THE DEVELOPMENT DIRECTION OF PEDESTRIAN-FRIENDLY TAMALANREA HIGHER EDUCATION DISTRICT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "THE DEVELOPMENT DIRECTION OF PEDESTRIAN-FRIENDLY TAMALANREA HIGHER EDUCATION DISTRICT"

Transkripsi

1 THE DEVELOPMENT DIRECTION OF PEDESTRIAN-FRIENDLY TAMALANREA HIGHER EDUCATION DISTRICT (Case Study: Tello Bridge Bumi Tamalanrea Permai Residence, Makassar) Agnes Melinda, Ananto Yudono, Ihsan Hasanuddin University, Indonesia ABSTRACT Every activity always begin and finish by walk. Tamalanrea Higher Education District consists of education facilities supported by supporting facilities and lies along arterial, collector, and neighborhood road. However, it doesn t supported by availability of adequate pedestrian path. This research identifies the reason of society who don t walk as far as 400 meters (short distance), pedestrian path pattern, and its existing condition. The literature review compares the acceptable walking distance with the walking distance existing that can be reached by society, ideal condition with existing condition of road and pedestrian path and also pedestrian activity in 3 observation segment (segment I, III, and VII). Correlation analysis of walking distance with transportation modes election based on weather and destination and also map overlay analysis (GIS) explain the reason of society who don t walk for distance 400 meters and describe existing condition of road and sidewalk. Sample taking randomly (Cluster Random Sampling). Analysis result shows correlation between walking distance with transportation modes election based on bad weather (sweltering and/ rain) that its road and path existing condition give a considerable influence. Pedestrian path development in this district is the main thing to create pedestrian-friendly district, can realizes the synergic and solid space system each other, also encourages the environmental friendly activity. The roads need to be designed to create the safety for all road users and create the comfort and the convenience so that pedestrian will be able to walk as far as > 400 meters. Another way to create the pedestrian-friendly path is decrease the motor vehicle usage for short distance. Keywords: Tamalanrea Higher Education District, Pedestrian Friendly, pedestrian path, Traffic Generator A. PENDAHULUAN Pejalan kaki merupakan alat transportasi yang menghubungkan kawasan perdagangan, budaya, permukiman yang menciptakan lingkungan kota yang manusiawi (Gideon, Giovany [1997]). Setiap orang termasuk penduduk Indonesia adalah pejalan kaki dan berhak untuk menikmati fasilitas pejalan kaki yang layak karena setiap kegiatan yang dilakukan selalu diawali dan diakhiri dengan berjalan kaki. Penyediaan jalur pejalan kaki hampir tidak ditemukan terutama pada sarana-sarana yang ada pada Kawasan Pendidikan Tinggi Tamalanrea, baik di sepanjang koridor jalan arteri maupun lingkungan, sehingga pejalan kaki terpaksa menggunakan bahu jalan sebagai tempat untuk berjalan kaki. Hal 1 P a g e

2 ini bertentangan dengan fungsi bahu jalan sebenarnya yaitu tidak diperuntukkan bagi pejalan kaki tetapi sebagai tempat pemberhentian sementara kendaraan atau pada saat darurat bagi kendaraan ambulans sehingga menyebabkan rendahnya tingkat perjalanan pejalan kaki untuk jarak pendek (berjarak 400 m). Oleh karena itu, perlu diidentifikasi alasan masyarakat tidak berjalan kaki untuk jarak 400 m ke tujuan (destination), menemukenali pola jalur/pathway yang dilewati para pejalan kaki di kawasan ini dan mengidentifikasi kondisi eksisting jalur pejalan kaki tersebut dan output yang diharapkan yaitu menyusun arahan pengembangan sebagai solusi permasalahan sehingga tercipta pengoptimalisasian pedestrian dan masyarakat dapat merasa aman, nyaman, dan lancar dalam berjalan kaki di KPT Tamalanrea, Makassar. B. STUDI KEPUSTAKAAN 1. Jarak Tempuh yang Nyaman dalam Berjalan Kaki dan Penyebab Rendahnya Tingkat Perjalanan Pejalan Kaki Jarak tempuh pejalan kaki sangat pendek yaitu < 500 m (Burke & Brown [2007]). Jarak tempuh pejalan kaki yaitu antara 400 m m (Llewelyn- Davies [1992]. Jarak tempuh yang nyaman yaitu (Departemen Perhubungan Dirjen Perhubungan Darat, 1996): a) Perletakan fasilitas, taman-taman umum, dan area yang menjadi tujuan pejalan kaki maksimal berjarak 400 meter dari tempat asal pejalan kaki. b) Perancangan tapak ditentukan maksimal berjarak 90 meter dari tempat parkir dan pintu masuk ke bangunan. Tempat penyeberangan jalan lebih efektif bila diletakkan tiap jarak 120 sampai 180 meter di area pejalan kaki. c) Jarak tempuh pejalan kaki ke Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU) sekitar 300 meter dan ke tempat parkir kurang lebih 535 meter. Dalam Pedestrian & Streetscape Guide by The Georgia Department of Transportation, 2003, terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan rendahnya tingkat perjalanan pejalan kaki yaitu: a) Kurangnya penyediaan jalur pejalan kaki, b) Jalur pejalan kaki yang tidak terhubung dari lokasi asal-tujuan, c) Pencahayaan yang kurang baik pada jalur pejalan kaki, d) Cuaca yang buruk. 2. Tinjauan Jalan a. Definisi Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciriciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efektif. Jalan Kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan kendaraan rata-rata sedang, dengan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan Lokal, yaitu melayani angkutan setempat, dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan 2 P a g e

3 rata-rata rendah, serta jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan Lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. Gambar 1. Hierarki Pengguna Jalan. Sumber : Komponen Transportasi Perkotaan Pejalan kaki. Dinas Perhubungan, giz b. Geometrik Jalan Tujuan perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan. 1) Bahu Jalan Merupakan jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai: a) Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaran yang mogok atau yang sekadar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat. b) Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat-saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan. c) Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan. d) Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping. e) Ruang pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat, dan penimbunan bahan material). f) Ruangan untuk lintasan kendaraankendaraan patroli, ambulans, yang sangat dibutuhkan pada kendaraan darurat seperti terjadina kecelakaan. 2) Trotoar Merupakan jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki. Untuk keamanan pejalan kaki harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kerb. c. Konsep Daya Hidup Jalan (Livable Street) Daya hidup sebuah jalan (livable streets) merupakan sebuah jalan yang dirancang untuk memungkinkan perjalanan yang aman dan nyaman oleh semua pengguna, termasuk kendaraan bermotor, pejalan kaki (termasuk para penyandang cacat), kendaraan angkutan, dan pengendara sepeda. Kriteria jalan yang layak sebagai ruang public (livable street): Memiliki kehidupan, yaitu keanekaragaman aktivitas publik. Memiliki banyak sirkulasi pergerakan didalamnya, yaitu dalam penggunaan jalur pedestrian. Terdapat interaksi sosial antar sesama. Mendorong terciptanya aktivitas ramah lingkungan, seperti banyaknya pengguna yang berjalan kaki, menggunakan sepeda, ataupun terdapatnya jalur hijau, dalam rangka mengurangi tingginya arus lalu-lintas kendaraan bermotor dan polusi udara. Memiliki unsur keamanan bagi para penggunanya. Memiliki jalur pedestrian, jalur sepeda, titik transit kendaraan umum, dan jalur kendaraan 3 P a g e

4 bermotor yang sesuai pada komposisi seharusnya. d. Konsep Living Street Merupakan konsep yang merancang/menata jalan untuk kepentingan pejalan kaki dan pesepeda dan berfungsi sebagai ruang social dimana masyarakat dapat saling bertemu dan anak-anak dapat bermain secara bebas dan aman. Jalan ini juga dapat dimanfaatkan oleh pengguna kendaraan bermotor, namun jalan ini didesain untuk mengurangi kecepatan dan konflik antara kendaraan dan pejalan kaki maupun pesepeda. Hal ini serupa dengan pendekatan share space. Parkir juga memiliki ruang pada jalan ini berupa teluk parkir yang didesain di sepanjang jalan ini. Mobil dibatasi pada kecepatan yang tidak mengganggu pengguna jalan lainnya (biasanya didefinisikan sebagai kecepatan pejalan kaki). Untuk membuat kecepatan rendah secara alami, jalan biasanya diatur sehingga mobil tidak bisa mengemudi dalam garis lurus untuk jarak yang signifikan, misalnya dengan menempatkan jalur hijau di tepi jalan, bergantian di sisi lain jalan, terdapat ruang parkir di atau melengkung jalan sendiri, traffic calming juga digunakan. 3. Pejalan Kaki a. Definisi Istilah pejalan kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Latin yaitu pedesterpedestris yaitu orang yang berjalan kaki atau pejalan kaki. Berikut ini beberapa definisi mengenai pejalan kaki: 1) Pedestrian juga berasal dari kata Pedos bahasa Yunani yang berarti kaki sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. 2) Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein, 1992). 3) Pejalan kaki memiliki kecepatan yang rendah, mengoptimalkan pengamatan lingkungan sekitar dan objek secara detail serta mudah menyadari lingkungan sekitar (Amos Rapoport, 1977). b. Peran/Fungsi Menurut Hamid Shrivani, 1985, peran atau fungsi pejalan kaki yaitu : 1) Vitalitas ruang perkotan 2) Mengurangi frekuensi pemakaian kendaraan bermotor di pusat-pusat kota 3) Daya tarik pergerakan ke kawasan pusat kota 4) Menciptakan suasana ruang yang berskala manusia 5) Mendorong berkembangnya bisnis retail 6) Menciptakan udara yang bersih, bebas dari polusi c. Kategori Pejalan Kaki Menurut Rubenstein, 1987, kategori pejalan kaki terbagi menjadi dua yaitu sarana perjalanan dan kepentingan perjalanan. Kategori pejalan kaki berdasarakan sarana perjalanan terdiri dari: 1) Pejalan kaki penuh. Mereka yang bergantung sepenuhnya dengan moda jalan kaki dari tempat asal hinga tempat tujuan. 2) Pejalan kaki pemakai kendaraan umum. Moda jalan kaki sebagai moda antara (asal-terminal, jalur perpindaham route, pemberhentian umum- ke akhir). 3) Pejalan kaki pemakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Pejalan kaki sebagai moda antara (dari tempat parkir-tujuan akhir). 4 P a g e

5 4) Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh. Berjalan kaki dari tempat parkir- ke tempat tujuan. Sedangkan kategori pejalan kaki berdasarkan kepentingan perjalanan terdiri dari: 1) Perjalanan terminal, perjalanan yang dilakukan antara asal dengan area transportasi, misalnya : tempat parkir, halte bus dan sebagainya. 2) Perjalanan fungsional, perjalanan untuk mencapai tujuan tertentu, dari atau ke tempat kerja, sekolah, belanja, dan lain-lain. 3) Perjalanan rekreasional, perjalanan yang dilakukan dalam rangka mengisi waktu luang, misalnya menikmati pemandangan. d. Sirkulasi Pejalan Kaki Kelancaran sirkulasi bagi pejalan kaki dan keselamatan dari ancaman kecelakaan oleh kendaraan merupakan salah satu tujuan utama. Metode untuk mengurangi konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan adalah: 1) Sistem penyekat waktu adalah pemisah kedua jalur pada jam tertentu. Dapat menggunakan rambu-rambu lalu lintas sebagai alat bantu 2) Sistem penyekat ruang di antara keduanya adalah pemisah kedua jalur tersebut. Dapat menggunakan jembatan penyeberangan di atas jalan atau di bawah permukaan tanah e. Kebutuhan dan Faktor Pendukung Pejalan Kaki Menurut Richard K. Untermann, 1984, terdapat beberapa faktor pendukung pejalan kaki yaitu: 1) Safety/keamanan. Keamanan pedestrian dan kecelakaan dan gangguan-gangguan khusus oleh kendaraan umum yang merupakan penyebab utama banyak kecelakaan pedestrian. 2) Convenience/sesuai. Karakteristik perjalanan pedestrian yang sesuai bergantung kepada sistem perjalanan yang langsung directnes, kontinuitas, serta ketersediaan jalur pedestrian. 3) Plesure/nyaman. Kenyamanan berjalan dapat ditingkatkan dengan menempatkan jenis perlindungan/protection, coherence, keamanan/security, serta 4) Daya tarik/interest. Salah satu contoh untuk meningkatkan perlindungan terhadap gangguan iklim seperti panas, hujan, dapat ditingkatkan dengan penempatan overhangs, arcade, maupun tempattempat perhentian bus yang sesuai. Evaluasi level of service pejalan kaki oleh Gallin dilakukan dengan memberikan pembobotan angka/skor di setiap kategori mulai dari angka 0 (nol) sampai 4 (empat) dimana angka terbaik yaitu 4 (empat), dengan : 0 = Buruk (BU) 1 = Tidak Baik (TB) 2 = Kurang Baik (KB) 3 = Baik (B) 4 = Sangat Baik (SB) Gambar 2. LOS Pejalan kaki oleh Gallin. Sumber : Steve Abbey. Walking Scope 5 P a g e

6 f. Karakteristik Ramah Pejalan Kaki Kriteria ramah pejalan kaki yaitu ketersediaan jalur (The presence or absence and quality of footpaths/sidewalks) dan Kondisi Lalu Lintas dan Jalan (Traffic and Road Condition). Dalam handbook Georgia Department of Transportation dalam Pedestrian & Streetscape Guide. 2003, suatu wilayah dikatakan ramah pejalan kaki apabila: 1) Coordination between jurisdictions, 2) Linkages to a variety of land use/regional connectivity, 3) Continuous system/connectivity, 4) Shortened-trips & Convenient access, 5) Continuous separation from traffic, 6) Pedestrian supportive land use pattern. 7) Well-functioning facilities, 8) Designated space., 9) Security & Visibility, 10) Automobile isn t the only consideration, 11) Neighborhood traffic calming, 12) Accessible & appropriately located transit, 13) Lively public spaces, 14) Character, 15) Scenic opportunities, 16) Pedestrian furnishings, 17) Street trees & landscaping, 18) Design requirements, 19) Proper maintenance. g. Fasilitas Pejalan Kaki 1) Jalur Pejalan Kaki Dalam Pedoman Teknik Persyaratan Aksesibilitas Pada Jalan Umum tahun 1999 jalur pejalan kaki diperuntukkan bagi pejalan kaki, berkursi roda dan penyandang cacat, para lansia, dan tuna netra serta dirancang berdasarkan kebutuhan ruang minimum untuk bergerak aman, bebas, dan tak terhalang. Adapun ketentuan lokasi jalur pejalan kaki dalam Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan Tahun 1995 yaitu: a) Harus dipasang pada lokasi-lokasi yang memberikan manfaat yang maksimal, baik dari segi keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya. b) Tingkat kepadatan pejalan kaki, atau jumlah konflik dengan kendaraan dan jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar dalam pemilihan fasilitas pejalan kaki yang memadai. c) Pada lokasi-lokasi/kawasan yang terdapat sarana dan prasarana umum. d) Dapat ditempatkan di sepanjang jalan atau pada suatu kawasan yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas serta memenuhi syarat-syarat atau ketentuan- ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. Tempat-tempat tersebut antara lain daerah-daerah industry, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, sekolah, terminal bus, perumahan, pusat hiburan. Fungsi jalur pejalan kaki di sepanjang jalan arteri menurut Untermann (1984), berfungsi sebagai: a) Penghubung seluruh fasilitas umum dan sosial seperti sekolah, taman, rumah ibadah, dan lain-lain yang menjadi daya tarik pejalan kaki. b) Penghubung seluruh layanan masyarakat diantaranya termasuk pusat perbelanjaan, perkantoran, dan pusat hiburan atau rekreasi. c) Penghubung seluruh tempat yang menarik dan menyenangkan, misalnya pemandangan, hutan, pantai, bila ada. Keragaman dan kegiatan bisnis atau rekreasi harus merupakan bagian yang terintegrasi dengan baik dengan jalur pejalan kaki. Beberapa jenis jalur pejalan kaki yaitu: 6 P a g e

7 a) Trotoar. Trotoar dapat dipasang dengan ketentuan sebagai berikut : Ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas, dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan. Ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di atas saluran drainase yang telah ditutup dengan plat beton yang memenuhi syarat. Pada pemberhentian bus harus ditempatkan berdampingan /sejajar dengan jalur bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau di belakang Halte. Tinggi minimum kerb (pembatas jalur pejalan kaki dengan kendaraan) 0,15 meter (Pedoman Teknik Persyaratan Aksesibilitas Pada Jalan Umum Tahun 1999). b) Zebra Cross, dipasang dengan ketentuan sebagai berikut : Harus dipasang pada jalan dengan arus lalu lintas, kecepatan lalu lintas dan arus pejalan kaki yang relatif rendah. Mempunyai jarak pandang yang cukup, agar tundaan kendaraan yang diakibatkan oleh penggunaan fasilitas penyeberangan masih dalam batas yang aman. c) Pelican Cross, harus dipasang pada lokasi-lokasi sebagai berikut : Pada kecepatan lalu lintas kendaraan dan arus penyeberang tinggi. Lokasi pelikan dipasang pada jalan dekat persimpangan. Pada persimpangan dengan lampu lalu lintas, dimana pelican cross dapat dipasang menjadi satu kesatuan dengan rambu lalu lintas (traffic signal). d) Jembatan Penyeberangan. Pembangunan disarankan memenuhi ketentuan sebagai berikut: Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan Zebra Cross dan Pelikan Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada. Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggi. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang tinggi. e) Terowongan. Pembangunan terowongan disarankan memenuhi persyaratan sebagai berikut : Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan Zebra Cross dan Pelikan Cross serta Jembatan penyeberangan tidak memungkinkan untuk dipakai. Bila kondisi lahannya memungkinkan untuk dibangunnya terowongan. Arus lalu lintas dan arus pejalan kaki cukup tinggi. d) Non Trotoar. Fasilitas pejalan kaki ini bila menjadi satu kesatuan dengan trotoar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Elevasinya harus sama atau bentuk pertemuannya harus dibuat sedemikan rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. 2) Pelengkap Jalur Pejalan Kaki Berikut ini merupakan pelengkap fasilitas jalur pejalan kaki: a) Lapak Tunggu. b) Rambu c) Marka d) Lampu lalu lintas e) Bangunan Pelengkap. C. METODE PENELITIAN Proses penelitian ini terdiri dari pengumpulan data, penyusunan data, dan analisis data. Output penelitian ini 7 P a g e

8 berupa kesimpulan dan rekomendasi untuk arahan pengembangan. Pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian lapangan/survey, dilakukan dengan mengunjungi langsung lokasi penelitian (Jalan Perintis Kemerdekaan Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar). Berdasarkan tujuan, berupa penelitian terapan yang diarahkan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.berdasarkan metode, berupa penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sample yang diambil dari populasi tersebut. Penelitian untuk mengungkapkan alasan masyarakat tidak berjalan kaki untuk jarak pendek ( 400 meter). Menurut tingkat explanasinya, merupakan: o Penelitian deskriptif, mengungkapkan alasan masyarakat tidak berjalan kaki pada jarak 400 m dan mendeskripsikan kondisi eksisting jalur pejalan kaki di lokasi penelitian. o Penelitian asosiatif, untuk mengetahui hubungan antara pejalan kaki dengan ruas jalan, hubungan antara alasan tidak berjalan kaki dengan kondisi eksisting jalur pejalan kaki di lokasi penelitian. Menurut jenis data dan analisis, merupakan penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Lokasi survey penelitian skripsi ini secara umum terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan jarak 400 m (jarak tempuh yang nyaman bagi pejalan kaki). Adapun segmen yang terpilih mewakili 8 (delapan) segmen yang ada yaitu segmen I (Café Bambu Kuning-RM. Ayam Penyet Ria), segmen III (UIM- Toko Abdi Agung), dan segmen VII (Masjid Kaveleri-Masjid Univ. Cokro). Pengumpulan data yang dilakukan terdiri dari: Data primer berupa: - Hasil observasi lapangan jumlah pejalan kaki yang dilihat dari perilaku pejalan kaki, observasi jalur pejalan kaki dan bahu jalan serta hambatan samping - Wawancara pada responden dengan menggunakan angket sebagai alat analisis. Data-data yang dibutuhkan adalah tujuan dan frekuensi perjalanan pejalan kaki, jarak berjalan kaki, pilihan moda transportasi, dan sosial kependudukan. Data sekunder yaitu Laporan akhir RTRW Kota Makassar, data kecelakaan lalu lintas, dan data demografi penduduk Kecamatan Tamalanrea. Sampling data penelitian ini berupa probability sampling menggunakan teknik cluster random sampling dengan cara pengelompokkan responden berdasarkan kelurahan. Gambar 3. Peta Pembagian Segmen Pengamatan. Sumber : ArGIS oleh Peneliti a) Tahapan Teknik Cluster Random Tahap pertama: Dari semua kelompok anggota populasi (8 segmen pengamatan), hanya dipilih beberapa kelompok sebagai sampel daerah dalam hal ini 3 segmen pengamatan terpilih yaitu segmen I, segmen III, dan segmen VII. 8 P a g e

9 Pemilihan didasari oleh keterwakilan dari 8 segmen yang ada dimana dari 8 segmen tersebut dilihat yang memiliki karakteristik yang sama sehingga terpilihlah 3 segmen tersebut. Tahap kedua: dari beberapa kelompok sampel 3 segmen pengamatan tersebut, ditetapkan responden-responden (individu) mana yang menjadi sampel (secara acak) berdasarkan jarak 400 m atau jarak terdekat dari jalan utama suatu lingkungan perumahan (asal pergerakan). b) Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pejalan kaki dan ruas jalan. Jumlah populasi penduduk yang diketahui yaitu orang c) Sample Dengan: s = Jumlah sample N = Jumlah populasi λ2 = Chi Kuadrat, dengan dk = 1, taraf kesalahan 1%, 5% dan 10% d = 0,05 P = Q = 0,5 ( ) ( ) ( ) Dengan menggunakan rumus oleh Issac dan Michael, diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang dengan 47 di kelurahan Tamalanrea Indah dan 53 di Kelurahan Tamalanrea Jaya yang dimana sampel ini akan digunakan untuk mencari jumlah responden dari wawancara dengan menggunakan angket. d) Variabel. Terdiri dari variabel terikat dan bebas berdasarkan objek riset. Tujuan Riset Obje k Variabel Instr ume Teknik Analisi Teridenti fikasinya alasan masyara kat KPT Tamalan rea tidak menggu nakan moda berjalan kaki untuk mengaks es area yang jaraknya 400m. Menemu kenali pola, kondisi eksisting jalur pejalan kaki, kondisi penamp ang melintan g jalan (Bahu Jalan & Trotoar), LOS Pejalan kaki. Riset Peng guna Jalan (Pejal an kaki) Ruas Jalan Je nis Y X Y X Variabel Pilihan jenis moda (Ordinal) Jarak Berjalan (Ratio) Frekuensi Perjalanan (Ratio) Usia (Rasio) Jenis Kelamin Kepemilik an kendaraan (Ordinal) Pekerjaan Cuaca (Ordinal) Tujuan Perjalanan Pembangk it Lalu Lintas Jumlah pejalan kaki (Rasio) Perilaku Pejalan Kaki Keamanan (Ordinal) Lebar Trotoar (Ratio) Elemen Material Elemen Material Penyanda ng Cacat Fasilitas Pejalan Kaki Keterhubu ngan (Ordinal) Lebar Bahu nt Angk et Angk et Angk et+ obser vasi Alat tulis + Cam era Angk et + Obse rvasi Alat ukur (mete ran) Obse rvasi Alat ukur s Korelasi Deskript if Korelasi Deskript if Deskript if, Overlay peta (GIS), Analisis Visual Deskript if Overlay Peta (GIS), Deskript if 9 P a g e

10 Tujuan Riset Obje k Riset Je nis Variabel Variabel Jalan (Ratio) Perkerasa n Bahu Jalan Hambatan samping Trotoar dan Bahu Jalan Instr ume nt (mete ran ) Angk et + obser vasi Obse rvasi Tabel 1. Variabel Penelitian. Sumber : Hasil Analisis Peneliti Teknik Analisi s Teknik analisis penelitian yang dilakukan sesuai dengan tahapan penelitian yaitu: Langkah pertama: wawancara dan observasi awal, menjelaskan secara umum gambaran umum lokasi penelitian Langkah kedua: mengidentifikasi alasan masyarakat tidak berjalan kaki dan pilihan moda untuk jarak 400 m. Teknik analisis korelasi. Langkah ketiga: melakukan Plotting area asal-tujuan (Origin-Destination) pergerakan pejalan kaki sehingga diperoleh pola jalur pejalan kaki untuk jarak 400 m. Teknik analisis Overlay Peta (GIS). Langkah keempat: mengidentifikasi kondisi eksisting jalur pejalan kaki dan bahu Jalan. Teknik analisis deskriptif. Langkah kelima: melakukan Mapping eksisting pola jalur pejalan kaki, LOS Pedestrian, sidewalk coverage, vehicle-pedestrian Collisions. Teknik analisis Overlay Peta (GIS) dan visual peta, serta deskriptif. Langkah keenam: menyusun arahan pengembangan berdasarkan pendekatan, strategi pengembangan, dan acuan pengembangan yang didapat dari permasalahan dan potensi pada lokasi studi. Selanjutnya, aplikasi atau penerapan arahan disusun berdasarkan teori dan NSPK pengembangan jalur pejalan kaki terkait. Analisis korelasi dalam penelitian ini menggunakan metode pearson correlation karena skala data variabel Y yang akan dibandingkan dengan X adalah ratio. Output atau hasil dari pengembangan ini adalah arahan pengembangan jalur pejalan kaki di kawasan pendidikan tinggi Tamalanrea dengan konsep pedestrian friendly and livable street: Usulan Pengembangan jalur Pejalan kaki, dipertimbangkan berdasarkan aktivitas pada lokasi studi, Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan 1995, Kepmen Perhub Tahun /1993, karakteristik pejalan kaki (Pedestrian and Streetscape Guide by The Georgia Department of Transportation, 2003), karakteristik ramah pejalan kaki (Georgia Department of Transportation. Pedestrian & Streetscape Guide. 2003), teori pejalan kaki oleh John Fruin, 1979 & Gideon, Giovany 1997, Rubenstein, Usulan Pengembangan Penampang Melintang Jalan. Dipertimbangkan berdasarkan kondisi keamanan pejalan kaki di lokasi penelitian, konsep Livable Street, dan Living Street. D. GAMBARAN UMUM Adapun kondisi umum/rona awal dari ketiga segmen (I, III, VIII) yaitu: Masyarakat menggunakan kendaraan pada jarak pendek yaitu 400 m (automobile). Hampir tidak ditemukan jalur pejalan kaki di jalan arteri dan lingkungan perumahan. 10 P a g e

11 Bahu jalan dimanfaatkan sebagai jalur pejalan kaki. Jalur pejalan kaki yang tidak aman (rawan kecelakaan, vehicle conflict, obstruction, minimnya lampu penerangan jalan), tidak nyaman (tidak terlindung dari cuaca buruk, kurangnya fasilitas pendukung, tidak bebas genangan air), tidak berdaya tarik (lingkungan tidak menarik dan mendukung untuk berjalan kaki). E. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1) Analisis Alasan Masyarakat KPT Tamalanrea Tidak Berjalan Kaki pada Jarak 400 m. Setelah dilakukan uji korelasi antarvariabel X dan Y segmen I, jarak berjalan (Y) tidak berkorelasi dengan pilihan moda berdasarkan cuaca dan tujuan perjalanan maupun usia (X). jarak perjalanan terjauh di segmen ini adalah 355 meter yang ditempuh oleh responden usia remaja (18 tahun) dengan tujuan Tempat Pemberhentian Kendaraan Umum (TPKU) dan jarak perjalanan terpendek yaitu 273 meter juga ditempuh oleh responden usia remaja (13 tahun) dengan tujuan yang sama. Jarak yang ditempuh tergolong jarak pendek < 400 meter. tujuan terbanyak yang dituju yaitu beribadah dan TPKU untuk bersekolah. Sebanyak 63% atau 5 responden di segmen I merupakan pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh dari asal ke tujuan dan sebanyak 37% atau 3 responden merupakan pejalan kaki pemakai kendaraan umum (dari 8 responden). Alasan Tidak Berjalan Kaki Jarak 400 m Segmen I 13% 0% 37% 50% tidak terdapat fasilitas cuaca buruk Gambar 4. Diagram pie alasan responden tidak berjalan kaki untuk jarak 400 meter segmen I. Sumber. Hasil survey & analisis peneliti. Excel Identifikasi potensi dan peluang dalam pengembangan jalur pejalan kaki di segmen I: Kegiatan berjalan kaki dilakukan oleh responden usia remaja, sehingga perlu pengembangan jalur pejalan kaki yang bebas hambatan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk berjalan kaki tidak terlalu lama karena responden usia remaja pada umumnya bergerak aktif dan cepat. hal ini juga menguntungkan bagi usia tua sehingga sesuai dengan kebutuhan pejalan kaki dari segi keamanan dan kenyamanan. Faktor cuaca buruk dan kepemilikan kendaraan (seluruh responden memiliki kendaraan pribadi) membuat responden tidak berjalan kaki untuk jarak 400 meter sehingga mereka lebih memilih menggunakan kendaraan. Dengan kata lain, di segmen I diperlukan fasilitas pejalan kaki yang mendukung untuk cuaca buruk sehingga harapan ke depan fasilitas pejalan kaki lebih baik daripada fasilitas berkendara. Responden di segmen I merupakan tipe pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh (pejalan kaki yang sepenuhnya bergantung/menggunakan kendaraan pribadi) dan pejalan kaki pemakai kendaraan umum dari tempat asal (Perum. Puri Kencana Sari) ke tujuan karena walaupun jarak perjalanan terjauh yang ditempuh < 400 meter, masyarakat menggunakan kendaraan. Hasil analisis korelasi segmen III. variabel jarak berjalan (Y) berkorelasi dengan pilihan jenis moda pada saat cuaca hujan (X) dengan nilai signifikansi 0,049 (< 0,05) dan bernilai negative dengan tingkat korelasi yang lemah (- 0,0272). Jadi, responden yang menggunakan kendaraan pada saat hujan merupakan 11 P a g e

12 responden yang memiliki jarak perjalanan yang jauh (> 400 meter) di segmen III. Adapun yang menjadi asal (origin) di segmen III ini adalah Perumahan Hartaco I (Hartaco Indah), Perumahan Hartaco II, dan Jl. Perintis Kemerdekan VII. Dari hasil survey, diperoleh jarak perjalanan terjauh yaitu 649 meter yang ditempuh responden usia remaja (16 tahun) dari asal (BTN Hartaco I) menuju TPKU. Sedangkan jarak perjalanan terpendek yaitu 144 meter yang ditempuh responden usia dewasa (27 tahun) dari asal (BTN Hartaco I) menuju TPKU untuk bekerja. Sumber : Hasil Survey & Analisis Peneliti. Excel Identifikasi potensi dan peluang dalam pengembangan jalur pejalan kaki di segmen III: Jarak perjalanan berkorelasi dengan pilihan moda pada saat cuaca hujan sehingga dibutuhkan pengembangan jalur dan fasilitas pejalan kaki yang nyaman yaitu; jalur yang terlindung dari cuaca buruk (urban umbrella), dan fasilitas pendukung (Street Furniture) bagi anak-anak, remaja, dewasa, Lansia, & difable pada cuaca hujan dan panas dan lingkungan yang mendukung bagi pejalan kaki untuk berjalan. Gambar 5. Hasil Analisis Segmen III. Sumber: SPSS & interpretasi peneliti Sebanyak 26 % atau 14 orang berjalan kaki dan 74% atau 39 orang dengan rata-rata usia remaja dan dewasa tidak berjalan kaki (dari 53 responden). Sebanyak 21% atau 11 orang responden memilih untuk berjalan kaki menuju tempat ibadah (tujuan favorit) meskipun jarak > 400 meter. Persentase Alasan Tidak Berjalan 24% 49% 4% 23% tidak terdapat fasilitas cuaca buruk Gambar 6. Persentase Jumlah Pemilihan Alasan Tidak Berjalan Kaki oleh Responden Segmen III. Gambar 7. Hasil Analisis Segmen VII. Sumber : SPSS & Hasil Interpretasi Peneliti Hasil analisis korelasi variable X dan Y antaravariabel jarak berjalan (Y) dengan pilihan moda pada saat cuaca hujan dan cuaca panas (X). Jarak berjalan berkorelasi dengan pilihan moda pada saat panas, memiliki nilai sig. (2-tailed) dengan nilai yang negatif pada pearson correlation (tingkat korelasi) yaitu -0,596 yang berarti cukup kuat. Jarak berjalan berkorelasi dengan pilihan moda saat hujan, memiliki nilai sig. (2-tailed) dengan nilai yang negatif pada pearson 12 P a g e

13 correlation (tingkat korelasi) yaitu - 0,411 yang berarti cukup kuat. Jarak perjalanan terjauh yaitu 887 meter, ditempuh responden berusia lansia awal (56 tahun) dengan tujuan beribadah dari tempat tinggalnya (BTN Wessabe). Sedangkan untuk jarak perjalanan terpendek yaitu 184 meter yang ditempuh responden berusia dewasa yaitu 21 tahun dari asal (ramsis putri kampus UnHas) menuju TPKU. Pejalan kaki di segmen VII merupakan pejalan kaki yang memiliki jarak perjalanan cukup panjang yaitu 400 meter. Sebanyak 38% atau 15 orang memilih berjalan kaki dan 62% atau 24 orang dengan rata-rata usia remaja dan dewasa memilih untuk tidak berjalan kaki (dari 39 responden). Persentase Alasan Tidak Berjalan Kaki Segmen VII tidak 13% 3% terdapat fasilitas 33% 51% Gambar 8. Diagram Pie Persentase Pemilihan Alasan Segmen VII. Sumber : Hasil Analisis Peneliti. Excel Sebanyak 7 responden/18% tetap memilih berjalan kaki untuk beribadah (tujuan favorit) meskipun jaraknya > 400 meter. Identifikasi potensi dan peluang untuk pengembangan jalur pejalan kaki di segmen VII yaitu pengembangan jalur dan fasilitas pejalan kaki dari segi kenyamanan; penyediaan fasilitas pendukung (Street Furniture) bagi anakanak, remaja, dewasa, Lansia, & difable yang dapat melindungi dari cuaca hujan dan panas ketika berjalan kaki sehingga tercipta kondisi lingkungan yang mendukung masyarakat untuk berjalan kaki. Dapat dilakukan dengan pemasangan arcade pohon ataupun urban umbrella. 2) Analisis Pola Jalur dan Kondisi Eksisting Jalur Pejalan Kaki a) Pola Jalur Pejalan Kaki. Pola jalur pejalan kaki diperoleh dari survey secara langsung kepada setiap responden di segmen I, III, dan VII dengan menggunakan angket dimana setiap responden menandai jalur yang mereka lewati (behavior mapping) di dalam peta udara tersebut dari asal (rumah) menuju tempat aktivitas mereka pada umumnya setiap hari. Gambar 9. Peta Pola Jalur Segmen I. Sumber : ArGIS & Corel Draw oleh peneliti Gambar 10. Peta Pola Jalur Segmen III. Sumber : ArGIS & Corel Draw oleh peneliti Gambar 11. Peta Pola Jalur Segmen VII. Sumber : ArGIS & Corel Draw oleh peneliti P a g e

14 b) Kondisi Perkerasan Jalur Pejalan Kaki Gambar 12. Peta Kondisi Perkerasan Jalur Pejalan Kaki Segmen I. Sumber : ArGIS oleh peneliti c) LOS Pejalan Kaki Setelah melakukan survey langsung kepada pejalan kaki mengenai pendapat mereka tentang jalur yang mereka lewati untuk berjalan kaki, diperoleh nilai LOS pejalan kaki di segmen I dan segmen VII yaitu 38 (D) serta segmen III yaitu 23 (E) dimana penilaian didasarkan pada kondisi eksisting jalur pejalan kaki dan pendapat masyarakat (responden) terkait jalur tersebut. d) Sirkulasi Pejalan Kaki I. Jumlah Pejalan Kaki Jumlah pejalan kaki terbanyak terdapat di segmen VII sebanyak 707 orang/jam atau jumlah arus pejalan kaki sebanyak 12 orang/menit dan kepadatan pejalan kaki 0,004 orang/m 2 pada pukul Wita dengan kondisi cuaca hujan. Gambar 13. Peta Kondisi Perkerasan Jalur Pejalan Kaki Segmen III. Sumber : ArGIS oleh peneliti Gambar 8. Jumlah Pejalan Kaki. Sumber : Hasil observasi & analisis peneliti Gambar 14. Peta Kondisi Perkerasan Jalur Pejalan Kaki Segmen VII. Sumber : ArGIS oleh peneliti II. Keamanan Jalur Pejalan Kaki Berdasarkan data SATLANTAS POLRESTABES Kota Makassar Tahun 2013, sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan (Depan M-Tos sampai Perum. NTI) merupakan daerah rawan kecelakaan pejalan kaki dengan kendaraan. Kondisi perkerasan jalaur pejalan kaki secara umum terdiri dari bahu jalan aspal, bahu jalan paving blok, tanah, trotoar, bahkan tidak terdapat jalur (missing sidewalk). Gambar 9. Perbandingan Jumlah Hambatan di Segmen I, III, dan VII. 14 P a g e

15 Sumber : Hasil Observasi & Analisis Peneliti Jumlah hambatan terbanyak yaitu sebanyak 1114 unit sepeda motor yang melintas di bahu jalan segmen I pada hari libur (minggu) di sore hari yaitu pukul Wita. Pada saat itu, kondisi cuaca yang sedang hujan dan kondisi jalan dimana terjadi peningkatan jumlah kendaraan (kemacetan) di segmen I mengakibatkan kendaraan roda dua (sepeda motor) mencari setiap celah untuk melewati jalur yang ada baik itu badan jalan bahkan bahu jalan. III. Kebutuhan Pejalan Kaki Segmen III merupakan segmen prioritas pengembangan jalur pejalan kaki karena segmen III ini tidak memiliki jalur pejalan kaki, memiliki pembangkit lalu lintas berupa sarana perdagangan dan jasa yang lebih banyak dari segmen I dan segmen VII, serta dari segi keamanan, bahu jalan yang digunakan sebagai jalur berjalan kaki memiliki banyak hambatan terutama berupa lubang berdiameter 30 cm dimana dapat terjadi genangan air di lubang ini. Segmen prioritas pengembangan jalur pejalan kaki selanjutnya yaitu segmen VII karena masyarakat di segmen ini memiliki jarak perjalanan cukup jauh dengan rata-rata jarak perjalanan 556,9 meter (jarak yang cukup jauh). Selain itu, lebar trotoar yang tidak baik bagi pejalan kaki sehingga berpengaruh pada kepadatan dan keamanan pejalan kaki. Dan selanjutnya pengembangan segmen I. Prioritas kebutuhan fasilitas pejalan kaki di lokasi penelitian yaitu: 1. Tanaman peneduh (Kenyamanan), 2. Trotoar (Keamanan), 3. Lampu penerangan (Keamanan), 4. Zebra cross (Keamanan), 5. Rambu lalu lintas (Keamanan), 6. Halte (Kenyamanan). 3) Pengembangan a) Pendekatan Pengembangan Pendekatan komprehensif atau menyeluruh yang mempertimbangkan berbagai aspek dan merupakan pendekatan pengembangan yang didasarkan pada rencana makro suatu kota, sehingga arahan pengembangan harus merupakan turunan dari rencana makro kota induknya. b) Strategi Konsep Pengembangan Perencanaan secara development yaitu pembangunan lahan baru atau penambahan lahan pada Daerah Milik Jalan (Damija) dan/atau Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) untuk jalur pejalan kaki, jalur pesepeda, dan fasilitas pendukung pejalan kaki. c) Acuan dan Pertimbangan Arahan Pengembangan Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan 1995 dimana di dalam peraturan ini perencanaan jalur pejalan kaki bersifat kontinuitas atau menerus dan merupakan penghubung dari lokasi asal ke tujuan. Peraturan lainnya mengenai ukuran atau dimensi jalur pejalan kaki: Kepmen Perhubungan Tahun 1993, Lebar Trotoar Minimal, Departemen Pekerjaan Umum, 1995 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki. d) Arahan Pengembangan Arahan pengembangan menggunakan konsep ramah pejalan kaki (Pedestrian Friendly) dan Livable Street untuk menata jalur pejalan kaki di Kawasan Pendidikan Tinggi Tamalanrea oleh karena kondisi jalur pejalan kaki yang tidak aman, tidak mudah, tidak nyaman, dan tidak berdaya tarik. Selain itu, konsep livable street digunakan oleh karena kondisi penampang melintang jalan yang tidak mewadahi semua kebutuhan pengguna jalan baik pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna kendaraan. 15 P a g e

16 e) Konsep Pengembangan Pengembangan Jalur Pejalan Kaki - The presence or absence and quality of footpaths/sidewalks. Hal ini terkait penyediaan jalur pejalan kaki. Kondisi ke depannya diharapkan pemasangan trotoar di sepanjang jalan (termasuk segmen II, IV, V, VI, dan VIII). Traffic and Road Condition (Kondisi Lalu Lintas dan Jalan). Hal ini berkaitan dengan sirkulasi dan kondisi jalur yang digunakan kendaraan untuk melintas dan pejalan kaki untuk berjalan. Kondisi ke depannya diharapkan tersedianya jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman Pengembangan Penampang Melintang Jalan Jalan arteri menggunakan konsep Livable Street dimana memungkinkan semua pengguna jalan yaitu pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna kendaraan bermotor dapat bergerak dengan aman, mudah, dan nyaman dalam suatu kondisi jalan yang tertata dengan baik. Dan jalan lingkungan menggunakan konsep Living Street dimana konsep ini digunakan untuk jalan yang lebarnya kurang luas sehingga diatur dengan baik agar pengguna jalan seperti pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna kendaraan bermotor dapat bergerak dengan aman, mudah, dan nyaman, dan konsep ini juga mengatur agar ruang untuk jalur hijau, aktivitas social seperti aktivitas bermain anak-anak, dan parkir tetap ada. - Pengembangan Penampang Melintang Jalan Arteri. Untuk segmen I, lebar jalan arteri 2 jalur secara keseluruhan yaitu meter. Dalam perencanaannya panjang jalan arteri untuk segmen 1 hanya selebar 34.5 meter. Panjang jalan perencanaan ini sudah termasuk jalur pejalan, jalur pesepeda, kantong parkir dan teluk bus, jalur kendaraan bermotor, dan median jalan. Jadi, perlu penambahan lebar jalan 1,10 meter. Untuk di segmen III, panjang jalan untuk Damija yaitu meter. Jadi, untuk perencanaan, penambahan lebar jalan yaitu 3.87 m. Sesuai dengan kondisi eksisting segmen VII, lebar jalan yang ada berbeda. Lebar jalan di depan Masjid Kaveleri yaitu meter. Jadi, untuk perencanaan, perlu penambahan lebar jalan sebesar 7.99 meter. Sedangkan lebar jalan di pintu 2 kampus unhas yaitu 28,31. Jadi, untuk perencanaan, perlu penambahan lebar jalan sebesar 6.19 meter. - Pengembangan Penampang Melintang Jalan Lingkungan. Karena jalan lingkungan sulit untuk dikembangkan (kawasan terbangun dengan lahan privat), maka lebar jalan yang ada di manfaatkan semaksimal mungkin agar dapat mewadahi kebutuhan semua pengguna jalan. Untuk lebar jalan lingkungan segmen I dan VII secara umum sama yaitu ± 7 meter, sedangkan untuk segmen III secara umum terdiri dari 6 meter - 7 meter. Gambar 10. Arahan Pengembangan Penampang Melintang Jalan Lingkungan untuk Segmen I, III, dan VII. 16 P a g e

17 Sumber : Hasil Analisis dan Perencanaan Peneliti Gambar 14. Peta Arahan Pengembangan Segmen VII. Sumber : Hasil Perencanqaan Peneliti Gambar 11. Arahan Pengembangan Penampang Melintang Jalan Arteri untuk Segmen I, III, dan VII. Sumber : Hasil Analisis dan Perencanaan Peneliti Gambar 12. Peta Arahan Pengembangan Segmen I. Sumber : Hasil Perencanaan Peneliti Gambar 13. Peta Arahan Pengembangan Segmen III. Sumber : Hasil Perencanaan Peneliti F. PENUTUP 1) Kesimpulan a) Alasan masyarakat tidak berjalan kaki pada jarak 400 meter karena : Lebih memilih menggunakan kendaraan, karena didukung dengan kepemilikan kendaraan sehingga masyarakat di Kawasan Pendidikan Tinggi Tamalanrea bergantung pada kendaraan pada jarak pendek 400 meter (automobile dependency). Hal ini menyebabkan banyaknya hambatan yang terjadi di jalur pejalan kaki yang disebabkan kendaraan roda dua. Cuaca Buruk, yaitu pada saat hujan maupun panas terik, terjadi genangan di jalur pejalan kaki sehingga jalur yang ada tidak terlindung dari cuaca buruk dan menggangu kenyamanan dan kemudahan masyarakat pada saat berjalan kaki. Tidak Suka Berjalan Kaki karena fasilitas berkendara lebih baik daripada fasilitas jalur pejalan kaki sehingga masyarakat lebih memilih/bergantung pada kendaraan. Selain itu, karena banyaknya hambatan dan tidak aman serta tidak mudahnya jalur pejalan kaki. Tidak Terdapat Fasilitas & Jalur bagi Pejalan Kaki bagi usia muda maupun tua bahkan untuk difable 17 P a g e

18 karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap penyediaan/pengembangan jalur pejalan kaki yang aman, mudah, nyaman, dan berdaya tarik. Kondisi eksisting jalan, jalur, dan fasilitas pejalan kaki di segmen I, segmen III, dan segmen VII masih belum baik/layak bagi pejalan kaki. Hal ini terbukti dengan nilai dari LOS segmen I dan segmen VII tidak baik sedangkan segmen III buruk. b) Adanya masalah yang ditemukan dalam lokasi penelitian merupakan peluang untuk menyusun : Arahan pengembangan yaitu Kawasan Pendidikan Tinggi Tamalanrea yang Ramah Pejalan Kaki menggunakan Konsep Ramah Pejalan Kaki (Pedestrian Firendly), Konsep Livable Street, dan Konsep Living Street. 2) Saran a) Untuk pemerintah dan stakeholder agar mewadahi dan lebih memperhatikan kebutuhan fasilitas pejalan kaki yang : Aman, Pembagian yang jelas antara jalur pejalan kaki dengan kendaraan (kerb). Nyaman untuk berjalan kaki pada saat cuaca hujan maupun panas terik (urban umbrella, arcade pohon), Mudah, perlu penyediaan fasilitas dan penataan jalur pejalan kaki untuk semua usia yang mudah dilewati terutama pada saat terburuburu (bebas hambatan) Berdaya tarik, untuk meningkatkan minat berjalan kaki agar terciptanya sistem transportasi yang sustainable untuk masa depan sehingga perlu penataan jalan dan jalur yang mendukung untuk berjalan kaki. b) Untuk masyarakat yaitu sebaiknya mengurangi penggunaan kendaran khususnya kendaraan roda dua untuk jarak 400 m agar tidak terjadi kemacetan di pusat-pusat kegiatan, tidak bertambahnya hambatan dan polusi, dan untuk menciptakan lingkungan yang ramah pejalan kaki. c) Untuk peneliti Selanjutnya dapat meneliti tingkat ketergantungan masyarakat pada kendaraan. G. DAFTAR PUSTAKA Buku Mulyandari, Hestin Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta : Penerbit Andi Sukirman, Silvia Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung : Nova Modul Hierarki Pengguna Jalan. Komponen Transportasi Perkotaan Pejalan kaki Dinas Perhubungan, giz. Steve Abbey. Pedestrian LOS Gallin. Walking Scope Paper Walkability Distance Research. TOD Committee Washington State Bicycle Transportation and Pedestrian Walkways Plan; National Biking and Walking Study case Studi #4 dalam Pedestrian & Streetscape Guide by The Georgia Department of Transportation, 2003 Washington State Bicycle Transportation and Pedestrian Walkways Plan, 1994 Tesis Listianto, Terstiervy Indra Pawaka Hubungan Fungsi Dan Kenyamanan Jalur Pedestrian ( Studi Kasus Jl. Pahlawan Semarang ). Universitas Diponegoro : Semarang (online) ( Suryani,R. Lisa,dkk Pola Pergerakan Pejalan Kaki Di Pusat Kota Medan. Studi Kasus: Koridor Sisingamangaraja. Jurnal 18 P a g e

19 Arsitektur dan Perkotaan KORIDOR vol. 01 no. 01, Juli 2010: Universitas Sumatera Utara : Medan (online) ( /4358) Skripsi Aulia Sari, Syifa Pengembangan Jalur Pejalan Kaki Studi Kasus Jalan Boulevard Dan Jalan Pengayoman Panakkukang. Universitas Hasanuddin: Makassar. Peraturan Perundang-Undangan Departemen Perhubungan, Dirjen Perhubungan Darat (1996), Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum. Departemen Pekerjaan Umum, Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki. Departemen Pekerjaan Umum Perencanaan Jalur Pejalan Kaki. Kepmen Perhubungan Tahun 1993, Lebar Trotoar Minimal, Pedoman Teknik Persyaratan Aksesibilitas Pada Jalan Umum No. 022/T/BM/1999. Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaam. Jalan. No ; 011/T/Bt/1995. Dep. PU, Direktorat Jrnderal Bina Marga. UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan Artikel Iswanto, Danoe Pengaruh Elemen-Elemen Pelengkap Jalur Pedestrian Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki. Ria Roida Minarta Konsep Daya Hidup Jalan (Livable Street). Available [online]. pot.com/2013/05/livablestreets.html [Juni 2013]. Tahapan Cluster Sampling Available [online]. 2/langkah-cluster-samplingtahapan.html [Juli 2013]. Wikipedia Living Street. Available [online]. street [juni 2013] 19 P a g e

Arahan Pengembangan Kawasan Pendidikan Tinggi Tamalanrea yang Ramah Pejalan Kaki

Arahan Pengembangan Kawasan Pendidikan Tinggi Tamalanrea yang Ramah Pejalan Kaki TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Arahan Pengembangan Kawasan Pendidikan Tinggi Tamalanrea yang Ramah Pejalan Kaki Agnes Melinda (1), Zulkifli (2), Ihsan Latief (3) (1) Laboratorium Urban Design and Planning Prodi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar Mimin Andriani Sudjana (1), Virda Evi Yanti Deril (2), Ihsan Latief (3) (1) Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kemacetan lalu lintas Kemacetan adalah keadaan dimana pada saat tertentu kendaraan yang sedang berjalan melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Data Umum Jalur sepeda adalah jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan bagi pengguna sepeda, dipisahkan dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM PENGERTIAN PEDESTRIAN Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi

Lebih terperinci

1. Manajemen Pejalan Kaki

1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Manajemen Pejalan Kaki 1. Desain Fasilitas Pejalan Kaki Terdapat 2 jenis design fasilitas pejalan kaki 1. Traditional engineering design Meminimumkan biaya dan memaksimalkan efisiensi. Contoh: waktu

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU (BEHAVIOURISME) Tandal dan Egam (2011) menyatakan perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan perpindahan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Adanya pasaran suatu produk dan penanaman

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK A.R. Indra Tjahjani 1, Gita Cakra 2, Gita Cintya 3 1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pancasila Jakarta, Lenteng Agung Jakarta

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN J A L A N NO.: 011/T/Bt/1995 TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN DER P A R T E M EN PEKERJAAN UMUM DIRE KTORAT JENDERAL BINA MARGA D I R E K T O R A T B I N A T E K N I K

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota metropolitan yang sedang berkembang menjadi kota jasa, perkembangan tempat komersil terjadi dengan begitu pesat dan hampir merata

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 15 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Transportasi Transportasi merupakan suatu proses pergerakan memindahkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya pada suatu waktu. Pergerakan manusia

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA

PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA Angga Marditama Sultan Sufanir Dosen / Jurusan Teknik Sipil / Politeknik Negeri Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemacetan Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Lebih terperinci

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Transportasi khususnya transportasi darat, fasilitas bagi pengguna jalan akan selalu mengikuti jenis dan perilaku moda yang digunakan. Sebagai contoh, kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Fasilitas Penyeberangan Fasilitas penyeberangan pejalan kaki menurut Departemen Pekerjaan Umum, dalam Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999:1) adalah

Lebih terperinci

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual 2. Geometri jalan lebar, terdapat trotoar yang lebar dan jalur sepeda. Kualitas penghubung akan kuat ketika jalurnya linear dan didukung enclosure serta merupakan konektor dari dua tujuan (Caliandro, 1978)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI J U R U S A N T E K N I K P L A N O L O G I F A K U L T A S T E K N I K U N I V E R S I T A S P A S U N D A N B A N D U N G Jl. Dr Setiabudhi No 193 Telp (022) 2006466 Bandung SURVEY TC (Traffic Counting)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Teknis Jalan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2011), persyaratan teknis jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Terkait dengan pertanyaan penelitian akan kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi walkability menjadi acuan dalam proses menganalisa dan pembahasan,

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1 Lokasi Penelitian U Gambar 5.1 Lokasi Penelitian Gambar 5.2 Lokasi Penelitian 30 31 Pemilihan titik lokasi penelitian seperti pada Gambar 5.2, pemilihan lokasi ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan di segala bidang terutama di kota besar. Pertumbuhan tersebut diikuti oleh pembangunan infrastruktur kota seperti jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Lalu lintas berjalan menuju suatu tempat tujuan dan setelah mencapai tempat tersebut kendaraan harus diparkir, sementara pengendaranya melakukan berbagai urusan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN TROTOAR DI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA

STUDI PERENCANAAN TROTOAR DI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA STUDI PERENCANAAN TROTOAR DI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA Novalino Pratama Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki (Pedestrian) Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas berjalan kaki merupakan suatu bagian integral dari aktivitas lainnya. Bagi masyarakat di daerah tropis, berjalan kaki mungkin kurang nyaman karena masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAU PUSTAKA

BAB II TINJAU PUSTAKA BAB II TINJAU PUSTAKA A. Tinjauan Umum Diambil dari berbagai referensi yang ada, trotoar mempunyai pengertian sebagai berikut: 1. Bagian jalan disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya sejajar dengan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA 33 IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA Kuncoro Harsono, Yayi Arsandrie, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Ruas jalan Menurut Suwardi (2010) dalam Gea dan Harianto (2011) kinerja ruas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk melayani kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan

Lebih terperinci

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) ABSTRAKSI Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

TINGKAT PELAYANAN SERTA KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PEJALAN KAKI DI PANTAI LOSARI KOTA MAKASSAR

TINGKAT PELAYANAN SERTA KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PEJALAN KAKI DI PANTAI LOSARI KOTA MAKASSAR TINGKAT PELAYANAN SERTA KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PEJALAN KAKI DI PANTAI LOSARI KOTA MAKASSAR Syarifuddin Ishak Program Magister Teknik Perencanaan Transportasi Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : BAB III METODOLOGI 3.1. Bagan Alir Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : START PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER Geometrik Volume Lalu Lintas Kecepatan Kendaraan Hambatan Samping Volume

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) A. Tujuan Instruksional 1. Umum SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabel Analisis Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja Ruas Jalan Otto Iskandardiata Kota Bandung akibat pertumbuhan lalu lintas selama 10 tahun mendatang

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dan Fungsi Ruas Jalan Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya atau daerah milik Jalan (right of way). Pengertian Jalan meliputi badan

Lebih terperinci