BAB I PENDAHULUAN. berhenti bahkan cenderung meningkat. Dalam kurun waktu tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berhenti bahkan cenderung meningkat. Dalam kurun waktu tahun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia tidak pernah berhenti bahkan cenderung meningkat. Dalam kurun waktu tahun Status Lingkungan Hidup Indonesia menunjukan kondisi lingkungan yang memburuk. Seiring hal tersebut, kasus sengketa lingkungan akibat kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan pun semakin bertambah. Lebih lanjut, data dari Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2008, dalam kurun tahun 2002 sampai dengan 2006 telah menerima 439 pengaduan kasus lingkungan. 1 Selama tahun 2014, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menangani 206 kasus lingkungan hidup. Sebanyak 135 kasus merupakan tindak pidana lingkungan. Sisanya 71 kasus merupakan sengketa lingkungan hidup di mana 10 sengketa telah diputus oleh pengadilan dan 10 sengketa selesai melalui kesepakatan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan. 2 Untuk perincian jumlah kasus tindak pidana lingkungan hidup yang ditangani KLHK tersebut sebagai berikut : 1 Van Vollenhoven Institute et all, 2011, Efektivitas Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Indonesia: Rekomendasi Kebijakan, Jakarta, hlm Laporan Kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2014, hlm

2 2 Tabel 1. Jumlah Kasus Pidana Lingkungan Hidup yang Ditangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup Tahun Kasus Lingkungan Hidup yang Ditangani No Tahun Lanjutan dari Tahun Sebelumnya Kasus Baru Jumlah Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa selama kurun waktu 5 tahun dari tahun 2010 sampai tahun 2014 terdapat kecenderungan meningkatnya kasus tindak pidana lingkungan hidup. Pada tahun 2012 memang terdapat penurunan jumlah kasus, namun pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan jumlah kasus baru sampai dengan dua kali lipat dari tahun Sebagai gambaran, pada tahun 2004 terjadi kasus pencemaran perairan Teluk Buyat di Provinsi Sulawesi Utara. Pencemaran ini diduga berasal dari limbah pabrik PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR). Dampaknya masyarakat di sekitar wilayah tersebut banyak menderita keracunan akibat logam berat yang berasal dari limbah pabrik. Pada tahun 2007 para terdakwa divonis bebas murni dari tuntutan pencemaran lingkungan hidup oleh Majelis Hakim 3 Ibid, hlm. 86.

3 3 Pengadilan Negeri Manado. 4 Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengemukakan bahwa data pencemaran yang diajukan Jaksa Penuntut Umum yang didasarkan pada hasil pengujian yang dilakukan Puslabfor Mabes Polri berbeda dengan sejumlah data pengujian lain yang dilakukan sejumlah instansi penelitian baik nasional maupun internasional dan menyatakan bahwa konsentrasi logam di dalam air, biota dan tubuh manusia berada dibawah baku mutu yang ditetapkan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup sekarang Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan-. 5 Peristiwa ini menjadi perhatian dunia internasional terlebih ketika dibuat film dokumenter berjudul Bye Bye Buyat. Kemudian pada tahun 2014 terjadi kebakaran hutan dan lahan seluas hektar yang mencakup lima desa di Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Majelis Hakim memvonis bebas dua petinggi PT. National Sago Prima (PT. NSP) yang sebelumnya dituntut 1,5 tahun dan 6 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum. Majelis hakim hanya menghukum PT. NSP sebesar Rp 2 miliar, jauh dari tuntutan jaksa yaitu Rp1,4 triliun. Vonis ini dinilai melukai keadilan lingkungan. 6 4 Upkpseudorechtspraakfhundip, PT Newmont Minahasa Raya Pencemar Teluk Buyat, diakses pada tanggal 7 Oktober Anonymous, PT Newmont Divonis Bebas Dalam Kasus Pencemaran Teluk Buyat, diakses pada tanggal 7 Oktober Sapariah Saturi, Pakar: Vonis NSP Nodai Keadilan Lingkungan, Mengapa?, diakses pada tanggal 7 Oktober 2015.

4 4 Lalu pada 30 Desember 2015, Pengadilan Negeri Palembang memutus sengketa perdata antara KLHK sebagai penggugat dan PT Bumi Mekar Hijau (PT. BMH) sebagai tergugat. Kasus ini bermula dari dugaan pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh PT. BMH di areal konsesi seluas puluhan ribu hektare pada tahun 2014 dan Dalam putusan PN Palembang, PT BMH sebagai tergugat dinyatakan tidak terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan. Sebaliknya, KLHK sebagai penggugat dianggap tidak dapat membuktikan adanya kerugian ekologi akibat kebakaran hutan dan lahan tersebut. Selain itu salah satu yang menjadi pertimbangan majelis hakim menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan tidaklah menyebabkan kerusakan lingkungan, karena tetap akan dapat ditanami lagi. 7 Putusan PN Palembang ini kemudian dengan cepat viral di jejaring internet yang mana menjadi bahan olok-olok masyarakat. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau semenjak tahun 1997 hingga tahun 2015 yang kemudian ditelisik terdapat peran korporasi dalam penyebab peristiwa tersebut, namun sering kali korporasi lepas dari jerat hukum. Menurut Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, banyak penegak hukum yang tidak mengerti ilmu tentang kebakaran hutan dan lahan serta proses dan dampaknya, sehingga berkonklusi pada lemahnya pemahaman substansi perkara kebakaran hutan dan lahan. 8 Dalam pembuktian adanya suatu pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup di 7 Rini Friastuti, Putusan PN Palembang yang Bebaskan PT BMH Ganti Rugi Rp 7,9T Disesalkan, 79-t-disesalkan, diakses pada tangal 22 Januari Irma Tambunan, 2015, National Geographic: Kala Jerebu Menyerbu, PT. Gramedia Percetakan, Jakarta, hlm 33.

5 5 persidangan cenderung didasari atas bukti-bukti ilmiah (scientific evidence) contohnya seperti pengambilan sempel partikel tanah dan air. Kemudian bukti tersebut diteliti dalam laboratorium. Selain itu keterlibatan ahli dalam menerjemahkan bahasa ilmiah untuk kemudian dipahami oleh hukum sangat menentukan. Proses-proses tersebut dilakukan untuk mengetahui adakah unsur kesengajaan hingga kerugian akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 9 Perkara lingkungan hidup mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan perkara lainnya. Namun penanganannya di pengadilan maupun di muka persidangan cenderung disamakan dengan perkara-perkara umum lainnya, sehingga berdampak substansi perkara tidak sampai diperiksa dengan baik. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tertulis bahwa salah satu instrumen pengendalian pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup adalah penegakan hukum. 10 Banyaknya pelaku pencemaran maupun perusakan lingkungan hidup yang diputus tidak bersalah oleh pengadilan mencerminkan masih lunaknya penegakan hukum khususnya di bidang lingkungan hidup. Ketiga contoh kasus tersebut merupakan cerminan betapa hakim sebagai ujung tombak penegakan hukum dalam memutus perkara lingkungan hidup belum memenuhi rasa keadilan para pihak dan belum mendukung upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kualitas hakim dalam menangani perkara lingkungan hidup menjadi permasalahan yang sangat serius. 9 Berdasarkan hasil wawancara dengan Haryani Turnip, Deputi Program ICEL, tanggal 21 Januari 2016 di Hotel Santika Premiere Jl. Aipda K.S. Tubun No.7 Slipi Jakarta Barat. 10 Pasal 4 huruf f, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

6 6 Dalam konstitusi dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 11 Oleh karena itu dapat dikatakan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan Hak Asasi Manusia. Menjadi hal yang wajar dalam menangani perkara lingkungan hidup para hakim dituntut untuk memahami betul hukum lingkungan hidup sebagai upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan. Berbagai upaya penanganan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup terus dilakukan oleh pemerintah, penegak hukum dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Tidak terlepas juga pengadilan sebagai institusi ujung tombak mempunyai tanggung jawab yang berat dalam penegakan hukum lingkungan. Oleh karena itu sudah selayaknya institusi pengadilan melakukan upaya-upaya progresif dalam menangani perkara lingkungan hidup. Mahkamah Agung RI sebagai Pengadilan Negara Tertinggi yang salah satu fungsinya sebagai pengatur penyelenggaraan peradilan kemudian melakukan upaya tersebut dengan mengeluarkan kebijakan sertifikasi hakim lingkungan hidup. Kebijakan sertifikasi hakim lingkungan hidup dibuat melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 36/KMA/SK/III/2015 tentang Perubahan atas Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup. Hal ini 11 Pasal 28 H ayat (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7 7 menumbuhkan langkah baru dan menjadi harapan besar bagi upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Melalui keputusan Mahkamah Agung tersebut diterapkan suatu prinsip sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 2 jo Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 21 ayat (1) yaitu pada pokoknya bahwa perkara lingkungan hidup pada pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding harus diadili oleh majelis hakim yang ketua majelisnya adalah hakim lingkungan hidup yang bersertifikat dan telah diangkat oleh Ketua Mahkamah Agung. Kemudian yang dimaksud hakim lingkungan hidup adalah hakim yang telah bersertifikat dan diangkat yang sebelumnya telah dinyatakan lulus seleksi administrasi, kompetensi, dan integritas menjadi hakim lingkungan hidup oleh Ketua Mahkamah Agung. Namun kemudian, Mahkamah Agung mengecualikan ketentuan ini apabila belum terdapat hakim bersertifikat lingkungan maka perkara lingkungan hidup diperiksa dan diputus oleh ketua, wakil ketua atau hakim senior di pengadilan yang menjadi kewenangannya melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 36/KMA/SK/III/2015 tentang Perubahan atas Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 134/KMA/SK/IX/2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup. Langkah kebijakan sertifikasi hakim lingkungan hidup tersebut merupakan upaya awal menuju penegakan hukum lingkungan yang sistematis dan terintegrasi. Diawali Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 134/KMA/SK/IX/2011 Tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan

8 8 Hidup, kemudian dikeluarkan keputusan-keputusan Ketua Mahkamah Agung lainnya. Keputusan-keputusan tersebut yaitu: Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 26/KMA/SK/II/2013 Tentang Sistem Seleksi dan Pengangkatan Hakim Lingkungan Hidup, Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 36/KMA/SK/II/2013 Tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, serta Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 37/KMA/SK/III/2015 tentang Sistem Pemantauan dan Evaluasi Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup. Menjadi pertanyaan mendasar dari kasus-kasus dan keputusan-keputusan Ketua Mahkamah Agung tersebut adalah apakah dengan adanya hakim lingkungan hidup bersertifikat, perkara-perkara lingkungan hidup dapat tertangani dengan baik. Karena selama ini hakim menangani perkara lingkungan hidup sering kali memberikan putusan-putusan yang tidak menjawab permasalahan dinamika masyarakat dalam pembangunan dan lingkungan hidup serta belum memenuhi rasa keadilan para pihak dan belum mendukung upaya perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu penanganan perkara lingkungan hidup di pengadilan selama ini cenderung disamakan dengan perkara umum lainnya. Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan maka penulis melakukan penelitian untuk penulisan hukum dengan judul Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Lingkungan Oleh Hakim Lingkungan Hidup Bersertifikat (Kajian Implementasi Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia

9 9 Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 Tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah mekanisme penanganan perkara lingkungan hidup oleh pengadilan tingkat pertama? 2. Bagaimanakah penerapan penegakan hukum lingkungan oleh hakim yang telah bersertifikat lingkungan hidup dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara lingkungan hidup? 3. Apa yang menjadi hambatan dalam menerapkan kebijakan perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup bersertifikat? C. Tujuan Penelitian Dalam menyusun penelitian ini, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis. Diantaranya sebagai berikut : 1. Tujuan Subyektif Guna menyelesaikan mata kuliah Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas

10 10 Gadjah Mada. Selain itu untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai Hakim Lingkungan Hidup Bersertifikat serta Penegakan Hukum Lingkungan. 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui mekanisme penanganan perkara lingkungan hidup oleh pengadilan tingkat pertama; b. Untuk mengetahui penerapan penegakan hukum lingkungan oleh hakim yang telah bersertifikat lingkungan dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara lingkungan hidup; c. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang terjadi dalam menerapkan kebijakan perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup bersertifikat. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat apa yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum khususnya dalam Hukum Lingkungan dan penegakan Hukum Lingkungan.

11 11 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk instansi terkait dan stakeholder dalam mengambil kebijakan terkait penegakan Hukum Lingkungan serta para penegak hukum khususnya hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara lingkungan hidup. Serta sebagai bahan masukan dalam kebijakan sertifikasi hakim lingkungan hidup. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pencarian kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menunjukan bahwa belum terdapat penulisan hukum yang berjudul Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Lingkungan Oleh Hakim Lingkungan Hidup Bersertifikat ( Kajian Implementasi Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 Tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup ). Namun ada beberapa penelitian maupun penulisan hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan, namun dari segi judul dan rumusan masalah berbeda, yaitu sebagai berikut : 1. Yullitae, Tinjauan Penegakan hukum Lingkungan Kepidanaan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta (Studi Kasus Penambangan Pasir

12 12 Secara Liar), tahun 2005, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 12 Rumusan masalah dari penulisan hukum ini adalah kesatu, bagaimana penegakan hukum lingkungan kepidanaan terhadap penambangan pasir secara liar di Kabupaten Sleman Yogyakarta?. Kedua, apakah faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan penegakan hukum lingkungan kepidanaan terhadap penambangan pasir secara liar?. Terhadap rumusan masalah kesatu, penulis berkesimpulan bahwa masih banyak terjadi penambangan pasir liar, oleh karenanya penegakan hukum lingkungan kepidanaan terhadap penambang pasir liar di Kabupaten Sleman masih belum maksimal. Sedangkan untuk rumusan masalah yang kedua, peneliti berkesimpulan masih banyak hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum lingkungan. 2. Hananto Adi, Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Oleh Pengadilan Negeri Karanganyar Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Studi Kasus PT. Sekar Bengawan dan PT. Sawah Agung), tahun 2009, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 13 Rumusan masalah dari penulisan hukum ini adalah pertama, Bagaimanakah upaya penegakan hukum pidana lingkungan menurut UUPLH 12 Yullitae, 2005, Tinjauan Penegakan hukum Lingkungan Kepidanaan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta (Studi Kasus Penambangan Pasir Secara Liar), Penulisan Hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 13 Hananto Adi, 2009, Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Oleh Pengadilan Negeri Karanganyar Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Studi Kasus PT. Sekar Bengawan dan PT. Sawah Agung), Penulisan Hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

13 13 oleh PN Karanganyar (Studi kasus PT Sekar Bengawan dan PT. Sawah Agung) dalam kejahatan lingkungan di Kabupaten Karanganyar?. Kedua, kendalakendala apa yang dihadapi oleh PN Karanganyar dalam menegakan Hukum Pidana Lingkungan?. Terhadap rumusan masalah kesatu, penulis berkesimpulan bahwa putusan yang dijatuhkan oleh PN Karanganyar tidak mempertimbangkan pengenaan pemberatan pidana sebagaimana dalam UUPLH. Sedangkan untuk rumusan masalah kedua, kendala yang terjadi karena kurangnya sumber daya manusia di PN Karanganyar serta kesadaran akan lingkungan hidup yang rendah oleh kedua perusahaan. 3. Ryan Adi Nugroho, Tinjauan Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Terhadap Kejahatan Illegal Logging (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 68K/PID.SUS/2008), tahun 2013, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 14 Rumusan masalah dari penulisan hukum ini adalah kesatu, bagaimanakah pengaturan hukum kehutanan dan kejahatan Illegal Logging?. Kedua, apa sajakah kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum lingkungan terhadap kejahatan Illegal Logging dalam kasus Adelin Lis?. Ketiga, bagaimanakah tinjauan hukum lingkungan dalam putusan pidana kasus Adelin Lis?. Terhadap rumusan masalah kesatu peneliti berkesimpulan bahwa kejahatan Illegal Logging diatur dalam Pasal 50 Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Pasal 78 merupakan 14 Riyandi Adi Nugroho, 2013, Tinjauan Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Terhadap Kejahatan Illegal Logging (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 68K/PID.SUS/2008), Penulisan Hukum, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada.

14 14 ketentuan pidananya. Untuk rumusan masalah kedua, berkesimpulan masih banyaknya kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap kejahatan Illegal Logging. Sedang kesimpulan rumusan masalah ketiga adalah undangundang tentang kehutanan dan undang-undang lingkungan hidup tidak cukup kuat mempidanakan Adelin Lis, seharusnya menggunakan delik korupsi. Dari ketiga judul penulisan hukum di atas terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang ditulis oleh penulis saat ini. Perbedaan tersebut adalah penulis dalam penelitian ini membahas penerapan penegakan hukum lingkungan oleh hakim yang telah bersertifikat lingkungan. Secara keseluruhan ketiga penulisan hukum tersebut tidak menggunakan instrumen hakim bersertifikat lingkungan hidup dalam menganalisis penegakan hukum lingkungan. Terdapat penelitian serupa mengenai sertifikasi hakim lingkungan hidup yang dilakukan oleh Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI. Judul penelitian tersebut adalah Pengkajian Tentang Pelaksanaan Diklat Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup oleh Bambang Hery Mulyono, S.H sebagai koordinator peneliti. Adapun rumusan masalah yang diangkat adalah pertama, Apakah penyelenggaraan pelaksanaan diklat sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup yang dilaksanakan oleh Pusdiklat Mahkamah Agung RI telah memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan dalam mencetak hakim Lingkungan Hidup yang kompeten?. Kedua, Bagaimanakah model ideal penyelenggaraan program pelatihan sertifikasi bagi Hakim Lingkungan Hidup agar dapat mencetak hakim Lingkungan Hidup yang kompeten dan berkualitas?.

15 15 Kesimpulan dari penelitian tersebut, yaitu pertama pendidikan dan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup telah sesuai dengan standar kualitas sebuah pelatihan dimana telah memenuhi unsur-unsur standar sebuah pelatihan. Kedua, pola rekrutmen dan seleksi pelatihan telah mampu menghasilkan peserta diklat yang berkualitas sehingga dapat menciptakan hakim lingkungan hidup yang berkompeten. Ketiga, pelaksanaan pelatihan secara teknis telah cukup baik serta sarana prasana pelatihan telah tersedia dengan baik meskipun dalam hal penjadwalan pemateri untuk pelatihan terkendala. Keempat, telah dengan baik dilakukan evaluasi pada setiap tahap sistem sertifikasi sehingga membantu peserta maupun penyelenggara mengukur keberhasilan dan keefektivitasan capaian tiap tahapan. Dari penelitian tersebut terdapat perbedaan dengan penulisan hukum ini yaitu dalam rumusan masalah yang akan dijawab. Bisa dikatakan penelitian tersebut mengkaji mengenai sejauh mana pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup serta mencari model atau teknis pendidikan dan pelatihan yang tepat untuk diterapkan dalam sertifikasi hakim lingkungan hidup. Sedangkan penulisan hukum ini menganalisis mengenai mekanisme penanganan perkara lingkungan hidup oleh pengadilan tingkat pertama, penerapan penegakan hukum lingkungan oleh hakim yang telah bersertifikat lingkungan dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara lingungan, serta hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan kebijakan perkara lingkungan hidup mesti diadili oleh hakim lingkungan bersertifikat.

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 134/KMA/SK/IX/2011 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 134/KMA/SK/IX/2011 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM LINGKUNGAN HIDUP KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 134/KMA/SK/IX/2011 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM LINGKUNGAN HIDUP KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

CAPAIAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN JANUARI DIREKTORAT JENDERAL PENEGAKAN HUKUM

CAPAIAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN JANUARI DIREKTORAT JENDERAL PENEGAKAN HUKUM CAPAIAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 2016 JANUARI 2017 DIREKTORAT JENDERAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Pengantar Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak BAB IV ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN PADA PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 235/PID.SUS/2012/PTR Tindak Pidana dan Tanggung Jawab Korporasi di Bidang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017 KAJIAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP PEMBAKARAN LAHAN MENURUT PERMA NO. 13 TAHUN 2016 1 Oleh : Lindy Ferianto The 2 ABSTRAK Penelitianini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

[Briefing Paper] Menggugat Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng

[Briefing Paper] Menggugat Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng [Briefing Paper] Menggugat Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Pada tahun 2012 Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Keberlanjutan Manusia Sebagai Masyarakat 2: Politik dan Lingkungan

Keberlanjutan Manusia Sebagai Masyarakat 2: Politik dan Lingkungan 13 Keberlanjutan Manusia Sebagai Masyarakat 2: Politik dan Lingkungan BI2001 Pengetahuan Lingkungan endah@sith.itb.ac.id Topik bahasan kuliah 13: POLITIK dan LINGKUNGAN Peran pemerintah Kebijakan lingkungan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah salah satu negara di dunia dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dibandingkan dengan negara lainnya di dunia. Sebagai negara kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM EKONOMI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM EKONOMI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM EKONOMI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON 1. Doni Istyanto Hari Mahdi, sebagai Pemohon I; 2. Muhammad Umar, S.H.,

Lebih terperinci

CAPAIAN MAHKAMAH AGUNG DI TAHUN 2011

CAPAIAN MAHKAMAH AGUNG DI TAHUN 2011 CAPAIAN MAHKAMAH AGUNG DI TAHUN 2011 JAKARTA HUMAS, Menengok setahun terakhir kiprah perjalanan pembaruan, boleh dikatakan cukup banyak terobosan dalam upaya mewujudkan agenda visi dan misi badan peradilan

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim Agung. Hakim Konstitusi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 259). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Simpulan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penjelasan mengenai penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT I. Pendahuluan Pimpinan Komisi VI Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan memiliki fungsi sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru dunia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. No.1568, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomer 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan kejahatan yang mempunyai akibat sangat kompleks dan sangat merugikan keuangan Negara, dan di Indonesia sendiri korupsi telah menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DENGAN

Lebih terperinci

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke No.452, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum. Pencabutan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban Perusahaan dalam Kasus Lingkungan Hidup. Dewi Savitri Reni (Vitri)

Pertanggungjawaban Perusahaan dalam Kasus Lingkungan Hidup. Dewi Savitri Reni (Vitri) Pertanggungjawaban Perusahaan dalam Kasus Lingkungan Hidup Dewi Savitri Reni (Vitri) dewireni@ssek.com 26 October 2017 Kewajiban Perusahaan dalam Hukum Lingkungan Hidup (1) Kewajiban Pelaku Usaha Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Uqubat dalam perkara jinayah, memiliki substansi yang sama dengan Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum A

2017, No Uqubat dalam perkara jinayah, memiliki substansi yang sama dengan Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum A BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1937, 2017 MA. Putusan/Penetapan MA. Format dan Penulisan. Pencabutan. ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG FORMAT (TEMPLATE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN O L E H Puteri Hikmawati, SH., MH. Novianti, SH., MH. Dian Cahyaningrum, SH., MH. Prianter Jaya Hairi, S.H., L.LM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Mekanisme Pengangkatan Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilakukan sebagai berikut, yaitu: a. Pengusulan pengangkatan Penyidik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2017 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran. Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN. Oleh: Esti Aryani 1 Tri Wahyu Widiastuti 2. Abstrak

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN. Oleh: Esti Aryani 1 Tri Wahyu Widiastuti 2. Abstrak PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN Oleh: Esti Aryani 1 Tri Wahyu Widiastuti 2 Abstrak UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No 19 Tahun 2004 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENGERTIAN PERADILAN Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan Anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG 2.1 Bentuk Kejahatan Narkotika Kejahatan adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Aristya Windiana Pamuncak, S.H.,LL.M Universitas Muhammadiyah Surakarta

Aristya Windiana Pamuncak, S.H.,LL.M Universitas Muhammadiyah Surakarta ISBN: 978-602-361-036-5 Prosiding Seminar Nasional AKSES BAGI MASYARAKAT PENCARI KEADILAN DALAM MASALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PALEMBANG NO. 24/PDT.G/2015/PN.PLG ANTARA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country,

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki keindahan alam dan hutan yang sangat luas. Keindahan alam dan hutan yang dimiliki mulai dari Sabang sampai Merauke.

Lebih terperinci

Catatan-Catatan Diskusi

Catatan-Catatan Diskusi Catatan-Catatan Diskusi Aliansi Nasional Reformasi KUHP Catatan Diskusi: Bahrun tahun 2001 di Sibalaya terjadi banjir badang. Ternyata ada pemilik modal yang bekerja sama dengan pemerintah desa. Pemilik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah I. PEMOHON 1. Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo, sebagai Pemohon I; 2. Edi Kuswanto, sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293) I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa beban target penerimaan pajak yang terlalu berat telah melahirkan kebijakan pemeriksaan yang menghambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang belakangan ini cukup marak di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupai

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah

Lebih terperinci

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005 LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005 PEDOMAN PENYELESAIAN PERKARA ATAU SENGKETA HUKUM DI PENGADILAN BAB I U M U M A. Pengertian Dalam Pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1610, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. PPNS. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci