METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN"

Transkripsi

1 METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN RUDI SETIAWAN. Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Leaf Area Index (LAI) di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit. Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO Tujuan pertama dari penelitian ini yaitu menyusun metode perhitungan refleksi, absorbsi, dan transmisi radiasi pada permukaan lahan bervegetasi menggunakan citra satelit Landsat ETM+. Tujuan yang kedua adalah menyusun metode perhitungan LAI dengan pendekatan neraca energi dari data citra satelit Landsat ETM+. Langkah pertama yang dilakukan adalah penentuan daerah studi penelitian, pemrosesan awal citra satelit yang meliputi : import data citra, koreksi radiometrik, image enhachment dan klasifikasi penutup lahan. Selanjutnya dilakukan ekstraksi dari band 6 untuk mendapatkan informasi nilai suhu permukaan. Sedangkan informasi nilai albedo dan energi radiasi gelombang pendek diekstraksi dari band 1, 2, dan 3. Langkah kedua yang dilakukan adalah mengekstraksi dan menganalisis lebih lanjut untuk menentukan nilai salah satu komponen neraca energi yaitu Rn dan nilai sifat optikal kanopi (refleksivitas, absorbsivitas, dan transmisivitas). Nilai komponen neraca energi dan nilai sifat optikal kanopi yang telah didapatkan kemudian diekstraksi untuk mendapatkan nilai LAI melalui persamaan hukum Beer-Lambert Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan searah antara suhu permukaan dengan albedo. Kedua komponen tersebut memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan nilai radiasi netto. Semakin besar nilai suhu permukaan dan albedo suatu penutup lahan membuat semakin kecil radiasi netto yang dimiliki oleh penutup lahan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan empiris, maka dapat diperoleh nilai energi radiasi surya yang direfleksikan sebesar 43 Wm -2 (hutan alam), 44 Wm -2 (agroforest karet), dan 45 Wm -2 (perkebunan karet monokultur). Nilai energi radiasi surya yang diemisikan (equivalen dengan radiasi surya yang diabsorbsikan) sebesar 767 Wm -2 (hutan alam), 764 Wm -2 (agroforest karet), dan 761 Wm -2 (perkebunan karet monokultur). Selain itu dari pendekatan mekanistik diperoleh besarnya energi surya yang ditransmisikan oleh kanopi hutan alam (40 Wm -2 ), kanopi agroforest karet (42 Wm 2 ) dan perkebunan karet monokultur (44 Wm -2 ). Hasil penelitian yang dapat diperoleh dari menduga besarnya nilai LAI untuk lahan bervegetasi menggunakan metode neraca energi dan persamaan hukum Beer-Lambert adalah diperolehnya pendugaan nilai mean LAI hutan alam sebesar 3.39 dengan nilai kisaran selang dan R 2 hasil validasi dengan LAI lapangan sebesar Nilai mean LAI pendugaan untuk agroforest karet sebesar 3.35 dengan selang dan nilai R 2 hasil validasi sebesar 0.69, sedangkan nilai mean LAI untuk perkebunan karet monokultur sebesar 3.30 dengan selang dan nilai R 2 hasil validasi sebesar Dengan hasil luaran yang cukup baik, metode pendugaan LAI tersebut dapat digunakan untuk penutup lahan bervegetasi. Kata Kunci : LAI, Neraca Energi, Hukum Beer Lambert, Penginderaan Jauh

3 METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika Dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

4 Judul : Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Leaf Area Index (LAI) Di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit Nama : RUDI SETIAWAN NRP : G Menyetujui, Pembimbing Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc IT. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP Tanggal Disetujui :

5 Allah tidak menjanjikan hari-hari tanpa sakit, tertawa tanpa kesedihan, matahari tanpa hujan, tetapi Dia menjanjikan kekuatan untuk hari itu, kebahagiaan untuk air mata, dan terang dalam perjalanan. Ketika kau kecewa karena tidak memperoleh apa yang engkau kehendaki, terimalah dan bergembiralah, karena Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik untuk dirimu. Ada sesuatu maksud untuk setiap kejadian dalam kehidupan, mengajarimu bagaimana lebih seringkali tertawa atau tidak terlalu keras menangis. Ku persembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang menyelimuti dan menghangatkan qalbuku ini (Ayah & Ibu, Kakak-kakak ku, dan Reyna Listiani) Terimkasih atas segala nya

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 1983 dari Ayah bernama Sayogya dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan putra kelima dari lima bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 29 Jakarta dan pada tahun yang sama juga lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) pada Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang diantaranya pernah bergabung dengan IAS3, FORSA-IPB, KOPMA-IPB dan pernah menjabat sebagai ketua umum HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) pada periode Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapang di Divisi Perencanaan dan Pengembangan Kualitas Jaringan, PT. TELKOM Jakarta Selatan pada bulan Juni Agustus Pada tahun ajaran 2005/2006 penulis menjadi asisten mata kuliah Pengantar Sistem Informasi Geografi untuk program Sarjana di Departemen Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

7 PRAKATA Bismillahhirrohmanirrohim Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga skripsi dengan judul Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Leaf Area Index (LAI) di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit sebagai salah satu syarat kelulusan di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Program Studi Meteorologi dapat terselesaikan. Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Idung Risdiyanto S.Si, M.Sc IT selaku pembimbing skripsi, yang dengan kesabarannya membimbing penulis mulai dari brainstorming hingga pembahasan masalah dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Bapak Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si dan Bapak I Putu Santikayasa, S.Si yang menjadi penguji dalam sidang skripsi penulis. Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada Ayah, Ibu, Candra s Famili, Bekti Setiadi, SE, MM., Sigit Santoso, Amd., Binu Nuryadi, S.Kom., serta Reyna Listiani atas segala doa, motivasi dan limpahan kasih sayangnya kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar civitas GFM (Mahasiswa Departemen GFM angkatan 41 sampai dengan angkatan 37, seluruh pegawai Departemen GFM, dan seluruh dosen GFM, Pengurus HIMAGRETO Periode ) yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis, serta semua pihak yang telah membantu tapi tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Tak ada yang bisa penulis berikan selain do a semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang terbaik buat kita semua. Penulis menyadari dalam karya ilmiah ini belum sepenuhnya sempurna sehingga diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya. Amien Bogor, Agustus 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radiasi Surya dan Radiasi Permukaan Interaksi Radiasi dengan Kanopi Tanaman Leaf Area Index (LAI) Perhitungan atau Pendugaan LAI Perhtungan LAI dengan Hemiview Pendugaan LAI dengan Hukum Beer - Lambert Konsep Dasar Penginderaan Jauh Perkembangan Penginderaan Jauh Satelit Karakteristik Satelit Landsat ETM III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pengolahan Awal Data Citra Satelit Estimasi Suhu Permukaan Neraca Energi Permukaan Nilai Sifat Optikal Kanopi Leaf Area Index (LAI) Perbaikan dan Penggabungan Data Validasi Nilai LAI... 11

9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rancangan LAI dengan Metode Neraca Energi Pengolahan Awal Data Citra Satelt Analisis Citra Dasar Pengambilan Area Studi Klasifikasi Penutup Lahan Distribusi Spasial Suhu Permukaan Distribusi Spasial Komponen Neraca Energi Albedo Radiasi Netto Sifat Optikal Kanopi Refleksivitas (ρ) Emisivitas (ε) Absorbsi (α) Transmisivitas (τ) Leaf Area Index (LAI) Data Lapangan Leaf Area Index (LAI) Hasil Pendugaan Penggabungan dan Validasi Data LAI V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA... 25

10 DAFTAR TABEL No. Judul Halaman 1. Sifat optik daun segar dalam PAR dan NIR Kisaran LAI pada hutan tropis Beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan penginderaan jauh Beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer- Lambert Parameter perhitungan albedo Klasifikasi penutupan lahan di Kabupaten Bungo pada tahun Kisaran nilai suhu permukaan ( o C) tiap penutup lahan Kisaran nilai albedo (unitless) tiap penutup lahan Kisaran nilai komponen radiasi netto (Wm -2 ) tiap penutup lahan Kisaran nilai R S, R L, dan Rn (Wm -2 ) tiap penutup lahan Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan ( o C), Albedo (unitless), dan Rn (Wm -2 ) tiap penutup lahan Konstanta emisivitas (unitless), Iρ (Wm -2 ), Iε (Wm -2 ), dan Iτ (Wm -2 ) tiap penutup lahan Sebaran nilai LAI hasil pengukuran di lapangan (unitless) Sebaran nilai rata-rata LAI (unitless) Sebaran nilai LAI hasil pendugaan dan pengukuran di lapangan (unitless)

11 DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 1. Keseimbangan radiasi dalam sebuah daun segar Proses klasifikasi unsupervised Rancang model LAI dengan metode neraca energi Peta citra satelit Landsat ETM+ Kabupaten Bungo tahun 2002 pada kombinasi Peta klasifikasi penutupan lahan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun Peta sebaran suhu permukaan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun Peta sebaran albedo Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun Peta sebaran radiasi netto Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun Peta sebaran LAI hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur Kabupaten Bungo Provinsi Jambi tahun Peta LAI dengan spektral band 5 sebagai variabel penduga Boxplot LAI hutan alam hasil pendugaan dan pengukuran langsung di lapangan Boxplot LAI agroforest karet hasil pendugaan dan pengukuran langsung di lapangan Boxplot LAI karet monokultur hasil pendugaan dan pengukuran langsung di lapangan Boxplot LAI pendugaan di lahan bervegetasi dan pengukuran langsung di lapangan... 23

12 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Data LAI hasil pengukuran langsung di lapangan Korelasi antara LAI penduga dengan LAI lapangan Karakteristik dan kegunaan umum masing-masing kanal dari Landsat ETM Status seri Landsat Daftar istilah Analisis sumber kesalahan Daftar simbol dan singkatan Peta administrasi Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi... 34

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapasitas tanaman dalam mengintersepsi radiasi matahari ditentukan oleh indeks luas daun (leaf area index atau LAI), yaitu luas helai daun per satuan luas permukaan tanah. Semakin besar LAI maka semakin besar pula radiasi surya yang dapat diintersepsi untuk dimanfaatkan oleh tumbuhan. Pengukuran LAI secara konvensional didasarkan pada nisbah antara luas daun dengan luas bidang tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk. Cara tersebut mudah dilakukan untuk komunitas tanaman pertanian, tetapi akan membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang cukup besar bila diaplikasikan pada kawasan hutan ataupun perkebunan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, perhitungan LAI dapat dilakuan secara spasial dengan teknik penginderaan jauh. Estimasi nilai LAI dengan penginderaan jauh diduga dengan respon spektral dari sensor (Curran et al, 1992 ; Peddle et al, 1999). Hasil estimasi tersebut dibandingkan dengan nilai LAI observasi hasil pengukuran dengan alat LAI-2000 plant canopy analyzer (PCA), sunfleck ceptometer, ataupun dengan hemispherical photography. Prinsip kerja alat tersebut didasarkan pada hukum Beer-Lambert. Estimasi nilai LAI juga didukung oleh pendekatan normalized difference vegetation index (NDVI). Sebagian besar pendugaan LAI dengan pendekatan NDVI dilakukan untuk jenis tanaman semi-arid dan tanaman pertanian yang memiliki penutupan kanopi kurang dari 100%. Namun pendekatan NDVI kurang sensitif dalam menduga nilai LAI pada lahan bervegetasi yang memiliki kondisi penutupan kanopi yang berbeda-beda (Chen, 1999; Turner et al, 1999). Dalam penelitian ini, perhitungan LAI dilakukan dengan menggunakan metode neraca energi yang diestimasi dari citra satelit Landsat ETM+ dan pendekatan hukum Beer-Lambert. Untuk menguji keakuratan nilai LAI dengan metode tersebut, maka dilakukan pengujian pada tiga ekosistem yang berbeda, yaitu; hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur yang terdapat di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Hasil akhir LAI akan divalidasi dengan data LAI hasil pengukuran langsung di lapang (data LAI observasi) Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menyusun metode perhitungan refleksi, absorbsi, dan transmisi radiasi pada permukaan lahan bervegetasi menggunakan citra satelit Landsat ETM+. 2. Menyusun metode perhitungan LAI dengan pendekatan neraca energi dari data citra satelit Landsat ETM+. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radiasi Surya dan Radiasi Permukaan Menurut Handoko (1993), permukaan matahari dengan suhu sekitar 6000 K akan memancarkan radiasi sebesar 73, 5 juta Wm -2. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer ratarata 1360 Wm -2, hanya sekitar 50% yang diserap oleh permukaan bumi, 20% diserap oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30% dipantulkan oleh permukaan bumi, awan dan atmosfer. Matahari dapat memancarkan radiasi gelombang pendek sedangkan benda di alam yang mempunyai suhu permukaan lebih besar dari 0 Kelvin (atau -273 o C) dapat memancarkan radiasi gelombang panjang yang nilainya berbanding lurus dengan pangkat empat suhu permukaan benda tersebut (Hukum Stefan-Bolzman). Sebagian dari radiasi matahari akan diserap dan akan dipancarkan lagi dengan gelombang panjang. Hal tersebut menyebabkan adanya neraca energi. Neraca energi merupakan kesetimbangan antara masukan energi dari matahari dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks (Risdiyanto & Rini, 1999). Konsep dari neraca energi adalah jumlah energi yang mengalir antara benda-benda di permukaan, sedangkan selisih antara masukan (input) dan keluaran (output) pada sistem tersebut merupakan energi yang digunakan atau tersimpan. Neraca energi penting dipelajari karena dapat digunakan sebagai penciri kondisi iklim lokal suatu lokasi yang memberikan informasi nilai masingmasing komponen radiasi yang terkonversi menjadi fluks pemanasan laten, fluks

14 2 pemanasan udara dan fluks pemanasan tanah (Syukri, 2004). Energi yang sampai pada suatu permukaan harus sama dengan energi yang meninggalkan permukaan pada waktu yang sama, semua fluks energi harus dipertimbangkan ketika persamaan keseimbangan energi ditentukan (Allen et al, 1998). Selisih antara gelombang pendek dan gelombang panjang yang datang ke permukaan dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang ke luar (hilang) disebut radiasi netto. R n = R S - R S + R L - R L...(1) Sebagian dari radiasi gelombang pendek ada yang dipantulkan dan ada juga yang diserap atau diteruskan. Seberapa besar energi pantulannya tergantung pada albedo (α) permukaannya. Albedo (α) yaitu nisbah antara radiasi pantulan dan radiasi datang (Risdiyanto & Rini, 1999). Nilai albedo untuk vegetasi sangat beragam. Keragaman nilai albedo pada vegetasi tersebut dapat disebabkan oleh tipe vegetasi, warna vegetasi, geometri kanopi, kandungan kelembaban, persen permukaan yang tertutup oleh vegetasi, ukuran dan luas daun, dan tahap (fase) pertumbuhan tanaman. Selain itu, nilai albedo juga sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut datang matahari dan panjang gelombang (Geiger et al, 1961). Radiasi gelombang panjang yang datang berasal dari radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul atmosfer dan radiasi gelombang panjang yang keluar berasal dari pancaran bumi, sehingga (Risdiyanto & Rini, 1999) : R n = (1- α)r S + R L - R L... (2) Rs dapat merupakan radiasi langsung (Q) dan radiasi baur (q) (Risdiyanto & Rini, 1999) : Rn = (Q + q) α(q + q) + R L - εσt 4...(3) Radiasi gelombang pendek (Rs) bernilai nol pada malam hari sehingga radiasi netto (Rn) bernilai negatif. Pada siang hari, Rs jauh lebih besar dari R L sehingga Rn bernilai positif. Radiasi netto yang positif ini akan digunakan sebagai energi untuk memanaskan udara, penguapan, memanaskan permukaan, dan kurang dari 5% untuk fotosintesis. Persamaan untuk menjelaskan fluks energi tersebut adalah (Handoko, 1993): Rn = H + λ E + G + P...(4) H adalah fluks radiasi pemanasan udara (Wm -2 ), λe adalah fluks radiasi penguapan (Wm -2 ), G merupakan fluks radiasi pemanasan permukaan (Wm -2 ), sedangkan P merupakan fluks radiasi fotosintesis (Wm -2 ) Interaksi Radiasi dengan Kanopi Tanaman Kanopi tanaman memiliki tiga sifat optikal, tiga sifat optikal tersebut adalah refleksivitas (ρ) yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang direfleksikan oleh unit indeks luas daun atau kanopi, transmisivitas (τ) yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi yang ditransmisikan oleh unit indeks luas daun, dan absorbsivitas (α) yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun (Impron, 1999). Dalam komunitas tumbuhan akan terjadi transmisi dan refleksi yang besarnya tergantung pada sudut datang radiasi surya (Monteith, 1972). Koefisien refleksi dan transmisi untuk sudut datang 0 50 o hampir konstan. Dengan semakin besar sudut datang radiasi surya maka koefisien refleksi akan meningkat dan koefisien transmisi akan menurun, perubahan tersebut bersifat komplementer sehingga secara keseluruhan nilai absorbsi yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis besarnya relatif konstan. Radiasi surya yang sampai di permukaan kanopi tanaman ± 85% akan diserap dan kurang dari 10% akan dipantulkan. Sedangkan bagian yang tidak diintersepsi akan diteruskan atau ditransmisikan ke bagian bawah kanopi sebesar 5%. Proses penyerapan, pemantulan dan penerusan radiasi pada areal tanaman akan menyebabkan terjadinya perubahan spektrum dari radiasi surya di puncak, tengah dan dasar kanopi. Keadaan ini mempunyai implikasi penting untuk tanaman yang tumbuh di bawah kanopi yang tebal. Faktor yang mempengaruhi penetrasi radiasi surya ke dalam tajuk meliputi sudut berdirinya daun, sifat permukaan daun, ketebalan daun (transmisi radiasi), ukuran daun, elevasi matahari serta proporsi dari radiasi langsung dan baur tajuk tanaman (June, 1993). Dalam suatu vegetasi, bila indeks pantulan yang terjadi adalah (ρ), indeks transmisi (τ), dan indeks absorbsi (α), maka keseimbangan radiasi yang terjadi adalah sebagai berikut (Impron, 1999) : ρ + τ + α = 100%...(5)

15 3 Kesetimbangan energi radiasi dalam sebuah daun segar dapat dilihat pada Gambar 1. DAUN Gambar 1. Keseimbangan radiasi dalam sebuah daun segar Besaran koefisien pemantulan, transmisi, pemancaran, dan absorbsi PAR dan NIR untuk sebuah daun segar terdapat dalam Tabel 1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai pemantulan dan transmisi pada NIR lebih besar dibanding PAR sedangkan nilai absorbsi PAR jauh lebih besar dibandingkan pada NIR. Tabel 1. Sifat optik daun segar dalam PAR dan NIR Proses PAR NIR Gel. Pendek Pemantulan Transmisi Pemencaran Absorbsi Sumber : Ross (1975) Koefesien pemadaman (extinction coeficient) tajuk tanaman menggambarkan besarnya kemampuan tajuk dalam mengintersepsi radiasi yang melewati tajuk tanaman, mulai dari puncak tajuk menuju permukaan tanah (June, 1993). Distribusi cahaya dalam kanopi tanaman merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman dan efisiensi konversi penerimaan radiasi menjadi bahan kering (June, 1993). Koefisien pemadaman dapat menjelaskan bagaimana hubungan karakteristik kanopi tanaman dan intersepsi radiasi. Menurut Monteith (1975), koefisien pemadaman memberikan hubungan terbalik dengan kandungan klorofil persatuan luas daun dan berkurang dengan bertambahnya refleksivitas daun. Nilai koefisien pemadaman (k) bergantung pada spesies, tipe tegakan, dan distribusi daun. Nilai k kurang dari 1 terdapat pada kondisi dedaunan yang tidak horizontal atau distrisbusi daun tidak merata (merumpun). Sementara nilai k lebih dari 1 terdapat pada distribusi daun yang tersebar merata (June, 1993) Leaf Area Index (LAI) i τ α ρ Leaf area index (LAI) didefinisikan sebagai nisbah antara luas daun dengan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk (Nemani dan Running 1998). Konsep LAI telah lama dikembangkan sebagai salah satu penentu hasil maksimal suatu tanaman. Nilai LAI bervariasi dari hari ke hari sebagai akibat dari variasi pola radiasi surya harian dan bervariasi dari musim ke musim sebagai akibat perubahan kanopi, area tumbuh, dan guguran daun (Hadipoentyanti et al, 1994). LAI merupakan salah satu indikator untuk menentukan intensitas radiasi yang dapat diserap oleh tanaman untuk proses fotosintesis. LAI juga sebagai peubah struktur tunggal yang banyak digunakan untuk menghitung karakteristik pertukaran energi dan massa pada sebuah ekosistem terestrial seperti intersepsi, transpirasi, fotosintesis netto dan asimilasi kanopi (Villalobos et al, 1995). Di samping itu, LAI juga digunakan untuk menduga evapotranspirasi dan produktivitas primer bersih. Kedua nilai dugaan tersebut secara langsung berhubungan dengan perubahan iklim dan siklus karbon global (Syukri, 1997). Terdapat dua kegunaan nilai LAI untuk kawasan hutan, pertama dapat digunakan untuk menduga pertukaran bahang pada tipe hutan tertentu, dan kedua menentukan hubungan antara karakteristik fisik lingkungan dengan arsitektur tajuk hutan. Turner et al (1999) dalam studi yang dilakukan pada berbagai tipe vegetasi hutan tropis dan areal tanaman (kebun) dengan menggunakan metode perhitungan langsung di lapang, memperoleh kisaran nilai LAI seperti Tabel 2. Tabel 2. Kisaran LAI (unitless) pada hutan tropis Tipe Vegetasi Kisaran LAI Hutan bervegetasi rendah terbakar Hutan bervegetasi rendah Hutan alami primer Hutan konifer Kebun Hutan konifer (muda) Hutan konifer (tua) Sumber : Turner et al (1999) 2.4. Perhitungan atau Pendugaan LAI Pengukuran LAI secara langsung untuk kawasan hutan ataupun perkebunan relatif sukar dilakukan. Pengrusakan pada pohon dan dedaunannya yang berukuran besar pada lahan yang luas sangat sukar dilakukan. Kegiatan ini

16 4 juga membutuhkan biaya yang cukup besar. Keisuke Saito et al (2001) Oleh karena itu, perlu digunakan teknik pengukuran LAI secara tidak langsung yang lebih cepat, mendekati kondisi sebenarnya, dan relatif murah. Semua metode pengukuran LAI secara tidak langsung memang baik untuk kanopi yang homogen, tetapi memiliki galat jika diterapkan pada hutan dengan gap yang besar (Villalobos et al, 1995). Ada banyak metode dan alat yang telah dikembangkan untuk menduga nilai LAI, antara lain metode pengukuran LAI dengan menggunakan alat LAI-2000 plant canopy analyzer (PCA), sunfleck ceptometer, dan hemispherical photography. Prinsip kerja alat dan hasil estimasi tersebut dibandingkan Peneliti Judul/Tema Metode Estimates of LAI for forest management in Okutama. R.B. Myneni, S et al (2002) S. N. Burrows et al (2002) Peng Gong et al (2003) Djumhaer, M (2003) K. S. Lee et al (2003) Global products of vegetation leaf area and fraction absorbed PAR from year one of modis data. Application of geostatistics to characterize leaf area index (LAI) from flux tower to landscape scales using a cyclic sampling design. Estimation of forest leaf area index using vegetation indices derived from hyperion hyperspectral data. Pendugaan leaf area index dan luas bidang tegakan menggunakan landsat 7 ETM+. Remote sensing estimation of forest LAI in close canopy situation. Mengestimasi LAI melalui citra satelit dengan cara membuat korelasi antara nilai LAI yang diperoleh dengan fisheye lens camera pada tajuk hutan dengan nilai NDVI. Menghitung nilai LAI dan PAR dari data citra satelit MODIS dengan pendekatan NDVI. Mengestimasi LAI dari data tower dan melakukan korelasi dengan nilai NDVI. Menduga LAI dengan melakukan analisa korelasi antara nilai LAI hasil perhitungan alat LAI-2000 Plant Canopy Analyzer (PCA) dengan nilai NDVI hasil pendugaan citra satelit Landsat TM. Membuat suatu model pendugaan LAI dengan cara melakukan analisa korelasi antara nilai LAI hasil pengukuran Hemiphot dengan nilai NDVI. Menghitung LAI dengan alat Li-Cor LAI 2000 dan membandingkan nilai LAI tersebut dengan spektral reflektan dari sampel vegetasi (portable spectro radiometer) dan membandingkannya juga dengan NDVI. dengan LAI hasil observasi (Curran et al, 1992 ; Peddle et al, 1999). Pendugaan LAI tersebut sebagian besar dilakukan dengan metode pendekatan indeks vegetasi yang divalidasi dengan nilai LAI hasil pengukuran langsung di lapang. Indeks vegetasi merupakan transformasi data penginderaan jauh yang dirancang untuk mempertajam variasi kerapatan vegetasi hijau (presentasi liputan, biomassa, leaf area index atau penutupan oleh kanopi) dengan mengurangi sumber-sumber variasi spektral lain, yaitu ; jenis tanah, kelembaban tanah (Jensen, 1973). Tabel 3 memberikan informasi tentang beberapa daftar Tabel 3. Beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan penginderaan jauh Sumber : TEEAL - IPB tersebut didasarkan pada pendekatan secara optikal melalui hukum Beer-Lambert. Sedangkan pendugaan LAI dengan menggunakan teknik allometri didasarkan pada pengambilan parameter pertumbuhan tanaman, seperti tinggi dan diameter pohon (Syukri, 1997). Estimasi nilai LAI dengan penginderaan jauh diduga dengan respon spektral dari sensor penelitian LAI dengan pendekatan penginderaan jauh Perhitungan LAI dengan Hemiview Hemispherical photograph (hemiphot) atau disebut juga hemiview merupakan salah satu teknik yang banyak digunakan untuk mengamati ekosistem hutan, misalnya mengetahui karakteristik kanopi tanaman,

17 5 distribusi spasial maupun temporal cahaya di Peneliti Judul/Tema Metode Marters SN Estimation of tree canopy leaf area index Menduga nilai LAI dengan et al (1993) by gap analysis. pendekatan hukum Beer-Lambert. Vose JM et al (1995) Whitford KR et al (1995) Jing M, Chen (1996) Levy PE, Jarvis DG (1999) Foroutan Pour K et al (2001) Vertical leaf area distribution, light transmittance, and application of the Beer-Lambert law in four mature hard wood stands in the southern appalachians. Measuring leaf area index in a sparse eucalypt forest : a comparison of estimates from direct measurement hemispherical photography, sunlight transmittance, and allometric regression Optically based methods for measuring seasonal variation of leaf area index in boreal conifer stands. Direct and indirect measurement of LAI in millet and fallow vegetation in Hapex- Sahol. Inclusion of the fractal dimension of leafless plant structure in the Beer- Lambert law. Menduga nilai LAI dan komponen nilai LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert. Menduga nilai LAI hasil pengukuran dengan alat Hemispherical Photography, Sunlight Transmittance, dan allometrik. Menduga nilai LAI dengan alat LAI-2000 Plant Canopy Analyzer (PCA). Membuat suatu model pendugaan LAI hasil korelasi antara LAI lapangan (LAI-2000 Plant Canopy Analyzer) dengan LAI dugaan (Hemispherical Photography). Menduga nilai LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert dan dimensi fraktal. Davit (2002) Pendugaan indeks luas daun dengan Membuat suatu model pendugaan pendekatan nilai albedo dan perhitungan LAI dengan cara melakukan radiasi permukaan berdasarkan fungsi analisa korelasi antara nilai albedo umur tanaman padi. dengan LAI hasil pengukuran di lapangan. bawah kanopi hutan dengan menggunakan lensa kamera yang mendekati atau sama 2.6. Pendugaan LAI dengan Hukum Beer- Lambert. dengan 180 o (Azhima, 2001). Hasil foto Pendugaan LAI dengan pendekatan hukum tersebut memungkinkan diadakannya analisis Beer-Lambert juga dikenal sebagai pendekatan terhadap bagian-bagian yang tertutup oleh optik. Pendekatan ini membandingkan kanopi maupun bagian yang terbuka (langit). Berdasarkan kemampuan ini, hemiphot dapat digunakan untuk menghitung radiasi sinar intensitas radiasi surya pada dua ketinggian yang berbeda dan menunjukkan kemampuan penetrasi di dalam tajuk tumbuhan yang matahari dan karakteristik tajuk seperti indeks merupakan fungsi ketinggian tajuk dan luas daun (Djumhaer, 2003). Persamaan LAI dalam Hemiview menduga setengah dari total permukaan setengah dari total permukaan daun per unit areal permukan dasar, yang merupakan konversi dari hukum dinyatakan dalam akumulasi indeks luas daun. Menurut Monski dan Saeki (1953) dalam Rosenberg et al (1983) hukum Beer-Lambert mengasumsikan bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen, semua radiasi yang datang langsung Tabel 4. Beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert Sumber : TEEAL - IPB Beer Lambert (Rich et al, 1999 dalam Djumhaer, 2003) yang menyatakan : G(ө) = e K(ө). L...(6) Keterangan : G = Luas permukaan langit yang tampak (gap fraction) K(ө) = Koefisien sudut ө L = LAI ө = Sudut zenith yang besarnya = 45 o mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik, dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan. Asumsi tersebut memang sukar dipenuhi karena adanya sifat tajuk tumbuhan yang heterogen secara alami. Beberapa hal lain yang tidak dapat memenuhi asumsi tersebut adalah cahaya yang dipantulkan dan dipancarkan relatif sama dengan cahaya yang diserap oleh daun, sedangkan pada kenyataannya kualitas cahaya berubah - ubah dan terjadi sun fleks. Tabel 4

18 6 memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai sebuah objek, area atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari alat yang tidak bersentuhan langsung dengan objek, area atau fenomena yang sedang diamati (Lillesand & Kiefer, 1997). Prinsip dasar penginderaan jauh adalah perekaman informasi dengan menggunakan matahari dan sumber energi dalam sensor sebagai sumber tenaga. Radiasi yang dipancarkan oleh matahari atau sumber energi lainnya akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi dan atmosfer dalam bentuk reflektansi permukaan. Hasil pantulan tersebut akan direkam oleh sensor satelit. Hasil perekaman tersebut akan digunakan dalam proses pengolahan data untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi. Rentang spektral yang umum digunakan dalam penginderaan jauh untuk merekam sumberdaya yang terdapat di permukaan bumi umumnya berkisar antara μm (mencakup sinar tampak dan infra merah) dan gelombang mikro μm. Penginderaan jauh yang menggunakan gelombang antara μm umumnya disebut dengan penginderaan jauh optik (optical remote sensing). Sementara penginderaan jauh yang dilakukan menggunakan gelombang mikro dikenal dengan penginderaan jauh gelombang mikro (microwave remote sensing) (Djumhaer, 2003) Perkembangan Penginderaan Jauh Satelit Periode penginderaan jauh satelit secara sederhana telah dimulai sejak tahun saat roket V-2 yang diluncurkan dari White Sand Meksico berhasil membawa kamera berukuran kecil yang membuat beberapa gambar bumi dari angkasa luar (Lillesand & Kiefer, 1997). Walaupun berhasil, akan tetapi misi ini belumlah menjadikan penginderaan jauh permukaan bumi sebagai program utama. Era penginderaan jauh sebenarnya baru dimulai pada saat NASA meluncurkan Earth Resources Technology Satellites (ERTS) yang berubah namanya menjadi Landsat pada tahun 1972 (Lillesand & Kiefer, 1997). Sukses ini berlanjut dengan munculnya Landsat-2, Landsat-3, Landsat-4, sampai Landsat-7. Penginderaan jauh satelit termasuk salah satu jenis optical remote sensing yang menggunakan gelombang sinar tampak dan infra merah sebagai sumber energi, dan satelit sebagai platform-nya. Dengan cara ini terjadi penggabungan antara teknologi penginderaan jauh dengan eksplorasi angkasa luar (Lillesand & Kiefer, 1997) Karakteristik Satelit Landsat ETM+ Enhanced Thematical Mapper Plus (ETM+) merupakan sensor yang digunakan oleh Landsat-7 menyusul kegagalan peluncuran Landsat-6 pada tahun Sensor ini dirancang untuk menjaga kontinuitas perekaman dari Landsat-5 TM. Berdasarkan tujuan tersebut, ETM+ ditempatkan di orbit dengan posisi hampir sama dengan Landsat-5 TM. ETM+ memiliki tujuh kanal spektral dan resolusi spasial yang sama dengan TM yaitu 30m x 30m. Kelebihan utama yang dimiliki oleh ETM+ adalah penambahan kanal pankrometrik yang beroprasi pada panjang gelombang μm dengan resolusi spasial 15 x 15 m (Lillesand & Kiefer, 1997). III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung dari Bulan April Juli 2006 di Laboratorium Meteorologi dan Kualitas Udara, Departemen Geofisika Dan Meteorologi FMIPA IPB Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data adalah seperangkat komputer dengan beberapa perangkat lunak sebagai penunjang, yaitu Ms. Office 2003 (Ms. Word 2003, Ms. Excell 2003, Ms. Acces 2003), Arc View GIS 3.3, dan Er Mapper 6.4. Bahan bahan yang digunakan antara lain : a. Citra satelit Landsat 7 ETM+ path row 126/61 tahun 2002 yang diakuisisi 15 Agustus b. Peta administrasi Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi (PPLH-IPB). c. Data penggunaan dan penutup lahan Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi tahun 2003 (ICRAF). d. Data LAI untuk vegetasi hutan alam, agroforest karet, dan LAI perkebunan karet monokultur hasil pengukuran di lapang pada Bulan Juli-Agustus Tahun 2002 di Kab. Bungo-Provinsi Jambi (Djumhaer, 2003) Metode Penelitian

19 7 Langkah pertama yang dilakukan adalah penentuan daerah studi penelitian, pemrosesan awal citra satelit yang meliputi : import data citra, koreksi radiometrik, image enhachment, dan klasifikasi penutup lahan dengan teknik klasifikasi tidak terbimbing. Selanjutnya dilakukan ekstraksi dari band 6 untuk mendapatkan informasi nilai suhu permukaan. Sedangkan informasi nilai albedo dan energi radiasi gelombang pendek diekstraksi dari band 1, 2, dan 3. Langkah kedua yang dilakukan adalah mengekstraksi dan menganalisis lebih lanjut untuk menentukan nilai salah satu komponen neraca energi yaitu Rn dan nilai sifat optikal kanopi (refleksivitas, absorbsivitas, dan transmisivitas). Nilai komponen neraca energi dan nilai sifat optikal kanopi yang telah didapatkan kemudian diekstraksi untuk mendapatkan nilai LAI melalui persamaan hukum Beer-Lambert Pengolahan Awal Data Citra Satelit Pengambilan Area Studi Pengambilan area studi (Cropping data) bertujuan untuk mengefisienkan besarnya citra satelit yang akan diolah. Cropping data juga dapat mengefisienkan penggunaan ruang media penyimpan data (hard disk) serta memori pengolah data (komputer). Metode yang digunakan adalah metode sub-sampling image dengan memotong area studi yaitu dari data citra satelit Landsat ETM+ path/row : 126/61, dilakukan cropping dengan data vector Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi yang secara geografis terletak pada 1 o 08' 1 o 55' LS dan 101 o 27' 102 o 30' BT dengan menggunakan perangkat lunak analisis citra. Analisis Citra Dasar Koreksi geometrik dilakukan untuk meminimalisasi error atau kesalahan geometri dari citra satelit yang terdistorsi karena perbedaan sistem koordinat dan datum. Koreksi geometrik dilakukan dengan bantuan data vektor untuk area studi. Citra satelit Landsat ETM+ (format data GEOTIFF) yang digunakan dalam penelitian ini sudah tidak perlu dikoreksi geometrik lagi karena secara otomatis sudah terkoreksi ketika satelit Landsat ETM+ tersebut merekam objek kajian. Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan error atau kesalahan nilai spektral citra satelit yang disebabkan oleh proses penyerapan, penghamburan dan pemantulan di atmosfer selama proses akuisasi citra satelit. Koreksi radiometrik dilakukan dengan metode Histogram Manually Adjudment Technique. Metode ini termasuk sederhana, karena dilakukan dengan hanya melihat histogram setiap band secara independen. Dari histogram tersebut dapat diketahui nilai piksel terendah dari setiap band. Selain melakukan proses koreksi radiometrik dan koreksi geometrik, dalam analisis citra dasar juga dilakukan proses penajaman citra (Image Enhachement). Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra akan terlihat lebih tajam atau kontras. Hal ini akan memudahkan interpretasi secara visual untuk suatu tujuan tertentu. beberapa teknik penajaman citra yang akan dilakukan, antara lain penajaman kontras, pembuatan warna semu (pseudocolour), penapisan (filtering). Klasifikasi Penutup Lahan Pada penelitian ini, proses klasifikasi penutup lahan dengan menggunakan citra satelit Landsat ETM+ menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification). Sistem pengklasifikasian ini lebih banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel dan membaginya ke sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai DN (Digital Number) pada citra. Metode ini sangat bermanfaat dan efisien dalam menyajikan ruang yang relatif homogen. Sumber : Harry et al (2002). Gambar 2. Proses Klasifikasi Unsupervised. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi ini adalah kelas spektral. Kelas tersebut didasarkan pada pengelompokan nilai natural spektral citra. Identitas kelas spektral tidak akan diketahui secara dini. Analisis lebih lanjut, hasil klasifikasi harus dibandingkan dengan data rujukan sebagai referensi. Data rujukan yang dipakai pada penelitian ini adalah data spasial penutup dan penggunaan lahan Kabupaten Bungo-Provinsi Jambi, Tahun Estimasi Suhu Permukaan

20 8 Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan, dan pada badan air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Untuk mengestimasi suhu permukaan dari citra satelit Landsat ETM+ digunakan band 6. Band 6 yang memiliki panjang gelombang μm, juga memiliki fungsi sebagai band thermal infrared. Adapun tahap yang dilakukan untuk mendapatkan nilai suhu permukaan adalah sebagai berikut ; Konversi Nilai Digital Number Ke Dalam Nilai Spectral Radiance Suhu kecerahan dihitung dengan menggunakan nilai spectral radiance yang diperoleh dari nilai digital number (USGS, 2002), persamaannya adalah : L λ = Gain * QCAL + Offset...(7) Atau : LMAX λ - LMIN λ L= λ QCALMAX-QCALMIN...(8) QCAL-QCALMIN + LMIN Dimana : L λ QCAL LMIN LMAX ( ) = Spectral radiance pada kanal ke i (Wm -2 sr -1 μm -1 ) = Nilai digital number kanal ke i = Nilai minimum spectral radiance kanal ke i = Nilai maximum spectral radiance kanal ke i QCALMIN = Minimum pixel value QCALMAX = Maximum pixel value (255) Konversi Nilai Spectral Radiance (L λ ) Ke Dalam Brightness Temperature (T B ) Persamaan yang digunakan mengikuti hubungan yang sama dengan persamaan Planck dengan dua konstanta kalibrasi. Konstanta kalibrasi data citra Landsat ETM+ untuk nilai K 1 = Wm -2 sr -1 μm -1 dan K 2 = K (USGS, 2002). K (9) T B = K 1 ln + 1 L λ Di dalam software Er-Mapper formula yang digunakan untuk mengestimasi brightness temperature (T B ) didasarkan pada persamaan λ (7) dan (8) di atas, ekspresi formulanya adalah sebagai berikut (USGS, 2002) ; T B = ( /log ( ) / (17.04/255) *i1))) (10) Koreksi Emisivitas Untuk mendapatkan suhu permukaan dari citra Landsat ETM+, perlu dikoreksi dengan emisivitas benda melalui persamaan (Weng, 2001) : Ts T s( koreksi ) = λts 1+ lnε Dimana :...(11) T s = Suhu permukaan yang terkoreksi (K) λ = Panjang gelombang radiasi emisi (11.5 µm) = hc/ σ (1.438 x 10-2 mk) h = Konstanta Planck's (6.26x10-34 J sec) c = Kecepatan cahaya (2.998 x 10 8 m sec -1 ) ε = Emisivitas objek σ = Konstanta Stefan -Boltzman Nilai emisivitas untuk lahan non vegetasi yaitu sekitar 0.92, untuk lahan vegetasi sekitar 0.95, dan nilai emisivitas untuk air sekitar 0.98 (Weng, 2001) Neraca Energi Permukaan Komponen neraca energi terdiri dari albedo, radiasi netto, fluks pemanasan permukaan (G), fluks pemanasan udara (H), fluks pemanasan laten ( λ E), dan fluks radiasi untuk fotosintesis tumbuhan. Namun dalam penelitian ini hanya mengkaji albedo dan komponen radiasi netto saja, karena kedua informasi nilai tersebutlah yang diperlukan untuk menduga nilai LAI. Radiasi Gelombang Pendek dan Albedo Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan, dapat diduga dari sensor satelit yang menerima kisaran panjang gelombang pendek. Pada citra satelit Landsat kisaran panjang gelombang pendek diterima oleh kanal visible (1, 2 dan 3). Persamaan yang digunakan mengikuti persamaan (7), dengan nilai QCAL, LMIN dan LMAX untuk band 1, 2, dan 3. Nilai spektral radiance untuk kanal 1, 2, dan 3 adalah sebagai berikut (Khomarudin, 2005) : Kanal 1 ; low gain ; L λ = 1.17 DN 6.2 high gain ; L λ = DN 6.2

21 9 Kanal 2 ; low gain ; L λ = DN 6.4 high gain ; L λ = DN 6.4 Kanal 3 ; low gain ; L λ = DN 5 high gain ; L λ = DN 5 Albedo (α) merupakan perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan. Energi yang dipantulkan oleh suatu permukaan memiliki panjang gelombang yang pendek, sehingga sensor yang digunakan untuk menghitung albedo adalah sensor yang menerima panjang gelombang pendek. Pendugaan albedo dari citra Landsat dalam USGS (2002) dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti ; jarak astronomi bumimatahari (d), rata-rata nilai solar spectral irradiance pada kanal tertentu (ESUN λ ), spektral radiance (L λ ), dan sudut zenith matahari (Cos Ө), yang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (USGS, 2002) : 2 π. Lλ. d α =...(12) ESUN. Cosθ λ Tabel 5. Parameter perhitungan albedo Parameter Band 1 Band 2 Band 3 Sudut elevasi 58 o o o 32 matahari Irradiasi matahari Jarak bumi ke matahari Sumber : USGS (2002) Untuk menghitung nilai d 2 perlu diketahui JD (julian Day) artinya jumlah hari dalam satu tahun yang dihitung dari tanggal 1 Januari sampai tanggal akuisisi data citra satelit pada tahun yang bersangkutan. Persaman yang digunakan (Hermawan, 2005) : d 2 = ( Cos( (JD-4))) 2...(13) Bila nilai albedo dan jumlah energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukan telah diestimasi dari data satelit, maka besarnya radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan dapat diperoleh dengan persamaan (USGS, 2002) : R s = R s α (14) Konversi Satuan Satuan energi radiasi surya yang digunakan adalah Wm -2. Satuan tersebut menggambarkan satuan radiasi surya sesaat (kerapatan fluks) yang berhasil direkam oleh citra satelit Landsat dalam waktu sesaat. Namun satuan untuk total energi radiasi gelombang pendek hasil estimasi dengan penginderaan jauh masih dinyatakan dalam satuan Wm -2 steradian -1 μm -1. Satuan tersebut menyatakan laju perpindahan energi (W, Watts) yang terekam oleh sensor per m -2 luas permukaan, untuk 1 steradian (sudut tiga dimensi dari sebuah titik di permukaan bumi ke sensor satelit) per unit panjang gelombang dalam satu kali pengukuran. Agar nilai energi radiasi surya hasil estimasi penginderaan jauh bisa dilakukan perhitungan lebih lanjut dengan parameter lainnya, maka harus dilakukan konversi dari Wm -2 steradian -1 μm -1 menjadi satuan energi Wm -2. Untuk mengembalikan nilai menjadi radiasi yang tidak tergantung pada sifat lengkung permukaan bumi, maka nilai radiasi merupakan fungsi dari nilai irradians yang terbebas dari besaran arah (radiasi isotropic). Fungsi perhitungan adalah integral terhadap dω yang menghasilkan persamaan berikut (Hermawan, 2005) : E = πd 2....(15) Dimana : π = 3.14 d 2 = Jarak bumi matahari dalam satuan astronomi Untuk menghilangkan unsur panjang gelombang (μm -1 ) maka perlu dikalikan dengan nilai tengah panjang gelombang dari masing - masing kanal. Radiasi Gelombang Panjang Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh permukaan bumi dapat diturunkan dari persamaan Stefan-Boltzman, dimana ε = emisivitas, σ =Tetapan Stefanboltzman (5.67x10-8 Wm -2 K -4 ) dan Ts merupakan suhu permukaan objek (K). R = L 4 εσ......(16) T S

22 10 Radiasi gelombang panjang yang datang sangat kecil bila dibandingkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Karena data citra satelit Landsat ETM+ yang diperoleh untuk penelitian ini tidak memiliki penutupan awan, sehingga besarnya radiasi matahari yang diemisikan dari awan sangat kecil. Untuk nilai radiasi gelombang panjang, hanya diambil nilai radiasi gelombang panjang yang dipancarkan dari permukan bumi Nilai Sifat Optikal Kanopi Nilai sifat optikal kanopi terdiri dari nilai refleksivitas kanopi, absorbsivitas kanopi, dan transmisivitas kanopi. Refleksivitas (ρ) Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa nilai energi yang direfleksikan dari permukaan suatu objek diperoleh dengan pendekatan albedo permukaan. Dimana besarnya nilai energi radiasi yang direfleksikan ekivalen dengan energi radiasi surya gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan suatu objek. Emisivitas (ε ) Absorbsi (α) Hukum Kirchhoff dalam ilmu perpindahan panas menyatakan bahwa untuk setiap permukaan, harga angka penyerapannya (absorbsi) sama dengan angka emisi pada suhu dan panjang gelombang yang sama (Jensen, 2000). Dengan kata lain hukum Kirchhoff menyatakan bahwa nilai absorbsivitas radiasi pada suatu permukaan sama dengan nilai emisivitas radiasinya. Pendekatan hukum kirchhoff digunakan untuk mengestimasi nilai emisi radiasi dari tiga penutup lahan yang berbeda, yaitu hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur pada lokasi kajian. Persamaan yang digunakan adalah (Impron, 1999) : Iε = ε * Rs... (17) Dimana Iε merupakan besarnya energi radiasi matahari yang diemisikan, nilai ε merupakan konstanta emisivitas untuk masing-masing penutup lahan, dan Rs merupakan nilai radiasi gelombang pendek. Transmisivitas (τ ) Setelah mendapatkan nilai radiasi yang diemisi melalui pendekatan hukum Kirchhoff, maka nilai transmisivitas (τ ) dapat diperoleh dari pendekatan dasar hukum kekekalan energi, yaitu (Impron, 1999) : ρ + τ + α = 1...(18) Sedangkan untuk mendapatkan nilai radiasi matahari yang ditransmisikan oleh suatu permukaan (Iτ), menggunakan persamaan di bawah ini : Iτ = Rs - Iρ Iε...(19) Leaf Area Index (LAI) Pendugaan LAI dilakukan pada tiga penutup lahan, yaitu ; hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan monokultur karet. Hasil dugaan LAI akan divalidasi dengan data LAI hasil observasi. Leaf Area Index (LAI) dapat dihitung melalui hukum Beer atau disebut juga hukum Beer-Lambert atau hukum Beer- Lambert-Bouguer. Prinsip kerja hukum Beer- Lambert adalah hubungan empiris dari cahaya yang meradiasi sebuah optik (permukaan homogen) dan optik tersebut menyerap serta meneruskan radiasi dari cahaya tersebut. Berdasarkan prinsip kerja hukum Beer- Lambert tersebut maka dapat dilakukan suatu analogi, yaitu pancaran radiasi surya yang sampai pada permukaan kanopi tumbuhan yang bersifat homogen (hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur) diserap (absorbsi) dan diteruskan (transmisi). Asumsi yang digunakan dalam perhitungan LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert diantaranya adalah bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen, semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik, dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan. Dengan mengetahui besarnya radiasi surya di permukaan kanopi dan radiasi pada lapisan dengan ketinggian tertentu dalam kanopi serta nilai dari suatu koefisien pemadaman, maka dapat diketahui besarnya suatu nilai LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert. Persamaan hukum Beer-Lambert adalah (Pierce and Running, 1988) : klai I = Io e I Ln = k. LAI lo l LAI (( Ln ) / ( k)) lo =... (20) Dimana : I = Radiasi yang ditransmisikan oleh suatu kanopi I 0 = Radiasi di permukaan kanopi k = Koefisien pemadaman LAI = Leaf area index

23 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara 0,3 0,5 untuk daun vertikal serta 0,7 1,0 untuk daun horizontal (June, 1993) dan dalam penelitian ini nilai koefisien pemadaman yang digunakan adalah Perbaikan dan Penggabungan Data Pada saat data lapangan dan data penginderaan jauh digabungkan perlu diadakan perbaikan data. Metode ini dilakukan karena pada penentuan titik di citra digital, data memiliki kekurangan yaitu adanya penyimpangan yang disebabkan adanya distorsi geometrik. Metode yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan tersebut adalah dengan cara menggunakan metode 9 piksel di sekitar piksel contoh. Hal ini dilakukan karena penyimpangan yang terjadi tidak sistematis atau menyimpang acak Validasi Nilai LAI Validasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara nilai LAI hasil penurunan neraca energi dari citra satelit Landsat ETM+ dengan data LAI hasil pengukuran langsung di lapang. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rancangan Model LAI dengan Metode Neraca Energi Band 1, 2, dan 3 Spectral Radiance (L λ ) Data Citra LANDSAT ETM+ [Path/Row : 126/61, Akuisisi 15 Agustus 2002] Koreksi Radiometrik Croping Wilayah Kajian [data vector Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi yang secara geografis terletak pada 1 o 08' 1 o 55' LS dan 101 o 27' 102 o 30' Albedo (α) Band 6 Spectral Radiance (L λ ) Suhu Permukaan (T s) Gambar 3 memberikan informasi tentang diagram alir dari rancangan model LAI dengan metode neraca energi yang diperoleh dari estimasi citra satelit Landsat ETM+ (band 1, 2, 3, dan 6). Berdasarkan rancangan model LAI tersebut maka dapat dilakukan pendugaan nilai LAI untuk penutup lahan bervegetasi Pengolahan Awal Data Citra Satelit Analisis Citra Dasar Dari hasil proses analisis citra dasar, visualisasi citra terlihat lebih baik walaupun tidak ada perbedaan yang mencolok antara citra sebelum dengan citra setelah dilakukan proses koreksi radiometrik. Hal ini disebabkan oleh kondisi citra yang diperoleh untuk wilayah kajian memang tidak tertutup oleh awan (langit dalam kondisi cerah). Namun terdapat perbedaan visualisasi citra yang cukup mencolok setelah dilakukan proses penajaman citra. Hal ini akan memudahkan interpretasi secara visual untuk suatu tujuan tertentu, seperti klasifikasi penutup lahan Pengambilan Area Studi Proses pengambilan area studi menggunakan metode cropping area dengan bantuan perangkat lunak analisis citra (Er-Mapper versi 6.4). Pengambilan area studi dilakukan dengan data vektor lokasi Kabupaten Bungo yang di-overlay dengan data citra satelit Landsat ETM+ path/row : 126/61. Gambar 4 menyajikan citra satelit setelah mengalami analisis citra dasar dan cropping studi area Klasifikasi Penutup Lahan Hasil klasifikasi penutup lahan untuk wilayah Kabupaten Bungo (Gambar 5) pada penelitian ini dibagi menjadi sembilan kelas, yaitu ; hutan alam, agroforest karet, perkebunan karet monokultur, perkebunan Radiasi Gelombang Pendek Yg dipantulkan Radiasi Gelombang Pendek Yang Datang Radiasi Gelombang Panjang Yg dipancarkan

24 kelapa sawit, tumbuhan paku-pakuan, semak belukar, sawah, pemukiman penduduk, dan badan air. Hasil klasifikasi menunjukan bahwa jenis penutup lahan terluas di Kabupaten Bungo didominasi oleh perkebunan kelapa sawit, yaitu seluas hektar atau 22% dari total luas Kabupaten Bungo. Hal ini dikarenakan usaha di bidang perkebunan kelapa sawit menjanjikan keuntungan yang besar sehingga banyak dilakukan usaha ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bungo. Luas area penutup lahan jenis hutan alam hanya 6% ( Ha) dari total luas Kabupaten Bungo. Luas area hutan alam semakin terdesak dengan maraknya kegiatan illegal logging dan pengalihan tata guna lahan 12

25 Gambar 4. Peta citra satelit Landsat ETM+ Kabupaten Bungo tahun 2002 pada kombinasi

26 Gambar 5. Peta klasifikasi penutupan lahan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun

27 14 dari hutan alam menjadi agroforest karet yang luasnya 15.4% ( Ha) dan perkebunan karet monokultur (luas areal 21% atau Ha) yang hak pengelolaannya dimiliki oleh PT. INHUTANI V dan PT. Rimba Raya Indah. Penutup lahan jenis semak belukar, tumbuhan paku-pakuan, dan sawah masingmasing memiliki luasan 13.4% ( Ha), 11.5% ( Ha), dan 7.2% ( ) dari total luas Kabupaten Bungo. Ketiga jenis penutup lahan ini banyak ditemukan di Kecamatan Jujuhan, Muara Bungo, Tanah Sepenggal, dan bagian utara Kecamatan Tanah Tumbuh. Konsentrasi pemukiman penduduk terpadat berdasarkan visualisasi citra Landsat ETM+ terdapat di Kecamatan Muara Bungo (Gambar 4). Hal ini dikarenakan Kecamatan Muara Bungo merupakan Ibukota dari Kabupaten Bungo sehingga roda perekonomian dan pelaksanaan kegiatan administrasi banyak dilakukan di wilayah ini. Luas area pemukiman berdasarkan hasil klasifikasi hanya 3.1% ( Ha) dari total luas Kabupaten Bungo. Sedangkan sungai - sungai yang mengalir di Kabupaten Bungo (Sungai Batang Bungo dengan 35 km, Sungai Batang Tebo dengan panjang 64 km, Sungai Batang Pelepat dengan panjang 37 km, Sungai Batang Jujuhan dengan panjang 14.5 km, Sungai Mangun, dan Sungai Batang Ule) merepresentasikan penutup lahan berupa badan air yang memiliki luasan sekitar 0.4% ( Ha). Tabel 6. Klasifikasi penutup lahan di Kabupaten Bungo pada tahun 2002 Penutup Lahan Luas Area (Ha) Luas Area (%) Hutan alam Agroforest Karet Monokultur Karet P. Kelapa Sawit Semak Belukar T. Paku-Pakuan Sawah Pemukiman Badan Air TOTAL Luasan pada masing-masing penutup lahan di atas tidak sepenuhnya menunjukan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Hasil luasan pada masing-masing penutup lahan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan perhitungan seperti faktor error secara spasial ketika proses klasifikasi penutup lahan dilakukan sehingga perlu dilakukan ground cek ke lapangan. Informasi luasan penutup lahan untuk masing-masing penutup lahan hasil klasifikasi (berdasarkan satuan hektar dan persentase) terdapat pada Tabel Distribusi Spasial Suhu Permukaan Berdasarkan hasil estimasi suhu permukaan di Kabupaten Bungo menggunakan citra Landsat ETM+ yang diakuisisi pada 15 Agustus 2002, suhu permukaan untuk penutup lahan non vegetasi (pemukiman penduduk) mempunyai kisaran suhu permukaan o C dengan suhu rata-rata 29.5 o C. Penutup lahan vegetasi (hutan alam, agroforest karet, perkebunan karet monokultur, perkebunan kelapa sawit, semak belukar, tumbuhan pakupakuan, dan sawah) mempunyai kisaran suhu permukaan o C dengan suhu rata-rata terendah dimiliki oleh penutup lahan hutan alam (23.9 o C) dan tertinggi dimiliki oleh penutup lahan sawah (28.4 o C), sedangkan suhu permukaan untuk badan air berada pada kisaran o C dengan suhu rata-ratanya sebesar 26.9 o C. Tabel 7. Kisaran nilai suhu permukaan ( o C) tiap penutup lahan Penutup Suhu Permukaan ( o C) Lahan Min Max Mean Hutan alam Agroforest Karet Monokultur Karet P. Kelapa Sawit Semak Belukar T. Paku-Pakuan Sawah Pemukiman Badan Air Adanya perbedaan suhu permukaan pada beberapa penutup lahan seperti ditunjukkan oleh Tabel 7 disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya oleh sifat fisik dari masingmasing jenis penutup lahan. Sifat fisik tersebut adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal pada suatu penutup lahan. Tipe penutup lahan non vegetasi memiliki nilai emisivitas dan kapasitas panas jenis rendah, sedangkan konduktivitas thermal-nya tinggi. Hal ini akan menyebabkan suhu permukaannya lebih tinggi.

28 Gambar 6. Peta sebaran suhu permukaan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun

29 Distribusi Spasial Komponen Neraca Energi Komponen neraca energi terdiri dari albedo, radiasi netto, fluks radiasi pemanasan permukaan (G), fluks radiasi pemanasan udara (H), fluks radiasi pemanasan laten ( λ E), dan fluks radiasi untuk proses fotosintesis. Namun dalam penelitian ini hanya mengkaji albedo dan komponen radiasi netto saja, karena kedua informasi nilai tersebutlah yang diperlukan untuk menduga nilai LAI Albedo Albedo (α) merupakan nisbah antara radiasi pantulan dan radiasi yang datang. Dalam penelitian ini, nilai albedo diperoleh dari pengolahan data citra Landsat ETM+ dengan memanfaatkan fungsi dari kanal 1, 2 dan 3. Nilai albedo dari kanal 1, 2, dan 3 dirata-ratakan dan diolah dengan fungsi statistik sehingga diperoleh nilai min, max, dan mean (rata-rata) albedo untuk masing-masing penutup lahan di Kabupaten Bungo. Tabel 8 menunjukkan deskripsi albedo tiap penutup lahan. Penutup lahan pemukiman memiliki albedo sebesar 0.093, sedangkan nilai rata-rata albedo pada penutup lahan bervegetasi berkisar , dan untuk badan air memiliki nilai albedo Tabel 8. Kisaran nilai albedo (unitless) tiap penutup lahan Penutup Albedo (Unitless) Lahan Min Max Mean Hutan alam Agroforest Karet Monokultur Karet P. Kelapa Sawit Semak Belukar T. Paku-Pakuan Sawah Pemukiman Badan Air Hasil olahan citra Landsat ETM+ yang didapatkan secara umum untuk tipe penutup lahan non vegetasi (pemukiman penduduk) mempunyai nilai rataan albedo yang lebih tinggi dibandingkan tipe penutup lahan bervegetasi (hutan alam, agroforest karet, perkebunan karet monokultur, perkebunan kelapa sawit, tumbuhan paku-pakuan, semak belukar, dan sawah). Hal ini disebabkan lebih banyak energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan kembali oleh penutup lahan non vegetasi dibandingkan dengan penutup lahan bervegetasi, akan tetapi kedua nilai albedo untuk lahan non vegetasi dan lahan bervegetasi memiliki nilai albedo di bawah nilai albedo untuk jenis penutup lahan berupa badan air yaitu sebesar Radiasi Netto. Hasil ekstraksi nilai rata-rata komponen radiasi netto (radiasi gelombang pendek dan radiasi gelombang panjang) ditunjukkan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terdapat informasi kisaran nilai rata-rata R, S R, dan R untuk S L sembilan penutup lahan yang berbeda di Kabupaten Bungo. Dalam penelitian ini, informasi nilai R berperan sebagai salah satu S input dalam perhitungan leaf area index (LAI) dengan persamaan hukum Beer-Lambert, fungsi R sebagai radiasi di permukaan S kanopi setiap penutup lahan bervegetasi (I o ). Berdasarkan Tabel 9, nilai rata-rata dan RS R untuk penutup lahan bervegetasi (hutan L alam, agroforest karet, perkebunan monokultur karet, perkebunan kelapa sawit, semak belukar, tumbuhan paku-pakuan, dan sawah) memiliki nilai yang semakin meningkat dari mulai penutup lahan jenis hutan alam ke penutup lahan jenis sawah. Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya kerapatan kanopi tumbuhan bervegetasi yang menutupi lahan dan berbedanya nilai emisivitas masing-masing penutup lahan membuat semakin bertambahnya energi radiasi gelombang pendek dan panjang yang dipantulkan. Tabel 9. Kisaran nilai komponen radiasi netto (Wm -2 ) tiap penutup lahan Penutup Komponen Rn (Wm -2 ) Lahan R S R S R L Hutan alam Agroforest Karet Monokultur Karet P. Kelapa Sawit Semak Belukar T. Paku-Pakuan Sawah Pemukiman Badan Air

30 Gambar 7. Peta sebaran albedo Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun

31 Gambar 8. Peta sebaran radiasi netto Kabupaten Bungo Provinsi Jambi Tahun

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert. 6 memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert. 2.7. Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh

Lebih terperinci

dengan data LAI hasil pengukuran langsung di lapang (data LAI observasi). I. PENDAHULUAN

dengan data LAI hasil pengukuran langsung di lapang (data LAI observasi). I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapasitas tanaman dalam mengintersepsi radiasi matahari ditentukan oleh indeks luas daun (leaf area index atau LAI), yaitu luas helai daun per satuan luas permukaan tanah.

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian  3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan 5 Tabel 2 Kisaran nilai albedo (unitless) tiap penutup lahan Penutup Lahan Albedo (Unitless) Min Max Mean Hutan alam 0.043 0.056 0.051 Agroforest Karet 0.048 0.058 0.052 Monokultur 0.051 0.065 0.053 Karet

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN INDEKS LUAS DAUN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN INDEKS LUAS DAUN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL J. Agromet Indonesia 21 (2) : 27 38, 2007 METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN INDEKS LUAS DAUN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL (Energy Balance Method for Determining Leaf Area Index Land

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetimbangan radiasi pada vegetasi hutan adalah ρ + τ + α = 1, di mana α adalah proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Dalam tugas akhir ini data yang di gunakan yaitu data meteorologi dan data citra satelit ASTER. Wilayah penelitian tugas akhir ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 )

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Tabel 3 Aliran energi dan massa Variabel neraca energi Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Rumput (MJm -2 hari -1 ) Rn 11.28±2.74 10.21±2.53 LE 8.41± 6.50 4.21±2.48 LE/Rn 74.56 41.23 H 2.85±6.16 6.00 2.69

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Suhu permukaan merupakan salah satu parameter yang utama dalam seluruh interaksi antara permukaan darat dengan atmosfer. Suhu permukaan darat merupakan contoh fenomena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang pertama adalah data citra satelit Landsat 7 ETM+ untuk daerah cekungan Bandung. Data yang

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 1

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 1 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat di Indonesia sangat mempengaruhi emisi karbon di atmosfer. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka konversi vegetasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

TRIA RAKHDIANA YUDIANSYAH

TRIA RAKHDIANA YUDIANSYAH PENDUGAAN NILAI KOMPONEN NERACA ENERGI DI KANOPI HUTAN TANAMAN AGATHIS LORANTHIFOLIA DENGAN MENGGUNAKAN SATELIT OPTIK (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) TRIA RAKHDIANA YUDIANSYAH DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Klasifikasi dan Perubahan Penutupan Analisis yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tipe penutupan lahan yang mendominasi serta lokasi lahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN Suhu menunjukkan gambaran umum energi kinetik suatu obyek, demikian juga dengan suhu udara. Oleh karena itu, tidak semua bentuk energi yang dikandung suatu obyek

Lebih terperinci

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4 BAB V RADIASI Radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnet atau paket-paket energi (photon) yang dapat merambat sampai jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan

Lebih terperinci

ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PERKEBUNAN SAWIT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PERKEBUNAN SAWIT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PERKEBUNAN SAWIT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT (Studi Kasus : Perkebunan Sawit di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah) LASTRI YANTI SIMANJUNTAK DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1993 dengan luas kurang lebih mencapai 229.000 ha. Secara administratif pemerintahan berada pada Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, Propinsi dati I Sulawesi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik

BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik BAB II DASAR TEORI 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : 1. Muh. Tufiq Wiguna (A14120059) 2. Triawan Wicaksono H (A14120060) 3. Darwin (A14120091) ANALISIS SPEKTRAL Ninda Fitri Yulianti A14150046

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUGA SUHU PERMUKAAN DAN UDARA DI LAHAN GAMBUT DAN MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA ENERGI

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUGA SUHU PERMUKAAN DAN UDARA DI LAHAN GAMBUT DAN MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA ENERGI APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUGA SUHU PERMUKAAN DAN UDARA DI LAHAN GAMBUT DAN MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA ENERGI (Area Studi : Sampit, Kalimantan Tengah) DESI DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN RADIASI TRANSMISI MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT ETM+ AULIA MAHARANI

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN RADIASI TRANSMISI MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT ETM+ AULIA MAHARANI METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN RADIASI TRANSMISI MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT ETM+ AULIA MAHARANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi

Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi Vivi Diannita Sari, Muhammad Taufik, Lalu Muhamad Jaelani Program Magister Teknik Geomatika FTSP ITS,

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR PERMUKAAN TANAH WILAYAH POTENSI PANAS BUMI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DI GUNUNG LAMONGAN,

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN ALBEDO, SUHU PERMUKAAN DAN SUHU UDARA SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT

ANALISIS PERUBAHAN ALBEDO, SUHU PERMUKAAN DAN SUHU UDARA SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT ANALISIS PERUBAHAN ALBEDO, SUHU PERMUKAAN DAN SUHU UDARA SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT (Studi Kasus : Provinsi Jambi, Path/Row 125/61) RYAN KARIDA PRATAMA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM II GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 2 November 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun ,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun 2014 2016 Safirah Timami 1, Sobirin 2, Ratna Saraswati 3 1 Mahasiswa Departemen Geografi. Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

RIZKY ANDIANTO NRP

RIZKY ANDIANTO NRP ANALISA INDEKS VEGETASI UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAPATAN VEGETASI HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA AIRBORNE HYPERSPECTRAL HYMAP ( Studi kasus : Daerah Hutan Gambut Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS Oleh : Dwi Ayu Retnaning Anggreyni 3507.100.017 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Bangun M S, DEA, DESS Lalu Muhammad Jaelani, ST, MSc

Lebih terperinci

ANALISIS TEMPERATURE HEAT INDEX (THI) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus : Kabupaten Bungo - Propinsi Jambi) YUSUF KALFUADI

ANALISIS TEMPERATURE HEAT INDEX (THI) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus : Kabupaten Bungo - Propinsi Jambi) YUSUF KALFUADI ANALISIS TEMPERATURE HEAT INDEX (THI) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus : Kabupaten Bungo - Propinsi Jambi) YUSUF KALFUADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. α =...(1) dimana, α : albedo R s : Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan R s : Radiasi gelombang pendek yang datang

I PENDAHULUAN. α =...(1) dimana, α : albedo R s : Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan R s : Radiasi gelombang pendek yang datang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awan berpengaruh terhadap terhadap keseimbangan energi di atmosfer melalui proses penyerapan, pemantulan, dan pemancaran energi matahari. Awan memiliki ciri tertentu

Lebih terperinci

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan Lalu Muhamad Jaelani, Fajar Setiawan, Hendro Wibowo, Apip Lalu Muhamad Jaelani, Ph.D

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan pembangunan membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia dan lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pembangunan meningkatkan kebutuhan manusia akan lahan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan vegetasi yang beraneka ragam dan melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Setiap saat perubahan lahan vegetasi seperti hutan, pertanian, perkebunan

Lebih terperinci

KONVERSI NILAI PIKSEL CITRA SATELIT KE BESARAN FISIKA

KONVERSI NILAI PIKSEL CITRA SATELIT KE BESARAN FISIKA KARYA TULIS ILMIAH KONVERSI NILAI PIKSEL CITRA SATELIT KE BESARAN FISIKA Oleh : I Made Yuliara, S.Si., M.T I Gde Antha Kasmawan, S.Si., M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci