BAB I PENDAHULUAN. segelintir pelaku usaha tertentu dengan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dan
|
|
- Hendra Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama Pemerintahan Orde Baru berkuasa, telah terjadi berbagai distorsi dalam persaingan usaha sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang memperlakukan segelintir pelaku usaha tertentu dengan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dan hak-hak istimewa. Tidak dapat dipungkiri kalau selama itu pula telah menyuburkan praktek bisnis yang tidak sehat, melalui pemberian fasilitas yang mengakibat terciptanya monopoli tertentu kepada pengusaha/konglomerat yang dekat dengan Soeharto. Sebagai contoh Liem Sie Liong memonopoli komoditi terigu, makanan fast food, semen dan kertas, serta Keluarga Cendana menguasai tata niaga cengkeh, jeruk, bioskop dan jalan tol. 1 Ada beberapa fakta lain menurut Abdul Fickar Hadjar yang menunjukkan bahwa Pemerintah dominan menciptakan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yaitu: 2 Pertama, penunjukan usaha swasta sebagai produsen dan importir tunggal tepung terigu (Bogasari ditunjuk oleh Bulog). Kedua, izin dan dorongan berkembangnya asosiasi produsen yang berfungsi sebagai kartel atau mengatur harga (seperti Organda, Apkindo, Asosiasi Produsen Semen dan lain sebagainya). Ketiga, 1 Teguh Sulistia, 2006, Aspek Hukum Usaha Kecil Dalam Ekonomi Kerakyatan, Cetakan Pertama, Andalas University Press, Padang, hlm.76 2 Abdul Fickar Hadjar, Hukum Acara Persaingan Usaha, Makalah disampaikan pada Pedidikan Khusus Profesi Advokat, di Hotel Matoa Jayapura, Papua, 30 Agustus 2008, kerjasama Foker Papua PERADI. 1
2 sengaja membiarkan satu perusahaan menguasai pangsa pasar mie instan 50% (lima puluh persen) lebih (Indofood). Keempat, entry barrier bagi pemain baru pada industri tertentu (kebijakan Mobil Nasional). Kelima, proteksi pada industri hulu produksi barang tertentu dengan menaikkan bea masuk terhadap barang yang sama yang diimpor dari luar negeri (PT.Candra Asri untuk produk berupa Bahan Kimia). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Achmad Shauki, Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsentrasi ekonomi tinggi di dunia mencapai 56% (lima puluh enam persen), lebih tinggi lagi untuk Bidang Ekonomi mencapai 69% (enam puluh sembilan persen), bahkan untuk produk tertentu angka itu nyaris mutlak yakni, otomotif 95% (sembilan puluh lima persen), tepung terigu 100% (seratus persen) dan mie instant 95% (sembilan puluh lima). 3 Sehingga, keadaan semacam ini tidak menumbuhkan iklim persaingan usaha yang sehat dan sama sekali tidak memberikan peluang bagi pelaku usaha lain untuk dapat tumbuh, berkembang serta mampu bersaing. Persaingan merupakan bagian dari suatu proses kehidupan yang alamiah. Tanpa disadari manusia dalam kesehariannya harus dihadapkan pada persaingan untuk mempertahankan hidup dan eksistensinya sebagai individu. Dinamika kehidupan senantiasa menuntut adanya perubahan yang terus-menerus, bersamaan dengan itu manusia harus mampu secara kreatif berusaha menyesuaikan dan mencari pemecahan-pemecahan permasalahan yang timbul sebagai akibat terjadinya 3 Yoserwan, 2006, Hukum Ekonomi Indonesia Dalam Era Reformasi dan Globalisasi, Andalas University Press, Padang, hlm.3 2
3 perubahan. Begitupun pula yang terjadi dalam sektor ekonomi dan dunia usaha, setiap pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha akan bersaing atau berkompetisi guna mendapatkan hasil keuntungan yang sebesar-besarnya. Undang-Undang Dasar 1945 (setelah amandemen ke-iv) sebagai landasan konstitusional telah memberikan arah perekonomian nasional yang dapat dilihat dari maksud ketentuan Pasal 33 ayat (1), perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, serta ditambah lagi dengan ketentuan Pasal 33 ayat (4), yang menyatakan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Menurut pendapat Jimly Asshiddiqie: 4 prinsip usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan menekankan pentingnya kerja sama (cooperation), sedangkan efisiensi menekankan pentingnya persaingan (competition). Jika yang diutamakan hanya kerja sama saja (cooperation), tanpa persaingan terbuka, niscaya individualitas manusia akan ditelan oleh kebersamaan yang dapat berkembang menjadi kolektivitas yang dipaksakan sehingga terbentuk otoritarian. Sebaliknya, jika yang diutamakan hanya persaingan saja (competition), maka setiap orang akan saling memakan orang lain (survival of the fittest) yang merusak tatanan hidup bersama. Kedua mekanisme persaingan dan kerja 4 Jimly Asshiddiqie, 2010, Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta, hlm.259 3
4 sama itu dihimpun dalam apa yang dimaksud oleh Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 sebagai prinsip efisiensi berkeadilan. Adanya kompetisi inilah yang menimbulkan dorongan pelaku usaha untuk saling bersaing menguasai pasar dengan tujuan agar memperoleh keuntungan yang maksimal, bahkan tidak menutup kemungkinan dengan cara-cara yang tidak sehat agar dapat mematikan usaha pesaingnya. Di sinilah arti pentingnya campur tangan pemerintah untuk membuat kebijakan guna mengatur persaingan secara sehat. Kebijakan persaingan usaha dibuat dengan tujuan guna menumbuhkan dan melindungi para pengusaha melakukan persaingan sehat dalam kegiatan ekonomi. 5 Oleh karena itu, kehadiran perangkat hukum yang dapat menjamin persaingan usaha yang sehat dan mencegah praktek bisnis tidak sehat sangat diperlukan. Perangkat hukum tersebut menjadi sarana pencapaian demokrasi ekonomi, yang memberikan peluang bagi semua pengusaha untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan atau jasa dalam iklim usaha yang sehat, efektif dan efisien guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang wajar. 6 Pembentukan Undang-Undang No.5 Tahun1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mempunyai tujuan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3, yaitu: 5 Teguh Sulistia, Op.Cit,hlm.70 6 Jamal Wiwoho, 2007, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Cetakan 1, Sebelas Maret University Press, Surakarta, hlm.68 4
5 a.menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b.mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga c.menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; d.mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan e.terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ini secara substansi materi di dalamnya mengatur tentang prinsip-prinsip utama bagi terselenggaranya persaingan sehat, yakni meliputi perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan penegakan hukum. Selanjutnya, untuk melakukan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ini, maka sebagaimana ketentuan Pasal 30 ayat (1) dibentuklah KPPU. Pembentukan KPPU, susunan organisasi, tugas dan fungsinya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden (Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999). Keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memegang peranan penting, karena menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum anti monopoli. KPPU mempunyai tugas salah satunya yaitu menyusun pedoman yang berkaitan dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 (Pasal 35), juga mempunyai kewenangan melakukan pemeriksaan, memutus dan menjatuhkan sanksi terhadap adanya dugaan pelanggaran terhadap undang-undang ini (Pasal 36). Proses penegakan hukum yang telah dilakukan oleh KPPU dapat dilihat dan dipelajari melalui beberapa produk pedoman, peraturan komisi maupun putusan- 5
6 putusan perkara yang telah dikeluarkan oleh KPPU. Dengan melakukan kajian putusan-putusan perkara KPPU dapat diketahui bagaimana penerapan asas-asas hukum persaingan usaha dan pendekatan teori yang digunakan oleh KPPU dalam melakukan penafsiran terhadap ketentuan pasal, serta ruang lingkup pemberlakuan suatu pasal dari Undang-Undang No.5 Tahun Salah satunya yaitu mengenai Posisi Dominan. Penyalahgunaan posisi dominan, baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang: 7 a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing, baik dari harga maupun kualitas. b. Membatasi pasar dan pengembangan tekhnologi. c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. Pelaku usaha dapat dikatakan memiliki Posisi Dominan, jika: 8 a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, atau b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 7 Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun
7 Penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan Penyalahgunaan Posisi Dominan, karena berangkat dari adanya kasus dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999, salah satunya yang dialamatkan kepada PT.Carrefour Indonesia setelah peritel raksasa asal Perancis ini melakukan akuisisi terhadap PT.Alfa Retailindo,Tbk. secara resmi pada 21 Januari Dugaan pelanggaran tersebut kemudian bergulir menjadi perkara yang diperiksa oleh KPPU dengan register Perkara Nomor:09/KPPU-L/2009. Berdasarkan hasil putusan perkara KPPU No.09/KPPU-L/2009 pihak PT.Carrefour Indonesia antara lain dinyatakan terbukti telah melakukan Penyalahgunaan Posisi Dominan. Putusan tersebut kemudian oleh PT.Carre four Indonesia diajukan keberatan dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa perkara keberatan tersebut melalui putusan perkara No.1598/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. pada pokoknya telah membatalkan putusan KPPU, serta menyatakan PT.Carrefour Indonesia tidak terbukti melakukan pelanggaran ketentuan Penyalahgunaan Posisi Dominan. KPPU kemudian melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI dengan register perkara No. 502 K/Pdt.Sus/2010. Pada tanggal 21 Oktober 2010, Mahkamah Agung RI telah menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh KPPU dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain dalam perkara akuisi PT. Alfaretailindo, Tbk. oleh PT. Carrefour Indonesia seperti telah tersebut di atas, ada beberapa perkara dugaan penyalahgunaan 7
8 posisi dominan yang telah diperiksa dan diputus oleh KPPU serta telah dinyatakan terbukti, antara lain yaitu: Perkara No.04/KPPU-I/2003 (Jasa terminal pelayanan bongkar muat petikemas dengan Terlapor I PT. Jakarta International Container Terminal); Perkara No.06/KPPU-L/2004 (Program Geser Kompetitor baterai dengan Terlapor PT. Panasonic Global Indonesia); dan Perkara No.17/KPPU-I/2010 (Industri Farmasi Kelas Terapi Amlodipine dengan Terlapor I PT. Pfizer Indonesia). Putusan perkara-perkara tersebut di atas, akan menjadi bahan kajian bagi penulis dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya penerapan definisi pasar bersangkutan dan perhitungan penguasaan pangsa pasar yang telah digunakan oleh KPPU guna menentukan telah terjadinya posisi dominan dan penyalahgunaan posisi dominan. Dalam menentukan ada atau tidaknya Posisi Dominan dan Penyalahgunaan Posisi Dominan apabila menggunakan cakupan pasar bersangkutan dan perhitungan penguasaan pangsa pasar yang berbeda hasilnya akan berbeda pula. Sebagai contoh adanya perbedaan tersebut, terlihat dari cakupan pasar bersangkutan yang berbeda antara yang digunakan oleh Majelis KPPU dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (yang juga telah dikuatkan oleh putusan pada tingkat kasasi) dalam perkara akuisisi PT.Alfa Retailindo oleh PT.Carrefour Indonesia telah menghasilkan putusan yang berbeda pula. Putusan tersebut dijatuhkan berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh lembaga survey yang berbeda terhadap penguasaan pangsa 8
9 pasar. Karena menyangkut hasil suatu survey, maka sangat dipengaruhi pula oleh metode survey yang digunakan. Hal ini tentunya akan menimbulkan suatu permasalahan untuk memilih lembaga survey mana yang harus dipercaya dan siapa yang mempunyai otoritas untuk menentukan lembaga survey yang kredibel untuk dijadikan dasar pegangan dan pertimbangan dalam membuat keputusan Perkara Persaingan Usaha? Unsur apa sajakah yang diperlukan untuk dapat menyatakan pelaku usaha atau kelompok usaha tertentu telah menyalahgunakan posisi dominannya? Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tidak diikuti dengan peraturan pelaksanaan yang mengatur secara detail dan terperinci menyangkut teknis operasional, khususnya mengenai pelaksanaan Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), namun demikian undangundang ini telah mengamanatkan dan memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menyusun pedoman. Rumusan Pasal 25 ayat (2) menggunakan pendekatan bersifat kuantitatif. Konsekwensi dari rumusan pasal ini memerlukan lebih lanjut pengukuran terhadap penguasaan pangsa pasar. Sehingga, akan sangat terbuka kemungkinan perbedaan dalam melakukan perhitungan tentang penguasaan pangsa pasar dalam pasar bersangkutan dan dalam menentukan pelaku usaha berada pada posisi dominan. Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 baru kemudian diterbitkan oleh KPPU melalui Peraturan KPPU No.6 Tahun 2010, sehingga bagaimana terhadap kasus-kasus yang terjadi sebelum tahun 2010 mengingat belum adanya pedoman Pasal 25 ini? 9
10 Pertanyaan-pertanyaan tersebut telah mendorong penulis untuk melakukan kajian lebih mendalam tentang permasalahan Penentuan Penyalahgunaan Posisi Dominan. B. Rumusan Masalah Dalam menentukan ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan masih ada persoalan di dalam proses penentuannya, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam melalui penelitian ini. Agar penelitian ini lebih terarah, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan ketentuan penyalahgunaan posisi dominan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun 1999? 2. Bagaimana pembuktian yang dipergunakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam menentukan telah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan menjelaskan secara analisis yuridis berkaitan dengan Penentuan Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia yang terimplementasi melalui putusan perkara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan pada rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 10
11 1. Untuk mendapatkan kejelasan penerapan ketentuan penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun Untuk mendapatkan kejelasan bagaimana pembuktian yang dipergunakan oleh KPPU dalam menentukan telah terjadi penyalahgunaan posisi dominan. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dapat diharapkan dari penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis Pembahasan terhadap permasalahan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Ilmu Hukum Bisnis, khususnya Hukum Persaingan Usaha tentang pemahaman ruang lingkup Posisi Dominan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pembuat kebijakan di bidang persaingan usaha dan bagi para penegak hukum yang terlibat dalam pemeriksaaan perkara persaingan usaha, khususnya untuk kepentingan pembuktian suatu perkara dalam menentukan telah terjadi penyalahgunaan posisi dominan. 11
12 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan pengamatan yang telah dilakukan penulis, memang sebelumnya sudah pernah ada penelitian dalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait Posisi Dominan, antara lain tesis dengan judul: Posisi Dominan Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang ditulis oleh Tony Yohanes Worek pada tahun Sedangkan, penelitian yang penulis lakukan dalam tesis ini dengan judul: Analisis Yuridis Penentuan Penyalahgunaan Posisi Dominan Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Studi terhadap putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)), yang menurut sepengetahuan penulis hal ini belum pernah diteliti. Sehingga baik dari sisi judul, metode pendekatan maupun sudut pandang penelitiannya berbeda dengan penelitian yang telah tersebut di atas. Dengan demikian penelitian ini dimaksudkan dapat menambah khasanah dan melengkapi penelitian sejenis yang sebelumnya sudah ada. 12
13 13
I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah pertumbuhan perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa iklim bersaing di Indonesia belum terjadi sebagaimana yang diharapkan, dimana Indonesia telah membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK
Lebih terperinci2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
Lebih terperinciSALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang
Pedoman Pasal Tentang Ketentuan Pasal 50 Huruf a dalam Persaingan Usaha KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 253/KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 50 HURUF a UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT I. Pendahuluan Pimpinan Komisi VI Dewan Perwakilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, konsolidasi dan akuisisi. Merger, konsolidasi dan akuisisi kerap berpengaruh terhadap persaingan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciRancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999
Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999 Dalam rangka penegakan hukum persaingan usaha, maka sangatlah penting untuk meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan Undang-undang
Lebih terperinciUU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1999 (5/1999) Tanggal: 5 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
Lebih terperinciModul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Antitrust Law (USA) Antimonopoly Law (Japan) Restrictive Trade Practice Law (Australia) Competition
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan
Lebih terperinciBAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY
62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPenegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1 Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kop.Wil. I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Intisari Persaingan
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi khususnya dalam persaingan usaha.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan notaris dalam kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan
Lebih terperinciHUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA
HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA MONOPOLI Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan kesempatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah
Lebih terperinciAdapun...
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999
Lebih terperinciBPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT http://ekbis.sindonews.com/ Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum
Lebih terperinci11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng
10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah merger dapat didefinisikan sebagai suatu fusi atau absorbsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian
Lebih terperinciPERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI
PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI 2011 1 Cakupan Presentasi 1. Persaingan Usaha yang Sehat Dan KPPU 2. Persaingan Pasar Jasa Konstruksi 3. Masalah Umum Persaingan Usaha Dalam Sektor Jasa Konstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kemajuan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB IV PENUTUP Pada bagian Bab IV ini, penulis menguraikan dua hal yakni, pertama mengenai kesimpulan dari analisis mengenai bagaimana konsep penyalahgunaan posisi dominan dalam hukum persaingan usaha
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang
111 BAB V PENUTUP A.KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme masukknya BBM
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciDRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 BAB I LATAR BELAKANG. 2 BAB II TUJUAN
Lebih terperinciPeranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA
Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999 Dalam Perkara Keberatan Terhadap Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA Fenomena proses penegakan hukum di Indonesia Dibentuknya berbagai Komisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya,lebihlebih didukung oleh letak geografisnya yang strategis, sehingga akan sangat potensial
Lebih terperinciBISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA
BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA Ritel Waralaba berdampingan dengan Warung Tradisional (Jl.Bung Km.11 Tamalanrea-Makassar) Drs. HARRY KATUUK, SH, M.Si dan AGNES SUTARNIO, SH, MH
Lebih terperinciDRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan Usaha 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan adalah perlawanan dan atau upaya satu orang atau lebih untuk lebih unggul dari orang lain dengan
Lebih terperinciMATRIKS HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Bahan Konsinyering, 06-02-17 MATRIKS HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Undang-Undang Nomor... Tahun... tentang RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan mendorong pelaku usaha untuk melakukan pengembangan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha, para pelaku usaha sering melakukan upaya-upaya yang disebut dengan restrukturisasi perusahaan atau pengembangan usaha. Adanya keterbatasan
Lebih terperinciDESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1
DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinci*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang-
1 2 3 i I. PENDAHULUAN Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Lebih terperinciHUKUM PERSAINGAN USAHA
HUKUM PERSAINGAN USAHA Dosen Pengampu: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum www.jamalwiwoho.com 081 2260 1681 -- Bahan Bacaan Abdulrahman: Ensiklopesi Ekonomi keuangan dan perdagangan, Jakarta, Pradnya Paramita,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai memiliki peta konsep sebagai seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang digalakkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menjumpai perbedaan harga suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau persekongkolan
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN DIKAITKAN DENGAN KINERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA ( KPPU )
PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN DIKAITKAN DENGAN KINERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA ( KPPU ) Prof Dr Jamal Wiwoho,SH MHum Tujuan Pembentukan Undang-undang No. 5/1999 a.
Lebih terperinciPERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinciLARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Persekongkolan Tender, Persaingan Usaha Tidak Sehat 56 LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:
104 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sesuai Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan maka jawaban atas permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut: 5.1.1 Bahwa perilaku concerted action
Lebih terperinciKelembagaan Ekonomi di Indonesia (Ekonomi Pancasila, Ekonomi Kerakyatan)
Kelembagaan Ekonomi di Indonesia (Ekonomi Pancasila, Ekonomi Kerakyatan) Pokok Bahasan: 1. Indonesia Kapitalis atau sosialis? 2. Kelembagaan ekonomi Indonesia( sistem regulasi, konstitusi, institusi) 3.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciTerobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha
Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Oleh: M. Hakim Nasution HAKIMDANREKAN Konsultan Hukum Asas Persaingan Usaha UU No. 5/1999 Larangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang menjadi tiang perekonomian bangsa yang belum memiliki peran sebaik badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern ini sudah tidak dapat dihindarkan. Persaingan usaha bukan merupakan hal yang dilarang, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan dinamika dunia usaha di tanah air dalam 12 tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif
BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciKEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara
KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009 Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 tentang Pengaturan Monopoli BUMN Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinci/ KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK
TERMS OF REFERENCE / KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK Eksaminasi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 08/KPPU- I/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1602, yaitu saat Pemerintah Belanda atas persetujuan State General. Arie Siswanto berpendapat dalam bukunya yang berjudul Hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem hukum di negara Indonesia salah satunya dibidang hukum ekonomi yaitu hukum persaingan usaha. Hukum persaingan usaha bertujuan untuk mencegah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Lebih terperinciDR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU
DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU sukarmi@kppu.go.id 1 KEBERADAAN HUKUM DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA KPPU dan Performanya dalam menjalankan UU No. 5/1999 2 - LATAR BELAKANG - 1 Masyarakat belum mampu berpartisipasi
Lebih terperinciSulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik *
Sulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik * Naskah diterima: 2 November 2015; disetujui: 6 November 2015 Dalam Kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, Cartel is a group of separate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar
Lebih terperinciPedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan
Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Komisi
Lebih terperinci