Merumuskan Indikator Pemenuhan dan Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1 :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Merumuskan Indikator Pemenuhan dan Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1 :"

Transkripsi

1 Merumuskan Indikator Pemenuhan dan Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1 : Oleh: Sri Palupi *) I. Mengapa Merumuskan Indikator? Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Namun hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) pada kenyataannya belum banyak dipahami. Berbeda dengan hak-hak sipil politik, isi dan arti sebagian besar hak-hak ekonomi, sosial, budaya yang tertuang dalam Kovenan relatif masih kabur dan kurang pasti. Kekaburan dan ketidakpastian ini menjadi hambatan bagi upaya pengembangan isi dan penguraian secara detil kerangka aksi untuk realisasi hak ekosob. Kekaburan dan ketidakpastian isi dari hak ekosob selain menyulitkan dalam implementasinya, juga seringkali dipakai sebagai rasionalisasi atas tidak diakuinya sejumlah hak sebagai hak asasi, dan karenanya sejumlah hak ekosob juga tidak terealisir. Pemerintah sendiri seringkali memandang hak ekosob lebih sebagai tujuan/cita-cita yang hendak dicapai ketimbang sebagai hak asasi yang harus dijamin pemenuhannya dalam kondisi apapun. Dalam Pasal 2 ayat 1 Kovenan Hak Ekosob dinyatakan : Setiap negara peserta Kovenan berjanji untuk mengambil langkah-langkah, baik secara sendiri maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, khususnya bantuan teknis dan ekonomi, sampai maksimum sumberdaya yang ada, dengan maksud untuk mencapai secara bertahap perwujudan penuh hak yang diakui dalam Kovenan dengan menggunakan semua sarana yang memadai, termasuk pengambilan langkah-langkah legislatif. Ketentuan dari pasal 2 ayat 1 tersebut menghendaki semua negara peserta memulai dengan secepatnya untuk mengambil langkah-langkah agar semua orang dapat menikmati sepenuhnya seluruh hak yang terdapat dalam Kovenan. Namun komponen kewajiban untuk mencapai secara bertahap (progressif realization) yang dirumuskan dalam Kovenan seringkali disalahartikan bahwa pemenuhan hak ekosob akan terwujud setelah atau apabila suatu negara telah mencapai tingkat perkembangan ekonomi tertentu. Padahal yang dimaksudkan dengan rumusan tersebut adalah mewajibkan semua negara peserta untuk mewujudkan hak-hak ekonomi, sosial, budaya, terlepas dari tingkat perkembangan ekonominya atau tingkat kekayaan nasionalnya. Ini berarti, ketentuan yang dirumuskan dalam Kovenan tidak bisa diartikan sebagai memberi peluang negaranegara untuk menunda usahanya tanpa batas waktu tertentu untuk menjamin realisasi hak yang digariskan dalam Kovenan. Rumusan tersebut justru mewajibkan negara untuk bergerak secepat mungkin ke arah pemenuhan hak ekosob. Kewajiban negara-negara peserta untuk merealisasikan hak ekosob, dengan demikian, tidak tergantung pada tingkat 1 Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, yang diselenggarakan PUSHAM-UII, Yogyakarta April

2 ketersediaan sumberdaya dan karenanya seluruh sumberdaya yang ada harus digunakan dengan cara yang paling efektif bagi realisasi hak. Dalam Prinsip Limburg tentang Penerapan Hak Ekonomi, Sosial, Budaya No. 25 ditegaskan tentang kewajiban negara peserta untuk memastikan hak penghidupan minimal (subsisten) untuk bisa survive (bertahan hidup) bagi semua orang, terlepas dari tingkat ketersediaan sumberdaya dan tingkat perkembangan ekonomi suatu negara. 2 Persoalannya, rumusan tentang kewajiban itu akan tetap tinggal sebagai rumusan tanpa dampak apapun apabila tidak disertai dengan standar minimum pemenuhan hak ekosob yang memungkinkan orang bisa hidup subsisten dan kewajiban minimum pemerintah dalam memenuhi hak. Sayangnya, standar minimum ini tidak kita jumpai dalam Kovenan. Karenanya, perlu indikator untuk merumuskan standar minimum. Selain untuk merumuskan standar minimum pemenuhan hak ekosob, perumusan indikator diperlukan juga untuk memperjelas lebih jauh isi dari hak ekosob dan isi dari tanggung jawab negara untuk menghormati, melindungi, mememenuhi dan memajukan hak secara penuh. Pemenuhan yang bertahap (progressif realization) dari hak ekosob menuntut adanya pengembangan indikator terkait dengan keragaman kondisi sosial, perkembangan ekonomi dan ketersediaan sumberdaya. II. Peranan Indikator Monitoring pencapaian bertahap atas hak ekosob menuntut adanya pengembangan indikator atas pencapaian dari setiap komponen hak ekosob. Indikator merupakan instrumen atau alat untuk evaluasi, ukuran untuk mengukur hasil dan menilai realisasi dari tingkat kinerja yang diinginkan dalam suatu cara yang obyektif dan terus menerus. 3 Indikator hak asasi dapat didefinisikan sebagai satuan informasi yang digunakan dalam mengukur tingkat pemenuhan atau pencapaian pelaksanaan hak asasi. 4 Indikator dapat didasarkan pada informasi kuantitatif dan kualitatif serta dapat digunakan untuk menilai input ataupun output. Indikator kuantitatif mengukur perubahan melalui data-data numerik atau statistik dari output fisik. Indikator membantu kita menyediakan alat untuk 5 : 1) membuat kebijakan yang lebih baik dan perkembangan dalam monitoring 2) mengidentifikasi dampak dari pelaksanaan hukum dan kebijakan 3) mengidentifikasi aktor-aktor yang berpengaruh terhadap realisasi hak 4) mengungkapkan apakah aktor-aktor tersebut menjalankan kewajibannya 5) memberi peringatan dini akan adanya potensi pelanggaran dan mendorong adanya tindakan pencegahan 2 Disetujui oleh kelompok ahli dalam pertemuan hokum internasional di Maastricht (Belanda) pada 2-6 Juni Lihat Hak-Hak Ekonomi, Sosial, Budaya, Esai-Esai Pilihan (Elsam), Ilan Kapoor dalam Audrer R. Capman, Indicators and Standards for Monitoring Economic, Social and Cultural Rights 4 Maria Green dalam Audrer R. Capman, Indicators and Standards for Monitoring Economic, Social and Cultural Rights 5 United Nations Developmen Programme, Human Development Report

3 6) meningkatkan konsensus sosial dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi terkait dengan keterbatasan sumberdaya 7) membeberkan isu/masalah yang selama ini diabaikan atau disembunyikan Indikator berbeda dengan benchmark. Benchmark mengacu pada target yang dibuat pemerintah terkait dengan pelaksanaan suatu hak. Dengan demikian, benchmark tidak bisa menggantikan peran indikator. Peran benchmark pertama-tama adalah digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja pemerintah dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dalam satu satuan waktu tertentu sebagai bagian dari pemenuhan tanggung jawab mereka. Indikator hak asasi berbeda juga dengan indikator pembangunan. Indikator pembangunan mengukur kemajuan pembangunan dan bukan kemajuan pelaksanaan hak. Indikator hak asasi mengukur tingkat pemenuhan kewajiban pemerintah di bawah hukum hak asasi. Indikator pembangunan bisa jadi cocok atau beririsan (overlap) dengan indikator pembangunan, tetapi keduanya tidaklah identik. Indikator hak asasi juga berbeda dengan indikator pembangunan manusia (human development). Indikator pembangunan manusia menilai tingkat kapabilitas masyarakat, sementara indikator hak asasi menilai apakah manusia hidup secara bebas dan bermartabat, serta menilai apakah pihak yang bertanggungjawab (pemerintah) telah menjalankan kewajibannya. III. Ragam Indikator Merumuskan indikator hak ekosob memberikan peluang untuk memperluas norma hukum dan dengan demikian memperluas juga tanggung jawab internasional terhadap pelaksanaan hak asasi di wilayah ekonomi. Wilayah ekonomi selama ini resisten terhadap tuntutan demokratisasi, akuntabilitas dan penerapan sepenuhnya standar hak asasi internasional. Antara komitmen dan kapasitas. Indikator hak asasi ditujukan untuk menangkap dua komponen kunci, yaitu: kemauan (willingness) dan kemampuan (capacity) pemerintah untuk melindungi dan memajukan hak asasi. 6 Pembedaan antara kemauan dan kemampuan ini penting dilakukan dalam menilai kinerja pemerintah. Tujuan penting dibuatnya indikator dalam hal ini adalah untuk memisahkan ketidakmauan atau lemahnya komitmen dari ketidakmampuan. Pembedaan ini penting dilakukan karena seringkali pemerintah tidak memenuhi kewajibannya dalam melaksanakan hak asasi dengan dalih kurangnya sumberdaya. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah kurangnya komitmen. Untuk menilai komitmen pemerintah diperlukan analisa terhadap komitmen eksplisit pemerintah terhadap standar hak asasi internasional. Analisa atas komitmen ini diarahkan untuk mengidentifikasi tingkat penerimaan pemerintah atas standar universal hak asasi. Penerimaan secara eksplisit atas standar universal hak asasi (yang seringkali berhadapan dengan hak perempuan, warga asing, hak anak, hak masyarakat adat, hak kelompok minoritas, hak milik, hak kelompok marjinal) harus dipertimbangkan dalam merumuskan 6 Katarina Tomasevski,, 1995, Indicators, dalam Economic, Social and Cultural Rights (edited by Asbjorn Eide, Catarina Krause and Allan Rosas), Martinus Nijhoff Publishers, the Netherland 3

4 indikator. Prinsip universalitas hak asasi ini menegaskan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pemenuhan dan perlindungan hak asasi. Untuk mengukur kinerja pemerintah kita perlu mendefinisikan apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk melaksanakan hak, dan kemudian membandingkannya dengan komitmen dan kapasitas untuk melakukannya. Komitmen dan kapasitas ini bisa dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah beserta capaiannya. Karena itu kita dituntut untuk dapat merumuskan indikator yang dapat menilai tingkat kemauan dan kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajibannya. Komitmen formal pemerintah dalam melaksanakan hak asasi dapat diukur, salah satunya dari jumlah instrumen internasional hak asasi yang diratifikasi. Sebab setiap instrumen mendefinisikan tanggung jawab pemerintah. Namun komitmen formal saja tidaklah cukup untuk menilai komitmen pemerintah. Sebab yang terjadi selama ini, pemerintah meratifikasi instrumen hak asasi, tetapi tidak sepenuhnya melaksanakannya. Bahkan ada kecondongan, pemerintah lebih banyak bergerak di tataran legal-formal atau berhenti pada aspek normatif/politis-nya, sementara aspek praktisnya tertinggal di belakang. Mengapa demikian? Ini tidak terlepas dari praktek politik yang berbasis pada citra untuk mendapatkan dukungan publik dan mempertahankan popularitas. Politik berbasis citra akan lebih banyak bergerak di level normatif-formal dan minim komitmen pada hal-hal yang riil-substansial. Karenanya, kita perlu bergerak melampaui komitmen formal menuju ke komitmen riil/substansial. Salah satu komitmen riil pemerintah bisa dinilai dari langkah-langkah konkrit yang dibuatnya, seperti: 1) dijalankannya harmonisasi peraturan dan undang-undang, dengan cara merevisi atau mencabut peraturan atau undang-undang yang potensial melanggar HAM dan membuat undang-undang yg mendukung realisasi hak, 2) adanya alokasi anggaran untuk pelaksanaan hak asasi. Alokasi anggaran untuk pelaksanaan hak asasi menunjukkan bahwa pemerintah memberikan prioritas bagi pelaksanaan hak asasi, 3) adanya langkah-langkah konkrit pemenuhan hak ekosob yang dapat diakses dan dinikmati masyarakat, khususnya kelompok marjinal, dll. Terkait dengan problem ketidakmampuan, perlu dicatat bahwa minimnya sumberdaya bukanlah hambatan bagi pengembangan indikator apabila indikator tersebut memang dirancang untuk memonitor kinerja pemerintah. Agar indikator ini bermakna bagi realisasi progresif hak ekosob, indikator tersebut harus diterapkan pada dua level: level nasional dan internasional. Dalam hal pemerintah tidak melaksanakan hak asasi dengan alasan ketidakmampuan, maka pemerintah harus didesak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak mampu. Dalam hal ini langkah pertama yang bisa dilakukan adalah menyusun indikator dengan menggunakan data resmi yang dikombinasikan dengan data dari sumber lain. Dengan cara demikian bisa dinilai apakah tidak terpenuhinya hak asasi terjadi benar-benar karena ketidakmampuan atau lebih dilatarbelakangi oleh ketiadaan komitmen. Penutupan sementara lembaga pendidikan karena adanya gempa bumi, misalnya, merupakan keadaan yang terjadi di luar kendali negara. Namun penggusuran para pedagang kaki lima (PKL) dan permukiman komunitas miskin kota tanpa memberikan 4

5 alternatif tempat bagi mereka untuk berdagang dan bertempat tinggal adalah contoh dari keengganan negara untuk memenuhi kewajibannya. Tiga tipe indikator. Paul Hunt, special rappourtur pertama atas standar tertinggi hak atas kesehatan yang ditunjuk oleh komite hak asasi pada tahun 2002, mengajukan tiga tipe indikator 7, yaitu: (1) indikator struktural, (2) indikator proses, (3) indikator hasil. Indikator struktural berbicara tentang apakah infrastruktur yang ada atau yang dibuat pemerintah kondusif bagi realisasi hak. Indikator struktural ini mengevaluasi apakah sebuah negara/pemerintah membangun institusi, konstitusi, hukum dan kebijakan yang diperlukan. Indikator struktural pada umumnya bersifat kualitatif dan tidak didasarkan pada data statistik. Indikator proses bersama-sama dengan indikator hasil, memonitor komponen hak ekosob. Indikator ini muncul karena konsep realisasi bertahap. Indikator ini dapat dipakai untuk menilai perubahan dari waktu ke waktu. Secara khusus, indikator ini menilai tingkatan aktivitas yang diperlukan untuk mendapatkan suatu hak terkait dengan tujuan tertentu yang diterapkan dan perkembangan aktivitas tersebut dari waktu ke waktu. Indikator ini menilai usaha/langkah yang dilakukan dan bukan menilai hasil. Berbagai bentuk dan besaran input yang diberikan pemerintah merupakan bagian penting dari indikator proses. Tidak seperti indikator struktural, indikator proses memerlukan adanya data statistik. Indikator hasil menilai tingkat pelaksanaan hak asasi yang dirasakan masyarakat. Indikator ini menunjukkan fakta dan mengukur hasil yang dicapai. Indikator yang digunakan dalam Millenium Development Goals umumnya adalah indikator hasil. Sebagaimana indikator proses yang bersifat variabel, indikator hasil juga membutuhkan adanya data statistik. IV. Operasionalisasi Hak dan Indikator yang Mungkin Pelaksanaan hak ekosob menuntut perumusan/operasionalisasi standar minimum (minimum core content) dari setiap hak. Untuk Indonesia, standar minimum yang menggambarkan kondisi minimal yang harus dinikmati setiap individu untuk bisa survive, belum banyak digali. Namun perumusan standar ini niscaya diperlukan agar kita sampai pada definisi obyektif dari setiap hak. Standar minimum ini mesti dipahami sebagai proses yang dinamis, karenanya perlu dikaji terus menerus dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada, dengan melibatkan peran serta sebanyak mungkin pihak, bukan hanya para ekspert/akademisi, praktisi, dan NGO/CSO, tetapi juga komunitas-komunitas korban, khususnya kelompok miskin dan perempuan. Masyarakat korban inilah yang paling merasakan kondisi hilangnya hak dalam kehidupan mereka dan karenanya pengalaman mereka merupakan referensi obyektif dan akurat dalam merumuskan standar minimum hak. 7 Audrey R. Chapman, 2005, The Status of Effort to Monitor Economic, Social and Cultural Rights: Conseptual, Measurement and Policy Issues, University of Connecticut 5

6 Standar minimum hak ini mesti dicari dalam kerangka prinsip-prinsip hak asasi (nondiskriminasi, aksessibilitas, interdependensi, dll), dengan berangkat dari definisi yang ada dalam instrumen internasional. Perumusan standar minimum hak ini semestinya juga dilengkapi dengan perumusan standar minimum kewajiban pemerintah. Perumusan tindakan/langkah-langkah yang perlu diambil pemerintah ini penting untuk merumuskan kondisi yang diperlukan bagi pencapaian hak. 8 Selain instrumen internasional, sumber data berikut dapat dijadikan sebagai dasar/referensi dalam perumusan, di antaranya: 1) data-data dari lembaga-lembaga internasional (WHO, FAO, ILO, UNICEF, dll), 2) aturan, hukum dan kebijakan nasional, 3) hasil riset akademisi/ekspert, 4) hasil riset, data kasus dan data-data lapangan NGO/CSO lokal-nasional-internasional, 5) sumber lain. Langkah-langkah untuk merumuskan indikator hak asasi, di antaranya: 1. Memetakan persoalan riil yang dihadapi mayoritas masyarakat, khususnya kelompok miskin, perempuan dan anak, terkait dengan hak. Pemetaan kondisi ini dibutuhkan untuk merumuskan standar minimal yang harus dinikmati setiap individu agar bisa bertahan hidup. Pemetaan ini dibuat berdasarkan pengalaman riil yang dialami masyarakat, khususnya kelompok miskin, perempuan dan anak. Pemetaan kondisi ini akan lebih mudah bia berangkat dari kasus-kasus pelanggaran hak yang terjadi dalam masyarakat terkait dengan hak ekosob. 2. Merumuskan masalah utama yang terkait dengan salah satu hak dan memetakan keterkaitannya dengan hak-hak yang lain 3. Berdasarkan masalah utama tersebut, mendefinisikan isi dari hak 4. Merumuskan komponen-komponen dari setiap isi hak 5. Merumuskan indikator yang menggambarkan kondisi minimum yang dibutuhkan 6. Menguji indikator ini melalui konsultasi dan diskusi dengan berbagai pihak secara multidisipliner Dengan adanya rumusan kondisi minimum, akan lebih mudah untuk merumuskan kondisi maksimum yang mungkin untuk dapat dicapai. Memetakan masalah, merumuskan isi, komponen dan indikator hak asasi serta menguji indikator tersebut melalui proses konsultasi dan diskusi, merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus. Berikut adalah gambaran tentang situasi hak atas pangan berdasarkan riset yang dilakukan Institute Ecosoc terhadap masalah gizi buruk-busung lapar di lima kabupaten/kota provinsi NTT. 8 Lihat Circle of Rights, Economic, Social and Cultural Rights Activism: A Training Resource, International Human Rights Internship Program and Asian Forum for Human Rights and Development, 2000, hlm

7 1. Latar Belakang Masalah Di Level Rumahtangga: Kondisi yang dihadapi rumahtangga yang anaknya menderita gizi burukbusung lapar: Tidak memiliki lahan atau lahan sempit Lahan untuk pangan semakin berkurang Lahan rusak, tak ada konservasi Serangan hama/penyakit pada lahan perkebunan Gagal panen atau produktivitas rendah pada lahan tanamanan pangan Tidak memiliki pekerjaan tetap bagi mereka yg tinggal di kota Pendidikan perempuan rendah Anak banyak, jarak kelahiran dekat, beban kerja perempuan tinggi Anak dan perempuan tidak mendapatkan prioritas dalam hal pangan Akses anak dan perempuan atas pangan rendah Hilangnya pola makan beragam Serangan penyakit Kondisi rumah dan sanitasi yg kurang sehat Rendahnya akses atas air Rendahnya akses atas pelayanan kesehatan 1.2. Di level komunitas, di antaranya: Praktek adat yang membebani perempuan Praktek adat yang berdampak pada pemiskinan Pudarnya praktek adat yg mendukung solidaritas pada yang miskin dan lapar Pudarnya kebiasaan gotong royong dan menyelesaikan masalah secara bersama Meningkatnya ketergantuan pada bantuan natura (barang dan uang) dari pihak luar 1.3. Di level kebijakan/struktural, di antaranya: Berkembangnya sistem pertanian monokultur yang mengubah pola makan beragam dan menjadikan beras sebagai pangan pokok Berkembangnya sistem pertanian komoditi/tanaman perdagangan (mete, cengkeh, kakao, dll), yang mengurangi lahan tanaman pangan dan merusak hutan Pembangunan terkonsentrasi di kota Orientasi pembangunan lebih untuk memperbesar PAD, bukan ke arah pengentasan kemiskinan 9 Lihat hasil riset Institute for Ecosoc Rights yang dirumuskan dalam booklet Melawan Tragedi Hilangnya Anak-Anak, Februari

8 Pendekatan emergency, kuratif, jangka pendek untuk masalahmasalah yang struktural sifatnya (gizi buruk, kelaparan, banjir, tanah longsor, dll), baik oleh pemerintah maupun lembaga donor Korupsi di segala lini Standar internasional tentang hak atas pangan: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 25: Setiap orang berhak atas standar hidup yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan diri sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan... Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Budaya pasal 24: Negara mengakui hak setiap orang atas kehidupan yang layak untuk diri sendiri dan keluarganya, termasuk kecukupan pangan... Isi Pokok dari Hak Atas Pangan menurut Komentar Umum Komite EKOSOB No. 12): 1) Ketersediaan pangan, baik dalam jumlah kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan individu, bebas dari bahan berbahaya dan secara kultural dapat diterima; 2) Aksessibilitas pangan yang dihasilkan dengan cara-cara yang sustainable dan tidak mengganggu pemenuhan hak lainnya. Konvensi Hak Anak pasal 24 dan 27: Pasal 24: Negara harus mengambil langkah-langkah tepat untuk memberantas penyakit dan kekurangan gizi... Pasal 27: Sesuai dengan kondisi nasional dan batas kemampuan mereka, negara harus mengambil langkah-langkah yang layak guna membantu orang tua dan orang lain yang bertanggung jawab atas anak untuk melaksanakan hak anak, dan bila diperlukan, memberi bantuan material dan program bantuan, terutama yang menyangkut gizi... Bersandar pada masalah yang terkait dengan persoalan gizi buruk di tingkat rumahtangga, komunitas dan kebijakan, serta standar internasional hak atas pangan, maka definisi dari hak atas pangan dan indikatornya yang mungkin, dapat dirumuskan sebagai berikut. Isi Hak 1. Hak atas kecukupan pangan Komponen Hak 1. Hak atas ketersediaan pangan 2. Hak atas kecukupan gizi Indikator 1.a. Ketersediaan pangan pokok dan pangan lain yang dibutuhkan utk makanan berimbang b. Keterjangkauan pangan secara ekonomi c. Adanya sistem distribusi, pengolahan dan pemasaran pangan d. Berkembangnya lahan pertanian tanaman pangan 2.a. Nutrisi yang dibutuhkan utk makanan berimbang, khususnya bagi anak balita, perempuan dan perempuan hamil b. Diversifikasi produksi pangan c. Kontrol atas penggunaan bahan kimia dan pestisida d. Standar makanan berkualitas e. Tersedianya informasi tentang pengolahan pangan dari 8

9 bahan lokal f. Tersedianya informasi tentang makanan bergizi bagi anak balita, perempuan dan ibu hamil dengan bahan pangan lokal g. Ketersediaan sistem perawatan kesehatan pra, selama, dan pasca kelahiran h. Sistem pendidikan gizi dan kesehatan untuk perempuan di tingkat akar rumput 2. Hak atas keamanan pangan a. Proporsi lahan untuk pangan b. Akses atas lahan dan sumberdaya pangan c. Pengembangan riset tentang pertanian selaras alam dan pengembangan benih lokal d. Penerapan sistem pertanian selaras alam, termasuk diversivikasi produksi pangan e. Sistem pendidikan untuk pengembangan pertanian di tingkat akar rumput f. Sistem pertanian berbasis kedaulatan pangan (produksi pangan sendiri) V. Penutup Diratifikasinya Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, Budaya oleh pemerintah Indonesia adalah peluang bagi pemenuhan, perlindungan dan pemajuan hak Ekosob. Terlebih pemerintah dengan Keppres No. 40 tahun 2004 telah mencanangkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM), di mana pemanuhan Hak Ekosob menjadi salah satu program yang direncanakan. Untuk merealisir peluang menjadi kenyataan dituntut adanya pengembangan pemahaman terhadap hak Ekosob dan metodologi monitoringnya. Sebab i realisasi bertahap (progressif realization) yang menjadi karakter hak Ekosob menuntut upaya tersendiri dalam merumuskan standar/indikator realisasi hak. Inidikator ini menjadi dasar bagi monitoring pemenuhan dan perlindungan hak ekosob dan dasar dalam menilai kinerja negara dan pelaku bukan negara di dalam mengemban tanggung jawabnya atas hak ekosob. Merumuskan indikator pemenuhan dan perlindungan hak ekosob, dengan demikian, merupakan tanggung jawab bersama seluruh aktor. Sebab pada akhirnya tantangannya bukan sekadar menetapkan indikator tetapi juga mendesak diadopsinya indikator tersebut oleh pemerintah selaku pihak yang paling bertanggung jawab atas pemenuhan, perlindungan dan pemajuan hak ekosob. *** *) Sri Palupi Ketua Institute for Ecosoc Rights Tebet Timur Dalam VI-C/17 Jakarta Telp/Fax: (021) , ecosoc@cbn.net.id Website: 9

10 Lampiran Pengalaman Filipina dalam Merumuskan Isi dan Indikator Hak Ekosob (HAK ATAS KESEHATAN) Isi Hak Atas Kesehatan 1. Hak atas perawatan kesehatan (right to health care) Komponen Hak 1. Hak utk untuk mengakses tenaga medis 2. Hak atas pelayanan kesehatan bagi manula 3. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan 4. Hak untuk mengakses bahan/perlengkapan medis 5. Hak atas kesehatan anak/perawatan kesehatan komprehensif utk keluarga 6. Hak untuk mengakses metode/bentuk pengobatan alternatif Indikator 1.a. rasio 4 bidan/dukun beranak, 1 perawat, 1 pekerja kesehatan komunitas untuk setiap 10 keluarga b. 3 dokter untuk setiap kota c. Adanya tenaga trampil yang merancang kurikulum yang sesuai bagi warga Pilipina 2. a. Adanya kerangka dukurangan perawatan, khususnya jika keluarga tak mampu merawat manula b. Tersedianya sistem kehidupan produktif yg berlanjut bagi manula c. Diterapkannya jaminan sosial bagi manula 3.a. Akses atas fasilitas, obat dan pelayanan kesehatan yg terjangkau, yang terdiri atas komponen: (1) adanya pusat pelayanan kesehatan, (2) ketersediaan dan keterjangkauan obat dan alat medis, (3) ketersediaan bahan emergency, (4) adanya pelayanan yg bersifat sosial dan gratis b. keterjangkauan obat, peralatan, program dan pelayanan; akses atas sumberdaya obat; adanya quality control atas obat; adanya tenaga trampil yang memadai; adanya training; rasio fasilitas medis per populasi; ketersediaan pelayanan dan fasilitas emergency 4. Lihat indikator no. 3 di atas. 5. a. Keluasan kematian bayi b. Ketersediaan sistem perawatan pra, selama, dan pasca kelahiran c. Rasio kematian anak akibat penyakit yg dapat dicegah d. Ketentuan tentang perawatan khusus bagi bayi dan anak, seperti disasbled dan yg menderita trauma e. Penerapan program imunisasi bayi di bawah 1 th 6. Tersedianya bentuk-bentuk pengobatan tradisional

11 2. Hak atas perlindungan dan pemajuan kesehatan (right to health promotion and protection) 3. Hak atas pemeliharaan kesehatan (riht to health maintenance) 1. Hak utk mengakses informasi terkait dengan kesehatan 2. Hak utk bebas dari penyakit 3. Hak utk mengakses metode dan bentuk tindakan dan pengobatan alternatif 1. Hak atas ketercukupan air bersih yg aman dan sehat 1. a. Tersedianya informasi kesehatan, khususnya informasi terkait dengan sanitasi b. Adanya sistem distribusi informasi melalui pendidikan kesehatan di komunitas akar rumput dan sistem informasi kesehatan bagi publik c. Riset yang terus menerus tentang pencegahan kesehatan dan pemajuan kesehatan 2.a. Keluasan penyakit yg disebabkan oleh perilaku dan kerangka berpikir tidak sehat b. Keluasan ketegangan dan stress akibat kematian c. Keluasan penyakit akibat tingginya kolesterol 1.a. Ketersediaan air bersih yg sehat dan aman b. Adanya mekanisme yg menjamin keberlangsungan ketersediaan air bagi kebutuhan warga c. Penerapan mekanisme tersebut 4. Hak atas standar tertinggi yang mungkin bagi kesehatan mental (right to the highest possible standard of mental health) 2. Hak atas nutrisi yang baik 2. a. Nutrisi yg dibutuhkan utk diet berimbang: per kelompok usia, per gender b. Ketersediaan pangan dasar yg dibutuhkan utk makanan berimbang c. Keterjangkauan pangan dasar yg diperlukan a. Tingkat bunuh diri b. Keluasan paranoia c. Keluasan depresi d. Keluasan penyalahgunaan obat: rate per populasi e. Keluasan perilaku anti sosial lain f. Keluasan penggunaan obat adiktif g. Ketersediaan pelayanan kesehatan mental dan pelayanan konseling psikiatris Sumber: Rosario K. Garcia, Et.al, 1997, Monitoring Economic, Social and Cultural Rights: The Philipine Experinence (editor: Rosalinda Galang), Philipine Human Rights Information Center (PhilRights), hlm

Merumuskan Indikator Pemenuhan dan Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1 :

Merumuskan Indikator Pemenuhan dan Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1 : Merumuskan Indikator Pemenuhan dan Perlindungan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1 : Oleh: Sri Palupi *) I. Mengapa Merumuskan Indikator? Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Lebih terperinci

Problem Pelaksanaan dan Penanganan

Problem Pelaksanaan dan Penanganan Problem Pelaksanaan dan Penanganan Pelanggaran Hak Atas Pangan Sri Palupi Institute t for Ecosoc Rights Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek

Lebih terperinci

Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM. Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights

Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM. Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights Hak atas standar penghidupan layak Dasar hukum: 1) Konstitusi Pasal 27 (2) 2) Pasal 25 Deklarasi

Lebih terperinci

Urgensi Pengembangan Indikator HAM

Urgensi Pengembangan Indikator HAM Urgensi Pengembangan Indikator HAM Oleh Pihri Buhaerah Pendahuluan Gerakan dan pegiat pembangunan sudah sejak lama mengembangkan indikator-indikator yang terarah dan terukur dalam mengevaluasi kemajuan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

HAK ATAS PENDIDIKAN. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-3)

HAK ATAS PENDIDIKAN. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-3) HAK ATAS PENDIDIKAN Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-3) ESENSI PENDIDIKAN SEBAGAI HAK DASAR Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia

Lebih terperinci

Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Menuju Perlindungan Indonesia, diselenggarakan oleh PUSHAM UII, bekerjasama dengan Noewegian Centre

Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Menuju Perlindungan Indonesia, diselenggarakan oleh PUSHAM UII, bekerjasama dengan Noewegian Centre Penguatan Status Legal Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Konstitusi dan Sistem Hukum Nasional: Potensi dan Tantangan Oleh : Rafendi Djamin Koordinator HRWG (Human Rights Working Group) hrwg@cbn.net.id

Lebih terperinci

HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA

HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-9 FH UNSRI LATAR HISTORIS Dirumuskan di bawah pengaruh konteks internasional ketika itu, yakni Perang Dingin; Dirumuskan dalam satu kovenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

MENYUSUN INDIKATOR YANG BERPERSPEKTIF GENDER

MENYUSUN INDIKATOR YANG BERPERSPEKTIF GENDER MENYUSUN INDIKATOR YANG BERPERSPEKTIF GENDER Dian Kartikasari, Seminar Nasional, Perempuan dan SDG, Koalisi Perempuan Indonesia, Jakarta, 20 Januari 2016 SDG SDG (Sustainable Development Goals/Tujuan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Problem tenaga kerja di Indonesia sangatlah kompleks. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang. Jumlah pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

2017, No Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No.1690, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Materi Muatan HAM dalam pembentukan Peraturan Perundang-ndangan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja memang menuntut manusia untuk mampu menguasai dan melaksanakan bidang pekerjaan yang sedang digeluti. Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi yang

Lebih terperinci

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia RISALAH KEBIJAKAN Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia LBH Jakarta November 2015 Tim Penyusun: Alldo Fellix Januardy, Yunita, & Riesqi Rahmadhiansyah RISALAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

LPF 1 MEMAHAMI KONSEP PERENCANAAN BERBASIS HAK (90 MENIT)

LPF 1 MEMAHAMI KONSEP PERENCANAAN BERBASIS HAK (90 MENIT) LPF 1 MEMAHAMI KONSEP PERENCANAAN BERBASIS HAK (90 MENIT) 1 TUJUAN UMUM Memberikan pemahaman tentang konsep perencanaan berbasis hak 2 TUJUAN KHUSUS Menjelaskan pengertian, latar belakang dan prinsipprinsip

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Arif Haryana *) Pendahuluan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana

Lebih terperinci

MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Grand Angkasa Medan, 2-5 Mei 2011 MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Lebih terperinci

Tujuan 4: Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua

Tujuan 4: Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua : Multi-stakeholder Consultation and Workshop, 26-27 April 2017, Jakarta, Tujuan 4: Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Etnobotani

2 TINJAUAN PUSTAKA. Etnobotani 6 2 TINJAUAN PUSTAKA Etnobotani Awal tahun 1985, ilmu etnobotani secara sederhana telah menggambarkan penggunaan tumbuhan oleh masyarakat suku Aborigin, namun dalam kurun waktu yang panjang ilmu tersebut

Lebih terperinci

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Pengantar

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Pengantar Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Pengantar R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Hak Asasi Manusia Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 18 April 2008 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Makalah WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Yogyakarta, 13-15 November 2007 Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Oleh: Ifdhal Kasim, S.H. (KOMNAS

Lebih terperinci

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Diambil dan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan diaksesi oleh resolusi Mahkamah Umum 2200A (XXI) pada 16 Desember 1966, berlaku

Lebih terperinci

HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA di tengah pelaksanaan program-program

HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA di tengah pelaksanaan program-program HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA di tengah pelaksanaan program-program pembangunan nasional yang sering tak berkiblat ke kepentingan rakyat Soetandyo Wignjosoebroto Seminar dan Lokakarya Menuju Perlindungan

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Ikhtisar Eksekutif

IKHTISAR EKSEKUTIF. Ikhtisar Eksekutif IKHTISAR EKSEKUTIF Dalam rangka mewujudkan Visi Pemerintah Kabupaten Rote Ndao sebagaimana tertuang dalam RPJMD Tahun 2014-2019 yaitu : Terwujudnya Peningkatan Kehidupan Masyarakat Rote Ndao yang BERMARTABAT

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Pencapaian kinerja sasaran Pemerintah Kabupaten Rote Ndao Tahun 2015 dapat digambarkan sebagai berikut : iii

IKHTISAR EKSEKUTIF. Pencapaian kinerja sasaran Pemerintah Kabupaten Rote Ndao Tahun 2015 dapat digambarkan sebagai berikut : iii IKHTISAR EKSEKUTIF Dalam rangka mewujudkan Visi Pemerintah Kabupaten Rote Ndao sebagaimana tertuang dalam RPJMD Tahun 2014-2019 yaitu : Terwujudnya Peningkatan Kehidupan Masyarakat Rote Ndao yang BERMARTABAT

Lebih terperinci

Oleh : Arief Setyadi. Persyaratan Gender dalam Program Compact

Oleh : Arief Setyadi. Persyaratan Gender dalam Program Compact Oleh : Arief Setyadi Persyaratan Gender dalam Program Compact Perempuan Bekerja Menyiangi Sawah (Foto: Aji) Program Compact memiliki 5 persyaratan pokok, yakni: 1. Analisis ERR di atas 10%, 2. Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN DALAM UPAYA MEMENUHI HAK ASASI SOSIAL (Studi Kasus Penggunaan Jamkesmas di Desa Kenteng, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Abad Milenium/Millenium Development Goals

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2004 2009,

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Health and Human Rights Divisi Bioetika dan Medikolegal FK USU WHO Definition of Health Health is a state t of complete physical, mental and social well- being and not merely the absence of disease or

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

Advokasi Anggaran. berbasis HAK Anak : Langkah DEMI Langkah. Penulis : Antarini Arna Adzkar Ahsinin. Editor: Dian Kartika Sari

Advokasi Anggaran. berbasis HAK Anak : Langkah DEMI Langkah. Penulis : Antarini Arna Adzkar Ahsinin. Editor: Dian Kartika Sari Advokasi Anggaran Berbasis Hak Anak Advokasi Anggaran berbasis HAK Anak : Langkah DEMI Langkah (draft 1) Penulis : Antarini Arna Adzkar Ahsinin Editor: Dian Kartika Sari Tata Letak : Ganda T Tumanggor

Lebih terperinci

Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Hakim Seluruh. oleh Pusham UII bekerjasama dengan Komisi Yudisial RI dan Norwegian Centre for Human Rights.

Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Hakim Seluruh. oleh Pusham UII bekerjasama dengan Komisi Yudisial RI dan Norwegian Centre for Human Rights. Hkhk Hak-hak hkek Ekonomi, Sosial dan Budaya Ifdhal Kasim Disampaikan ik pada Pelatihan Hakim Pemerkuatan Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Hakim Seluruh Indonesia pada 5 May 2011, di Medan. Diselenggarakan

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

Pengantar Prinsip Kemanusiaan

Pengantar Prinsip Kemanusiaan Pengantar Prinsip Kemanusiaan TUJUAN PEMBELAJARAN Mengenal Prinsip-prinsip Kemanusiaan Memahami berbagai jenis standar dan akuntabilitas dalam tanggap darurat Dari Mana Prinsip-prinsip Kemanusiaan Berasal?

Lebih terperinci

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN MDGs dirumuskan pada tahun 2000, Instruksi Presiden 10 tahun kemudian (Inpres No.3 tahun 2010 tentang Pencapaian Tujuan MDGs) Lesson Learnt:

Lebih terperinci

Annex 5: Panduan Maastricht mengenai Pelanggaran Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 5: Panduan Maastricht mengenai Pelanggaran Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 5: Panduan Maastricht mengenai Pelanggaran Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya I. Signifikansi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya 1. Sejak Prinsip Limburg diadopsi pada tahun 1986, kondisi ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 RINGKASAN TABEL INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 SETARA Institute, Jakarta 5 Desember 2011 SCORE 2011 PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU 1,4 KEBEBASAN BEREKSPRESI 2,5 KEBEBASAN BERAGAMA/BERKEYAKINAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI PERTANIAN RI. PADA KONFERENSI INTERNASIONAL HAK ASASI PETANI Jakarta, 21 Juni 2008

SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI PERTANIAN RI. PADA KONFERENSI INTERNASIONAL HAK ASASI PETANI Jakarta, 21 Juni 2008 SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI PERTANIAN RI PADA KONFERENSI INTERNASIONAL HAK ASASI PETANI Jakarta, 21 Juni 2008 Assalaamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Yang Saya Hormati: Saudara Pimpinan Dewan Pengurus

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

CATATAN PENGANTAR Hentikan Kematian Ibu Indonesia

CATATAN PENGANTAR Hentikan Kematian Ibu Indonesia CATATAN PENGANTAR Hentikan Kematian Ibu Indonesia Sulistyowati Irianto Bila ada 359 orang meninggal bersama karena kecelakan pesawat, bisa dipastikan kehebohan akan melanda dunia. Namun bila 359 orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

Statement INFID Menyambut UN High Level Event on MDGs, 25 September 2008

Statement INFID Menyambut UN High Level Event on MDGs, 25 September 2008 ( NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations, Ref. No : D1035 ) Jl. Mampang Prapatan XI No. 23, Jakarta 12790- Indonesia * Phone (62-21) 79196721, 79196722,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Dr. Wartanto (Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TUJUAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Tujuan 2. Menghentikan kelaparan, meningkatkan ketahanan pangan dan nutrisi, serta mempromosikan pertanian berkelanjutan

Tujuan 2. Menghentikan kelaparan, meningkatkan ketahanan pangan dan nutrisi, serta mempromosikan pertanian berkelanjutan : Multi-stakeholder Consultation and Workshop, 26-27 April 2017, Jakarta, Tujuan 2. Menghentikan kelaparan, meningkatkan ketahanan pangan dan nutrisi, serta mempromosikan pertanian berkelanjutan Hak atas

Lebih terperinci

HAK ATAS PERUMAHAN YANG LAYAK: MASYARAKAT ADAT/BANGSA PRIBUMI

HAK ATAS PERUMAHAN YANG LAYAK: MASYARAKAT ADAT/BANGSA PRIBUMI Makalah ADVANCED TRAINING Hak-hak Masyarakat Adat (Indigenous Peoples' Rights) Bagi Dosen Pengajar HAM di Indonesia Yogyakarta, 21 24 Agustus 2007 HAK ATAS PERUMAHAN YANG LAYAK: MASYARAKAT ADAT/BANGSA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat

Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Soetandyo Wignjosoebroto Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh BAB V KESIMPULAN Pasca Perang Dunia II terdapat perubahan penting dalam sistem sosial dan politik di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh dunia dan mengalami proses

Lebih terperinci

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta Ifdhal Kasim

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

VISI, MISI DAN PROGRAM POKOK

VISI, MISI DAN PROGRAM POKOK VISI, MISI DAN PROGRAM POKOK Ir. H. Ilham Arief Siradjuddin, MM Ir. H. Abd. Aziz Qahhar Mudzakkar, M.Si SEBAGAI CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN 2013-2018 1 VISI 2018 BERSAMA

Lebih terperinci

100 Hari Pemerintahan SBY- Boediono: Timpangnya Kebijakan Makroekonomi dengan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta, 31 Januari 2010

100 Hari Pemerintahan SBY- Boediono: Timpangnya Kebijakan Makroekonomi dengan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta, 31 Januari 2010 100 Hari Pemerintahan SBY- Boediono: Timpangnya Kebijakan Makroekonomi dengan Kesejahteraan Rakyat Jakarta, 31 Januari 2010 Catatan INFID atas program 100 Hari SBY-Boediono Program 100 Hari, Kejar Setoran,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci