BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Magnetotellurik Metode Magnetotellurik (MT) merupakan metode geofisika pasif yang memanfaatkan perubahan medan magnet (Hx, Hy, dan Hz) dan medan listrik (Ex dan Ey) bumi yang menjalar secara ortoghonal di permukaan bumi untuk memetakan tahanan jenis batuan di bawah permukaan dari puluhan meter hingga ratusan kilometer (Simpson, 2005). Sumber elektromagnetik bumi berasal dari dalam bumi dan luar bumi. Sumber elektromagnetik yang berasal dari dalam bumi berasal dari aktivitas arus konveksi terhadap inti bumi maupun mantel bumi dan kerak bumi. Sedangkan sumber elektromagnetik yang berasal dari luar bumi berasal dari interaksi solar wind dengan lapisan magnetosfer dan petir yang terdapat pada lapisan ionosfer. Pada metode MT sumber elektromagnetik yang digunakan hanya sumber dari luar bumi dikarenakan variasi sumber elektromagnetik di dalam bumi sangatlah kecil. Interaksi solar wind dengan lapiasan magnetosfer menghasilkan medan elektromagnetik yang berfrekuensi kurang dari 1 Hz sedangkan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh petir yang terdapat di lapisan ionosfer berfrekuensi lebih dari 1 Hz (Naidu, 2012). Secara sederhana penjalaran gelombang elektromangetik yang menjadi konsep dasar dari metode MT dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.1 dimana arus alami dari bumi yang ditangkap oleh transmiter (T) membangkitkan medan magnet primer maka timbulah gelombang elektromagnetik (EM) di permukaan bumi, dikarenakan sumber yang digunakan fluktuatif sehingga timbulah fluks magnet. Jika terdapat ore body di bawah permukaan, maka akan terjadi proses induksi sehingga timbul arus listrik yang di sebut eddy current. Arus eddy tersebut akan membangkitkan medan elektromagnetik sekunder yang nantinya akan diterima oleh reciver (R) (Wachisbu, 2015). 4

2 digilib.uns.ac.id 5 Primary magnetic field T R Surface Induced electric currents Secondary magnetic flied Ore Body Gambar 2 1. Konsep gelombang elektromagnetik (Unsworth, 2006) Konsep Dasar Metode Magnetotellurik Perilaku gelombang elektromangetik yang menjadi dasar metode Magnetotellurik dideskripsikan oleh persamaan Maxwell yang merupakan gabungan dari beberapa hukum kemagnetan dan kelistrikan. x E = B t (2.1). B = 0 (2.2). D = q (2.3) x H = J + D t (2.4) Dimana E adalah medan listrik (V m 1 ), B adalah induksi magnetik (T), H adalah medan magnet (A m 1 ), D adalah pergeseran listrik (C m 2 ), J adalah rapat arus listrik (A m 2 ) dan q adalah rapat muatan listrik (C m 3 ). Persamaan (2.1) adalah hukum Faraday yang mendiskripsikan bahwa sirkulasi medan listrik yang timbul di sekitar loop tertutup dikarenakan adanya perubahan induksi magnetik terhadap commit waktu to user yang menembus loop tertutup tersebut

3 digilib.uns.ac.id 6 dimana arah gaya gerak listrik berlawanan dengan variasi induksi magnet yang menyebabkanya. Persamaan (2.2) menyatakan tidak terdapat muatan magnetik bebas atau monopol. Persamaan (2.3) merupakan hukum Gauss yang menyatakan besar fluks elektrik pada suatu ruang sebanding dengan muatan total yang terdapat pada ruangan tersebut. Persamaan (2.4) merupakan hukum Ampere yang mendiskripsikan tentang timbulnya sirkulasi medan magnet karena fluks total arus listrik yang disebabkan oleh arus konduktif dan arus perpindahan, dengan asumsi variasi waktu pergeseran listrik dapat diabaikan. Untuk khasus medium homogen isotropis berlaku hubungan : B = μh (2.5) D = εe (2.6) J = σ E = E ρ (2.7) Persamaan Maxwell yang digunakan pada metode magnetotellurik menerapkan asumsi bahwa gelombang elektromagnetik yang menjalar merupakan gelombang bidang, bumi tidak membangkitkan gelombang elektromagnetik tetapi hanya menyerap atau menghamburkan sebagian gelombang elektromagnetik, tidak ada akumulasi muatan bebas di dalam bumi berlapis dan bumi bersifat konduktif (Simpson & Bahr, 2005). Pada studi MT dimana ε adalah permitivitas listrik dan μ permeabilitas magnetik dapat diabaikan apabila dibandingkan dengan variasi konduktivitas batuan atau material (σ), ρ adalah tahanan jenis (Ω m). Besar permitivitas listrik dan permeabilitas magnetik pada ruang hampa adalah εₒ = 8,85 x F m 1 dan μₒ = 1,2566 x 10 6 H m 1. Dengan menerapkan asumsi diatas maka persamaan Maxwell dapat dituliskan menjadi x E = B t (2.8). B = 0 (2.9). E = 0 (2.10)

4 digilib.uns.ac.id 7 x B = μσe + με E t (2.11) dengan melakukan operasi curl pada persamaan (2.8) dan mensubtitusi persamaan (2.11) di dapatkan persamaan x( x E ) = x( B ) t x( x E ) = ( xb ) t x( x E ) = (μσe + με E ) (2.12) t t dengan menggunakan vektor identitas x( x E ) = (. E ) 2E maka persamaan (2.12) menjadi (. E ) 2E = t (μσe + με E t ) dengan asumsi tidak ada arus di dalam bumi. E = 0, didapatkan persamaan gelombang 2E = μ(σ E + ε 2 E t ) (2.13) t 2 Bumi diasumsikan sebagai lingkungan yang kondusif maka arus konduksi lebih mendominasi sehingga efek arus perpindahan dapat diabaikan, sehingga didapatkan persamaan 2E μσ E t = 0 (2.14) Bumi dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan kondusif sehingga persamaan (2.14) yang merupakan persamaan difusi dapat digunakan dalam menganalisis data MT. Solusi umum untuk persamaan gelomban datar dengan frekuensi anguler ω yang mejalar ke arah z adalah E = E ₒe iωt+kz (2.15)

5 digilib.uns.ac.id 8 Subtitusi persamaan (2.15) ke dalam persamaan (2.14) didapatkan persamaan 2E μσ (E ₒe iωt+kz ) t = 0 2E μσ (iωe ) = 0 ( 2 + ( μσ iω))e = 0 (2.16) Persamaan 2.16 dapat dituliskan menjadi ( 2 + k 2 )E = 0 Sehingga didapatkan pesamaan k yang merupakan bilangan gelombang kompleks k = μσ iω Penyelesaian k ditunjukan pada persamaan k = ±(1 i) μσω 2 (2.17) Sehingga perambatan medan magnet bumi dapat dituliskan seperti berikut E = E ₒe iωt e i μσω 2 z e μσω 2 z (2.18) Skin depth (δ) didefinisikan sebagai jarak kuat medan lisrik yang mengalami peluruhan oleh 1/e dari kekuatan medan asal, dimana dirumuskan e 1 = e μσω 2 δ Dimana μ = μₒ, σ = 1 dan ω = 2πf sehingga didapatkan persamaan ρ δ = 2 μσω δ = 503 ρ f (2.19)

6 digilib.uns.ac.id 9 Pada persamaan (2.19) dimana frekuensi berbading terbalik dengan skin depth hal ini dapat diartikan semakin besar periode atau waktu perekaman data maka semakin besar penetrasi yang didapatkan. Solusi umum untuk kuat medan magnet pada gelombang elektromagnet dapat ditulis H = H ₒe iωt (2.20) dengan mansubtitusikan persamaan (2.20) kedalam persamaan (2.1) sehingga didapatan persamaan H = 1 iωμₒ xe (2.21) Komparasi antara medan magnet dan medan listrik yang saling tega lurus dituliskan E x = E ₒ e kz e iωt (2.22) H y = 1 iωμₒ E ₒ e kz e iωt (2.23) Untuk menjelaskan informasi tentang tahanan jenis struktur bumi dari pengukuran di permukaan (z = 0), rasio dari pengukuran tegak lurus medan listrik dan medan magnet didefinisikan sebagai impedansi yang dirumuskan Z xy = E x = (i 1) H y 2 ωμ o ρ (2.24) dari persamaan (2.24) diatas didapatkan persamaan tahanan jenis semu sebagai berikut ρ xy = 1 2 E x ωμ o H y (2.25) dengan fase φ xy = tan 1 (Z xy ) (Xiao, 2004) (Unsworth, 2006).

7 digilib.uns.ac.id Magnetotellurik 2-Dimensi Pada umumnya data Magnetotellurik (MT) berupa kurva sounding tahanan jenis semu terhadap frekuensi dan kurva fasa terhadap frekuensi. Pemodelan data MT 2D nilai tahanan jenis bervariasi dalam arah horizontal sesuai lintasan pengukuran dan arah vertikal atau kedalaman. Jika bumi dipandang sebagai 2D, berlaku Zxx = Zyy = 0 dan Zyx Zxy maka tensor impedansi yang berisi arah dan dimensi pada kasus 2D dituliskan dimana, [ E x ] = [ 0 Z xy E y Z yx 0 ] [H x ] (2.26) H y Z xy = E x H y (2.27) Z xy = E y H x (2.28) Untuk kasus 2-D, medan magnet dan medan listrik saling tegak lurus dimana terdapat salah satu medan yang sejajar struktur utama (strike) yang diasumsikan sebagai sumbu x. Medan yang sejajar strike akan menginduksi medan satunya yang tegak lurus strike ke arah horizontal (sumbu y) dan vertikal (sumbu z). Kondisi ini diistilahkan dalam dua mode yaitu mode Transverse Electric/E-polarization (TE) dan mode Transverse Magnetic/B-polarization (TM) (Simpson & Bahr, 2005). Pada persamaan (2.27) diatas merupakan persamaan impedansi untuk mode TE, mode TE merupakan kondisi dimana medan litrik mengalami polarisasi ke arah strike sehingga medan magnet berada pada sumbu y dan sumbu z. Sedangkan untuk mode TM merupakan kondisi dimana medan magnet mengalami polarisasi ke arah strike sehingga mendan listrik berada pada sumbu y dan sumbu z, dengan impedansi seperti pada persamaan (2.28). Dari kedua komponen impedansi diatas, didefinisikan tahanan jenis semu dan fase dengan persamaan sebagai berikut : ρ xy = 1 E x ωμ o H y 2 dengan φ xy = tan 1 (Z xy ) (2.29)

8 digilib.uns.ac.id 11 ρ yx = 1 E y ωμ o H x 2 dengan φ xy = tan 1 (Z yx ) (2.30) diamana ρ xy dan φ xy adalah tahanan jenis semu dan fase pada mode TE, sedangkan ρ yx dan φ xy adalah resistifitas-semu dan fase pada mode TM. Untuk memudahkan komputasi, penentuan strike menjadi sangat perlu agar memudahkan dalam pengolahan data pada pemodelan MT 2-D dengan mode TE dan TM. Pada pengukuran dilakukan dengan memilih koordinat yang sejajar atau tegak lurus strike tetapi hal ini sulit dilakukan saat pengukuran sehingga dalam pengolahan data dapat dilakukan rotasi data agar sejajar dengan strike (Xiao,2004) (Unsworth, 2006) Static Shift Static Shift atau pergeseran statis adalah pergeseran kurva MT dalam mode TE maupun TM dari posisi sebenarnya. Fenomena pergeseran statis ini dikarenakan adanya heterogenitas dekat permukaan dan efek dari topografi. Heteregonitas pada suatu lapisan yang tidak homogen menyebabkan medan listrik terakumulasi pada batas lapisan tersebut (Grandis, 1996). Medan listrik yang dihasilkan pada batas lapisan resistif akan berkurang sehingga nilai impedansi dan nilai tahanan jenis yang terukur berkuran pada bagian yang resistif. Hal ini mempengaruhi semua frekuensi pada titik-titik pengukuran, dampaknya kurva tahanan jenis sounding akan tergeser ke atas jika melewati lapisan resistif dan akan tergeser ke bawah jika melewati lapisan konduktif. Pada umumnya daerah prospek panas bumi di Indonesia memiliki kondisi topografi dengan tingkat ketinggian yang beragam, dimana semakin besar perbedaan ketinggian maka semakin besar pula pergeseran statif yang terjadi. Efek pergeseran statis dapat menyebabkan kesalahan dalam pemodelan. Sehingga dibutuhkan cara mereduksi pergeseran statif agar didapatkan pemodelan yang benar yang nantinya dapat diinterpretasi dengan semestinya. Salah satu cara mereduksi pergeseran statis mengunakan commit to data user metode geofisika yang lain yaitu

9 digilib.uns.ac.id 12 menggunakan Time Domain Electromagnetic (TDEM). TDEM merupakan salah satu metode geofisika aktif yang memanfaatkan induksi elektromagnetik untuk menentukan struktur tahanan jenis bawah permukaan dangkal. Hasil metode TDEM yang berupa kurva tahanan jenis semu yang nantinya berfungsi untuk koreksi statik kurva MT. Metode TDEM digunakan karena TDEM mengukur medan magnet sekunder, relatif tidak terpengaruh oleh anomali permukaan lokal dan juga tidak dipengaruhi oleh kondisi topografi di permukaan. Selain itu, data yang dihasilkan dengan metode TDEM memiliki resolusi tinggi untuk struktur tahanan jenis dangkal berkisar (50-500) m di bawah permukaan sedangkan data MT tidak dapat melihat zona dangkal sedetail TDEM. Sehingga TDEM sangat efektif untuk mengoreksi pergeseran statis dalam metode magnetotelurik. Biasanya survey TDEM dilakukan dilokasi yang sama setelah dilakukanya survey MT. Mereduksi pergeseran statis dengan data TDEM digunakan teknik static stripping yaitu sebuah teknik memindahkan kurva hasil MT yang nantinya akan dicocokan dengan kurva hasil TDEM pada frekuensi tinggi. Dalam praktiknya metode static stripping yaitu memilih suatu titik di akhir frekuensi tinggi dari kurva tahanan jenis semu MT yang nantinya akan dicocokan dengan kurva TDEM pada frekuensi yang sama, lalu kurva MT diseret ke posisi baru dan dikalikan dengan skala dari nilai yang baru (Irfan, 2010) Sistem Panas Bumi Sistem panas bumi terdiri dari beberapa elemen penting yaitu sumber panas, reservoir, batuan impermeabel dan fluida. Pada sistem panas bumi dipermukaan terdapat zona resapan dan zona lepasan. Salah satu sumber panas bumi (heat source) berasal dari magma yang natinnya akan memanaskan batuan disekitarnnya (conductive heat). Struktur seperti rekahan maupun patahan akan menyebabakan air dipermukaan masuk ke dalam pori-pori batuan, tempat air permukaan masuk disebut zona resapan (recharge area). Air akan masuk sampai pada batuan yang terpanaskan (conductive heat) sehingga menyebabkan aliran konveksi fluida hydrothermal. Bertambahnya temperatur commit dan to user tekanan fluida hydrothermal tersebut

10 digilib.uns.ac.id 13 akan menyebabkan fluida bergerak ke atas ke tempat dengan tekanan yang lebih rendah dimana sebagian fluida terperangkap dibawah batuan impermeable dan sebagian berhasil bergerak ke permukaan melewati suatu rekahan atau patahan. Berikut Gambar 2.2 ilustrasi sistem panas bumi. Discharge Area (manifestasi) Impermeable Cap rock Recharge Area Recharge Area Reservoir Conductive Heat Heat Source Gambar 2.2. Ilustrasi sistem panas bumi (Saputra, 2014) Sebagian fluida hydrothermal yang terperangkap dibawah batuan impermeable akan mengalami akumulasi panas, dimana tempat terakumulasi fluida hydrothermal tersebut disebut reservoir (Suparno, 2009). Proses akumulasi panas yang mengakibatkan batuan diatasnya mengalami perubahan struktur dan sifat batuan menjadi impermeable. Proses perubahan tersebut disebut sebagai proses alterasi yang menghasilkan mineral alterasi pada sistem panas bumi berfungsi sebagai batuan penudung (cap rock) untuk menjaga proses akumulasi panas di reservoir. Zona lepasan (discharge area) merupakan daerah dimana fluida naik keluar dari bawah permukaan. Fluida hydrothermal yang keluar permukaan dianggap sebagai manifestasi yang merupakan petunjuk awal adanya sistem panas bumi dibawah permukaan. Panas bumi memiliki berbagai bentuk dan karakteristik manifestasi yang beragam, hal ini commit dikarenakan to user keanekaragam batuan, intensitas

11 digilib.uns.ac.id 14 panas serta jenis dan kandungan kimia dalam fluida yang terdapat pada daerah panas bumi tersebut (Saptaji, 2009). Jenis-jenis manifestasi dapat berupa mata air panas, fumarol, silika sinter, geyser, dan kubangan lumpur panas (mud pools) yang diilustrasikan pada Gambar 2.3. a b c d Gambar 2.3. Manifestasi permukaan (a) mata air panas (b) silika sinter (c) geyser dan (d) kubangan lumpur panas (mud pools) (Saptaji, 2009) Sistem Panas Bumi di Indonesia Posisi Indonesia yang terletak pada zona penunjaman (subduksi) antar lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik menghasilkan proses peleburan magma dalam bentuk partial melting batuan dimana magma akan mengalami diferensiasi pada perjalanan ke permukaan, proses tersebut membentuk kantong-kantong magma yang berperan dalam pembentukan jalur gunung api atau lebih dikenal sebagai ring of fire. Munculnya rentetan gunung api di sebagian wilayah di Indonesia beserta aktivitas tektoniknya dijadikan konseptual pembentuk sistem panas bumi Indonesia (Kasbani, 2009).

12 digilib.uns.ac.id 15 Tumbukan antar lempeng Eurasia di sebelah Utara dan lempeng Indo- Australia di sebelah Selatan menghasilkan zona penunjaman di kedalaman ±100 km dibawah Pulau Sumatra dan km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara. Hal ini menyebabkan proses magmatis di Pulau Sumatra lebih dangkal dibandingkan Pulau Jawa-Nusatenggara. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa-Nusatenggara umumnya lebih dalam dan menempati batuan vulkanik, sedangkan reservoir di Pulau Sumatra terdapat dibatuan sedimen dan terletak pada kedalaman yang lebih dangkal (Saptaji, 2009). Sistem panas bumi di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis berdasarkan asosiasi tatanan geologinya yaitu vulkanik, vulkano-tektonik dan Nonvulkanik. Sistem panas bumi vulkanik adalah sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunung api kuarter, biasanya terletak pada busur vulkanik kuarter yang memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusatenggara dan sebagian Sulawesi Utara serta Maluku. Secara umum, sistem panas bumi ini memiliki reservoir bersuhu tinggi berkisar dengan kedalaman ±1,5 km. Daerah vulkanik aktif biasanya mamiliki umur batuan yang relatif muda dengan kondisi temperatur yang sangat tinggi, kandungan gas magmatik besar, dan memiliki ruang antar batuan yang relatif kecil dikarenakan aktivitas tektonik belum dominan dalam membentuk rekahan yang intensif sebagai batuan reservoir. Sedangkan pada daerah vulkanik tidak aktif biasanya memiliki umur batuan yang relatif lebih tua dan telah mengalami aktivitas tektonik yang cukup kuat sehingga membentuk permeabilitas batuan yang intensif, pada kondisi tersebut biasanya terbentuk temperatur menengah tinggi dengan konsentrasi gas magmatik yang lebih sedikit. Sistem vulkanik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu sistem komplek gunung api jika daerah tersebut terdiri dari beberapa gunung api seperti Gunung Salak, sistem kaldera jika terbentuk kaldera seperti pada daerah Kamojang, dan sitem tubuh gunung api strato jika hanya terdiri dari satu gunung api utama seperti Gunung Lawu. Sistem komplek gunung api dan sistem kaldera dimungkinkan memiliki potensi yang jauh lebih besar dibandingkan sistem tubuh gunung api tunggal dikarenkan commit telah menglami to user proses geologi yang panjang.

13 digilib.uns.ac.id 16 Sistem panas bumi vulkano-tektonik merupakan sistem yang berasosiasi antara struktur krucut vulkanik dan garben yang biasanya ditemukan di sesar Sumatra yaitu Sesar Semangko. Sistem panas bumi Non vulkanik merupakan sistem panas bumi yang tidak berhubungan langsung dengan vulkanisme dan umumnya terletak di luar jalur vulkanik sepertihalnya di daerah Kepulauan Maluku (Kasbani,2009) Karakteristik Tahanan Jenis Batuan di Daerah Panas Bumi Tahanan jenis merupakan salah satu variabel parameter fisika yang dapat mengetahui sifat suatu bahan dan telah terbukti menjadi parameter geofisika yang sering digunakan untuk mencari sumber daya panas bumi. Secara umum, penggambaran sistem dan nilai resisitivitas komponen panas bumi diilustrasikan pada Gambar 2.4. (Jhonston, 1992). SMECTITE < 10 Ωm CLAY CAP RESERVOIR (PROPYLLITIC) Ωm Gambar 2.4. Skema komponen sistem panas bumi ( Jhonston, 1992)

14 digilib.uns.ac.id 17 Sistem panas bumi terdiri dari cap rock dengan resistifitas berkisar >10 Ωm, reservoir dengan niali tahanan jenis berkisar Ωm dan heat source dengan resistifitas paling tinggi pada sistem, tetapi pada tiap sistem panas bumi memiliki komponen penyusun dengan nilai tahanan jenis yang beragam tergantung dengan litologi daerah tersebut dan beberapa faktor yang saling berkaitan menentukan nilai tahah jenis batuan. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai tahanan jenis antara lain porositas, salinitas, temperature, dan mineral clay. Porositas merupakan perbandingan antara volume pori batuan terhadap volume batuan tersebut dimana faktor porositas erat hubunganya dengan fluida. Porositas batuan akan memberikan ruang untuk fluida, fluida memiliki resistifitas yang lebih rendah dibandingkan batuan sehingga lebih besar porositas batuan memberikan ruang yang lebih besar dan kemungkinan lebih banyak keberadaan fluida akan memberikan nilai resisitivitas yang lebih kecil. Salinitas pada fluida juga mempengaruhi nilai resisitifitas batuan dimana semakin besar kadar salinitas fluida maka semakin kecil nilai resisitifitas. Hubungan temperature dengan resisitifitas pada daerah panas bumi terdapat tiga keadaan. Keadaan pertama keadaan dimana temperature rendah >70 C dengan nilai resistifitas tinggi hal ini dikarenakan kurangnya mineral alterasi dan saturasi air yang buruk. Keadaan kedua keadaan dimana temperature sedang berkisar 70 C dengan nilai resisitifitas kecil hal ini dikarenakan lapisan tersebut didominasi mineral hasil alterasi hydrothermal yang bersifat konduktif dan efek dari kadar salinitas pada resesrvoir. Keadaan ke tiga temperature tinggi nilai tahanan jenis tinggi hal ini dikarenakan pada temperature yang tinggi menyebabkan partikelparikel bergetar sehingga arus sulit mengalir. Mineral alterasi merupakan faktor yang paling mempengaruhi adanya anomali resistifitas bernilai rendah. Target dari explorasi panas bumi adalah nilai tahanan jenis bernilai rendah yang diinterpretasikan sebagai lapisan cap rock yang merupakan indikasi dibawah lapisan tersebut terdapat reservoir yang menyimpan sumber panas bumi yang dapat dimanfaatkan. Terdapat beberapa jenis mineral alterasi hydrothermal yaitu smictite dan illite. Lapisan yang didominasi commit mineral to user smectite cendrung memiliki nilai

15 digilib.uns.ac.id 18 tahanan jenis rendah yang diidentifikasi sebagai cap rock. Dikarenakan proses alterasi, mineral smectite akan berubah menjadi illite yang diikuti dengan kenaikan nilai tahanan jenis, dimana semakin tinggi kandungan illite maka nilai tahanan jenis semakin tinggi. Mineral illite pada umumnya mengindikasikan daerah reservoir (Ussher, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia yang bertambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1. BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1. Struktur Geologi Proses terjadinya sumber panas bumi di Indonesia merupakan hasil dari interaksi tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi,

Lebih terperinci

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK MODUL METODE MAGNETOTELLURIK Asnin Nur Salamah, Rizandi Gemal Parnadi, Heldi Alfiadi, Zamzam Multazam, Mukhlis Ahmad Zaelani, Nanda Tumangger, Surya Wiranto Jati, Andromeda Shidiq 10210045, 10210001, 10210004,

Lebih terperinci

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI -D Hendra Grandis Kelompok Keilmuan Geofisika Terapan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Jalan Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS.

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS. PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS Putri Hardini 1, Dr. Ahmad Zaenudin, M.T 1., Royo Handoyo

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara Ahmad Zarkasyi*, Sri Widodo** Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM *zarkasyiahmad@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami

BAB III TEORI DASAR. Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami BAB III TEORI DASAR 3.1. Metode Magnetotellurik Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami dalam bumi, yang dihasilkan oleh induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Ahmad Zarkasyi,Nizar Muhamad, Yuanno Rezky Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geoogi SARI Riset tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN : Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Magnetotellurik di Kawasan Panas Bumi Wapsalit Kabupaten Buru Provinsi Maluku Siti Masyitah Fitrida 1*), Joko Sampurno 1), Okto Ivansyah 2), Muhammad

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan rumusan masalah Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang berbeda-beda, diantaranya mantel bumi dimana terdapat magma yang terbentuk akibat

Lebih terperinci

STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK

STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK Muhammad Syukri Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Syiah Kuala m.syukri@gmail.com ABSTRAK Struktur bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang melimpah. Anugrah ini merupakan hal yang harus termanfaatkan secara baik demi kebaikan kehidupan

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Program Penelitian Panas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''- 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Lokasi Penelitian Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Magnetotellurik (MT) adalah metode geofisika pasif yang digunakan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan dengan menggunakan induksi elektromagnetik di bawah

Lebih terperinci

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Pengukuran Magnetotelurik (MT) telah

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yang besar, yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudra Hindia- Australia, dan Lempeng

Lebih terperinci

Pemodelan 2D sistem pana bumi daerah Garut Bagian Timur menggunakan metode magnetotelurik

Pemodelan 2D sistem pana bumi daerah Garut Bagian Timur menggunakan metode magnetotelurik Youngster Physics Journal ISSN: 2302-7371 Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal. 143-150 Pemodelan 2D sistem pana bumi daerah Garut Bagian Timur menggunakan metode magnetotelurik Riznia Aji Salam 1), Udi Harmoko

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH Oleh : Ahmad Zarkasyi dan Nizar Muhamad Nurdin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat

Lebih terperinci

PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN)

PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN) 132 E. W. Sugiyo et al., Pemodelan Resistivitas Bawah Permukaan PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN) Endar Widi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Geofisika: Magnetotelurik Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur medan elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Tikhonov dan Cagnaird

Lebih terperinci

Identifikasi Panas Bumi di Daerah Ngijo dan Pablengan Karanganyar Menggunakan Metode Audio Magnetotelurik

Identifikasi Panas Bumi di Daerah Ngijo dan Pablengan Karanganyar Menggunakan Metode Audio Magnetotelurik ISSN:089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics Vol. No. halaman 198 Oktober 01 Identifikasi Panas Bumi di Daerah Ngijo dan Pablengan Karanganyar Menggunakan Metode Audio Magnetotelurik Ardiyanto Satrio,

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan energi di Indonesia khususnya energi listrik semakin berkembang. Energi listrik sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep ilmu fisika untuk mempelajari bumi. Selain untuk keilmuan, studi geofisika juga bermanfaat untuk eksplorasi

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM GEOTHERMAL DAERAH SIBAYAK MENGGUNAKAN DATA MAGNETOTELLURIK DAN GRAVITASI SKRIPSI

PEMODELAN SISTEM GEOTHERMAL DAERAH SIBAYAK MENGGUNAKAN DATA MAGNETOTELLURIK DAN GRAVITASI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN SISTEM GEOTHERMAL DAERAH SIBAYAK MENGGUNAKAN DATA MAGNETOTELLURIK DAN GRAVITASI SKRIPSI RIRI OKTOBIYANTI 0606040066 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi Metode geologi yang dipakai adalah analisis peta geologi regional dan lokal dari daerah penelitian. Untuk peta geologi regional, peta yang dipakai adalah peta geologi

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI

PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI I Gusti Agung Hevy Julia Umbara 1*, Pri Utami 1, Imam Baru Raharjo 2 M2P-02 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAHANAN JENIS BERDASARKAN PEMODELAN 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANAS BUMI

ANALISIS NILAI TAHANAN JENIS BERDASARKAN PEMODELAN 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANAS BUMI ANALISIS NILAI TAHANAN JENIS BERDASARKAN PEMODELAN 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANAS BUMI Disusun Oleh: RIFA AZHAR HANIFA M0211065 SKRIPSI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2015 hingga bulan November 2015 di PT.Elnusa.Tbk dan FMIPA UNS Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal

Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal Sistem Hidrothermal Proses Hidrothermal Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hydrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KOREKSI PERGESERAN STATIK DATA MAGNETOTELLURIC (MT) MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK, PERATA-RATAAN, DAN TIME DOMAIN ELECTROMAGNETIC AGUS SULISTYO 0606067976 FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF Youngster Physics Journal ISSN: 2302-7371 Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal. 115-122 Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi panas bumi di sekitar daerah Tegal dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Data sekunder yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi tektonik Indonesia terletak pada pertemuan Lempeng Eurasia, Australia dan Pasifik. Indonesia dilalui sabuk vulkanik yang membentang dari Pulau Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

Oleh : Ya Asurandi Jurusan Fisika Bidang Minat Geofisika MIPA ITS Surabaya 2011

Oleh : Ya Asurandi Jurusan Fisika Bidang Minat Geofisika MIPA ITS Surabaya 2011 ANALISA BAWAH PERMUKAAN DENGAN METODE GROUND PENETRATING RADAR (GPR),STUDI KASUS DI RUAS JALAN RAYA PORONG DEKAT JEMBATAN PUTUL, DESA MINDI DAN LOKASI BUBBLE SIRING Oleh : Ya Asurandi Jurusan Fisika Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Oleh: Asep Sugianto 1), Ahmad Zarkasyi 1), Dadan Dani Wardhana 2), dan Iwan Setiawan 2) 1) Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik

Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik Zulimatul Safa ah Praromadani 1, Yunus Daud 1, Edi Suhanto 2, Syamsu Rosid 1, Supriyanto 1 1 Laboratorium Geothermal,

Lebih terperinci

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR Oleh: Asep Sugianto 1), Edi Suhanto 2), dan Harapan Marpaung 1) 1) Kelompok Penyelidikan Panas Bumi 2) Bidang Program dan Kerjasama

Lebih terperinci

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO Eko Minarto* * Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Aplikasi Metode Magnetotellurik Untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus: Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat) Hezliana Syahwanti 1), Yudha Arman 1), Okto Ivansyah 2) dan Muhammad Kholid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur - 100 Bujur Timur. Provinsi Sumatera memiliki luas total sebesar

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan demikian juga sebaliknya. Kedua gejala tersebut dapat terjadi karena medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan demikian juga sebaliknya. Kedua gejala tersebut dapat terjadi karena medan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gelombang Elektromagnetik (EM) Besaran medan listrik dapat diperoleh tanpa kehadiran medan magnet, dan demikian juga sebaliknya. Kedua gejala tersebut dapat terjadi karena medan

Lebih terperinci

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan Bab IV Pemodelan dan Pembahasan 4.1. Pemodelan Self-potential Aliran fluida tunak, panas, listrik, dan kimia disimbolkan oleh J dapat dideskripsikan sebagai potensial gradient sebagai berikut : (3) Di

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK

BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK 2.1 Konsep Awal Metode Magnetotelurik Metode magnetotellurik merupakan teknik sounding induktif pasif

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN Tony Rahadinata, dan Asep Sugianto Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Secara geologi daerah

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia Merupakan negara yang terletak di pertemuan tiga lempeng dunia (Ring Of Fire) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik

Lebih terperinci

PEMODELAN 2 DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANASBUMI LAPANGAN JGT. (Skripsi) Oleh MURDANI

PEMODELAN 2 DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANASBUMI LAPANGAN JGT. (Skripsi) Oleh MURDANI PEMODELAN 2 DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANASBUMI LAPANGAN JGT (Skripsi) Oleh MURDANI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK PEMODELAN 2 DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI POHON BATU, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT DAN KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Arif Munandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Pulau Jawa yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Pulau Jawa yang sebagian besar BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan bagian dari busur magmatik yang ada di ndonesia. Oleh karena itu sepanjang Pulau Jawa terdapat gunung berapi baik yang aktif maupun tidak. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulkanik aktif yang berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi.indonesia

BAB I PENDAHULUAN. vulkanik aktif yang berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi.indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi panas bumi telah lama menjadi sumber kekuatan di daerah vulkanik aktif yang berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi.indonesia merupakan negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Panas bumi (Geotermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Panas bumi (Geothermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh batuan panas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu (Aryo Seno Nurrohman) 116 IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET IDENTIFICATION OF GRINDULU MINOR FAULT LINES BASED ON MAGNETIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu faktor pendukung perkembangan kemajuan suatu negara, bilamana suatu negara kekurangan energi maka akan memperlambat perkembangan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. permukaan. Sistem panasbumi terutama disebabkan oleh keberadaan sumber

BAB III TEORI DASAR. permukaan. Sistem panasbumi terutama disebabkan oleh keberadaan sumber 18 BAB III TEORI DASAR 3.1. Sistem Panasbumi Sistem panasbumi adalah konveksi air dalam kerak bumi bagian atas dalam ruang terbatas, mengalirkan panas dari sumber panas ke resapan panas di permukaan. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem panas bumi umumnya berkembang pada daerah vulkanik dan non vulkanik. Seting tektonik Indonesia yang dilalui oleh jalur pegunungan aktif menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

Makhrani* * ) Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin ABSTRAK

Makhrani* * ) Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin   ABSTRAK Delineasi Model Tentatif Sistem Geothermal dan Interpretasi Komprehensif Berdasarkan Analisis Geofisika, Geokimia dan Geologi Makhrani* * ) Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

Persamaan Gelombang Datar

Persamaan Gelombang Datar Persamaan Gelombang Datar Budi Syihabuddin Telkom University Semester Ganjil 2017/2018 August 28, 2017 Budi Syihabuddin (Telkom University) Elektromagnetika Telekomunikasi August 28, 2017 1 / 20 Referensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia. Sekitar 40% cadangan panas bumi dunia berada di negara ini. Berdasarkan perkiraan

Lebih terperinci

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK.1 Teori Perambatan Gelombang Seismik Metode seismik adalah sebuah metode yang memanfaatkan perambatan gelombang elastik dengan bumi sebagai medium rambatnya. Perambatan

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan Garut-Pangalengan, Jawa Barat ini menggunakan metode deskriptif analitik, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas (Au) telah dimanfaatkan sejak era prasejarah sebagai mineral ekonomis yang bernilai tinggi. Mineral emas dianggap berharga karena kilauan cahaya yang dipantulkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan 37 V. HASIL DAN INTERPRETASI A. Pengolahan Data Proses pengolahan yaitu berawal dari pengambilan data di daerah prospek panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB II BUSUR API LISTRIK

BAB II BUSUR API LISTRIK BAB II BUSUR API LISTRIK II.1 Definisi Busur Api Listrik Bahan isolasi atau dielekrik adalah suatu bahan yang memiliki daya hantar arus yang sangat kecil atau hampir tidak ada. Bila bahan isolasi tersebut

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK Oleh: Dafiqiy Ya lu Ulin Nuha 1, Novi Avisena 2 ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian dengan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan aspek tektoniknya, Indonesia berada pada jalur tumbukan tiga lempeng besar dengan intensitas tumbukan yang cukup intensif. Tumbukan antar lempeng menyebabkan

Lebih terperinci

Distribusi Sumber Panas Bumi Berdasarkan Survai Gradien Suhu Dekat Permukaan Gunungapi Hulu Lais

Distribusi Sumber Panas Bumi Berdasarkan Survai Gradien Suhu Dekat Permukaan Gunungapi Hulu Lais Jurnal Gradien Vol.1 No. Juli 5 : 64-68 Distribusi Sumber Panas Bumi Berdasarkan Survai Gradien Suhu Dekat Permukaan Gunungapi Hulu Lais Arif Ismul Hadi, Refrizon Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci