SISTEM JARINGAN PENGIMBAS TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI TAHUN 2016
|
|
- Benny Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SISTEM JARINGAN PENGIMBAS TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI TAHUN 2016 OLEH NAMA : AGUS JUNAEDI, S.Pd. NUPTK : KABUPATEN : BANYUASIN PROPINSI : SUMATERA SELATAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BANYUASIN DINAS PENDIDIKAN SATDIK NONFORMAL SANGGAR KEGIATAN BELAJAR JL. KH. Sulaiman Kelurahan Kedondong Raye, Pangkalan Balai Banyuasin i
2 SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Agus Junaedi, S.Pd. NUPTK : Jabatan : Pamong Belajar Unit Kerja : SPNF SKB Kabupaten Banyuasin menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa naskah simposium yang berjudul Sistem Jaringan Pengimbas Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun 2016 disusun berdasarkan observasi literatur. Karya tulis ini belum pernah saya ajukan untuk lomba tingkat nasional. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam karya tulis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Banyuasin, 14 November 2016 Pamong Belajar, AGUS JUNAEDI, S.Pd. ii
3 LEMBAR PENGESAHAN Karya tulis ilmiah yang berjudul SISTEM JARINGAN PENGIMBAS - TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI TAHUN 2016 DISUSUN OLEH : AGUS JUNAEDI, S.Pd. diajukan untuk melengkapi persyaratan Simposium GTK Kemdikbud Tahun 2016 dan dinyatakan telah mendapat pengesahan sebagai karya tulis. : iii
4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga penyusunan naskah simposium berjudul Sistem Jaringan Pengimbas Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun 2016 dapat diselesaikan tepat waktunya. Karya Tulis ini diajukan sebagai peran serta Pamong Belajar untuk mengikuti simposium guru dan tenaga kependidikan tahun Semoga naskah yang telah diajukan diterima oleh berbagai pihak sehingga dapat mengoptimalkan pendidikan inkusi di seluruh sekolah yaitu PAUD/TK, SD, SMP dan SMA/SMK sederajat. Sistem Jaringan Pengimbas Terimbas dibutuhkan sebagai bentuk dukungan pengoptimalan pendidikan inklusi secara masif. Untuk itu, atas dukungan, kerjasama, dan bantuan yang diberikan, saya sampaikan terima kasih. Mudah-mudahan naskah yang saya susun ini dapat memberikan manfaat bagi anak berkebutuhan khusus, pedidik dan tenaga kependidikan serta pemangku kebijakan untuk merubah SLB menjadi sekolah inklusi. Banyuasin, 14 November 2016 Penulis, AGUS JUNAEDI, S.Pd. iv
5 DAFTAR ISI Halaman Sampul Surat Pernyataan Lembar Pengesahan... Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar i ii iii iv v vi I. PENGANTAR II. MASALAH III. PEMBAHASAN DAN SOLUSI... 3 IV.. KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS DAFTAR PUSTAKA Lampiran v
6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Contoh struktur organisasi sekolah inklusi... 5 Gambar 2. Contoh alur sekolah pengimbas-terimbas pendidikan inklusi.. 9 vi
7 I. PENGANTAR Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). (Dr. Mujito dkk, 2012 : 25-26). Dari definisi diatas telah jelas menyatakan bahwa kebutuhan anak ABK wajib difasilitasi dikarenakan kemampuan dan potensi anak bisa digali jika pendidik mampu memahami karakteristik dan hambatannya. Pendidik harus lebih kerja keras dalam memahami akan kecerdasan, sosial emosional, bahasa, seni dan nilai moral agama ABK mengingat hambatan yang dihadapi jauh berbeda dengan anak normal pada umumnya. Hambatan ini bisa disebabkan oleh ketidaksempurnaan fisik atau gangguan psikologis anak. Meninjau dari definisi diatas SLB merupakan solusi yang dibuat sebagai wadah lembaga pendidikan untuk mengembangkan potensi ABK, akan tetapi jumlah SLB saat ini masih jauh dari kata cukup yaitu hanya lembaga atau Rombel. (Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB), 2015 : 1). Sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan kurang lebih 4,2 juta. Ketimpangan yang jauh ini maka pemerintah mulai tahun 2009 dengan mengembangkan pendidikan yang berbasis pembauran (inklusif). 1
8 Dalam Permendiknas No 70 tahun 2009 pasal 1, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Definisi tersebut jelas bahwa ABK diharapkan bisa mendapatkan pelayanan pendidikan diluar SLB yaitu sekolah umum tanpa harus dikelompokkan pada satu tempat (segresi). Dengan demikian pelayanan pendidikan inklusi sangat perlu dioptimalkan mengingat selain ketimpangan jumlah ABK dengan SLB cukup besar maupun pelaksanaan pendidikan tanpa segresi. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis mengangkat karya tulis dengan judul Sistem Jaringan Pengimbas Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun II. MASALAH Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis menarik permasalahan, yaitu : 1. tidak adanya sistem yang dibangun secara masif dalam pendidikan inklusi; 2. belum adanya peran SLB pada pendidikan inklusi disekolah umum; 3. belum tersosialisasi dengan baik kepada sekolah agar melakukan pendidikan inklusi; dan 4. keberadaan SLB sebagai sekolah khusus ABK (segresi). 2
9 III. PEMBAHASAN DAN SOLUSI Pendidikan inklusi merupakan salah satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan tentang hak setiap orang memperoleh pendidikan terutama ABK. Pendidikan inklusi ini hadir dikarenakan banyaknya keterbatasan sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah dalam layanan pendidikan khusus (LPK). Hal ini cukup jelas terlihat dari ketimpangan yang cukup besar antara jumlah SLB dengan jumlah ABK. Ketimpangan ABK dan SLB bisa dilihat berdasarkan data Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB) Tahun 2015/2016 jumlah SLB hanya lembaga atau Rombel. Sedangkan jumlah ABK di Indonesia diperkirakan kurang lebih 4,2 juta, berarti jika menggunakan standar ideal 36 orang/rombel, maka dibutuhkan rombel atau lembaga SLB dengan jumlah 12 rombel/sekolah. Berarti menjadi PR pemerintah untuk pemenuhan LPK untuk seluruh hak pendidikan ABK maka harus disediakan lembaga SLB lagi. Hal ini tentunya membutuhkan anggaran biaya yang cukup besar dalam pendirian satuan pendidikan. Perlu menjadi perhatian bagi pemerintah tentang pendidikan inklusi yaitu membaurkan ABK dengan anak lain tanpa diskriminasi, seperti tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 11 ayat 1 adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Sebaiknya pemerintah lakukan dalam keterbatasan SLB dan cara menjalankan undang-undang tersebut yaitu memberdayakan terlebih dahulu peran SLB sebagai calon pendamping sekolah inklusi 3
10 pada sekolah umum melalui pendidikan inklusi. Pendidikan ini dilakukan karena jumlah sekolah di Indonesia bisa memfasilitasi semua ABK yang diperkirakan 4,2 juta jiwa tersebut. Jumlah lembaga pendidikan yaitu TK : lembaga, SD : lembaga, MI : lembaga, SMP : lembaga, MTs : , SMA : lembaga, MA : lembaga, dan SMK : lembaga (Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai tahun 2014, dikutip dan dipublikasikan oleh Statistik Indonesia tahun 2016). Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa besarnya lembaga pendidikan secara keseluruhan sebanyak lembaga, hal ini perlu dioptimalkan jika ada sebuah sistem jaringan yang dibangun oleh pemerintah. Dalam hal ini penulis menawarkan sistem jaringan pengimbas terimbas dengan mengadopsi cara multi level marketing sebagai solusi pendidikan inklusi secara masif. Menurut Kamus Bahasa Online pengimbas berarti perolehan sesuatu sebagai akibat pengaruh sesuatu yang lain, maka yang menjadi sekolah pengimbas diperoleh dari pembinaan pihak yang dilatih pemerintah. Dari definisi akan sistem jaringan pengimbas terimbas maka ada 4 tahap kerja yang harus dilakukan dalam mengoptimalkan pendidikan inklusi tersebut yaitu tahap pelatihan (trainer), tahap pembinaan (contruction), tahap pengembangan (expantion) dan tahap peleburan (smelter). 1. Tahap pelatihan (trainer) Tahap pelatihan merupakan langkah awal dalam proses sistem jaringan pengimbas terimbas. Tahap pelatihan ini dikhususkan untuk Kepala SLB yang disiapkan sebagai Pendamping Sekolah Inklusi. Materi yang diajarkan dalam tahap 4
11 pelatihan ini terutama pada merubah struktur organisasi disekolah (restruktusisasi organisasi) yaitu penambahan LPK pada bidang kurikulum. Materi tentang penyusunan proposal bantuan sekolah inklusi yaitu sarana belajar ABK juga tidak kalah pentingnya diajarkan, hal ini agar bantuan bisa tepat sasaran. Contoh bantuan buku atau panduan huruf braile untuk mendampingi ABK yang tunanetra, bantuan buku atau panduan bahasa isyarat untuk ABK yang tunarungu dan seterusnya. Selebihnya materi tentang pendidikan inklusi, pengenalan ABK, Kebijakan Ditjen dan lain-lain juga diberikan tergantung dari kebutuhan dan waktu pelaksanaan. STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH INKLUSI Komite Kepala Sekolah Kepala TU Waka Kurikulum Waka Kesiswaan Waka Sapras Waka Humas Tim Pengembang Kurikulum Pembina OSIS Koordinator Laboratorium PGRI Koordinator Mata Pelajaran Pembina Ektra Kurikuler Kepala Perpustakaan Kopri Tim Website Pembina Tata Tertib Koordinator Layanan Pendidikan Khusus (LPK) Petugas Kebersihan Guru Gambar 1. Contoh struktur organisasi sekolah inklusi 5
12 2. Tahap pembinaan (contruction) Tahap pembinaan dilakukan dengan 3 cara yaitu pemetaan sekolah inklusi pengimbas, pendidikan dan latihan (diklat) dan kunjungan sekolah inklusi pengimbas. Pemetaan sekolah inklusi pengimbas dipilih disetiap kecamatan, tentunya harus memperhatikan letak geografis, ketersediaan sarana dan prasana dan sumber daya manusianya. Kemudian sekolah inklusi pengimbas ini diberikan pembinaan melalui Diklat tentang Layanan Pendidikan Khusus di Sekolah Inklusi dikhususkan bagi wakasek kurikulum. Tujuan diklat diharapkan semua wakasek kurikulum mampu merumuskan kebutuhan pendidikan inklusi di lembaga sekolahnya masing-masing. Selanjutnya materi tentang guru pendamping khusus (GPK) sangat penting diajarkan dalam diklat, karena GPK memiliki tugas yaitu : 1. mendampingi /menerjemahkan dalam proses pembelajaran, 2. menyusun instrumen asesmen pendidikan khusus, 3. memberikan bimbingan secara berkesinambungan untuk anak berkebutuhan khusus, 4. memberikan konsultasi kepada orang tua yang memiliki siswa yang berkebutuhan khusus. Implementasi kehadiran GPK sangat penting dilaksanakan karena bisa membantu ABK dalam menerima pelajaran dari guru di kelas. Selain itu, hadirnya GPK sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar guru dan siswa lain dikelas tanpa terhambat dengan hadirnya ABK. 6
13 Cara terakhir dalam tahapan ini yaitu kunjungan ke sekolah pengimbas oleh pendamping sekolah inklusi. Tujuan kunjungan ini yaitu untuk membimbing (konseling) dalam proses pembentukkan LPK, seperti kurikulum berbasis LPK, program kerja sekolah inklusi pengimbas dan pembimbingan GPK. Pembinaan sekolah pengimbas tentunya melihat jumlah GPK yang disiapkan yang disesuaikan dengan jumlah kelas untuk ABK, misal SD Negeri 1 Sembawa sebagai sekolah pengimbas memiliki 3 ruang di kelas I, yaitu: 1) Kelas I.A pelayanan untuk ABK tunanetra dan tunarungu; GPK tunanetra yaitu Adenarisuji, S.Pd. dan GPK tunarungu Mia Trianza, S.Pd. 2) Kelas I.B pelayanan untuk ABK tunagrahita dan tunadaksa; GPK tunagrahita yaitu Dwi Maharani, S.Pd. SD dan GPK tunadaksa Ayu Andira, S.Pd. 3) Kelas I.C pelayanan untuk ABK tunalaras dan cacat ganda; GPK tunalaras yaitu Harun Al Rasyid, S.Pd. SD dan GPK cacat ganda Emilda Sriwahyuningsih, S.Pd. 3. Tahap pengembangan (expantion) Tahap pengembangan dilakukan setelah sekolah pengimbas sudah melaksanakan pendidikan inklusi secara baik. Tugas sekolah pengimbas menjadi contoh bagi sekolah terimbas sebagai pengembangan pendidikan inklusi secara masif. Perlu diperhatikan sekolah terimbas tidak harus memiliki LPK secara keseluruhan tetapi dua atau tiga LPK sudah cukup, misal SD Negeri 1 Sembawa ini memiliki sekolah terimbas yaitu SD Negeri 2 dengan LPK tunanetra dan tunarungu, SD Negeri 3 dengan LPK tunalaras dan downsindrom, SD Negeri 4 dengan LPK tunagrahita dan tuna daksa. 7
14 Cara yang dilakukan dalam tahap pengembangan ini sama seperti dalam tahap pembinaan, akan tetapi yang perlu menjadi penekanan dalam tahap pengembangan yaitu kunjungan ke sekolah pengimbas jauh lebih banyak diberikan langsung (praktek). Tujuan kegiatan ini agar sekolah terimbas bisa langsung mencontoh cara pelaksanaan LPK dalam pendidikan inklusi disekolah. 4. Tahap peleburan (smelter) Tahap ini hanya bisa dilakukan oleh kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengubah SLB menjadi sekolah umum yaitu, TK/PAUD, SD atau SMP atau SMA inklusi percontohan. Jika ini tidak dilakukan maka pelaksanaan jaringan ini kurang sempurna dikarenakan pandangan masyarakat jika ABK hanya bisa menuntut di SLB saja. Untuk itu yang perlu menjadi perhatian pemerintah sebelum melebur SLB menjadi sekolah umum yaitu: 1. Sekolah pengimbas dan terimbas menjalankan LPK dengan baik; 2. Keberadaan sekolah-sekolah inklusi sudah tersosialisasi di masyarakat secara luas; 3. Kesiapan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di SLB untuk menjalankan kurikulum sekolah umum. 8
15 SISTEM JARINGAN PENGIMBAS TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI Sekolah Pengimbas TK Negeri 1 Sembawa Sekolah Terimbas TK N 2 Sembawa LPK Tunanetra LPK Tunarungu TK N 3 Sembawa LPK Tunalaras LPK DS 1 Tahap Trainer Kepala SLB Melatih Pemerintah Merubah SLB menjadi TK/PAUD/SD/SMP/SMA /SMK Inklusi Percontohan Membina 2 Tahap Construction SD N 1: Mariana 3 Tahap Expantion SMP N 1: Sungsang Mencontoh TK N 4 Sembawa LPK Tunagrahita LPK Tunadaksa SD N 2 Mariana LPK Tunanetra LPK Tunarungu SD N 3 Mariana LPK Tunalaras LPK DS SD N 4 Mariana LPK Tunagrahita LPK Tunadaksa SMP N 2 Sungsang LPK Tunanetra LPK Tunarungu SMP N 3 Sungsang LPK Tunalaras LPK DS SMP N 4 Sungsang LPK Tunagrahita LPK Tunadaksa 4 Tahap Smelter Keterangan : LPK : Layanan Pendidikan Khusus DS : Down Sindrom SMA N 1: BA III Berjalan Baik SMA N 2 BA III LPK Tunanetra LPK Tunarungu SMA N 3 BA III LPK Tunalaras LPK DS SMA N 4 BA III LPK Tunagrahita LPK Tunadaksa Gambar 2. Contoh alur sekolah pengimbas-terimbas dalam pendidikan inklusi 9
16 IV. KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mengikuti pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Prinsip inklusi ini yaitu membaurkan ABK dengan anak normal tanpa dikelompokkan menjadi satu (segresi). Pendidikan inklusi merupakan solusi terbaik untuk mengatasi keterbatasan SLB yang ada saat ini yaitu lembaga. Sedangkan jumlah ABK diperkirakan 4,2 juta jiwa harus membutuhkan lembaga SLB jika jumlah 12 rombel. Berarti masih lembaga SLB lagi dan tentunya membutuhkan anggaran biaya yang cukup besar dalam pendirian satuan pendidikan tersebut. Sistem jaringan pengimbas terimbas dibangun dengan mengadopsi cara multi level marketing sebagai solusi pendidikan inklusi secara masif dengan pendekatan sekolah umum yaitu TK/PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK. Ada 4 tahap kerja yang harus dilakukan dalam sistem jaringan ini agar bisa berjalan baik, yaitu: 1. tahap pelatihan (trainer); Kepala SLB disiapkan sebagai Pendamping Sekolah Inklusi, 2. pembinaan (contruction); pemetaan sekolah inklusi pengimbas, diklat dan kunjungan sekolah inklusi pengimbas, 3. tahap pengembangan (expantion); sekolah terimbas mencontoh sekolah pengimbas. 4. tahap peleburan (smelter); kebijakan pemerintah mengubah SLB menjadi sekolah umum. 10
17 Jika tahapan-tahapan ini dilaksanakan dengan baik maka harapan penulis, yaitu : 1. Seluruh sekolah pengimbas dan terimbas bisa melaksanakan pendidikan inklusi, 2. Ada kebijakan pemerintah tentang perubahan SLB agar menjadi sekolah inklusi percontohan seperti, TK/PAUD, SD atau SMP atau SMA/SMK, dan 3. Seluruh ABK bisa dijumpai dan belajar disekolah-sekolah umum tanpa dikelompokkan pada satu tempat (segresi) yaitu SLB. 11
18 DAFTAR PUSTAKA Anonimus Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sesneg RI. Anonimus Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB) 2015/2016. Jakarta : Kemdikbud Mudjito, dkk Pendidikan Inklusif. Jakarta : Baduose Media. 12
19 LAMPIRAN 13
20 14
21 KTP PENULIS NPWP PENULIS 15
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinci2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciSeminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok
Lebih terperinciPERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI
PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI Naskah Penulisan Karya ilmiah pada symposium Guru dan Tenaga Kependidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id
Lebih terperinciTINJAUAN MATA KULIAH...
iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: HAKIKAT PENDIDIKAN KHUSUS 1.1 Definisi dan Jenis Kebutuhan Khusus... 1.3 Latihan... 1.15 Rangkuman... 1.16 Tes Formatif 1..... 1.17 Penyebab dan Dampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciP 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta
P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada seluruh anak untuk memperoleh layanan pendidikan tanpa adanya diskriminasi, yaitu pendidikan
Lebih terperinciMENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART
MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA
f, b~.,( (/ GUBERNUR ACEH '--..--- L Menimbang Mengingat PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA GUBERNURACEH, a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS
1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia bermacam-macam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkomunikasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi semua orang. Banyak orang yang menganggap bahwa berkomunikasi itu suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Namun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pendidikan adalah hak bagi setiap anak, termasuk anak dengan disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya. Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk
Lebih terperinciPENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD
PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD Oleh : Nelti Rizka, S.Tr.Keb PAUD Terpadu Mutiara Bunda Bangkinang Kab.Kampar Provinsi Riau Emai: neltrizka@gmail.com
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN
SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciPENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Muhamad Afandi, S.Pd., M.Pd Galuh Tri Wahyudi, S.Pd Pengantar: Prof. Dr. H. Gunarto, M.Hum PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENERBIT UNISSULA Press 2013 i Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah
BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non
Lebih terperinciPENGUMUMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MELALUI JALUR OFFLINE DAN ONLINE Nomor: 425/464/ /2018 TAHUN PELAJARAN 2018/2019
PENGUMUMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MELALUI JALUR OFFLINE DAN ONLINE Nomor: 425/464/101.6.11.10/2018 TAHUN PELAJARAN 2018/2019 I. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt
jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA TASIKMALAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini merupakan sebuah kewajiban negara dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 dan NOMOR 6 TAHUN 2007 Tentang PELAKSANAAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 dan NOMOR 6 TAHUN 2007 Tentang PELAKSANAAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN Jadwal Pelaksanaan Kurikulum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciSIMPOSIUM GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN ARTIKEL PELAN TAPI PASTI MELAYANI PENDIDIKAN INKLUSIF TIADA HENTI
SIMPOSIUM GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN ARTIKEL PELAN TAPI PASTI MELAYANI PENDIDIKAN INKLUSIF TIADA HENTI ( Praktek Terbaik Pelayanan Pendidikan Inklusif Di sekolah Umum Sejak Tahun 2007 Di Kabupaten Boalemo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Sebagai dampak berkembangnya suatu organisasi dan teknologi, menyebabkan pekerjaan manajemen pendidikan semakin kompleks.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class merupakan salah satu terobosan besar yang dicetuskan di dunia pendidikan. Hal ini karena
Lebih terperinciGAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2016 GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF
Lebih terperinciARTIKEL OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
ARTIKEL OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN OLEH FAIZAH ABDIAH, S.Pd OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARBARU PENGANTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat ini, termasuk dinegara kita Indonesia. Pendidikan di Indonesia disebutkan dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pra syarat untuk mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah
Lebih terperinciImplementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017
Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul Tahun 2017 Oleh: Naleka Usadhi (13144300040) Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik
Lebih terperinciKISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK
KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK Kompetensi Inti Guru (Standar Kompetensi) 1. Menguasai karakteristik peserta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam melaksanakan tugas belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga menjadi kebiasaan. Dalam pendidikan keberhasilan
Lebih terperinciWALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE
WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah
Lebih terperincipenyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara
GUBERNUR BENGKULU PERATURAN GUBERNUR PROVINSI BENGKULU NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEI{YELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006 Tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; dan Permendiknas No. 23 Tahun
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 57 TAHUN : 2012 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 57 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BATANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BATANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS
PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
Lebih terperinciLandasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas
PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS
PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh
Lebih terperinciD S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A
UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciSUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) RINGAN MELALUI PEMBELAJARAAN KOOPERATIF SETTING INKLUSIF SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri Abstrak: Salah satu masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek
144 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek budaya, aspek kebijakan, dan aspek praktik yang digunakan sebagai tolak ukur keterlaksanannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS, PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DAN/ATAU PEMBELAJARAN LAYANAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN TINGGI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA
Lebih terperinciAdaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.
Adaptif Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Pelatihan Adaptif Program latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kejadian diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sering kali terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah
141 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang digunakan di SMPN 9 dan SMPN 10 Metro untuk anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen pokok bagi kehihupan manusia. Hak atas pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,
Lebih terperinciBagaimana? Apa? Mengapa?
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,
Lebih terperinciLAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA
LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA DISUSUN OLEH : Chrisbi Adi Ibnu Gurinda Didik Eko Saputro Suci Novira Aditiani (K2311013) (K2311018) (K2311074) PENDIDIKAN FISIKA A 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1119 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No. 067261 MEDAN MARELAN Dahniar Harahap* 1 dan Nina Hastina 2 1,2) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan,
Lebih terperinci2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Menurut Syahidin (2009, hlm. 19) manusia yang terlahir diciptakan oleh Allāh yang salah satu tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai khalīfaħ di muka bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG
1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 20172016 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS, SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, SEKOLAH MENENGAH ATAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti anak dengan hambatan penglihatan, anak
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR
Lebih terperinci