PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 14 Nopember 2007
|
|
- Doddy Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 14 Nopember 2007 Saudara Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi IV DPR-RI yang terhormat, Hadirin sekalian yang saya hormati, Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Pertama-tama marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata ala atas segala limpahan rakhmat dan karunia-nya, sehingga kita dapat berkumpul untuk melaksanakan Rapat Kerja pada hari ini. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Ketua, Wakil Ketua dan seluruh Anggota Komisi IV DPR-RI yang ditengah-tengah kesibukan anggota dewan dapat mengangendakan Rapat Kerja tentang pembahasan Badan Layanan Umum (BLU) Departemen Pertanian dan Hasil Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI ke Propinsi Bali, Sulawesi Utara dan Riau. Sebelum kami menyampaikan uraian tentang usulan BLU Departemen Pertanian maka perkenankan kami secara ringkas menyampaikan organisasi dan tata kerja Departemen Pertanian karena aspek ini sangat berkaitan dengan BLU Departemen Pertanian. Departemen Pertanian sebagai lembaga pelayanan publik saat ini mempunyai 12 unit eselon I yang membawahi 70 unit eselon II dan UPT yang ada di pusat dan di Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
2 daerah dengan pegawai negeri sipil berjumlah orang. Dengan kondisi seperti ini Departemen Pertanian merupakan salah satu Departemen yang tergolong cukup besar. Sebagai institusi pemerintah Departemen Pertanian melakukan fungsi pelayanan kepada masyarakat dengan sumber pembiayaan hampir seluruhnya dari anggaran pemerintah. Di lihat dari segi tugas pokok dan fungsi maka fungsi pelayanan yang diemban Departemen Pertanian meliputi : penyediaan informasi dan data, penyediaan teknologi, penyediaan benih dan bibit serta pembinaan. Dari pengalaman selama ini dirasakan bahwa seringkali pelayanan kepada masyarakat tidak bisa dilakukan secara cepat karena adanya kendala birokrasi dan aturan pengelolaan keuangan negara yang sangat ketat dan mengikat sehingga terkesan di masyarakat pelayanan yang dilakukan tidak efisien, lambat dan tidak efektif. Hal ini tentunya bertentangan dengan paradigma baru pelaksanaan pemerintahan yang dituntut lebih profesional, cepat, efisien, transparan dan akuntabel. Berkaitan dengan ini, untuk meningkatkan kinerja pelayanan terhadap masyarakat maka pemerintah telah membolehkan untuk membentuk suatu Badan Layanan Umum yang mana sesuai dengan pasal 1 butir 23 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dikatakan bahwa Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan palayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip-prinsip efisien. Undang undang ini kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Sdr. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi IV DPR-RI yang terhormat, Melihat adanya peluang untuk pembentukan BLU ini maka Departemen Pertanian telah mengkaji kemungkinan beberapa unit kerja yang prioritas untuk dijadikan Badan Layanan Umum. Di antara unit kerja tersebut adalah UPT-UPT di bawah Direktorat Jenderal Peternakan yaitu: Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, Malang untuk pelayanan mani beku ternak (cement), Balai Inseminasi Buatan Lembang untuk pelayanan mani beku (cement), Pusat Veterineria Farma Surabaya untuk pelayanan obat-obatan hewan, dan Balai Besar Pembibitan Ternak Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
3 Unggul Sapi Perah Batu Raden untuk pelayanan bibit ternak unggul. Saat ini dokumen pendukung yang diperlukan sedang dikumpulkan yang selanjutnya akan diajukan ke Menpan dan Menteri Keuangan. Di samping UPT-UPT di bawah Ditjen Peternakan, saat ini telah diupayakan penjajagan dan kajian secara seksama untuk pembentukan PPK-BLU di instansi lain lingkup Departemen Pertanian. Di antaranya adalah di Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) yang bernaung di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta di Pusat Pembiayaan Pertanian, yang merupakan salah satu eselon II di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Terwujudnya BLU di lingkup Departemen Pertanian dipandang memiliki arti yang strategis di masa mendatang, terutama dalam upaya: (1) meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan pelayanan, (2) membangun sistem ketatalaksanaan pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani; (3) meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian; (4) merumuskan kebijakan pembiayaan yang mudah diakses masyarakat; dan (5) merancang pembiayaan pembangunan yang lebih meprioritaskan anggaran untuk sektor pertanian dan sektor pendukungnya. Untuk itu, kami sangat mengharapkan dukungan dari para anggota komisi IV yang terhormat dalam proses pembentukan BLU ini. Berdasarkan hasil kunjungan kerja Komisi IV DPR-RI ke Provinsi Bali dikemukakan bahwa sektor pariwisata, disamping sektor pertanian dan industri kecilmenengah menjadi prioritas pembangunan. Departemen Pertanian sependapat bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu prioritas utama pembangunan ekonomi di Provinsi Bali dengan berbasis pada budaya dan pertanian. Dengan demikian, pengembangan pertanian selalu berjalan seiring dengan sektor prioritas lainnya dalam kerangka pembangunan ekonomi secara menyeluruh di Provinsi Bali. Salah satu kendala yang dihadapi dalam kegiatan usahatani pangan dan hortikultura adalah sempitnya kepemilikan lahan. Namun demikian, produktivitas usahatani masih dapat ditingkatkan melalui perbaikan teknologi misalnya: penggunaan benih unggul bermutu (non hibrida atau hibrida, umur pendek), Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
4 pemupukan berimbang dan pengendalian OPT secara terpadu (Pengelolaan Tanaman dan sumberdaya alam secara Terpadu). Untuk mendukung kegiatan usahatani, maka ketersediaan pupuk yang memadai memiliki peran yang signifikan. Dalam menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi bagi petani ditempuh melalui penerapan penyaluran pupuk dengan sistem pipa tertutup dengan menggunakan RDKK sejak tahun 2006, penetapan rayonisasi distributor dan pengecer resmi pupuk bersubsidi, dan mengintensifkan pengawasan melalui Tim Pengawasan Pupuk Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan koordinasi dengan instansi penegak hukum. Departemen Pertanian sependapat dengan Komisi IV-DPR-RI dalam hal perlunya peningkatan penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan dan sifat fisik tanah serta mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik (buatan). Untuk itu, dalam tahun 2007 telah dilakukan kegiatan pemberian bantuan alat pembuat pupuk organik (Appo) sebanyak 5 unit, yang dialokasikan di 5 kabupaten (Badung, Buleleng, Gianyar, Jembrana dan Tabanan) serta pelatihannya. Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi alternatif/biogas dan sebagai penghasil pupuk organik. Pada tahun 2006, Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan telah memfasilitasi sebelas unit percontohan pengembangan program BATAMAS di 19 provinsi termasuk di Provinsi Bali. Selanjutnya, untuk tahun 2008 Departemen Pertanian meluncurkan suatu program, yaitu Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini merupakan wujud implementasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian. Program ini bertujuan untuk mengakselerasi pembangunan pertanian dan ekonomi di perdesaan, dimana Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) atau lembaga petani lain menjadi motor utama penggerak di wilayahnya, dengan tujuan menumbuhkembangkan usaha agribisnis dan sekaligus meningkatkan kesempatan kerja serta menanggulangi kemiskinan di perdesaan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan di Provinsi Bali dilakukan melalui penganekaragaman konsumsi pangan, pemberdayaan rumah tangga petani dan mengangkat citra makanan tradisional berbasis potensi sumberdaya wilayah. Penganekaragaman pangan lokal dilakukan melalui peningkatan peran aktif dalam Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
5 rangka pemberdayaan para pelaku agribisnis, serta peningkatan daya saing produk berdasarkan potensi dan sumberdaya lokal khususnya produk pertanian yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Dalam rangka mengatasi hambatan dan kendala kesetersediaan pangan, Departemen Pertanian sependapat dengan Komisi IV DPR-RI tentang upaya pengendalian konversi lahan pertanian subur serta lahan perkebunan ke penggunaan non pertanian. Disamping itu, kondisi infrastruktur terutama irigasi juga terus diperbaiki melalui serangkaian program pengelolaan lahan dan air lingkup Departemen Pertanian serta melakukan upaya penanggulangan hama penyakit tanaman agar produksi dapat ditingkatkan. Dari hasil kunjungan kerja Komisi IV DPR-RI ke Provinsi Sulawesi Utara, Departemen Pertanian sependapat dan memperhatikan serius terhadap bidang investasi daerah sektor pertanian seperti: Pembangunan jalan produksi pertanian, perbaikan irigasi dan pencetakan sawah baru, Bantuan benih padi dan jagung, Pengembangan Peremajaan Kelapa Dalam, Pengembangan Peternakan Rakyat, Bantuan Alat Pengering Cengkeh, Pemberantasan Hama Penyakit Tanaman Pangan, Pembangunan sarana prasarana Balai Pelatihan Teknis Pertanian Provinsi, Pembentukan Badan Penyuluhan Pertanian dan Pengembangan RPH Babi di Kota Manado. Dalam pengembangan infrastruktur pertanian, Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air telah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan Insfrastruktur terkait pengelolaan lahan dan air (pengembangan irigasi, jalan usahatani, dan perluasan areal) mendukung Sub Sektor Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Peternakan. Kegiatan lainnya yaitu pengembangan peremajaan kelapa dalam, maka pada tahun 2008, Departemen Pertanian melalui Ditjen. Perkebunan mengalokasikan kegiatan dan pendanaan peremajaan Kelapa Dalam di Kabupaten Minahasa seluas 150 Ha dan Kabupaten Minahasa Utara seluas 150 Ha. Strategi pengembangan Kelapa Dalam di Sulawesi Utara ditempuh melalui: (1) Indentifikasi BPT dan Seleksi PIK, yang meliputi Eksplorasi plasma nutfah, identifikasi BPT (Blok Penghasil Tinggi) Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
6 dan seleksi PIK (Pohon Induk Kelapa), survai petani kelapa, pengentasan kemiskinan petani kelapa; (2) Pembangunan Kebun Induk. Dalam hal bantuan benih padi dan jagung, Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian menyediakan benih sumber bagi penangkar benih. Jenis benih yang digunakan oleh petani adalah benih sebar yang diproduksi oleh penangkar benih. Sedangkan manajemen bantuan benih bagi petani ditangani oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Bantuan benih di Sulawesi Utara dalam rangka peningkatan produksi melalui penggunaan benih unggul bermutu baik benih padi maupun jagung hibrida. Terkait pengendalian Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dialokasikan kegiatan pengamatan dan peramalan OPT, sosialisasi teknologi pengendalian OPT, penyebarlusan informasi iklim serta penyiapan bahan pengendali OPT bila terjadi serangan (out break), Penguatan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH), Brigade Proteksi, pengadaan peralatan dan sarana pengendalian OPT, pengadaan Tenaga Bantu Harian Lepas, serta pemasyarakatan PHT melalui SL PHT dan SL iklim. Dalam hal pengembangan Peternakan Rakyat, dan pengembangan RPH babi di kota Manado, maka Departemen Pertanian telah melakukan upaya-upaya pemberdayaan kelompok tani ternak untuk menumbuhkan bisnis peternakan rakyat di pedesaan. Fasilitasi pemberdayaan kelompok peternak di propinsi Sulawesi Utara telah dilakukan sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2007 dengan jumlah penerima fasilitasi sebanyak 91 kelompok pada 9 Kab/kota dengan komoditi babi, ayam, dan sapi potong. Pengembangan RPH Babi di Kota Manado, Departemen Pertanian melalui Ditjen PPHP (P2HP) direncanakan Pembangunan/ Rehabilitasi nya pada tahun Terkait perlunya bantuan alat pengering cengkeh, perlu diinformasikan bahwa alat pengering yang sudah berkembang di Departemen Pertanian yaitu pada Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian adalah untuk biji-bijian dan rimpang-rimpangan. Sedangkan untuk alat pengering cengkeh belum berkembang, namun secara teknologi telah mulai dikembangkan. Data instan mengenai kapasitas, harga alat, dan analisis ekonominya untuk alat pengering cengkeh ini belum ada. Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
7 Berdasarkan hasil Kunjungan Kerja Komisi IV DPR-RI di Provinsi Riau, dikemukakan bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan di Provinsi Riau direncanakan upaya pengembangan dan peningkatan produksi padi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi usaha pertanian. Dalam hal pemanfaatan lahan yang belum optimal untuk tanaman pangan di Provinsi Riau antara lain terkait erat dengan budaya masyarakat setempat, dimana pada umumnya petani di Propinsi Riau adalah petani pekebun dimana dalam pemeliharaan tidak seintensif tanaman pangan. Untuk memanfaatkan lahan lebih optimal dilakukan dengan unit-unit percontohan, pelatihan, studi banding. Sementara, terkait pengembangan produksi pangan khususnya di Kabupaten Siak-Provinsi Riau pada tahun 2008 akan dicanangkan pengembangan tanaman pangan (padi) di daerah/wilayah yang memiliki potensi, baik teknis maupun sosial ekonomi dan kelembagaan, sehingga terjadi saling mengisi antar kabupaten/provinsi. Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sependapat dengan Komisi IV DPR-RI terhadap perlunya usaha penumbuhan penangkar benih. Upaya pembinaan/penumbuhan penangkar benih tanaman pangan telah dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 yang lalu dilaksanakan program revitalisasi perbenihan, dengan kegiatan pokok antara lain penumbuhan/kelembagaan penangkar benih. Untuk tahun 2008 di Provinsi Riau direncanakan pemberdayaan penangkar benih di 7 kabupaten seluas 375 ha. Di sub sektor hortikultura, pengembangannya dilakukan untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura, dan dalam pelaksanaannya telah dipadukan dengan program yang didanai APBN dan didanai APBD (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Dengan upaya ini diharapkan mensinergikan potensi dan upaya untuk mempercepat peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, yang akhirnya diharapkan juga mengurangi kemiskinan masyarakat tani. Pengembangan hortikultura juga mencakup di Kabupaten Siak dan Palalawan sejak tahun Pengembangan Terminal Agribisnis di Kota Dumai dirancang dalam rangka mendukung pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS) yang telah dirintis semenjak tahun Dengan adanya terminal agribisnis ini dapat dipadukan dengan pengembangan sentra produksi dan pengembangan Sub- Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
8 Terminal Agribisnis (STA) yang ada di beberapa sentra produksi hortikultura (terutama sayuran dan buah-buahan) di Sumatera. Pada tahun anggaran 2008, di kabupaten-kabupaten yang masih tertinggal di Provinsi Riau akan dikembangkan Program Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP). Melalui program ini akan didukung Bantuan Dana Penguatan Modal Usaha Produktif yang direncanakan sebesar 100 juta rupiah untuk setiap desa, yang pelaksanaanya akan selalu didampingi secara terus menerus oleh penyuluh dan supervisor. Di sisi lain, dalam implementasi pembangunan pertanian juga di dukung oleh pembangunan sarana dan prasarana penunjang peningkatan produksi pertanian (irigasi, saprodi dsb). Pada TA Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air telah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan Insfrastruktur Pertanian mendukung Sub Sektor Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Peternakan. Selanjutnya, dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan, Pemerintah Pusat telah memprogramkan revitalisasi perkebunan khususnya untuk komoditas kakao, kelapa sawit dan karet yang sumber dananya berasal dari perbankan. Program revitalisasi perkebunan tersebut merupakan program yang utuh, yaitu pembiayaannya relatif murah dengan bunga ringan (10%) selama masa tenggang, sedangkan selisih bunga komersial ditanggung pemerintah, pembinaan kelompok dan penyuluhan difasilitasi oleh petugas-petugas perkebunan baik dari tingkat Pusat, Provinsi serta Kabupaten/ Kota. Untuk pemenuhan kebutuhan pupuk petani, telah dikembangkan pupuk organik dan pupuk organik plus seperti pupuk hayati, pupuk pembenah tanah. Untuk menjamin ketepatan waktu pendistribusian pupuk mulai dari produsen ke lini 1,2 dan 3, diperlukan pengawasan terhadap mutu dan efektifitasnya. Kebutuhan pupuk bersubsidi diperuntukan untuk perkebunan rakyat saja sedangkan untuk perkebunan besar negara maupun swasta pupuk non-subsidi. Dibidang peternakan, Provinsi Riau merencanakan untuk menjadikan sentra peternakan sapi untuk wilayah barat Indonesia. Untuk itu, diharapkan sharing pembiayaan pemerintah pusat bersama pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Secara nasional pada tahun 2006 telah dilaksanakan pengadaan ternak sapi betina bunting Brahman Cross yang terealisasi sebanyak 1836 ekor di 9 Propinsi (Riau, Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
9 Sumbar, Lampung, Sumsel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, dan Jatim) pada 25 kelompok. Departemen Pertanian sependapat dengan Komisi IV DPR-RI untuk menjadikan Propinsi Riau sebagai sentra peternakan sapi di wilayah Barat Indonesia. Demikianlah yang dapat saya sampaikan dan apabila masih diperlukan penjelasan lebih rinci saya mohon agar Eselon I yang bersangkutan dapat diberi kesempatan untuk menjelaskannya. Atas perhatian Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IV DPR-RI, saya mengucapkan terima kasih. Billahitaufiq Walhidayah, Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Menteri Pertanian RI, ANTON APRIYANTONO Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Raker dengan Komisi IV DPR RI, 14 November
GUBERNUR SULAWESI TENGAH
GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,
Lebih terperinciMateri Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR-RI.
Analisis Kebijakan 1 Materi Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR-RI. Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Anggota Komisi IV DPR-RI, yang terhormat,
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan
Lebih terperinciVI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN
VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.
No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBUPATI MALANG BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL: PERTANIAN
PIDATO MENTERI PERTANIAN RI PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA JAKARTA, 17 JANUARI 2007 ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi
PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinciBUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014
BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar
Lebih terperinciSALINAN NOMOR 5/E, 2010
SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)
BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciJakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP
KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak dimulainya revolusi hijau (1970 -an), kondisi lahan pertanian khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar lahan pertanian Indonesia
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator
Lebih terperinciWALIKOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA. dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan program
BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA A. Program dan Indikasi Kegiatan Program merupakan instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG
Lebih terperinciAGRIBISNIS BAWANG MERAH
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BAWANG MERAH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA TA DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
LAPORAN KINERJA DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian IKHTISAR EKSEKUTIF Dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL PERTANIAN Jakarta,
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI
KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI PADA SARASEHAN PERTANIAN DAN DEKLARASI DEWAN PIMPINAN WILAYAH PERHIMPUNAN PETANI DAN NELAYAN SEJAHTERA INDONESIA (DPW PPNSI JAWA TIMUR) Malang, 8 Juli 2007 Assalaamu
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I
Lebih terperinciBUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PETANIAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,
BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciWALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan
Lebih terperinciPENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,
Lebih terperinciPOLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT
POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu
Lebih terperinciV. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM
V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar
Lebih terperinciBUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciKERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH
KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun
Lebih terperinci6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan
PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan
Lebih terperinciRENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN Anggaran : 207 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan : 3. 03 Urusan Pilihan Pertanian Organisasi : 3. 03. 0 Dinas
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciWALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA
WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU
Lebih terperinciMENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.
MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. ERZALDI ROSMAN V I S I 2017-2022 MISI PROVINSI TERKAIT PERTANIAN MISI 1 : MENGEMBANGKAN
Lebih terperinciLKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015
II. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 01. URUSAN PILIHAN PERTANIAN A. KEBIJAKAN PROGRAM Kebijakan pada Urusan Pertanian diarahkan pada terwujudunya pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT; Menimbang Mengingat : a. bahwa pupuk
Lebih terperinciWALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,
WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI ( HET ) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR TAHUN ANGGARAN 2009
Lebih terperinciBAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN
BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN 5.1. TUGAS PEMBANTUAN YANG DITERIMA 5.1.1. Dasar Hukum Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas Pembantuan
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,
BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB
Lebih terperinciBUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS,
Lebih terperinci