untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk membentuk atau mewujudkan kehidupan rumah
|
|
- Sukarno Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk membentuk atau mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawahdah dan rahmah. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam dan sesuai dengan Undang-undang perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam. Perkawinan sangat penting yaitu untuk memperoleh keturunan dalam kehidupan manusia baik perorangan maupun kelompok, dengan jalan perkawinan yang sah. Pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara hormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk yang sempurna yaitu memiliki akal (pikiran) dan perasaan (hati). Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram dan penuh rasa kasih sayang antara suami isteri. Anak keturunan dari hasil perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat. 1 Langgengnya sebuah perkawinan merupakan tujuan yang diinginkan oleh ajaran Islam. Akad nikah diadakan untuk dipelihara keutuhannya dan dijaga selamanya, karena akad tersebut dipandang oleh Islam sebagai ikatan suci yang tidak boleh dibuat main-main. Maka tidak sepatutnya akad nikah 1 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: Fakultas Hukum UUI, cet ke-8, 1996, hlm. 1.
2 2 yang sakral tersebut dirusak atau dilecehkan. Setiap usaha untuk melecehkan hubungan perkawinan dan memutuskannya tanpa adanya alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar putusnya perkawinan atau perceraian dibenci oleh Islam karena merusak ketertiban dan kemaslahatan antara suami isteri. Suatu perkawinan baru dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum apabila dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku secara positif. 2 Ketentuan hukum yang mengatur mengenai tata cara perkawinan yang dibenarkan oleh hukum adalah seperti yang diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun sehingga perkawinan ini akan mempunyai akibat hukum yaitu akibat yang mempunyai hak mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum. 3 Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa suatu perkawinan baru dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah menurut hukum apabila perkawinan itu dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaannya dan ayat (2) menentukan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4 Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat yang dibuktikan dengan Akta Nikah dan masing-masing suami isteri mendapat salinannya, apabila terjadi perselisihan atau percekcokan diantara mereka atau salah satu tidak bertanggung jawab, 2 Nasruddin Salim, Isbat Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam (Tinjauan Yuridis, Filosofis Dan Sosiologis), dalam Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, No. 62 THN. XIV, Jakarta: Al Hikmah dan DITBINBAPERA Islam, 2004, hlm Ibid. 4 Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta: Departemen Agama RI, 1999, hlm. 96.
3 3 maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Akta nikah itu adalah sebagai bukti otentik sahnya suatu perkawinan seseorang sangat bermanfaat dan maslahat bagi diri dan keluarganya (isteri dan anaknya) untuk menolak dan menghindari kemungkinan dikemudian hari adanya pengingkaran atas perkawinannya dan akibat hukum dari perkawinan itu (harta bersama dalam perkawinan dan hak-hak perkawinan) dan juga untuk melindungi dari fitnah dan qadzaf zina (tuduhan zina). Maka jelaslah bahwa pencatatan nikah untuk mendapatkan Akta Nikah tersebut adalah sangat penting. Hal ini berbeda dengan pemahaman tentang ketentuan perkawinan oleh sebagian masyarakat Muslim yang lebih menekankan perspektif fiqh sentris. 5 Menurut pemahaman versi ini, perkawinan telah cukup apabila syarat dan rukunnya menurut ketentuan fiqh terpenuhi, tanpa diikuti dengan pencatatan perkawinan. Kondisi semacam ini dipraktekkan sebagian masyarakat dengan melakukan praktek nikah di bawah tangan. Pada awalnya perkawinan di bawah tangan yang dilakukan, adalah didasarkan pada suatu pilihan hukum yang sadar dari pelakunya, bahwa mereka menerima tidak mendaftarkan atau mencatatkan perkawinannya ke KUA, mereka merasa cukup sekedar memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (1) tetapi tidak mau memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 5 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet. Ke- 4, 2000, hlm. 109.
4 4 Alasan-alasannya antara lain : 1. Supaya tidak diketahui masyarakat dan tidak ada tuntutan untuk mengadakan Walimah (resepsi). 2. Bahwa perkawinan ini dirahasiakan dulu dan sumi isteri itu belum kumpul sebagai suami isteri (qabla dhukul) selama masih kuliah atau pendidikan. 3. Untuk menghindari status kawin karena menyangkut kelangsungan pekerjaan. 4. Mempelainya masih belum cukup umur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, kawinnya sekedar untuk segera menyambung tali keluargaan 6. Nikah di bawah tangan dengan alasan- alasan di atas yang dilakukan oleh sebagian masyarakat merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Bagi pasangan suami isteri yang sudah melaksanakan ketentuan pasal 2 ayat (1) ini kemudian baru melakukan ketentuan pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun Misalnya segera melakukan pencatatan ke KUA ketika mengetahui bahwa isterinya sudah mulai hamil dan keadaan ini menunjukkan tidak relevan jika isbat nikah itu diajukan dengan alasan untuk kepentingan Akta kelahiran anak. Karena memang ada pasal di Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta nikah dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama (pasal 7 ayat [2]). 7 6 Departemen Agama RI op.cit., hlm Departemen Agama RI, loc.cit., hlm. 137.
5 5 Prinsip pencatatan perkawinan yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 Jo. PP No. 9 Tahun 1975 adalah untuk menjaga hak-hak bagi suami isteri jika terjadi penyimpangan dalam perkawinan. Keterlibatan Pegawai Pencatat Nikah dalam suatu perkawinan yang kapasitasnya sebagai pegawai atau pejabat yang diangkat oleh pemerintah dengan tugas untuk mengawasi perkawinan dan mencatatnya. Dengan merujuk UU No. 1 Tahun 1974 yang mulai berlaku efektif tanggal 1 Oktober 1975, maka setiap perkawinan harus dicatat untuk mewujudkan tujuan hukum yaitu terwujudnya ketertiban, kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam bidang perkawinan. Mengenai isbat nikah yang terdapat dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam ini memang belum ada batasan tentang perkawinan yang dilaksanakan sebelum atau sesudah berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sehingga dapat menimbulkan problem baru lagi, maka pembatasan tersebut mutlak diperlukan supaya tidak terjadi kekeliruan dalam penerapannya. Bahwa yang dimaksud dengan adanya perkawinan yang terdapat dalam rumusan KHI tersebut adalah perkawinan yang terjadi setelah tanggal 1 Oktober 1975, bukan perkawinan di bawah tangan atau poligami liar. Tapi karena ada suatu hal maka perkawinan itu tidak dicatat, sehingga tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah. Misalnya karena kelalaian oleh oknum P3N (petugas pembantu pencatat nikah) yang memanfaatkan ketidaktahuan calon mempelai, perkawinan dilangsungkan sesuai dengan ketentuan UU Perkawinan tetapi P3N tersebut tidak melaporkan ke PPN (petugas pencatat
6 6 nikah), sehingga perkawinan tersebut tidak tercatat. Kemudian karena ada kepentingan dengan perkawinan itu (untuk mendapatkan Akta Nikah) suami isteri tersebut atau pihak yang terkait baru mengajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama. Dengan melihat UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa masalah isbat nikah tidak diatur dalam UU ini, tetapi mengatur bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh pejabat yang berwenang. Hal ini dimaksudkan agar terjadi ketertiban dalam perkawinan. Tetapi KHI mengatur masalah isbat nikah dalam pasal 7. Tetapi penjelasan lebih lanjut tentang isbat nikah tidak ada, mulai dari pengertian sampai pada prosedur yang dijalankan dalam mengajukan perkara isbat nikah. Dari segi sosiologis dengan adanya pasal 7 KHI tentang isbat nikah akan memberi dampak kepada masyarakat untuk melakukan nikah di bawah tangan secara massif. Dengan demikian tujuan normatif dari pencatatan perkawinan tidak terpenuhi seperti yang dikehenaki pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974, maka hal ini akan menciptakan ketidak teraturan dalam pencatatan perkawinan. Dengan demikian bahwa rancunya ketentuan tentang isbat nikah yang ada dalam KHI perlu mendapat kajian yang lebih dalam. Dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis akan mengkajinya dalam sebuah skripsi yang berjudul Isbat Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam ( Studi Analisis Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam Tentang Isbat Nikah ).
7 7 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka pokok persoalan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah: 1. Apa yang dimaksud isbat nikah dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam? 2. Dalam hal pernikahan yang bagaimana isbat nikah ini dapat dilakukan? C. TUJUAN PENELITIAN Selanjutnya penelitian skripsi ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas akademik guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu syariah IAIN Walisongo Semarang, juga didorong oleh beberapa tujuan yang berkaitan dengan isi pembahasan di dalamnya, antara lain: 1. Untuk memberi gambaran yang jelas dan pemahaman yang mendalam tentang Arti dan maksud isbat nikah dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam 2. Untuk mengetahui pernikahan yang dapat diajukan isbat nikahnya. D. TELAAH PUSTAKA Kajian tentang isbat nikah khususnya yang terdapat dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam, sepanjang yang penulis ketahui berdasarkan studi kepustakaan pada perpustakaan Fakulktas Syari ah IAIN Semarang, tidak ditemukan tulisan-tulisan yang secara khusus mengkaji tentang Isbat Nikah ini. Namun berdasarkan literatur-literatur yang penulis temukan ada beberapa buku dan artikel yang menyinggung sekilas tentang isbat nikah serta yang berkaitan dengan isbat nikah, diantaranya adalah Analisis Yurisprudensi
8 8 tentang Isbat Nikah Putusan PA Tanjungkarang No. 10/Pdt.P/1994/PA.Tnk.yang dianalisis oleh Dr.H. Satria Effendi M. Zein (Dosen PascaSarjana IAIN Jakarta) bahwa dengan adanya ketentuan yang membolehkan permohonan isbat nikah seperti yang diatur dalam pasal 7 KHI, menyiratkan sebuah prinsip bahwa secara substansial peraturan yang berlaku di Indonesia tadi mengakui keabsahan sebuah pernikahan yang belum tercatat, dan kemudian dengan alasan-alasan yang dicantumkan dalam rincian pasal 7 ayat (3) KHI, nikah itu dapat dicatatkan dan diisbatkan alias diakui secara administratif. 8 Dengan adanya ketentuan pasal 7 KHI berarti telah memberikasn peluang bagi nikah-nikah yang tidak tercatat untuk kemudian mencatatkan diri sebagaimana mestinya. Adanya peluang ini menguntungkan pihak yang melakukan pernikahan di bawah tangan. Drs. Enas Nasrudin dalam sebuah Artikel yang dimuat dalam jurnal Dua Bulanan Mimbar Hukum menyatakan bahwa Mencermati masalah isbat nikah tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum perkawinan sebagaimana yang ditetapkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Jo. PP No. 9 Tahun suatu perkawinan yang tidak melibatkan Pegawai Pencatat Nikah dengan sendirinya perkawinan tersebut tidak dapat dicatat. Pegawai pencatat nikah tidak bisa mengawasi dan mencatat suatu perkawinan yang tidak dilakukan dihadapannya. Jadi, keterlibatan Pegawai Pencatat dalam suatu perkawinan 8 Satria Efendi, Analisis Fiqh, dalam Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, Jakarta: Al Hikmah dan DITBINBAPERA Islam, No. 50 Thn. XII, Januari-februari, 2001, hlm. 119.
9 9 merupakan bagian dari sistem perkawinan yang dikehendaki oleh UU No. 1 Tahun 1974 Jo. PP No. 9 Tahun Lembaga isbat nikah tidak semata-mata ditujukan sebagai upaya untuk ketertiban Administrasi perkawinan, tapi juga untuk tegaknya hukum perkawinan yang diatur dalam Undang-undang perkawinan. Hakim Pengadilan Agama harus hati-hati dalam menangani masalah isbat nikah yang diajukan agar tidak dimanfaatkan oleh pelaku perkawinan di bawah tangan dan polgami liar. 10 Pelaksanan Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Pencatatam Nikah (Studi Kasus Di Kecamatan Mijen Kota Semarang) yaitu skripsi yang ditulis oleh Muntaha sarjana Fakultas Syari ah IAIN Semarang. Di dalam skripsinya Muntaha membahas tentang Efektifitas pelaksanaan pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yaitu tidak mencatatkan perkawinannya karena sebagian masyarakat muslim masih ada yang memahami ketentuan perkawinan yang lebih menekankan perspektif fiqh sentris. 11 Analisis terhadap nikah massal bagi masyarakat kumpul kebo (Studi Kasus Di KUA Semarang Utara) yaitu Skripsi yang ditulis oleh Siti Munawaroh Sarjana fakultas syari ah IAIN Semarang. Dalam skripsi ini menyatakan bahwa Nikah Massal di KUA Semarang Utara disambut baik oleh para pasangan kumpul kebo. Mereka ikut dengan kesadaran mereka tanpa 9 Enas Nasruddin, Ihwal Isbat Nikah (Tanggapan Atas Damsyi Hanan), dalam Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, Jakarta: Al Hikmah dan DITBINBAPERA Islam, No. 33 Thn. VIII Juli-Agustus, 1997, hlm Ibid., hlm Muntaha, Pelaksanaan Pasal 2 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Pencatatan Nikah, Skripsi Sarjana Syari ah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari ah IAIN Semarang, hlm. 45.
10 10 paksaan dari pihak manapun. Hal ini sesuai dengan syarat dan rukun perkawinan yang ditentukan dalam hukum baik menurut hukum Islam atau menurut UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 12 Nikah massal ini didasarkan pada faktor kemaslahatan bagi pasangan kumpul kebo sehingga tidak lagi menjadi penyakit masyarakat dan bisa memperoleh status dalam masyarakat serta membawa dampak yang baik bagi kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Analisis hukum acara terhadap putusan PA Semarang No. 969/Pdt.G/PA.Sm. tentang isbat nikah sekaligus cerai gugat, Skripsi yang ditulis oleh Edi Kusnandi sarjana fakultas syari ah IAIN Semarang. Dalam skripsi ini menyatakan bahwa penggabungan isbat nikah dan cerai gugat ini, disamping tidak memenuhi syarat penggabungan yang tidak diperbolehkan, juga keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. isbat nikah dilakukan adalah dalam rangka penyelesaian perceraian. Tanpa adanya pengesahan nikah, maka perceraian tidak dapat dilaksanakan. Karena hubungan yang sangat erat ini, maka keduanya dapat digabungkan walaupun berbeda, penggabungan ini justru merupakan kreatifitas majelis hakim dalam mengemukakan pemecahan baru terhadap permasalahan yang dihadapi, yang dikenal sebagai menghaluskan hukum. Berbeda dengan kajian- kajian yang ada, penulis mencoba untuk memfokuskan pada isbat nikah dalam Kompilasi Hukum Islam (studi analisis 12 Siti Munawaroh, Analisis Terhadap Nikah Massal Bagi Masyarakat Kumpul Kebo (Studi Kasus Di KUA Semarang Utara), Sarjana Syari ah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari ah IAIN Semarang, hlm. 68.
11 11 pasal 7 Kompilasi Hukum Islam Tentang Isbat Nikah). Dan akan melihat serta menjelaskan sisi-sisi yang belum dibahas. E. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu jenis penelitian yang data-datanya diperoleh dari buku, kitab, majalah, surat kabar, jurnal dan catatan lainnya yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang akan dibahas. Untuk mempermudah dalam pembuatan skripsi ini dan mendapatkan kesimpulan yang tepat, maka proses penulisan skripsi ini menggunakan metode sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dokumenter yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa tulisantulisan, buku-buku, artikel-artikel yang relevan dengan tema penulisan skripsi ini. 13 a. Sumber data primer yaitu sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama. 14 Sumber data primer penelitian ini adalah KHI. b. Sumber data skunder yaitu sumber yang diperoleh, dibuat dan merupakan perubahan dari sumber pertama. Sifat sumber ini adalah tidak langsung. Adapun sumber data skunder penelitian ini adalah: 1. Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan kehakiman. 13 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hlm Tatang M. Amrin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. III, 1995, hlm. 132.
12 12 2. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. 3. PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 4. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 5. Kitab dan buku-buku serta catatan lainnya yang ada keterkaitannya dengan masalah isbat nikah. 2. Metode Analisis Data. Data yang sudah terkumpul kemudian diolah, tetapi sebelum diolah data yang terkumpul diseleksi dan diklasifikasi sesuai dengan permasalahan nya terlebih dahulu baru diadakan pengkajian dan kemudian dianalisis sesuai dengan data kualitatif yang sudah ada. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode pemecahan masalah dengan mengumpulkan data dan melukiskan keadaan obyek atau peristiwa lalu disusun, dijelaskan, dianalisis dan diinterpretasikan dan kemudian disimpulkan. 15 Dalam menganalisis data penulis juga menggunakan metode historis yaitu metode yang mempelajari hukum dengan melihat sejarah yang melatar belakangi terbentuknya hukum itu sendiri. 16 F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI. Dalam penulisan skripsi ini agar lebih terarah pembahasannya maka penulis menyusunnya kedalam sistematika yang terdiri lima bab, masing- 15 Ibid., hlm J.B.Daliyo,et.al., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cet.ke- 2, 1992, hlm. 4.
13 13 masing membahas permasalahan yang diuraikan menjadi beberapa sub bab. antara satu bab dengan bab yang lain saling berhubungan dan terkait. Adapun sistematikanya dapat penulis rumuskan sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penulisan skripsi, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II : Isbat nikah dan pencatatan perkawinan. Dalam bab ini meliputi : pengertian isbat nikah, syarat dan dasar hukum isbat nikah. kemudian pengertian pencatatan perkawinan (legalisasi pernikahan), tujuan, prosedur pencatatan perkawinan dan dasar hukum pencatatan perkawinan. Bab III: Isbat nikah dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam. Meliputi pengertian KHI, penyusunan KHI, sumber-sumber penyusunan KHI dan tujuan dibentuknya KHI. Isbat nikah dalam KHI yang meliputi arti isbat nikah, ketentuan isbat nikah dalam KHI dan para pihak dalam perkara isbat nikah. Bab IV: Analisis terhadap Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam Tentang Isbat Nikah yang meliputi: Analisis terhadap arti isbat nikah dalam pasal 7 KHI, Analisis pernikahan yang dapat diisbatkan dalam Pasal 7 KHI. Bab V : Penutup. Dalam bab ini meliputi : kesimpulan, saran-saran dan penutup.
14 14 DAFTAR PUSTAKA Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: Fakultas Hukum UUI, 1996 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indoneaia, Jakarta: RajaGrafjndo, cet.4, 2004 Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penbelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisiu, 1990 Analisis Terhadap Nikah Massal Bagi Masyarakat Kumpul Kebo(Studi Kasus Di KUA Semarang Utara), Siti Munawaroh, Semarang:Perpustakaan Fakultas Syari ah IAIN Semarang Jurnal dua bulanan, Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, Bulan Februari, 2004 Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, 1999 Jurnal Dua Bulanan, Mimbar Hukuim Aktualisasi Hukum Islam, No. 33 Thn VIII 1997 Juli-Agustus Pelaksanaan Pasal 2 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Pencatatan Nikah, Muntaha, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari ah IAIN Semarang Dr.Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset, Mandar Maju, Gandum, 1990 Prof.Dr.Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian;Suatu Pendekatan Praktek,
15 15 Jakarta: Rineka Cipta 1998 Sumadi Suryabrata,Metode Penelitian, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995 Prof.Drs.Sutris Jakarta no Hadi, M.A.,Metodologi Research,Jilid 2, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1984 Hal : Permohonan Kepada Yth. : Bpk. Kajur Ahwal al- Syahsiyah (AS) Fak. Syari ah IAIN Walisongo Semarang Di tempat Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ahmad Muzaikhan Nim : Alamat : Ds. Mrico Lebak RT. 05/III Kec. Grobogan Kab. Grobogan Fakultas Jurusan : Syari ah : Ahwal al- Syahsiyah (AS) Dengan ini kami bermaksud mengajukan skripsi dengan judul STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 7 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG ISBAT NIKAH Demikian surat permohonan ini kami buat dan mohon ditindak lanjuti untuk penentuan dosen pembimbing. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
16 16 Hormat Kami (Ahmad Muzaikhan)
BAB I PENDAHULUAN. Ikatan pernikahan merupakan unsur pokok dalam pembentukan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikatan pernikahan merupakan unsur pokok dalam pembentukan keluarga yang harmonis dan penuh rasa cinta kasih, maka dalam pelaksanaan pernikahan tersebut, diperlukan
Lebih terperinciKAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN
KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN Mochammad Didik Hartono 1 Mulyadi 2 Abstrak Perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup saling berdampingan dengan manusia yang lain sebagaimana sifat manusia sebagai makhluk sosial,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA
BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PASAL 7 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) TENTANG ISBAT NIKAH. A. Analisis Terhadap Arti Isbat Nikah Dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum
62 BAB IV ANALISIS TERHADAP PASAL 7 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) TENTANG ISBAT NIKAH A. Analisis Terhadap Arti Isbat Nikah Dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam Mencermati masalah isbat nikah tidak bisa dilepaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan. 1 Disamping itu pencatatan. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan sangat penting dalam kehidupan berumah tangga, terutama bagi kaum perempuan. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk melindungi hak-hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah akad yang sangat kuat mitsa>qan ghali>dza>n untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang sangat kuat mitsa>qan ghali>dza>n untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi
Lebih terperinciSTATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA
STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah akad yang sangat kuat ( mitsaqan ghalidzan) yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang sangat kuat ( mitsaqan ghalidzan) yang dilakukan secara sadar oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu belaka, namun langgeng dan harmonisnya sebuah rumah tangga sangatlah di tentukan oleh sejauh mana
Lebih terperinciBAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri
BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, lebih khusus lagi agar mereka bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan Perkara Nomor 1061/Pdt.G/2016/PA.Bwi di Pengadilan Agama Banyuwangi) perspektif UU No.
Lebih terperinciAKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)
AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sahnya perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isbat nikah merupakan proses penetapan pernikahan dua orang suami isteri, tujuan dari isbat nikah adalah untuk mendapatkan akta nikah sebagai bukti sahnya perkawinan
Lebih terperincidigilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.
DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia
Lebih terperinciBAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Perkawinan merupakan institusi kecil yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah
Lebih terperinciBAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN
BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN Menurut Imam Asy-Syathibi jika aturan/hukum itu membawa kepada kemaslahatan, maka aturan /hukum itu harus dijadikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Yang Maha Indah sengaja menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan sebagai salah satu bagian dari romantika kehidupan. Supaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan
Lebih terperinciPutusan Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. hal. 1 dari 10 hal.
PUTUSAN Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara cerai gugat pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama kabupaten/kota di bidang urusan agama islam
Lebih terperincisegera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik
2 Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinaan.
Lebih terperinci1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya apabila hubungan perkawinan antara suami dan istri telah terputus karena perceraian, maka akan ada beberapa hukum yang berlaku sesudahnya. Salah satu di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.
Lebih terperinciPENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di muka bumi ini Tuhan telah menciptakan segala sesuatu saling berpasangan, ada laki-laki dan perempuan agar merasa tenteram saling memberi kasih sayang dari suatu ikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih
Lebih terperinciP E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P E N E T A P A N Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam
Lebih terperinciBAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan
58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA
Lebih terperinciIZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA
3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah
1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan momentum yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia. Perkawinan secara otomatis akan mengubah status keduannya dalam masyarakat.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI TENTANG ITSBAT NIKAH DAN PENCATATAN PERKAWINAN. nikah. Kata Itsbat yang berasal dari bahasa Arab yaitu اال ث بات yang
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG ITSBAT NIKAH DAN PENCATATAN PERKAWINAN A. Tinjauan Umum Tentang Itsbat Nikah 1. Pengertian Itsbat Nikah Itsbat nikah berasal dari bahasa Arab yang terdiri itsbat dan nikah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan institusi atau lembaga yang sangat penting dalam, masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby A. Dasar Hukum Majelis Hakim Menolak Gugatan Rekonvensi dalam Putusan No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup rumah tangga setelah masing-masing pasangan siap untuk melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu sunnatullah yang penting dalam kehidupan manusia untuk melahirkan keturunan yang sah dan kelestarian hidup rumah tangga setelah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg A. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang Mengabulkan Permohonan Itsbat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mensyariatkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang serta untuk memelihara kelangsungan hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan
1 BAB I PENDAHULUAN Pada hakekatnya manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan melangsungkan perkawinan. Perkawinan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH
66 BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH A. Analisis terhadap Pertimbangan Hakim Dalam putusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan jo pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penetapan tentang perubahan umur pada akta nikah merupakan salah satu kewenangan Pengadilan Agama. Hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil,
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI
AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk diciptakan saling berpasangan, begitu juga manusia. Jika pada makhluk lain untuk berpasangan tidak memerlukan tata cara dan peraturan tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Anak dalam agama Islam, merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan, oleh karena itu anak harus dijaga dan dilindungi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk memperoleh keturunan dalam kehidupan manusia baik perorangan maupun kelompok, dengan jalan perkawinan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Membicarakan kesetaraan gender didalam hukum Islam tidak bisa lepas dari tuntunan Al Qur`an dan al-hadist sebagai sumber pokok dari hukum islam. Karena al-qur an
Lebih terperinciSalinan P U T U S A N
Salinan P U T U S A N Nomor /Pdt.G/2013/PA.Pso BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------Pengadilan Agama Poso yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada
Lebih terperinciMENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki
MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak
Lebih terperinciP E N E T A P A N. NOMOR 03/Pdt.P/2012/PA.Msa B ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. penetapan itsbat nikah sebagai berikut dalam perkara yang diajukan oleh:
1 P E N E T A P A N NOMOR 03/Pdt.P/2012/PA.Msa B ISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Marisa yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor : 36/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PUTUSAN Nomor : 36/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor:03/ Pdt.G / 2008 /PTA.Pdg
P U T U S A N Nomor:03/ Pdt.G / 2008 /PTA.Pdg BISMILLAHIRRAMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
Lebih terperinciFENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama )
FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama ) Oleh : Mhd. Habiburrahman. SHI 1 A. Pendahuluan Kesadaran masyarakat
Lebih terperinciBAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 5. Ibid, Pasal 2 ayat (1) 3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketetapan pemerintah dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (2) dan KHI Pasal 5 ayat (1) : Setiap perkawinan harus dicatat.1 Hal ini
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA. Sukma Rochayat *, Akhmad Khisni **
Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 1 Maret 2017 Perlindungan Hukum Terhadap Wanita Dan Anak ( Sukma Rochayat) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TENTANG HADLANAH (HAK ASUH ANAK) AKIBAT PERCERAIAN. (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta )
1 TINJAUAN HUKUM TENTANG HADLANAH (HAK ASUH ANAK) AKIBAT PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai
Lebih terperinciP U T U S A N. Nomor: 0061/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN
P U T U S A N Nomor: 0061/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang wanita sebagai suami-isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perkawinan), sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan pernikahan adalah persoalan manusia yang banyak seginya, mencakup seluruh segi kehidupan manusia, mudah menimbulkan emosi dan perselisihan. Karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka
BAB I 10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip perkawinan adalah untuk selamanya dengan tujuan kebahagiaan dan kasih sayang yang kekal dan abadi, sebagaimana yang terdapat dalam QS An-Nahl ayat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah. 1 Dan tujuan perkawinan
BAB I PENDAHULUAN L Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum. Suatu perbuatan hukum yang sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak (suami dan istri)
Lebih terperinciBISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor: 0213/Pdt.G/2010/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam
Lebih terperinciKAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI 1) TITIN APRIANI, 2) RAMLI, 3) MUHAMMAD AFZAL 1),2) Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi fenomena yang ada, tetapi lebih lentur dalam konteks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah Agama yang sempurna, Islam tidaklah otoriter dalam menghadapi fenomena yang ada, tetapi lebih lentur dalam konteks kemaslahatan untuk terciptanya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain
59 BAB IV ANALISIS DATA Setelah penulis menguraikan setiap bab yang memiliki hubungan dengan judul skripsi penulis, maka penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin
BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinci