PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011"

Transkripsi

1 PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Ani Oktavia NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012 i

2

3 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING PRVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011 Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) Oleh Ani Oktavia NIM : Pembimbing 1 dr. Raendi Rayendra Sp.KK, M.Kes PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012M iii

4

5 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh Puji syukur penulis sampaikan kepada zat yang Maha Sempurna, Allah SWT. Karena atas izin-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011 dengan baik. Tak lupa salawat serta salam kepada uswatun hasanah, Nabi Muhammad SAW. kepada keluarga, sahabat, dan semoga kepada kita semua sebagai umatnya hingga akhir zaman, amin. Dalam pembuatan penelitian ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan dukungan, baik dalam bentuk moril maupun inmoril, dari berbagai pihak. Karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2. DR. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.KFR, selaku kepala program studi pendidikan dokter Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D.. Selaku dosen penanggung jawab riset angkatan 2008 atas kesabarannya dalam mengingatkan penulis menyusun penelitian, 4. dr. Raendi Rayendra Sp.KK, M.Kes selaku pembimbing 1 yang senantiasa sabar dan memberikan semangat kepada penulis selama proses penyusunan penelitian hingga selesai, 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter yang telah membimbing dalam pemberian bekal terhadap penulis dalam penyusunan penelitian ini, v

6 6. Orang tua penulis, Supri yadi dan Niha yati yang dengan sabar memberi dukungan moril maupun materil kepada penulis, 7. Ops Siagara Patmuji, Inti Fikria selaku teman satu kelompok riset yang telah berperan dalam menyemangati penulis sejak menentukan judul penelitian hingga selesai. 8. Teman teman penulis, Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2009, atas dukungan dan semangatnya selama ini, 9. Serta pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam penyusunan laporan penelitian. Tak ada gading yang tak retak. Mungkin peribahasa tersebut adalah cerminan dari penelitian ini, karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan, akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, penulis berharap penelitian ini akan bermanfaat bagi pembaca umumnya, dan bagi penulis sendiri khususnya. Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. Ciputat, 21 September 2012 Penulis vi

7 ABSTRAK Latar belakang: Telah dilakukan penelitian dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Tangerang periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember Tujuan: Untuk mengetahui berapa angka kejadian terjadinya dermatofitosis di RSUD Tangerang periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2011 yang meliputi distribusi menurut jenis kelamin, umur, jenis penyakit, pekerjaan, tempat tinggal,,iklim, kerokan kulit, pemeriksaan KOH. Hasil: Didapatkan hasil kejadian dermatomikosis di RSUD Tangerang pada bulan Januari hingga bulan Desember 2011 adalah sebesar 27,89%. Kesimpulan: Kasus dermatofitosis masih cukup banyak diderita oleh penduduk Indonesia yang merupakan negara tropis. Kata Kunci : Dermatofitosis ABSTRACT Background: Dermatomikosis research has been done in the Dermatology Clinic Hospital Tangerang period 1 January 2011 to 31 December Purpose: to determine how the incidence of the Tangerang District Hospital deratomikosis period January to December 31, 2011 which includes the distribution by sex, age, type of disease. Results: The obtained results dermatomikosis events in Tangerang District Hospital in January to December 2011 was at 27.89%. Conclusion: this result ahows that dermatomikosis is still a problem in Indonesia as a tropikal county. Key words: Dermatomikosis vii

8 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Peneliti Institusi Pendidikan... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatomikosis Kerangka Konsep Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Kriteria Inklusi dan Ekslusi Etika Penelitian dan Alur Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Hasil Penelitian viii

9 4.2 Keterbatasan Penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP ix

10 DAFTAR TABEL 2.2 Pengobatan Dermatomikosis Definisi Operasional Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Usia Distribusi Penyakit Dermatofitosis x

11 DAFTAR GAMBAR 2.1 Anatomi kulit Kerangka Konsep xi

12 BAB LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga sangat bergantung pada lokasi tubuh 1. Pada zaman sekarang ini, dengan berkembangnya kebudayaan dan perubahan tatanan hidup dari waktu ke waktu, sedikit banyak mempengaruhi pola penyakit. Begitu pula kemajuan dibidang sosial ekonomi dan teknologi kedokteran dapat mengubah arti penyakit jamur, yang dahulunya tidak berarti menjadi berarti dalam kehidupan manusia sekarang ini. Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan itu infeksi bakteri, jamur, virus, parasit, dan penyakit dasar alergi, hal ini berbeda dengan negara barat yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor degeratif. Disamping perbedaan penyebab, faktor lain seperti iklim, kebiasaan dan lingkungan juga ikut memberikan perbedaan dalam gambar klinis penyakit kulit 2. Data epidemiologis menunjukkan bahwa penyakit kulit karena jamur superfisial (dermatomikosis superfisialis) merupakan penyakit kulit yang banyak dijumpai pada semua lapisan masyarakat, baik di pedesaan maupun perkotaan, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Meskipun penyakit ini tidak fatal, namun karena bersifat kronik dan residif, serta tidak sedikit yang resisten dengan obat anti jamur, maka penyakit dapat menyebabkan gangguan kenyamanan dan menurunkan kualitas hidup bagi penderitanya 5. Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya dermatomikosis adalah iklim yang panas, higiene (kebersihan diri) masyarakat yang kurang, adanya sumber penularan di sekitarnya, penggunaan obat-obatan antibiotik, 1

13 steroid dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya 6. Dari data rawat jalan di Poliklinik Sub Bagian Jamur Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS. dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2001 sampai Desember 2005 didapatkan 80 kasus dermatofita yang disertai dengan pitiriasis versikolor terdiri dari 61 orang laki-laki dan 19 orang perempuan 3. Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat taduk, misalnya lapisan teratas kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan glongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah 1. Mikosis superfisialis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di indonesia. Sebagian besar penyakit disebabkan oleh golongan dermatofita (dermatofitosis), dan yang paling sering ditemukan adalah tinea kruris. Berbeda dengan daerah yang mempunyai empat musim maupun subtropis, dimana tinea pedis adalah bentuk klinis yang paling banyak ditemukan 4. Penelitian mikosis superfisialis di divisi unit rawat jalan penyakit kulit dan kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003 sampai dengan 2005, tenyata kasus mikosis superfisialis masih cukup banyak, dengan kasus terbanyak yang dijumpai adalah pitiriasis versikolor, disusul dengan tinea kruris, kemudian tinea korporis. Tinea imbrikata tidak pernah ditemukan pada tahun Perbandingan angka kesakitan mikosis superfisialis pada perempuan lebih besar daripada laki-laki. Kelompok umur terbanyak yang menderita mikosis superfisialis ialah kelompok usia produktif yaitu tahun. Sedangkan kelompok usia paling sedikit menderita mikosis superfisialis adalah kelompok balita yaitu usia 1-4 tahun. Penelitian mikosis superfisialis di divisi unit rawat jalan penyakit kulit dan kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun Pada tahun

14 pemeriksaan KOH 20% + tinta Parker pada kasus dermatofitosis ditemukan elemen jamur berupa hifa dan arthspora, sedangkan pada kandidiasis ditemukan elemen jamur berupa blastospora. Pada pemeriksan kultur dilakukan pada semua kasus yang gambaran klinisnya meragukan dan pemeriksan dengan KOH 20% + tinta Parker menunjukkan hasil yang negative, yaitu sebanyak 51 kasus ( atau 1,96% dari seluruh kasus baru mikosis superfisialis selama tahun ), dengan hasil kultur positif ( ada pertumbuhan jamur) sebanyak 19 kasus (37,3%), sedangkan sisanya sebanyak 31 kasus (62,7%) tidak menunjukkan adanya pertumbuhan jamur. Spesies yang ditemukan pada pemeriksaan kultur yang positif ada pertumbuhan jamur adalah T.mentagrophytes (15,7%), T. rubrum (13,&%), dan C. albicans (7,8%). Dari hasilnya didapatkan dalam kurun waktu antara didapatkan kasus baru mikosis superfisialis didivisi mikologi URJ penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003 sebesar 12,7%, tahun 2004 sebesar 14,1 %, dan tahun 2005 sebesar 13,3%. Berdasarkan data tersebut, penulis ingin mencari lebih lanjut tentang prevalensi dermatomikosis di klinik Kulit Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Berapa prevalensi dermatofitosis di RSUD Tangerang periode 1 januari 2011 hingga Desember 2011? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum Untuk mengetahui berapa angka kejadian terjadinya dermatofitosis di RSUD Tangerang periode 1 januari 2011 hingga 31 Desember Tujuan khusus 3

15 a. Mengatahui prevalensi terjadinya dermatofitosis berdasarkan jumlah pasien tiap bulan di RSUD Tangerang. b. Mengetahui jumlah pasien dermatofitosis tiap bulan dan prevalensinya c. Mengetahui faktor risiko penyakit dermatofitosis berdasarkan bulan kunjungan dan keterkaitan dengan lingkungan. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Bagi Peneliti : 1. Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama mengikuti pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter. 2. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian terutama di bidang kesehatan. 3. Peneliti dapat memberikan informasi jumlah kejadian dermatomikosis Bagi Institutusi Pendidikan : 1. Mengetahui faktor pencetus tersering pada kasus dermatofitosis 2. Mengetahui kelompok umur tersering pada kasus dermatofitosis 3. Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai upaya nyata untuk mewujudkan UIN Syarif Hidayatullah sebagai research university. 4. Menjadi dasar bukti medis secara ilmiah tentang prevalensi dermatomikosis terhadap terjadinya dermatofitosis. 4

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatomikosis Pengertian Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita 7. Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku. Menurut 1, dermatofita penyebab dermatofitosis. Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi anatominya. Dermatofita merupakan kelompok yang secara taksonomi berhubungan dengan infeksi jamur yang memiliki kemampuan untuk membentuk perlekatan molekuler ke keratin dan menggunakan keratin sebagai sumber makanan sehingga dapat berkolonisasi ke dalam jaringan berkeratin 8, meliputi stratum korneum, rambut, kuku 8,9 dan jaringan tanduk hewan 8. Pada penamaan infeksi klinis dermatofitosis, kata tinea mendahului nama latin untuk bagian tubuh yang terkena Anatomi Kulit 5

17 Gambar 2.1 anatomi kulit Faktor faktor yang mempengaruhi Dermatofitosis. Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali Macam Macam Dermatofitosis Bentuk Bentuk gejala klinis Dermatofitosis 1) Tinea Kapitis Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan microsporum. Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal sering disertai rambut rontok ditempat lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinis, pemeriksaan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada pemeriksaan mikroskopis terlihat spora diluar rambut atau didalam rambut. 2) Tinea Favosa 6

18 Adalah infeksi jamur kronis terutama oleh trychophiton schoen lini, trychophithon violaceum, dan microsporum gypseum. Penyakit ini mirip tinea kapitis yang ditandai oleh skutula warna kekuningan bau seperti tikus pada kulit kepala, lesi menjadi sikatrik alopecia permanen. Gambaran klinik mulai dari gambaran ringan berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan hingga skutula dan kerontokan rambut serta lesi menjadi lebih merah dan luas kemudian terjadi kerontokan lebih luas, kulit mengalami atropi sembuh dengan jaringan parut permanen. Diagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, prinsip pengobatan tinea favosa sama dengan pengobatan tinea kapitis, hygiene harus dijaga. 3) Tinea Korporis Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurus skin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T. rubrum dan T. mentagropytes. G tepi lebih aktif dengan tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi meluas sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya serta kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur. 4) Tinea Imbrikata Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkar-lingkar dan gatal. Disebabkan oleh dermatofita T. concentricum. Gambaran klinik dapat menyerang seluruh permukaan kulit halus, ambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacammacam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik, bagian sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak konsensif dengan susunan seperti genting, lesi tambah melebar tanpa meninggalkan 7

19 penyembuhan dibagian tangahnya. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas berupa lesi konsentris. 5) Tinea Kruris Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah. Penyebab E. floccosum, kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel kecil-kecil. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan KOH 10-20%. 6) Tinea Manus et Pedis Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita didaerah kilit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum. Gambaran klinik ada 3 bentuk klinis yang sering dijumpai yaitu: (a) Bentuk intertriginosa berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada sela jari tampak warna keputihan basah terjadi fisura terasa nyeri bila disentuh, lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V. (b) Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bila terletak agak dalam dibawah kulit sangat gatal, lokasi yang yang sering adalah telapak kaki bagian tengah melebar serta vesikulanya memecah. (c) Bentuk moccasin foot pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama, eritema biasanya ringan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur. 7) Tinea unguium 8

20 Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya menyertai tinea pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak warna menjadi suram tergantung penyebabnya, distroksi kuku mulai dari dista, lateral, ataupun keseluruhan. Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH % atau biakan untuk menemukan elemen jamur. Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian kerjasama dan kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan lama. No Obat anti jamur topical Obat anti jamur sistemik Nystatin Griseofulvin Klotrimazol Ketokonazol Ekonazol Itrakonazol Mikonazol Flukonazol Ketokonazol Vorikonazol sulkonazol Terbinafin Oksikonazol Ampoterisin B Terkonazol Caspofungin Tiokonazol Flusitosin Sertakonazol Naftifin Terbinafin Butenafin Amorolfin Siklopiroks 9

21 16 Haloprogin Table 2.2 pengobatan dermatomikosis Kerangka Konsep Prevalensi Status rekam medik pasien dermatofitosis dermatofitosis Mencari faktor risiko Derajat Kesehatan Masyarakat Gambar 2.3 Kerangka Konsep 2.3 Definisi Operasional Variabel: Umur Jenis Kelamin Wilayah Pekerjaan Pendidikan Kunjungan Perbulan Kerokan kulit Pemeriksaan dengan KOH Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Dermatofitosis penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur dermatofita Rekam medis Rekam medis Kategorik 10

22 Rekam medik Data pasien yang terdiagnosa pasti dermatofitosis Usia Usia pasien saat bulan September 2012 Jenis kelamin Identitas pasien yang dapat digunakan untuk membedakan antara Laki laki dan perempuan Diagnosa Dari pemeriksaan pasien Table 2.4 Definisi Operasional Rekam medic Rekam medik Rekam medic Rekam medik Rekam medic Rekam medik Rekam medic Rekam medik Kategorik Kategorik Kategorik Katagorik 11

23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif kategorik. Sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien untuk mengetahui prevalensi penderita Dermatomikois di RSUD Tangerang pada bulan Januari 2011 hingga bulan Desember Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medik RSUD Tangerang. Waktu penelitiin adalah pada bulan 1 April 1 september Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah data yang diperoleh di rekam medik pasien dermatomikosis di RSUD Tangerang pada tanggal 1 januari 2011 sampai dengan 31 desember Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dari rekam medik di RSUD Tangerang pada tahun Besar sampel yang ditargetkan pada penelitian ini adalah sebanyak orang. Dihitung dengan rumus yang menggunakan : Dihitung dengan rumus : ) )) Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut: ) )) Jumlah Sampel = n = (1,96) 2 x x ( )) (0,05) 2 12

24 n = 177,2 n = 178 orang Jadi, sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 178 pasien yang diambil dari rekam medik. Keterangan: Ζα = 1,96 (table kurva normal / Tingkat Kemaknaan) P = persentase taksiran hal yang akan diteliti / proporsi variable yang diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumnya = 13,3 % = 0,133 q = 1 P = 1 0,133 = 0,867 d = derajat ketepatan absolut yang diinginkan dalam hal ini diambil 5% = 0,0 3.4 Kriteria Sampel A. Kriteria inklusi : Mendapat persetujuan rumah sakit Data pasien yang terdiagnosa pasti mikosi yang diperoleh dari rekam medik Data pasien yang berasal dari Tangerang Data pasien yang memenuhi data umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat dan bulan kunjungan. B. Kriteria ekslusi : Tidak mendapat persetujuan rumah sakit Data pasien tercantum tidak lengkap di rekam medik Data pasien yang tidak terdiagnosa pasti mikosi yang diperoleh dari rekam medik Data pasien yang tidak memenuhi data umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat dan bulan kunjungan. 13

25 3.5 Cara Kerja Penelitian Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini terdapat berbagai variable yang akan diteliti yaitu : -Variabel Bebas = Prevalensi -Variabel Terikat = Dermatofitosis Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan menggunakan data sekunder berupa rekam medis dari pasien yang datang memeriksakan diri di RSUD Tangerang Tahun Kemudian peneliti meminta izin kepada bagian rekam medis untuk menyiapkan rekam medis pasien dan peneliti mengisi lembar penelitian berdasarkan data dalam rekam medis Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Editing, untuk memastikan data yang di peroleh terisi semua atau lengkap dan dapat dibaca dengan baik, relevan, serta konsisten. 2. Coding, dapat diperoleh dari sumber data yang sudah diperiksa kelengkapannya kemudian dilakukan pengkodean sebelum diolah dengan komputer. 3. Entry data, data yang telah di coding diolah dengan bantuan progam komputer. 4. Cleaning, proses pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. 5. Manajemen data, proses memanipulasi atau merubah bentuk data. 14

26 6. Analisi data, proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan di laporkan. Data di input ke dalam SPSS 16.0 yang kemudian diverifikasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalensi dan distribusi frekuensi. Data lalu disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi, teks, tabel dan grafik Etika Penelitian dan Alur Penelitian Peneliti meminta izin kepada RSUD Tanggerang. Penelitian dilakukan dengan aspek kerahasiaan terhadap rekam medik yang dianalisis tanpa informed consent terhadap pasien. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu : 1. Pembuatan proposal 2. Pencatatan rekam medis 3. Pemasukkan dan pengolahan data ke SPSS 4. Analisis data 5. Pembuatan laporan penelitian 15

27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Prevalensi Dermatofitosis di RSUD Tangerang tahun 2011 Dari hasil pengumpulan data di Bagian Rekam Medik RSUD tangerang, didapatkan jumlah keseluruhan pasien pada bulan januari 2011 hingga desember 2011 sejumlah 7954 orang, kemudian didapatkan jumlah seluruhnya pasien dermatofitosis sejumlah 638 orang. Dengan berdasar pada data tersebut, prevalensinya adalah: Point Pravalence Rate = Ʃ pasien Dermatomikosis x Konstanta Ʃ pasien keseluruhan selama satu periode Keterangan: Ʃ =Jumlah, Konstanta = 100% 2011 sebesar: Maka prevalensi pasien Dermatofitosis di RSUD Tangerang tahun Point Pravalence Rate = 178 x 100 % = 27,89 % Pola Distribusi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin Table 4.1 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin Variable Karakteristik Jumlah (n) Present (%) Jenis kelamin Perempun 99 55,6 Laki-laki 79 44,4 Total ,0 16

28 Berdasarkan hasil penelitian di Divisi Mikologi URJ Kulit Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun , perbandingan angka kesakitan mikosis superfisialis pada perempuan lebih besar daripada laki-laki 17. Distribusis waktu kasus mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun menunjukkan gambaran yang kurang khas. Hal tersebut bisa didapatkan karena tahun-tahun tersebut pergantian musim di Indonesia sering tidak berjalan dengan normal selain disebabkan penderita mencari pengobatan saat penyakitnya sudah diderita agak lama tidak pada saat baru menderita Pola Distribusi Dermatofitosis Berdasarkan Usia A. Hasil Penelitian Tabel 4.2 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Usia Kelompok Usia (tahun) Jumlah (pasien) Presentase (%) , , ,9 Total ,0 Berdasarkan hasil penelitian di Divisi Mikologi URJ Kulit Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun , kelompok umur terbanyak yang menderita mikosis superfisialis ialah usia produktif yaitu tahun 17. Batasan-batasan usia a. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, ada empat tahap yakni: 1. Usia Pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 2. Lanjut Usia (elderly) ialah antara 60 dan 74 tahun. 3. Lanjut Usia Tua (old) ialah antara 75 dan 90 tahun 4. Usia Sangat Tua (very old) ialah di atas 90 tahun. b. Menurut Dra. Ny Jos Masdani lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, kedewasaan dapat dibagi menjadi: 17

29 1. Fase inventus usia antara tahun 2. Fase vertilitas usia antara tahun 3. Fase prasenium usia antara tahun 4. Fase senium usia antara 65 tahun hingga tutup usia. c. Menurut Prof DR Ny Sumiati Ahmad Muhammad (alm), Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut: 1. Usia 0-1 tahun (masa bayi) 2. Usia 1-6 tahun (masa prasekolah) 3. Usia 6-10 tahun (masa sekolah) 4. Usia tahun (masa pubertas) 5. Usia tahun (masa setengah umur, prasenium) 6. Usia 65 tahun keatas (masa lanjut usia, senium) d. Menurut prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, lanjut usia dikelompokkan sebagai berikut: 1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) (usia 18/20-25 tahun) 2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun) 3) Lanjut usia (geriatric age)(usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi: 1. Usia tahun (young old) 2. Usia tahun (old) 3. Usia lebih dari 80 tahun (very old). e. Menurut Bee (1996), tahapan masa dewasa adalah sebgai berikut: 1. Usia tahun (masa dewasa muda) 2. Usia tahun (masa dewasa awal) 3. Usia tahun (masa dewasa tengah) 4. Usia tahun (masa dewasa lanjut) 5. Usia >75 tahun (masa dewasa sangat lanjut) f. Referensi lain mengklasifikasikan lansia sebagai berikut : (Depkes RI, 2003) : 1. Pra lansia (prasenilis) yaitu Seseorang yang berusia antara tahun 2. Lansia adalah Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi adalah Berusia 70 tahun atau lebih atau usia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan 18

30 4. Lansia potensial adalah Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa 5. Lansia tidak potensial adalah Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. B. Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa kelompok umur yang terbanyak menderita mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun adalah kelompok umur usia produktif yang banyak mempunyai faktor predisposisi, misalnya pekerjaan basah, trauma, dan banyak berkeringat, sehingga risiko untuk menderita mikosis superfisialis lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Sedangkan kelompok usia yang paling jarang menderita mikosis superfisialis di DIvisi Mikologi URJ penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya adalah kelompok usia 1-4 tahun yang merupakan golongan balita yang sedikit mempunyai faktor risiko Pola Distribusi dermatofitosis A. Hasil Penelitian Table 4.3 Distribusi Penyakit Dermatofitosis Jumlah(n) Presentase(%) Tinea korporis ,6 kruris Tinea kapitis 3 1,7 Tinea kruris 38 21,3 Tinea korporis 5 2,8 Tinea aksilaris 2 1,1 Tinea pedis 5 2,8 Pitiriasis versikolor 35 19,7 19

31 Total ,0 Dari hasil penelitian di di Divisi Mikologi URJ penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun , penelitian ini menunjukkan insidensi terbanyak adalah dermatofitosis. Mikosis superfisialis yang banyak dijumpai adalah pitiriasis versikolor, kandidosis, dan dermatofitosis 4. Berbeda dengan laporan Budimulja Jakarta tahun 1989 dan Dhina dkk tahun 1994 di Semarang yakni pitiriasis versikolor menempati urutan pertama disusul dengan dermatofitosis dan kandidiasis kutis 6. Ditinjau dari masing-masing kasus, pitiriasis versikolor merupakan kasus, pitiriasis versikolor merupakan kasus yang paling banyak dijumpai dari seluruh kasus mikosis superfisialis. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur superfisial pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur yang tersebar diseluruh dunia, terutama banyak ditemukan pada daerah tropis dan subtropis dengan temperature dan kelembapan relative tinggi 18. Penyakit tersebut banyak ditemukan pada penderita dengan social ekonomi rendah dan berhubungan dengan buruknya hygiene perorangan. Faktor predisposisi sangat berperan pada terjadinya pitiriasis versikolor 18, antara lain genetik, pemakaian kortikosteroid atau antibiotika jangka panjang, gizi kurang, dan banyak keringat 10. Di National Skin Care Singapura pada tahun didapatkan kasus mikosis superfisialis. Kasus yang paling banyak adalah tinea pedis (27,3%), kemudian pitiriasis versikolor (25,2%), dan tinea kruris (13,5%). Tinea kapitis juga jarang didapatkan. Di Bangkok, Thailand pada tahun 1986, dari penderita perempuan kasus yang terbanyak didapatkan adalah tinea kororis (29%), tinea kruris (23%), dan tinea pedis (16%). Sedangkan pada penderita lakilaki adalah tinea kruris (39%), tinea korporis(28%), dan tinea pedis (14%) (Takahashi,1988). Banyak kasus tinea pedis di beberapa negara Asia tersebut mungkin disebabkan karena kebiasan pemakaian sepatu tertutup dalam aktivitas atau pekerjaan sehari-hari, hal tersebut berkaitan dengan banyaknya industry di negara-negara tersebut

32 4.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif kategorik yang berarti menganalisa penyakit yang ada dalam suatu populasi tertentu dengan memaparkan keadaan dan sifat masalah tersebut dalam berbagai variabel epidemiologi yang erat hubungannya dengan timbulnya masalah. 21

33 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanankan di RSUD Tangerang pada bulan Januari 2011 hingga bulan Desember 2011, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Prevalensi dermatomikosis di RSUD Tangerang pada bulan Januari hingga bulan Desember 2011 adalah sebesar 27,89%. 2. Pola distribusi dermatomikosis berdasarkan jenis kelamin diperoleh gambaran pada pasien perempuan yaitu 99 (55,5%) dari 178 pasien. 3. Pola distribusi Dermatomikosis berdasarkan usia di peroleh gambaran pasien yang tergolong usia. 4. Pola distribusi dermatomikosis berdasarkan jenis penyakit dermatomikosis didapatkan penyakit yang terbanyak diderita pasien poli klinik kulik dan kelamin di RSUD tangerang tahun 2011 yaitu. 5.2 Saran 1. Diharapkan untuk penelitian berikutnya dapat menggunakan sampel yang lebih banyak. 22

34 DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, editor Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ed.5. Jakarta: FKUI. 2. Siregar, R.S., Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, editor, Huriawati Hartanto. Ed.2. Jakarta: EGC. pp : 29,57 3. Rayendra, Raendi Tinea kruris et korporis et fasialis disertai pitiriasis versikolor yang diterapi dengan intrakonazol. Penelitian di RS. dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2001 sampai Desember Budimulja, U., Mikosis. Dalam : Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, editor Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ed.5. Jakarta: FKUI. pp: Soebono, H., Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI. 6. Adiguna, MS., Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam: Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta; Balai Penerbit FKUI. 7. Marwali, Harahap, Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrat es. Jakarta. 8. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections: dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk, penyunting. Fitzpatrick s dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill Co;2003.h

35 9. Sobera JO, Elewski BE. Infections, infestasions and bites: Fungal diseases. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, penyunting. Dermatology. Philadelphia: Mosby;2003.h Klenk AS, Martin AG, Heffernan MP. Yeast infections: Candidiasis, Pytiriasis (Tinea) versicolor. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk, penyunting. Fitzpatrick s dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill Co;2003.h Hurwitz S. Skin disorders due to fungi. Dalam: Clinical pediatric dermatology. Edisi ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders Co;1993.h Lubis, Ramona Dumasari Pengobatan Dermatomikosis. Di akses 2 februari Siregar, R.S., Penyakit Jamur Kulit, editor, Huriawati Hartanto. Ed.2. Jakarta: EGC. pp : 17, Mulyati, Ridhawati, Jan Susilo., 2009.Mikol o gi, Dal am :Bu k u Aja r P arasitol o gi Kedokt era, e ditor: S u s a nt o i n ge, Ismid Is S u haria, Sj ari fu ddi n Pu dji K, Su n gka r Sal eha. E d. 4.Jakarta. p p : Gandjar, Indrawati., Dermatomikosis. Dalam: Mikologi Dasar dan Terapan. Ed. 1. Jakarta Pp: books.google.co.id 16. The Lone Ranger Skin and the Integumentary System. gambar 2.1 anatomi kulit.. 24

36 17. Hidayati, Afif Nurul., Suyoso, Sunarso., P,desy Hinda., Sandra, Emilian. Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun Rippon JW. Medical mycology. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co;1988.h

37 LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ani Oktavia Tempat Tanggal Lahir : Pangkalan Balai, 05 oktober 1991 Alamat : Jl. Pahlawan XII N0.161 RT 04/01 Desa Petaling Kec. Banyuasin Kab. Banyuasin III Provinsi Sumatra Selatan anioktavia@ymail.com No. Hp : Riwayat Pendidikan : SDN 01 Petaling Jaya : SMP N 01 Rantau Bayur : MAN 01 Pangkalan Balai Sekarang : FKIK Program Studi pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26

38 HASIL OUTPUT SPS Analisis Univariat Statistics Jenis Kelamin Responden N Valid 178 Missing 0 Skewness.228 Std. Error of Skewness.182 Kurtosis Std. Error of Kurtosis.362 Jenis Kelamin Responden valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent Valid Pr Lk Total

39 Umur Responden Statistics N Valid 178 Missing 0 Skewness Std. Error of Skewness.182 Kurtosis Std. Error of Kurtosis

40 Umur Responden Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent valid anak-anak orang muda dan dewasa orang tua Total

41 Dermatomikosis Statistics N Valid 178 Missing 0 Skewness.873 Std. Error of Skewness.182 Kurtosis Std. Error of Kurtosis.362 Dermatomikosis Valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent valid Tkk t.kapitis t.kruris t.korporis t.aksilaris t.pedis pitiriasis versikolor Total

42 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dermatomikosis 1. Pengertian Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur (Mawarli, 2000). Dermatomikosis mempunyai arti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit jamur yang menyerang kulit. 2 Mikosis dibagi menjadi empat kategori yaitu: (1) superfisialis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, dimana telah mengenai 20-25% populasi dunia. Penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, dimana telah mengenai 20-25% populasi dunia. Penyebab utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatomikosis superfisialis merupakan jenis infeksi yang paling sering terjadi, dimana telah mengenai 20-25% populasi dunia. Penyebab utama dermatomikosis superfisialis

Lebih terperinci

All about Tinea pedis

All about Tinea pedis All about Tinea pedis Tinea pedis? Penyakit yang satu ini menyerang pada bagian kulit. Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang satu ini boleh dikata sangat menjengkelkan.

Lebih terperinci

Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun

Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun ARTIKEL ASLI Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Tahun 2003 2005 (Superficial Mycosis in Mycology Division - Out Patient Clinic of Dermatovenereology Dr. Soetomo General

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004),

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004), insidensi penyakit jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatomikosis cukup banyak diderita penduduk Negara tropis. Salah satunya Indonesia akan tetapi angka kejadian yang tepat belum diketahui. Iklim yang panas dan lembab

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ terluar yang membatasi manusia dan lingkungannya. Kulit mudah dilihat dan diraba serta berperan dalam menjamin kelangsungan hidup (Wasitaatmadja,

Lebih terperinci

Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013

Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013 Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013 1 Cyndi E. E. J. Sondakh 2 Thigita A. Pandaleke 2 Ferra O. Mawu 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LAPORAN KASUS

PENDAHULUAN LAPORAN KASUS PENDAHULUAN Tinea kruris yang sering disebut jock itch merupakan infeksi jamur superfisial yang mengenai kulit pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. 1,2,3 Tinea kruris masuk

Lebih terperinci

Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**, Rusmawardiana***

Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**, Rusmawardiana*** Pengaruh Intervensi Edukasi dan Monitoring Personal Foot Hygiene terhadap Insiden Tinea Pedis pada Pekerja Pemakai Sepatu Boot di Pabrik Pengolahan Karet di Palembang Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial 2.1.1. Klasifikasi Menurut Budimulja (2010), mikosis superfisialis terbagi atas dermatofitosis dan nondermatofitosis. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 27,6% meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum. baru (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 27,6% meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum. baru (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi, terutama di negara-negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer ataupun infeksi sekunder

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anaissie, EJ Clinical Mycology 2 edition. Churchill Livingstone. Elsevier.

DAFTAR PUSTAKA. Anaissie, EJ Clinical Mycology 2 edition. Churchill Livingstone. Elsevier. DAFTAR PUSTAKA Anaissie, EJ. 2009. Clinical Mycology 2 edition. Churchill Livingstone. Elsevier. Anwar, R. 2005. Beberapa Jamur yang Diisolasi Dari Kulit Penderita Jamur. Artikel Ilmiah. Bagian Mikrobiologi.

Lebih terperinci

Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun

Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun (Superficial Mycosis in Mycology Division Out Patient Clinic of Dermatovenereology Dr.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Penelitian Retrospektif: Mikosis Superfisialis. (Retrospective Study: Superficial Mycoses)

Penelitian Retrospektif: Mikosis Superfisialis. (Retrospective Study: Superficial Mycoses) Penelitian Retrospektif: Mikosis Superfisialis (Retrospective Study: Superficial Mycoses) Fatma Rosida, Evy Ervianti Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu,penginderaan terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Onikomikosis 2.1.1 Pendahuluan Onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan jamur golongan dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh dermatofita.

Lebih terperinci

KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK

KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Modul KJP KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.KK(K) PENDAHULUAN kulit merupakan organ tubuh terluar berhubungan dengan lingkungan perubahan lingkungan berdampak pada kesehatan

Lebih terperinci

TINEA KAPITIS, apa tuh??

TINEA KAPITIS, apa tuh?? TINEA KAPITIS, apa tuh?? Trichophyton tonsurans Taksonomi Trichophyton tonsurans: Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Kelas : Euscomycetes Ordo : Onygenales Famili : Arthrodermataceae Genus : Trichophyton

Lebih terperinci

TINEA KORPORIS ET CAUSA Trichophyton rubrum TIPE GRANULAR

TINEA KORPORIS ET CAUSA Trichophyton rubrum TIPE GRANULAR TINEA KORPORIS ET CAUSA Trichophyton rubrum TIPE GRANULAR Irma Suryani Idris Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Makassar Parang tambung, Jl. Dg. Tata Raya, Makassar 90222 e-mail: irmaaries@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatofita merupakan kelompok jamur keratinofilik yang dapat mengenai jaringan keratin manusia dan hewan seperti pada kulit, rambut, dan kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016 ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI 2015- JUNI 2016 Pioderma merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman staphylococcus, streptococcus,

Lebih terperinci

Profil Manifestasi Klinis dan Spesies Penyebab Dermatofitosis pada Pasien HIV

Profil Manifestasi Klinis dan Spesies Penyebab Dermatofitosis pada Pasien HIV Profil Manifestasi Klinis dan Spesies Penyebab Dermatofitosis pada Pasien HIV (The profile of Dermatophytosis Cases in HIV Patient at Dr. Soetomo Hospital ) Amrita Rosvanti, Sunarso Suyoso, Dwi Murtiastutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah sekelompok infeksi yang disebabkan oleh Candida

BAB I PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah sekelompok infeksi yang disebabkan oleh Candida BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kandidiasis adalah sekelompok infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dan spesies lain dari genus kandida (Pappas, et al., 2009). Ada lebih dari 20 spesies

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu waktu dengan tujuan untuk mengetahui hubungan

III. METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu waktu dengan tujuan untuk mengetahui hubungan 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2012), yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus

Lebih terperinci

Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan Kuku (Profile of New Patients with Candida Infection in Skin and Nail)

Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan Kuku (Profile of New Patients with Candida Infection in Skin and Nail) Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan Kuku (Profile of New Patients with Candida Infection in Skin and Nail) Shinta Dewi Rahmadhani Soetojo, Linda Astari Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu

Lebih terperinci

Profil dan Evaluasi Pasien Dermatofitosis. (Profile and Evaluation of Dermatophytosis)

Profil dan Evaluasi Pasien Dermatofitosis. (Profile and Evaluation of Dermatophytosis) Profil dan Evaluasi Pasien Dermatofitosis (Profile and Evaluation of Dermatophytosis) Ardhiah Iswanda Putri, Linda Astari Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Pakar Medis Untuk Kasus Dermatomikosis Superfisialis

Perancangan Sistem Pakar Medis Untuk Kasus Dermatomikosis Superfisialis Perancangan Sistem Pakar Medis Untuk Kasus Dermatomikosis Superfisialis Galang Prihadi Mahardhika, Izzati Muhimmah Magister Teknik Informatika Universitas islam Indonesia Jl. Kaliurang km 14 Yogyakarta

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS TINEA KRURIS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

LAPORAN KASUS TINEA KRURIS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS LAPORAN KASUS TINEA KRURIS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Made Kresna Yudhistira Wiratma Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar ABSTRAK Tinea kruris merupakan

Lebih terperinci

PROFIL KANDIDIASIS KUTIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE

PROFIL KANDIDIASIS KUTIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE PROFIL KANDIDIASIS KUTIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE 2009-2011 1 Rara Safira Seru 2 Pieter Levinus Suling 2 Herry E.J. Pandeleke 1 Kandidat Skripsi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. batang dan daun. cendawan tidak bisa mengambil makanan dari tanah dan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. batang dan daun. cendawan tidak bisa mengambil makanan dari tanah dan tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Cendawan Pada Manusia Cendawan termasuk kedalam filum telofita yang tidak mempunyai akar, batang dan daun. cendawan tidak bisa mengambil makanan dari tanah dan tidak

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LAMPU WOOD PADA PASIEN DERMATOSIS DI RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI

PEMERIKSAAN LAMPU WOOD PADA PASIEN DERMATOSIS DI RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI PEMERIKSAAN LAMPU WOOD PADA PASIEN DERMATOSIS DI RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI Oleh: Nama : Monica Goenawan NRP : 1523012041 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN MIKOSIS SUPERFISIAL MIKOSIS SUPERFISIALIS MIKOSIS 4/18/2011. MIKOSIS : Penyakit yang disebabkan oleh jamur;

PENDAHULUAN MIKOSIS SUPERFISIAL MIKOSIS SUPERFISIALIS MIKOSIS 4/18/2011. MIKOSIS : Penyakit yang disebabkan oleh jamur; MIKOSIS David Sudarto Oeiria Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya PENDAHULUAN MIKOSIS : Penyakit yang disebabkan oleh jamur; Dibedakan menjadi Mikosis

Lebih terperinci

Profil Mikosis Superfisialis Pada Pasien Dermatologi Anak. (Profile of Superficial Mycoses in Pediatric Dermatology Patient)

Profil Mikosis Superfisialis Pada Pasien Dermatologi Anak. (Profile of Superficial Mycoses in Pediatric Dermatology Patient) Profil Mikosis Superfisialis Pada Pasien Dermatologi Anak (Profile of Superficial Mycoses in Pediatric Dermatology Patient) Maria Ulfa Sheilaadji, Iskandar Zulkarnain Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kulit dan Kelamin 2. Ruang lingkup tempat : RSUD Tugurejo Semarang 3. Ruang lingkup waktu : Periode Agustus September

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA POLISI LALU LINTAS KOTA SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA POLISI LALU LINTAS KOTA SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA POLISI LALU LINTAS KOTA SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES PADA SISWA-SISWI SDN 1 SOKONG KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN LOMBOK UTARA SKRIPSI OLEH :

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES PADA SISWA-SISWI SDN 1 SOKONG KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN LOMBOK UTARA SKRIPSI OLEH : HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES PADA SISWA-SISWI SDN 1 SOKONG KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN LOMBOK UTARA SKRIPSI OLEH : NOVITA ASMIATI MANSYUR NIM. 08060115 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuku dan rambut, baik yang disebabkan oleh dermatofita maupun non

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuku dan rambut, baik yang disebabkan oleh dermatofita maupun non BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatomikosis superfisial Dermatomikosis superfisial adalah infeksi jamur yang mengenai kulit, kuku dan rambut, baik yang disebabkan oleh dermatofita maupun non dermatofita.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurun, maka sifat komensal candida ini dapat berubah menjadi. disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida

BAB 1 PENDAHULUAN. menurun, maka sifat komensal candida ini dapat berubah menjadi. disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida sp. Candida adalah anggota flora normal yang hidup di dalam kulit, kuku, membran mukosa, saluran pencernaan,

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. 1. Ditinjau dari tujuan yang akan dihadapi yaitu mengetahui hubungan. hubungan antara variabel (Nursalam, 2003)

BAB III METODA PENELITIAN. 1. Ditinjau dari tujuan yang akan dihadapi yaitu mengetahui hubungan. hubungan antara variabel (Nursalam, 2003) BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Ditinjau dari tujuan yang akan dihadapi yaitu mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan motivasi pasien kusta dengan kepatuhan melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup penelitian A.1. Tempat Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. A.2. Waktu Waktu pelaksanaan bulan September Oktober 2011. A.3. Disiplin Ilmu Disiplin ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi kesehatan pekerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja antara lain faktor

Lebih terperinci

Vol 1, No 2, Oktober 2017 ISSN

Vol 1, No 2, Oktober 2017 ISSN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN TINEA CORPORIS DI DESA KUAPAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS XIII KOTO KAMPAR TAHUN 2016 RIANI Dosen FIK Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2011 2013 Kasus kusta di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan Negara lain. Angka kejadian

Lebih terperinci

: Desiliani Silalahi Tempat /Tanggal Lahir : Bagan Batu / 18 September 1989

: Desiliani Silalahi Tempat /Tanggal Lahir : Bagan Batu / 18 September 1989 37 LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Desiliani Silalahi Tempat /Tanggal Lahir : Bagan Batu / 18 September 1989 Agama : Islam Alamat : Jl. Sei Padang 138 I Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 18

Lebih terperinci

MICROSPORUM GYPSEUM. Microsporum Scientific classification

MICROSPORUM GYPSEUM. Microsporum Scientific classification MICROSPORUM GYPSEUM Microsporum Scientific classification Kingdom: Fungi Division: Ascomycota Class: Eurotiomycetes Order: Onygenales Family: Arthrodermataceae Genus: Microsporum Spesies: Microsporum gypseum

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata 1 kedokteran

Lebih terperinci

Tatalaksana Dermatomikosis pada Pasien Morbus Hansen dengan Reaksi Reversal

Tatalaksana Dermatomikosis pada Pasien Morbus Hansen dengan Reaksi Reversal Tatalaksana Dermatomikosis pada Pasien Morbus Hansen dengan Reaksi Reversal Dwi Indria Anggraini Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Penggunaan steroid jangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan suatu observasional

Lebih terperinci

Angka Kejadian dan Karakteristik Tinea Versikolor di Rs Al Islam Bandung

Angka Kejadian dan Karakteristik Tinea Versikolor di Rs Al Islam Bandung Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian dan Karakteristik Tinea Versikolor di Rs Al Islam Bandung 1 Ridha Diastari, 2 Tony S. Djajakusumah, 3 Arief Budi Yulianti 1,2,3 Pedidikan Dokter,

Lebih terperinci

PTIRIASIS VERSIKOLOR

PTIRIASIS VERSIKOLOR Case Report Session PTIRIASIS VERSIKOLOR Oleh: Fitria Ramanda 0910312137 Miftahul Jannah Afdhal 1010312064 Preseptor: dr. Sri Lestari, Sp. KK (K), FAADV, FINSDV BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUP

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS TINEA KRURIS ET KORPORIS PADA PASIEN WANITA

LAPORAN KASUS TINEA KRURIS ET KORPORIS PADA PASIEN WANITA LAPORAN KASUS TINEA KRURIS ET KORPORIS PADA PASIEN WANITA Ida Bagus Reza Nanda Iswara, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K), dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2013

PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2013 PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2013 Saranita Vikani Gabriele Polii 1 Herry E.J. Pandaleke 2 Marlyn G. Kapantow

Lebih terperinci

PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 0 Samuel Rian Wowor Herry E. J. Pandaleke Marlyn Grace Kapantow Kandidat

Lebih terperinci

DIAGNOSIS AND TREATMENT OF Tinea cruris

DIAGNOSIS AND TREATMENT OF Tinea cruris [ ARTIKEL REVIEW ] DIAGNOSIS AND TREATMENT OF Tinea cruris Tanti Yossela Faculty of Medicine, University of Lampung Abstract Dermatophytosis is a disease that contain horn tissue substances, such as the

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TINEA FASIALIS. Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TINEA FASIALIS. Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TINEA FASIALIS 1 I Pt Agus Suryantara P. 2 L.M Rusyati 3 I.G.K Darmada 1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2,3 Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit, Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rendah menyebabkan keadaan yang menguntungkan bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang rendah menyebabkan keadaan yang menguntungkan bagi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi jamur pada kulit sering diderita oleh masyarakat yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia. Suhu udara yang panas dan lembab ditambah dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah tinea unguium (Monero dan Arenas, 2010). merupakan kelainan kuku paling sering (Welsh et al, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah tinea unguium (Monero dan Arenas, 2010). merupakan kelainan kuku paling sering (Welsh et al, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Onikomikosis merupakan infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur. Khusus untuk infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita dikenal dengan istilah tinea unguium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT PADA ANAK DI RSUP. H. ADAM MALIK TAHUN 2012

PROFIL PENDERITA INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT PADA ANAK DI RSUP. H. ADAM MALIK TAHUN 2012 PROFIL PENDERITA INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT PADA ANAK DI RSUP. H. ADAM MALIK TAHUN 2012 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran Oleh: ANUOSHA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan metode pendekatan cross sectional yaitu mengukur variabel bebas aktivitas olahraga dan variabel

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH : GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI 2013 - DESEMBER 2013 OLEH : LUSIA A TARIGAN 110100243 NIM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit THT, Sinusitis adalah peradangan pada membran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 i KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 Oleh : YAATHAVI A/P PANDIARAJ 100100394 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

CHARACTERISTIC OF MEASLES IN OUTPATIENTS CLINIC AGED 1-14 YEARS OLD IN RS PKU MUHAMMADIYYAH YOGYAKARTA PERIOD JANUARY - DECEMBER 2011

CHARACTERISTIC OF MEASLES IN OUTPATIENTS CLINIC AGED 1-14 YEARS OLD IN RS PKU MUHAMMADIYYAH YOGYAKARTA PERIOD JANUARY - DECEMBER 2011 CHARACTERISTIC OF MEASLES IN OUTPATIENTS CLINIC AGED 1-14 YEARS OLD IN RS PKU MUHAMMADIYYAH YOGYAKARTA PERIOD JANUARY - DECEMBER 2011 A Scientific Paper as A Part of Requirements to Obtain Medical Scholar

Lebih terperinci

PENGARUH HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN TINEA KRURIS PADA SANTRI LAKI-LAKI DI PESANTREN RHOUDLOTUL QURAN KAUMAN SEMARANG

PENGARUH HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN TINEA KRURIS PADA SANTRI LAKI-LAKI DI PESANTREN RHOUDLOTUL QURAN KAUMAN SEMARANG PENGARUH HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN TINEA KRURIS PADA SANTRI LAKI-LAKI DI PESANTREN RHOUDLOTUL QURAN KAUMAN SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik. Factors that Influence The Level of Quality of Life Atopic Dermatitis Patients

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik. Factors that Influence The Level of Quality of Life Atopic Dermatitis Patients Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik Retno Indrastiti 1, Ika Dyah Kurniati 1, Eka Oktaviani Saputri 1 *Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 Patricia I. Tiwow 2 Renate T. Kandou 2 Herry E. J. Pandaleke 1

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Albert Jonathan, 2013 Pembimbing 1 : Oeij Anindita Adhika, dr., M.kes Pembimbing 2 : Sri Utami Sugeng, Dra.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kakimantan Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Kakimantan Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyakit kulit masih tinggi di Indonesia dibuktikan dengan Riset Kesehatan Dasar oleh Departemen Kesehatan tahun 2007 prevalensi nasional penyakit kulit adalah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI KEPEKAAN ITRAKONAZOL TERHADAP AGEN PENYEBAB DERMATOFITOSIS PADA KULIT GLABROUS DI MAKASSAR

PERBANDINGAN UJI KEPEKAAN ITRAKONAZOL TERHADAP AGEN PENYEBAB DERMATOFITOSIS PADA KULIT GLABROUS DI MAKASSAR PERBANDINGAN UJI KEPEKAAN ITRAKONAZOL TERHADAP AGEN PENYEBAB DERMATOFITOSIS PADA KULIT GLABROUS DI MAKASSAR THE COMPARISON OF SENSITIVITY TEST OF ITRACONAZOLE AGENT THE CAUSES OF DERMATOPHYTOSIS IN GLABROUS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif korelatif untuk melihat hubungan antara gejala dengan gejala lain, atau variabel dengan variabel lain (Notoatmojo, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang ilmu saraf dan rehabilitasi medik 2. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini berlokasi di RSUP

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Nugraheni M. Letelay, 2013. Pembimbing I : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes Latar

Lebih terperinci

TINEA KAPITIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE TAHUN

TINEA KAPITIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE TAHUN Laporan Kasus TINEA KAPITIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE TAHUN 2005 2010 Andina B. Sari, Sandra Widaty, Kusmarinah Bramono, Eliza Miranda, Mardiati Ganjardani

Lebih terperinci

TINEA KORPORIS. Yara Egyptha Saraswati, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati

TINEA KORPORIS. Yara Egyptha Saraswati, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati TINEA KORPORIS Yara Egyptha Saraswati, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati Bagian/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ABSTRAK Tinea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Superficial mycoses merupakan hal yang lazim terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan pernyataan para ilmuan St. John's Institute of Dermatology London, memperkirakan

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya A. Pendahuluan Penyakit skabies adalah penyakit gatal pada kulit, yang disebabkan oleh kepadatan, kelembapan, diabaikannya personal higiene. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang status

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DERMATOMIKOSIS DI POLI KULIT DAN KELAMIN RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DERMATOMIKOSIS DI POLI KULIT DAN KELAMIN RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DERMATOMIKOSIS DI POLI KULIT DAN KELAMIN RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN Manuscrip Oleh EPI MULYANI G2A209056 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. 33 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Lingkup ilmu : Ilmu penyakit kulit dan kelamin Lingkup lokasi : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang Lingkup

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2012 Erfina Saumiandiani, 2013 : Pembimbing I : dr. Dani,M.Kes.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan data primer dari semua pemulung di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan pendekatan design penelitian case control. Rancangan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DERMATOFITA PADA SISIR TUKANG PANGKAS DI KELURAHAN PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU

IDENTIFIKASI DERMATOFITA PADA SISIR TUKANG PANGKAS DI KELURAHAN PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU IDENTIFIKASI DERMATOFITA PADA SISIR TUKANG PANGKAS DI KELURAHAN PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU Oleh: BENNY 120100250 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015 IDENTIFIKASI DERMATOFITA PADA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif analitik. Penelitian dilakukan untuk mengetahui peran perawat dalam pemenuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kesehatan jiwa.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kesehatan jiwa. 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kesehatan jiwa. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode cross sectional dengan cara mengambil data rekam medis di

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode cross sectional dengan cara mengambil data rekam medis di BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis Penelitian yang dilakukan adalah observasi analitik dengan menggunakan metode cross sectional dengan cara mengambil data rekam medis di rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN ANAK TB PARU RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN ANAK TB PARU RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012 POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN ANAK TB PARU RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012 SKRIPSI OLEH: ZAFIRAH RUMALIA NASUTION NIM 111524043 PROGRAM EKSTENSI

Lebih terperinci