BAB III Sosial Budaya Masyarakat Palembang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III Sosial Budaya Masyarakat Palembang"

Transkripsi

1 BAB III Sosial Budaya Masyarakat Palembang 3.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Selatan Geografi Sumatera selatan terletak diantara 1-4 derajat Lintang selatang dan Bujur Timur dan berbatasan di sebelah Utara dengan Propinsi Jambi, sebelah selatan berbatasan dengan propinsi Lampung, sebelah Barat berbatasan dengan propinsi Bengkulu, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Karimata dan Laut Jawa. Menurut topografis, wilayah Sumatera Selatan beriklim tropis, dengan kelembaban udara rata-rata 85 km, suhu cukup panas yaitu antara derajat celcius, curah hujan rata-rata 226/17 mw terjadi paling banyak di bulan Oktober dan paling sedikit di bulan April. Daerah di Sumatera Selatan sebagian besar merupakan daratan rendah, sebagian lagi terdiri atas rawa-rawa, dan tanah pegunungan. Suhu di dataran rendah dan di daerah rawa-rawa berkisar antara derajat celcius, di dataran tinggi bersuhu antara 26,3-17 derajat celcius dan di pegunungan suhu berkisar antara 17-6,2 derajat celcius. Propinsi Sumatera Selatan masih di pengaruhi oleh pasang surutnya laut, karena dilintasi oleh beberapa sungai besar seperti sungai Musi, sungai Lematang, sungai Kelingi, sungai Lakitan, sungai Rawas, Sungai Rumpit, Sungai Batang Hari Leko, sungai Ogan, dan sungai Komering. Kesembilan sungai ini sebelum airnya mencapai laut, semuanya bermuara di sungai Musi. Oleh karena itu daerah Sumatera Selatan terkenal dengan sebutan daerah Batang Hari Sembilan. Propinsi Sumatera Selatan tanahnya bergunung-gunung berupa rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatera. Disana banyak terdapat daratan tinggi Ranau, Pasemah, Semendo, dan Musi Rawas. 61

2 Di daerah daratan tinggi banyak turun hujan dan tanahnya subur, di daerah itu dapat ditanami kopi, teh, dan tembakau.daerah sebelah timur tanahnya penuh dengan rawa-rawa dan hutan rimba yang ditumbuhi oleh pohon gelam, bakau, dan nipah. Di antara rawa-rawa dan pegunungan terbentang daratan rendah yang subur, di aliri oleh sungai-sungai dimana banyak terdapat lebak lebung yang dapat ditanami padi. Propinsi Sumatera Selatan terdiri dari 10 daerah tingkat II yaitu: - Kotamadia Palembang dengan ibu kotanya Palembang. - Kotamadia Pangkal Pinang dengan ibu kotanya Pangkal Pinang. - Kabupaten Musi Bayuasin dengan ibu kotanya Sekayu. - Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan ibu kotanya Kayu Agung. - Kabupaten Muara Enim dengan ibu kotanya Muara Enim. - Kabupaten Ogan Komering Ulu dengan ibu kotanya Baturaja. - Kabupaten Lahat dengan ibu kotanya Lahat. - Kabupaten Musi Rawas dengan ibu kotanya Lubuk Linggau. - Kabupaten Bangka dengan ibu kotanya Sungai Liat dan - Kabupaten Belitung dengan ibu kotanya Tanjung Pandan. Berdasarkan data yang terhimpun, maka Sumatera Selatan mempunyai luas wilayah ,07 km persegi, terdiri dari 10 daerah tinggkat II, serta 110 kecamatan, 264 kelurahan dan desa. 62

3 Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan tabel tentang pembagian wilayah administratif dan luas daerah menurut kabupaten / kotamadia yakni sebagai berikut: Pembagian wilayah administrasi dan luas daerah propinsi Sumatera Selatan menurut Kabupaten/Kotamadia Kabupaten/ Luas daerah Jumlah Jumlah Jumlah No. Kotamadia (km) kecamatan Kelurahan Desa 1. Ogan Komering Ulu , Ogan Komering Ilir , Muara Enim 9.575, Lahat 6.355, Musi Rawas , Musi Banyu asin , Bangka , Belitung 4.547, Palembang 421, Pangkal Pinang 89, Jumlah , Sumber: Sumatera Selatan dalam angka 2005 Penduduk Sumatera Selatan berjumlah jiwa, tersebar di delapan Kabupaten dan dua Kotamadia. Daerah yang terpadat penduduknya adalah Kotamadia Palembang dan penduduk terkecil di wilayah Ki Gede Ing Suro, dengan tingkat rata-rata penduduk 69/km Penduduk Dalam propinsi Sumatera selatan terdapat banyak golongan / suku-suku penduduk menurut daerahnya. Penduduk tersebut mempergunakan bahasa daerah masing-masing yang antara satu dengan yang lain tidak banyak berbeda dan hampir bersamaan. Golongan atau suku dimaksud diantaranya adalah: 1. Suku asli Palembang, sebagian besar berdiam di kota Palembang. 2. Suku Musi / Sekayu, dalam Kabupaten Musi Banyu Asin. 63

4 3. Kabupaten OKI, suku Pegagan, Meranjat, Kayu Agung, Pendamaran, Komering Ilir. 4. Kabupaten OKU, suku Ranau, Paya, Kisam, Komering, dan Ogan. 5. Kabupaten Muara Enim, suku Semendo Darat, Lematang, Enim. 6. Kabupaten Lahat, suku Pasemah, Kikim, Lintang, lematang, Pagar Alam, Jarai. 7. Kabupaten Musi Rawas, suku Rejang, Musi ulu, Rawas, anak Dalam (Kubu). 8. Kabupaten Bangka, suku Bangka, keturunan cina, Sekak (Mapur). 9. Kabupaten Belitung, suku Belitung, keturunan Cina, Bugis, Sawang (suku Laut) Adapun data mengenai jumlah penduduk berdasarkan Kabupaten / Kotamadia dapat dilihat pada tabel berikut: Jumlah penduduk berdasarkan Kabupaten / Kotamadia Kabupaten / Kotamadia Jumlah rata-rata No. Penduduk Penduduk/ 1. Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ilir Muara Enim Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin Bangka Belitung Palembang Pangkal Pinang Jumlah Sumber: Sumatera Selatan

5 Jika dilihat dari pertumbuhan penduduk antara pria dan wanita maka di daerah Sumatera selatan masih dapat dikatakan berimbang, karena jumlah pria 3.905,7 dan jumlah wanita 3.870,1 berarti selisih yang terjadi hanya 356. Untuk melihat jumlah penduduk di Kabupaten / Kotamadia propinsi Sumatera Selatan berdasarkan jenis kelamin dapat disaksikan pada tabel berikut: Jumlah penduduk menurut jenis kelamin No Kabupaten / Kotamadia laki-laki perempuan jumlah 1. Ogan Komering Ulu 589,7 555, ,8 2. Ogan Komering Ilir 480,0 468,6 948,6 3. Muara Enim 364,5 355,8 720,3 4. Lahat 344,5 334,2 678,7 5. Musi Rawas 326,8 361,8 643,6 6. Musi Banyuasin 588,4 631, ,6 7. Bangka 305,9 294,7 600,6 8. Belitung 107,6 102,7 210,3 9. Palembang 733,2 746, ,5 10. Pangkal Pinang 65,1 64,7 129,8 Jumlah 3.905, , ,8 Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan Mengenai kondisi masyarakat Sumatera Selatan saat ini sudah lebih baik dibandingkan dengan beberapa tahun yang silam. Jika dilihat dari pendapatan regional perkapita dengan migas, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Sebagai fakta yang otentik dapat dilihat dari hasil pendapatan oleh kantor Statistik propinsi Sumatera Selatan dalam tiga tahun belakangan ini. Di tahun 2003 pendapatan regional perkapita dengan migas berjumlah Rp , tahun 2004 adalah Rp dan pada tahun 2005 berjumlah Rp Secara garis besar penduduk Sumatera Selatan mempunyai mata pencaharian bertani, dan berdagang bagi penduduk yang tinggal di kota-kota, disamping juga hidup sebagai pegawai/pekerja. 65

6 3.2 Gambaran Umum Daerah Palembang Letak Geografi Gambar III.1 Peta propinsi Sumatera Selatan Letak daerah Ki Gede Ing Suro berdekatan dengan kota Palembang, bisa dikatakan masih dalam wilayah kota Palembang. Daerah Ki Gede Ing Suro terletak di bagian timur Sumatera pada 2 derajat 58 Lintang Selatan, dan 105 derajat Bujur Timur. Suhu udara yang diukur dengan alat termometer Fahrenheit di daerah tersebut, pada waktu pagi menunjukkan 80 derajat celcius dan biasanya naik sampai 92 derajat celcius pada tengah hari. Dalam bulan juni September mengalami musim kemarau (panas) dengan suhu tetap tinggi 92 derajat celcius. Dalam bulan oktober- April mengalami musim hujan, termometer turun sampai 76 derajat celcius dan biasanya suhu naik tidak lebih dari 85 derajat celcius. 66

7 Daerah Ki Gede Ing Suro terletak pada kedua tepi sungai Musi, kira-kira 15 mil dari muaranya di mana sungai ini disebut Sungsang, arus air sungai berakhir pada muara Musi atau sungai induknya. Dari hilir hingga hulu, sungai ini dapat dilayari oleh kapal-kapal besar. Ibukotanya letaknya kira-kira 1 mil sebelah hilir dari tempat sungai ogan dan sungai Komering yang bersatu dengan sungai musi. Kedua sungai ini bersama-sama dengan sungai Musi merupakan jalan masuk ke daerah-daerah pedalaman Palembang Penduduk Wilayah daerah Ki Gede Ing Suro 80 persen peduduk asli orang Palembang yang disebut dengan Wong Palembang. Sedangkan di wilayah Ki Gede Ing Suro lebih dominan suku Palembang, 5 persen masyarakat pendatang dari pulau jawa, dan 15 persen pendatang berasal dari kabupaten Lahat, (OKU) Ogan Komering Ulu, Ogan komering Ilir, serta Muara Enim. Jumlah penduduk di wilayah Ki Gede Ing Suro sebesar jiwa dan jumlah KK (Kepala Keluarga) 703 KK terdiri dari laki-laki orang. Sedangkan jumlah perempuan orang. Dilihat dari angka diatas maka jumlah perempuan lebih besar dibandingkan dengan jumlah laki-laki, atau selisih antara laki-laki dan perempuan adalah 484 orang. (profil daerah Ki Gede Ing Suro, 2005) Pelapisan Sosial Palembang Pada abad 18 di zaman Kesultanan Palembang, termasuk diwilayah Ki Gede Ing Suro. Terdapat stratifikasi sosial yang digolongkan dengan beberapa lapisan masyarakat, yaitu: Pertama golongan priyayi, berarti turunan raja-raja atau kaum ninggrat ini dapat diperoleh karena kelahiran atau atas perkenaan dari raja. Priyayi-priyayi dibagi lagi menjadi tiga golongan. Yaitu golongan Pangeran, Raden, dan Masagus. 67

8 Golongan Pangeran, berarti yang memerintah, dalam hal ini Putera raja atau Sultan. Gelar ini harus selalu diberikan oleh Raja dan tidak seorangpun mendapatkannya bagi yang tidak mempunyai jabatan. Tetapi kemudian gelar ini diberikan semuanya, seperti pemberian gelar tersebut oleh Sultan kepada Pasirah- Pasirah yang telah berjasa. Golongan Raden adalah putera yang lahir dari perkawinan antara putera Pangeran dan putri Pangeran. Golongan Mas Agus adalah putera yang lahir dari perkawinan antara seorang putera Pangeran atau putera Raden dengan wanita golongan rakyat. Peraturan tersebut di atas berlaku pada waktu Susuhunan atau Sultan Cindo Belang menduduki tahta kerajaan Palembang. Tetapi pada waktu Sultan Limbang memerintah, peraturan ini berbeda sedikit, yaitu Putera yang lahir dari perkawinan seorang putera Pangeran atau Raden dengan seorang wanita golongan rakyat, harus disebut Raden. Istri-istri golongan priyayi mempunyai gelar tersendiri pula. Istri sultan sebenarnya bergelar ratu, istri dan anak perempuan seorang Pangeran dan Ratu bergelar Raden Ayu dan isteri dan anak perempuan seorang Masagus bergelar Mas Ayu. Golongan rakyat, terbagi atas tiga golongan, masing-masing golongan Kiai Mas atau Kimas, golongan Kiai Agus atau Kiagus, dan golongan rakyat jelata. Golongan Kiai-Mas, adalah anak laki-laki dari perkawinan seorang Mas Ayu dengan seorang pria dari rakyat jelata. Golongan Kiai-Agus, adalah anak laki-laki dari Mantri turunan Raden yang terendah dengan rakyat jelata. Mereka diwajibkan ikut serta dalam pekerjaan yang ringan dan halus, tetapi tidak untuk mendayung atau mengerjakan pekerjaan kasar. Rakyat jelata, dibagi lagi atas orang-orang Miji, orang-orang Senan dan orangorang yang mengandaikan diri budak-budak. 68

9 Orang-orang Miji, yang tinggal di Ibukota (Palembang) sama kedudukannya dengan Mata Gawe di daerah pedalaman. Hanya Mata Gawe wajib membayar pajak, sedang orang Miji bebas. Orang Miji sering dipakai Raja, Pangeran, dan Raden antara lain untuk berperang, mengerjakan pekerjaan tangan atau karyakarya seni. Namun mereka adalah orang-orang merdeka, dan jikalau kurang senang mereka bebas pindah atau bekerja pada Pangeran atau Raden yang lain. Seorang Miji biasanya mempunyai beberapa orang Alingan untuk membantu pekerjaannya, dan keperluannya dipenuhi. Orang senan atau Snauw, suatu golongan yang lebih rendah dari Miji, tetapi yang tidak boleh dipekerjakan oleh siapapun, kecuali hanya oleh raja. Orang Senan dipergunakan untuk membuat dan memperbaiki perahu-perahu raja, rumah-rumah raja, dan mendayung untuk untuk raja. Mereka juga mempunyai alingannya, sebagai pembantu. Golongan ketiga dan keempat yaitu orang-orang yang mengandaikan diri untuk membayar hutang dan budak-budak adalah tenaga-tenaga kerja yang tidak langsung berhubungan dengan raja, tetapi dipergunakan oleh mereka yang meminjamkan uang kepada mereka atau telah membelinya. Mereka golongan yang paling celaka dan paling menyedihkan hidupnya. Para ulama atau petugas keagamaan tidak dimasukkan kedalam golongan yang diuraikan di atas, karena mereka berasal dan dipilih dari semua golongan penduduk. Mereka dapat digolongkan ke dalam pegawai kerajaan, dan disebut Penghulu atau Pangeran serta dibantu oleh khatib, Mudin atau Modin dan lainlain. Perlu juga disinggung sedikit tentang Raban atau Jenang, yakni orang yang oleh raja dianugerahi beberapa marga atau dusun mereka mungkin keluarga dekat raja, tetapi dapat juga seorang mantri yang karena sesuatu hal yang luar biasa memperoleh kemurahan hati Sri Baginda. Ia memungut hasil dari marga-marga atau dusun-dusun itu. Semua urusan dan perisritiwa yang terjadi di dalam margamarga atau dusun-dusun harus dilaporkan dulu kepada Raban. 69

10 Apabila perlu Raban itulah yang melaporkannya kepada Raja. Sebaliknya segala perintah dan titah Raja tidak disampaikan langsung kepada kepala marga atau dusun, tetapi melalui Raban atau jenang. Sejalan dengan perkembangan zaman stratifikasi sosial telah diuraikan diatas. Maka dalam lapisan sosial daerah Ki Gede Ing Suro saat ini, didasarkan kepada status dan peranan seseorang dalam masyarakat, yang diukur melalui kapasitas berupa ilmunya, kekayaan atau peranannya (kekuasaan atau pangkatnya). Pelapisan masyarakat seperti diatas disebut stratifikasi yang bersifat terbuka. Karena setiap anggota masyarakat dapat terbuka dan kesempatan baginya untuk dapat berpindah dari jenjang yang satu ke jenjang yang lebih tinggi Sosial Budaya Wilayah Ki Gede Ing Suro, jika ditinjau dari segi tingkat kemakmuran masyarakat sehubungan dengan kondisi rumah dan lingkungan pemukiman cukup memadai sesuai dengan mata pencaharian dan pendapatan masyarakat setempat. Rumah-rumah penduduk yang dibangun, sebagaian besar telah memenuhi syarat kesehatan selain juga masyarakat telah mengenal arti pentingnya gizi dalam pertumbuhan anak-anak. Ini memuat berkat seringnya petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada penduduk daerah setempat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah bangunan menurut jenisnya yaitu: bangunan permanen 140 buah, dan bangunan sederhana 394 buah, dan semua rumah tangga telah menggunakan listrik. Sedangkan tata busana bagi masyarakat Ki Gede Ing Suro tidak banyak mengalami perbedaan dengan daerah lainnya yang ada di kota Palembang. Untuk kaum tua cukup mengenakan kain dan kebaya, sedangkan kaum muda mengikuti perkembangan mode sekarang. Demikian pula keturunan antar keluarga masih tetap dipelihara, sehingga terjalin hubungan baik antara mereka. Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan tabel tentang mata pencaharian penduduk daerah Ki Gede Ing Suro, yakni sebagai berikut: 70

11 Mata Pencaharian Penduduk Daerah Ki Gede Ing Suro No Mata Pencaharian Jumlah 1. Tenun Kain Pandai Besi Nelayan PNS ABRI Dagang lain-lain Sumber: Data dasar profil wilayah Ki Gede Ing Suro Jika diperhatikan tabel mata pencaharian di atas maka yang tampak menonjol ada tiga butir. Pertama mata pencaharian lain-lain orang, kedua mata pencaharian pandai besi 750 orang. Jadi secara nyata mata pencaharian utama adalah tenun kain dan pandai besi. Sesuai dengan pengamatan lapangan, bahwa mata pencaharian penduduk Ki Gede Ing Suro yang terbesar adalah di bidang industri. Jenis industri di sini berupa industri rumah tangga seperti pandai besi dan tenun kain. Pekerjaan menempa besi biasa dilakukan oleh kaum pria dan kaum perempuan bertenun. Keterampilan bertenun di dapat masyarakat secara turun temurun atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keadaan ini terus berlangsung hingga kini. Untuk masyarakat Ki Gede Ing Suro bertenun bukan merupakan pekerjaan yang baru karena keterampilan ini telah diwariskan oleh nenek moyang mereka sejak dahulu dan nampaknya generasi sekarang menerima warisan ini dengan baik serta menjadikannya sebagai mata pencaharian pokok dalam menopang hidup seharihari. Sarana pendidikan yang tersedia di wilayah Ki Gede Ing Suro adalah TK sebanyak 1 unit, SD Negeri 5 unit, SMP dua unit, SMU sebanyak satu unit. Sedangkan jumlah sarana kesehatan yang di miliki masih belum memadai hanya mempunyai satu unit puskesmas pembantu. Ditinjau dari segi tenaga kesehatan 71

12 paramedis dua orang, bidan satu orang, bidan desa satu orang, dan dukun bayi satu orang. Di daerah Palembang terdapat berbagai macam jenis budaya yang sangat menarik, diantanya adalah: Pertama, seni musik dalam masyarakat Sumatera Selatan terdapat sejenis perkumpulan rebana yang anggotanya kebanyakan remaja putri dengan nyayian yang dibawakan bernapaskan keagamaan (agama islam). Disamping itu mereka juga membawakan lagu padang pasir, serta lagu-lagu yang berirama Melayu. Jenis musik lain adalah orkes yang lebih popular dengan sebutan irama dangdut, serta seni musik lainnya. Seni drama, seni drama tradisional yang menonjol dari daerah ini adalah Dul Muluk, yang seakan-akan telah mendarah daging pada masyarakat Sumatera Selatan sebagai hiburan rakyat. Seni bela diri, terutama di kalangan remaja banyak mempelajari seni bela diri yang difungsikan sebagi olahraga selain sebagai menjaga diri dari kehendak jahat orang lain. Di samping itu juga diajarkan berbagai ilmu pengetahuan tentang budi luhur yang berlandaskan agama islam. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuat anak sehat rohani maupun jasmani yang merupakan syarat mutlak untuk menempuh hidup yang sempurna. Seni tari, dalam cabang seni yang satu ini banyak berkembang jenis tari klasik maupun maupun tari kreasi yang masih berpangkal pada tari tradisional, antara lain: 72

13 Gambar III.2 Tari Tanggai berasal dari daerah Palembang. (sumber: esklopedi 13,1993:225) Tari tanggai, merupakan sebuah tarian untuk menyambut tamu yang disertai dengan upacara kebesaran. Tari puteri Bekhusek, sebauah tarian yang sangat terkenal dari kabupaten Ogan komering Ulu yang menggambarkan putri sedang bermain, melambangkan kemakmuran daerah sumtera selatan. Gambar III.3 Tari Gending Sriwijaya berasal dari daerah Palembang (sumber: esklopedi 15, 1993) 73

14 Tari Gending Sriwijaya, yang merupakan tari kebesaran adat kerajaan Sriwijaya yang digelarkan untuk menyambut tamu agung. Tari selendang, tari pergaulan muda-mudi yang biasa ditampilkan pada perayaan-perayaan atau pesta adat di Sumatera Selatan. Kedua, masyarakat Palembang dalam hal seni bangunan tradisional mengenal beberapa bentuk, baik itu yang difungsikan sebagai bangunan tempat tinggal, musyawarah, ibadah dan bangunan lainnya. Bagi mereka yang tinggal didaratan, kebanyakan membangun rumahnya di atas panggung, seperti rumah Limas dan rumah Ulu. Sedangkan mereka yang hidupnya diatas air juga mempunyai rumah tradisional yang disebut rumah Rakit. Rumah Limas adalah bangunan empat persegi panjang di atas panggung yang memiliki atap berbentuk Limas dengan lantai yang berundak. Setiap undakan atau kekijing tersebut berbentuk empat persegi panjang pula. Jumlah kekijing bekisar antara dua atau tiga bahkan ada yang sampai empat buah. Tinggi tiang rumah kira-kira 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Bahkan bangunan yang digunakan dipilih jenis kayu yang bermutu baik, seperti kayu petanang, kayu tembesu, dan kayu merawan. Biasanya rumah ini didirikan di pinggir sungai menghadap ke barat dan merupakan rumah milik para bangsawan. Karena limas berarti lima dan emas. Ketiga, masyarakat sumatera selatan mengenal senjata tradisional yang berupa keris yang mempunyai jumlah lekukan yang ganjil, yakni 7,9 atau 13. senjata ini selain digunakan sebagai alat menjaga diri juga mempunyai peranan sosial, seperti sebagai pelengkap pakaian adat. Selain itu juga dikenal tombak, pedang, dan badik. Keempat, kain tenun yang suku Palembang miliki nilai estetika budaya yang sangat menarik dan unik sehingga menimbulkan kesan mewah dan etnik. Keindahan kain tenun suku Palembang dapat dilihat dari berbagai macam ragam hias dan makna yang terkandung dalam sebuah simbol kain tenun. Kain tenun merupakan bagian dari pakaian adat yang terbagi atas dua macam yaitu yang dikenakan oleh kaum laki-laki dan kaum wanita. Pakaian adat kaum pria daerah 74

15 ini biasanya berupa mahkota, kalung bersusun dengan baju yang khas. Juga memakai celana panjang dan kain songket pada bagian tengah badan. Sedangkan pakaian adat yang dikenakan oleh kaum wanita mirip dengan yang dikenakan kaum prianya yaitu bermahkota, kalung bersusun, pending dan gelang pada kedua belah tangan. Ia juga memakai kain songket yang melingkar pada bagian tengah badan serta berkain songket. Pakaian ini biasanya digunakan untuk upacara pernikahan. 3.3 Karakteristik Songket Palembang Songket Palembang sendiri yang membedakannya dengan songket yang dihasilkan oleh daerah lain di Sumatera Selatan. Secara umum orang mengenal songket Palembang adalah songket yang dihasilkan oleh daerah Ki Gede Ing Suro dan daerah Tangga Buntung saja. Dalam berbagai buku reverensi ditemui banyak ragam songket Palembang dengan berbagai corak ragam hiasnya yang indah. seperti songket Lepus, songket Tawur, songket Limar, dan lain-lainnya. Kalau diperhatikan masing-masing songket tersebut mempunyai karakteristik yang membedakannya diantara songket-songket lainnya ialah bentuk ragam hiasnya, warna, fungsi dan makna songket Palembang itu sendiri. Dalam karakteristik bentuk dapat menjadi salah satu ciri khas utama yang diamati secara langsung pada bentuk produk songket. Untuk lebih jelas mengenai karakteristik bentuk songket, maka dibawah ini akan diuraikan secara menyeluruh mengenai ragam hias dan lay out, fungsi dan makna serta warna songket Sejarah kain songket Palembang Pada dasarnya bahan sandang yang diproses melalui pertenunan di seluruh Nusantara ini sama bernama tenun. Karena secara prinsip dasar pembuatannya hampir sama, yaitu menyusun benang kapas mendatar dan membujur dalam suatu kerapatan dan memakai corak yang bermacam-macam. Kain tenun adalah semua jenis kain yang dibuat dengan cara menganyam benang vertikal (lungsi) dengan benang horizontal atau pakan. Daerah-daerah di Indonesia yang terdiri dari 75

16 bermacam-macam suku masing-masing mempunyai tenun dengan nama-nama yang khas. Selain nama dan motifnya yang berbeda-beda, tenun-tenun itu juga mempunyai fungsi dan nilai simbolis yang bermacam-macam seperti songket dari Palembang, Lurik dari Jawa Tengah, Ulos dari Batak dan sebagainya. Keterampilan menenun ini sudah ada sejak zaman Neolitikum seperti yang dikatakan Suwati Kartiwa (Kartiwa, 1980:9) dalam bukunya Songket Indonesia bahwa sejak zaman pra sejarah Indonesia telah mengenal tenunan dengan corak desain yang dibuat dengan cara ikat lungsi. Daerah penghasil tenunan ini seperti daerah kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan NTT. Menurut para ahli daerahdaerah tersebut telah memiliki corak tenun yang rumit paling awal. Mereka mempunyai kemampuan membuat alat-alat tenun menciptakan desain dengan mengikat bagian-bagian tertentu dari benang dan mereka mengenal pencelupan warna. Aspek kebudayaan tersebut oleh para ahli diperkirakan dimiliki oleh masyarakat yang hidup pada zaman perunggu dalam zaman pra sejarah sekitar abad ke-8 sampai ke-9 SM (Kartiwa, 1980:9). Bukti lain yang menunjukkan bahwa tenun telah dikenal sejak zaman dahulu adalah adanya penggalian arkelogis, yaitu pada abad ke-8 dan ke-9 disebutkan adanya orang-orang yang memperdagangkan kisi, benang mencelup dengan warna biru dan merah, menjual kapur, yang banyak dipergunakan dalam campuran warna pembuatan kain. Informasi dari temuan tersebut merupakan bukti bahwa menenun merupakan aktivitas yang mempunyai nilai sosial ekonomis yang tinggi. Sebab selain untuk menambah penghasilan kain tenun juga dipergunakan sebagai persembahan kepada yang dihormati. Teknologi pembuatan kain tenun tersebut bukan murni berasal dari Nusantara ini tetapi berasal dari luar, sebab pada saat itu Nusantara ini merupakan persinggahan para pedagang dari Cina, India,dan Arab. Adanya perdagangan tersebut menyebabkan terjadinya interaksi dan tukar menukar barang termasuk kebudayaannya. Di dalam catatan para Musafir Cina, pada tahun 518 SM 76

17 disebutkan bahwa raja dari bagian utara Sumatera sudah memakai pakaian dari sutera, meskipun kain itu menunjukkan paling tidak pada saat itu di daerah Sumatera telah dikenal adanya kain tenun. Pada zaman Sriwijaya, di Sumatera dan Jawa dikenal adanya kain Patola sutera. Bersamaan dengan itu mulai muncul pula kain tenun yang terbuat dari benang kapas di wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali karena dari ketiga tempat itulah dapat tumbuh subur tanaman kapas yang dapat menghasilkan benang tenun. Keberadaan Sriwijaya sebagai negara maritim dan pusat perdagangan bandar lada tersebar di Sumatera sudah barang tentu banyak berhubungan dengan pedagangpedagang asing terutama India, Cina, Arab. Hasil tenun dari Sumatera sangat disukai oleh masyarakat Cina karena menggunakan benang kapas yang termasuk langka di Cina. Keadaan itu semakin membuat ramai lalu lintas perdagangan di Nusantara ini. Menurut sejarawan Robyn dan Jhon Maxwell keadaan itu berlangsung sekitar abad ke-7 sampai abad ke-15. Saat itu pula Islam mulai masuk, sehingga mempengaruhi motif dan ragam hias tenun. Majunya perdagangan dan tumbuh suburnya tanaman-tanaman kapas di wilayah Sumatera semakin memacu masyarakat dalam mengadopsi pengetahuan baru dibidang tenun, sehingga tenun sudah membudaya di wilayah Indonesia termasuk Sumatera. Keterampilan menenun tersebut selanjutnya diturunkan dari generasi ke generasi secara informal. Pada zaman dahulu wanita harus bisa menenun karena menenun ini mempunyai efek sosial yang sangat tinggi. Ganjil dan rendah jika seorang gadis tidak dapat bertenun, sebab seorang gadis harus menyiapkan kain hasil tenunnya pada saat pernikahan nanti sehingga seorang gadis yang mahir bertenun akan lebih mudah mendapatkan jodoh. Dalam perkembangannya kerajinan tenun tradisional ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan adat, tetapi telah dimanfaatkan secara ekonomis yaitu dengan memproduksi dan memasarkannya secara luas. 77

18 Kepandaian bertenun songket yang dimiliki warga Ki Gede Ing Suro ini juga di peroleh secara turun-temurun. Berdasarkan dalam buku sejarah Perjuangan Sri Sultan Mahmoed Baderedin ke II diperkirakan tenun songket masuk ke wilayah Ki Gede Ing Suro di abad ke 18 pada masa kerajaan Palembang. Pada abad ke18 telah terjadi akulturasi budaya Cina, India, dan Arab melalui lintasan perdagangan di aliran air sungai Musi yang terletak ditengah-tengah kota Palembang pada saat ini. Hal ini juga yang mempengaruhi perubahan seni ragam hias yang terdapat dalam songket Palembang, seni ukir kayu (Lak), logam, kuningan, rotan, Bambu, besi, hingga arsitektur rumah adat Limas Palembang Fungsi dan Makna Songket Palembang Kerajinan songket Palembang secara terbatas dimulai sejak masa kesultanan Kerajaan Melayu Palembang. Di masa itu songket Palembang merupakan hasil karya seni yang tidak bisa dimiliki oleh masyarakat umum, namun hanya dimiliki dan dikenakan khusus wanita golongan Priyayi berarti turunan raja-raja atau kaum ninggrat. Dengan berakhirnya masa Kesultanan Palembang, maka para masyarakat maupun pengrajin jarang memproduksi songket untuk para bangsawan kerajaan. Di saat sekarang songket hanya digunakan untuk kegiatankegiatan tertentu saja seperti upacara kelahiran, kelahiran, khitanan (cukuran), dan kematian. Serta saat sekarang kain songket dapat dikenakan oleh pria dan wanita dewasa yang telah menikah atau menjelang menikah. 78

19 Gambar III.4 Kain songket Palembang yang dipakai sebagai sarung dan selendang. Upacara adat pengantin pria Rejang diantara keluarga. (sumber: Indonesia Indah 2, 1995:110) Fungsi songket secara tradisional, antara lain sebagai kain panjang, sarung dodot, selendang, ikat kepala (tanjak), dan kemben. Kain panjang ialah kain yang berbentuk empat persegi panjang yang dililitkan ke pingang. Panjangnya hingga pergelangan kaki dengan lebar beragam antara 83 cm sampai 87 cm, sedangkan panjangnya antara 170 cm sampai 218 cm. Kain ini dipakai oleh pria dan wanita, biasanya dianggap resmi daripada sarung. Sarung adalah kain yang dijahitkan antara sisi-sisi terpendeknya, lebar hampir sama dengan kain panjang, panjangnya hanya mencapai 170 cm sampai 200 cm. sarung inilah yang merupakan khas pakaian orang Melayu Palembang. Dalam pemakaian bagi kaum laki-laki dipakai untuk pelengkap setelah menggunakan celano Blabas. Pada umumnya kain panjang ataupun sarung berisikan tiga unsur dasar, yaitu badan, tepi sisi atas dan bawah, serta kepala. Badan merupakan bagian yang paling lebar dari kain, memiliki luas bidang tiga perempat panjang sarung. 79

20 Kemudian kepala yang ada pada dasarnya berupa alur bidang, menyela ragam hias utama sarung, bagian tepi atas dan bawah terdapat satu pertiga corak ragam hias dari panjang dan lebar kain panjang ataupun sarung. Gambar III.5 Kain songket Palembang digunakan sebagai sarung sebatas lutut kaki. (Sumber: Indonesia indah 2, 1995:109) Makin tinggi mutu sehelai kain songket Palembang, biasanya makin lebar pucuk rebung/kepala, pinggiran songket tersebut kaya akan ragam hias, dan bagian badan/kembang tengah semakin dipenuhi ragam hias, sehingga tampilan permukaan kain songket dipenuhi ragam hias emas yang beraneka ragam jenisnya. Ukuran selendang songket Palembang yaitu panjangnya antara 197 cm sampai 262 cm. lebar selendang antara 40 cm sampai 95 cm. Pemakaian selendang biasanya diletakan pada bahu sebelah kiri atau diselempangkan ke bagian kanan, hal ini disesuaikan dengan cara pemakaiannya zaman kerajaan Kesultanan Melayu Palembang. Selain dipakai untuk kain sarung maupun selendang, songket Palembang dapat juga diterapkan tanjak atau disebut tutup kepala (kopiah) yang terbuat dari kain 80

21 songket yang dililitkan sedemikian rupa sehingga membentuk bulatan yang ujungnya melancip seperti bentuk segitiga. Tanjak tersebut dibuat dari selembar kain songket yang berbentuk segi empat yang keempat sisinya sama panjang (bujur sangkar). Kain tanjak biasanya berukuran panjang 91 cm dan lebar 91 cm. Ikat Kepudang atau tanjak biasanya digunakan untuk ikat kepala oleh kaum lakilaki pada waktu acara adat istiadat Palembang. Gambar III.6 Tanjak songket atau kopiah yang digunakan oleh pria dewasa di daerah Palembang.(sumber, dok: 2007) Kelengkapan dalam pakaian adat Palembang, seperti Tanjak atau Ikat Kepudang yaitu ikat kepala ini terbuat dari kain tenun songket dan Limar. Pada kain tanjak biasa terdapat dua macam bagian yaitu kembang tengah dan kembang pinggir. Kembang tengah disebut dengan Limar Antik yang berbentuk ragam hias sayap burung garuda dan kembang pinggir merupakan penggabungan antara beberapa jenis ragam hias,seperti bungo tawur Melati, kembang Puncak, tretes, dan hiasan pinggir. Warna merah anggur yang digunakan pada Tanjak dalam upacara adat istiadat Palembang. Baju yang digunakan dinamakan Teluk Belango yang terbuat dari kain katun ataupun satin. Pada bagian pinggang dilengkapi dengan keris dan sarung songket beserta ikat pinggang kuningan yang terbuat dari logam. 81

22 3.3.3 Nama Ragam Hias & Lay Out songket Palembang Ragam hias songket Palembang berbentuk stilir dari bentuk flora, fauna, dan geometrik sebagaimana ragam hias songket yang terdapat di Indonesia pada umumnya, namun dilihat dari bentuk ragam hias dan corak pewarnaannya songket Palembang memiliki perbedaan dibandingkan dengan songket daerah lain. Keunikan seni songket Palembang justru terletak pada keanekaragaman jenis bentuk ragam hias dan pewarnaan yang khas, yaitu bentuk ragam hias yang berangkai satu dengan yang lainnya. Dalam selembar kain songket Palembang memiliki bermacam-macam corak dan warna sehingga terlihat unik, indah, dan terkesan mewah. Corak ragam hias Palembang kebanyakan tumbuh-tumbuhan terutama yang berbentuk bunga-bungan. Jika dilihat secara sesakma tenunan songket Palembang memliki 35 macam corak ragam hias yaitu: a. Songket Lepus: songket yang seluruh permukaan kain dipenuhi oleh ragam hias tertentu dengan mengunakan benang emas sebagai ikat pakan tambahan. - Lepus Kalem (songket yang hampir seluruh permukaan ditutupi benang emas dengan komposisi warna yang sejuk seperti biru, hijau, dan putih). - Lepus Berakam Bintang (songket yang dipenuhi ragam hias bintang yang beraneka macam jenis seperti bintang kecil, sedang, dan besar). - Lepus Bintang Mawar Jatuh (songket yang dipenuhi ragam hias bintang dan kelopak bunga mawar). - Lepus Bintang Cukitan (songket yang dipenuhi ragam hias bintang dikomposisikan ceplok (atau ragam hias bediri sendiri). - Lepus Bintang (songket yang dipenuhi ragam hias bintang). - Lepus Mawar Jepang (mawar mendapat pengaruh dari Jepang pada ragam hias tenun lepus Mawar). - Lepus Nago Besaung (Nago Besaung pengaruh dari Cina yang artinya ular naga yang sedang bertemu dengan ular naga yang sejenisnya). b. Songket Bungo: diartikan sebagai songket kembang - Bungo Cino (Kembang Cina) - Bungo Inten (Kembang simbol dari cahaya batu intan) 82

23 - Bungo Inten Tempoleng. - Bungo Jatuh (kembang gugur) - Bungo Mawar Jepang Berkandang (kembang mawar Jepang tertutup) - Bungo Pacar (kembang pacar) - Bungo Pacik (Kembang Pacik, ragam hias ini mendapat pengaruh dari Arab) - Bungo Tabur (kembang yang berserakan) - Bungo Tanjung Rumpak (kembang tanjung yang patah) - Bungo Jengli - Bungo Kapal Sanggat (kembang kapal yang kandas/tenggalam) - Bungo Singep Bungo Pacar c. Songket Motif Lain (campuran): - Limar Tapak Kucing (Ikat pakan tambahan bewarna pelangi berbentuk ragam hias telapak kaki kucing). - Limar Kembang (Ikat pakan tambahan bewarna pelangi berbentuk ragam hias kembang). - Pulir Kembang (Ragam hias biji kembang) - Pulir Siku Rakam (Ragam hias biji kembang berantai) - Tetes Mider (Ragam hias pinggiran kain songket atau disebut ragam hias Border). - Rumpak (Ragam hias bersinambung) - Bubur Talam - Jando Berais (Ragam hias wanita yang ini menikah lagi) - Nampan Perak (Ragam hias berupa simbol dari salah satu bagian dari peralatan upacara adat pernikahan Palembang) - Nago Besaung (Ragam hias yang dipengaruhi oleh budaya Cina yang berasal dari kata ular naga) - Cek Sina (Ragam hias yang dibuat oleh wanita Palembang yang telah menikah) - Cantik Manis (Ragam hias dari simbol seorang gadis Palembang) 83

24 - Emas Jantung (Ragam hias dari emas murni) - Tiga Negeri (Ragam hias yang memiliki tiga jenis corak dalam satu garis siku-siku) - Bintang Rante (Ragam hias bintang berantai) Dalam songket Palembang terdapat istilah cukit satu, cukit dua, cukit tiga, cukit empat dan cukit enam. Penggunaan istilah cukit adalah untuk menyebut jumlah pakan tambahan untuk satu kali penyukitan motif. Umpamanya cukit empat, itu berarti dalam satu kali penyukitan motif dilakukan empat kali anyaman pakan tambahan baru dilanjutkan dengan cukitan untuk tahap berikutnya. Dalam selembar kain hanya terdapat satu cukit saja. Cukit satu adalah tenunan paling halus, karena corak dibentuk dengan tingkatan satu-satu benang pakan tambahan, dan cukit enam adalah paling kasar dan motifnya besar-besar. Yang disebut dengan cukit adalah teropong dalam ATBM gedokan untuk menghantarkan benang pakan emas diantara benang lungsi. Dalam masyarakat perajin tenun songket Palembang istilah cukit adalah sebagai patokan tingkat kehalusan sebuah tenunan songket, semakin kecil jumlah cukitannya semakin halus kain tersebut dan semakin rumit pengerjaannya. Dengan tingkatan jenis cukit juga terjadi tingkatan harga, semakin halus semakin mahal harganya. Gambar III.7 Struktur motif songket Palembang dengan menggunakan cukit dua dan cukit empat. (Suwati Kartiwa, 2006) 84

25 Istilah cukit berkaitan dengan struktur anyaman songket Palembang. Sampai saat ini istilah ini tetap dipergunakan tanpa perubahan dan merupakan ciri khas songket Palembang. Tingkat keteraturan songket Palembang yang tinggi ditentukan oleh keteraturan penggunaan jenis cukit dalam tenunan sehingga siapapun yang membuat songket Palembang terjadi kesamaan struktur bentuk motifnya. Sehingga motif songket asal Palembang terlihat sama dengan keteraturan dan kerumitan yang cukup tinggi. Ciri ragam hias tenun songket tradisional atau tenunan antik dari Palembang terletak pada motif yang tersusun secara teratur dan selalu dipakai pada setiap tenunan yaitu dalam motif kain panjang ataupun sarung songket, terdapat motif pinggiran yang terdiri dari beberapa susunan motif yang berlainan bentuk yaitu motif ombak-ombak, apit, rumpak, apit, pucuk rebung kecil. Motif tumpal atau kepala sarung terdapat beberapa motif yang tersusun yaitu motif kembang tengah, ombak-ombak, apit, patah beras, apit, rumpak, apit, patah beras, apit, pucuk rebung besar, tawur, pucuk rebung besar, dan seterusnya dimulai dari motif apit sampai kembali kembang tengah. Motif badan kain atau sarung disebut dengan motif kembang tengah (bungo tengah). Apabila tidak terdapat diantara bagian motif dari pinggiran kain, motif dari kepala kain, dan motif badan kain, maka tenunan tersebut bukanlah tenunan songket Palembang, mungkin tenunan daerah lainnya di Sumatera Selatan yang memproduksi songket Palembang. Gambar III.8 Motif Ombak-ombak 85

26 Gambar III.9 Motif apit Gambar III.10 Motif patah beras Gambar III.11 Motif Umpak Gambar III.12 Motif tawur Gambar III.13 Motif kuku (pinggiran pucuk rebung kecil) Gambar III.14 Motif Pucuk rebung (Tumpal) 86

27 Gambar III.15 Motif pinggiran, ciri tenun songket Palembang yang terletak pada tepi sisi atas dan sisi bawah kain panjang atau sarung songket Palembang. Gambar III.16 Motif kepala kain sewet (sarung) songket Palembang yang disebut tumpal pucuk rebung. 87

28 Gambar III.17 Salah satu contoh dari motif badan kain sewet (sarung) Palembang yang disebut Lepus berakam. Ciri motif dari selendang songket Palembang sebagian besar menyerupai dengan motif pada kain panjang (sewet) yang telah diuraikan pada gambar diatas. Namun perbedaan antara motif kain panjang dengan selendang songket terletak pada komposisi letak bentuk dari motif tersebut. Selendang songket memiliki beberapa bentuk motif yaitu motif pinggiran selendang, yang mana motifnya sama dengan kain panjang tetapi motif pingggiran selendang terletak pada sisi atas, dan bawah serta sisi kanan dan kiri yang berbentuk empat persegi panjang. Corak yang tersusun berdasarkan urutan jenis motifnya pada pinggiran selendang yaitu motif apit, ombak-ombak, apit, patah beras, apit, umpak, apit, patah beras, apit, dan pucuk rebung kecil. Motif tumpal pucuk rebung terletak pada kedua ujung kain bagian kanan dan kiri kain selendang. Motif tumpal pada selendang memiliki beberapa jenis motif berdasarkan susunan bentuk yang teratur yaitu motif tawur, pucuk rebung besar, apit, patah beras, apit, umpak, apit, patah beras, apit, dan ombak-ombak. Motif bungo tengah yang disebut dengan kembang tengah, letaknya berada ditengah antara kedua ujung tumpal pucuk rebung besar. Apabila dari salah satu bagian motif diatas tidak lengkap susunan motifnya, berarti selendang songket tersebut bukan ciri khas dari daerah Palembang. 88

29 Setelah diamati secara langsung songket Palembang mempunyai pola bentuk struktur motif yang tersusun, hal ini dapat dilihat pada lay out / bloking ornamen. Motif-motif tersebut dalam bidang tenun songket dengan tiga bidang kain yaitu kepala kain, badan kain, dan pinggir/tepi kain. Lay out atau bloking ornamen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar III.18 Bloking ornamen pada bidang kain sarung Gambar III.19 Bloking ornamen pada bidang selendang Keterangan gambar: Ombak-ombak Kepala kain / Tumpal Patah Beras Corak pinggir / tepi kain / Tretes Umpak Badan kain / Kembang tengah Tumpal Bungo tengah Tawur 89

30 Bagian kepala kain merupakan bagian utama pada kain sarung, selendang, ataupun selempang. Besarnya bagian kepala kain pada tenunan songket lebih kurang seperampat bagian dari panjang kain. Pada bagian kepala kain motifnya dibuat lebih besar supaya menonjol dari motif lainnya. Bagian badan kain adalah tiga per empat diluar kepala kain, kecuali pinggir kain yang dibedakan oleh susunan motifnya. Motif pada badan kain merupakan motif pengulangan dari beberapa jenis motif yang disusun sedemikian rupa. Sedangkan yang dimaksud dengan tepi / pinggir kain adalah bagian tepi sepanjang badan kain yang motifnya segaja dibedakan dengan motif badan kain. Sedangkan motif badan kain diatur dengan variasi. Letak kepala kain pada tenunan dibedakan oleh fungsinya. Songket kain sarung kepala kain terletak pada bagian dua per empat dari bentangan kain. Tujuannya supaya sambungan kain ketika dipakai dapat disembunyikan dibelakang kepala kain. Pada songket kain sarung, motif pinggir terletak pada bagian tepi atas, bawah, kanan, dan tepi kiri sarung saja. Sedangkan selendang kepala kain terletak pada kedua ujung selendang Warna Songket Palembang Abad 18 songket Palembang lebih dominan bewarna merah anggur yang mencerminkan dari simbol wanita yang anggun nan cantik, sebab pada masa Kesultanan Palembang wanita golongan bangsawaan (priyayi) selalu mengenakan kain songket berwarna merah dan berwarna keemasan. Songket hanya dapat kenakan oleh wanita yang telah menikah namun pada masa itu pria tidak boleh mengenakan kain songket sebagai pakaian kesultanan ataupun sebagai pelengkap pakaian adat Palembang. Kain yang digunakan oleh pria dinamakan kain Gebeng yang bewarna coklat atau kehitam-hitaman. Warna kain tradisional Palembang saat itu sangat terbatas karena pewarnaan kain songket dibuat dengan proses alamiah dan sederhana yang selalu bergantung pada jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di lingkungan geografis daerah Palembang. 90

31 Menurut masyarakat Palembang kain tenun songket yang asli dihiasi dengan benang emas murni 14 karat. Jadi jika dasar kain sutera telah lapuk maka benang emas tersebut bisa ditarik dan dilepaskan kemudian dipindahkan pada dasar kain dari benang sutera yang baru. Songket yang menggunakan benang emas asli tersebut disebut songket Emas jantung atau Cinde dengan dasar kain bewarna merah dihiasi benang emas, benang sutera, dan benang kapas dengan tumpal pucuk rebung. Kain songket ini juga dibedakan antara songket dengan desain benang emas yang penuh disebut dengan songket Lepus dan desain benang emas tersebar disebut songket Tawur yang berarti bertabur atau berserak. Perbedaan tersebut penting karena motif songket yang dipakai seseorang melambangkan kebesaran dan keagungan. Berdasarkan warna dan motif kain songket bisa dibedakan status sosial pemakainya. Seperti songket dengan warna hijau, merah, dan kuning, biasanya dipakai oleh seorang janda. Kalau mereka menggunakan warna cerah melambangkan bahwa mereka ingin kawin lagi. Pada songket Jando Berais atau songket Janda Pengantin, kedua ujung kain diberi desain bunga tabur, sedangkan di bidang tengah warna hijau polos. Hijau merah anggur kuning Gambar III.20 Skema warna klasik songket Palembang 91

32 orange biru muda Unggu pink biru dongker hitam Gambar III.21 Skema warna-warna cerah kreasi songket Palembang Gambar III.22 Salah satu contoh songket Jando Berais atau Janda Pengantin Sejalan dengan kemajuan zaman dan teknologi mulai berkembang maka warna kain songket semakin beranekaragam jenis serta ornamen songket ikut juga berkembang namun tidak sampai mehilangkan ciri khas daerah Palembang, bisa dikatakan bahwa kain tenun songket sudah dapat mengikuti selerah konsumen yang bervariatif. Perkembangan yang terjadi dalam kain tradisional tidak terlepas akibat dampak akulturasi budaya sehingga selalu terjadi perubahan dan pergeseran secara bertahap-tahap sehingga munculnya kreasi baru. Hal ini selalu 92

33 berangkat dari sejarah tradisional masa lampau yang tidak pernah putus karena kemajuan zaman. Pada perkembangannya pemilihan motif songket tidak lagi tergantung pada kedudukan seseorang dalam masyarakat, melainkan telah disesuaikan dengan fungsinya. Jadi setiap orang boleh memakai motif songket apapun menurut seleranya masing-masing. Kain songket ini juga tidak hanya monopoli kaum wanita saja tetapi pada perkembangannya kemudian kaum laki-laki juga menggunakan bahan dari songket seperti tanjak (ikat kepala), kopiah, dan sarung. 93

BAB IV Analisa Bentuk dan Makna Songket Palembang

BAB IV Analisa Bentuk dan Makna Songket Palembang BAB IV Analisa Bentuk dan Makna Songket Palembang 4.1 Tinjauan Songket Palembang di Wilayah Ki Gede Ing Suro Di Indonesia banyak menghasilkan produk-produk dari hasil kerajinan tradisional seperti kerajinan

Lebih terperinci

Ombak 16 batang. Patah beras dan tali air. Umpak ayam

Ombak 16 batang. Patah beras dan tali air. Umpak ayam - Struktur bentuk pada bagian kepala kain (tumpal), terdapat ragam hias ombak 16 batang, tali air dan patah beras, umpak ayam, pucuk rebung kembang jagung, dan tawur sisik nanas. Ombak 16 batang Patah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut sejarah seni kerajinan di Indonesia sudah ada semenjak zaman pra sejarah yaitu zaman Neolitikum. Pada saat itu manusia mulai pada perkembangan hidup menetap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki moto atau semboyan Bhineka Tunggal Ika, artinya yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun pada hakikatnya bangsa

Lebih terperinci

Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Tenun Tradisional Sumatera Selatan, Sumatera Selatan, Depdiknas , 2001, Perlengkapan Upacara Daur

Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Tenun Tradisional Sumatera Selatan, Sumatera Selatan, Depdiknas , 2001, Perlengkapan Upacara Daur Daftar Pustaka Akib,R.M, 1956, Kota Palembang 1272 tahun dan 50 Tahun Kotapradja Palembang, Palembang, Rhama. ------------, 1975, Sejarah dan Kebudayaan Palembang mengenai Adat Istiadat, Palembang, Rhama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maknanya, dan teknik pembuatannya. Kalau kita menilik warnanya yang khas, dan

BAB I PENDAHULUAN. maknanya, dan teknik pembuatannya. Kalau kita menilik warnanya yang khas, dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kain tenun songket Palembang ini, sangat menarik, ditelusuri sejarahnya, maknanya, dan teknik pembuatannya. Kalau kita menilik warnanya yang khas, dan motif hiasnya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang khas menegnai kehidupan yang khas dan berusaha mencari fungsi dari

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang khas menegnai kehidupan yang khas dan berusaha mencari fungsi dari II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisis gejalah-gejalah alam dan penduduk serta mempelejari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MOTIF SONGKET PALEMBANG BUNGO PACIK

BAB II TINJAUAN MOTIF SONGKET PALEMBANG BUNGO PACIK BAB II TINJAUAN MOTIF SONGKET PALEMBANG BUNGO PACIK II.1 Songket Kain songket merupakan salah satu kesenian khas Indonesia yang telah ada berabad abad lamanya dan merupakan salah satu bukti peninggalan

Lebih terperinci

BENTUK SONGKET PALEMBANG NETTY JULIANA NIM :

BENTUK SONGKET PALEMBANG NETTY JULIANA NIM : BENTUK SONGKET PALEMBANG Oleh NETTY JULIANA NIM : 2710502 Program Studi Desain Institut Teknologi Bandung Menyetujui, Tim Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Biranul Anas Drs. Zaini Rais, M.Sn. iii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti rok, dress, atau pun celana saja, tetapi sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan

Lebih terperinci

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia KAIN SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA 1 Kain Sebagai Kebutuhan Manusia A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari kain sebagai kebutuhan manusia. Manusia sebagai salah satu makhluk penghuni alam semesta

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin pesatnya kerjasama ekonomi ASEAN akan menciptakan peluang dan tantangan baru bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Asean Ekonomic Community

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh manusia. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan, yang biasanya selalu dilakukan

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Songket Nusantara

Ragam Hias Tenun Songket Nusantara RAGAM HIAS TENUN SONGKET NUSANTARA 115 Ragam Hias Tenun Songket Nusantara A. RINGKASAN Dalam bab ini kita akan mempelajari kebiasaan masyarakat Nusantara dalam membuat hiasan, khususnya menghias dengan

Lebih terperinci

BAB III KOTA PALEMBANG

BAB III KOTA PALEMBANG BAB III KOTA PALEMBANG 3.1. Secara Fisik 3.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan dan sekaligus sebagai kota terbesar serta pusat kegiatan sosial ekonomi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Palembang Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis Kota Palembang terletak antara 2 52' - 3 5' Lintang Selatan dan 104 37'

Lebih terperinci

BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA

BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA BAHAN AJAR BAGIAN II SEJARAH MODE HUBUNGAN BENTUK DASAR BUSANA ASLI DENGAN BUSANA TRADISIONAL INDONESIA A. Busana Tradisional Indonesia Ditinjau dari Bentuk Dasar Busana Asli Indonesia sudah dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata songket memiliki banyak definisi dari beberapa beberapa para ahli yang telah mengadakan penelitian dan pengamatan terhadap kain songket. Menurut para ahli

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki banyak keanekaragaman budaya salah satunya yaitu kerajinan tangan. Menurut Hakim (2012

Lebih terperinci

kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia

kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia 2017 kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia Sa j a ilust rasi oleh Cin dy K a l e n d e r g r a t i s. T i d a k u n t u k d i p e r j u a l b e l i k a n F r e e C a l e n d a r. N o t fo r s

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan. Namun dalam proses pertumbuhan secara keseluruhan, peranan di

I. PENDAHULUAN. pembangunan. Namun dalam proses pertumbuhan secara keseluruhan, peranan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat mempercepat pertumbuhan kesempatan kerja, sehingga pembangunan bidang

Lebih terperinci

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Oleh: Nyoman Tri Ratih Aryaputri Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar Email: triratiharyaputri3105@gmail.com

Lebih terperinci

Pucuk rebung tabur bintang

Pucuk rebung tabur bintang Pucuk rebung tabur bintang 143 Gambar IV.9 songket tawur Limar bintang 144 a. Kain tradisional ini dinamakan limar bintang. Kain ini diproduksi tahun 1985. b. Kain tradisional berfungsi sebagai selendang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan

BAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1. Sintesis Perancangan sistem merupakan suatu kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan inti dari semua proses yang berhubungan

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Pada awal abad ke-15 berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Pada awal abad ke-15 berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Profil Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan sejak berabad yang lalu dikenal juga dengan sebutan Bumi Sriwijaya, pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan

Lebih terperinci

BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG

BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG BUSANA TENUN IKAT TRADISIONAL KAB. KUPANG Kegiatan menenun merupakan warisan ketrampilan turun temurun serta garis penghubung antar generasi yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan dan tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan pangan berupa makanan, sandang berupa pakaian, dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL. A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek,

BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL. A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek, 53 BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek, Kabupaten. Tuban. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekitar menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kain Tenun merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia, karena keberadaannya merupakan salah satu karya Bangsa Indonesia yang tersebar luas diseluruh kepulauan

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

Kreasi Ragam Hias Uis Barat

Kreasi Ragam Hias Uis Barat Kreasi Ragam Hias Uis Barat Disusun Oleh: Netty Juliana, S.Sn, M.Ds Fakultas Teknik Jurusan Tata Busana / PKK UNIMED 2014 1 Kreasi Ragam Hias Uis Barat Netty Juliana (2013-2014) Abstrak Kebudayaan suku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Indonesia tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh wilayahnya. Setiap daerah di Indonesia memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Busana Thailand Berbentuk Celemek Panggul, Kaftan atau Tunika

Gambar 3.1 Busana Thailand Berbentuk Celemek Panggul, Kaftan atau Tunika BAHAN AJAR BAGIAN III SEJARAH MODE PERKEMBANGAN BENTUK DASAR BUSANA DI NEGARA TIMUR A. Thailand Thailand adalah salah satu negara tetangga Indonesia sehingga busan antara kedua negara tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS. III.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Lahat

BAB III STUDI KASUS. III.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Lahat BAB III STUDI KASUS III.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Lahat SUNGAI LEMATANG Gambar III. 1. : Peta Wilayah Kabupaten Lahat Wilayah Kabupaten Lahat terletak pada koordinat 3.25 0 4.5 0 LS dan 102.37

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan 78 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan UU No.33 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH Tiara Arliani, Mukhirah, Novita Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU

BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU 2.1. Kain Batik Basurek Bengkulu Kain Basurek merupakan salah satu bentuk batik hasil kerajinan tradisional daerah Bengkulu yang telah diwariskan dari generasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Kabupaten OKU Selatan merupakan pemekaran dari. Kabupaten Ogan Komering Ulu, terbentuknya Kabupaten OKU

GAMBARAN UMUM. Kabupaten OKU Selatan merupakan pemekaran dari. Kabupaten Ogan Komering Ulu, terbentuknya Kabupaten OKU ` GAMBARAN UMUM Kabupaten OKU Selatan memiliki geografis perbukitan dengan luas 549.394 Ha yang terdiri dari 19 Kecamatan dan 259 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 mencapai 320.290

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias daerah atau suku suku yang telah membudaya berabad abad. Berbagai ragam hias yang ada di

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPARATIF DESAIN BUSANA NASIONAL WANITA INDONESIA KARYA BARON DAN BIYAN DENGAN KARYA ADJIE NOTONEGORO

KAJIAN KOMPARATIF DESAIN BUSANA NASIONAL WANITA INDONESIA KARYA BARON DAN BIYAN DENGAN KARYA ADJIE NOTONEGORO KAJIAN KOMPARATIF DESAIN BUSANA NASIONAL WANITA INDONESIA KARYA BARON DAN BIYAN DENGAN KARYA ADJIE NOTONEGORO Oleh Suciati, S.Pd, M.Ds Prodi Pendidikan Tata Busana JPKK FPTK UPI I. PRINSIP DASAR BUSANA

Lebih terperinci

kesenian daerah sumatera Lengkap - Dexter Harto K SUMATERA UTARA 1. Rumah Adat

kesenian daerah sumatera Lengkap - Dexter Harto K SUMATERA UTARA 1. Rumah Adat kesenian daerah sumatera Lengkap - Dexter Harto K SUMATERA UTARA Rumah adat Sumatera Utara dinamakan Parsakitan dan Jabu Bolon. Jabu Parsakitan adalah rumah adat di daerah Batak Toba, tempat penyimpanan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di tengah masyarakat dan merupakan sistem yang tidak terpisahkan. Kesenian yang hidup dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1. Aspek Geografi dan Demografi 2.1.1. Aspek Geografi Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu Kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak

Lebih terperinci

Kajian bentuk kain Donggala Netty Juliana ( ) Abstrak

Kajian bentuk kain Donggala Netty Juliana ( ) Abstrak Kajian bentuk kain Donggala Netty Juliana (2013-2014) Abstrak Kriya tekstil Indonesia sangat beranekaragam bentuknya seperti batik, bordir, jumputan, tritik, pelangi, pacth work, anyaman, tenun dan lain

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU,

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU, PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

WALI KOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT KEPUTUSAN WALI KOTA BEKASI NOMOR : 556/KEP.357-Disparbud/VII/2017 TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN PADA BIOSKOP, USAHA JASA MAKANAN DAN MINUMAN, SERTA HOTEL BINTANG DI

Lebih terperinci

Pakaian tradisonal Iban

Pakaian tradisonal Iban Pakaian tradisonal Iban Tidak salah untuk kita mengenali serba banyak tentang warisan kepelbagaian budaya di negara kita yang tercinta. Saya berpeluang untuk mempelajari berkaitan dengan budaya masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan suatu negara kaya akan kebudayaan. Dengan

I. PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan suatu negara kaya akan kebudayaan. Dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain dikarenakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai 31 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial,

Lebih terperinci

BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN

BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN 3.1 Pengertian Pakaian Adat Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan kebudayaan suatu

Lebih terperinci

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA TANJUNG LEIDONG SEBELUM 1970

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA TANJUNG LEIDONG SEBELUM 1970 BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA TANJUNG LEIDONG SEBELUM 1970 2.1 Letak Geografis Tanjung Leidong Tanjung Leidong terletak di Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu yang luasnya sekitar 34,032km2

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO 2.1 Sejarah Kumihimo Kumihimo dikenal mulai sejak zaman Edo. Kumihimo pertama kali diciptakan oleh suatu bentuk jari loop mengepang. Kemudian alat takaida seperti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah Km, dan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah Km, dan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis Parit Hidayat memilikii kondisi geografis dengan tipologi daerah datar dan didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah 517.25 Km,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan disimpulkan hasil penellitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Kain Tenun Ikat di Kampung Tenun (Analisis Deskriptif Ornamen Kain Tenun Ikat dengan Bahan Sutera Alam di Kampung Tenun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung 1. Keadaan umum Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung terletak di wilayah yang strategis karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan dilestarikan dan di wariskan secara turun menurun dari nenek moyang terdahulu untuk generasi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi 1. Luas Wilayah Kecamatan Pangean merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi.

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK 12 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK A. Kondisi Geografis Desa Olak merupakan salah satu daerah integral yang terletak di Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU,

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU, PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM PAKAIAN TRADISIONAL DAERAH BANDUNG 2.1 Pengertian Pakaian Tradisional Pakaian tradisional adalah busana yang dipakai untuk menutup tubuh manusia dan dikenakan secara turun-temurun.

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara. 45 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota yang menjadi ibukota provinsi Lampung, Indonesia. Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas) 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat Daerah Penelitian Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas) Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km 2. Propinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang

I. PENDAHULUAN. Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Di Indonesia, walaupun pada awalnya

Lebih terperinci

MODEL, BENTUK, PENGGUNAAN, UKURAN, ATRIBUT, DAN KELENGKAPAN PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MODEL, BENTUK, PENGGUNAAN, UKURAN, ATRIBUT, DAN KELENGKAPAN PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL MODEL, BENTUK, PENGGUNAAN, UKURAN, ATRIBUT, DAN KELENGKAPAN I. PAKAIAN DINAS A. PDH PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL 1. PDH WARNA KHAKI a. PDH Warna Khaki Pria LAMPIRAN

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 202.414 23.805 44.545 48.706 46.376 48.865 42.493 30.682 43.325 261.667 537.401 2 Banyu Asin 74.354 6.893 15.232 9.133 8.357 11.370 14.914 10.561

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 175.517 14.520 28.238 30.943 30.415 63.437 80.416 47.113 57.176 280.562 537.423 2 Banyu Asin 63.171 4.322 5.770 9.872 11.440 16.385 28.658 11.966

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 178.423 31.968 30.373 48.437 35.571 58.619 50.807 24.344 67.668 248.151 537.808 2 Banyu Asin 58.327 11.485 7.424 12.266 9.755 15.582 18.133 7.698

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 288.456 16.926 22.384 34.827 30.181 29.824 34.511 41.041 28.541 192.768 532744 2 Banyu Asin 82.159 4.192 5.041 8.043 11.345 18.010 18.343 12.742

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG TEMU ILMIAH IPLBI 2013 IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG Wienty Triyuly (1), Sri Desfita Yona (2), Ade Tria Juliandini (3) (1) Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang:

Lebih terperinci

Galeri Songket Di Palembang BAB I PENDAHULUAN

Galeri Songket Di Palembang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Kain tenun songket adalah salah satu warisan budaya dari bangsa Indonesia yang harus di lestarikan. Songket merupakan lambang kehalusan seni tenunan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci