PRES RILIS EVALUASI APBD 2012 Se-PROVINSI RIAU. Oleh : FITRA RIAU
|
|
- Sucianty Farida Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PRES RILIS EVALUASI APBD 2012 Se-PROVINSI RIAU Oleh : FITRA RIAU A. Pengantar Inti dari penganggaran daerah di era otonomi saat ini adalah, bagaimana Pemerintah daerah mempunyai kemampuan managerial yang prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaan anggaran daerah mampu memberikan efek positif terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah. Untuk itu diperlukan kebijakan pendapatan daerah yang tidak memberatkan masyarakat dan para pelaku usaha serta penerapan strategi belanja daerah melalui pendekatan belanja yang tidak boros (utamanya pada belanja aparatur) dan tidak pelit (utamanya belanja pada sektor strategis pengungkit pertumbuhan ekonomi dan indikator kesejahteraan masyarakat). Posisi pemerintah tidak ubah selayaknya amil (panitia) yang bertugas mengelola keuangan daerah yang berasal dari rakyat. Maka dari itu pemerintah dituntut bijaksana dalam menyelenggarakan negara yang notaben-nya adalah uang yang berasal dari pajak rakyat. Yaitu dengan pencermatann atau pengkajian terhadap program dan penggunaan sumberdaya keuangann memungkinkan setiap penyelenggara pemerintahan benar-benar bekerja sesuai target kinerja yang dicanangkan, efisien, azaz manfaat menjadi tolok ukur, serta skala prioritas tetap menjadi acuan utama dalam mengatur kebijakan keuangan daerah. Bukan sebaliknya politisasi kebijakan keuangan yang didahulukan sehingga berdampak pada ketidak adilan dan ketidak meratanya pembangunan disegala bidang. bahkan yang lebih parah lagi, ketika kepanitiaan (pemerintah) sebagai pengelola keuangan daerah justru terus subur dan tidak sesuai dengan besarnya alokasi anggaran yang mendongkrak peningkatan kesejahteraan masyarakat dari perbaikan ekonomi. B. Hasil Analisis 1. Menggantung Pedapatan ke Pusat Ternostalgia Dengan DBH Riau terkenal kaya akan sumberdaya Minyak dan gas Alamnya, sehingga wajar ketika hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), daerah mendapatkan jatah dari hasil pengelolaanya. Dalam APBD tahun 2012 untuk tingkat kabupaten Kota se provinsi Riau, dana perimbangan pusat masih menjadi tempat bergantung dalam menjalankan roda pemerintahan. Rata dari 12 kabupaten/kota se Provinsi Riau 90% (sembilan puluh persen) pendapatan APBD nya berasal dari dana
2 perimbangan pusat yang terdiri dari Bagi hasil pajak bukan Pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Sedangkan pendapatan daerah yang bersumber dari PAD dari 12 Kabupaten/kota dibawah angka 15% (untuk kota Pekanbaru), bahkan terdapat (6 dari 12) daerah PAD nya di bawah angka 5 % dari total pendapatan daerahnya. Komposisi Pendapatan Daerah Se Riau TA 2012 Kab. Meranti2,64% Kota Pekanbaru 15,93% Kota Dumai 10,42% Kab. Siak 11,17% Kab. Rokan Hulu 2,98% Kab. Rokan Hilir 6,51% Kab. Pelalawan 3,,65% Kab. Kuantan Singingi2,76% Kab. Kampar 5,95% Kab. Indragiri Hulu2,86% Kab. Bengkalis 8,41% Provinsi Riau 32,85% 88,17% 68,40% 81,43% 84,36% 89,19% 90,06% 88,15% 90,30% 87,74% 90,27% 90,20% 57,14% 9,19% 15,67% 8,15% 4,47% 7,83% 3,43% 8,20% 6,94% 6,31% 6,87% 1,38% 10,00% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% PAD Dana Perimbangan Pusat Lain-Lain yang Sah Sumber : Ringkasann APBD se Riau di Olah Fitra Riau 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% 2,86% Kab. Indragiri Hulu 6 Kabupaten PAD Terkecil TA ,95% 2,76% Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi 3,65% Kab. Pelalawan 2,98% Kab. Rokan Hulu 2,64% Kab. Meranti Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau
3 Fakta tersebut menunjukkan bahwa, komposis PAD masih sangat rendah dibandingkan seluruh total pendapatan daerahnya. Enam dari 12 Kabupaten kota tersebut hanya mempu menghasilakan PAD dibawah angka 5% dibandingkan total seluruh Pendapatan daerah yang diterima. Dengan demikian, ketergantungan daerah terhadap dana perimbangan pusat masih kental, terutama dari hasil DBH Minyak dan gas Bumi. Faktanya daerah tidak belum mampu menggaet sektor handal di daerah sebagai penghasil PAD untuk keberlanjutann pemerintahan. Rendahnya penerimaan PAD di setiap daerah, tentu akan berimplikasi pada rendahnya pembiayaan (belanja daerah) melalui anggaran yang bersumber dari PAD. Fakta APBD 2012 di 12 kabupaten Kota menunjukkan bahwa kekuatan PAD untuk membiayai belanja daerah di lima kabupaten (Meranti, Rohul, pelalwan, Kuansing dan Inhu), hanya 3% (tiga persen) dari seluruh total belanja daerahnya. Kemudian (Bengkalis, Kampar dan Rokan Hilir) kekauatan PAD untuk membiayai belanja daerah berada pada 5-6%. Selanjutnya 9-15 % kekuatan PAD nya terdapat di (Kabupaten Siak, Kota Dumai dan Pekanbaru). 20% 15% 10% 5% 0% Kekuatan PAD Membiayai Belanja Daerah TA % 6% 3% 6% 3% 3% 5% 9% 10% 3% 2% Sumber : Ringkasan APBD se Riau di Olah Fitra Riau Pertanyaannya, ketergantungan keuangan daerah terhadap dana perimbangan pusat, yang notaben-nya hasil minyak dan gas bumi ini akan berakhir?. Penguasa-penguasa daerah masih mempertahankan prinsip aman dimasanya dan sebaliknya tidak memikirkan keberlangsungan jangka panjang bagaimana mendapatkan penopang keuangan daerah selain dengan melakukan ekploitasi alamnya. Hutan Gundul Tak Beri Untung Selain ekpolitasi minyak dan gas bumi, Riau terkenal dengan ekploitasi hutannya. Menurut (kajian Jikalahari), pada tiga tahun terakhir riau kehilangan hutan alam 0,5 juta hektar. Dengan laju deforestasi 188 ribu
4 hektar pertahunnya, dan sekarang sisa hutan tinggal 22,5% dari luas daratan yang ada. Sebagian besar kehilangan hutan di Riau adalah bentuk ekploitasi yang dilakukan oleh perusahaan perusahaan yang katanya sebagai bentuk pendapatan negaraa yang sebagiannya untuk diberikan kepada daerah sebagai bentuk pembayaran PSDH (Pajak Sumber Daya Hutan) dan DR (Dana Reboisasi). Namun, dilihat dari mata anggaran yang diterima daerah serta dampak-dampak lain terhadap masyarakat sekitar wialayah ekploitasi tidak sebanding dengan hasil yang diterima daerah dari ekploitasi hutan yang ada. Selama kurun waktu 8 tahun terakhir ( realisasi 2012 semester 1), bahwaa total PSDH dan DR yang diterima Provinsi Riau Rp ,78.. Artinya setiap tahunnya total PSDH/DR yang diterima daerah Riau untuk memberikan antisipasi dampak dari ekploitasi hutan setiap tahunnya tidak lebih dari Rp. 150 Miliyar. Dengan demikian sudah barang tertentu bencana banjir terus meningkat, karena hasil dari ekploitasi hutan tidak memberikan kontribusi terhadap kelestarian lingkungannya. Millions Penerimaan Daerah dari PSDH/DR (2005-Perkiraan 2012) Rp ,97 Rp ,32 Rp84.619,52 Rp ,26 Rp96.336,21 Rp ,22 Rp74.756,44 Sumber: menteri keuangan diolah Fitra Riau Lebih parah lagi, dana yang menjadi pendapatan daerah tidak dialokasikan sebagai mana mestinya untuk sebesar-besarnya kemakuran rakyat. Penghambur-hamburan anggaran masih selalu terjadi, kongkalikong penguasa untuk meraup keuntungan dari APBD terus meraja lela, aparatur selalu dimanjakan. Taburan iming kesejahteraan hanya isapan jempol, sebaliknya potensi bencana akibat ekploitasi menjadi penantian panjang masyarakat.
5 2. Fenomena Alokasi APBD 2012 Tujuan otonomi daerah sebenarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akan tetapi fakta dilapangan masih jauh panggang dari api. Hampir semua daerah belanja pegawainya lebih besar ketimbang belanja publiknya. Dengan kondisi seperti ini tentu tujuan semangat otonomi daerah sulit dicapai. Bukankah program pengentasan kemiskinan itu bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Dengann postur gambar dibawah ini bagaiman mungkina hal tersebut bisa tercapai? Bukankah APBD itu diamanatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi kenapa malah justru belanja AMILNYA yang lebih banyak daripada yang disalurkan. BELANJAA LANGSUNG vs BELANJA TIDAK LANGSUNG 2012 Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung 71,7% 63,5% 63,1% 62,0% 62,1% 58,7% 54,3% 55,8% 51,4% 53,2% 45,7% 48,6% 41,3% 44,2% 46,8% 49,6% 50,4% 36,5% 36,9% 38,0% 37,9% 28,3%
6 6 Daerah Boros Belanja Pegawai 70,0% 6 Daerah Boros APBD Untuk Belanja Pegawai TA ,0% 50,0% 40,0% 46,6% 55,3% 47,2% 42,5% 53,9% 59,4% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0% Kab. Indragiri Hulu Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi Kab. Rokan Hulu Kota Dumai Kota Pekanbaru Ke enam daerah ini merupakah daerah yang mengalokasikan anggaran APBD nya ditas 40% untuk membiayai belanja pegawai daerah baik PNSD maupun non PNSD. Tahun 2012 Kota pekanbaru menempati urutan pertama besarnya alokasi untuk belanja pegawai yaitu 59% dari total belanja daerahnya. Kemudian posisi kedua Kabupaten Kampar mengalokasikan anggaran 55,3% dari total belanja daerahnya untuk belanja pegawai, selanjutnya dumai 53%, Kuansing 47,2%, Inhil 46%, dan kemudian Kabupaten Rokan Hulu 42,5% untuk belanja pegawai. Tidak hanya itu, dalam komposisi belanja daerah dalam APBD, selain alokasi anggaran yang dikhususkan untuk belanja gaji dan tunjangan pegawai, belanja aparatur lainnya juga tidak kalah besarnya dengan komponen belanja balanja lainnya. Belanja Modal adalah tumpuan akhir masyarakat untuk bisa merasakan langsungg kehadiran pemerintah daerah. Karenaa Belanja Barang dan Jasa lebih banyak dinikmati oleh pejabat daerah. Namun di enam daerah ini (pekanbaru, Dumai, Inhu, kampar Kuansing dan Rokan Hulu), belanja modal yang bisa dinikmati masyarakat justru tidak sebanding dengan besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai dan belanja untuk memanjakan aparatur. Faktanya, meskipun telah di atur dalam Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2010, bahwa alokasi belanja modal minimal 29 persen dari total belanja daerah, keenam daerah ini proporsi belanja
7 modalnya dibawah 29 % sampai 17%. Kabupaten kampar, merupakan kabupaten yang APBD nya mencapai Rp. 1,7 triliun, sementara belanja modalnya hanya 18,,2 %. Begitu juga pekanbaru dan kabupaten lainnya. 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% 23,7% Kab. Indragiri Huluu Proporsi Belanja Modal 18,2% Kab. Kampar 22,9% Kab. Kuantan Singingi 28,2% Kab. Rokan Hulu 17,4% Kota Dumai 18,1% Kota Pekanbaru Pembengkakkan belanja pegawai daerah juga tidak terlepas dari kebijakan dana perimbangan dari pusat, yang sebagian besar atau sekitar 70% diperuntukan untuk membiayai pegawai, seperti DAU (Dana Alokasi Umum) dan tambahan tunjangan guru. Otomatis daerah yang sebagian besar menggantungkan sumber pendapatannya pada dana perimbangan, juga akan memiliki belanja pegawai yang semakin besar. BELANJA MODAL vs BELANJA PEGAWAI TA 2012 Belanja Pegawai Belanja Modal 55,3% 46,6% 47,2% 25,1% 36,0% 34,4% 23,7% 18,2% 22,9% 59,4% 53,9% 42,5% 36,6% 31,5% 33,5% 28,2% 48,1% 28,2% 33,4% 17,4% 18,1% 30,1%
8 APBD Riau Bagaimana? APBD Naik, Silpa Membengkak APBD Provinsi Riau empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang siginifikan, dibarengi dengan meningkatnya belanja daerahnya. Tahun 2009 tercatat dalam APBD Realisasi Belanja Daerah 3,7 triliun. Ditahun 2012 direncanakan meningkat menjadi Rp. 8,3 trilun. Pertumbuhan belanja daerah tahun 2012 tumbuh 96% dibandingkan realisasi tahun 2011 lalu sebesar Rp Namun meningkatnya APBD Provinsi Riau ini tidak berbanding lurus dengan kemampuan pemerintah untuk menyerap anggaran. Hal itu dibuktikan dengann besaran SILPA tahun berjalan yang membengkak terus dari tahun-ketahun. SILPA tahun berjalan pada realisasi APBD tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Silpa tahun 2009 realisasi sebesar Rp. 188 Miliyar, dan meningkat menjadi 1,3 Triliun di tahun 2011 lalu. Sedangkan ditahun 2012 dengan APBD Rp. 8,3 Triliun Proyeksi Silpa kembali membengkak menjadi Rp ,92 (dalam RAPBD tahun 2013). Billions SiLPA Tahun Berjalan APBD Realisasi dan 2012 Proyeksi Rp2.000 Rp1, Rp1.500 Rp1.339 Rp1.000 Rp500 Rp- Rp378 Rp R 2010 R 2011 R 2012 Proyeksi SiLPA Tahun Berjalan Meningkatnya APBD, seyogyanya memberikan kontribusii besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dipergunakan sebaik-baiknya untuk sebesar-besarnya kemakmuran bagi masyarakat. Namun realita diatas menunjukkan bahwa pemerintah Riau tidak mampu menggunakan APBD dengan sebaik-baiknya. Membengkaknya SILPA tahun 2012 ini, sebagai potret buruknya kinerja birokrasi pada pemerintah provinsi Riau. Menumpukknya SILPA APBD ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : - Buruknya perencanaan anggaran. Sejak awal anggaran disusun tidak memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Pola penganggaran kita masih menganut incremental, setiap tahun jatah anggaran harus naik, tidak peduli kemampuan lembaga tersebut menyerap anggaran tahun
9 sebelumnya. Buruknya perencanaan anggaran, juga disebabkan sejak anggaran disusun sudah di atas pagu kebutuhan. - Tranfer Pusat Lambat, Riau merupakan Daerah yang sumber penerimaan banyak berasal dari SDA pada umumnya menerima DBH mepet pada akhir tahun atau bahkan lewat tahun, sehingga memang tidak sempat terbelanjakan dan menjadi SiLPA. Oleh karena Pemerintah pusat perlu intropeksi untuk tetap mendahulukan yang menjadi hak daerah sehingga belanjaa daerah mampu terselesaikan dengan baik. Yang perlu di ketahui adalah, semakin besar SILPa, maka semakin besar anggaran publik Semakin besar SiLPA pada dasarnya menunjukkan semakin besarnya dana publik yang belum atau tidak digunakan dalam belanja atau pengeluaran pembiayaan lain sehingga mengendap di kas daerah sebagai dana idle. Anggaran negara yang seharusnya bisa direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan untuk meningkatkann kesejahteraan rakyat menjadi sia-sia, karena tidak mampu terserap dengan baik. Rasio SiLPA terhadap Belanja Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
10 Sumber : Hasil Analisis kementrian keuangan RI 2012 Proporsi Belanja APBD 2012 Proporsi Belanja APBD Riau 2012 Belanja Pegawai 14% Belanja Modal 29% Belanja Barang dan jasa 19% Belanja Lainnya 4% Belanja Hibah 22% Belanja Bagi Hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes 12% Belanja Hibah Melambung Melambung Proporsi belanja pada tahun 2012, memang belanja modal masih berada pada urutan pertama yaitu 29%. Persentase belanja modal odal ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku yang mengamatkan alokasi belanja modal minimal 29% dari jumlah belanja daerah. sementara itu alokasi belanja Hibah pada tahun 2012 melambung tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2010 belanja Hibah dialokasi 139 Miliyar atau setara dengan 4,5% dari total belanja daerah, di tahun 2012 meningkat ribuan persen, menjadi Rp. 1,8 triliun triliun atau setara dengan 22 % dari belanja daerah. Padahal sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun Bahwa belanja hibah harus dibatasi jumlahnya, mengingat belanja hibah adalah bantua bantuan yang tidak wajib dan tidak mengikat, secara terus menerus. Fakta yang terjadi, pengalokasian anggaran hibah dan bantuan sosial yang diberikan kepada instansi/ organisasi, tanpa ada proses evaluasi. Memberian bantuan hibah, cenderung akibat pemerintah stres tidak tahun akan dialokasikan kemana anggaran APBD tersebut. tersebut sehingga bantuan hibah seperti menghambur menghamburhamburkan uanga tanpa ada target capaian dari bantuan yang diberikan kepada instansi/lembaga terkait. Selain dari itu, alokasi anggaran hibah dan bansos sangat berpotensi rentan untuk diselewengkan hal itu akibat dari Lemahnya pengawasan
11 serta mudahnya pengajuan permohonan bantuan hibah dan tidak adanya target capaian penggunaan anggaran tersebut. Lebih lebih lagi tak jarang dibeberapa daerah yang menggunakan uang bansos ini untuk kepentingan suksesi pemernangan pemilukda dan lain sebagainya. Tahun 2012 merupakan tahun keempat menjelang pemilukada ditahun 2013 nantinya. Dengan demikian perlu diwaspadai dan perlu dicurigaii kemada alokasi hibah dan bansos ini dialokasikan dan untuk kepentingan apa?. Tahun 2013 dalam RAPBD provinsi Riau juga menganggarkan hibah sampai Rp.1,4 Triliun. Penyandera APBD a. Doubel Budget Gaji Aparatur Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) provinsi Riau tahun 2013, belanja pegawai (Gaji dan Tunjangan PNS) di rencanakan Rp besaran alokasi belanja aparatur ini naik 20% dibandingkan belanja pegawai dari tahun 2012 lalu. Tern tahun Realisasi sampai 2012 perubahan, alokasi belanja pegawai terus mengalami kenaikann mengikuti besarnya pendapatan daerah Riau dengan rata rata pertumbuhan belanja pegawai meningkat 15% setiap tahunnya. hal tersebut menunjukkan meningkatnya pendapatan daerah justru memberikan penggemukan kepada aparatur pemerintah. Tahun 2012 tidak ada penerimaan pegawai secara besar-besaran yang mengharuskan untuk meningkatnya anggaran belanja Pegawai Khususnya Gaji dan Tunjangan. Meningkatnya anggaran 20% untuk aparatur (Gaji pegawai) tidak berdasarkan penilaian kinerja. Sebaliknya, hanya didasarkan pada upaya untuk menghabiskan anggaran daerah yang semakin besar. Relaisasi SILPA tahun 2011 Rp. 1,3 triliun, atau 25% dari total pendapatan daerah Rp. 5,4 Triliun, diproyeksikan ditahun 2012 SILPA sebesar Rp. 1,8 Triliun atau 22 % dari total belaja daerah Besaran SILPA yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya adalah akibat dari tidak optimalnya penyerapan keuangan daerah dan membuktikan kinerja aparatur lemah. Akibatnya anggaran yang seharusnya dinikmati masyarakat khususnya dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat justru terabaikan. Selain gaji pegawai yang diposkan dalam komposisi belanja tidak langsung, belanja pegawai juga terdapat pada belanja langsung. Anggaran ini untuk memberikan honor kepada pegawai baik PNS/non PNS yang terlibat dalam kegiatan tertentu. Tentu dengan model penganggaran demikian, aparatur akan terus gemuk dengan anggaran halal yang dialokasikan. Dengan demikian menunjukkan adanya double budget anggaran yang diterima oleh PNS/non PNS meskipun sudah mendapatkann gaji pokok dan tunjangan-tunjangann lainnya. b. Kegiatan Spektakuler
12 Tahun 2012 tercatat dalam APBD, anggaran yang dialokasikan untuk kebutuhan kegiatan sepektakuler (PON, Paralimpic, POPNas) dianggarkan sebanyak Rp ,00, atau setara dengan 10% dari seluruh belanja daerah. anggaran itu digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Sebelumnya pada tahun 2011 untuk suksesi pelaksanaan ivent ini telah dianggarkan sebesar Rp ,00,, artinya dalam dua tahun ( ) anggaran APBD untuk suksesi pelaksanaan pekan olahraga nasional dan sejenisnya telah menghabiskan anggaran Rp ,00. Anggaran ini digunakan untuk : Di tahun temuan BPK berdasarkan LHP BPK tahun 2012 untuk LKPD Provinsi Riau tahun 2011, ditemukan 2 item temuan yang berhubungan dengan keuangan PON. 1. Pengadaan peralatan venue dan peralatan tanding 39 cabang olah raga berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp ,- 2. Barang hasil pengadaan peralatan / perlengkapan oralh raga Rp ,- tidak dapat diidentifikasi akibat tidak adanya peralatan peralatan yang dipertanggung jawabkan. Selain dari pada itu, kegiatan sepektakuler yang lakukan pemerintah provinsi Riau dan tidak berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah bentuk bangunan berhala dengan anggaran besar yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang. Meskipun telah menghabiskan anggaran triliunan dan tidak dirasakan oleh masyarakat luas Riau juga mennati kegiatan spektakuler lainnya yaitu ISG yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 mendatang dengan anggaran yang tidak sedikit pula. Berkaca dari yang telah terjadi, pemerintah seharusnya berfikir ulang, untuk membangun bangunan yang tidak berdampak langsung. tidak dirasakan langsung oleh masyarakat itu. Karena adanya venue- APBD tahun- venue bernilai triliunan rupiah tersebut justru membebani tahun berikutnya dengan alokasi pemeliharaan dan fungsional yang tidak sedikit jumlahnya. Penghasilan Kepala Daerah Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk tingkat propinsi, kabupaten, kota, dan kabupaten adalah pejabat negara yang gaji, serta tunjangannya sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Selain gaji pokok dan tunjangan, mereka juga mendapatkan insentif dari jumlah pajak serta retribusi daerah.
13 Berdasarkan peraturan perundang-- undangan yang berlaku, berikut adalah rincian komponen penghasilan serta jumlah yang mereka dapatkan : a. Penghasilan / Gaji KDH/WKDH Komponen Gubernur Wakil Gubernur Walikota/ Wakil Walikota/ dasar hukum Penghasilan Bupati Bupati Gaji Pokok Tunjangan Jabatan Tunjangan Besarnya biaya penunjang Besarnya biaya penunjang Operasional operasional Gubernur dan operasional Kepala Daerah wakilnya ditetapkan Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah sebagai sebagai berikut: berikut: </= Rp 15 milyar, min: </= Rp 5 milyar, min: Rp. Rp. 150 juta, max: 125 juta, max: 3% 1,75%; > Rp 5 milyar s/d Rp 10 > Rp 15 milyar s/ /d Rp 50 milyar, min: Rp. 262,5 milyar, min: Rp. 150 juta, max: 2%; juta, max: 1% >Rp 10 milyar s/d Rp 20 > Rp 50 milyar s/d Rp 100 milyar min: Rp. 500 milyar, min: Rp. 200 juta, max: 1,50%; juta; max: 0,75% %; > Rp 20 milyar s/d Rp 50 > Rp 100 milyar s/d Rp 250 milyar, min: Rp. 750 milyar, min: Rp. 300 juta, max: 0,80%; juta, max: 0,40%; > Rp. 50 milyar s/d Rp. 150 >Rp 250 milyar s/d Rp. 500 milyar, min: Rp. 1 milyar, min: Rp. 400 juta, max: 0,40%; milyar, max: 0,25% %; > Rp 150 milyar, min: Rp. 600 > Rp. 500 milyar, min: juta, max: 0,15%. Rp. 1,25 milyar, max: 0.15%. Insentif Besarnya pembayaran Insentif setiap bulannya Pajak dan dikelompokkan berdasarkan realisasi penerimaan Pajak dan Retribusi Retribusi tahun anggaran sebelumnya dengan ketentuan: < Rp 1 Triliun rupiah = paling tinggi 6 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat antara Rp 1 Triiun s/d Rp 2,5 Trliun = 7 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat antara Rp 2,5 Triliun s/d Rp 7,5 Triliun = 8 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat Pasal 4 PP. No. 59 Tahun 2000 Pasal 1 ayat (2) Keppres No 68 tahun 2001 Pasal 9 ayat (1) dan (2) PP No. 109 tahun 2000 Pasal 7 PP No. 69 tahun 2010
14 > Rp 7,5 Triliun = 10 kali gaji dan tunjangan yang melekat Gubenur dan Wakil Gubenur Riau TA 2012 Penghasilan Gubenur Riau setiap bulannya diperkirakan menerima sebesar Rp ,00. Yang terdiri dari Gaji Pokok Sebesar Rp , Tunjangan jabatan sebesar Rp ,-. Kemudaian tunjangan operasional sebesar Rp ,- ditambah lagi insentif pajak sebesar Rp ,-. Tunjangan operasional ini dihitung dari besarnya Pendapatan Asli Daerah, Provinsi Riau tahun 2012 PAD Rp. 2,181 triliun, maka besarnya tunjangan Gubenur itu adalah 0,15% dari total PAD yang diterima. Kemudian insentif pajak diakumulasikan dari besarnya pajak dan retribusi daerah adalah sebesar 1,850 Triliun. Sehingga sesuai dengan ketentuan insentif untuk Gubenur Riau adalah 7 kali Gaji Poko dan Tunjangan. Dengan demikian diperkirakan gaji/penghasilan Gubenur Riau dalam satu tahun adalah sebesar Rp. 2,4 Triliun. Sedangkan Wakil Gubernur Riau, tahun 2012 diperkirakan berpenghasilan setiap Bulannya Rp ,-. Dengan Rincian gaji pokok Rp ,- Tunjangan Jabatan Rp ,-. Kemudian Tujangan Operasional Rp. 136,3 Juta, dan insentif pajak Rp. 47,04 Juta. Dengan Demikian total penghasil Wakil Gubenur Riau Pertahunnya sebesar Rp. 2.2 triliun Uraian Penghasilan 1. Gaji Pokok 2. Tunjangan Jabatan 3. Tunjangan Operasional Gubenur , , ,- Wakil Gubenur , , ,- 4. Insentif Pajak Total perbulan , , , ,- Total Pertahun , ,-
15 3 Penghasilan KDH dan WKDH Kabupaten/Kota Tertinggi di Riau No 3 Rangking KDH Penghasilan Terbesar 1 Walikota Pekanbaru 2 Kabupaten Bengkalis 3 Kabupaten Siak 3 Rangking WKDH No Penghasil Terbesar 1 Walikota Pekanbaru 2 Kabupaten Bengkalis 3 Kabupaten Siak Bulan Tahun Rp Rp Rp Rp Rp Rp Bulan Tahun Rp Rp Rp Rp Rp Rp Untuk penghasilan kepala daerah kabupaten/ kota se Provinsi Riau, sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka, penghasilan tertinggi kepada daerah tingkat dua se Riau adalah Walikota Pekanbaru (Firdaus, MT) dengan penghasilan perbulan diperkirakan sebesar Rp. 77,7 Juta dan pertahunnya sebesar Rp. 932,8 Juta. Kemudian nomor tertinggi kedua Bupati Bengkalis (Herliyan Saleh) dengan penghasilan perbulan Rp. 71,11 juta sedangkan pertahunnya sebesar Rp. 853,9 juta. Selanjutnya Bupati Siak (Syamsura, M.Si) berada pada posisi penghasilan tertinggi ketiga dengan penghasilan perbulan diperkirakan sebesar Rp. 66,1 juta sedangkan akumulasi pertahunnya sebesar Rp. 793,9 juta. Begitu juga dengan WKDH, juga ketiga daerah tersebut merupakan peringkat tertinggi penghasilannya. Selain itu, diluar gaji, tunjangan, operasional dan insentfi pajak, setiap kepala daerah juga mendapatkan fasilitas rumah dinas. Tetapi tidak hanya itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2000, kepala daerah juga mendapatkan tunjangan biaya-biaya berikut : Biaya rumah tangga Biaya pembelian inventaris rumah jabatan Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang-barang inventaris Biaya pemeliharaan kendaraan dinas Biaya pemeliharaan kesehatan Biaya perjalanann dinas Biaya pakaian dinas Biaya penunjang operasional Yang terpenting dan perlu masyarakat ketahui, bahwa setiap uang yang dinikmati dan menjadi penghasilan kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut adalah bersumber dari Pajak dan Retribusi yang dibayar
16 oleh Rakyat. Olehkarena itu, kepala daerah bukan sebagai raja yang harus berfoya-foya dengann banyaknya APBD, melainkan harus mengabdi kepada rakyat dengan mengatur secara baik pemerintahan sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dengan mengarahkan pembangunan yang berorientasi sebesarnya untuk kemakmuran rakyatnya. Bukan justru sebaliknya prinsip aji mumpung, sebagai bentuk ketidakk sadaran kepala daerah yang lupa bahwa dirinya sebagai pengabdi terhadap rakyatnya. Sehingga dengan kekuasaan digunakan untuk mengeruk kekayaan yang sebesarnya. Dengann prinsip membangun salah kaprah, popularitas jadi pijakan untuk membuat prgram. Dengan demikian rakyat memiliki hak untuk menuntut, apabila terdapat kesenjangan antara banyaknya sumber daya alam dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
BEBERAPA CATATAN ATAS APBD PROVINSI RIAU TAHUN 2012 FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA RIAU) APBD 2012 Bagi-Bagi Untuk Siapa?
BEBERAPA CATATAN ATAS APBD PROVINSI RIAU TAHUN 2012 FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA RIAU) APBD 2012 Bagi-Bagi Untuk Siapa? Pengantar Inti dari penganggaran daerah di era otonomi saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia
Lebih terperinciPenerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan
Penerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan Dengan diberlakukannya desentralisasi sejak era reformasi, maka terdapat beberapa penerimaan Negara yang dibagihasilkan ke daerah sesuai dengan Undang-undang No
Lebih terperinciCatatan Akhir Tahun Anggaran Refleksi Penganggaran Daerah 2013
Catatan Akhir Tahun Anggaran Refleksi Penganggaran Daerah 2013 BIROKRASI SANDRA APBD, MINIM KONTRIBUSII Oleh: Triono Hadi et. all Pemda Semakin Tidak Kreatif Bergantung Dengan Dana Perimbangan Inti dari
Lebih terperinciKabupaten Langgar Permendagri dan PP, Bupati Kebiri Hak Desa
Kabupaten Langgar Permendagri dan PP, Bupati Kebiri Hak Desa Salah satu dari amanat Undang-Undang desa yang dirubah dan baru disahkan oleh DPR RI, adalah penuntutann keuangan desa yang bersumber dari Anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciWajah Buruk Pengelolaan Keuangan Saatnya PEMDA Harus Berbenah
Wajah Buruk Pengelolaan Keuangan Saatnya PEMDA Harus Berbenah Potensi Korupsi Rp. 536.7 Milyar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu intrumen penting sebagai penunjang pembangunan
Lebih terperinciMIRIS ANGGARAN LINGKUNGAN DALAM APBD RIAU
MIRIS ANGGARAN LINGKUNGAN DALAM APBD RIAU Persoalan pelestarian lingkungan, menjadi salah satu persoalan strategis dari sekian banyak perosalan yang muncul. Tingginya tingkat ekploitasi Sumber daya alam
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI
Lebih terperinciMeski pendapatan nominal terus meningkat, namun pertumbuhan pendapatannya berfluktuasi. Puncak pertumbuhan penda-
P O ) N P E N T ) N G : Minimnya PAD mempengaruhi pendapatan daerah menunjukkan tingkat kemandirian keuangan daerah masih sangat rendah. Sementara ketergantungan terhadap hasil SDA sangat tinggi. Lebih
Lebih terperinciMengukur Kewajaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutaan Di Provinsi Riau
Hasil Kajian Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau Mengukur Kewajaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutaan Di Provinsi Riau Penulis; Triono Hadi Tarmidzi Bekerja sama
Lebih terperinciCATATAN KRITIS KEBIJAKAN RANCANGAN APBD PROV. RAU TAHUN 2014
CATATAN KRITIS KEBIJAKAN RANCANGAN APBD PROV. RAU TAHUN 2014 A. Kebijakan Pendapatan dan Pembiayaan 1. Proyeksi Pendapatann di Angka Pesimis Kebijakan mum anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara
Lebih terperinciGrafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016
BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN
No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti
Lebih terperinciLampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK
Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK Lampiran 2 (dalam rupiah) Pemerintah Kabupaten Gresik Laporan Realisasi Anggaran (APBD) Tahun Anggaran 2011 Uraian Anggaran 2011 Realisasi 2011 Pendapatan
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 50 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 50 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU KEPADA PEMERINTAH DESA DAN KELURAHAN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinci4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau
54 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau Provinsi Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah
Lebih terperinciSOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD KOTA BATAM TAHUN ANGGARAN 2017
SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD KOTA BATAM TAHUN ANGGARAN 2017 Dalam upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, diperlukan transparansi, akuntabilitas dan memberikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN PEMBAGIAN DAN PENGGUNAAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, PERKEBUNAN, PERHUTANAN DAN PERTAMBANGAN MIGAS BAGIAN PEMERINTAH
Lebih terperinci5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU
BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian
BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari data tingkat pertumbuhan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13
DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 1 1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 2 1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan
Lebih terperinciANALISIS APBD I. PENDAPATAN DAERAH
ANALISIS APBD I. PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Daerah terdiri dari beberapa jenis yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Dari 3 jenis pendapatan tersebut
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG NILAI PEROLEHAN AIR PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG NILAI PEROLEHAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja keuangan daerah terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat diukur dari kontribusi masing-masing
Lebih terperinciBUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU
BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN ANGGARAN 2014
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN Menimbang
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN
No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.
Lebih terperinciBAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
1 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Komisi Penyiaran Indonesia atau disingkat KPI merupakan sebuah lembaga di Indonesia yang berfungsi sebagai regulator
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang,
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 of 41 1/31/2013 12:38 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN
BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011-2015 3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah. Implementasi otonomi daerah menuntut terciptanya performa keuangan daerah yang lebih baik. Namun pada
Lebih terperinciReferensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD
Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD Pendapatan Daerah Secara umum, pendapatan daerah terdiri dari tiga jenis yaitu pendapatan asli
Lebih terperinciCATATAN KRITIS ATAS LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBENUR PROVINSI RIAU PRIODE OLEH: TRIONO HADI
CATATAN KRITIS ATAS LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBENUR PROVINSI RIAU PRIODE 2009-2013 OLEH: TRIONO HADI PENDAHULUAN Laporan keterangan Pertanggung Jawaban (LKPj) Akhir Masa Jabatan (AMJ) Pemerintah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1278, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Daerah. Pengalokasian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.07/2013 TENTANG PENGALOKASIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN dan APBD yang kurang terserap di awal tahun, tapi digenjot penyerapannya di akhir
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan tahun 2005-2009 diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013
B U P A T I P U R W O R E J O PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciRefleksi Penganggarann Daerah 2013 Oleh: Tarmizi. Pemerintah Abaikan Hak Perempuan dan Anak
Catatan Akhir Tahun Anggaran: Refleksi Penganggarann Daerah 2013 Oleh: Tarmizi Pemerintah Abaikan Hak Perempuan dan Anak Dalam konstruksi budaya patriarkhi, kelompok perempuan selalu menjadi kelompok termiskin
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012
ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012 1 KATA PENGANTAR Dalam konteks implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah selama lebih dari satu dasawarsa ini telah mengelola
Lebih terperinciHasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau
No. 25/05/14/Th. XVIII, 24 Mei 2017 Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau Hasil pendaftaran usaha/perusahaan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) di Provinsi Riau tercatat
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Dan BUPATI PELALAWAN MEMUTUSKAN :
Menimbang BUPATI PELALAWAN PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, : a. bahwa sesuai dengan
Lebih terperinciAnalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah
Lebih terperinciDAMPAK DANA TRANSFER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI RIAU. Oleh : Taryono dan Syapsan ABSTRAK
DAMPAK DANA TRANSFER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI RIAU Oleh : Taryono dan Syapsan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dana transfer terhadap
Lebih terperinciBAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD
BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok
Lebih terperinci2 PERENCANAAN 3 PENGANGGARAN 4 PROGRES 5 PERMASALAHAN 2
1 1 DEFINISI 2 PERENCANAAN 3 PENGANGGARAN 4 PROGRES 5 PERMASALAHAN 2 Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA DIREKTORAT FASILITASI DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat
Lebih terperinciPEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY KEUANGAN DAERAH Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciBoks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang
Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian
Lebih terperinciRANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
(RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang
Lebih terperinciNOMOR : 8 TAHUN 2013 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 8 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SELAIN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciDANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN
Lebih terperinciStruktur P-APBD TA. 2014
SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 Dalam rangka transparansi dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan
Lebih terperinciPemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)
Lebih terperinciWALIKOTABATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTABATAM NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG
WALIKOTABATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTABATAM NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTABATAM,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
Milyar BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari Pendapatan Daerah, Belanja
Lebih terperinciPIDATO BUPATI KAPUAS HULU
PIDATO BUPATI KAPUAS HULU PADA ACARA PENGANTAR NOTA KEUANGAN RANCANGAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN ANGGARAN 2016 PUTUSSIBAU, 7 SEPTEMBER 2016 BUPATI KAPUAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001, pemerintah daerah telah melaksanakan secara serentak otonomi daerah dengan berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 22 & 25 tahun 1999, kemudian diubah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciDANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Dgchuank.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang proporsional, demokratis, adil,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN ANGGARAN 2014
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN Menimbang : a.
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK Jl. Gatot Subroto No. - Nganjuk Telp. (0358) 323495 PENDAPAT AKHIR BADAN ANGGARAN DPRD KABUPATEN NGANJUK TERHADAP RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 merupakan masa transisi pemerintahan dengan prioritas
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kerangka Keuangan Masa Lalu Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah serta Pendanaan saat ini bahwa Daerah Otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciBAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH
BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan
Lebih terperinci