perusahaan untuk mengaudit manajemen perusahaan tersebut. tanggung jawab auditor internal pada berbagai perusahaan sangat beraneka ragam tergantung pada kebutuhan perusahaan yang berangkutan. Untuk melaksanakan tugas audit dengan efektif, seorang auditor internal harus independen terhadap fungsi-fungsi lini dalam organisasi tempat ia bekerja, tetapi untuk menjadi independen seorang auditor sangat sulit untuk melakukannya. Hal ini disebabkan auditor tersebut merupakan pegawai dari perusahaan yang akan diaudit. 3. Auditor Pemerintahan Disebut auditor pemerintahan dikarenakan auditor tersebut dipekerjakan oleh berbagai kantor pemerintah tingkat federal, negara bagian, dan lokal. Di Indonesia audit dilakukan oleh Badan pemerika Keuangan (BPK) yang

5 dibentuk sebagai implementasi dari Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksaan Keuangan yang pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Kantor Akuntan Publik Menurut UU No 5 Tahun 2011 Pasal 1 ayat 5, menyatakan bahwa Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang- Undang ini. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 mendefinisikan Kantor Akuntan Publik yang selanjutnya disebut KAP, adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya. Bentuk badan usaha Kantor Akuntan Publik digolongkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 menjadi dua antara lain: a. Perseorangan; atau KAP yang berbentuk badan usaha perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang Akuntan Publik yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin. b. Persekutuan. KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan hanya dapat didirikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang Akuntan Publik, dimana masingmasing sekutu

6 merupakan rekan dan salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan. Perizinan operasional KAP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 dalam pasal 18, menjelaskan bahwa untuk mendapatkan izin usaha KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat(1) yang berbentuk badan usaha perseorangan, Pemimpin KAP mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki izin Akuntan Publik; b. menjadi anggota IAPI; c. mempunyai paling sedikit 3 (tiga) orang auditor tetap dengan tingkat pendidikan formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara Diploma III dan paling sedikit 1 (satu) orang diantaranya memiliki register negara untuk akuntan; d. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); e. memiliki rancangan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) KAP yang memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan paling kurang mencakup aspek kebijakan atas seluruh unsur pengendalian mutu; f. domisili Pemimpin KAP sama dengan domisili KAP; g. memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor, dan denah kantor yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain; dan h. membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Usaha Kantor Akuntan Publik, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar

7 dengan menggunakan Lampiran VI sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Selain itu, untuk mendapatkan izin usaha KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat(1) yang berbentuk badan usaha persekutuan, Pemimpin Rekan KAP mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) KAP; c. memiliki perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris bagi d. KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan yang paling sedikit memuat: 1) pihak-pihak yang melakukan persekutuan; 2) alamat para sekutu; 3) bentuk badan usaha persekutuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3); 4) nama dan domisili KAP; 5) hak dan kewajiban para pihak/sekutu; 6) sekutu yang berhak mengadakan perikatan, untuk dan atas nama KAP, dengan pihak ketiga berkaitan dengan jasa yang diberikan; dan 7) penyelesaian sengketa dalam hal terjadi perselisihan. e. memiliki surat izin Akuntan Publik bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang Akuntan Publik; f. memiliki tanda keanggotaan IAPI yang masih berlaku bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang Akuntan Publik;

8 g. memiliki surat persetujuan dari seluruh Rekan KAP mengenai penunjukan salah satu Rekan menjadi Pemimpin Rekan; dan h. memiliki bukti domisili Pemimpin Rekan dan Rekan KAP Definisi Audit The American Acounting Association Committee on Basic Auditing Concept mendefinisikan Auditing merupkan proses sistematik pencariaan dan pengevaluasian secara obyektif bukti mengenai asersi tentang peristiwa dan tindakan ekonomik untuk meyakinkan kadar kesesuiaan antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Menurut Arens, Elder, dan Beasley (dalam Auditing dan Pelayanan Verifikasi, 2003:15) menyatakan bahwa audit adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilaksanakan oleh seorang yang kompeten dan independen. Pengertian auditing menurut Konraht yang dikutip oleh Sukrisno Agus dalam bukunya Auditing (2004:1), bahwa: Auditing adalah suatu proses sistematis untuk secara lebih objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadiankejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihakpihak yang berkepentingan.

9 Menurut Amir Abadi Jusuf, dalam bukunya Auditing Pendekatan Terpadu (2004:2) menyatakan bahwa: Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten Skeptisme Profesional International Standard On Auditing 200 Tahun 2009 mendefinisikan Skeptisme professional yaitu Professional skepticism is An attitude that includes a questioning mind, being alert to conditions which may indicate possible misstatement due to error or fraud, and a critical assessment of audit evidence. Artinya Profesional skeptisisme merupakan sebuah sikap yang mencakup pemikiran untuk mempertanyakan, bersikap waspada dengan kondisi yang mungkin menunjukkan salah saji karena kesalahan atau kecurangan, dan penilaian kritis terhadap bukti audit. Menurut Standar Audit dalam (Standar Profesional Akuntan Publik 2011 Seksi 230) menjelaskan mengenai skeptisme sebagai berikut: a. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Auditor menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh profesi akuntan publik untuk melaksanakan dengan cermat dan seksama, dengan

10 maksud baik dan integritas, pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif. b. Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif menuntut auditor mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti tersebut. Oleh karena bukti dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut. c. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen adalah tidak jujur, namun juga tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur. Menurut kamus besar bahasa Indonesia skeptis yaitu kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dsb). Sedangkan skeptis-isme adalah aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan). Jadi secara umum skeptis-isme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Shaub dan Lawrence (1996) mengartikan skeptisisme profesional auditor sebagai berikut professional scepticism is a choice to fulfill the professional auditor s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person s behavior.... artinya skeptisme professional auditor adanya suatu sikap yang kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan, atau ketidak setujuan dengan pertanyaan klien atau kesimpulan yang dapat diterima umum. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa skeptisme professional merupakan sikap seorang auditor atau akuntan publik yang mencerminkan sikap

11 keprofesionalan auditor dengan cara mempertanyakan bukti-bukti audit dan tidak mudah memberi kepercayaan terhadap keterangan-keterangan yang diberikan oleh klien sebagai dasar dalam pemberian opini audit Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Skeptisme Profesional Auditor Kompetensi Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan Kompetesi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Standar Auditi dalam (Standar Profeional Akuntan Publik 2011) menjelaskan Kompetensi dalam Seksi 130 tentang Prinsip Komptensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian professional. Antara lain; a) Memelihara pengetahuan dan keahlian professional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa professional yang kompoten kepada klien atau pemberi kerja; dan b) Menggunkan kemahiran profeionalnya dengan saksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. Standar Audit seksi 130 menyatakan bahwa dalam pemberian jasa professional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian professional. Kompetensi professional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut: a) Pencapaiaan kompeteni professional; dan

12 b) Pemeliharaan kompetensi professional. Pemeliharaan kompetensi professional membutuhkan kesadaran dan pemehaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan professional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan praktisi agar dapat melakukan pekerjaan secara kompeten dalam lingkungan professional. Berdasarkan Suraida (2005) kompetensi didefiniikan sebagai keahlian professional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil pendidikan formal, ujian professional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, symposium dan lain-lain seperti: (1) untuk luar negeri (AS) ujian CPA (Certified Public Accountant) dan untuk dalam negeri (Indonesia) USAP (Ujian Sertifikasi Akuntan Publik); (2) PPL (Pendidikan Profesi Berkelanjutan); pelatihan-pelatihan intern dan ekstren; (4) keikutsertaan dalam seminar, symposium dan lain-lain. Makin banyak sertifikat yang dimiliki dan makin sering mengikuti pelatihan atau seminar atau symposium diharapkan auditor yang berangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya Pengalaman Audit Pengalaman audit dapat diartikan sebagai pengalaman sesuatu hal yang pernah dilakukan oleh auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Butt (1988) dalam Kushasyandita (2012) memperlihatkan dalam penelitiannya bahwa auditor yang berpengalaman akan membuat judgment yang

13 relatif lebih baik dalam tugas-tugasnya. Auditor dengan jam terbang lebih banyak pasti sudah lebih berpengalaman bila dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman. Libby dan Frederick (1990) dalam Kushasyandita (2012) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Menurut Herdiansyah (2008) Akuntan pemeriksa yang berpengalaman juga memperlihatkan perhatian selektif yang lebih tinggi pada informasi yang relevan. Oleh karena itu auditor yang lebih tinggi pengalamannya akan lebih tinggi skeptisisme profesionalnya dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman. Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa auditor dapat melakukan praktik audit sebagai akuntan publik setelah memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuanngan Nomor 17/PMK.01/2008 yaitu untuk mendapat izin seorang auditor harus berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 (seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP; Standar Audit dalam (Standar Profesional Akuntan Publik 2011 Seksi 210:2) mempertegas bahwa betapa pun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika ia tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing.

14 Selain itu SA 2011 Seksi 210:3 Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen dijelaskan yaitu Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya, yang diperluas melalui pengalamanpengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Asisten junior, yang baru masuk ke dalam karier auditing harus memperoleh pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan review atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih berpengalaman. Sifat dan luasnya supervisi dan review terhadap hasil pekerjaan tersebut harus meliputi keanekaragaman praktik yang luas. Auditor independen yang memikul tanggung jawab akhir atas suatu perikatan, harus menggunakan pertimbangan matang dalam setiap tahap pelaksanaan supervisi dan dalam review terhadap hasil pekerjaan dan pertimbangan-pertimbangan yang dibuat asistennya. Pada gilirannya, para asisten tersebut harus juga memenuhi tanggung jawabnya menurut tingkat dan fungsi pekerjaan mereka masing-masing Risiko Audit SA dalam (Standar Profesional Akuntan Publik Tahun 2011 seksi 312:2) menyatakan bahwa, adanya risiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai berikut: Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji material

15 terdeteksi. Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Dalam perencanaan audit, Standar Audit dalam (SPAP 2011) menjelaskan bahwa Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas baik dalam: a) Merencanakan audit dan merancang prosedur audit, dan b) Mengevaluasi apakah laporan keuanngan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia SA 2011 (Seksi 312:27) menyebutkan bahwa Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, risiko audit terdiri dari (a) risiko [yang meliputi risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian (control risk)] bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) risiko [risiko deteksi (detection risk)] bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Pembahasan berikut menjelaskan risiko audit dalam konteks tiga komponen risiko di atas. Cara yang digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut dan kombinasinya melibatkan pertimbangan profesional auditor dan tergantung pada pendekatan audit yang dilakukannya. a. Risiko Bawaan

16 Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dari jumlah yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh, perkembangan teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi usang, sehingga mengakibatkan sediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Di samping itu, terhadap faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau golongan transaksi tertentu, faktor-faktor yang berhubungan dengan beberapa atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin mempengaruhi risiko bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Faktor yang terakhir ini mencakup, misalnya kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha atau penurunan aktivitas industri yang ditandai oleh banyaknya kegagalan usaha. b. Risiko Pengendalian Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan

17 dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern. c. Risiko Deteksi Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu. Mengacu pada Suraida (2005) risiko audit ketika seorang auditor menghadapi kondisi irregularities atau fraud yaitu: 1. Related Party Transaction PSAK No.7 (2009) menjelaskan bahwa transaksi antara pihak-pihak yang memunyai hubungan istimewa adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor dengan pihak-pihak yang memunyai hubungan istimewa terlepas apakah ada harga yang dibebankan. Hal yang harus dibuktikan oleh auditor adalah memberikan keyakinan bahwa transaksi

18 yang terjadi dalam laporan keuangan teridentifikasi sebagai related party transaction atau tidak. 2. Klien melakukan Penyimpangan Kecurangan yang dilakukan oleh pihak klien atau manajemen merupakan tindak kecurangan yang sulit untuk diungkap, hal ini disebabkan oleh adanya kemungkinan bahwa satu atau beberapa anggota manajemen mengabaikan pengendalian intern dan usaha manajemen untuk menyembunyikan salah saji. 3. Kualitas komunikasi Kualiats komunnikasi ini berhubungan dengan sikap kooperatif tidaknya klien untuk memberikan segala informasi yang dibutuhkan oleh auditor demi kelancaran proses audit. 4. Pertama kali klien diaudit Tujuan seorang auditor untuk mengetahui apakah klien yang akan diaudit merupakan perusahaan yang belum pernah diaudit sebelumnya oleh kantor akuntan manapun atau perusahaan tersebut sudah pernah melakukan proses audit sebelumnya adalah untuk mengetauhi apakah auditor dapat mengambil informasi dari auditor sebelumnya mengenai kondisi perusahaan tersebut. 5. Klien bermasalah Apabila auditor mengetahui bahwa klien mengalami kesulitah hukum atau kesulitan keuangan, perkara hukum sangat mungkin akan melibatkan auditor yang sering dianggap memiliki deep pocket. Oleh sebab itu, auditor mungkin akan membiayai keuangan dan biaya lainnya untuk membela diri mereka, meskipun mereka telah berusaha memberikan jasa audit dengan professional. Sehingga dengan kondisi seperti itu maka auditor seharusnya

19 berusaha mengidentifikai dan menolak calon klien yang memiliki risiko tinggi untuk dituntut (Boynton et al, 2003:275) ISA 200 menjelaskan bahwa Maintaining professional skepticism throughout the audit is necessary if the auditor is, for example, to reduce the risks of: Overlooking unusual circumstances. Over generalizing when drawing conclusions from audit observations. Using inappropriate assumptions in determining the nature, timing and extent of the audit procedures and evaluating the results thereof. Artinya penggunaan skeptisisme profesional selama proses audit diperlukan oleh auditor, misalnya untuk mengurangi risiko: Dihadapkan pada kondisi yang tidak biasa. Menyamaratakan ketika menarik kesimpulan dari pengamatan audit. Menggunakan asumsi yang tidak sesuai dalam menentukan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit dan mengevaluasi hasil Interpersonal trust Interpersonal trust atau dengan kata lain kepercayaan dapat diartikan sebagai keyakinan auditor kepada kliennya untuk melakukan sesuatu dalam caracara yang wajar. Luhman, (1979) dalam Kriswandari (2006) mengungkapkan Tingkat kepercayaan atau rasa saling percaya diyakini berbeda sesuai tugas, situasi dan orangnya. Mattai, (1989) dalam Ningsih (2002) memaparkan karakteristikan kepercayaan (trust) sebagai kekuatan positif yang menimbulkan kerjasama diantara pihak-pihak yang tertib. Kepercayaan berkaitan dengan kemampuan

20 seseorang untuk menilai dan memberikan respek terhadap hasil pekerjaan orang lain. Kepercayaan berkaitan dengan keyakinan bahwa peraturan organisasi dan perilaku pemimpin bersifat konsisten sehingga membantu karyawan dalam mengahadapi ketidakpastian atau situasi yang berisiko. Kepercayaan yang menggambarkan ekspektasi atas perilaku yang etis, wajar tidak membahayakan, dan memperhatikan hak-hak orang lain. Kopp (2003) dalam Setyowati (2011) menjelaskan bahwa kepercayaan digolongkan menjadi tiga kelas kepercayaan yaitu (1) calculus based trust, knowledge based trust, dan identification based trust. Calculus based trust merupakan sebuah bentuk awal kepercayaan, dan kepercayaan diberikan atau dipegang berdasarkan penilaiaan rasional dari keuntungan dan kerugian relative dari masing-masing alternative yang tersedia. Knowledge based trust merupakan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi. Kepercayaan ini dibangun seiring berjalannya waktu dan terutama didasarkan pda sejarah interaksi antar individu yang bersangkutan. Sedangkan identification based trust merupakaan tingkatan tertinggi dari interpersonal trust. Kopp et al(2003) mengembangkan sebuah teori bahwa kepercayaan (trust) dalam hubungan auditor dengan klien akan memengaruhi skeptisme professional. Hal ini diperjelas bahwa ketika tingkat kepercayaan auditor terhadap klien rendah maka skeptisme professional auditor tersebut akan berada pada tingkat tertinggi, sebaliknya jika seorang auditor sangat percaya terhadap klien maka tingkat skeptisme auditor tersebut rendah Suspension of judgment

21 Suspension of judgment merupakan suatu tindakan yang dilakukan penangguhan pemeberian opini yang dilakukan oleh auditor dengan alasan penambahan atau pengumpulan seluruh fakta serta bukti-bukti audit. Hal ini didasari oleh prasangka auditor bahwa kesimpulan atau opini yang akan diberikan haruslah memiliki informasi yang relevan sebagai acuan dalam mengevaluasi serta menilai proses audit. Quadackers (2008) dalam Setyowati (2011) menyatakan bahwa suspension of judgment merupakan salah satu karakteristik utama dari skeptisme profesional. Suspension of judgment dianggap memiliki hubungan negatif dengan kebutuhan akan pengungkapan dengan kata lain need for clousure. Dalam setiap penugasan audit, hasil audit atau opini audit atas laporan keuangan klien merupakan hal yang penting. Opini tersebut merupakan kesimpulan yang diberikan oleh auditor terhadap kesesuaiaan laporan keuangan. Sebelum auditor memberikan opininya, prosedur audit yang harus dilakukan adalah mengevaluasi dan menilai bukti-bukti serta informasi yang diperoleh auditor baik secara lisan maupun non lisan. Skeptisme profesional bisa diartikan sebagai sikap kewaspadaan seorang auditor mengenai bukti-bukti dan informasi merupakan informasi yang relevan, akurat dan valid. Oleh sebab itu tidak jarang auditor melakkukan penangguhan dalam menyimpulkan penugasan audit (suspension of judgment), hal ini biasa terjadi dikarenakan auditor belum yakin akan kualitas dan kuantitas bukti yang telah diperoleh. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa suspension of judgment berpengaruh terhdap skeptisme profesional seorang auditor.

22 2.2 Rerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui serta membuktikan bahwa kompetensi, pengalam audit, risiko audit, interpersonal trust, dan suspension of judgment terhadap skeptisme professional auditor. Kompetensi Pengalaman audit Risiko audit Skeptisme Profesional Audit Interpersonal trust Suspension of judgment Gambar 2.2 Rerangka Pemikiran Kompetensi dibutuhkan oleh seorang auditor untuk mengumpulkan dan menilai bukti secara objektif. Proses pengumpulan bukti, seorang auditor harus selalu memelihara skeptisme profesionalnya untuk semua informasi yang diperoleh, baik informasi lisan maupun tertulis. Hal ini dilakukan untuk memeroleh keyakinan mengenai bukti audit. Kamus besar Indonesia (1990) menjelaskan bahwa pengalaman merupakan sesuatu yang pernah dialami dalam kehidupan ini. Sehingga dapat disimpulkan pengalaman audit merupakan suatu yang pernah dialami seorang auditor selama melakukan praktik audit pemeriksaan laporan keuangan indikator pengalaman adalah lamanya seorang auditor berkecimpung dalam bidang audit atau dengan kata lain waktu.

23 Dalam melaksanakan audit, seorang auditor harus mempertimbangkan segala risiko audit dalam mengaudit. Risiko yang dimaksud adalah risiko ketika auditor mengahadapi situasi irregularitie atau fraud. Interpersonal trust merupakan sebuah rasa kepercayaan seorang individu atau kelompok, mengenai perkataan, janji, pernyataan secara verbal dari individu atau kelompok yang lain dapat dipercaya. Interpersonal trust dapat memprediksi keputusan skeptisme yang dimiliki auditor, apabila auditor memiliki interpersonal trust yang rendah maka skeptic yang dimiliki seorang auditor akan semakin tinggi. Suspension of judgment merupakan pernyataan yang rasional ketika seorang auditor menangguhkan keputusan yang dilakukan saat mengambil kesimpulan terkait dengan moral atau etika. Sehingga seorang auditor akan melakukan suspension of judgment saat semua fakta atau bukti tersedia. Sehingga suspension of judgment menjadi salah satu karakteristik dari skeptisme professional. 2.3 Perumusan Hipotesis Pendidikan formal, pelatihan dan kompetensi berpengaruh terhadap skeptisme professional ketika digunakan untuk mengevaluasi bukti. Semakin tinggi tingkat kompetensi auditor maka semakin tinggi pula tingkat skeptisme professional yang dimiliki, hal ini berlaku sebaliknya. H1 : Kompetensi berpengaruh terhadap skeptisme professional auditor Keahlian eorang auditor akan terbentuk seiring dengan pengalaman yang dimiliki oleh auditor tersebut. Semakin sering dan lama auditor melakukan audit maka auditor tersebut secara tidak langsung telah mengalami suatu pembelajaran

24 di lapangan untuk menangani suatu kekliruan atau kecurangan yang terjadi. Dengan pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka akan memengaruhi skeptisme professional auditor. H2 : Pengalaman audit berpengaruh terhadap skeptisme professional Menilai risiko terhadap bukti audit serta kecurigaan atas bukti-bukti yang tersedia dapat ditingkatkan dengan skeptisme professional. H3 : Risiko audit berpengaruh terhadap skeptime professional auditor Skeptisme profesional adalah suatu pemikiran yang selalu mempertanyakan hal secara kritis, terkait dengan kepercayaan pada diri seorang auditor. Tingkat kepercayaan selalu dikaitkan dengan tingkat kecurigaan, dikarenakan kedua hal ini saling bertolak belakang. H4 : Interpersonal trust berpengaruh terhadap skeptisme professional auditor Dalam keadaan tertentu terdapat risiko salah saji material akibat kecurangan dapat memengaruhi skeptisme professional H5 : Suspension of judgment berpengaruh terhadap skeptisme professional auditor

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga STANDAR AUDITING SA Seksi 200 : Standar Umum SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga SA Seksi 500 : Standar Pelaporan Keempat STANDAR UMUM 1.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat dan efisien,

Lebih terperinci

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT SA Seksi 312 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laporan keuangan, dan semakin kompleks suatu kegiatan bisnis maka. sebagai pedoman dalam mengambil suatu kebijakan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan laporan keuangan, dan semakin kompleks suatu kegiatan bisnis maka. sebagai pedoman dalam mengambil suatu kebijakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diera globalisasi perkembangan teknologi berkembang sangat pesat, hal ini berakibat juga dengan perkembangan bisnis yang saat ini sudah tidak mengenal batas

Lebih terperinci

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit Standar Prof SA Seksi 3 1 2 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi

Lebih terperinci

STANDAR UMUM DAFTAR I SI. 201 Sifat Standar Umum Tanggal Berlaku Efektif 02

STANDAR UMUM DAFTAR I SI. 201 Sifat Standar Umum Tanggal Berlaku Efektif 02 Daftar Isi Standar Umum SA Seksi 200 STANDAR UMUM Sifat standar umum; pelatihan dan keahlian auditor; independensi; penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama dalam pelaksanaan pekerjaan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK

TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK Tujuan Audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan,

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ada pihak lain yang membutuhkan informasi laporan keuangan seperti

BAB I PENDAHULUAN. masih ada pihak lain yang membutuhkan informasi laporan keuangan seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan berisi informasi penting yang akan digunakan berbagai pihak. Selain pihak internal perusahaan, masih ada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut 6 BAB II LANDASAN TEORI A. AUDITING 1. Definisi Auditing Kata auditing diambil dari bahasa latin yaitu Audire yang berarti mendengar dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pemeriksaan akuntan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Opini Auditor Independen Opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri bergerak dengan cepat dan bervariasi yang membuat persaingan antar pengusaha semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing Menurut Arens, Elder dan Beasley dalam buku berjudul Auditing dan Jasa Assurance (2011:4) audit adalah pengumpulan data dan evaluasi bukti tentang informasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 423/KMK.06/2002 Tanggal 30 September 2002 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 423/KMK.06/2002 Tanggal 30 September 2002 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 423/KMK.06/2002 Tanggal 30 September 2002 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai asersi tentang kegiatan-kegitan dan kejadian-kejadian ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengenai asersi tentang kegiatan-kegitan dan kejadian-kejadian ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran auditor telah menjadi pusat kajian dan riset di kalangan akademisi. Tidak hanya itu, praktisi juga semakin kritis dengan selalu menganalisa kontribusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Sikap dan Perilaku (Theory of Attitude and Behavior)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Sikap dan Perilaku (Theory of Attitude and Behavior) BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Sikap dan Perilaku (Theory of Attitude and Behavior) Teori sikap dan perilaku dikembangkan oleh Trinandis (1971), menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori yang menjadi landasan dalam penelitian dan ditentukan hipotesis penelitian berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN. Auditing adalah sebagai proses sistematis untuk secara objektif

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN. Auditing adalah sebagai proses sistematis untuk secara objektif BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Auditing adalah sebagai proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatankegiatan dan kejadian-kejadian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Opini auditor merupakan hal yang sangat penting, baik bagi perusahaan maupun bagi investor. Suatu perusahaan akan merasa lebih percaya diri apabila laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bertugas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Agensi Teori agensi adalah teori yang mendasari hubungan atau kontak antara principal dan agent (Anthony dan Govindarajan, 2002). Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Audit merupakan proses yang sistematik, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan ekspansi ke berbagai negara di Dunia. Dalam menjalankan usahanya

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan ekspansi ke berbagai negara di Dunia. Dalam menjalankan usahanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan perdagangan dunia saat ini banyak perusahaan melakukan ekspansi ke berbagai negara di Dunia. Dalam menjalankan usahanya principal (pemilik

Lebih terperinci

Bab I. Pengauditan dan Profesi Akuntan Publik. Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si.

Bab I. Pengauditan dan Profesi Akuntan Publik. Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si. Bab I Pengauditan dan Profesi Akuntan Publik Referensi: Jusup, Al. Haryono (2001). Pengauditan. Buku 1. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si. 1 Jenis Jasa Pengauditan

Lebih terperinci

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 : Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang : Kuesioner : Hasil Uji Deskriptif : Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses pemeriksa independen memeriksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses pemeriksa independen memeriksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Audit merupakan suatu proses pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini yang masuk akal mengenai kewajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Harjanto (1999, dalam Santosa, 2015), perkembangan dunia usaha dan globalisasi perekonomian Indonesia menyebabkan kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan sifatnya teori dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: teori

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan sifatnya teori dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: teori 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Auditing Berdasarkan sifatnya teori dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: teori normatif dan teori deskriptif. Teori normatif merupakan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang telah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan yang didirikan, baik besar maupun kecil pada umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh laba. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan

Lebih terperinci

TATA CARA VERIFIKASI PENGALAMAN PRAKTIK OLEH IAPI & INFORMASI DOKUMEN YANG DISIAPKAN OLEH PEMOHON

TATA CARA VERIFIKASI PENGALAMAN PRAKTIK OLEH IAPI & INFORMASI DOKUMEN YANG DISIAPKAN OLEH PEMOHON TATA CARA VERIFIKASI PENGALAMAN PRAKTIK OLEH IAPI & INFORMASI DOKUMEN YANG DISIAPKAN OLEH PEMOHON Lampiran I Tata cara verifikasi pengalaman praktik berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Asosiasi Nomor

Lebih terperinci

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA 40 4. Standar pelaporan Ke-4: Tujuan standar pelaporan adalah untuk mencegah salah tafsir tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan: 01. Seorang akuntan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku bisnis maupun bagi para kalangan masyarakat yang bukan pelaku bisnis. Dunia bisnis

Lebih terperinci

AUDIT I Modul ke: Audit risk and materiality. Afly Yessie, SE, Msi, Ak, CA. 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI

AUDIT I Modul ke: Audit risk and materiality. Afly Yessie, SE, Msi, Ak, CA. 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI AUDIT I Modul ke: 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Audit risk and materiality Afly Yessie, SE, Msi, Ak, CA Program Studi AKUNTANSI KONSEP MATERIALITAS Financial Accounting Standards Board mendefinisikan materialitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan berperan untuk mengurangi risiko informasi yang terkandung

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan berperan untuk mengurangi risiko informasi yang terkandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Audit laporan keuangan berperan untuk mengurangi risiko informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Risiko informasi yang dimaksud ialah kemungkinan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Agusti dan Pratistha (2013) membuktikan melalui penelitiannya bahwa variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang auditor adalah melakukan pemeriksaan atau audit dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. seorang auditor adalah melakukan pemeriksaan atau audit dan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap pemilik perusahaan dan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan meningkatnya pertumbuhan perusahaan dalam bentuk badan hukum di Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang ada di Indonesia. Dari profesi akuntan publik, masyarakat dan pemakai laporan keuangan mengharapkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 11 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Sikap dan Perilaku Etis Sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakan untuk bertindak, menyertai manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Audit 2.1.1 Pengertian Kualitas Audit Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan kualitas sebagai kemungkinan dimana or akan menemukan dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ekonomi dewasa ini, pencapaian kemampuan di bidang ekonomi cenderung diiringi dengan munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru. Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Standar

BAB I PENDAHULUAN. akuntan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Standar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam bidang auditing, jasa yang diberikan oleh Akuntan Publik (AP) adalah melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapat (opini)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat kecurangan yang dilakukan dalam penyajian laporan keuangan tidak kalah maraknya dengan skandal-skandal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Intern 1. Pengertian Pengendalian Intern SA Seksi 319 Paragraf 06 mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dilakukan manajemen dan personel lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya

Lebih terperinci

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang Pada Standar Pekerjaan Lapangan #1 (PSA 05) menyebutkan bahwa Pekerjaan (audit) harus direncanakan sebaik-baiknya, dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya Perencanaan audit meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan laporan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan laporan keuangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntan publik merupakan salah satu profesi yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat dan memiliki peranan yang sangat penting bagi perusahaan. Profesi akuntan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Pada penelitian ini objek penelitiannya adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) di Malang, Jawa Timur. Menurut data direktori 2013 yang diterbitkan Ikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing Auditing merupakan ilmu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap pengendalian intern dimana bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengamanan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. Berdasarkan definisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. Berdasarkan definisi 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pengertian Auditing Audit merupakan tugas utama dari seorang akuntan publik, karena dengan fungsi ini seorang akuntan publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. keuangan historis suatu entitas yang berisi asersi yang dibuat oleh manajemen entitas

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. keuangan historis suatu entitas yang berisi asersi yang dibuat oleh manajemen entitas BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jasa audit mencakup pemerolehan dan penilaian bukti yang mendasari laporan keuangan historis suatu entitas yang berisi asersi yang dibuat oleh manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan perusahaan-perusahaan besar yang menjual sahamnya kepada

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan perusahaan-perusahaan besar yang menjual sahamnya kepada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa negara berkembang saat ini termasuk Indonesia banyak bermunculan perusahaan-perusahaan besar yang menjual sahamnya kepada public, seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Miller dan Bailey (2001), auditing adalah: An audit

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Miller dan Bailey (2001), auditing adalah: An audit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pihak yang bisa melakukan audit atas laporan keuangan adalah auditor independen atau akuntan publik. Dalam hal ini, akuntan publik berfungsi sebagai pihak

Lebih terperinci

Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini

Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Auditing 2015-12-10 Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Pratama,

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum para pengambil kebijakan mengambil keputusan. Auditor menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebelum para pengambil kebijakan mengambil keputusan. Auditor menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dimana bisnis tidak mengenal batas Negara, kebutuhan akan adanya audit laporan keuangan oleh akuntan publik menjadi sangat diperlukan, sebelum

Lebih terperinci

audit dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material.

audit dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang tinggi diantara pelaku bisnis. Para pengelola perusahaan berusaha untuk meningkatkan pendapatan, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan dunia usaha semakin ketat, termasuk persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik. Untuk dapat bertahan di tengah persaingan yang ketat,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. yang menggunakan jasa kantor akuntan publik yang keprofesionalismenya sudah

BABI PENDAHULUAN. yang menggunakan jasa kantor akuntan publik yang keprofesionalismenya sudah 7 BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelaku-pelaku penting seperti banker, birokrat dan investor membutuhkan informasi keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan mereka.sebagai pemakai sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN SA Seksi 322 PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN Sumber: PSA No. 33 PENDAHULUAN 01 Auditor mempertimbangkan banyak faktor dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memastikan laporan keuangan tidak mengandung salah saji (misstatement)

BAB I PENDAHULUAN. memastikan laporan keuangan tidak mengandung salah saji (misstatement) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu peran auditor eksternal adalah untuk memberikan keyakinan kepada pihak yang berkepentingan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai standar yang berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan oleh perusahaan. ISA (International Standard on Auditing) menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan oleh perusahaan. ISA (International Standard on Auditing) menegaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era masa kini banyak bermunculan perusahaan-perusahaan yang sudah go public pada umumnya menginginkan agar laporan keuangan mereka sesuai dengan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang belum atau tidak diaudit. keuangan yang terjadi akhir-akhir ini. Singgih dan Bawono (2010) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang belum atau tidak diaudit. keuangan yang terjadi akhir-akhir ini. Singgih dan Bawono (2010) menyebutkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang telah diaudit

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP SKEPTISME PROFESIONAL SEORANG AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI SUMATERA. Yuneita Anisma, Zainal Abidin & Cristina

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP SKEPTISME PROFESIONAL SEORANG AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI SUMATERA. Yuneita Anisma, Zainal Abidin & Cristina Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 490-497 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP SKEPTISME PROFESIONAL SEORANG AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI SUMATERA Yuneita Anisma, Zainal Abidin & Cristina Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku profesional akuntan publik salah satunya diwujudkan dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional audit behavior). Perilaku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. penulis mengharapkan adanya masukan dan kritik serta saran yang membangun

KATA PENGANTAR. penulis mengharapkan adanya masukan dan kritik serta saran yang membangun 1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pada akhirnya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Materialitas dan Risiko Audit ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik atau auditor merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan

Lebih terperinci

2 e. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik dipandang sudah tidak relevan dengan perkembangan profesi sehi

2 e. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik dipandang sudah tidak relevan dengan perkembangan profesi sehi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.719, 2014 KEMENKEU. Publik. Penilai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101/PMK.01/2014 TENTANG PENILAI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak, BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Adanya hubungan keagenan, ketika terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (principals)

Lebih terperinci

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT Minggu ke-6 MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT Program Studi Akuntansi STIE PELITA NUSANTARA KONSEP MATERIALITAS Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maraknya dengan skandal-skandal di lingkup internasional. Meskipun tidak

BAB I PENDAHULUAN. maraknya dengan skandal-skandal di lingkup internasional. Meskipun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat kecurangan yang dilakukan dalam penyajian laporan keuangan tidak kalah maraknya dengan skandal-skandal

Lebih terperinci

HUBUNGAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, SITUASI AUDIT, ETIKA, PENGALAMAN SERTA KEAHLIAN AUDIT DENGAN KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR OLEH

HUBUNGAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, SITUASI AUDIT, ETIKA, PENGALAMAN SERTA KEAHLIAN AUDIT DENGAN KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR OLEH HUBUNGAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, SITUASI AUDIT, ETIKA, PENGALAMAN SERTA KEAHLIAN AUDIT DENGAN KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR OLEH AKUNTAN PUBLIK Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir sangat berarti bagi profesi akuntan khususnya para auditor. Munculnya beberapa kasus mengenai profesi auditor di awal abad ini mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. II.1 Pemahaman Akan Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik

BAB II LANDASAN TEORI. II.1 Pemahaman Akan Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Akan Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik Pengendalian mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jasa audit, atestasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Auditor adalah salah satu profesi yang disoroti oleh masyarakat luas. Hal yang menjadi sorotan masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Auditor menjadi profesi yang diharapkan banyak orang. Untuk meletakan kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil audit dan pendapat yang diberikan, profesionalisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuh berkembangnya profesi auditor di dalam suatu negara akan

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuh berkembangnya profesi auditor di dalam suatu negara akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuh berkembangnya profesi auditor di dalam suatu negara akan seiring dengan tumbuhnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan auditor adalah melakukan audit yang tujuannya terdiri dari tindakan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan auditor adalah melakukan audit yang tujuannya terdiri dari tindakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap Kantor Akuntan Publik menginginkan untuk memiliki auditor yang dapat bekerja dengan baik dalam melakukan audit. Salah satu yang merupakan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang meningkat di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah perusahaan yang ada di BEI pada tahun 2013 sebanyak 494

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi akuntansi merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Informasi akuntansi tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK Profesi Akuntan Publik merupakan suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa asurans dan hasil pekerjaannya

Lebih terperinci

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 0:0: AM STANDAR AUDIT 0 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan profesional auditor dalam menentukan sikap dan tanggungjawab pelaksanaan audit serta mendapatkan bukti asersi tentang kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci