Catatan Akhir Tahun Anggaran Refleksi Penganggaran Daerah 2013
|
|
- Suryadi Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Catatan Akhir Tahun Anggaran Refleksi Penganggaran Daerah 2013 BIROKRASI SANDRA APBD, MINIM KONTRIBUSII Oleh: Triono Hadi et. all Pemda Semakin Tidak Kreatif Bergantung Dengan Dana Perimbangan Inti dari otonomi keuangan daerah adalah bagaimana Pemerintah daerah mempunyai kemampuan managerial secara prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaann anggaran daerah mampu memberikan efek positif terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah. Memang perlu diapresiasi, tiga tahun terakhir peningkatan pendapatan yang menjadi intrumen pembangunan daerah terus mengalami peningkatan. Tahun peningkatan pertembuhan pendapatan secara umum hampir terjadi semua daerah di Provinsi Riau mengalami pertumbuhan antara 10 sampai 30%. Namun, sayangnya pertumbuhan pendapatan daerah yang terjadi itu tidak merubah porsi pendapatan asli daerah (PAD) dalam komposisi penerimaan daerah.
2 Komposis Penerimaan Daerah Tahun % Kepulauan Meranti 86% 11,2% Kota Pekanbaru 18,,8% 65% 15,7% Kota Dumai 13,0% 77% 10,4% Siak 10,7% 83% 6,3% Rokan Hulu 3,4% 86% 10,2% Rokan Hilir 6,3% 89% 4,6% Pelalawan 4,9% 84% 10,7% Kuantan Singingi 2,8% 88% 9,5% Kampar 5,9% 86% 7,9% Indragiri Hulu 3,4% 87% 9,5% Indragiri Hilir 4,0% 89% 6,7% Bengkalis 7,2% 92% 1,3% 0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0% 100,0% 120,0% PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Komposisi penerimaan daerah kabupaten se Provinsi Riau, rata ketergantungan pendaptan daerah dari alokasi dana perimbangan pusat mencapai 85% %. Bahkan kabupaten bengkalis sumbangan dana perimbangan pusat ke daerah mencapai 92%. Hal itu menunjukkan pemerintah daerah semakin tidak kreatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya sebagai upaya mewujudkan kemandirian keuangan daerah dari penggalian potensi daerahnya. Tingginya tingkat ketergantungan kepada dana perimbangan pusat, tentu akan membuat pemerintah daerah semakin lalai dengan upaya-upaya starategis mewujudkan kemandirian keuangan daerah. Sementara kekuatan PAD untuk membiayai pembangunan daerah hanya berada dibawah angka 5%. Kecuali Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak yang sudah mencapai lebih dari 10%. Bahkan terdapat tujuh kabupaten kekuatan PAD untuk membiayai belanja daerah dibawah 5 %.
3 Rasio PAD - Belanja Daerah 6,0% ,9% 5,0% ,7% 2,6% 2,5% 3,5% 3,,2% 4,0% 3,0% 2,2% 2,0% ,0% - Bengkalis Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kuantan Singingi Pelalawan Rokan Hulu Kepulauan Meranti 0,0% Belanja Daerah Rasio PAD Masih rendahnya kemampuan daerah untuk mendanai secara mandiri berbagai kegiatan pembangunan menjadi tantangan bagi pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal untuk dapat mendorong peningkatan kemampuan pendapatan daerah. Sebagai ukuran derajat desentralisasi, dengan meningkatnya kontribusi PAD maka menunjukkan meningkatnyaa kemampuan penyelenggaraan desentralisasi. Daerah Boros Belanja Aparatur Pertumbuhan APBD Lebih Banyak Dinikmati Birokrasi Genderang reformasi birokrasi pertama kali ditabuh pada tahun 2007 melalui pemberian remunerasi padaa beberapa Kementerian/Lembaga. Dengan adanya reformasi birokrasi diharapkan birokrasi semakin efisien dari sisi struktur maupun biaya. Faktanya, belanja pegawai terus mengalami peningkatan, pertumbuhan belanja lebih banyak dinikmati oleh alokasi pegawai. Struktur birokrasi juga semakin gemuk, dengan semakin banyaknya lembaga non struktural yang dibentuk. Hal ini tidak hanya terjadi di Pemerintah Pusat, namun juga di daerah, sebagin besar anggarannya dialokasikan untuk belanja pegawai.
4 Pemerintah mulai menyadari semakin beratnya beban belanja pegawai seiring dengan reformasi birokrasi. Tepat tanggal 1 September 2011, Pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium Pegawai Negeri Sipil (PNS) resmi diberlakukan selama 16 bulan. Kebijakan yang berlaku sampai 31 Desember 2012 ini, ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani tiga menteri; Menteri Keuangan, Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri. Lagi-lagi kebijakan ini, sekedar pepesan kosong dan menelan ludah sendiri. Mulai bulan Juli 2012, Pemerintah kembali membuka lowongan CPNS. 45,0% 40,0% 35,0% 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% Pertumbuhan Belanja vs Pertumbuhan Belanja Pegawai 20,3% 20,2% Prov. Riau 15,6% 11,5% Indragiri Hilir 15,2% 16,8% Indragiri Hulu 26,9% 14,0% Kuantan Singingi 23,0% 15,4% Pelalawan Pertumbuhan Belanja Pertumbuhan Belanja Pegawai Antara tahun ini, prtumbuhan belanja lebih banyak dinikmati birokrasi. Bahkan pertumban belanja daerah di enam daerah termasuk Provinsi Riau pertumbuhan belanja birokrasi (gaji pegawai) lebih besar dari pertumbuhan belanja daerah. Seperti Provinsi Riau pertumbuhan belanja antara tahun mencapai 20,2 %, sementara pertumbuhan belanja pegawai (langsung dan tidak langsung) tumbuh mencapai 20,3%. Begitu juga di empat daerah lainnya yang cendrung pertumbuhan belanja pegawai jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan belanja daerah. (lihat grafik diatas). Meskipun demikian besarnya porsi APBD yang diperuntukkan untuk belanja pegawai namun tidak dibarengi semakin membaiknya pelayanan publik. Dengan demikian jelas
5 daerah hanya buang-buang duit untuk membiayai belanja aparatur untuk birokrasi yang tidak produktif. Lima Daerah Tertinggi Porsi Belanja Pegawai 2013 Terdapat lima daerah yang mengalokasikan porsi belanja pegawai tahun 2013 antara 46-53% dari total belanja daerahnya. Kota Pekanbaru 53% belanja APBD dialokasikan untuk belanja pegawai, kemudian Kabupaten Kampar 51% anggaran APBD dialokasikan untuk belanjaa pegawai. Kemudian kabupate Indragiri Hilir yang anggaran belanja daerahnya sedikit justru mengalokasikan anggaran 49% untuk gaji birokrasinya. Diurutan nomor empat kabupaten Kuantan sengingi yang juga sedikit APBD nya juga mengalokasikan 48% anggaran untuk kebutuhan belanja pegawai. Dan yang terakhir adalah Kota Dumai mengalokasikan anggaran APBD sebesar 46% untuk belanja begawai. Hal ini sangat mengejutkan, tujuan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akan sulit dicapai, dengan postur penganggaran seperti ini. Hal ini terlihat dari semakin tingginya belanja pegawai, menggerus belanja modal. Padahal belanja modal adalah salah satu yang memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi. 54% 52% 50% 48% 46% 44% 42% 53% Kota Pekanbaru Porsi Belanja Pegawai tahun % Kampar Indragiri Hilir 49% 48% Kuantan Singingi 46% Kota Dumai
6 Sangat mengejutkan lagi, Kota Pekanbaru yang merupakan tertinggi alokasi belanja pegawainya secara persentase dari total belanja daerahnya, namun Indek Integritas Pemerintah daerah berdasarkan survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilansir pada 16 desember 2013 di gedung KPK Ri, menunjukkan Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah yang menempati posisi terburuk ke empat ditinjau dari sector pelayanan publiknya. Lagu Lama Lambannya Penyerapan Anggaran Birokrasi Bebal Penyandra Penyerapan Anggaran Waktu Tersisa 45 Hari, Anggaran harus terserap Rp. 79,2 Miliyar /Hari Menjelang akhir tahun, persoalan lambannya penyerapann anggaran kembali muncul. Seolah birokrasi ini bebal selalu mengulangi kesalahan yang sama setiap tahunnya. Menjadi pertanyaan, mengapa persoalan ini terus muncul?. Sejak Indonesia memiliki UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, seharusnya soal lambannya penyerapan anggaran ini sudah selesai. Aturan ini, merupakan tonggak reformasi utama keuangan negara kita. Azas keuangann negara, tidak lagi berimbang dinamis, dimana pendapatan dan belanja harus berimbang. Format yang dipergunakan T account yang lebih berorientasi pada input, dimana kinerja Kementerian/Lembaga diukur dari habis atau tidaknya anggaran yang dialokasikan. Saat ini, anggaran kita menggunakan azas surplus defisit, dimana pendapatan dan belanja tidak harus berimbang, bisa mengalami surplus (pendapatan lebih besar dari belanja), atau sebaliknya defisit. Format yang digunakan-pun berubah menjadi I account yang lebih berorientasi pada outputatau dengan pendekatan berbasis kinerja. Artinya, habis atau tidaknya anggaran Kementerian/Lembaga bukanlah suatu ukuran, melainkan pada kinerja yang dicapai. Dimana setiap rupiah yang dikeluarkan, harus bisa diukur keluaran dan kinerja yang dihasilkan. Lalu kenapa soal penyerapan anggaran ini masih diributkan. Tidak akan jadi soal, kalau anggaran yang tidak terserap, lebih karena efisiensi dengan capaian kinerja yang
7 sama atau terlampauinya target pendapatan. Masalahnya, anggaran tidak terserap karena kegiatan yang tidak terlaksana dan kinerja tidak tercapai. Alasan utama birokrasi Kementerian/Lembaga adalah prosedur pengadaan barang jasa yang terlalu lama menjadi penghambat rendahnya realisasi anggaran. Tidak sepenuhnya dapat di amini, pasalnya aturan ini sudah berganti. Keppres 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/ /Jasa, sudah berganti menjadi Perpres 54 tahun 2010, bahkan kembali dirubah menjadi Perpres No 70 tahun Pada perpres terbaru ini, prosedur dan waktu tender dipangkas hampir setengahnya. Bahkan pengadaan kendaraan dinas, tidak perlu melalui tender. Metode tender pun diwajibkan dengan sistem elektronik. Seharusnya, sudah tidak adaa alasan lagi, realisasi anggaran tahun 2013 rendah. Faktanya, persoalan lambannya penyerapan anggaran masih terus terjadi dan seakan menjadi tradisi karena hampir terjadi setiap tahunnya. Provinsi Riau APBD tahun 2013 mencapai Rp. 8,9 Triliun lebih, sampai pertengahan November 2013 penyerapan anggaran masih berkisar antara 60%. Dengan demikian pemerintah daerah harus menghabiskan lebih dari Rp. 3,564 Triliun dengan waktu yang tersisa 45 hari. Tentu bagaimana anggaran dapat dilaksanakan dengan baik jika pemerintah harus menghabiskan anggaran Rp. 79,2 Miliyar per hari sampai 31 Desember Realisasi anggaran yang menumpuk di akhir tahun, menyebabkan kualitas belanja menjadi buruk. K/L hanya berorientasi menghabiskan anggaran tanpa melihat capaian kinerjanya. Tidak mengherankan menjelang akhir tahun, perjalan dinas melonjak tajam, hotel-hotel penuh dengan pertemuan, dan Iklan di media elektronik melonjak. Jelas sekali bahwa kegiatan diakhir tahun adalah kegiatan yang mengada-ada. Iklan layanan masyarakat lebih banyak menampilkan prestasi pejabatnya I Love Me, sekalipun berisi sosialisasi program tidak akan efektif, karena realisasi program tidak mungkin dilakukan dipenghujung tahun, disaat program tersebut akan berakhir.
BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciWALIKOTABATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTABATAM NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG
WALIKOTABATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTABATAM NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTABATAM,
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN
No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan otonomi daerah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN
BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011-2015 3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah. Implementasi otonomi daerah menuntut terciptanya performa keuangan daerah yang lebih baik. Namun pada
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN
No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN No.49/12/14/Th. XI, 1 Desember 2010 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2010 mencapai 2.377.494 orang atau bertambah 116.632 orang
Lebih terperinciKabupaten Langgar Permendagri dan PP, Bupati Kebiri Hak Desa
Kabupaten Langgar Permendagri dan PP, Bupati Kebiri Hak Desa Salah satu dari amanat Undang-Undang desa yang dirubah dan baru disahkan oleh DPR RI, adalah penuntutann keuangan desa yang bersumber dari Anggaran
Lebih terperinciANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN. Grafik 1. Perkembangan Belanja Pegawai dalam APBN
ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN I. PROFIL BELANJA PEGAWAI Belanja Pegawai termasuk belanja yang cukup besar dan terus meningkat, bila pada tahun 2006 hanya 73,2 triliun (17%), maka pada
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...
DAFTAR ISI Sampul Depan Judul... Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... i iii iv vii vii ix xviii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 50 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 50 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU KEPADA PEMERINTAH DESA DAN KELURAHAN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBoks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang
Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian
Lebih terperinciBEBERAPA CATATAN ATAS APBD PROVINSI RIAU TAHUN 2012 FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA RIAU) APBD 2012 Bagi-Bagi Untuk Siapa?
BEBERAPA CATATAN ATAS APBD PROVINSI RIAU TAHUN 2012 FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA RIAU) APBD 2012 Bagi-Bagi Untuk Siapa? Pengantar Inti dari penganggaran daerah di era otonomi saat
Lebih terperinciPenerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan
Penerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan Dengan diberlakukannya desentralisasi sejak era reformasi, maka terdapat beberapa penerimaan Negara yang dibagihasilkan ke daerah sesuai dengan Undang-undang No
Lebih terperinciRefleksi Penganggarann Daerah 2013 Oleh: Tarmizi. Pemerintah Abaikan Hak Perempuan dan Anak
Catatan Akhir Tahun Anggaran: Refleksi Penganggarann Daerah 2013 Oleh: Tarmizi Pemerintah Abaikan Hak Perempuan dan Anak Dalam konstruksi budaya patriarkhi, kelompok perempuan selalu menjadi kelompok termiskin
Lebih terperinciANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014
ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014 DIDIT PERMADI 22211070 Dosen Pembimbing : Cicilia Erly Istia, SE.,MMSI LATAR BELAKANG LATAR
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
1 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Komisi Penyiaran Indonesia atau disingkat KPI merupakan sebuah lembaga di Indonesia yang berfungsi sebagai regulator
Lebih terperinciBAPPEDA PROVINSI RIAU
Oleh: BAPPEDA PROVINSI RIAU Taluk Kuantan, 16 Agustus 2017 AMANAT UU 23/2014 Pasal 274: Perencanaan pembangunan Daerah didasarkan pada data dan informasi yang dikelola dalam Sistem Informasi Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciRESUME UMPAN BALIK PELKON dan DALLAP 2013 PERWAKILAN BKKBN PROVINSI RIAU
RESUME UMPAN BALIK PELKON dan DALLAP 2013 PERWAKILAN BKKBN PROVINSI RIAU Dari hasil laporan Umpan Balik pada bulan Desember 2013, sbb : 1. Cakupan Laporan : A. Pelayanan Kontrasepsi (PELKON) Berikut Kabupaten
Lebih terperinciBUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI NATUNA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI NATUNA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN NATUNA TAHUN ANGGARAN 2017 BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PELALAWAN, KABUPATEN ROKAN HULU, KABUPATEN ROKAN HILIR, KABUPATEN
Lebih terperinci*11780 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 13 TAHUN 2000 (13/2000)
Copyright (C) 2000 BPHN UU 13/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PELALAWAN, KABUPATEN ROKAN HULU, KABUPATEN ROKAN HILIR, KABUPATEN SIAK, KABUPATEN KARIMUN,
Lebih terperinciHARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN 2014 UMUM PROVINSI RIAU
HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN 2014 UMUM PROVINSI RIAU NO JENIS FORMULIR SPESIFIKASI JUMLAH HARGA SATUAN (Rp) JUMLAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH TAHUN 2014 YANG TELAH DITETAPKAN DILINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI RIAU
PERATURAN DAERAH TAHUN 2014 YANG TELAH DITETAPKAN DILINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI RIAU No Provinsi/Kabupaten/Kota No Judul Peraturan Daerah Ditetapkan 1. Provinsi Riau 1. Peraturan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi
PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan otonomi daerah, seorang kepala daerah dalam mengimplementasikan pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Deskriptif Secara keseluruhan dari tahun 2010-2014 APBD di Kabupaten/
Lebih terperinciRINCIAN HARGA PENAWARAN FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI RIAU
RINCIAN PENAWARAN FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI RIAU NO JENIS FORMULIR SPESIFIKASI JUMLAH JUMLAH A Formulir Model C 1 Lampiran Model
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PELALAWAN, KABUPATEN ROKAN HULU, KABUPATEN ROKAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PELALAWAN, KABUPATEN ROKAN HULU, KABUPATEN ROKAN HILIR, KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 53 T AHUN 1999 PEMBENTUKAN KABUPATEN PELALAWAN, KABUPATEN ROKAN HULU, KABUPATEN ROKAN HILIR, KABUPATEN SIAK, KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017
PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang:
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng
Lebih terperinciWALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN DARI PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH KOTA BATAM
WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN DARI PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang :
Lebih terperinciPERAN APIP DALAM MENGAWAL AKUNTABILITAS PEMBANGUNAN DESA
1 THIS IS YOUR PRESENTATI ON TITLE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi PERAN APIP DALAM MENGAWAL AKUNTABILITAS PEMBANGUNAN DESA Jakarta, 18 Mei 2017 ARTI PENTING PEMBANGUNAN DESA
Lebih terperinciBUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.
3. Bagi masyarakat, memberikan informasi yang jelas tentang pengelolaan keuangan di Provinsi Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 4. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah Pengelolaan
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN
ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN 2013-2015 Nama : Hasna Nursholeha NPM : 24214849 Pembimbing : Sri Sapto Darmawati, SE., MMSi LATAR BELAKANG Pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Keseimbangan Keuangan Pusat-Daerah dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Outline
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Keseimbangan Keuangan Pusat-Daerah dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Jakarta, 28 Mei 2013 Outline Hubungan Keuangan Pusat-Daerah Reformasi Birokrasi, Kendala
Lebih terperinciMenteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Disampaikan dalam Rapat Kerja/Sosialisasi Reformasi Birokrasi kepada Pemerintah Daerah Regional I (Provinsi/Kabupaten/Kota se-sumatera, DKI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban tersebut dituangkan dalam laporan keuangan yang di
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terkait dengan penyelenggaraan anggaran di daerah Pemerintah Indonesia Telah Melakukan reformasi Manajemen keuangan Negara baik pada pemerintah pusat maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam menyikapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 lalu, sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan reformasi di segala
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewarnai perekonomian Indonesia sehingga beberapa sektor ekonomi yang. menjadi indikator PDB mengalami pertumbuhan negatif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memajukan kesejahteraan umum, itulah salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Lebih terperinci5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU
BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
Lebih terperinciWALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG
WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN
Lebih terperinciGrafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016
BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR KPTS.518/DISKOPUMKM-S/2014/ TENTANG
KEPUTUSAN KEPALA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR KPTS.518/DISKOPUMKM-S/2014/ TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciSatuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Riau
Satuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum 1. Kasatker SNVT Wilayah I Riau; 2. Kasatker SNVT Wilayah II Riau; 3. Para Kasatker, PPK dan Pokja di lingkungan BWWS III Riau. Pemerintah Provinsi Riau 1. Sekretaris
Lebih terperinciBAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No. 30/06/14/Th. XVII, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerjaan tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang ini masyarakat lebih dituntut untuk mandiri dan kreatif dalam berusaha dan membuka lapangan kerja, jadi bukan hanya mencari pekerjaan tetapi juga
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG
PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20
No. 23/05/14/Th. XVIII, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 IPM Riau Tahun 2016 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang
Lebih terperinciPRES RILIS EVALUASI APBD 2012 Se-PROVINSI RIAU. Oleh : FITRA RIAU
PRES RILIS EVALUASI APBD 2012 Se-PROVINSI RIAU Oleh : FITRA RIAU A. Pengantar Inti dari penganggaran daerah di era otonomi saat ini adalah, bagaimana Pemerintah daerah mempunyai kemampuan managerial yang
Lebih terperinciBAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral
BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.
Lebih terperinciANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BOGOR
ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BOGOR Dondy Muhammad Rezha Zen 22212249 AKUNTANSI Pembimbing : Dr. Caecilia Widi Pratiwi, SE., MM LATAR BELAKANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciWajah Buruk Pengelolaan Keuangan Saatnya PEMDA Harus Berbenah
Wajah Buruk Pengelolaan Keuangan Saatnya PEMDA Harus Berbenah Potensi Korupsi Rp. 536.7 Milyar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu intrumen penting sebagai penunjang pembangunan
Lebih terperinci2 PERENCANAAN 3 PENGANGGARAN 4 PROGRES 5 PERMASALAHAN 2
1 1 DEFINISI 2 PERENCANAAN 3 PENGANGGARAN 4 PROGRES 5 PERMASALAHAN 2 Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
Lebih terperinciPotensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau
No. 14/02/14 Th. XVI, 16 Februari 2015 Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan hasil Podes 2014 Provinsi Riau, pada bulan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri
Lebih terperinciAnalisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah
Analisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema 1. PENDAHULUAN Jumlah pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan otonomi daerah, dimana tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan dan kepentingan
Lebih terperinciHasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau
No. 25/05/14/Th. XVIII, 24 Mei 2017 Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau Hasil pendaftaran usaha/perusahaan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) di Provinsi Riau tercatat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciSekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP
Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel. Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan
Lebih terperinciAnalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan Pemerintah Daerah untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR APBD KABUPATEN KAMPAR TAHUN Taryono
ANALISIS STRUKTUR APBD KABUPATEN KAMPAR TAHUN 2007-2012 Taryono Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Binawidya Jln. HR Subrantas Km 12.5 Pekanbaru 28293 ABSTRACT Sources
Lebih terperinciCATATAN KRITIS KEBIJAKAN RANCANGAN APBD PROV. RAU TAHUN 2014
CATATAN KRITIS KEBIJAKAN RANCANGAN APBD PROV. RAU TAHUN 2014 A. Kebijakan Pendapatan dan Pembiayaan 1. Proyeksi Pendapatann di Angka Pesimis Kebijakan mum anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI
Lebih terperinci4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau
54 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau Provinsi Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinci