Analisis Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Studi Kasus: Keluar dari Keanggotaan PBB tahun 1965

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Studi Kasus: Keluar dari Keanggotaan PBB tahun 1965"

Transkripsi

1 Analisis Kebijakan Luar Negeri Indonesia Studi Kasus: Keluar dari Keanggotaan PBB tahun 1965 KARYA ILMIAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Oleh : Amelia Noor Satwika ( ) Julang Aryowiloto ( ) FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA 2014

2 I. Latar Belakang Pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya ke hadapan dunia internasional, hal yang kemudian menjadi fokus utama adalah mencari dukungan atas pengakuan Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka dan berhak menentukan nasibnya sendiri, tanpa ada intervensi sama sekali dari pihak manapun termasuk penjajah. Sebagai upaya mendapatkan pengakuan internasional sebagai suatu negara yang merdeka, bergabung dengan organisasi internasional merupakan salah satu langkah yang tepat dan strategis. Sebagai bentuk upaya aktualisasi Indonesia dalam mencari pengakuan internasional dengan bergabung ke dalam salah satu organisasi internasional telah dilakukan tepatnya pada tanggal 28 September Lima tahun setelah merengguh kemerdekaan, Indonesia secara formal menyatakan diri bergabung dengan PBB untuk pertama kalinya. 1 Bergabung dan bersinergi dengan PBB selama kurang lebih 15 tahun, Indonesia yang masih berada di bawah komando kekuasaan Presiden Soekarno secara mengejutkan menyatakan keluar dari keanggotaan PBB melalui pidato Soekarno pada rapat umum Anti Pangkalan Militer Asing pada tanggal 7 Januari 1965 di Jakarta. 2 Sebagai sebuah negara yang masih baru dan belum lama terlepas dari cengkeraman kolonialisme, Indonesia oleh negara-negara lain anggota PBB dinilai telah mengambil suatu langkah berani dan ceroboh. Kebijakan luar negeri Indonesia dengan keluar dari keanggotaan PBB ini kemudian membawa Indonesia pada posisi yang sulit karena dikucilkan dalam pergaulan internasional. Namun hal ini tidak sama sekali merubah keputusan Soekarno sebagai decision-maker pada saat itu untuk Indonesia. Indonesia menyatakan keluar dari keanggotaan PBB merupakan suatu kebijakan luar negeri yang menurut penulis sangat menarik untuk dikaji dan 1 diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB. 2 diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB.

3 dianalisis lebih mendalam dengan memperhatikan beberapa fakta seperti Indonesia merupakan negara yang baru merdeka, memiliki pemimpin yang mempunyai kharisma secara internasional, kondisi politik domestik yang belum terlalu stabil untuk ukuran suatu negara yang baru merdeka, serta Indonesia masih dalam tahap mencari dukungan internasional untuk memperkuat posisi sebagai suatu negara merdeka. Sungguh suatu kebijakan luar negeri yang sangat berani yang diambil oleh Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia, yang sangat mempertaruhkan tidak hanya harga diri bangsa tetapi juga eksistensi dan perjuangan panjang dan berdarah rakyat Indonesia demi mencapai suatu era di mana Indonesia berhak menentukan nasib sendiri, merdeka. II. Kerangka Analisis Dalam menganalisis kebijakan luar negeri pemerintah Indonesia di bawah komando Presiden Soekarno yang menyatakan keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965, penulis akan menggunakan kerangka analisis Pre- Theory yang ditawarkan oleh James N. Rosenau. 3 Pre-theory yang ditawarkan Rosenau sebenarnya adalah sebuah hasil riset pribadinya yang mengungkap bagaimana, proses atau metode yang dilalui dalam pengambilan suatu keputusan atau kebijakan luar negeri bagi suatu negara. Analisa terhadap kebijakan luar negeri oleh Rosenau dimaksudkan untuk memahami perilaku negara di lingkungan internasional atau yang disebut oleh Rosenau sebagai external behavior. Perilaku negara di ranah internasional ini merupakan manifestasi dari kebijakan luar negeri yang dicanangkan dalam konstitusi. Rosenau menyebutkan bahwa perilaku negara yang kemudian bermuara pada kebijakan luar negeri ini dipengaruhi oleh berbagai faktor atau yang disebutkan Rosenau sebagai variabel. Adapun variabel yang mempengaruhi perilaku negara terdiri dari berbagai macam ragamnya. Hanya saja Rosenau menekankan lebih kepada 3 James N. Rosenau (ed.) Beverley Hills. (1974). Theories, Findings, and Methods. New York: Sage Publications distributed by John Wiley & Sons. Hal. 442.

4 isu dan kondisi tertentu pada saat kebijakan dibuat, ada satu variabel yang lebih mendominasi variabel lain dalam mempengaruhi pola pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara yang disebut oleh Rosenau sebagai relative potencies. Dalam pre-theory Rosenau, variabel yang mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara diklasifikasikan menjadi lima variabel berbeda sebagai berikut: - Individual: berkaitan dengan nilai-nilai, pemahaman, dan bakat yang dimiliki seorang individu dalam mengambil kebijakan (dalam hal ini kebijakan luar negeri). - Role: berkaitan dengan peran kelompok-kelompok atau koalisi yang ada di tatanan pemerintahan dalam pengambilan kebijakan luar negeri. - Governmental: berkaitan dengan hubungan antar poros pemerintahan, misalnya antara eksekutif dan legislatif, apakah saling dukung atau justru saling menghambat dalam pembuatan kebijakan luar negeri. - Societal: berkaitan dengan pengaruh dan atau aspirasi dari rakyat suatu pemerintahan terkait kebijakan luar negeri yang diambil. - Systemic: berkaitan dengan adanya aspek non-human seperti ideologi, geografi, kondisi perekonomian, dan sebagainya. Kelima variabel tersebut di atas yang menurut Rosenau dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara. Kelimanya pasti berpengaruh dalam suatu pengambilan kebijakan luar negeri secara bersamaan, hanya saja intensitas variabel yang mempengaruhi suatu pengambilan kebijakan luar negeri dapat berubah-ubah tergantung pada isu dan kondisi tertentu. Ada suatu kondisi di mana variabel individual lebih berpengaruh daripada variabel governmental misalnya, atau sebaliknya dan seterusnya dengan variabel-variabel lain. Secara lebih spesifik dan mendalam, Rosenau bahkan telah jauh membuat sebuah kerangka analisis yang cukup akurat terhadap pengambilan kebijakan

5 luar negeri suatu negara dengan mengklasifikasikan karakter tiap-tiap negara yang ada di dunia dengan menggunakan berbagai parameter seperti kondisi geografis, luas wilayah secara fisik, kondisi perekonomian, serta sistem politik yang dianut oleh pemerintahan suatu negara. Lebih jelas mengenai formulasi analisis terhadap kebijakan luar negeri suatu negara oleh Rosenau dapat disimak pada tabel sebagai berikut: 4 4 Ibid. Hal 448.

6

7 Dari tabel formulasi, dapat terlihat variabel-variabel mana saja yang dominan dalam pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara berdasarkan karakteristiknya. Intensitas variabel yang mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri berbeda-beda pada tiap-tiap negara berdasarkan kondisi negara masing-masing. Jika negara yang secara teritori luas dan tergolong pada negara maju dengan sistem politik yang terbuka misalnya, maka variabel yang dominan terhadap pengambilan kebijakan luar negeri adalah role, yang kemudian diikuti oleh societal, governmental, systemic, barulah individual. Selain menggunakan kerangka analisis pre-theory milik Rosenau, untuk memperdalam dan mempertajam analisa penulis juga menggunakan kerangka analisis terhadap pembuatan kebijakan luar negeri yang disumbangkan oleh seorang ahli M.G. Hermann. Hermann dalam pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara berpendapat bahwa ada tiga macam unit utama dalam pembuatan kebijakan luar negeri yakni Predominant Leader, Single Group, dan Multiple Autonomous Actors. 5 Namun dalam analisis kali ini, penulis hanya menggunakan unit Predominant Leader untuk disinkronisasikan dengan kerangka analisis model Rosenau. Adapun definisi Predominant Leader sendiri adalah merupakan salah satu unit pengambil keputusan utama yang mengarah pada pemimpin suatu negara yang cenderung sifatnya dominan. Jika pemimpin tersebut memiliki pandangan yang kuat maka dia hanya mencari informasi untuk mengkonfirmasi keputusannya dan kurang sensitif terhadap nasehat ataupun informasi lain. 6 Selain menggunakan kedua teori di atas, penulis akan menganalisa lebih lanjut mengenai teori kepemimpinan serta gaya kepemimpinan menurut kajian ilmu psikologi. Teori pertama yang dipakai adalah kepemimpinan situasional, yaitu suatu gaya kepemimpinan dimana segala keputusan dan 5 M.G. Hermann. (1980). Explaining Foreign Policy Behavior Using the Personal Characteristics of Political Leaders. International Studies Quarterly. Hal Abu Bakar Eby Hara. (2011). Analisis Politik Luar Negeri: Dari realisme sampai Konstruktivisme. Hal. 112.

8 kebijakan dipengaruhi oleh situasi. Karakter individu dan situasi dapat mempengaruhi keefektifan suatu kepemimpinan. 7 Situasi yang terjadi mempengaruhi bagaimana pemimpin memilih gaya dalam pemerintah dan berbagai keputusan yang diambil. Terdapat tiga gaya kepemimpinan menurut George, yaitu gaya kognitif, kepemimpinan dengan self efficacy, dan orientasi terhadap konflik politik. Berikut adalah penjelasan mengenai tiga gaya kepemimpinan, di antaranya: 8 - Gaya kognitif : presiden mengumpulkan dan memproses informasi dari lingkungannya. Presiden menunjuk beberapa penasihat untuk mengumpulkan informasi dalam mengambil keputusan. - Kepemimpinan dengan self efficacy : presiden menyusun agenda-agenda pemerintahan sesuai dengan area yang dianggap lebih nyaman dan masalah yang dianggap dapat untuk diatasi. Presiden lebih mengutamakan penyelesaian masalah yang dianggap lebih bisa diatasi daripada menyelesaikan permasalahan yang menurutnya sulit. Presiden akan merasa percaya diri apabila ia dapat melakukan kebijakan sesuai dengan keahliannya. - Orientasi terhadap konflik politik : presiden lebih memilih untuk bekerja di area yang dianggapnya tidak nyaman. Presiden lebih menginginkan untuk membuat suatu sistem dengan menekankan pada kerja tim. Namun, presiden memiliki kontrol atas kebijakan yang diambilnya dan menuntut loyalitas dari para tim dari suatu pemeritahan. Pada gaya kepemimpinan ini, presiden lebih memilih untuk mengatasi konflik dan meminimalkan permasalahan dalam suatu negara. Berdasarkan penjelasan di atas, pemimpin yang lebih menekankan situasi 7 Ashar Sunyoto Munandar. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Depok: Universitas Indonesia. Hal Martha L. Gottam, dkk. (2012). Pengantar Psikologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 172.

9 dalam mengambil kebijakan dan gaya kepemimpinan, akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pemerintahan. Teori mengenai gaya kepemimpinan seperti dijelaskan sebelumnya lebih menekankan pada bagaimana cara presiden suatu negara dalam mengambil keputusan ataupun kebijakan, baik terkait urusan dalam negeri maupun urusan luar negeri. Gaya kepemimpinan akan memperlihatkan bagaimana sosok presiden dalam suatu pemerintahan, dalam mengambil keputusan dilihat dari situasi dalam negara yang dipimpin. Gaya kepemimpinan ini juga menjadi indikator ke arah mana negara yang dipimpin akan dibawa serta berdampak baik secara nasional maupun internasional. III. Tesis Klaim awal penulis terkait analisis terhadap kebijakan luar negeri Indonesia di bawah komando Presiden Soekarno yang menyatakan keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965 adalah bahwa ada variabel seperti yang disebutkan Rosenau yang berpengaruh terhadap kebijakan Indonesia tersebut. Variabel yang kemudian menjadi dominan pada keputusan pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia yang menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB adalah variabel Individual. Nilai-nilai dan pemahaman yang dimiliki seorang Soekarno adalah jelas seorang yang terkenal berkharisma, berani, tegas, dan lantang dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Ketika kebijakan keluar dari PBB diambil, Soekarno berpandangan bahwa PBB sudah tidak lagi merupakan suatu organisasi internasional yang berjalan sebagaimana fungsi seharusnya, melainkan PBB sudah ditunggangi kepentingan barat yang menurutnya kapitalis dan imperialis. Kebijakan Indonesia yang keluar dari keanggotaan PBB sendiri merupakan kebijakan sepihak dan semata hanya berangkat dari pandangan Soekarno mengenai PBB yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagai mana mestinya. IV. Analisis

10 Keputusan Presiden Soekarno yang menyatakan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965 merupakan suatu keputusan yang cukup menggemparkan dunia internasional. Indonesia sebagai negara yang baru berdiri dan belum genap dua dekade tersebut sudah berani mengambil suatu kebijakan luar negeri yang pada saat itu dinilai sangat bisa membahayakan posisi Indonesia yang sedang mencari dukungan atas status sebagai suatu negara merdeka. Terkucilkan dari pergaulan dunia internasional merupakan salah satu konsekuensi yang bakal harus diterima Indonesia kala itu. Berangkat dari perspektif model Rosenau dalam menganalisis kebijakan luar negeri, penulis mencoba melakukan suatu analisa mendalam terkait kebijakan Indonesia yang menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada tahun Rosenau melalui pemaparannya yang dikenal dengan sebutan pre-theory mengasumsikan bahwa dalam pembuatan ataupun pengambilan suatu kebijakan luar negeri, negara akan dipengaruhi oleh lima variabel berbeda yang oleh Rosenau variabelnya adalah individual, role, governmental, societal, dan systemic. Kelima variabel yang disebutkan Rosenau jelas berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri Indonesia yang menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada 1965 walaupun intensitasnya berbeda-beda antara satu variabel dengan variabel lain. Ada variabel yang dominan dan ada variabel yang resesif. Untuk mengetahui variabel mana yang dominan dan variabel mana yang resesif, atau tingkat intensitas variabel mana yang paling tinggi dalam kebijakan luar negeri Indonesia yang keluar dari keanggotaan PBB dapat dianalisa melalui tabel formulasi yang dipetakan oleh Rosenau sebagai berikut: Analisa dapat dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu karakter negara Indonesia secara umum berdasarkan pada parameter yang telah ditentukan dalam tabel oleh Rosenau. Identifikasi karakter Indonesia sebagai suatu negara dengan parameter ala Rosenau adalah sabagai berikut: - secara geografis dan fisik, Indonesia tergolong ke dalam negara

11 besar karena wilayah teritorinya yang luas sekitar 1,9 juta kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sekitar 97,1 juta jiwa pada tahun 1965 (berdasarkan data sensus tahun 1961) 9 - secara ekonomi, pada tahun 1965 Indonesia masuk dalam kategori non negara maju atau dalam bahasa lain disebut dengan istilah negara berkembang karena kemampuan ekonomi yang belum begitu stabil dan kuat 10 - secara politik ataupun pemerintahan, Indonesia tergolong ke dalam negara dengan sistem pemerintahan yang terbuka karena - menganut paham demokrasi 11 Berdasarkan karakteristik Indonesia yang seperti tersebut di atas, maka sesuai dengan tabel formulasi Rosenau, intensitas atau peringkat variabel yang mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri Soekarno yang menyatakan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965, Indonesia diasumsikan sebagai suatu negara yang secara geografis dan fisik besar, dengan kemampuan ekonomi yang berada pada koridor negara berkembang, dan sistem pemerintahan yang terbuka karena demokrasi, maka peringkat variabel yang mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965 adalah individual sebagai variabel paling menentukan, kemudian diikuti oleh variabel role, lalu ada variabel societal, dan selanjutnya variabel systemic, hingga pada variabel dengan peringkat paling rendah atau bisa diasumsikan sebagai variabel dengan pengaruh paling minim governmental. 9 diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB. 10 T. K. Tan. (1966). The Australian Quarterly. Vol. 38, No. 2. Hal diakses pada Sabtu 25 Januari 2014 pukul WIB.

12

13 Berikut penulis menyajikan analisis yang mengaitkan antara variabel yang mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri dengan studi kasus kebijakan luar negeri Indonesia yang menyatakan diri keluar dari status keanggotaan PBB pada tahun Selain itu, penulis akan membahas lebih lanjut dengan teori kepemimpinan dan gaya keemimpinan dari kajian psikologi. Dalam hal ini, penulis akan mengaitkan variabel dengan konteks faktual kebijakan luar negeri Indonesia namun dari peringkat variabel yang paling kecil. Berikut uraian: Governmental Melihat dari sudut pandang variabel governmental, kebijakan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965, relasi antara pihak eksekutif dan legislatif pada waktu itu tidak saling mendukung karena pada tahun 1965 sistem politik Indonesia adalah demokrasi terpimpin yang mana sentralisasi kekuasaan secara sepenuhnya ada pada tangan Soekarno. Sentralitas kekuasaan ini yang kemudian mengakibatkan pembuatan kebijakan luar negeri hanya bersumber dari pemimpin secara utuh dalam hal ini Soekarno. 12 Apabila ditinjau dari teori gaya kepemimpinan, Soekarno memilih untuk berorientasi terhadap konflik politik. Artinya, Soekarno memilih untuk mengambil suatu kebijakan yang dianggap beresiko. Soekarno mengambil menuntut pemerintahan untuk memiliki satu pemikiran yang sama dengannya. Gaya kepemimpinan Soekarno ini, dipengaruhi dengan situasi dimana ia menjadi tokoh sentral dalam pemerintahan Indonesia. Systemic Secara sistemik, keputusan kebijakan luar negeri Indonesia yang menyatakan keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965 dengan menitikberatkan pada poin sebelumnya terkait sentralitas kekuasaan yang berada pada porosnya yakni Soekarno, dapat terbaca bahwa Soekarno 12 diakses pada Kamis 9 Januari 2014 pukul WIB.

14 merupakan orang yang sangat anti dengan ideologi liberal yang menurutnya biang kolonialisme dan imperialisme. 13 Indonesia sendiri secara negara merupakan negara yang baru merdeka pada saat itu dan masih sangat traumatik dengan kolonialisme dan imperialism, sementara pelaku kolonialisme dan imperialisme adalah pihak Barat, yang mana memegang posisi-posisi teratas pada struktural organisasi PBB. Oleh karena itu, ketika Indonesia kehilangan kepercayaan sedikitpun pada PBB maka akan susah untuk dikembalikan terlebih Indonesia saat itu adalah rezim Soekarno yang terbilang anti barat. Societal Masyarakat Indonesia era tahun 1965an adalah masyarakat Indonesia yang masih belum terlepas dari bayang-bayang kolonialisme Belanda. 15 tahun bukan waktu yang cukup untuk melupakan begitu saja luka peninggalan kolonial. Keputusan Soekarno yang menyatakan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965 selain sebagai bentuk akumulasi kekecewaan dan kemarahan terhadap PBB yang menerima Malaysia sebagai dewan keamanan tidak tetap PBB padahal di sisi lain Malaysia sedang bersitegang dengan Indonesia. Terkait konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, rakyat Indonesia sendiri sangat sensitif terhadap isu-isu seperti ini sehingga kebijakan luar negeri Indonesia yang dimanifestasikan oleh Soekarno dengan keluar dari keanggotaan PBB mendapatkan respon yang cukup baik dan hangat dari rakyat Indonesia. Hal inilah yang dijadikan spirit tersendiri bagi Soekarno dalam memutuskan kebijakan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Pada waktu itu Soekarno berkata: 14 PBB dalam susunannya yang sekarang tidak mungkin dipertahankan lagi. Dengan menguntungkan Taiwan dan merugikan RRC (waktu itu Cina diwakili oleh Taiwan), menguntungkan Israel dan 13 diakses pada Kamis 9 Januari 2014 pukul WIB diakses pada Kamis 9 Januari 2014 pukul WIB.

15 merugikan negara-negara Arab, PBB nyata-nyata menguntungkan imperialisme dan merugikan kemerdekaan bangsa-bangsa. Role Posisi Soekarno sebagai pemimpin bangsa pada era demokrasi terpimpin adalah mutlak dan kuat dengan koalisinya di tatanan pemerintahan terutama eksekutif, selain itu legislatif juga berada di bawah kontrol eksekutif. Sentralitas kekuasaan seperti ini menjadi faktor pendukung paling utama dalam hal kelancaran produksi kebijakan luar negeri yang langsung dapat dijalankan oleh Soekarno selaku Presiden pada saat itu. 15 Dengan demikian tidak ada hambatan berarti bagi Soekarno selaku representasi Indonesia pada saat itu untuk mewujudkan apapun keinginannya demi bangsa Indonesia dalam perwujudan kebijakan luar negeri, termasuk memutuskan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB pada tahun Kokohnya koalisi yang dibangun Soekarno dalam pemerintahan membuatnya menjadi seorang dengan kekuatan yang luar biasa yang pernah ada dalam memimpin Indonesia ke arah manapun yang dianggapnya pantas tanpa mendapatkan hambatan berarti, termasuk di dalamnya penentuan kebijakan luar negeri yang terbilang cukup personal dan tidak terlalu banyak melibatkan pihak lain dalam tatanan kenegaraan. Individual Berangkat dari hasil analisis kebijakan luar negeri Indonesia yang menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965, dengan menggunakan model analisis yang ditawarkan James N. Rosenau, Indonesia sebagai negara besar secara geografis dan teritori dengan kemampuan ekonomi berada pada level negara berkembang dan tergolong negara dengan sistem pemerintahan demokrasi yang berarti terbuka, maka variabel yang paling menentukan dalam pengambilan kebijakan luar negeri adalah variabel individual. Individual di sini berarti mengarah pada sosok seseorang yang 15 diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB.

16 dalam suatu negara diasumsikan sebagai orang yang mempunyai pengaruh besar dan kuat secara domestik tentunya, dan bisa juga secara internasional. Sosok seperti ini biasanya disimulasikan ke dalam sosok seseorang yang memimpin negara dan dipercaya membawa negara ke arah yang lebih baik bagi seluruh rakyatnya. Sosok individual yang berada di balik kebijakan luar negeri Indonesia yang terbilang berani dengan menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965 tak lain adalah Soekarno, presiden pertama republik ini yang terkenal kharismatik, berani, tegas, dan lantang dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Fortikasi kepemimpinan Soekarno atas Indonesia terbentuk secara natural dengan berbagai gagasannya sebelum kemerdekaan Indonesia. Kepingan-kepingan yang dirintis Soekarno yang kemudian membawanya pada pucuk kepemimpinan NKRI. Karakter Soekarno yang lebih mengarahkan kebijakan luar negeri Indonesia pada era itu, termasuk kebijakan terkait keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB pada Secara personal, proses pengambilan kebijakan luar negeri tersebut lebih diarahkan pada konsideran-konsideran Soekarno akan berbagai konstelasi yang terjadi sesuai dengan nilai-nilai, pemahaman, serta kemampuan yang dimilikinya dalam menganalisis situasi pada saat itu. Soekarno pada waktu itu memutuskan bahwa Indonesia lebih baik keluar dari status keanggotaan PBB karena secara personal dengan kemampuannya dan nilai-nilai yang dianut mengasumsikan bahwa PBB sudah tidak berjalan sebagaimana tugas pokok dan fungsinya, sudah terlalu diintervensi oleh negara-negara barat dengan berbagai kepentingan mereka terhadap negaranegara yang baru melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme mereka. Pandangan Soekarno semakin diperkuat dengan diterimanya Malaysia yang dianggap sebagai negara boneka bentukan Inggris sebagai dewan keamanan tidak tetap PBB sementara di sisi lain Malaysia sedang berkonfrontasi dengan Indonesia. 16 Ditinjau dari teori kepemimpinan, situasi saat Malaysia bersitegang 16 diakses pada Selasa 28 Januari 2014 pukul WIB.

17 dengan Indonesia mempengaruhi pengambilan keputusan Soekarno untuk keluar dari PBB. Suasana yang tidak nyaman bagi Indonesia, membuat Soekarno mengambil resiko untuk keluar dari PBB dan direspon baik oleh masyarakat Indonesia. Situasi dari tidak baiknya hubungan antara Malaysia dan Indonesia dan dukungan rakyat Indonesia, membuat Soekarno menjadi lebih percaya diri untuk segera keluar dari PBB. Selain itu, peran Soekarno yang menjadi tokoh sentral mempengaruhi ia dalam mengambil kebijakan. Soekarno berusaha untuk keluar dari situasi yang tidak menyenangkan bagi bangsa Indonesia dan mengambil resiko atas keputusannya. Dari berbagai pandangan Soekarno yang demikian kemudian bermuara pada suatu kebijakan luar negeri Indonesia yakni keluar dari keanggotaan PBB dengan alasan paling kuat yang dikemukakan Soekarno bahwa PBB sudah tidak bisa menjamin keselamatan dan kedaulatan negara-negara anggotanya, terutama negara yang baru memperoleh kemerdekaan dari kaum kolonialis. Demi dan untuk keutuhan serta eksistensi Indonesia di masa depan maka keputusan keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB adalah merupakan yang terbaik pada saat itu. Dari hasil analisis pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia dengan menggunakan model Rosenau, didapatkan hasil bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan adalah individual dalam hal ini Soekarno. Analisis mengenai variabel individual dalam model Rosenau ini akan dipertajam dengan menggunakan analisis unit utama dalam pembuatan kebijakanluar negeri yang ditawarkan M.G. Hermann. Menurut Hermann, ada tiga macam unit utama dalam pembuatan kebijakan luar negeri yakni Predominant Leader, Single Group, dan Multiple Autonomous Actors. Tabel Ilustrasi Rosenau-Hermann Model Rosenau Individual - Role - Societal - Systemic - Governmental Model Hermann - Predominant Leader - Single Group - Multiple Autonomous Actors

18 Dari tabel ilustrasi di atas terlihat bagaimana sinkronisasi antara variabel individual pada model Rosenau sebagai variabel paling berpengaruh dalam pengambilan kebijakan luar negeri di Indonesia dengan unit predominant leader pada model Hermann. Analisis pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia keluar dari keanggotaan PBB lebih dipengaruhi oleh variabel individual, yakni Soekarno. Soekarno sendiri dapat dianalisis lebih lanjut sebagai unit predominant leader dalam model Hermann terkait pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia. Jadi, unit predominant leader pada model Hermann menjadi level analisis lanjutan dari variabel individual pada model Rosenau Soekarno menjadi aktor yang dominan dalam pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia yang keluar dari keanggotaan PBB. Dominasi Soekarno dapat terlihat kekuatan dari gaya kepemimpinannya yang disegani berbagai tokoh nasional bahkan internasional pada saat itu. Soekarno seakan seorang diri menyetir Indonesia untuk dibawa ke arah yang secara subjektif olehnya dianggap lebih baik dan dapat memajukan Indonesia. Era kepemimpinan Soekarno (demokrasi terpimpin) pada masa pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia yang keluar dari keanggotaan PBB juga tidak begitu mendapat bantahan dan hambatan yang berarti. Soekarno dianggap sebagai bapak bangsa yang memang pantas untuk menentukan nasib Indonesia pada saat itu, untuk menyelamatkan Indonesia dan untuk membuat Indonesia tidak masuk lagi ke dalam jurang kolonialisme dan imperialism. Sesuai dengan asumsi pre dominant leader yang dibentuk oleh Hermann, bahwa pengambil keputusan utama mengarah kepada pemimpin suatu negara yang sifatnya cenderung dominan dan cenderung hanya mencari informasi untuk mengkonfirmasi keputusannya serta kurang sensitif terhadap informasi lain yang tidak dapat mengkonfirmasi keputusannya. Soekarno adalah sosok pemimpin yang sangat amat dominan pada waktu ketika kebijakan luar negeri Indonesia keluar dari keanggotaan PBB dibuat. Terkait pledoi Soekarno atas keputusannya membawa Indonesia keluar dari keanggotaan

19 PBB dapat terlihat dari pidatonya yang menyatakan: 17 "Saudara saudara, musuh kita yang terbesar yang selalu merusakan keselamatan dan kesejahteraan Asia dan Indonesia ialah Amerika dan Inggris. Oleh karena itu, didalam peperangan Asia Timur Raya ini, Maka segenap kita punya tenaga, punya kemauan, punya tekad harus kita tunjukan kepada hancur leburnya Amerika dan Inggris itu. Selama kekuasaan dan kekuatan Amerika dan Inggris belum hancur lebur, maka Asia dan Indonesia tidak bisa selamat. Oleh karena itu, semboyan kita sekarang ini ialah hancurkan kekuasaan Amerika dan hancurkan kekuasaan Inggris. Amerika kita setrika! Inggris kita Linggis! Go to hell with your aid!" Demikian analisis terkait kebijakan luar negeri Indonesia yang keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965 dengan menggunakan pisau analisa pretheory dengan lima variabel yang ditawarkan James N. Rosenau dan predominant leader yang merupakan bagian dari tiga unit utama dalam pengambilan kebijakan luar negeri yang ditawarkan M.G. Hermann. Analisis juga diperkuat dengan menggunakan pendekatan gaya kepemimpinan dari sudut pandang psikologi politik. V. Kesimpulan Kebijakan luar negeri merupakan suatu bentuk manifestasi dari apa yang hendak dicapai suatu negara terutama dalam pergaulan internasional. Dalam perumusan kebijakan luar negeri suatu negara, tentu akan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang beragam. Dalam kasus kebijakan luar negeri Indonesia, yang menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Namun, poin utama dalam pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia tersebut adalah sosok pemimpin Indonesia saat itu, presiden Soekarno. Dari hasil analisis menggunakan model Rosenau, sosok pemimpin dalam hal ini Soekarno merupakan faktor 17 Pidato Bung Karno dari Jawa News, No. 2 April 1943, dikutip dari artikel Aiko Kurosawa diakses pada Minggu 20 Januari 2014 pukul WIB.

20 utama pendorong terbentuknya kebijakan luar negeri Indonesia yang keluar dari keanggotaan PBB pada tahun Dengan menggunakan pisau analisis lebih mendalam yang ditawarkan Hermann, ditemui fakta-fakta bahwa Soekarno memiliki sentiment tersendiri terhadap PBB sebagai suatu organisasi internasional yang menaungi berbagai negara yang ada di dunia. Soekarno dengan nilai-nilai yang dianut serta naluri subjektifnya menyimpulkan bahwa PBB sudah tidak murni menjalankan misi sebagaimana mestinya. PBB sudah ditunggangi oleh banyak kepentingan negara barat yang merupakan simbol kolonialisme dan imperialisme. Sentimen yang terbangun dalam diri Soekarno saat itu terhadap Malaysia juga yang menjadi stimulus bagi pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Baginya, Malaysia adalah sebuah negara boneka yang dibangun Inggris untuk mencoba menacapkan kembali cakar kolonialisme dan imperialismenya di bumi timur. Selain itu, situasi bangsa Indonesia terhadap Malaysia yang tidak baik ternyata mempengaruhi gaya kepemimpinan pada Soekarno. Sebagai presiden, ia lebih memilih untuk mengambil resiko besar dan keluar dari situasi yang tidak menyenangkan bagi negaranya. Gaya kepemimpinan dari Soekarno terhadap kebjikannya untuk keluar dari PBB, menuntut ia untuk segara mengatasi konflik yang terjadi.

21 DAFTAR PUSTAKA Buku : Gottam, Martha L., dkk. (2012). Pengantar Psikologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal Hara, Abu Bakar Eby. (2011). Analisis Politik Luar Negeri: Dari realisme sampai Konstruktivisme. Hal Hermann, M.G. (1980). Explaining Foreign Policy Behavior Using the Personal Characteristics of Political Leaders. International Studies Quarterly. Hal Munandar, Ashar Sunyoto. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Depok: Universitas Indonesia. Hal Rosenau, James N (ed.) Beverley Hills. (1974). Theories, Findings, and Methods. New York: Sage Publications distributed by John Wiley & Sons. Hal Jurnal : T. K. Tan. (1966). The Australian Quarterly. Vol. 38, No. 2. Hal Halaman Web : diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB. review.com/content_detail.php?lang=id&id=8902&type=99#.uupnfby29su pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB. diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB. diakses diakses pada Sabtu 25 Januari 2014 pukul WIB.

22 pada Kamis 9 Januari 2014 pukul WIB. diakses diakses pada Kamis 9 Januari 2014 pukul WIB. diakses pada Kamis 9 Januari 2014 pukul WIB. diakses pada Senin 27 Januari 2014 pukul WIB. diakses pada Selasa 28 Januari 2014 pukul WIB. Sumber lain : Pidato Bung Karno dari Jawa News, No. 2 April 1943, dikutip dari artikel Aiko Kurosawa diakses pada Minggu 20 Januari 2014 pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri BAB V KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia dan Dampaknya bagi Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Tahun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini merupakan kesimpulan terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian dan sekaligus memberikan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Rakyat dilibatkan

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

UNIT EKSPLANASI INDIVIDU DALAM POLITIK LUAR NEGERI DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

UNIT EKSPLANASI INDIVIDU DALAM POLITIK LUAR NEGERI DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI UNIT EKSPLANASI INDIVIDU DALAM POLITIK LUAR NEGERI DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 Individu Dalam Politik Luar Negeri Teori-Teori Level Individu Dalam Politik Luar Negeri

Lebih terperinci

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER : STUDI KASUS KONFERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG ANALISIS KEPENTINGAN NASIONAL Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA ACARA UPACARA BENDERA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE-69 PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI TAHUN 2014 Hari/tgl : Minggu, 17 Agustus 2014 Pukul : 07.30 WIB Tempat : Lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

Penjelasan SBY tentang Ketegangan Indonesia-Malaysia dalam Perspektif Analisis Wacana

Penjelasan SBY tentang Ketegangan Indonesia-Malaysia dalam Perspektif Analisis Wacana Rabu malam, 1 September 2010 Presiden SBY memberikan penjelasan resmi mengenai sikap resmi pemerintah terkait memanasnya hubungan Indonesia-Malaysia di Markas Besar TNI Cilangkap. Presiden merasa perlu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Politik Luar Negeri Indonesia sejak awal kemerdekaan sedikit banyak

BAB I PENDAHULUAN. Politik Luar Negeri Indonesia sejak awal kemerdekaan sedikit banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Politik Luar Negeri Indonesia sejak awal kemerdekaan sedikit banyak dibentuk oleh kepentingan-kepentingan untuk menjawab tantangan dari realita Perang Dingin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya tanpa berhubungan dengan negara lain. setiap negara pasti akan memiliki kepantingan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini

Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini Ilustrasi: Moh. Dzikri Handika Melalui buku Peranan Koperasi Dewasa Ini (PKDI), Aidit secara tegas meletakkan koperasi sebagai gerakan sosial dan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA New York, 23 September 2003 Yang Mulia Ketua Sidang Umum, Para Yang Mulia Ketua Perwakilan Negara-negara Anggota,

Lebih terperinci

Tanggal 17 Agustus Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Tanggal 17 Agustus Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan Salam sejahtera bagi kita sekalian. BUPATI KULON PROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA 17 AGUSTUS 2014 DALAM RANGKA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE 69 PROKLAMASI KEMERDEKAAN R I TINGKAT KABUPATEN KULON PROGO Tanggal 17 Agustus 2014 Assalamu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai BAB V KESIMPULAN Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai masa penjajahan Belanda merupakan hal yang sangat kompleks. Tan Malaka sedikit memberikan gambaran mengenai kondisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara studi literatur yang data-datanya diperoleh

Lebih terperinci

Indonesia akan menyelenggarakan pilpres setelah sebelumnya pilleg. Akankah ada perubahan di Indonesia?

Indonesia akan menyelenggarakan pilpres setelah sebelumnya pilleg. Akankah ada perubahan di Indonesia? {mosimage} Hafidz Abdurrahman Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Tak lama lagi, rakyat Indonesia akan kembali berpesta dalam demokrasi. Setelah beberapa waktu lalu diminta memilih wakil rakyat, kini rakyat

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. BAB I PENDAHULUAN I. 1.Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan tulang punggung dalam demokrasi karena hanya melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. Kenyataan ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Cina (RRC) adalah salah satu negara maju di Asia yang beribukota di Beijing (Peking) dan secara geografis terletak di 39,917 o LU dan 116,383

Lebih terperinci

RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI ANWAR ILMAR

RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI ANWAR ILMAR RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda memang membuka kesempatan banyak bagi pemudapemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

sosial, budaya, ekonomi, agama, filsafat;

sosial, budaya, ekonomi, agama, filsafat; PEMIKIRAN BUNG KARNO UNTUK PERDAMAIAN DUNIA Azyumardi Azra, CBE Workshop Memory of the World 2018; Warisan Dokumenter Indonesia untuk Pengetahuan Dunia LIPI, Jakarta 17-1818 April 2018 Memahami Pemikiran

Lebih terperinci

VI. PENUTUP. A. Kesimpulan. dalam waktu singkat, yaitu mulai tahun 1961 sampai dengan Dalam kurun lima

VI. PENUTUP. A. Kesimpulan. dalam waktu singkat, yaitu mulai tahun 1961 sampai dengan Dalam kurun lima VI. PENUTUP A. Kesimpulan Pembangunan monumen masa pemerintahan Orde Lama di Jakarta dibangun dalam waktu singkat, yaitu mulai tahun 1961 sampai dengan 1965. Dalam kurun lima tahun, pemerintahan Bung Karno

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

kinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru,

kinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru, i K Tinjauan Mata Kuliah onsep perwakilan di Indonesia telah terejawantahkan dalam berbagai model lembaga perwakilan yang ada. Indonesia pernah mengalami masa dalam pemerintahan parlementer meski dinyatakan

Lebih terperinci

MENGAPA TAPOL DI PAPUA TOLAK RENCANA PEMBERIAN GRASI?

MENGAPA TAPOL DI PAPUA TOLAK RENCANA PEMBERIAN GRASI? MENGAPA TAPOL DI PAPUA TOLAK RENCANA PEMBERIAN GRASI? "Kami tidak butuh dibebaskan dari Penjara, tetapi butuh dan tuntut BEBASKAN Bangsa Papua dari Penjajahan Negara Kolonial Republik Indonesia", demikianlah

Lebih terperinci

A. Pengertian Pancasila

A. Pengertian Pancasila PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI A. Pengertian Pancasila Istilah nilai dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan. Di samping itu juga untuk menunjuk kata kerja yang

Lebih terperinci

Catatan Kepergian dan Mutiara Kepemimpinan HKM. Oleh: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Provinsi Bali)

Catatan Kepergian dan Mutiara Kepemimpinan HKM. Oleh: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Provinsi Bali) Catatan Kepergian dan Mutiara Kepemimpinan HKM Oleh: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Provinsi Bali) 1 Berita tentang berpulangnya Ketua KPU Husni Kamil Manik (HKM) yang saya terima pada tanggal

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat

Lebih terperinci

Pendekatan Historis Struktural

Pendekatan Historis Struktural Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga

Lebih terperinci

Warisan Bung Karno Untuk Rakyat Indonesia

Warisan Bung Karno Untuk Rakyat Indonesia Warisan Bung Karno Untuk Rakyat Indonesia http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/2096-warisan-bung-karno-untuk-rakyat-indonesia.html Minggu, 14 Juni 2015 Presiden RI, Soekarno (Ist) Ditengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN Slamet Widodo Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. : Oby rohyadi. Nomer mahasiswa : Program studi : STRATA 1. : Teknik Informatika

TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. : Oby rohyadi. Nomer mahasiswa : Program studi : STRATA 1. : Teknik Informatika TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Oby rohyadi Nomer mahasiswa : 11.11.5471 Kelompok : F Program studi : STRATA 1 Jurusan Nama Dosen : Teknik Informatika : Dr.abidarin rosidi,m.ma Implementasi

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA No (IPK) 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan intelektual Memahami karakteristik peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi suatu kesadaran umum setiap organisasi dalam rangka menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi suatu kesadaran umum setiap organisasi dalam rangka menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya berorientasi pada kualitas di segala bidang dan aspek telah menjadi suatu kesadaran umum setiap organisasi dalam rangka menciptakan keunggulan bersaing.

Lebih terperinci

Bung Karno dan Tugas Illuminaty

Bung Karno dan Tugas Illuminaty Bung Karno dan Tugas Illuminaty http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/2137-bung-karno-dan-tugas-illuminaty.html Kamis, 25 Juni 2015 Mata Horus, Simbol Illuminaty (Ist) Ditengah Penjajahan Kolonialisme

Lebih terperinci

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK KISI-KISI UKG 2015 SEJARAH Indikator Pencapaian b c d e 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas MK Pendidikan Pancasila) Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. Disusun Oleh: Nama : WIJIYANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Transisi Indonesia menjadi negara demokratis pada 1998 merupakan sebuah perubahan besar. Krisis ekonomi yang melatar belakangi terjadinya transisi pemerintahan

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN: SEJARAH INDONESIA (WAJIB)

SILABUS MATA PELAJARAN: SEJARAH INDONESIA (WAJIB) SILABUS MATA PELAJARAN: SEJARAH INDONESIA (WAJIB) Satuan Pendidikan : SMK NEGERI 21 JAKARTA Kelas : XI Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghayati

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia 68 BAB IV KESIMPULAN Pasca berakhirnya perang saudara di Spanyol pada tahun 1939, Francisco Franco langsung menyatakan dirinya sebagai El Claudilo atau pemimpin yang menggunakan kekuasaannya dengan menerapkan

Lebih terperinci

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

Menawarkan Pancasila Menjadi Ideologi Dunia

Menawarkan Pancasila Menjadi Ideologi Dunia Menawarkan Pancasila Menjadi Ideologi Dunia Nama : Rizqon Sadida NIM : 11.11.5381 Kelompok : E Program Studi : Strata 1 (S1) Jurusan Dosen : Teknologi Informatika : Abidarin Rosidi, Dr, M.M.A ABSTRAKSI.

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PENGANUGERAHAN GELAR PAHLAWAN

Lebih terperinci

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis geneologi, lalu membangun

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Acara Konvensi Kampus VII dan Temu Tahunan XIII Forum Rektor

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK SOEKARNO : STUDI PADA KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI SOEKARNO DALAM KONFRONTASI INDONESIA DENGAN MALAYSIA

PERILAKU POLITIK SOEKARNO : STUDI PADA KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI SOEKARNO DALAM KONFRONTASI INDONESIA DENGAN MALAYSIA PERILAKU POLITIK SOEKARNO : STUDI PADA KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI SOEKARNO DALAM KONFRONTASI INDONESIA DENGAN MALAYSIA DISUSUN OLEH NAMA : TINA RAYA SIHOMBING NIM : 030906039 DOSEN PEMBIMBING : Drs.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dan politik memiliki definisinya masing-masing. Secara sederhana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dan politik memiliki definisinya masing-masing. Secara sederhana 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebijakan Politik Kebijakan dan politik memiliki definisinya masing-masing. Secara sederhana Solichin Abdul Wahab menyatakan bahwa pada hakikatnya kebijakan terdiri atas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)

Lebih terperinci

Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta. ( Suatu Studi Perbandingan Mengenai Konsep Nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta )

Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta. ( Suatu Studi Perbandingan Mengenai Konsep Nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta ) Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta ( Suatu Studi Perbandingan Mengenai Konsep Nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta ) A. Latar Belakang 1. Identifikasi Permasalahan Sukarno dan Hatta adalah dua

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016 MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016 Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam

Lebih terperinci

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA, OM SWASTIASTU, NAMO BUDHAYA,

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA, OM SWASTIASTU, NAMO BUDHAYA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KAMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE 108 TAHUN 2016 ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan Revolusi merupakan perlawanan penjajah terhadap Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan Revolusi merupakan perlawanan penjajah terhadap Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Revolusi adalah pergolakan politik, sosial ekonomi dan kebudayaan yang membawa perubahan terhadap keadaan sebelum terjadinya Revolusi. Tujuan sebuah revolusi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut. BAB V KESIMPULAN Yugoslavia merupakan sebuah negara yang pernah ada di daerah Balkan, di sebelah tenggara Eropa. Yugoslavia telah menoreh sejarah panjang yang telah menjadi tempat perebutan pengaruh antara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di seluruh dunia. Saking derasnya arus wacana mengenai demokrasi, hanya sedikit saja negara yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah BAB VI KESIMPULAN Sampai pada saat penelitian lapangan untuk tesis ini dilaksanakan, Goenawan Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah Tempo dalam waktu yang relatif lama,

Lebih terperinci

Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN : STUDI KASUS OPERASI PEMBEBASAN IRIAN BARAT DAN POLITIK KONFRONTASI DENGAN MALAYSIA TINGKAT ANALISIS INDIVIDU Oleh

Lebih terperinci

Komunisme dan Pan-Islamisme

Komunisme dan Pan-Islamisme Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922) Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009 Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah tujuan bersama dan cita-cita bersama yang telah disepakati oleh

I. PENDAHULUAN. sebuah tujuan bersama dan cita-cita bersama yang telah disepakati oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah organisasi masyarakat yang memiliki tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap kedudukan di pemerintahan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA Yang saya hormati, Tanggal : 11 Agustus 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA Ir. SOEKARNO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA Ir. SOEKARNO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA Ir. SOEKARNO Oleh: Ahlul Amalsyah Ir. Soekarno atau yang biasa disapa Bung Karno lahir pada tanggal 6 juni 1901 di Blitar, Jawa Timur adalah presiden Indonesia pertama

Lebih terperinci

KISI KISI UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTER TAHUN NO. KOMPETENSI DASAR KLS NO SOAL Memahami corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara

KISI KISI UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTER TAHUN NO. KOMPETENSI DASAR KLS NO SOAL Memahami corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara KISI KISI UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTER TAHUN 2017 Mata Pelajaran Penyusun Soal :SEJARAH INDONESIA : DRS. LADU NO. KOMPETENSI DASAR KLS NO SOAL 1. 3.2 Memahami corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara

Lebih terperinci

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan berbagai aspek yang telah dinilai oleh pembuat kebijakan di Montenegro untuk bergabung dalam NATO, terdapat polemik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh kebijakan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa menyerahnya Jepang kepada sekutu pada 14 Agustus 1945 menandai berakhirnya Perang Dunia II, perang yang sangat mengerikan dalam peradaban manusia di dunia.

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah.

Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah. Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah. Luka itu belum sembuh. Mesin perang tentara dan polisi Mesir mengoyak-ngoyak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari BAB V Penutup 5.1. Kesimpulan PKI lahir sebagai organisasi kepartaian yang memiliki banyak tujuan. Di samping untuk menguasasi politik domestik negara, PKI juga memiliki misi untuk menghapus pengaruh kapitalisme

Lebih terperinci

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik.

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik. RESUME Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik. Salah satu kasus yang mengemuka adalah tergulingnya presiden Honduras, Manuel Zelaya pada

Lebih terperinci

PROGRAM SEMESTER (PROMES)

PROGRAM SEMESTER (PROMES) Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Semester : Ganjil Kelas : IV (Empat) Tahun Pelajaran : 2011/2012 Juli Agustus September Oktober Nopember Desember SISTEM PEMERINTAHAN DESA DAN KECAMATAN A. Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan

BAB I PENDAHULUAN. Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan untuk kepentingan nasional. Pada masa pemerintahan Soekarno, kepentingan nasional utama

Lebih terperinci