BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dimengerti apabila pada akhir akhir ini permintaan akan pembangkit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dimengerti apabila pada akhir akhir ini permintaan akan pembangkit"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UMUM Tenaga merupakan suatu unsur penunjang yang sangat penting bagi pengembangan secara menyeluruh suatu bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, dapat dimengerti apabila pada akhir akhir ini permintaan akan pembangkit tenaga semakin meningkat di negara negara seluruh dunia. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa, ditinjau dari segi kebutuhan tenaga, hampir dapat dipastikan semua negara di dunia benar benar sedang mengalami krisis energi dan berbagai kesibukan dilakukan untuk menjajaki pemanfaatan berbagai alternatif pembangkit energi untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Kekaguman manusia terhadap semua gejala alam telah menimbulkan daya tarik untuk untuk memanfaatkannya bagi kesejahteraan kehidupannya. Pasang surut lautan, panas matahari, energi angin, semuanya dianggap memang diciptakan guna memenuhi kebutuhan mereka akan sumber energi untuk mencapai kesejahteraan kehidupan umat manusia. Meskipun demikian, sesuai dengan kriteria pembangkit tenaga secara besar besaran, tiga sumber terpenting yang sangat umum sehingga sering dikatakan konvensional. Sumber sumber lain untuk pembangkit tenaga, tentu saja tidak diragukan nilainya, tetapi jika dibandingkan dengan besarnya tenaga yang dihasilkan oleh ketiga sumberdaya utama tersebut, kontribusinya memang sangat terbatas. 6

2 2.2. HIDROLOGI A. Defenisi Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini, yang meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan perubahannya antara cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan bawah permukaan tanah (CD Soemarto;1995). Secara umum, hidrologi dimaksudkan sebagai ilmu yang menyangkut masalah air (Sri Harto;1990). Hidrologi dapat didefenisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan proses yang menyangkut masalah penyusutan dan penambahan sumber tenaga air di dan pada permukaan bumi untuk setiap tahapan keberadaannya. Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadiny, peredarannya dan alirannya, sifat sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungan dengan makhluk makhluk hidup (International Glossary of Hidrology, 1974). B. Siklus Hidrologi Air di bumi antara lain meliputi yang ada di atmosfir, di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Jumlah air di bumi kurang lebih berjumlah 1400 x 10 6 km 3 = 1400 x 10 4 m 3, yang terdiri dari: 1. Air laut : 97% 2. Air tawar : 3%, yang meliputi: - Salju, es, gletser 75% 7

3 Air tanah (jenuh) Air danau Butir butir daerah tak jenuh Awan, kabut, embun, hujan Air sungai 24% 0,3% 0,065% 0,035% 0,030% Siklus hidrologi merupakan gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan bumi lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi yang lain, dan akhirnya mengalir ke laut. Hal hal penting yang perlu diketahui berkaitan dengan siklus hidrologi: 1. Dapat berupa siklus pendek, yaitu dari hujan menuju laut/danau/sungai kemudian menuju laut lagi; 2. Terjadinya tidak ada keseragaman waktu; 3. Intensitas dan frekuensi bergantung pada geografi dan iklim (hal ini berkaitan dengan letak matahari yang berubah sepanjang tahun); dan 4. Berbagai bagian siklus sangat kompleks. Sumber: Ersin Seyhan, (1977) Gambar 2-1. Sketsa tiga dimensi proses proses hidrologi 8

4 P E o E tanah E T I Q s Q ds Keterangan: : presipitasi : evaporasi air permukaan bebas : evaporasi tanah : evaporasi : transpirasi : intersepsi : Limpasan permukaan : limpasan permukaan langsung Q ss : aliran bawah permukaan F : Infiltrasi S m : cadangan lengas tanah S g : cadangan air tanah S s : cadangan salju S : cadangan permukaan Q g : aliran air tanah Q sm :salju yang melebur Sumber: Ersin Seyhan, (1977) Gambar 2-2. Sketsa dua dimensi proses proses hidrologi Keterangan: P : presipitasi S s : cadangan/penyimpanan salju P c : presipitasi saluran S m : cadangan lengas tanah P I : air tembus S g : cadangan air tanah P s : aliran batang Q s : limpasan permukaan P g : presipitasi tanah Q ds : limpasan permukaan langsung I : intersepsi Q ss : aliran/bawah permukaan T : transpirasi Q g : aliran air tanah E o : evaporasi air permukaan bebas Q : debit aliran E a : evapotranspirasi aktual Q sm : salju yang melebur S d :cadangan/penyimpangan depresi permukaan Q c : kenaikan kapiler D a : detensi permukaan F : infiltrasi F R : perkolasi (pengisian kembali air tanah) S : cadangan/penyimpanan permukaan : cadangan/penyimpanan saluran S c 9

5 Sedangkan siklus hidrologi panjang dimulai dari air laut menguap terjadilah awan didesak oleh angin terjadilah hujan (salju) terjadilah limpasan sebagian terinfiltrasi lalu mengalami perkolasi kemudian kembali ke sungai (laut) lagi. Dengan demikian ada 4 proses dalam siklus hidrologi; yaitu: 1. Presipitasi; 2. Evaporasi; 3. Infiltrasi; dan 4. Limpasan permukaan dan air tanah. Daur hidrologi diberi batasan sebagai tahapan tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer: evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi-kembali. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lain lain), jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran saluran sungai (presipitasi saluran). Aliran yang jatuh pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (through fall = air tembus) khususnya pada kasus hujan dengan intensitas yang tinggi dan lama. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang 11

6 membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam air tanah di bawah muka air tanah. Air secara perlahan berpindah melalui afiker ke saluran saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa dari lengas ini diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun. Setelah bagian presipitasi yang pertama yang membasahi permukaan tanah dan berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya, detensi permukaan menjadi lebih tebal (lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir ini disebut limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya, limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai. Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini nampak kembali pada permukaan bumi sebagai presipitasi. Ini adalah daur hidrologi yang sangat rumit. Daur ini juga mengandung daur daur kecil seperti presipitasi yang jatuh pada permukaan air dan kemudian berevaporasi tanpa terlibat dengan proses proses lainnya. Pada gambar daur 12

7 hidrologi yang umum dan daur yang kecil juga disajikan. Sebagaimana dapat dilihat dari penjelasan singkat tentang daur hidrologi, tangkapan daerah aliran sungai terhadap presipitasi merupakan keluaran dari saling-tindak semua proses ini. Limpasan nampak pada sistem yang sangat kompleks ssetelah pelintasan presipitasi melalui beberapa langkah penyimpanan dan transfer. Kompleksitas ini meningkat dengan keragaman areal vegetasi, formasi formasi geologi, kondisi tanah dan di samping ini juga keragaman keragaman areal dan waktu dari faktor faktor iklim. C. Suhu Suhu udara umumnya diukur dengan termometer. Ada beberapa syarat yang berhubungan dengan penempatan termometer antara lain: 1. Harus dipasang pada tempat yang peredaran udaranya bebas, 2. Harus dipasang pada tempat yang terlindung dari sinar matahari, 3. Atau dipasang pada sangkar meteorologi D. Kelembaban Udara Alat ukur kelembaban udara adalah psichnometer (yang merupakan gabungan 2 termometer). Namun alat tersebut kurang akurat, umumnya dipakai hygrometer elektris (berisi carbon). Kelembaban relatif (RH) merupakan perbandingan tekanan uap air dengan tekanan uap jenuh. Adapun sifat uap air atmosferik bertekanan minimum pada musim dingin dan sebaliknya bertekanan maksimum pada musim panas. Sedangkan lembab udara relatif mempunyai sifat bernilai minimum pada musim panas dan 13

8 sebaliknya bernilai maksimum pada musim dingin. Sebagai pembanding, suhu bernilai maksimum pada pagi hari dan minimum pada sore hari DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) Aliran adalah gerak air yang dinyatakan dengan gejala dan parameter. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kesatuan wilayah tata-air yang terbentuk secara alamiah di maim air meresap dan atau mengalir (dalam suatu sistem pengaliran) melalui lahan, anak sungai dan sungai induknya; dan DAS dibatasi tidak termasuk daerah laut ANALISIS FREKUENSI Analisis frekuensi bukan untuk menentukan besarnya debit aliran sungai pada suatu saat, tetapi lebih tepat untuk memperkirakan apakah debit aliran sungai tersebut akan melampaui atau menyamai suatu harga tertentu misalnya untuk 10 tahun, 20 tahun dan seterusnya yang akan datang. Dalam hidrologi, analisis tersebut dipakai untuk menentukan besarnya hujan dan debit banjir rancangan (design flood) dengan kala ulang tertentu. Berarti ada 2 jenis analisis frekuensi dalam hidrologi: 1. Analisis curah hujan, memakai banyak parameter 2. Analisis aliran (debit), memakai sedikit parameter. 14

9 Hal hal yang perlu diperhatikan dalam analisis frekuensi aliran: 1. Penetapan banjir rancangan untuk perancangan bangunan bangunan hidraulik dapat dilakukan dengan berbegai cara. Hal ini bergantung pada ketersediaan data. 2. Makin banyak data yang tersedia (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) akan memberikan kemungkinan kemungkinan penggunaan cara analisis dapat memberikan perkiraan lebih baik. Kala ulang (return period) diartikan sebagai waktu hipotetik dimana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Jadi, tidak ada pengertian bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur setiap kala ulang tersebut. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan kala ulang: 1. Kala ulang ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: ekonomi, sosial, politik dan faktor teknis menempati urutan terbawah. 2. Dalam praktek, tidak pernah dijumpai pedoman yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam menetapkan kala ulang untuk suatu bangunan hidrolik. Hal ini disebabkan karena faktor faktor lokal lebih menentukan. 3. Pada umumnya, penetapan kala ulang tersebut dapat diperoleh setelah dilakukan analisis ekonomi untuk proyek yang bersangkutan, yang terutama didasarkan pada: a. Resiko yang diambil, 15

10 b. Besarnya kerugian yang akan diderita kalau bangunan tersebut dirusak oleh banjir dan sering/tidaknya kerusakan itu terjadi, seberapa jauh sasaran yang harus diamankan, c. Umur ekonomis bangunan, d. Biaya pembangunan. A. Distribusi Harga Ekstrim Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan seri data yang diperoleh dari rekaman data (data historik) baik data hujan maupun data debit. Adapun keuntungan analisis frekuensi antara lain: 1. Sering dianggap sebagai cara analisis yang paling baik, karena dilakukan terhadap data yang terukur langsung, yang tidak melewati pengalih ragaman lebih dahulu. 2. Cara ini dapat dilakukan oleh siapapun, walaupun yang bersangkutan tidak sepenuhnya memahami prinsip prinsip hidrologi, tapi kerugiannya dalam hal ini: apabila terjadi kelainan dalam analisis, yang bersangkutan tidak memahami secara tepat. Penetapan seri data yang akan dipakai dalam analisis dapat dilakukan dengan 2 cara antara lain: 1. Seri maksimum (maximum annual series) a. Dilakukan dengan mengambil satu data maksimum setiap tahun, berarti: i. Jumlah data dalam seri = panjang data yang tersedia 16

11 ii. Hanya besaran maksimum saja yang dianggap berpengaruh dalam analisis selanjutnya b. Akibatnya: besar hujan atau banjir kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari hujan atau banjir maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis, berarti kurang realistis. 2. Seri partial (partial series/pat = Peak Above Treshold) a. Menentukan batas bawah tertentu (treshold) dengan pertimbangan pertimbangan tertentu seperti alasan alasan fisik hidrologis dll. b. Semua besaran hujan atau debit yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil dalam satu seri, namun dalam prakteknya dianjurkan: rata rata jumlah tidak lebih dari lima. Kualitas data menentukan hasil analisis yang dilakukan, antara lain: 1. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi. 2. Makin kecil kerapatan stasiun hujan, makin besar penyimpangan yang terjadi. Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi. Yang banyak dikenal dalam hidrologi antara lain: 1. Distribusi Gumbel 2. Distribusi Normal 3. Distribusi Gamma berparameter II 17

12 4. Distribusi Log Gumbel 5. Distribusi Log Normal 6. Distribusi Log Pearson III 7. Distribusi Hazen Dalam analisis frekuensi data hidrologi, baik data hujan maupun data debit sungai terbukti bahwa sangat jarang data yang sesuai dengan distribusi Normal, Gamma berparameter II, Log Gumbel dan Hazen. Sebaliknya, sebagian besar data hidrologi sesuai dengan 3 distribusi yang lainnya. Masing masing distribusi mempunyai sifat sifat khas tersendiri, dengan demikian setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistik masing masing distribusi tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat mengakibatkan: 1. Estimasi terlalu tinggi (over-estimated) 2. Estimasi terlalu rendah (under-estimated) Syarat analisis frekuensi atas data hidrologi: 1. Harus seragam (homogenous), yaitu harus berasal dari populasi yang sama, artinya: a. Stasiun pengumpul data, baik stasiun hujan maupun stasiun hidrometri harus tidak pindah b. DAS tidak berubah menjadi DAS perkotaan (urban catchment) c. Tidak ada gangguan gangguan lain yang menyebabkan data yang terkumpul menjadi lain sifatnya 18

13 2. Harus bebas (independence), yaitu besaran harga ekstrim tidak terjadi lebih dari sekali, 3. Harus mewakili (representatif), yaitu harus mewakili untuk perkiraan kejadian antara lain: a. Tidak terjadi perubahan akibat ulah tangan manusia secara besar besaran. b. Tidak dibangun konstruksi yang mengganggu pengukuran seperti bangunan sadap, perubahan tata guna lahan, dll. B. Distribusi Gumbel Rumus = + Dengan x : nilai ekstrim : nilai rata rata YT : reduced variate, merupakan fungsi dari probabilitas atau dengan rumus: = 1 Yn : reduced variate mean, rata rata YT, merupakan fungsi dari pengamatan Tabel 2-1 Sn : reduced variate standard deviation, merupakan koreksi dari penyimpangan (fungsi dari pengamatan) Tabel 2-1 : simpangan baku (standar deviasi) = Sd = ( ) Syarat distribusi Gumbel: 1. Koefisien kepencengan (skewness) : Cs = 1,14 19

14 2. Koefisien puncak (kurtosis) : Ck = 5,4 Rumus koefisien kepencengan (Cs) dan koefisien puncak (Ck): = ( ( )( ) ) = ( ) ( )( )( ) Dengan Cs : skewness/kepencengan Ck : kurtosis/koefisien puncak S : simpangan baku n : jumlah data Tabel 2-1. Gumbel : Hubungan n (besar sampel) dengan Yn dan Sn Sumber: Lily Montarcih Limantara,

15 2.5. ANALISIS DEBIT Debit yang diukur di sungai meliputi (1) limpasan permukaan; (2) aliran antara; dan (3) aliran air tanah. Alih ragam hujan menjadi debit melibatkan komponen hidrologi dan komponen karakteristik DAS, yang meliputi luas DAS, panjang sungai, kemiringan DAS, tata guna lahan, dan distribusi hujan. A. Metode Rasional Fungsi Metode Rasional adalah untuk menentukan debit banjir rancangan. Yang dihasilkan hanya debit puncak banjir (Qp), jadi termasuk banjir rancangan non hidrograf. Persyaratan Metode Rasional adalah : luas DAS antara ha, menurut standar PU, luas DAS<5000 ha. Dengan demikian, untuk luas DAS di luar batas tersebut, koefisien limpasan (C) bisa dipecah pecah sesuai tata guna lahan dan luas lahan. Rumus : = 0,278.. ( h ) = 0, ( ) dengan : Q C I A : debit banjir rancangan (m 3 /detik) : koefisien pengaliran : intensitas hujan (mm/jam) : luas DAS (km 2 atau ha) Asumsi Metode Rasional 1. Debit puncak banjir (Qp) akibat intensitas hujan tertentu (I), berlangsung selama waktu tiba banjir atau lebih lama. 21

16 2. Debit puncak banjir (Qp) mempunyai hubungan linier dengan waktu konsentrasi atau waktu tiba banjir (tc). 3. Peluang terjadinya debit puncak banjir (Qp) = peluang terjadinya intensitas hujan (I) untuk waktu konsentrasi atau waktu banjir tertentu (tc). 4. Nilai koefisien limpasan (C) sama untuk curah hujan pada setiap peluang. 5. Nilai koefisien limpasan (C) sama untuk curah hujan pada DAS tertentu. I. Metode Perimbangan Air Sederhana (Simple Water Balanced) Metode Perimbangan Air Sederhana (Simple Water Balanced) dirumuskan sebagai berikut: = 0,0116 ( ) dengan : Q : debit rata rata bulanan (m 3 /detik) R : curah hujan bulanan (mm) Et : evapotranspirasi bulanan (mm) A : luas DAS (km 2 ) M : jumlah hari dalam sebulan Metode ini belum memperhitungkan infiltrasi dan perkolasi, jadi untuk lebih akurat, kedua faktor tersebut bisa dimasukkan dalam analisa. 22

17 II. Metode Perbandingan DAS Pada Metode Perbandingan DAS, konsep yang dipakai adalah Metode Rasional, antara lain: =.. Jika dibandingkan antara 2 DAS, maka didapat perbandingan sebagai berikut: = dengan : Q1 : debit DAS I (m 3 /detik) Q2 : debit DAS II (m 3 /detik) C1 : koefisien pengaliran DAS I C2 : koefisien pengaliran DAS II I1 : intensitas hujan DAS I I2 : intensitas hujan DAS II A1 : luas DAS I A2 : luas DAS II Perkiraan debit tersebut akan akurat jika kedua DAS tersebut alami, artinya belum ada penambahan bangunan bangunan air. III. Model Perhitungan Hujan Efektif Perhitungan hujan efektif biasanya dilakukan berdasar standar yang dikeluarkan oleh Departemen PU, tetapi Yang Sudjarwadi (1988) menemukan model perhitungan hujan efektif dengan pusat tinjauan; periode pertumbuhan tanaman sampai dengan saat menjelang panen. Sudjawadi mengasumsi bahwa hujan efektif merupakan bagian air hujan yang digunakan untuk evapotranspirasi 23

18 dan perkolasi di sawah. Nilai perkolasi untuk Indonesia berkisar antara 2 s/d 5 mm/hari. Model yang dikembangkan sebagai berikut: Hujan Efektif Dasar: HEDn = HJn Icn Bila HJn Icn = 0 Icn dengan : Icn HJn : kapasitas intersepsi hari ke n : curah hujan hari ke n = 0,5. (0,48). h, (797, ) berikut: Imbangan air dalam pematang sawah disimulasi sebagai = + dengan : GHn : genangan air hari ke n GH n-i : genangan air hari ke (n 1) HEDn : hujan efektif dasar hari ke n Etn Pn : evapotranspirasi hari ke n : perkolasi hari ke n Bila GHn > GE mak, maka GHn = GE mak =

19

20

21 suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Hubungan- hubungan ini lebih jelas ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Bentuk umum persamaan water balance adalah: P = Ea + ΔGS + TRO dengan: P = presipitasi. Ea = evapotranspirasi. ΔGS = perubahan groundwater storage. TRO = total run off. Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater storage atau ΔGS = 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi: P = Ea + TRO Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metode Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu (misalnya 1 tahun) adalah sebagai berikut: i. Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage (ΔGS) harus sama dengan nol. ii. Jumlah base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi. 27

22 Tabel 2.2. Notasi dan Satuan parameter Iklim

23 3. Evapotranspirasi Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data curah hujan dan klimatologi dengan menggunakan Metode Mock. Alasannya adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya debit dari suatu daerah aliran sungai. Evapotranspirasi diartikan sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah aliran sungai akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi. Lebih rinci tentang evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual diuraikan di bawah ini. 4. Evapotranspirasi Potensial Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedianya air dibawah keperluan. Beberapa rumus empiris untuk menghitung evapotranspirasi potensial adalah rumus empiris dari: Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan Turc- Langbein- 29

24 Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metode Mock menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin sehingga hasilnya relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi evaporasi diperlukan panas. Menurut Penman besarnya evapotranspirasi potensial diformulasikan sebagai berikut: Dengan: H = energy budget = R (1-r) (0,18 + 0,55 S) - B (0,56 0,092 d e ) (0,10 + 0,9 S) D = panas yang diperlukan untuk evapotranspirasi, = 0,35 (ea ed) (k + 0,01w) A = slope vapour pressure curve pada temperatur rata-rata, dalam mmhg/of. B = radiasi benda hitam pada temperatur rata-rata, dalam mmh2o/hari. ea = tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada temperatur rata-rata (mmhg). R = radiasi matahari, dalam mm/hari. r = koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi elektromagnetik (dalam sembarang rentang nilai panjang gelombang yang ditentukan) yang dipantulkan oleh suatu benda dengan jumlah radiasi yang terjadi, dan dinyatakan dalam persentasi. S = rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen (%). ed = tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure ), dalam mmhg. 30

25

26 Tabel Hubungan Temperatur Rata rata vs Parameter A,B &ea Tabel Nilai Radiasi Matahari Pada Permukaan Horizontal Luar Atmosfir

27 Tabel 2-6 Exposed Surface

28 Selain exposed surface evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan. Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukan dalam formulasi sebagai berikut. de / E to = ( m / 20 ) x ( 18 n ) de = ( m /20 ) x ( 18 n ) x Eto E tl = E to de dimana : de = Selisih E to dan E tl (mm/hari) E to = Evapotranspirasi potensial (mm/hari) E tl = Evapotranspirasi terbatas (mm/hari) m = Prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi. = % untuk lahan yang tererosi = % untuk lahan pertanian yang diolah n = Jumlah hari hujan Dari formulasi diatas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi potensial akan sama dengan evapotranspirasi aktual (atau ΔE = 0) jika: i. Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder.dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama dengan nol (0). ii. Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama dengan 18 hari. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi 34

29 potensial yang memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration, dihitung sebagai berikut: Eactual = EP ΔE 6. Water Surplus Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah (soil storage, disingkat SS). Water surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi atau perkolasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Persamaan water surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut: WS = (P Ea) + SS Dengan memperhatikan Gambar 2.6, maka water surplus merupakan air limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami infiltrasi. Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage, disingkat SMS) terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity, disingkat SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah (soil storage, disingkat SS). 35

30 (Sumber: BAPPENAS, 2006) Gambar 2.6. Komponen Water Surplus Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap daerah tergantung dari tipe tanaman penutup lahan (land cover) dan tipe tanahnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel Dalam Metode Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut: SMS = ISMS + (P Ea) dengan: ISMS = initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah awal), merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan sebelumnya. P Ea = presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi. Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu: i. SMC = SMC max (mm/bulan), jika P Ea 0. Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah mencapai kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air tidak disimpan dalam tanah 36

31 lembab. Ini berarti soil storage (SS) sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P - Ea. ii. SMC = SMC bulan sebelumnya + (P Ea), jika P Ea < 0. Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage ) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P Ea. Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus (WS = 0). Selanjutnya WS ini akan mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan (run off). Besarnya infiltrasi ini tergantung pada koefisien infiltrasi. 7. Limpasan Total Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface run off ) dan mengalami perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if), atau: Infiltrasi (i) = WS x if Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan 37

32 kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang bersifat porous umumnya memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya bernilai kecil. Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (groundwater storage, disingkat GS). Keadaan perjalanan air di permukaan tanah dan di dalam tanah diperlihatkan dalam Gambar Dalam Metode ini, besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh: i. Infiltrasi (i). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula, dan begitu pula sebaliknya. ii. Konstanta resesi aliran bulanan (K). Konstanta resesi aliran bulanan (monthly flow recession constan ) disimbolkan dengan K adalah proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini cenderung lebih besar pada bulan basah. iii. Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom). Nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance 38

33 merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir. Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan sebagai berikut:gs = { 0,5 x (1 + K) x i } + { K x GSom } (Sumber: BAPPENAS, 2006) Gambar 2.7. Proses Terbentuknya Debit Seperti telah dijelaskan, metode Mock adalah metode untuk memprediksi debit yang didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasan- batasan water balance ini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (ΔGS) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol,atau (misalnya untuk 1 tahun): Perubahan groundwater storage (ΔGS) adalah selisihih antara groundwater storage bulan yang ditinjau 39

34 dengan groundwater storage bulan sebelumnya. Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow, disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara infiltrasi dengan perubahan groundwater storage, dalam bentuk persamaan: BF = i ΔGS Jika pada suatu bulan ΔGS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai Infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage (ΔGS) selama 1 tahun adalah nol. Dari persaman di atas maka dalam 1 tahun jumlah base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi. Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface run off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan: DRO = WS i Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off hanya dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang 40

35 dari nilai maksimum soil moisture capacity. Menurut Mock storm run off dipengaruhi oleh percentage factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% - 10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga mencapai 37,3%. Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa: i. Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity maka nilai storm runoff = 0. ii. Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor, atau: SRO = P x PF Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponen- komponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow, direct run off dan storm run off, atau: TRO = BF + DRO + SRO Total run off ini dinyatakan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km 2 dengan suatu angka konversi tertentu didapatkan besaran debit dalam m 3 /det. 41

36 8. Parameter Mock Secara umum, parameter-parameter yang dijelaskan berikut ini mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, infiltrasi, groundwater storage dan storm run off. a. Koefisien refleksi (r) Perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap permukaan bumi. Menurut Mock, ratarata permukaan bumi mempunyai harga koefisien refleksi sebesar 40%. Mock telah mengklasifikasikan tiap permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing. b. Exposed surface (m) Asumsi proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen. Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga bagian daerah, yaitu hutan primer atau sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian. Besarnya harga exposed surface ini berkisar antara 0% sampai 50% dan sama untuk tiap bulan. c. Koefisien infiltrasi (if) Koefisien yang didasarkan pada kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien infiltrasi mempunyai 42

37 nilai yang besar jika tanah bersifat porous, sifat bulan kering dan kemiringan lahannya tidak terjal. Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini bisa berbeda-beda untuk tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bisa dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami infiltrasi. a) Konstanta resesi aliran (K) Proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah. b) Percentage factor (PF) Merupakan persentase hujan yang menjadi limpasan. Digunakan dalam perhitungan storm run off pada total run off. Storm run off hanya dimasukkan kedalam total run off bila P lebih kecil dari nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh Mock disarankan berkisar 5%- 10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan sampai harga 37,3%. B. Metode Hidrograf Satuan Sintetis Hidrograf satuan sintetis merupakan suatu cara untuk memperkirakan penggunaan konsep hidrograf satuan dalam suatu 43

38 perencanaan yang tidak tersedia pengukuran pengukuran langsung mengenai hidrograf banjir. I. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu, yang asalnya dari Negara Jepang. 1. Parameter Parameter yang diperlukan dalam analisa menggunakan HSS Nakayasu antara lain: Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (Time to Peak Magnitude), Tp Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (Time Lag), tg Tenggang waktu hidrograf (Time Base of Hidrografh), TB Luas daerah pengaliran (Catchment Area), A Panjang alur sungai utama terpanjang (Length of The Longest Channel), L Koefisien pengaliran (Run off Coefficient), C 2. Rumus Penunjang = + 0,8, = dengan 44

39 Tp : tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir jam tg : waktu konsentrasi hujan jam T 0,3 : waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak jam Cara menentukan tg: Jika L 15 km, maka tg = 0,40 + 0,058 L L 15 km, maka tg = 0,21L 0,7 dengan : α tr : parameter hidrograf : 0,5 x tg sampai 1 x tg Catatan : - Daerah pengaliran biasa : α = 2 - Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat : α = 1,5 - Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat : α = 3 3. Rumus HSS Nakayasu a. Debit Puncak Banjir dengan : =.. 3,6(0,3 + 0,3) 45

40 Qp : Qmaks, merupakan debit puncak banjir m 3 /detik c : koefisien aliran (=1) A : luas DAS (sampai ke outlet) km 2 Ro Tp : hujan satuan mm : tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir jam T 0,3 : waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak jam. b. Persamaan Hidrograf Satuan i. Pada kurva naik 0 < =, ii. Pada kurva turun < +, = 0,3, +, < +, + 1,5, = 0,3,,, +, 1,5, = 0,3,,, 46

41 II. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Snyder Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Snyder, yang asalnya dari Negara USA tahun Parameter Parameter yang diperlukan dalam analisa menggunakan HSS Snyder antara lain: Luas DAS (A) Panjang sungai utama (L) Jarak antara titik berat DAS dengan outlet (Lc) 2. Rumus HSS Snyder =. (. ) dengan : L Lc : panjng aliran utama (km) : panjang aliran utama dari titik berat DAS ke pelepasan DAS (km) tp : waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (jam) N Ct : koefisien proporsional terhadap Ct 0,03 : koefisien bergantung pada karakteristik DAS 1,10 1,40 = 2,78. = = 0,278 = 47

42 dengan: Qp qp Cp tp A Tp Tb : debit puncak (m3/detik/mm) : puncak hidrograf satuan (m3/detik/mm/km2) : koefisien bergantung pada karakteristik DAS 0,58 0,69 : waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (jam) : luas DAS (km2) : waktu mencapai puncak banjir (jam) : waktu dasar hidrograf (jam) Lama curah hujan efektif = 5,50 Snyder juga mendasarkan metode hitungnya pada lama curah hujan efektif 1 jam (t R ). - Jika > maka waktu naik hidrograf satuan : t p = tp + 0,25*( ) Tp = t p + 0,50*Tr - Jika < : Tp = tp + 0,50*t R Debit Maksimum Total = h /100 dengan: Qp h A : debit maksimum total (m3/dtk/mm) : curah hujan satuan (m) : luas DAS (km2) Jika parameter kemiringan sungai diketahui: 48

43 =. / / ( ) S : kemiringan sungai n : 0,38 Ct : 1,2 untuk pegunungan : 0,72 untuk kaki bukit : 0,35 untuk jurang : 0,08 untuk perkotaan Penggambaran Hidrograf satuan sintetis Snyder merupakan fungsi debit dan waktu : = ( ) Ordinat = Absis = Hidrograf satuan ditentukan oleh persamaan Alexeseyev : = 10 ( ) = 1,32 + 0,15 + 0,045 = (. )3600 = (. )/(h. ) = h. III. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I asalnya dari Indonesia. Penemu : Sri harto. Pengamatan dilakukan pada ± 300 banjir sungai sungai di Pulau Jawa. 49

44 1. Parameter Parameter yang diperlukan dalam analisa menggunakan HSS Gama I antara lain : a. Luas DAS (A) b. Panjang alur sungai utama (L) c. Panjang alur sungai ke titik berat DAS (Lc) d. Kelandaian/slope sungai (S) e. Kerapatan jaringan kuras (D) Selain parameter diatas, masih ada parameter lain yang dipakai, antara lain: a. Faktor sumber (SF) b. Frekuensi sumber (SW) c. Luas DAS sebelah Hulu (RUA) d. Faktor simetri (SIM) e. Jumlah pertemuan sungai (JN) 2. Defenisi parameter parameter a. Kerapatan Jaringan Kuras/Drainage Density (D) Perbandingan antara panjang total aliran sungai (jumlah panjang sungai semua tingkat) dengan luas DAS. Jika kerapatan jaringan kuras tinggi : - DAS terpotong potong - Reaksi : masuknya air hujan relatif cepat 50

45 - Umumnya terjadi pada tanah yang mudah tererosi/relatif kedap air, kemiringan lahan curam, hanya sedikit ditumbuhi tanaman. Jika kerapatan jaringan kurang rendah : - DAS sulit dikeringkan - Umumnya terjadi pada tanah yang tahan terhadap erosi (sangat lolos air) b. Faktor Sumber (SF) Perbandingan antara jumlah panjang sungai sungai tingkat satu dengan jumlah panjang panjang sungai semua tingkat. Kategori tingkat sungai : (cara Stahler) - Sungai paling ujung sungai tingkat satu - Jika dua sungai yang sama tingkatnya bertemu terbentuk sungai satu tingkat lebih besar. - Jika sungai dengan suatu tingkat tertentu bertemu dengan sungai yang tingkatnya lebih rendah tingkat sungai mula mula tidak berubah. c. Frekuensi Sumber (SN) Perbandingan jumlah pangsa sungai tingkat satu dengan jumla pangsa sungai semua tingkat. 51

46 d. Faktor Lebar (WF) Perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur di titik sungai yang berjarak 0,25 L dari titik kontrol (outlet). e. Luas Daerah sebelah Hulu (RUA) Perbandingan antara luas DAS di sebelah hulu garis yang ditarik garis hubung antara titik kontrol (outlet) dengan titik di sungai yang terdekat dengan pusat berat (titik berat) DAS. f. Faktor Simetri (SIM) Hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS sebelah hulu (RUA) jadi : SIM = WF x RUA - Jika SIM 0,50, berarti : Bentu DAS melebar di sebelah hulu dan menyempit di hilir - Jika SIM < 0,50 berarti : Bentuk DAS kecil di sebelah hulu dan melebar disebelah hilir. Gama I Persamaan untuk menentukan Hidrograf Satuan Sintetik = 0, , ,

47 = 27,4132,,,, = 0,1836,,, = 0,5617,,,, =. = 0,4751,, dengan : TR : waktu naik hidrograf (jam) Qp : debit puncak hidrograf (m3/det) TB : waktu dasar hidrograf (jam) K : tampungan (jam) 2.6. ANALISIS DEBIT ANDALAN Debit andalan adalah debit yang tersedia sepanjang tahun dengan besarnya resiko kegagalan tertentu. Menurut pengamatan dan pengalaman, besarnya debit andalan untuk berbagai keperluan adalah seperti di bawah ini: - Air minum 99% (seringkali mendekati 100%) - Industri 95 98% - Irigasi : setengah lembab 70 85% - Kering 80 95% - PLTA 85 90% Untuk PLTA umumnya dipakai peluang 97,3% karena dalam 1 tahun biasanya turbin dan generator akan mengalami turun mesin (overhaul) selama 10 hari. Dengan demikian, dalam 1 tahun PLTA beroperasi efektif selama 365 hari 10 hari = 355 hari, yaitu (355/365)x100% = 97,3%. 53

48 Ada 3 metode untuk analisis debit andalan antara lain: 1. Metode Flow Characteristic; 2. Metode Debit Rata Rata Minimum; A. Metode Flow Characteristic Metode Flow Characteristic berhubungan dengan basis tahun normal, tahun kering dan tahun basah. Yang dimaksud debit berbasis tahun normal adalah jika debit rata rata tahunannya kurang lebih sama dengan debit rata rata keseluruhan tahun (Q rt Q r ). Untuk debit berbasis tahun kering adalah jika debit rata rata tahunannya lebih kecil dari debit rata rata keseluruhan tahun (Q rt <Q r ). Sedangkan untuk debit berbasis tahun basah adalah jika debit rata rata tahunannya lebih kecil dari debit rata rata keseluruhan tahun (Q rt >Q r ). Q rt adalah debit rata rata tahunan sedangkan Q r adalah debit rata rata semua tahun. Metode Flow Characteristic cocok untuk: - DAS dengan fluktuasi debit maksimum dan debit minimum relatif besar dari tahun ke tahun. - Kebutuhan relatif tidak konstan sepanjang tahun - Data yang tersedia cukup panjang. B. Metode Debit Rata Rata Minimum Karakteristik Metode Debit Rata Rata Minimum antara lain: 1. Dalam satu tahun hanya diambil satu data (data debit rata rata harian dalam satu tahun); 54

49

50 (bersama sama air hujan) dengan menggunakan kolam tando atau waduk sebelum disalurkan untuk memutar turbin. Air sebagai bahan baku PLTA dapat diperoleh dengan berbagai cara, misalnya dari sungai langsung disalurkan untuk memutar turbin, atau ditampung (bersama sama air hujan) dengan menggunakan kolam tando atau waduk sebelum disalurkan untuk memutar turbin. Pembangkit tenaga air merupakan suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator. Daya yang keluar dapat diperoleh dari perkalian efisiensi turbin dan generator dengan daya yang keluar secara teoritis. Bentuk pembangkit tenaga air bervariasi, tetapi prinsip kerjanya adalah sama yaitu: Perubahan tenaga potensial air menjadi tenaga elektrik (listrik). Perubahan memang tidak langsung, tetapi berturut turut melalui perubahan sebagai berikut: - Tenaga potensial menjadi Tenaga kinetik - Tenaga kinetik menjadi Tenaga mekanik - Tenaga mekanik menjadi Tenaga listrik Tenaga potensial adalah tenaga air karena berada pada ketinggian. Tenaga kinetik adalah tenaga air karena mempunyai kecapatan. Tenaga mekanik adalah tenaga kecepatan air yang terus memutar kincir/turbin. Tenaga elektrik adalah hasil dari generator yang berputar akibat berputarnya kincir/turbin. 56

51 2.8. TAKSIRAN POTENSI TENAGA AIR Sebelum suatu PLTA dipertimbangkan, sangat penting untuk menaksir ketersediaan tenaga dari debit sungainya dan tinggi energi yang tersedia dilokasi. Jika P p m kg/detik merupakan tenaga potensial suatu aliran yang mempunyai tinggi energi sebesar Q m 3 /detik. Maka tenaga potensial teoritis dapat dinyatakan sebagai = dimana w, adalah berat jenis air sebesar = 1000 kg/m 3. Rumus tersebut dapat dituliskan dalam satuan daya kuda dan kw menjadi: = 1000 h 75 = 13,33 h (h ) atau = 0,736 (13,33) = 9,8 ( ) Gambar 2-8. Lengkung jujuh aliran Penggunaan rumus diatas untuk menaksir besarnya P p, umumnya menimbulkan kesulitan mengingat debit suatu sungai selalu bervariasi cukup besar. Debit debit besar umumnya hanya terjadi untuk jangka waktu yang 57

52 singkat setiap tahunnya. Jika besarnya debit dan presentase jujuh waktu ketersediaannya digambarkan, hasilnya akan merupakan suatu lengkung seperti terlihat pada Gambar 2-8. Lengkung ini menggambarkan debit atau tenaga (mengingat tenaga tergantung pada debit) yang tersedia di sungai untuk persentase waktu tertentu. Dapat di catat bahwa: a. Tenaga potensial minimum dihitung dari aliran minimum yang tersedia untuk 100% waktu (365 hari atau 8760 jam). Ini disajikan sebagai P p100. b. Tenaga potensial kecil dihitung dari aliran yang tersedia untuk 95% waktu (aliran tersedia selama 8322 jam). Ini disajikan sebagai P p95. c. Tenaga potensial rata rata (average) dihitung dari aliran yang tersedia untuk 50% waktu (aliran tersedia selama 6 bulan atau 4380 jam). Ini disajikan sebagai P p50. d. Tenaga potensial rata rata (mean) dihitung dari rata rata aliran tahunan, rata rata selama pengamatan 10 sampai 30 tahun, yang setara dengan luas bidang yang dibatasi oleh lengkung jujuh aliran dengan besaran tahun rata ratanya. Ini diketahui sebagai tenaga sungai potensial kotor dan disajikan sebagai P pm. Menurut Mosonyi, arti ekonomi dari suatu sumberdaya potensial suatu lokasi adalah fungsi dari bermacam macam faktor seperti keadaan geografi, geologi, topografi, dan lain lain. Sedangkan tinjauan terhadap kedaan hidrologi, ragam tahunan nisbi tenaga potensial tersedia, merupakan aspek yang penting. 58

53 Harga perbandingan antara menunjukkan besarnya ragam yang ada, semakin kecil harga perbandingan ini makin menunjukkan keadaan hidrologi yang lebih dikehendaki. Tetapi jelas bahwa yang lebih berarti adalah menentukan tenaga tersedia secara teknis dari tenaga potensialnya. Mosonyi menyatakan bahwa kehilangan terhadap besarnya P p menunjukkan batas atas dari pemanfaatan yang dilakukan. Kehilangan kehilangan tersebut mencakup kehilangan pada sistem pembawa dan kehilangan pada sistem pembangkit seperti kehilangan pada masukan, kisi kisi, pembangkit energi dan kehilangan pada turbin dan lain lain. Menurut F.I. Nesteruk, jika efisiensi pada sistem pembawa diperhitungkan sebesar 70%, dan efisiensi keseluruhan sistem pembangkit adalah sebesar 80%, maka gabungan faktor perkaliannya sebesar 0,56 harus dipakai untuk memperhitungkan tenaga potensial rata rata P p50. Hal ini akan menghasilkan tenaga tersedia secara teknis, misalnya: = 0,56 Faktor perkalian tersebut akan tergantung pada jenis pengembangannya, apakah merupakan merupakan sistem pembangkit yang memanfaatkan arus sungai atau merupakan sistem pembangkit yang memanfaatkan tinggi terjunan yang besar dan lain sebagainya. Nesteruk menyarankan, koefisien sebesar 2,5 bisa digunakan untuk memperkirakan besarnya tenaga air potensial rata rata dari tenaga potensial 95%, misalnya: = 2,5 59

54 Sumber daya juga bisa digambarkan melalui besaran tahunan energi potensial di sungai, misalnya dengan besaran kerja yang dinyatakan dalam kilowatt jam dan disebut sebagai E95, E50, Em dan sebagainya. sebagai berikut: Energi potensial maksimum suatu sungai, dengan demikian dapat dituliskan = 8760 h Tenaga air bersih yang bisa dikembangkan secara teknis dihitung dari tenaga air potensial dikurangi dengan kehilangan sehubungan dengan alih bentuk energi. Komisi ekonomi untuk Eropa menyarankan besarnya koefisien ini berkisar antara 0,75 atau 0,80. Memasukkan bilangan ini kedalam persamaan..., diperoleh: = (7,4 8,0) adalah sebesar: dimana Q m = debit rata rata aritmatik. Energi potensial sungai maksimum ( ) = 8760 h Berdasarkan keseluruhan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tenaga air merupakan masalah penafsiran. Meskipun demikian, kecenderungan yang ada akhir akhir ini telah mengarah kepada peningkatan tingkat pemanfaatan dengan cara meningkatkan kapasitas terpasang berdasarkan pada debit yang tersedia hanya 35 sampai 40% waktu BIAYA Pada pelaksanaan pembangunan, mulai dari ide, studi kelayakan, perencanaan, pelaksanaan, sampai pada operasi dan pemeliharaan membutuhkan 60

55 bermacam macam biaya. Pada analisis kelayakan ekonomi biaya biaya tersebut dikelompokkan menjadi beberapa komponen sehingga memudahkan analisis perhitungannya. Semua biaya itu dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya modal (capital cost) dan biaya tahunan (annual cost). A. Biaya Modal (Capital Cost) Defenisi dari biaya modal (Kuiper, 1971) adalah jumlah semua pengeluaran yang dibutuhkan mulai dari pra studi sampai proyek selesai di bangun. Semua pengeluaran yang termasuk biaya modal ini dibagi menjadi dua bagian yaitu: I. Biaya Langsung (Direct Cost) proyek. Biaya ini merupakan biaya yang diperlukan untuk pembangunan suatu II. Biaya Tak Langsung (Indirect Cost) Biaya ini ada tiga komponen yaitu: 1. Kemungkinan/hal yang tak diduga (contigencies) dari biaya langsung. Kemungkinan/hal yang tidak pasti ini bila dikelompokkan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: - Biaya/pengeluaran yang mungkin timbul, tetapi tidak pasti. - Biaya yang mungkin timbul, namun belum terlihat. 61

56 - Biaya yang mungkin akibat tidak tetapnya harga pada waktu yang akan datang (misalnya kemungkinan adanya kenaikan harga) Biasanya biaya untuk ini merupakan suatu angka persentase dari biaya langsung, biasanya, misal, 5%, 10% ataupun 15%. Hal ini sangat tergantung dari pihak pemilik dan perencana. Semakin berpengalaman pemilik ataupun perencana, besarnya persentase ini lebih kecil. 2. Biaya teknik (engineering cost) Biaya teknik adalah biaya untuk pembuatan desain mulai dari studi awal (preleminary study), pra studi kelayakan, studi kelayakan, biaya perencanaan, dan biaya pengawasan selama waktu pelaksanaan konstruksi. 3. Bunga (Interest) Dari periode waktu dari ide sampai pelaksanaan fisik, bunga berpengaruh terhadap biaya langsung, biaya kemungkinan dan biaya teknik sehingga harus dipertimbangkan. B. Biaya Tahunan Waktu sebuah proyek selesai dibangun merupakan waktu awal dari umur proyek sesuai dengan rekayasa teknik yang telah dibuat pada waktu detail desain. Pada saat ini pemanfaatan proyek mulai dilaksanakan, misal 62

57 sebagai sumber air bersih, irigasi, pembangkit tenaga listrik dan sebagainya. Selama pemanfaatan, proyek ini masih diperlukan biaya sampai umur proyek selesai. Biaya ini merupakan beban yang masih harus dipikul oleh pihak pemilik/investor. Pada prinsipnya biaya yang masih diperlukan sepanjang umur proyek ini, yang merupakan biaya tahunan (A), terdiri dari 3 komponen, yaitu: - Bunga Biaya ini menyebabkan terjadinya perubahan biaya modal karena adanya tingkat suku bunga selama umur proyek. Besarnya bisa berbeda dengan bunga selama waktu dari ide sampai pelaksanaan fisik selesai. Bunga ini merupakan komponen terbesar yang diperhitungkan terhadap biaya modal. - Depresiasi atau Amortisasi Dua istilah ini hampir sama tetapi berbeda fungsi. Menurut Kuiper (1971) depresiasi adalah turunnya/penyusutan suatu harga/nilai dari sebuah benda karena pemakaian dan kerusakan atau keusangan benda itu, sedangkan amortisasi adalah pembayaran dalam suatu periode tertentu (tahunan misalnya) sehingga hutang yang akan terbayar lunas pada akhir periode tersebut. - Biaya Operasi Pemeliharaan 63

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI. ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI Happy Mulya Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 90 BAB IV ANALISIS DATA 4.1. Tinjauan Umum Dalam merencanakan jaringan irigasi tambak, analisis yang digunakan adalah analisis hidrologi dan analisis pasang surut. Analisis hidrologi yaitu perhitungan

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra Jalan Tentara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrologi Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah

Lebih terperinci

Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan

Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Sumiharni 1) Amril M. Siregar 2) Karina H. Ananta 3) Abstract The location of the watershed that

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak 13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217

Lebih terperinci

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI 3.1. Pengantar Pada bab ini akan ditinjau permasalahan dasar terkait dengan penerapan ilmu hidrologi (analisis hidrologi) untuk perencanaan bangunan di sungai. Penerapan ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Analisis Debit Banjir Di Sungai Tondano Berdasarkan Simulasi Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:tommy11091992@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO Oleh : J. ADITYO IRVIANY P. NIM : O3. 12. 0032 NIM : 03. 12. 0041 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT ANDALAN

ANALISIS DEBIT ANDALAN ANALISIS DEBIT ANDALAN A. METODE FJ MOCK Dr. F.J. Mock dalam makalahnya Land Capability-Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP FAO, Bogor, memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

KEANDALAN ANALISA METODE MOCK (STUDI KASUS: WADUK PLTA KOTO PANJANG) Trimaijon. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru

KEANDALAN ANALISA METODE MOCK (STUDI KASUS: WADUK PLTA KOTO PANJANG) Trimaijon. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru Jurnal Teknobiologi, 1(2) 2010: 70-83 ISSN: 208-5428 KEANDALAN ANALISA METODE MOCK (STUDI KASUS: WADUK PLTA KOTO PANJANG) Trimaijon Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Umum Secara umum proses pelaksanaan perencanaan proses pengolahan tailing PT. Freeport Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Bagan alir proses

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN Anugerah A. J. Surentu Isri R. Mangangka, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAN POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI RAWA SALIM BATU DENGAN LUAS AREAL 350 HA, KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA MUHAMMAD SANDI VADILLAH 12.11.1001.7311.097

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

Bab V PENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN

Bab V PENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN Bab V ENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN Sub Kompetensi Mahasiswa memahami pengendalian banjir dan kekeringan 1 ERSOALAN Banjir dan kekeringan, mengapa menjadi dua sisi mata uang yang harus diwaspadai?

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI PERKOTAAN NOVRIANTI, MT. MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI GABUNGAN DRAINASI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 12 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. TINJAUAN UMUM Irigasi adalah pemberian air secara buatan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, air minum, industri dan kebutuhan rumah tangga. Sumber air yang digunakan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii MOTTO... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi ABSTRAK... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan...1

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hujan Rata-Rata Suatu Daerah Sebelum menuju ke pembahasan tentang hidrograf terlebih dahulu kita harus memahami tentang hujan rata-rata suatu daerah. Analisis data hujan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. TS-A 2015 Kelompok 14

DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. TS-A 2015 Kelompok 14 Perhitungan Debit Maksimum Dengan HSS (Hidrograf Satuan DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. Sintetis) TS-A 2015 Kelompok 14 Sakti Arri Nugroho 15050724011 Salsabilla Putri Nur Hakiem 15050724064

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daur Hidrologi Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses proses yang tercakup dalam peralihan uap

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 54 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan bendungan Ketro ini memerlukan data hidrologi yang meliputi data curah hujan. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan maupun perencanaan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Teori-teori yang dikemukakan dalam studi ini, adalah teori yang relevan dengan analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan

Lebih terperinci

MODUL PERHITUNGAN NERACA AIR STUDI KASUS KOTA CIREBON

MODUL PERHITUNGAN NERACA AIR STUDI KASUS KOTA CIREBON STUDI KASUS KOTA CIREBON ARIS RINALDI 22715007 Program Magister Teknik Airtanah Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1 Uraian Umum Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut akan diperlukan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu (Triadmodjo, 2008). Selain

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS HIDROLOGI

BAB III ANALISIS HIDROLOGI BAB III ANALISIS HIDROLOGI 3.1 Data Hidrologi Dalam perencanaan pengendalian banjir, perencana memerlukan data-data selengkap mungkin yang berkaitan dengan perencanaan tersebut. Data-data yang tersebut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Penentuan Luas DTA (Daerah Tangkapan Air)

BAB II DASAR TEORI Penentuan Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) BAB II DASAR TEORI.1. URAIAN UMUM Dalam suatu perencanaan pekerjaan, diperlukan pemahaman terhadap teori pendukung agar nantinya didapat hasil yang maksimal. Maka dari itu, sebelum melangkah ke perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR DAS ASAM-ASAM DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE MOCK

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR DAS ASAM-ASAM DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE MOCK Analisis Ketersediaan Air DAS Asam-Asam dengan Menggunakan Debit Metode Mock (Fakhrurrazi) ANALISIS KETERSEDIAAN AIR DAS ASAM-ASAM DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE MOCK Fakhrurrazi (1)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan Waduk Ciniru ini, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONDISI HIDROLOGIS DAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONDISI HIDROLOGIS DAS BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONDISI HIDROLOGIS DAS II.1. Siklus Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Secara khusus menurut SNI No. 1724-1989-F hidrologi didefinisikan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hujan Harian Maksimum Hujan harian maksimum yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari beberapa stasiun pencatat hujan yang terdapat di wilayah tersebut dengan panjang

Lebih terperinci

IX. HIDROGRAF SATUAN

IX. HIDROGRAF SATUAN IX. HIDROGRAF SATUAN Hidrograf satuan merupakan hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan mangkus (efektif) yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK ABSTRAK

PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK ABSTRAK PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK RACHMAT HARIONO NIM. 03111093 ABSTRAK Tujuan Perencanaan Optimalisasi Waduk Gedang Kulud ini dilakukan beberapa analisis untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Melengkapi Data Hujan yang Hilang Data yang ideal adalah data yang untuk dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tetapi dalam praktek sangat sering dijumpai data yang tidak lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Bab III TINJAUAN PUSTAKA aliran permukaan (DRO) Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA Bab IV 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder ABSTRAK Tukad Unda adalah adalah sungai yang daerah aliran sungainya mencakup wilayah Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, Kabupaten Klungkung di bagian hilirnya. Pada Tukad Unda terjadi banjir yang

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan Gambar 2.1. Gambar Bagan Alir Perencanaan 2.2 Penentuan Lokasi Embung Langkah awal yang harus dilaksanakan dalam merencanakan embung adalah menentukan lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai CBL Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) merupakan sudetan yang direncanakan pada tahun 1973 dan dibangun pada tahun 1980 oleh proyek irigasi Jatiluhur untuk mengalihkan

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING ABSTRAK Sungai Ayung adalah sungai utama yang mengalir di wilayah DAS Ayung, berada di sebelah selatan pegunungan yang membatasi Bali utara dan Bali selatan serta berhilir di antai padanggalak (Kota Denpasar).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uraian Umum Bendungan (waduk) mempunyai fungsi yaitu menampung dan menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari daerah pengaliran sunyainya (DPS).

Lebih terperinci

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka perencanaan bangunan dam yang dilengkapi PLTMH di kampus Tembalang ini sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS. Oleh: AGUSTINUS CALVIN CHRISTIAN NPM

ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS. Oleh: AGUSTINUS CALVIN CHRISTIAN NPM ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: AGUSTINUS CALVIN

Lebih terperinci

Limpasan (Run Off) adalah.

Limpasan (Run Off) adalah. Limpasan (Run Off) Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Limpasan (Run Off) adalah. Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan permukaan Faktor faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN Dedi Mulyono 1 Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia Email : jurnal@sttgarut.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan

Lebih terperinci

PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA

PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA Vera Wim Andiese* * Abstract One of the methods to determine design of flood discharge that had been developed

Lebih terperinci