LAMPIRAN A. Bagan proses pengolahan gula pada Pabrik Gula Toelangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAMPIRAN A. Bagan proses pengolahan gula pada Pabrik Gula Toelangan"

Transkripsi

1 LAMPIRAN A Bagan proses pengolahan gula pada Pabrik Gula Toelangan

2 CAPABILITY ASSESSMENT FOR READINESS (CAR) CHECKLIST DISASTER MANAGEMENT NO PERTANYAAN NILAI N/A CATATAN EMF.0 PERATURAN DAN WEWENANG. Tanggung jawab/program manajemen keadaan darurat perusahaan ditetapkan secara legal di dalam peraturan.. Di dalam peraturan pihak manajemen tercantum suatu landasan yang sah untuk mengatur program manajemen keadaan darurat..2 Otoritas yang sah untuk menangani proses evakuasi (misal, badai, material berbahaya, dll) sudah dibentuk

3 .2.2. Peraturan menganai sumber dana telah dibuat oleh pihak manajemen Adanya manajemen sumber dana untuk keadaan darurat.2.2 Dana tambahan untuk keadaan bencana dan bukan bencana untuk keadaan darurat telah ditetapkan di dalam peraturan.3 Otoritas legal yang mendukung kelangsungan aktivitas pihak manajemen tercantum di dalam peraturan.3. Terdapat suatu otoritas legal bagi penerus untuk mengutus pegawai yang bertugas mengambil tindakan selama terjadinya keadaan darurat 2. EMF 2.0 IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PEMBOBOTAN RESIKO Pihak Manajemen memiliki proses untuk

4 2.. mengidentifikasi dan mengevaluasi sifat dasar dan perluasan dari bahaya akibat ulah manusia, teknologi dan alam di bawah yuridiksi-nya masing-masing Pihak Manajemen mengidentifikasi semua bahaya dan kemungkinan kemunculannya (bahaya yang harus diperhatikan tidak terbatas hanya pada kejadian akibat ulah manusia, teknologi dan alam) NO PERTANYAAN N/A CATATAN Pihak Manajemen menilai kerentanan dan resiko terhadap bahaya yang teridentifikasi Pihak Manajemen menggunakan pembobotan resiko dengan metode ilmiah Informasi historis untuk semua bencana dimasukkan ke dalam pembobotan resiko Identifikasi bahaya dan pembobotan resiko digunakan sebagai basis untuk rencana pengurangan

5 dampak resiko jangka panjang maupun jangka menengah dan untuk rencana operasi darurat yang dibuat EMF 3.0 PENGURANGAN BAHAYA Pihak Manajemen mengelola program pengurangan bahaya Pihak Manajemen berpartisipasi di semua program pengurangan bahaya yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan 3..2 Pihak Manajemen mengembangkan strategi pengurangan bahaya berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan hasil pembobotan resiko, pembobotan program, dan pengalaman operasional untuk menghilangkan/mengurangi dampak dari bahaya yang mungkin timbul 3..3 Pihak Manajemen mendukung dan mendorong masyarakat sekitar agar dapat bertahan menghadapi bencana dengan cara menyediakan pedoman pencegahan bencana, pelatihan, materi pendidikan

6 publik dan pertolongan teknis EMF 4.0 PERENCANAAN Suatu rencana reduksi bahaya telah dikembangkan Rencana tersebut berisi deskripsi dan analisis dari kebijakan manajemen untuk mereduksi bahaya potensial di masing-masing area Rencana tersebut berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang kesensitifan terhadap bahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan, penanggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul Rencana tersebut mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat berkontribusi pada keseluruhan reduksi resiko

7 NO PERTANYAAN N/A CATATAN 4.2 Arahan, kontrol dan koordinasi dicantumkan di dalam perencanaan pihak manajemen Peringatan bahaya dijabarkan di dalam perencanaan Rencana Pihak Manajemen tersebut menjabarkan Emergency Alert System (EAS) dan backup warning systems Adanya jadwal reguler untuk menguji dan merawat warning system serta pelatihan personil dijabarkan di dalam rencana Manajemen Sumber Daya dijabarkan di dalam perencanaan 4.4. Telah dikembangkan sebuah konsep operasi untuk mengatur dan mengendalikan aliran sumber daya yang penting dalam suatu keadaan gawat darurat

8 evakuasi dijabarkan di dalam perencanaan Peran dan tanggung jawab untuk evakuasi dijabarkan di dalam perencanaan Perlindungan Kebakaran dijabarkan dalam perencanaan Adanya peraturan dan tanggung jawab dari pihak manajemen untuk perlindungan kebakaran Pelayanan Energi dan Peralatan dijabarkan dalam Rencana Pihak Manajemen Inventarisasi untuk energi dan peralatan dapat diidentifikasi dan dipelihara perencanaan mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi pada pembangkit energi, pengiriman dan distribusi infrastruktur

9 Service Pekerjaan Umum dan Teknik dijabarkan dalam perencanaan Prosedur untuk penghapusan reruntuhan yang berhubungan dengan bencana dan kerusakan telah dikembangkan SOP/checklist dikembangkan dan diperbaharui minimal setahun sekali NO PERTANYAAN N/A CATATAN EMF.0 KOMUNIKASI DAN PERINGATAN Kemampuan Sistem Komunikasi dapat dibuktikan Adanya prosedur untuk mengkoordinasi tersedianya sistem komunikasi dan peralatan Adanya prosedur untuk kesiagaan dan mengaktifkan personil manajemen darurat

10 Pihak Manajemen mempunyai sistem peringatan yang andal Pihak Manajemen mempunyai sistem peringatan utama dan alternatif Peringatan diterima dan disebarkan tepat pada waktunya

11 EMF 6.0 OPERASI DAN PROSEDUR Pihak Manajemen mempunyai prosedur yang dikembangkan untuk kepentingan dan penilaian kerugian Pihak Manajemen mempunyai prosedur yang dikembangkan untuk aktivasi dan penyebaran tim penilaian kerugian untuk mengumpulkan informasi tentang kerugian yang didapat 6..2 Pihak Manajemen mempunyai kemampuan untuk memperoleh peta pra bencana, foto/gambar, dan dokumen-dokumen lain

12 Pihak Manajemen membuat prosedur yang mendukung respon pra, tran, dan pasca bencana serta operasi pemulihan Prosedur dibuat untuk menambah sumber daya manusia yang tersedia selama operasi bencana Prosedur dibuat untuk menghasilkan laporan pasca keadaan darurat/bencana Prosedur dibuat untuk program aksi korektif dan untuk mendukung program pengaturan (contoh, keamanan) 6.3 Pihak Manajemen membuat prosedur untuk operasi keamanan 6.3. Prosedur diterapkan untuk membantu keamanan di lokasi-lokasi penting

13 NO PERTANYAAN N/A CATATAN Pihak Manajemen membuat prosedur untuk kegiatan pemadaman kebakaran Prosedur dibuat untuk koordinasi dengan pemadam kebakaran dalam pendeteksian dan penahanan kebakaran pada saat besarnya melampaui kemampuan lokal 6. Pihak Manajemen membuat prosedur untuk operasi pencarian dan penyelamatan 6.. Pihak Manajemen melengkapi anggota pencarian dan penyelamatan dengan pelatihan mengenai teknik yang dibutuhkan

14 Pihak Manajemen membuat prosedur untuk mengkoordinasikan pelayanan sukarelawan Prosedur dibuat untuk membantu pengaturan sukarelawan saat terjadinya bencana Pihak Manajemen membuat prosedur untuk mengkoordinasikan pelayanan peralatan dan energi selama kegiatan bencana Fasilitas energi dan peralatan yang penting telah diidentifikasi sebelumnya EMF 7.0 LOGISTIK DAN FASILITAS Merujuk pada kejadian kerugian yang dapat terjadi dari fasilitas utama, ketetapan dibuat untuk menampung personel dan fungsi utama Fasilitas alternatif dapat digunakan dalam keadaan darurat untuk melakukan operasi kritis

15 Pihak Manajemen membuat rencana logistik Prosedur operasi standar dibuat untuk manajemen logistik Prosedur dibuat untuk pengaturan barang-barang yang rusak, hancur dan yang dapat digunakan Program untuk perencanaan perawatan peralatan fisik telah ditetapkan NO PERTANYAAN N/A CATATAN EMF 8.0 TRAINING 8. Pihak Manajemen mengadakan analisis manajemen pelatihan setiap dua tahun sekali

16 8.. Dengan mengadakan analisis manajemen pelatihan dua tahun sekali, Pihak Manajemen dapat secara sistematis mengetahui masalah yang terjadi yang dapat diselesaikan melalui pelatihan dan menentukan pelatihan apa saja yang bisa mengatasi/meringankan kesalahan kecil serta dapat membuat jadwal pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan Pihak Manajemen memiliki program pelatihan manajemen emergensi Petugas pelatihan telah menyelesaikan program pelatihan dengan baik Pihak Manajemen menangani sistem laporan yang menyimpan data jumlah pelatihan yang telah diadakan, pendaftaran di setiap pelatihan, dan pelatihan yang diterima oleh anggota manajemen emergensi Pihak Manajemen memiliki program yang menyediakan pelatihan khusus bahaya/risiko

17 Pihak Manajemen menggunakan model desain pelatihan yang tepat Anggota Pihak Manajemen mengikuti model desain instruksional yang sistematis Desain pelatihan termasuk juga kegiatan pelatihan yang menyediakan pembelajaran ketrampilan sesuai dengan kebutuhan Pihak Manajemen mengadakan pelatihan dengan menggunakan metodologi, teknik dan anggota yang bervariasi

18 Pihak Manajemen memiliki kemampuan pengevaluasi pelatihan Pihak Manajemen memiliki sebuah sistem evaluasi program pelatihan yang dapat diandalkan Pihak Manajemen meninjau ulang timbal balik (feedback) dari para peserta untuk memastikan bahwa peserta mampu melakukan tugas yang telah diajarkan NO PERTANYAAN N/A CATATAN EMF 9.0 KEGIATAN LATIHAN, EVALUASI DAN PERBAIKAN Pihak Manajemen memiliki Program Pelatihan Manajemen Keadaan Darurat yang dapat diandalkan Pengalaman kegiatan emergensi/ bencana sebenarnya menjadi salah satu faktor dalam perencanaan latihan

19 Program Latihan Manajemen Keadaan Darurat Pihak Manajemen termasuk komponen evaluasi Prinsip evaluasi didokumentasi secara formal, didesain untuk kemudahan penggunaan dan penerapan, dan ditinjau kembali untuk memastikan keabsahannya secara terus menerus Pihak Manajemen mengadakan Program Kegiatan Perbaikan 9.3. Pihak Manajemen memiliki dokumen petunjuk kegiatan perbaikan yang memadai Petunjuk kegiatan perbaikan dapat diaplikasikan Program kegiatan perbaikan menggunakan data dari latihan dan bencana sebenarnya/aktual

20 EMF 0.0 KOMUNIKASI KRISIS, PENDIDIKAN UMUM & INFORMASI Program Pendidikan Umum Persiapan Keadaan Darurat diadakan Membuat program kesadaran bagi masyarakat sekitar untuk menginformasikan hal-hal mengenai pengurangan bahaya dan risiko dengan menggunakan alat-alat pengetahuan umum (seperti brosur), artikel-artikel yang dipublikasikan di koran dan pengumuman layanan masyarakat 0..2 Mengadakan program persiapan bencana untuk menolong korban bencana dan persiapan keadaan darurat

21 NO PERTANYAAN N/A CATATAN Prosedur dibuat untuk penyebaran dan pengaturan informasi umum keadaan darurat pada saat bencana Penyebaran informasi dalam program bantuan bencana dikoordinasikan dengan staf hubungan masyarakat EMF.0 KEUANGAN & ADMINISTRASI Adanya Sistem Administrasi Program Pihak Manajemen.. Prosedur dan rencana kelanjutan kegiatan telah dibuat untuk memastikan administrasi dan keuangan kritis Pihak Manajemen berfungsi selama periode bencana

22 Pihak Manajemen mematuhi Kebijakan Pra Pemberian Dana Pelaksanaan Manajemen Emergensi (DPME) Anggota Pihak Manajemen memiliki pengetahuan persyaratan pendanaan yang sesuai dengan undangundang Anggota Pihak Manajemenan memiliki pengetahuan tentang batas dan biaya atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi persyaratan tersebut Pihak Manajemen mematuhi Kebijakan Pasca Pemberian Dana Pelaksanaan Manajemen Emergensi (DPME) Pihak Manajemen membuat pengontrolan untuk memastikan bahwa pembayaran dana tersebut benar dan tepat sasaran, dan untuk mencegah keterlambatan dan ketepatan pendanaan

23 Program Administrasi Emergensi diadakan Pihak Manajemen membuat rencana administrasi dan deskripsi pekerjaan emergensi Pihak Manajemen memiliki unit perencanaan/pembelian di dalam masing-masing seksi administrasi dan keuangannya untuk mengatur seluruh kontrak atau perjanjian selama keadaan darurat.4.3 Pihak Manajemen memiliki prosedur untuk menangani semua masalah kompensasi, klaim dan biaya pemulihan

24

25 LAMPIRAN B Gambar mesin pada stasiun pemurnian. Juice Heater 2. Instalasi pembuatan susu kapur

26 3. Peti susu kapur, pre kontraktor da defekator 4. Tobong belerang

27 . Peti sulfitasi 6. Bejana pengembang (flash tank)

28 7. SnowBalling Tank 8. Peti pengendap

29 9. Pompa centrifugal 0. Pompa plugner

30 LAMPIRAN C No Sub stasiun JUICE HEATER Komponen, Pem,2 pengeluaran gas buang penahan tutup atas dan bawah pada waktu pembersihan Mengeluarkan gas-gas yang tidak terembunkan Pem patah Besi O Effect Pembersihan heater tidak dapat dilakukan Gas buang tidak dapat keluar dari pemanas pengendapan nira terganggu S RPN

31 No Sub stasiun JUICE HEATER,2,3 Komponen pengeluaran gas buang keluar masuk nira Mengeluarkan gas-gas yang tidak terembunkan jalannya nira masuk ke pipa pemanas dan keluar setelah melewati beberapa sirkulasi O Effect Gas buang tidak dapat keluar dari ruang pemanas pengendapan nira terganggu Nira tidak dapat dipanaskan pemurnian selanjutnya terganggu S RPN

32 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN JUICE HEATER,3,4 keluar masuk nira Katup pengaman jalannya nira masuk ke pipa pemanas dan keluar setelah melewati beberapa sirkulasi Mengontrol tekanan yang masuk ke dalam ruang pemanas Katup rusak Katup Nira tidak dapat dipanaskan pemurnian selanjutnya terganggu Tekanan dalam ruang pemanas terlalu tinggi

33 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN JUICE HEATER,4 Katup pengaman Mengontrol tekanan yang masuk ke dalam ruang pemanas Katup rusak Katup Ruang pemanas damage Operator melepuh karena terkena nira dan uap panas Tekanan dalam ruang pemanas terlalu rendah pemanasan gagal

34 No Sub stasiun JUICE HEATER,4 Komponen Katup pengaman Mengontrol tekanan yang masuk ke dalam ruang pemanas Katup rusak Ulir katup sudah aus O 4 Effect Tekanan dalam ruang pemanas terlalu tinggi Ruang pemanas damage Operator melepuh karena terkena nira dan uap panas Tekanan dalam ruang pemanas terlalu rendah Pemanasan gagal S RPN

35 No Sub stasiun JUICE HEATER,4, Komponen Katup pengaman pemasukan panas Mengontrol tekanan yang masuk ke dalam ruang pemanas jalannya uap pemanas masuk ke dalam ruang pemanas Katup rusak Ulir katup sudah aus O Effect Suhu ruang pemanas terlalu rendah pemanasan gagal pemurnian terganggu S RPN

36 No Sub stasiun JUICE HEATER,,6 Komponen pemasukan panas pengimbang jalannya uap pemanas masuk ke dalam ruang pemanas jalannya air pengimbang O Effect Suhu ruang pemanas terlalu rendah pemanasan gagal pemurnian terganggu Suhu ruang pemanas terlalu tinggi S RPN

37 No Sub stasiun JUICE HEATER,6 Komponen pengimbang jalannya air pengimbang O Effect Ruang pemanas damage Operator melepuh karena terkena nira dan uap panas pemurnian terganggu Suhu ruang pemanas terlalu tinggi S RPN

38 No Sub stasiun JUICE HEATER,6 Komponen pengimbang jalannya air pengimbang tersumbat kemasukan lumpur O Effect S RPN 6 Ruang pemanas damage Operator melepuh karena terkena nira dan uap panas pemurnian terganggu Suhu ruang pemanas terlalu tinggi Ruang pemanas damage

39 No Sub stasiun JUICE HEATER,6,7 Komponen pengimbang Ruang pemanas jalannya air pengimbang tempat terjadinya pemanasan tersumbat Ruang pemanas kemasukan lumpur Tekanan terlalu tinggi Ruang pemanas O Effect S RPN 6 Operator melepuh karena terkena nira dan uap panas pemurnian terganggu

40 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN JUICE HEATER,7 Ruang pemanas tempat terjadinya pemanasan Ruang pemanas damage/pecah Suhu terlalu rendah Tekanan terlalu tinggi Ruang pemanas pemasukan panas 4 3 Operator terluka karena nira/uap panas Operator terluka karena nira/uap panas pemurnian terganggu

41 No Sub stasiun JUICE HEATER Komponen,8 Termometer penunjuk suhu nira dalam ruang pemanas Termometer rusak Termometer O Effect S RPN Suhu ruang pemanas tidak dapat terkontrol pemanasan /gagal Ruang pemanas damage Operator terluka karena nira/uap panas pemurnian terganggu

42 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN JUICE HEATER,8 Termometer penunjuk suhu nira dalam ruang pemanas Termometer rusak Termometer sudah terlalu lama digunakan 4 Suhu ruang pemanas tidak dapat terkontrol pemanasan /gagal Ruang pemanas damage Operator terluka karena nira/uap panas pemurnian terganggu

43 No Sub stasiun JUICE HEATER Komponen,9 Manometer penunjuk tekanan uap pemanas Manometer rusak Manometer Manometer sudah terlalu lama digunakan O Effect S RPN Tekanan dala ruang pemanas tidak terkontrol pemanasan gagal Ruang pemanas 4 4 damage Operator terluka karena 7 7 nira/uap panas pemurnian terganggu 3 3 Tekanan dala 4 ruang pemanas tidak 2 8 terkontrol

44 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN pemanasan gagal 2 8 JUICE HEATER,9 Manometer penunjuk tekanan uap pemanas Manometer rusak Manometer sudah terlalu lama digunakan 4 Ruang pemanas damage Operator terluka karena nira/uap panas pemurnian terganggu

45 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 2 INSTALASI PEMBUAT SUSU KAPUR 2, 2,2 Penampung kapur tohor Motor penggerak I penampung sementara kapur tohor yang akan dicairkan untuk menggerakkan tromol pemadam kapur Penampung Batang penggerak patah Motor macet Penampung Penampung Motor Listrik padam Debu kapur keluar dan terhisap oleh operator (sesak nafas) 2 4 Pemadam kapur tidak dapat bergerak pencampuran terhenti Pemadam kapur tidak dapat bergerak

46 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 2 INSTALASI PEMBUAT SUSU KAPUR 2,2 2,3 Motor penggerak I Saringan getar untuk menggerakkan tromol pemadam kapur penyaring untuk memisahkan kerikil dan pasir dari susu kapur Motor macet Saringan berlubang Saringan tersumbat kotoran Listrik padam Saringan Saringan jarang dibersihkan 4 pencampuran terhenti Susu kapur tercampur dengan kerikil Pengaduk rusak Susu kapur murni yang dihasilkan sedikit

47 No Sub stasiun Komponen 2 INSTALASI PEMBUAT SUSU KAPUR 2,4 2, Motor penggerak II Bak tunggu I penggerak saringan getar penampung susu kapur yang keluar dari saringan getar Motor penggerak patah/rusak Bak tunggu retak Bak tunggu Motor penggerak Bak O Effect penyaringan gagal Susu kapur tidak dapat dihasilkan pemurnian terganggu Susu kapur yang dihasilkan sedikit S RPN

48 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 2 INSTALASI EMBUAT SUSU KAPUR 2,6 2,6 air dingin air dingin saluran air dingin untuk mengencerkan susu kapur saluran air dingin untuk mengencerkan susu kapur retak retak tersumbat kemasukan lumpur Susu kapur menggumpal Susu kapur menggumpal Susu kapur menggumpal

49 No Sub stasiun Komponen 2 INSTALASI PEMBUAT SUSU KAPUR 2,7 Pengaduk 2,9 2,0 Motor penggerak III Bak tunggu II Untuk Untuk mengaduk susu kapur sehingga lebih homogen penggerak pengaduk pada bak tunggu II tempat untuk mengencerkan susu kapur Batang pengaduk patah Motor macet Bak tunggu Batang pengaduk Listrik padam Bak O 4 Effect Susu kapur yang dihasilkan kurang homogen pengadukan terhenti Susu kapur menggumpal Susu kapur tumpah pengenceran gagal S RPN

50 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 2 INSTALASI PEMBUAT SUSU KAPUR 2,0 Bak tunggu II tempat untuk mengencerkan susu kapur Bak tunggu Bak Susu kapur tumpah pengenceran gagal 3 3 2, Pompa Untuk memompa susu kapur dari bak tunggu menuju defekator Pompa rusak Pompa macet Pompa 2 4 pencampuran 2 nira dan susu kapur gagal 2

51 No Sub stasiun Komponen 3 PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTOR & DEFEKATOR 3, 3,2 pemasukan susu kapur Peti susu kapur tempat laluan pemasukan susu kapur dari pemadam kapur tempat menampung susu kapur Peti Peti O Effect pengendapan nira terganggu pengendapan nira terganggu pencampuran nira dan susu kapur gagal S RPN

52 N o 3 Sub stasiun Komponen PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTO R & DEFEKATOR 3,2 3,3 Peti susu kapur pengembalia n tempat menampung susu kapur tempat laluan untuk mengembalika n susu kapur Functio n Peti Peti Peti terkoros i Tekanan dalam peti terlalu tinggi O 2 Effect pencampura n nira dan susu kapur gagal pencampura n nira dan susu kapur gagal Susu kapur dalam peti susu kapur terlalu berlebih S RPN

53 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 3 PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTOR & DEFEKATOR 3,3 3,4 pengembalian Pengatur pengeluaran susu kapur tempat laluan untuk mengembalikan susu kapur pengatur volume susu kapur yang dibutuhkan di defekator Peti Pengatur rusak Belt putus 4 Susu kapur dalam peti susu kapur terlalu berlebih Susu kapur tidak dapat mengalir ke defekator Tidak terjadi proses pengendapan

54 No Sub stasiun Komponen 3 PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTOR & DEFEKATOR 3,4 Pengatur pengeluaran susu kapur pengatur volume susu kapur yang dibutuhkan di defekator Pengatur rusak Belt putus Pem patah Katrol macet O Effect Susu kapur tidak dapat mengalir ke defekator Tidak terjadi proses pengendapan terhmbat Susu kapur yang mengalir ke defekator terlalu banyak S RPN

55 No Sub stasiun Komponen 3 PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTOR & DEFEKATOR 3,4 3, 3,6 Pengatur pengeluaran susu kapur Pre kontraktor pengeluaran susu kapur pengatur volume susu kapur yang dibutuhkan di defekator tempat bercampurnya nira dan susu kapur tanpa pengaduk tempat laluan pengeluaran susu kapur Pengatur rusak Pre kontraktor Katrol macet Pre kontraktor O 3 Effect Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna pencampuran nira dan susu kapur gagal Susu kapur berlebih tidak dapat dikeluarkan dari pre kontraktor S RPN

56 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN pencampuran nira dan susu kapur gagal 3 PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTOR & DEFEKATOR 3,6 pengeluaran susu kapur tempat laluan pengeluaran susu kapur Susu kapur berlebih tidak dapat dikeluarkan dari pre kontraktor pencampuran nira dan susu kapur gagal ,7 Defekator I/II/III tempat bereaksinya nira dengan susu kapur Defekator Defekator Reaksi pencampuran gagal

57 No Sub stasiun Komponen 3 PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTOR & DEFEKATOR 3,7 Defekator I/II/III 3,8 Motor tempat bereaksinya nira dengan susu kapur penggerak pengaduk Defekator Motor macet Defekator Defekator Rotor berkarat Motor O 4 Effect Reaksi pencampuran gagal Reaksi pencampuran gagal Reaksi pencampuran gagal S RPN

58 No Sub stasiun Komponen 3 PETI SUSU KAPUR, PRE KONTRAKTOR & DEFEKATOR 3,9 Pengaduk Untuk mempercepat reaksi susu kapur dengan nira Pengaduk patah Pengaduk O Effect Reaksi pencampuran gagal S RPN TOBONG BELERANG 4, Lemari kapur 4,2 Kompresor penampung kapur tohor Mengatur tekanan udara agar konstan Lemari Kompresor rusak Lemari Motor macet 4 Udara kering tidak dapat dihasilkan Pembakaran belerang gagal Operator sesak nafas karena debu kapur Tekanan terlalu rendah pembakaran gagal

59 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,2 Kompresor Mengatur tekanan udara agar konstan Kompresor rusak Motor macet Kipas O 4 Valve rusak 4 Effect Tekanan terlalu rendah pembakaran gagal Tekanan udara yang terjadi terlalu tinggi Laci pembakaran damage gas SO2 release (operator sesak nafas) S RPN

60 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,2 Kompresor 4,3 Penampung udara kering Mengatur tekanan udara agar konstan Membantu kompresor agar tekanan udara yang masuk ke dalam laci pembakaran konstan Kompresor rusak Penampung Valve rusak Penampung Tekanan terlalu tinggi O 4 3 Effect Uap panas release (operator luka bakar) Pencemaran udara Tekanan terlalu rendah pembakaran belerang gagal pembakaran belerang gagal S RPN

61 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,4 Valve pengatur udara pengatur udara masuk laci pembakaran agar tetap konstan Valve rusak Batang valve patah karena O Effect S RPN Tekanan udara yang masuk laci 3 3 pembakaran terlalu tinggi Laci pembakaran 7 7 damage Kebakaran 8 8 gas SO2 release (operator sesak 9 9 nafas) Uap panas release (operator luka bakar) 7 7 Pencemaran udara 0 0

62 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,4 Valve pengatur udara pengatur udara masuk laci pembakaran agar tetap konstan Valve rusak Pemutar O Effect S RPN Tekanan udara yang masuk laci pembakaran terlalu tinggi Laci pembakaran damage Kebakaran 8 4 gas SO2 release (operator sesak nafas) Uap panas release (operator luka bakar) Pencemaran udara

63 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4, Kaca penglihat Untuk mengontrol proses pembakaran belerang Kaca pecah Tekanan yang terlalu tinggi Kaca O Effect S RPN 3 Uap panas release (operator luka bakar) gas SO2 dan SO3 release (operator sesak nafas) terhenti Uap panas release (operator luka bakar) gas SO2 dan SO3 release (operator sesak nafas) terhenti

64 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,6 pemasukan uap saluran pemasukan uap panas O Effect S RPN Uap panas release (operator luka bakar) pembakaran gagal Uap panas release (operator luka bakar) pembakaran gagal

65 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,7 4,8 Pemasukan belerang Pemasukan air dingin tempat/lubang untuk memasukkan belerang yang akan dibakar saluran masuk air pendingin Lubang tersumbat sisa belerang Jarang dilakukan pembersihan O 7 Effect S RPN pembakaran belerang gagal Suhu laci pembakaran terlalu 3 tinggi Laci pembakaran 7 3 damage Kebakaran 8 40 Uap panas release (operator 7 3 luka bakar) gas SO2 release (operator 6 30 sesak nafas)

66 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN Pencemaran udara TOBONG BELERANG 4,8 Pemasukan air dingin saluran masuk air pendingin Suhu laci pembakaran 3 3 terlalu tinggi Laci pembakaran 7 7 damage Kebakaran 8 8 Uap panas release (operator luka 7 7 bakar) gas SO2 release (operator sesak nafas) 9 9 Pencemaran udara 0 0

67 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 4 TOBONG BELERANG 4,8 Pemasukan air dingin saluran masuk air pendingin tersumbat Adanya lumpur sungai yang mengendap dalam pipa 6 Suhu laci pembakaran 3 8 terlalu tinggi Laci pembakaran 7 42 damage Kebakaran 8 48 Uap panas release (operator luka 7 42 bakar) gas SO2 release (operator sesak nafas) 9 4 Pencemaran udara 0 60

68 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,9 Laci pembakaran belerang tempat pembakaran belerang Laci damage/pecah Tekanan yang terlalu tinggi Suhu yang terlalu tinggi O 3 3 Effect S RPN Uap panas release (operator 7 2 luka bakar) Kebakaran 8 24 gas SO2 dan SO3 release (operator sesak nafas) 9 27 Pencemaran udara 0 30 Uap panas release (operator 7 2 luka bakar) Kebakaran 8 24 gas SO2 dan SO3 release (operator 9 27 sesak nafas) Pencemaran udara 0 30

69 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,9 4,0 Laci pembakaran belerang gas SO2 tempat pembakaran belerang saluran gas SO2 dari sublimator ke peti sulfitasi Laci damage/pecah Laci O Effect S RPN Uap panas release (operator 7 7 luka bakar) Kebakaran 8 8 gas SO2 dan SO3 release (operator sesak nafas) 9 9 Pencemaran udara 0 0 gas SO2 release (operator 9 9 sesak nafas) sublimasi terganggu 3 3

70 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 4 TOBONG BELERANG 4,0 gas SO2 4, Sublimator saluran gas SO2 dari sublimator ke peti sulfitasi tempat terjadinya sublimasi tersumbat Sublimator Adanya pengotor yang mengendap Sublimator 2 gas SO2 release (operator sesak nafas) sublimasi terganggu sublimasi terganggu gas SO2 release (operator sesak nafas)

71 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 4 TOBONG BELERANG 4, Sublimator 4,2 pemasukan air pendingin sublimator tempat terjadinya sublimasi jalan masuk/keluarnya air pendingin Sublimator Sublimator Sublimator sublimasi terganggu gas SO2 release (operator sesak nafas) sublimasi terganggu Suhu sublimator terlalu tinggi

72 No Sub stasiun Komponen 4 TOBONG BELERANG 4,2 pemasukan air pendingin sublimator jalan masuk/keluarnya air pendingin tersumbat Adanya lumpur yang mengendap dalam pipa O 6 Effect sublimasi tidak sempurna Suhu sublimator terlalu tinggi sublimasi tidak sempurna Suhu sublimator terlalu tinggi sublimasi tidak sempurna S RPN

73 No Sub stasiun Komponen PETI SULFITASI, pemasukan nira saluran pemasukan nira dari defekator O Effect S RPN Nira panas release (operator luka bakar) sulfitasi nira terganggu Nira panas release (operator luka bakar) sulfitasi nira terganggu

74 N o Sub stasiun Komponen PETI SULFITAS I, 2 Sungkup Untuk mendistribusika n gas SO2 Lubang sungkup melebar Sungkup Sungkup jarang dibersihka n O 7 Effect Reaksi sulfitasi nira tidak sempurna sulfitasi nira terganggu S RPN , 3 Sekat paraboli s Untuk sirkulasi nira sehingga pencampuran nira lebih sempurna Sekat berlubang/boco r Sekat Reaksi pencampura n tidak sempurna 2 0

75 No Sub stasiun Komponen PETI SULFITASI,4 Ruang sulfitasi tempat terjadinya reaksi pencampuran nira dengan gas SO2 Ruang sulfitasi Ruang sulfitasi meledak/pecah Peti Peti Tekanan pompa terlalu tinggi O 3 Effect Nira panas release (operator luka bakar) gas SO2 release (operator sesak nafas) Nira panas release (operator luka bakar) gas SO2 release (operator sesak nafas) Nira panas release (operator luka bakar) gas SO2 release (operator sesak nafas) S RPN

76 No Sub stasiun Komponen, Bak luapan penampung luapan nira sebelum keluar peti sulfitasi Bak bak O Effect Nira tidak dapat diproses lebih lanjut S RPN 3 3 PETI SULFITASI,6 pengeluaran Untuk saluran pengeluaran nira tersulfitir untuk mengalami proses selanjutnya /pecah Nira tidak dapat diproses lebih lanjut Nira tidak dapat diproses lebih lanjut

77 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 6 PETI SULFITASI BEJANA PENGEMBANG (FLASH TANK),7 6, tap nira pemasukan Untuk mengeluarkan sisa cairan Saluran pemasukan nira mentah tersulfitir tersumbat Adanya pengotor yang mengendap 4 Pembersihan sulit dilakukan pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat

78 No Sub stasiun Komponen 6 BEJANA PENGEMBANG (FLASH TANK) 6, pemasukan Saluran pemasukan nira mentah tersulfitir Pompa plugner rusak Roda penggerak macet O 2 Effect Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna S RPN

79 No Sub stasiun Komponen 6 BEJANA PENGEMBANG (FLASH TANK) 6, pemasuk an Saluran pemasukan nira mentah tersulfitir Pompa plugner rusak Torak patah Pompa O 2 Effect pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna S RPN

80 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 6, pemasukan Saluran pemasukan nira mentah tersulfitir Pompa plugner rusak Pompa BEJANA PENGEMBANG (FLASH TANK) 6,2 pengeluaran Saluran pengeluaran nira dari flash tank ke snow balling tank pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat

81 No Sub stasiun Komponen 6 BEJANA PENGEMBANG (FLASH TANK) 6,2 pengeluaran 6,3 Kisi-kisi Saluran pengeluaran nira dari flash tank ke snow balling tank Untuk membuat aliran nira menyebar Kisi-kisi tersumbat Adanya pengotor solid pada nira tersulfitir yang mengendap O 2 Effect Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat Reaksi pengendapan kotoran tidak berjalan sempurna S RPN

82 N o 6 Sub stasiun Komponen BEJANA PENGEMBAN G (FLASH TANK) 6,4 6, Bak penampun g pengeluar an udara (cerobong ) Untuk menampun g nira yang masuk dan selanjutnya keluar lewat pipa pengeluara n nira jalan keluarnya gas-gas atau udara yang keluar lepas dari nira Bak penampung Cerobong buntu/tersumba t Bak Adanya pengotor yang menyubli m O Effect pengeluaran gas dari nira tersulfitir tehambat Reaksi pengendapa n kotoran tidak berjalan sempurna pengeluaran gas dari nira tersulfitir gagal S RPN 3 3

83 No 7 Sub stasiun SNOW BALLING TANK 6, 7, Komponen pengeluaran udara (cerobong) pemasukan nira jalan keluarnya gas-gas atau udara yang keluar lepas dari nira saluran nira masuk dari flash tank Cerobong buntu/tersumbat Adanya pengotor yang menyublim O Effect penegendapan gagal pencampuran flokulan tidak sempurna pengendapan S RPN 3 3

84 No 7 Sub stasiun SNOW BALLING TANK 7, Komponen pemasukan nira saluran nira masuk dari flash tank O Effect S RPN pencampuran flokulan tidak sempurna pengendapan ,2 Ruang sirkulasi Tempat nira bersirkulasi Ruang sirkulasi Ruang sirkulasi pencampuran flokulan gagal pengendapan gagal 3

85 No 7 Sub stasiun SNOW BALLING TANK 7,2 Komponen Ruang sirkulasi 7,3 Sekat 7,4 Cerobong Tempat nira bersirkulasi pembatas agar nira mudah bersirkulasi tempat pengeluaran udara dan gas-gas yang tidak dibutuhkan Ruang sirkulasi Sekat berlubang Cerobong buntu/tersumbat Ruang sirkulasi Sekat Adanya pengotor yang menyublim O 2 Effect pengendapan pencampuran flokulan gagal pengendapan gagal S RPN

86 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 7, pemasukan flokulan saluran pemasukan flokulan 4 20 P2O release SNOW BALLING TANK 7,6 pengeluaran nira saluran nira menuju peti pengendap pengendapan nira terganggu pengendapan nira terganggu

87 No Sub stasiun Komponen 8 PETI PENGENDAP 8, 8,2 Bak pengendap Talang nira masuk tempat terjadinya proses pengendapan saluran nira dari snow balling menuju peti pengendap Bak Talang Pompa plugner rusak Bak Talang Roda penggerak macet O 2 Effect pengendapan nira pengendapan nira pengendapan nira S RPN

88 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 8 PETI PENGENDAP 8,2 Talang nira masuk 8,3 Pelampung saluran nira dari snow balling menuju peti pengendap Untuk memisahkan nira jernih dan nira kotor Pompa plugner rusak Batang pelampung patah Torak patah Pompa Batang 2 pengendapan nira pengendapan nira Nira jernih bercampur dengan nira kotor pengendapan gagal

89 N o Sub stasiun Komponen O Effect S RPN Batang gagal 3 8 PETI PENGENDAP 8,3 Pelampung Untuk memisahkan nira jernih dan nira kotor Batang pelampung patah Batang Nira jernih bercampur dengan nira kotor pengendapan gagal gagal 3 3

90 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN Valve macet Valve Nira jernih tidak dapat diperoleh PETI PENGENDAP 8,4 Valve nira jernih Untuk menurunkan nira jernih dari peti pengendap menuju talang nira jernih Valve aus Pemutar patah Valve terlalu lama dipergunakan Valve Nira jernih bercampur dengan nira kotor pengendapan gagal gagal Nira jernih tidak dapat diperoleh

91 No Sub stasiun Komponen 8 PETI PENGENDAP 8,4 8, Valve nira jernih Talang nira jernih Untuk menurunkan nira jernih dari peti pengendap menuju talang nira jernih saluran nira jernih dari peti pengendap menuju stasiun penguapan Pemutar patah Talang Valve Talang Talang O Effect S RPN penguapan terganggu penguapan terganggu

92 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 8 PETI PENGENDAP 8,6 Valve nira kotor Untuk menurunkan nira kotor dari peti pengendap menuju saluran pembuangan nira kotor Valve macet Valve Nira kotor tidak dapat dikeluarkan Nira kotor bercampur dengan nira jernih pengendapan terganggu ,7 Talang nira kotor saluran pembuangan nira kotor Talang Talang Talang 0 Nira kotor release 2 2

93 No Sub stasiun Komponen 8 9 PETI PENGENDAP POMPA CENTRIFUGAL 8,8 Engsel 9, pemasukan pengatur naik turunnya pelampung saluran pemasukan cairan ke pompa Engsel macet Engsel O Effect Pelampung tidak berfungsi Nira jernih tidak dapat diperoleh Cairan yang dipompa terlalu sedikit pemurnian nira S RPN

94 No Sub stasiun Komponen 9 POMPA CENTRIFUGAL 9,2 9,3 pengeluaran Rumah pompa saluran pengeluaran cairan dari pompa tempat berputarnya kipas Kipas macet Sambungan pipa lepas Kipas O 2 Effect Cairan tidak dapat naik ke sub stasiun berikutnya pemurnian nira pemompaan cairan gagal pemurnian gagal S RPN

95 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN Tekanan yang dihasilkan terlalu rendah 3 9 POMPA CENTRIFUGAL 9,3 Rumah pompa 9,4 Impeller tempat berputarnya kipas pengangkut cairan Rumah pompa berlubang Impeller Impeller pecah Rumah pompa Impeller Impeller Cairan gagal dialirkan pemurnian gagal Cairan gagal dialirkan pemurnian gagal Cairan gagal dialirkan

96 No Sub stasiun Komponen 9 POMPA CENTRIFUGAL 9,4 Impeller 9, As pompa pengangkut cairan Poros pemutar impeller yang dihubungkan dengan motor Impeller pecah As patah Impeller As O Effect pemurnian gagal Impeller tidak dapat bergerak Kipas tidak dapat berputar cairan tidak berhasil dipompa pemurnian gagal S RPN

97 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 9 POMPA CENTRIFUGAL 9,6 Motor listrik Untuk menggerakkan as pompa dan penghasil putaran centrifugal Motor listrik mati/tidak berfungsi Listrik padam Generator tidak berfungsi pemompaan cairan gagal pemurnian pemompaan cairan gagal pemurnian

98 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 0 POMPA PLUGNER 0, Roda penggerak 0,2 Torak Untuk menggerakkan maju mundur torak penghubung roda penggerak dengan plugner Roda berhenti berputar Torak patah Motor listrik mati/tidak berfungsi Torak pemompaan cairan gagal pemurnian pemompaan cairan gagal pemurnian

99 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 0 POMPA PLUGNER 0,2 Torak 0,3 Klep hisap penghubung roda penggerak dengan plugner Untuk mengatur cairan yang dihisap agar tidak kembali lagi Torak patah Klep berlubang Torak Klep pemompaan cairan gagal pemurnian Cairan yang masuk ke dalam plugner terlalu sedikit pemurnian

100 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN 0 POMPA PLUGNER 0,4 Plugner 0, Klep penekan penghisap dan penekan cairan Untuk mengatur cairan yang sudah ditekan agar tidak kembali Baut kendor Klep berlubang Baut aus 2 Klep Plugner tidak dapat bergerak Cairan nira tidak dapat masuk pemurnian cairan yang keluar dari pompa terlalu sedikit pemurnian

101 No Sub stasiun Komponen O Effect S RPN Nira release POMPA PLUGNER 0,6 pemasukan saluran pemasukan cairan yang akan dipompa Sambungan pipa lepas 2 Cairan yang masuk ke dalam plugner 2 0 terlalu sedikit pemurnian Nira release 2 4 Cairan yang masuk ke dalam plugner 2 4 terlalu sedikit

102 No Sub stasiun Komponen 0 POMPA PLUGNER 0,6 0,7 pemasukan pengeluaran saluran pemasukan cairan yang akan dipompa saluran pengeluaran cairan yang dipompa Sambungan pipa lepas Sambungan pipa lepas O 2 Effect pemurnian pemurnian selanjutny a tehambat pemurnian selanjutny a tehambat pemurnian selanjutny a tehambat S RPN

103 No Sub stasiun Komponen 0 POMPA PLUGNER 0,6 0,7 pemasukan pengeluaran saluran pemasukan cairan yang akan dipompa saluran pengeluaran cairan yang dipompa Sambungan pipa lepas Sambungan pipa lepas O 2 Effect pemurnian pemurnian selanjutnya tehambat pemurnian selanjutnya tehambat pemurnian selanjutnya tehambat S RPN

104 N o 0 Sub stasiun POMPA PLUGNE R 0,7 Komponen pengeluara n 0,8 Ketel angin saluran pengeluaran cairan yang dipompa Untuk mengatur tekanan cairan supaya tetap Functio n Tekanan ketel terlalu rendah Tekanan ketel terlalu tinggi Sambungan pipa lepas Kipas berhenti berputar Angin terlalu kencang O Effect S RPN 2 pemurnian terganggu pemurnian terganggu

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Profil Perusahaan Pabrik Gula Toelangan Sidoarjo didirikan pada tahun 1850 oleh pemerintah Belanda dengan nama NV. Maatschappij Tot Exploitatie de Suider Onder

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pemurnian Nira Setelah diperoleh larutan nira dari hasil proses pengilingan. Dilakukan proses pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3 #7 PENGELOLAAN OPERASI K3 Dalam pengelolaan operasi manajemen K3, terdapat beberapa persyaratan yang dapat dijadikan suatu rujukan, yaitu: 1. OHSAS 18001 2. Permenaker 05/MEN/1996 Persyaratan OHSAS 18001

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN NOTULENSI Pengelompokan Kegiatan Value Added dan Non Value Added No Kegiatan 1. Tebu dibawa ke pabrik menggunakan truk 2. Truk menunggu untuk ditimbang 3. Truk yang berisikan tebu ditimbang 4.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OPERASI K3

PENGELOLAAN OPERASI K3 PENGELOLAAN OPERASI K3 Bahan Kuliah Fakultas : Teknik Program Studi : Teknik Industri Tahun Akademik : Genap 2012/2013 Kode Mata Kuliah : TIN 211 Nama Mata Kuliah : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI Elemen Kompetensi III Elemen Kompetensi 1. Menjelaskan prinsip-prinsip konservasi energi 2. Menjelaskan

Lebih terperinci

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia)

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia) 1.1 Latar Belakang Ketel uap sebagai sumber utama penghasil energi untuk pembangkit listrik yang menyuplai seluruh kebutuhan energi dalam pabrik. Dalam melakukan kerjanya, ketel uap membutuhkan adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1964 perusahaan NV My Handle Kian Gwan diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang bernama PT. Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN)

Lebih terperinci

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1) Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1) Hasil Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dari komponen Pneumatik Tujuan Bagian ini memberikan informasi mengenai karakteristik dan

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

ARINA ALFI FAUZIA

ARINA ALFI FAUZIA ARINA ALFI FAUZIA 6507040029 IDENTIFIKASI RESIKO PADA DAPUR INDUKSI MENGGUNAKAN METODE FMEA (FAILURE MODES AND EFFECT ANALYSIS) DAN RCA (ROOT CAUSE ANALYSIS) SERTA EVALUASI MANAJEMEN TANGGAP DARURAT (STUDI

Lebih terperinci

Lampiran 1 Daftar Wawancara

Lampiran 1 Daftar Wawancara LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Wawancara 1. Bagaimana proses produksi di Pabrik Gula Pagotan? 2. Dalam proses produksi tersebut menghasilkan limbah apa saja? 3. Tolong jelaskan proses pengolahan limbah tersebut?

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TENTANG PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK disusun oleh Ganis Erlangga 08.12.3423 JURUSAN SISTEM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK Dalam ilmu hidraulik berlaku hukum-hukum dalam hidrostatik dan hidrodinamik, termasuk untuk sistem hidraulik. Dimana untuk kendaraan forklift ini hidraulik berperan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ALAT DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI ALAT DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB III DESKRIPSI ALAT DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 RANCANGAN ALAT UJI Pada penelitian ini peralatan yang dipergunakan untuk melakukan pengujian adalah terlihat pada gambar berikut ini: Gambar 3.1 Set up

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KONTAMINASI DAN DEGRADASI MINYAK PELUMAS PADA MESIN ABSTRAK

PENANGGULANGAN KONTAMINASI DAN DEGRADASI MINYAK PELUMAS PADA MESIN ABSTRAK PENANGGULANGAN KONTAMINASI DAN DEGRADASI MINYAK PELUMAS PADA MESIN Sailon Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya Jl.Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30139 Telp: 0711-353414, Fax: 0711-453211

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Air Conditioner (AC) adalah alat pada kendaraan khususnya mobil yang mempunyai fungsi untuk mengatur suhu di dalam kendaraan sesuai dengan keinginan pengendara

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo. Adam Alifianto ( )

Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo. Adam Alifianto ( ) Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo Adam Alifianto (2707 100 021) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB VII PENDINGINAN MOTOR

BAB VII PENDINGINAN MOTOR BAB VII PENDINGINAN MOTOR Pendinginan adalah suatu media (zat) yang berfungsi untuk menurunkan panas. Panas tersebut didapat dari hasil pembakaran bahan bakar didalam silinder. Sebagaimana diketahui bahwa

Lebih terperinci

PERALATAN INDUSTRI KIMIA (MATERIAL HANDLING)

PERALATAN INDUSTRI KIMIA (MATERIAL HANDLING) PERALATAN INDUSTRI KIMIA (MATERIAL HANDLING) Kimia Industri (TIN 4206) PERALATAN INDUSTRI KIMIA YANG DIBAHAS : I Material Handling II Size Reduction III Storage IV Reaktor V Crystallization VI Heat treatment

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem tata udara Air Conditioning dan Ventilasi merupakan suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan

Lebih terperinci

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) Diklat Teknis Kedelai Bagi Penyuluh Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Kedelai Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

MESIN PENDINGIN. Gambar 1. Skema cara kerja mesin pendingin.

MESIN PENDINGIN. Gambar 1. Skema cara kerja mesin pendingin. Mengenal Cara Kerja Mesin Pendingin MESIN PENDINGIN Mesin pendingin adalah suatu rangkaian rangkaian yang mampu bekerja untuk menghasilkan suhu atau temperature dingin. Mesin pendingin bisanya berupa kulkas,

Lebih terperinci

RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN

RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

BAB I PESAWAT PESAWAT BANTU DI KAPAL

BAB I PESAWAT PESAWAT BANTU DI KAPAL BAB I PESAWAT PESAWAT BANTU DI KAPAL Pesawat bantu terdiri dari dan berbagai peralatan yang secara garis besar dapat dibagi menjadi mesin bantu di kamar mesin dan mesin bantu, di geladak (dek) atau di

Lebih terperinci

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN GLOSSARY GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN Bangunan Sipil Adalah bangunan yang dibangun dengan rekayasa sipil, seperti : bangunan

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. MESIN-MESIN FLUIDA Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR BAB III TEORI DASAR KONDENSOR 3.1. Kondensor PT. Krakatau Daya Listrik merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel yang berfungsi sebagai penyuplai aliran listrik bagi PT. Krakatau Steel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

MAKALAH PELATIHAN PENGOPERASIAN MESIN SANGRAI MLINJO

MAKALAH PELATIHAN PENGOPERASIAN MESIN SANGRAI MLINJO MAKALAH PELATIHAN PENGOPERASIAN MESIN SANGRAI MLINJO I b M KELOMPOK INDUSTRI KECIL PENGRAJIN EMPING MLINJO DI BEJI, PAJANGAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Aan Ardian ardian@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB 5 DASAR POMPA. pompa

BAB 5 DASAR POMPA. pompa BAB 5 DASAR POMPA Pompa merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Zat cair tersebut contohnya adalah air, oli atau minyak pelumas,

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

PEMANAS AIR GAS INSTAN

PEMANAS AIR GAS INSTAN BAHASA INDONESIA PEMANAS AIR GAS INSTAN PETUNJUK PEMASANGAN DAN PENGGUNAAN MODEL: REU-5CFC REU-8CFB REU-10CFB SARAN KHUSUS Gunakan regulator gas serta selang gas yang berkualitas baik. Pemanas air tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Mesin Pendingin Untuk pertama kali siklus refrigerasi dikembangkan oleh N.L.S. Carnot pada tahun 1824. Sebelumnya pada tahun 1823, Cagniard de la Tour (Perancis),

Lebih terperinci

KERJA PEAKTEK BAB III MANAJEMEN PEMELIHARAN SISTEM KERJA POMPA OLI PADA PESAWAT PISTON ENGINE TIPE TOBAGO TB-10

KERJA PEAKTEK BAB III MANAJEMEN PEMELIHARAN SISTEM KERJA POMPA OLI PADA PESAWAT PISTON ENGINE TIPE TOBAGO TB-10 BAB III MANAJEMEN PEMELIHARAN SISTEM KERJA POMPA OLI PADA PESAWAT PISTON ENGINE TIPE TOBAGO TB-10 3.1 Dasar Pompa oli Pompa adalah suatu mesin yang digunakan untuk memindahkan cairan dari satu tempat ke

Lebih terperinci

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI 4.1 In Service / Visual Inspection 4.1.1 Pengertian Merupakan kegiatan inspeksi atau pengecekan yang dilakukan dengan menggunakan 5 sense (panca

Lebih terperinci

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION SESSION 12 POWER PLANT OPERATION OUTLINE 1. Perencanaan Operasi Pembangkit 2. Manajemen Operasi Pembangkit 3. Tanggung Jawab Operator 4. Proses Operasi Pembangkit 1. PERENCANAAN OPERASI PEMBANGKIT Perkiraan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN. Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL

PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN. Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL PRINSIP PENDINGINAN PROSES MEMINDAHKAN ATAU MENAMBAHKAN PANAS DARI SUATU BENDA ATAU TEMPAT KE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI Halaman : 1 dari 7 INCINERATOR Pasokan sampah organik dari kampus UGM ke PIAT UGM masih terdapat sampah anorganik sekitar 20%. Dari sisa sampah anorganik yang tidak bisa diolah menggunakan pirilosis, dibakar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pompa Pompa adalah peralatan mekanis untuk meningkatkan energi tekanan pada cairan yang di pompa. Pompa mengubah energi mekanis dari mesin penggerak pompa menjadi energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Fluida Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial fluida, atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Motor Diesel adalah motor pembakaran dalam yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat, sebagai bahan bakar, dengan suatu prinsip bahan bakar tersebut

Lebih terperinci

BAB III PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN PADA MESIN KOMPRESOR

BAB III PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN PADA MESIN KOMPRESOR BAB III PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN PADA MESIN KOMPRESOR 3.1 Pemeriksaan Pada Operasi Harian Operasional kompresor memerlukan adanya perawatan tiap harinya, perawatan tersebut antara lain: a. Sediakan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

BAB III PENGETAHUAN DASAR TENTANG AC ( AIR CONDITIONER )

BAB III PENGETAHUAN DASAR TENTANG AC ( AIR CONDITIONER ) BAB III PENGETAHUAN DASAR TENTANG AC ( AIR CONDITIONER ) A. Pengertian Dasar Tentang AC (Air Conditioner) Secara umum pengertian dari AC (Air Conditioner) suatu rangkaian mesin yang memiliki fungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB II LINGKUP KERJA PRAKTEK

BAB II LINGKUP KERJA PRAKTEK BAB II LINGKUP KERJA PRAKTEK 2.1 Lingkup Kerja Praktek di PT. Safari Dharma Sakti Lingkup kerja praktek di PT.Safari Dharma Sakti pemeliharaan secara berkala kendaraan bus Mercedes Benz dan Hino meliputi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.731, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pencemaran. Perairan. Pelabuhan. Penanggulangan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Potensi Bahaya PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah mengidentifikasi potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari seluruh kegiatan proses produksi.

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

BAB V MENGENAL KOMPONEN SISTEM PENDINGIN

BAB V MENGENAL KOMPONEN SISTEM PENDINGIN BAB V MENGENAL KOMPONEN SISTEM PENDINGIN Pada bab ini, sistem pendingin dibagi dalam dua kategori yaitu sistem pemipaan dan sistem kelistrikan. Komponen dalam sistem pemipaan terdiri dari; kompresor, kondenser,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MOTOR DIESEL Motor diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Unit Operasional RS Kajian Kajian pada 3 unit kegiatan

Lebih terperinci

BAB II CARA KERJA MESIN 2 TAK DAN 4 TAK

BAB II CARA KERJA MESIN 2 TAK DAN 4 TAK BAB II CARA KERJA MESIN 2 TAK DAN 4 TAK A. PEMBAGIAN MOTOR DIESEL 1. Menurut cara kerja Mesin diesesl menurut cara kerja nya dapat diklarisfikasikan menjadi 2 cara kerja,untuk dapat menghasilkan usaha

Lebih terperinci

PERUBAHAN FISIKA DAN PERUBAHAN KIMIA

PERUBAHAN FISIKA DAN PERUBAHAN KIMIA PERUBAHAN FISIKA DAN PERUBAHAN KIMIA Macam-macam dan contoh perubahan Kimia 1. Proses pembakaran, contoh : Kertas dibakar, Kayu dibakar, bensin terbakar, rumah terbakar, plastik terbakar 2. Proses pencampuran

Lebih terperinci

2.11 MODIFIKASI DIBUAT UNTUK MENYEMPURNAKAN LINGKUNGAN KERJA

2.11 MODIFIKASI DIBUAT UNTUK MENYEMPURNAKAN LINGKUNGAN KERJA 2.11 MODIFIKASI DIBUAT UNTUK MENYEMPURNAKAN LINGKUNGAN KERJA Modifikasi dilakukan untuk menyempurnakan lingkungan kerja terkadang menghasilkan bahaya tak terlihat [16]. Kita seharusnya, tentu saja, mencoba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan fluida dari suatu tempat yang rendah ketempat yang. lebih tinggi atau dari tempat yang bertekanan yang rendah ketempat

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan fluida dari suatu tempat yang rendah ketempat yang. lebih tinggi atau dari tempat yang bertekanan yang rendah ketempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pandangan Umum Pompa Pompa adalah suatu jenis mesin yang digunakan untuk memindahkan fluida dari suatu tempat yang rendah ketempat yang lebih tinggi atau dari tempat yang bertekanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Nurul Istiqomah (2309 030 075) Rini Rahayu (2309 030 088) Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Danawati Hari Prajitno, M.Pd NIP : 19510729 198603

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

AC (AIR CONDITIONER)

AC (AIR CONDITIONER) AC (AIR CONDITIONER) AC adalah suatu jenis mesin pendingin yang berfungsi sebagai penyejuk ruangan. Ditinjau dari konstruksi, AC bias dibagi menjadi dua bagian, yakni sisi luar dan sisi dalam. Sisi luar

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA INDUSTRI MAKANAN PT. FORISA NUSAPERSADA

BAB III PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA INDUSTRI MAKANAN PT. FORISA NUSAPERSADA BAB III PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA INDUSTRI MAKANAN PT. FORISA NUSAPERSADA 3.1 UMUM Pada suatu industri, untuk menghasilkan suatu produk dibutuhkan peralatan yang memadai. Dalam pemakaian peralatan

Lebih terperinci

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N.

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. MAKALAH SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. Kelas : XI. OTOMOTIF Tahun Ajaran : 2013/2014 SMK Negeri 5 Balikpapan Pendahuluan Kerja

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Objek Penelitian Bengkel Bintang didirikan oleh bapak Agung Sudibjo yang beralamat di Jln.Sukodono Gesi Km 2, tepatnya di dukuh Siwalan Kelurahan Gesi. Bengkel

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN RADIATOR PADA SISTEM PENDINGIN MOTOR DIESEL STASIONER SATU SILINDER TERHADAP LAJU KENAIKAN SUHU AIR PENDINGIN

PENGARUH PENGGUNAAN RADIATOR PADA SISTEM PENDINGIN MOTOR DIESEL STASIONER SATU SILINDER TERHADAP LAJU KENAIKAN SUHU AIR PENDINGIN PENGARUH PENGGUNAAN RADIATOR PADA SISTEM PENDINGIN MOTOR DIESEL STASIONER SATU SILINDER TERHADAP LAJU KENAIKAN SUHU AIR PENDINGIN Eko Surjadi Sfaf Pengajar, Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas n Pengeringan Biomass Biogasdigestate Serpih kayu Lumpur limbah Kotoran unggas Limbah sisa makanan, dll. n Kompak dan fleksibel n Mesin pelet

Lebih terperinci

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana 126 Lampiran 1 CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT A. Komando dan Kontrol 1. Mengaktifkan kelompok komando insiden rumah sakit. 2. Menentukan pusat komando rumah sakit. 3. Menunjuk penanggungjawab manajemen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Skema Oraganic Rankine Cycle Pada penelitian ini sistem Organic Rankine Cycle secara umum dibutuhkan sebuah alat uji sistem ORC yang terdiri dari pompa, boiler, turbin dan

Lebih terperinci

LU N 1.1 PE P N E G N E G R E TI T AN

LU N 1.1 PE P N E G N E G R E TI T AN BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN POMPA Pompa adalah peralatan mekanis yang diperlukan untuk mengubah kerja poros menjadi energi fluida (yaitu energi potensial atau energi mekanik). Pada umumnya pompa digunakan

Lebih terperinci

TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL

TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL Disusun Oleh: KELOMPOK 9 Angga Eka Wahyu Ramadan (2113100122) Citro Ariyanto (2113100158) Ahmad Obrain Ghifari (2113100183) INSTITUT

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara (AC). Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda/media

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SISTIM AC KOMPRESOR TIPE WOBBLE PLATE Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistim AC Disusun Oleh : Cahyono (5201410028) Naufal Farras Sajid (5201410029) Riwan Setiarso (5201410030) Rifki Yoga Kusuma

Lebih terperinci

COOLING SYSTEM ( Sistim Pendinginan )

COOLING SYSTEM ( Sistim Pendinginan ) COOLING SYSTEM ( Sistim Pendinginan ) Adalah sistim dalam engine diesel yang berfungsi: 1. Mendinginkan engine untuk mencegah Over Heating.. 2. Memelihara suhu kerja engine. 3. Mempercepat dan meratakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

Dua orang berkebangsaan Jerman mempatenkan engine pembakaran dalam pertama di tahun 1875.

Dua orang berkebangsaan Jerman mempatenkan engine pembakaran dalam pertama di tahun 1875. ABSIC ENGINE Dua orang berkebangsaan Jerman mempatenkan engine pembakaran dalam pertama di tahun 1875. Pada pertengahan era 30-an, Volvo menggunakan engine yang serupa dengan engine Diesel. Yaitu engine

Lebih terperinci

BAB IV PEMELIHARAAN TRAFO DISTRIBUSI

BAB IV PEMELIHARAAN TRAFO DISTRIBUSI BAB IV PEMELIHARAAN TRAFO DISTRIBUSI 4.1 Pengerian dan Tujuan Pemeliharaan Pemeliharaan peralatan listrik tegangan tinggi adalah serangkaian tindakan atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi dan

Lebih terperinci

TIPS MUDIK DARI YAMAHA INDONESIA

TIPS MUDIK DARI YAMAHA INDONESIA PRESS RELEASE TIPS MUDIK DARI YAMAHA INDONESIA 10 August 2011 Image not found or type unknown JAKARTA - Hari Raya Lebaran kian dekat dan para pemudik pun siap-siap mudik untuk merayakannya bersama keluarga

Lebih terperinci

12. Peraturan Uap Tahun 1930 atau Stoom Verordening 1930;

12. Peraturan Uap Tahun 1930 atau Stoom Verordening 1930; 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 rentang Pemerintahan Daerah; 11. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

LISTRIK GENERATOR AC GENERATOR DAN MOTOR

LISTRIK GENERATOR AC GENERATOR DAN MOTOR LISTRIK GENERATOR AC GENERATOR DAN MOTOR CARA KERJA GENERATOR AC JARINGAN LISTRIK LISTRIK SATU PHASE LISTRIK TIGA PHASE MOTOR LISTRIK Konversi energi listrik menjadi energi mekanikyang terjadi pada bagian

Lebih terperinci