BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat pemenuhan kebutuhan dari aspek ekonomi maka akan semakin kompleks pula

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat pemenuhan kebutuhan dari aspek ekonomi maka akan semakin kompleks pula"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara logis dapat dijelaskan bahwa semakin formal media ekonomi yang digunakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan dari aspek ekonomi maka akan semakin kompleks pula instrumen yang terkait dalam pola usaha tersebut di mata hukum. Kekompleksitasan itu disebabkan karena banyaknya instrumen baik dari sisi hukum maupun dari sisi ekonomi yang terlibat didalamnya yang memerlukan perlakuan dan perhatian lebih serius lagi. Dikatakan harus lebih serius lagi bila dibandingkan dengan menjalankan aktifitas ekonomi tanpa wadah yang formal dari mata hukum, karena apabila ada sedikit saja unsur yang salah dalam satu wadah yang formal di bidang ekonomi yang telah dijadikan tempat untuk pelaksanaan tujuan ekonomi tentunya akan mengakibatkan gangguan atau bahkan kehancuran bagi sistem atau wadah ekonomi tersebut. Wadah ekonomi yang dimaksud dalam hal ini adalah badan usaha baik yang berstatus badan hukum dan yang berstatus bukan badan hukum. 1 Perseroan terbatas merupakan bentuk usaha yang sangat ideal, karena bentuk usaha ini merupakan konsentrasi modal, tidak mempertimbangkan lagi latar belakang dari pemegang sahamnya terutama pada jenis perseroan terbatas terbuka. Hubungan antar pribadi para pemegang saham bukan lagi menjadi pertimbangan utama, karena yang diutamakan adalah besar dana yang ditanam dalam saham perseroan terbatas. Faktor kelaziman tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih pembentukan perseroan terbatas. 1 Chidir Ali, Badan Hukum, (Alumni: Bandung, 1999), hal. 7.

2 Perlu diingat kembali bila memperhatikan subjek hukum atau rechtspersoon, maka terdapat pembagian secara umum yakni sebagai berikut: 2 1. Rechtspersoon yang berstatus badan hukum Untuk Rechtspersoon yang berstatus badan hukum, bila memperhatikan hukum perdata di Indonesia khususnya dilapangan hukum perseroan dikenal beberapa bentuk yaitu koperasi, yayasan dan perseroan terbatas. 2. Rechtspersoon yang berstatus bukan badan hukum Sedangkan untuk Rechtspersoon yang berstatus bukan badan hukum terdiri dari perkumpulan, paguyuban sosial kemanusian, persekutuan perdata yang bergerak di bidang agama dan pendidikan (misalnya kelompok belajar, bermain atau olahraga), persekutuan perdata di bidang ekonomi misalnya comanditaire venootschaap (CV), firma, usaha dagang (UD), dan bentuk lain yang serupa dengan itu yang berada di luar status badan hukum sebagaimana telah disebutkan diatas. Dalam tulisan ini penelitian membatasi pembahasan hanya pada Rechtspersoon yang berstatus badan hukum terutama bergerak di bidang ekonomi murni yaitu Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas menurut hukum positif di Indonesia yaitu Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 diartikan sebagai berikut: Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya. 3 2 Ibid, hal Ibid, hal.15.

3 Perlu dicermati bahwa negara Indonesia merupakan penganut ekonomi Pancasila dimana dalam hal penguasaan aspek ekonomi oleh negara tidak mutlak berada dalam tangan penyelenggara negara atau seperti layaknya sistem ekonomi komunis, sekaligus bukan pula membiarkan secara liar bagi warga negara untuk melaksanakan aktifitas ekonomi guna pencapaian tujuan ekonominya masing-masing dengan cara menghalalkan segala cara atau seperti halnya sistem ekonomi liberal atau kapitalis. Namun sistem ekonomi yang dianut di Indonesia ini merupakan jalan tengah dari kedua sistem ekonomi yang mayoritas dianut oleh negara-negara lain di dunia. 4 Hal ini dapat dibuktikan melalui pengaturan tentang Perseroan Terbatas dimana secara tegas negara memberikan kebebasan dari sisi materiil bagi para pihak pembentuk perseroan tersebut dengan ikatan hukum berupa janji, namun disisi lain negara juga menunjukkan otoritasnya sebagai pembuat hukum dengan mengadakan unifikasi hukum di bidang hukum formal yaitu dalam hal prosedur kelembagaan dan pembuatan/pendirian Perseroan Terbatas (PT). Negara telah merancang sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan kedudukan antara warga negara dengan negara. Dewasa ini terdapat banyak badan usaha yang berstatus badan hukum terutama Perseroan atau Perseroan Terbatas (PT) yang telah berkembang menjadi perseroan yang mempunyai banyak unit-unit kegiatan usaha. Unit-unit kegiatan usaha tersebut merupakan suatu divisi yang relatif independen, tetapi dapat juga merupakan suatu bagian yang hanya sebagai pelaksana keputusan dari kantor pusat suatu Perseroan Terbatas (PT).Ketika perseroan memberikan adanya tingkat kebebasan (degree of independence) kepada unit-unitnya tersebut, tanpa didasari hal itu dapat membawa dampak negatif bagi perseroan yakni sewaktu-waktu perseroan akan 4 Deliarnov, Ekonomi Politik, (Erlangga: Jakarta, 2006), hal. 41.

4 menghadapi kesulitan dalam mengendalikan unit-unit tersebut. Kesulitan tersebut juga dapat timbul karena berkaitan dengan jenis usaha yang beraneka ragam, dapat juga karena masalah trade off antara kecepatan pengambilan keputusan dan pengendalian terhadap jenis usaha yang berlangsung pada suatu perseroan. 5 Di samping hal-hal di atas, dalam kegiatan operasionalnya perseroan juga tidak selalu mampu berkembang dengan baik. Kadang-kadang perseroan terpaksa melakukan downsizing dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, bahkan Perseroan terpaksa membubarkan diri karena kerugian terus-menerus yang dialaminya. Perseroan dapat menghadapi kesulitan baik karena alasan operasional maupun dapat juga karena alasan keuangan. Alasan yang pertama berarti perseroan menanggung biaya operasi yang lebih besar dari penghasilan operasinya. Sebab yang kedua, Perseroan menghadapi kesulitan keuangan karena beban keuangan tetap yang terlalu besar. Mungkin dari sisi operasional masih menghasilkan keuntungan operasi, tetapi laba operasi tersebut tidak mampu untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Masalah-masalah ini menyebabkan perseroan melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi merupakan suatu strategi bisnis yang tetap untuk diimplementasikan pada perseroan-perseroan terkategori under perfoming. Istilah restrukturisasi perseroan menjadi populer di Indonesia sejak awal krisis moneter dan krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 yang lalu. Kendatipun demikian, krisis ekonomi hanyalah salah satu faktor penyumbang yang mengakibatkan hancurnya dunia bisnis nasional. Faktor penyumbang lain yang tidak kalah signifikannya dalam memicu terpuruknya kinerja perseroan-perseroan nasional pada umumnya adalah kurang sehatnya iklim usaha dan budaya bisnis yang diterapkan oleh para pelaku ekonomi nasional. 6 5 Ibid, hal Ibid, hal. 166.

5 Kondisi ini justru terungkap secara jelas setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, ternyata struktur ekonomi Indonesia tergolong sebagai biaya tinggi yang diwarnai oleh praktikpraktik manipulasi dan berbagai bentuk inefficieny pengelolahan usaha. Dibalik fenomena itu terbukti pula bahwa sesungguhnya faktor-faktor fundamental perekonomian Indonesia selama beberapa dasawarsa terakhir ini sangat rapuh dan rentan terhadap krisis. Hal ini terefleksi para realitas kehancuran dunia usaha nasional sejak awal krisis terjadi. Realitas ini terungkap oleh banyaknya perseroan nasional baik swasta maupun BUMN, yang dilanda kesulitan likuiditas akibat terpicu oleh teralaminya kerugian secara periodik dan beban utang yang melebihi nilai riil aktiva mereka sehingga tidak mengherankan jika banyak mereka yang tergolong dalam kategori non-performing (distress) enterprises. 7 Dalam kondisi yang demikian, restrukturisasi perseroan menjadi satu-satunya alternatif strategi pemulihan dan peningkatan kerja perseroan.restrukturisasi perseroan juga merupakan bagian penting dari program reformasi ekonomi. Restrukturisasi perseroan melibatkan restrukturisasi assets dan liabities perseroan termasuk struktur perbandingan hutang dan modal sendiri perseroan tersebut, yang sejalan dengan kebutuhan cash flow untuk meningkatkan efisiensi, memperbaiki pertumbuhan dan meminimalkan biaya pajak. 8 Strategi restrukturisasi digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perseroan yang tidak berkembang, sakit atau adanya ancaman bagi organisasi atau industri diambang pintu perubahan yang signifikan. Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit manajemen, perubahan strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perseroan. Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi untuk membangun bagian yang kritis, menjual bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya 7 Ibid, hal Ibid, hal. 60.

6 akuisisi secara efektif. Hasilnya adalah perseroan yang kuat, atau merupakan transformasi industri. Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen yang mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan perseroan berada pada titik undervalued atau industri pada posisi yang matang untuk transformasi. Wawasan yang sama diperlukan untuk melakukan turn around pada unit usaha, bahkan pada bisnis yang tidak familiar. 9 Restrukturisasi perseroan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan atau memaksimalisasi kinerja suatu perseroan padahal setiap kali perseroan melakukan perbaikan baik dalam skala kecil maupun skala besar, tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerja perseroan. Tentu saja perseroan tidak perlu menunggu terlebih dahulu terjadinya penurunan baru dilakukan perbaikan, sehingga perbaikan atau pembenahan jenis usaha pada suatu perseroan perlu dilakukan secara terus-menerus. Pada umumnya istilah restrukturisasi digunakan jika perseroan ingin melakukan perbaikan secara menyeluruh, dan tujuannya adalah untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perseroan. Restrukturisasi dalam perseroan dapat dibedakan menjadi : 1. Restrukturisasi Bisnis yaitu penataan kembali rantai bisnis dengan tujuan untuk meningkatkan keunggulan dan daya saing (competitive advantage) perseroan. Restrukturisasi bisnis dapat ditempuh melalui berbagai alternatif, yaitu: a) Regrouping dan konsolidasi. b) Join Operation. c) Strategic Alliancies. d) Strategic Business Unit (SBU). 9 Dean Novel, Analisis Restrukturisasi Perseroan (Jakarta : Universitas Pancasila, 2002), hal. 52.

7 e) Divestasi. f) Likuidasi. 2. Restrukturisasi keuangan yaitu penataan kembali struktur keuangan perseroan untuk meningkatkan kinerja keuangan perseroan restrukturisasi keuangan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu : a) Menjadwalkan kembali pembayaran bunga dan pokok pinjaman. b) Penjadwalan kembali pembayaran pokok pinjaman. c) Mengubah utang menjadi modal sendiri (debt equity swap). d) Menjual non-care business melalui spin off, sell of,atau liquidation e) Mengundang karyawan dan manajemen untuk membeli saham perseroan. f) Penjualan saham kepada publik (go public) 3. Restrukturisasi Manajemen yaitu penataan manajemen dapat dipenuhi dengan melalui beberapa cara yaitu : a) Business processreengincering adalah proses penataan ulang secara radikal manajemen dan bisnis perseroan. b) Delaying dan right sizing adalah pengurangan lapisan-lapisan dalam struktur organisasi perseroan, yang bertujuan untuk mengurangi destorsi informasi akibat terlalu banyaknya jenjang organisasi. c) Downsizing yaitu pengurangan jumlah dari karyawan atau lembaga kerja dalam perseroan. d) Downscoping adalah pengecilan bisnis melalui pengurangan unit-unit yang tidak penting dan mempertahankan core business saja Ibid, hal. 73.

8 4. Restrukturisasi Organisasi yaitu penataan ulang organisasi dapat dilakukan dengan pergantian komisaris, struktur manajemen atau menyangkut status perseroan. Pada umumnya restrukturisasi organisasi ditempuh melalui konsolidasi internal, hal ini dilakukan melalui penciutan jumlah cabang, kantor wilayah atau jaringan distribusi pada suatu perseroan. 11 Restrukturisasi juga dibutuhkan dalam industri perbankan dimana secara nyata ditemukan praktek bank yang menjalankan 2 (dua) sistem dalam hal prinsip ekonominya, yakni terdapat bank yang menjalani prinsip kerjanya dengan berbasis bunga (interest) dalam kegiatan usaha yang berbasis ekonomi Islam atau bahkan memiliki anak usaha yang basis sistem ekonominya berbeda atau bertolak belakang dengan perseroan induknya. Sehingga kenyataan ini mengakibatkan industri perbankan melakukan spin off dalam merestrukturisasi usahanya. Mencermati hal itu negara yang secara hukum memiliki otoritas untuk memecahkan masalah yang terdapat di masyarakat mengambil sikap tegas dalam bidang Perseroan Terbatas dimana dikenalkan pranata hukum pemisahan (spin off) dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang mengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun Adapun dalam keseharian, pranata hukum yaitu spin offtidak atau belum lazim digunakan baik dalam ruang lingkup perseroan maupun dalam dunia usaha, walaupun demikian spin off secara materiil telah dilakukan jauh sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun Dalam pasal 1 angka 12 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, istilah spin off disebut dengan pemisahan. Selanjutnya dalam Pasal 135, Pemisahan dibedakan antara Pemisahan Murni dan Pemisahan Tidak Murni Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta :Djambatan, 2009), hal Ibid, hal. 373.

9 Pemisahan murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum. Sedangkan Pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva beralih karena hukum kepada satu Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Bagi industri perbankan kontruksi hukum ini baru dilegislasikan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, meskipun sebelumnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Spin off (pemisahan) adalah pemisahan usaha dari satu bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengatur spin off dalam perbankan syariah ini secara spesifik ditujukan untuk menerapkan substansi UU Perbankan Syariah atau untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, khususnya terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) yang secara korporasi masih berada dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional. Namun konstruksi hukum spin off ini dapat digunakan oleh industri perbankan dalam merestrukturisasi usahanya. 13 Dari penjelasan mengenai spin off di atas, jelas bahwa pemisahan aset dan kewajiban dari suatu perseroan menjadi perseroan baru yang independen (entitas yang terpisah) merupakan unsur yang paling penting dalam proses hukum spin off. Dalam prakteknya, pemisahan aset dan kewajiban tersebut umumnya adalah beberapa pemisahan unit usaha (divisi) tertentu menjadi suatu perseroan baru yang kegiatan usahanya bisa sama atau berbeda dengan perseroan awalnya Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perseroan (Jakarta :Kencana, 2010), hal Dhanny R. Cyssco, Himpunan Istilah Akuntansi, (Puspa Swara : Jakarta, 2005), hal.41.

10 Berkenaan dengan pemegang saham atas perseroan baru hasil pemisahan, baik dalam UUPT maupun UU Perbankan Syariah tidak ada disebutkan secara tegas pihak yang menjadi pemegang saham atas perseroan yang baru tersebut. Terhadap hal ini, Fred B.G. Tumbuan mengemukkan bahwa kaedah pokok dalam hal pemisahan adalah bahwa para pemegang saham yang melakukan pemisahan karena hukum menjadi pemegang saham dari perseroan yang menerima peralihan aktiva dan pasiva. 15 Aspek hukum lainnya yang juga penting dalam Spin off ini adalah terkait dengan status karyawan. Dalam perpektif Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), pemisahan (spin off atau split off) adalah merupakan salah satu bentuk perubahan status perseroan sebagaimana dimaksud pasal 163 UU Ketenagakerjaan. Sebagaimana disebutkan, bahwa pada spinoff, sebagian aktiva dan pasiva suatu perseroan beralih karena hukum kepada suatu perseroan baru (perseroan yang memisahkan diri), maka oleh karena itu entitas (entity) dan pemegang saham (owners) pada perseroan yang melakukan pemisahan tersebut adalah juga menjadi entity dan owners di perseroan yang memisahkan diri. Dengan demikian, hubungan hukum di perseroan yang memisahkan diri merupakan lanjutan dari perseroan yang melakukan pemisahan. Begitu juga dengan hubungan kerja pada perseroan yang melakukan pemisahan, artinya hubungan kerja karyawan di perseroan yang melakukan pemisahan berlanjut perseroan yang memisahkan diri. 16 Selain hal di atas, dari sisi pengenaan pajak terhadap perseroan apabila spin off dilaksanakan maka akan ada pertambahan subjek pajak sebagai konsekuensinya yakni berupa berdirinya sebuah perseroan yang baru atau badan usaha yang juga berstatus badan hukum. 15 Ibid, hal Ibid, hal. 91.

11 Seperti hal penetapan pajak perseroan pada umumnya, perseroan yang merupakan hasil pemisahan dikenakan antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, HTNB. Mengenai perpajakan ini, perseroan awal atau induk perseroan menjadi semakin terbebani akibat penetapan pajak ganda oleh pemerintah. Namun bagi pemerintah, dengan bertambahnya perseroan akibat dari aktifitas pranata hukum spin off maka akan meningkatkan volume pendapatan negara dari sektor pajak dan retribusi. Dalam khazanah hukum, sebenarnya terdapat kontruksi hukum yang lain dimana sudah sangat dikenal dan mirip dengan mekanisme spin off yaitu penggabungan perseroan (merger). Karena kemiripan ini maka dalam beberapa istilah, spin off seringkali juga disebut dengan demerger. Bentuk kemiripannya terutama adalah dengan menyebabkan beralihan secara hukum seluruhnya hak dan kewajiban bank yang melakukan pemisahan, sebagaimana halnya dengan konstruksi hukum penggabungan(merger). 17 Kontruksi hukum merger sendiri telah mendapat pengaturan yang cukup lama dalam perundang-undangan di Indonesia, dan dalam prakteknya merger dalam telah dilakukan sejak tahun yaitu sejal terjadinya merger pertama kali dari beberapa bank nasional yang kemudian menjadi PT. PAN Indonesia Bank (Bank Panin). Sedangkan kontruksi hukum spin off di industri perbankan baru mengemuka setelah timbulnya wacana pemisahan fungsi unit syariah dari beberapa bank nasional akhir-akhir ini. 18 Mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya dalam Bab VIII pada pasal 126, pasal 127, pasal 128, telah diatur mengenai pemisahan 17 DS, Meilala, Itikad baik dalam KUH Perdata, (Bandung:Penerbit Bina Cipta, 1987),hal.61. hal A. Ridho, Hukum Dagang Tentang Prinsip dan Fungsi Perseroan (Bandung : Penerbit Alumni, 1992),

12 perseroan. Selanjutnya pada pasal 135, pemisahan dibedakan atas pemisahan murni dan pemisahan tidak murni (spin off) maka dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dapat memberikan manfaat bagi pengelolahan perseroan guna meningkatkan kinerjanya, sehingga spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan dan melalui proses pelaksanaannya dalam restrukturisasi perseroan mampu menghasilkan peran pranata spin off yang berguna untuk mencapai tujuan dari restrukturisasi perseroan di Indonesia. 19 Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan fokus judul adalah Tinjauan Yuridis Terhadap Spin Off Dalam Restrukturisasi Perseroan. B. Permasalahan Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Mengapa spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan? 2. Bagaimana proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan? 3. Bagaimana akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dan Perseroan yang merupakan hasil pemisahan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut: 19 Ibid, hal. 69.

13 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perlukan dilakukan spin off dalam restrukturisasi perseroan. 2. Untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dan cara yang digunakan dalam proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan. 3. Untuk mengetahui akibat dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dan perseroan yang merupakan hasil pemisahan. D. Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang : 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan sebagai bahan pertimbangan yang penting dalam mengambil suatu kebijakan dalam pengelolahan perseroan serta diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang hukum bisnis terutama dalam perkembangan hukum Perseroan Terbatas. 2. Secara praktis a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dalam upaya pembaharuan dan pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan kebijakan dalam pengelolaan perseroan milik negara (BUMN). b. Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui pengaturan mengenai kebijakan dalam pengelolaan perseroan.

14 c. Sebagai bahan referensi atau rujukan untuk dikaji kembali bagi para peneliti lebih lanjut untuk menambah wawasan hukum bisnis terutama yang membahas tentang perseroan dengan mengambil poin-poin tertentu. d. Sebagai informasi untuk membuka inspirasi bagi pelaku bisnis atau pihak-pihak yang memiliki kedudukan sebagai organ-organ dalam suatu perseroan (pemegang saham, direktur, dan komisaris) bahkan investor agar mampu memahami ruang lingkup spin off dalam restrukturisasi perseroan. E. Keaslian Penelitian Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan pemeriksaan data tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Spin Off Dalam Restrukturisasi Perseroan, kemudian menurut data yang diperoleh berkenaan dengan judul yang persis sama dengan judul di dalam penelitian ini, baik menurut perpustakan program studi ilmu hukum maupun perpustakaan pusat serta di perpustakaan di luar dari kampus dan pada institusi lain berkenaan dengan judul diatas, ternyata penelitian belum pernah dilakukan peneliti yang lain ( terdahulu) mengenai topik dan permasalahan yang sama meskipun dalam bentuk makalah dan bentuk seminar maupun dalam diskusi panel sudah pernah dilakukan pembahasan atau diskusi, juga tidak sama dengan judul dalam penelitian ini. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan peneliti, bahwa penelitian ini memiliki keaslian dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif dan terbuka. Hal ini sesuai dengan implikasi etis dari

15 proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori Didalam penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori menempati kedudukan yang penting untuk merangkum dan memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya. Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sipenulis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem)yang bagi sipembaca menjadi bahan perbandingkan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui atau pun yang tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca. Menurut Kaelan M.S, landasan teori dalam suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional dari suatu penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategi yang artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian. Untuk mengkaji mengenai tujuan yuridis dalam konteks spin off dalam restrukturisasi perseroan dipergunakan teori-teori badan hukum. Terdapat beberapa teori mengenai badan

16 hukum diantaranya yaitu teori harta kekayaan bertujuan, teori organ, teori Leer van het amblelijk vermogen. 20 Menurut Teori Harta Kekayaan bertujuan bertujuan dari Brinz, yang menyatakan bahwa terdapat kekayaan yang tidak ada pemiliknya tetapi terikat pada tujuan tertentu kemudian diberi nama badan hukum. 21 Menurut Teori organ dari Otto van Gierke, menyatakan bahwa badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Dimana badan hukum itu mempunyai kehendak dan kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya yaitu pengurus dan anggota-anggotanya. Teori selanjunya yaitu Leer van het ambtelijk vermogen atau ajaran tentang harta kekayaan yang dimiliki seseorang dalam jabatannya yang dipelopori oleh Holder dan Bilder. Penganut ajaran ini menyatakan bahwa tidak mungkin mempunyai hak jika dapat melakukan hak itu. Dengan lain perkataan, tanpa daya berkehendakmakatidak ada kedudukan sebagai subjek hukum. Untuk badan hukum yang berkendak ialah para pengurus, maka pada badan hukum semua hak itu diliputi oleh pengurus. Dalam kapasitasnya sebagai pengurus mereka adalah berhak, maka disebut ambtelijk vermogen. 22 Sebagaimana telah disinggung diatas, beberapa teori mengenai badan hukum sangatlah penting dalam penulisan tesis ini karena melihat spin off dalam restrukturisasi perseroan berdampak pada berdirinya suatu perseroan yang baru sebagai hasil pemisahan dari perseroan 20 R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita, 1977), hal Ronny H. Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerti Ghalia, 1982), hal Ibid, hal. 38.

17 yang telah ada sebelumnya. Mengingat bahwa perseroan yang baru berdiri tersebut juga merupakan badan usaha yang berstatus badan hukum sama halnya seperti induk Perseroannya. Berdasarkan UUPT bahwa badan usaha yang berbentuk perseroan merupakan badan hukum, namun bukan berarti setiap badan hukum adalah perseroan. Di sini UUPT secara tegas menyatakan bahwa Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum, yaitu suatu badan yang dapat bertindak dalam lalu-lintas hukum sebagai subyek hukum dan memiliki kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pengurusnya. Karena itu, Perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau natuurlijke person, dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia. Dalam pasal 1 ayat(1) Undang-Undang Perseroan Tebatas (UUPT) menegaskan bahwa perseroan merupakan badan hukum yang terjadi karena undang-undang. Hal ini berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang tidak tegas menyebutkan suatu perseroan merupakan badan hukum. Dimana suatu badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Adanya harta kekayaan yang terpisah Hal ini mengandung pengertian bahwa perseroan mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari harta para pemegang sahamnya. Dan didapat dari pemasukan para pemegang saham yang berupa modal dasar, modal yang di tempatkan dan modal yang disetor. Kekayaan yang terpisah itu membawa akibat sebagai berikut: a) Kreditur pribadi dari para perseroan dan atau para pengurusnya tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu;

18 b) Persero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih piutang badan hukum dari pihak ketiga; c) Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak diperkenalkan; 23 d) Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para persero dan atau para pengurusnya dengan badan hukum dapat saja terjadi seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga; e) Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum itu saja yang dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu. 24 2) Mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu dari suatu perseroan dapat diketahui dalam anggaran dasarnya sebagaimana dalam pasal 12 huruf b UUPT menyebutkan bahwa Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 25 3) Mempunyai kepentingan sendiri. Maksudnya adalah hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa hukum yang dialami yang merupakan kepentingan yang dilindungan hukum dan dapat menuntut serta mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga 23 R. Soemitro, Op.Cit, hal Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004, hal Ibid, hal. 53.

19 4) Ada organisasi yang teratur. Ciri yang keempat dari perseroan adalah badan hukum mempunyai organisasi yang teratur, demikian pula dengan perseroan mempunyai anggaran dasar yang terdapat dalam akta pendiriannya yang menandakan adanya organisasi yang teratur. 26 Salah satu perbedaan yang cukup menonjol antara UUPT Nomor 40 Tahun 2007 ini dengan peraturan yang digantikannya (UU Nomor 1 Tahun 1995) adalah adanya ketentuan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam UUPT dan spin off atau pemisahan atau pemekaran perseroan. Sistematika UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ini, diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, terdiri dari XIV BAB, 161 Pasal. Memperhatikan keadaan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut perubahan UUPT juga membawa beberapa perubahan mengenai Organ Perseroan sebagaimana diatur dalam perundangan sebelumnya, yaitu mengenai : a. Kedudukan RUPS bukan lagi sebagai organ tertinggi dalam suatu perseroan. b. Adanya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. c. Adanya direksi Independence. d. Komisaris tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, melainkan harus bersama-sama. f. Konsep pemisahan menurut UUPT. 27 Spin Off terjadi ketika sebuah perseroan mendistribusikan seluruh saham biasa yang dimiliki pada sebuah anak cabang yang dikuasainya untuk pemegang saham aslinya. 26 Agus Budiarto, Seri Hukum Perseroan Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal R. T. Sutantya R, Sumantoro dan Handhikusuma, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Bentuk-Bentuk Perusahaan Yang Berlaku di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 1991), hal.54.

20 2. Kerangka konsepsional Kerangka konsepsional atau kontruksi secara internal pada pembaca berguna untuk mendapat stimulasi atau dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan kepustakaan. Kerangka konsepsional dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian, maka dengan ini dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang berhubungan dengan judul dalam penelitian sebagai berikut : 1. Pemisahan (Spin Off) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan sebagaian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih Spin off murni adalah pemisahan yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada satu (1) perseroan atau lebih Spin off tidak murni adalah pemisahan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada. 4. Restrukturisasi diartikan sebagai penataan kembali struktur badan/lembaga sehigga kinerja badan/lembaga tersebut dapat lebih efektif dan efisien. Kata efesien sering dianalogikan dengan penghematan, yakni usaha usaha untuk meningkatkan hasil kerja 28 Ibid, hal Ibid, hal. 38.

21 lembaga badan/lembaga sehingga dengan penggunaan sumber daya sekecil mungkin mendapatkan hasil kerja yang besar mungkin Perseroan Terbatas adalah suatu perseroan atau badan usaha yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih untuk menjalankan usaha dan memiliki badan hukum, dimana besar modalnya tercantum dalam anggaran dasar yang terdiri atas saham-saham yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham dimilikinya, serta kekayaannya terpisah dari kekayaan pribadi pemiliknya sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. 6. Aktiva adalah harta atau aset perseroan yang berwujud sebagai salah satu sumber ekonomi perseroan yang diharapkan dapat memberikan manfaat usaha bagi perseroan tersebut Pasiva adalah kewajiban perseroan yang harus dibayar kepada pihak ketiga (kreditur) atau pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu perseroan pada masa yang akan datang akibat kegiatan usaha perseroan. 32 G. Metode Penelitian Kata metode berasal dari kata Yunani methods yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja. yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam bahasa Indonesia kata metode berarti cara sistematis dan cara terpikir secara baik untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari 30 Ibid, hal Ibid, hal

22 pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaedah-kaedah penelitian sebagai berikut: Jenis dan Sifat Penelitian. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitan hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebutkan metode penelitian tersebut juga sebagian penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. 34 Tiga alasan penggunaan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan 35. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifsir. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana hal itu menunjukkan adanya keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam (indepth information) Agus Budiarto, Op.Cit, hal William J. Filstead, Qualitative Methods : A Needed Perspective in Evaluation Reseaarch, dalam Thomas D. Cook dan Charles S. Reichardt, ed, Qualitative and Quantitative Methods in Evalution Research, (London : Sage Publications, 1979), hal Chai Podhisita, et al, Theoritical Terminological, and Philosophical Issues in Qualitative Research, Qualitative Research Methods, hal. 7.

23 Ketiga kriteria penelitian kualitatif tersebut terdapat dalam penelitian tesis ini, sehingga sangat beralasan menggunakan metode kualitatif dalam analisis data. Penelitian ini bersifat menyeluruh karena berupaya mendalami keseluruhan aspek dari spin off dalam restrukturisasi perseroan baik aspek etika bisnis maupun aspek hukum, yang keseluruhan dikonstruksikan dalam uraian-uraian yang sistematis. Penelitian ini juga berupaya mencari hubungan yang harmonis dari konsep-konsep yang ditemukan dalam bahan-bahan hukum primer dan skunder dengan menggunakan teori atau doktrin-doktrin hukum terkait tinjauan yuridis terhadap spin off dalam restrukturisasi perseroan Sumber Data Sumber data digunakan dalam penelitian ini adalah terbagi atas: a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, baik dalam bentuk perundang-undangan ataupun peraturan perundang-undangan lainnya dalam hal ini antara lain UU No. 40 Tahun 2004 tentang Perseroan terbatas, UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, KUHD, dan KUHPerdata. b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer berupa buku-buku, makalah-makalah seminar, majalah, surat kabar dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berisikan pendapatt praktisi hukum dalam hal ini yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan juga putusan pengadilan tentang masalah yang diteliti. 37

24 c. Bahan hukum tertier, yaitu hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum, ensiklopedia dan berbagai kamus lain yang relevan Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data sekunder dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen atau studi pustaka (library reseach) untuk mendapatkan data sekunder berupa buku-buku pustaka, jurnal-jurnal, tulisantulisan yang ada didalam media cetak dan dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh asas-asas, kaedah dan doktrin hukum (di dalam UU PT dan UU Perbankan Syariah) yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini dapat dijawab Analisis Data Analisa data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data dilakukan terlebih dahulu diadakan pengumuman data, kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan secar logis dan sistematis, kerangka berpikir deduktif dan induktif akan membantu penelitian ini 38 Ronal Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Febuari 2003, hal Ibid, hal. 11.

25 khususnya dalam taraf konsistensi, serta konseptual dengan produser dan tata cara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh asas-asas yang berlaku umum dalam perundang-undangan. 40 Pada penelitian hukum normatif, pengelolahan bahan-bahan hukum pada hakekat adalah kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan dalam penelitian, kegiatan yang dimaksud dalam hal ini diantaranya memilih bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang berisi peraturan perundang-undangan serta kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan berkaitan dengan masalah spin off dalam restrukturisasi perseroan serta menemukan prinsipprinsip hukum lainnya secara sistematis sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu yang terbagi atasa penyebab terjadi spin off, proses pelaksanaan spin off dalam suatu Perseroan dan akibat hukum dari spin off. Kemudian menemukan dan mengarahkan hubungan antara prinsip-prinsip hukum dan klasifikasi dengan menggunakan kerangka teoritis yang ada sebagai analisis. Selanjutnya menarik kesimpulan dari hasi penelitian yang diperoleh denga menggunakan logika berpikir deduktif dan induktif. 40 Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hal

BAB I PENDAHULUAN. (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum

BAB I PENDAHULUAN. (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas dulu disebut juga dengan Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang berair (sungai, danau, laut dan rawa). Bahan galian tambang untuk

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang berair (sungai, danau, laut dan rawa). Bahan galian tambang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan galian tambang merupakan salah satu kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan di dalam air. Di dalam bumi diartikan sebagai dipermukaan atau dibawah bumi. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha dengan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa diperoleh melalui perjuangan yang sangat panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa diperoleh melalui perjuangan yang sangat panjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan yang diraih Bangsa Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa diperoleh melalui perjuangan yang sangat panjang. Hasil dari perjuangan tersebut harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di era pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, sebagai masyarakat yang konsumtif harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana hak kita sebagai Warga Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Berlakang Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan dampak positif dari era globalisasi dan pasar bebas. Hal ini menyebabkan persaingan ketat dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, hal mana sejalan dengan pengertian perusahaan menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1982

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi Nasional di Indonesia yang berkesinambungan merupakan salah satu wujud nyata bahwa Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya

Lebih terperinci

BADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif

BADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif BADAN-BADAN USAHA Dalam menjalankan bisnisnya, telah banyak dikenal berbagai macam bentuk badan usaha yang memberi wadah bisnis para pelakunya. Bentuk badan usaha tersebut makin lama semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan. dan peningkatan pembangunan yang berasaskan kekeluargaan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan. dan peningkatan pembangunan yang berasaskan kekeluargaan, perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan berdasarkan Pancasila dan Undang undang Dasar 1945 secara berkesinambungan dan peningkatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk perusahaan seperti Firma (Fa), Commanditair Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki, sehingga bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini challenge globalisasi meruntuhkan filosofi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini telah diramalkan oleh P. Berger bahwa badai globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016 TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN 1 Oleh : Christian Ridel Liuw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana alasan memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, banyak badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan. Meskipun kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas mempunyai peranan penting dalam menggerakkan dan mengarahkan pembangunan ekonomi dan perdagangan. Untuk mengelola perseroan perlu adanya modal, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun pihak yang berwenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu

BAB I PENDAHULUAN. monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan perusahaan grup

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembang pesatnya bisnis Perbankan di Indonesia, yang mana perkembangan bisnis perbankan tersebut telah diantisipasi oleh pemerintah dengan dilahirkannya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dari berbagai bentuk perusahaan, seperti Persekutuan Komanditer, Firma, Koperasi dan lain sebagainya, bentuk usaha Perseroan Terbatas ( Perseroan )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum BUMN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum BUMN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum BUMN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum ialah badan usaha yang seluruhnya maupun sebagian besar modalnya dimiliki oleh

Lebih terperinci

BADAN HUKUM Overview ade saptomo

BADAN HUKUM Overview ade saptomo BADAN HUKUM Overview ade saptomo I. Pengertian Umum 1. Badan Hukum diartikan sebagai organisasi, perkumpulan atau paguyuban lainnya yang legalitas pendiriannya dengan akta otentik dan oleh hukum diperlakukan

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bertahap dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bertahap dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, berlandaskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya di Indonesia, Yayasan bukanlah merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya di Indonesia, Yayasan bukanlah merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangannya di Indonesia, Yayasan bukanlah merupakan hal yang baru dan asing di dalam masyarakat. Bahkan keberadaan Yayasan dengan berbagai macam karakteristiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat ini menimbulkan dampak terjadinya hubungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat ini menimbulkan dampak terjadinya hubungan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku masyarakat yang dinamis seiring dengan perkembangan waktu dalam berbagai aktivitasnya mempunyai dampak sosial terhadap interaksi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 1988, ketika pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 1988, ketika pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dunia perbankan di Indonesia sesungguhnya dimulai sejak tahun 1988, ketika pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan paket deregulasi di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor pemicu utama parahnya krisis moneter dipenghujung tahun 90an antara lain lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (corporate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat dilakukan saat ini meliputi segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dituntut untuk berkembang dengan pesat, salah satu

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dituntut untuk berkembang dengan pesat, salah satu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dituntut untuk berkembang dengan pesat, salah satu lembaga keuangan yang mendukung perekonomian negara adalah Bank. Bank merupakan salah satu institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan, seorang laki-laki dan seorang perempuan, ada daya saling tarik menarik satu sama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modal dalam suatu kegiatan usaha memegang peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modal dalam suatu kegiatan usaha memegang peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modal dalam suatu kegiatan usaha memegang peranan yang sangat penting. Usaha apapun baik usaha kecil, menengah, maupun besar sekalipun memerlukan modal untuk dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS PENSIUN

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS PENSIUN PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS PENSIUN (Studi Kasus di Bank Pembangunan Daerah / Bank Jateng Cabang Jatisrono Wonogiri) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan negara Indonesia 1 sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) diwujudkan oleh sebuah

Lebih terperinci