PRODUKSI PATI GANYONG (Canna edulis Kerr) RESISTEN TIPE IV MELALUI MODIFIKASI ASETILASI FAIZA NUR ILMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI PATI GANYONG (Canna edulis Kerr) RESISTEN TIPE IV MELALUI MODIFIKASI ASETILASI FAIZA NUR ILMI"

Transkripsi

1 PRODUKSI PATI GANYONG (Canna edulis Kerr) RESISTEN TIPE IV MELALUI MODIFIKASI ASETILASI FAIZA NUR ILMI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Pati Ganyong (Canna edulis Kerr) melalui Modifikasi Asetilasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Faiza Nur Ilmi NIM E

4 ABSTRAK FAIZA NUR ILMI. Produksi Pati Ganyong (Canna edulis Kerr) Resisten Tipe IV melalui Modifikasi Asetilasi. Dibimbing oleh ANNE CAROLINA. Ganyong (Canna edulis Kerr) merupakan produk pangan yang berasal dari hutan yang berpotensi untuk diversifikasi pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pati resisten yang telah terbukti memiliki manfaat fisiologis. Pembuatan pati resisten dilakukan dengan modifikasi kimia menggunakan asetat anhidrida dengan tiga konsentrasi berbeda, yaitu 3, 4 dan 5% asetat anhidrida dalam 300 g pati ganyong. Kultivar ganyong yang digunakan dalam penelitian ini adalah merah dan putih. Reaksi asetilasi tersebut memperlihatkan derajat substitusi sebesar 0.082, 0.168, pada pati ganyong merah dan 0.082, 0.168, pada pati ganyong putih. Hasil analisis proksimat pada pati modifikasi memperlihatkan peningkatan kadar air dan penurunan kadar abu, sementara protein, lemak dan karbohidrat relatif tidak berubah. Selanjutnya dilakukan analisis kadar pati total, amilosa dan amilopektin, kadar serat pangan, kadar pati resisten dan daya cerna pati pada pati ganyong dan pati ganyong modifikasi terpilih, yaitu pati modifikasi 4%. Perlakuan modifikasi terbukti meningkatkan kadar pati resisten. Pada pati ganyong merah terdapat peningkatan kadar pati resisten sebesar 3.54% dan pada pati ganyong putih meningkat 3.8%. Hal ini berpengaruh terhadap kenaikan total serat pangan 2.45% untuk pati ganyong merah dan 1.95% untuk pati ganyong putih. Peningkatan serat pangan berakibat pada menurunnya daya cerna pati sebesar 1.58% pada pati ganyong merah dan 1.98% pada pati ganyong putih. Kata kunci: Canna edulis, daya cerna, modifikasi pati tipe IV, pati resisten ABSTRACT FAIZA NUR ILMI. Production of Resistant Edible Canna Starch (Canna edulis Kerr) Type IV Through Acetylation Modification. Supervised by ANNE CAROLINA. Edible canna is a potential forest product that can be used as food diversification. The objective of this research was to obtain resistant starch which has been proven for its physiological effect. The production of resistant starch was done by chemically modified which used different concentration of acetic anhydride, namely 3, 4, and 5% in 300 g of edible canna. Two types of edible canna used in this research are red edible canna and white edible canna. The degree of substitution which gained through acetylation is 0.082, 0.168, for red edible canna and 0.082, 0.168, for white edible canna. Through proximate analysis, modification of edible canna starch resulted in increase of water content and decrease of ash content, while protein content, lipid and carbohydrate content showed no relatively difference. Total starch content, amylose, amylopectin, dietary fiber, resistant starch and digestibility of starch were measured for edible canna and the selected modified edible canna (4%). The results showed that modification through acetylation can increase resistant starch content. It increased 3.54% in red edible canna while for white edible canna is 3.80%. These results

5 influenced the increasing of total dietary fiber with value 2.45% for red edible canna and 1.95% for white edible canna. The increasing of dietary fiber will result in the decreasing of digestibility of starch with value 1.58% for red edible canna and 1.98% for white edible canna. Keywords: Canna edulis, digestibility, resistant starch type IV, starch modification

6

7 PRODUKSI PATI GANYONG (Canna edulis Kerr) RESISTEN TIPE IV MELALUI MODIFIKASI ASETILASI FAIZA NUR ILMI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Produksi Pati Ganyong (Canna edulis Kerr) Resisten Tipe IV melalui Modifikasi Asetilasi Nama : Faiza Nur Ilmi NIM : E Disetujui oleh Anne Carolina, S.Si.,M.Si Pembimbing Diketahui oleh Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah hasil hutan bukan kayu, dengan judul Produksi Pati Ganyong (Canna edulis Kerr) Resisten Tipe IV melalui Modifikasi Asetilasi. Terima kasih penulis ucapkan kepada PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang telah memberikan dana penelitian dalam rangka Indofood Riset Nugraha (IRN) 2013, Ibu Anne Carolina, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing dan tim panelis IRN yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Divisi Kimia Hasil Hutan, keluarga serta teman-teman yang telah membantu dan memberikan dukungan selama penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Faiza Nur Ilmi

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 2 Bahan 2 Alat 2 Metode 2 Ekstraksi Pati Ganyong 2 Pembuatan Pati Modifikasi Kimia 3 Analisis yang dilakukan pada Pati Ganyong dan Pati Ganyong Modifikasi 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Ekstraksi Pati ganyong 8 Pati Modifikasi Resisten Tipe IV 10 Analisis Proksimat Pati Ganyong dan Pati Ganyong Terasetilasi 12 Kadar Air 13 Kadar Abu 13 Kadar Protein dan Lemak 13 Kadar Karbohidrat 14 Analisis Derajat Substitusi (DS) 14 Kadar Amilosa dan Amilopektin 15 Kadar Pati Resisten 17 Kadar Serat Pangan 18 Daya Cerna Pati 20 SIMPULAN DAN SARAN 21 Simpulan 21 Saran 21

12 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 31

13 DAFTAR TABEL 1. Rendemen dan kadar air pati ganyong Komposisi Kimia Pati Ganyong dan Pati Ganyong Modifikasi Hasil pengujian derajat substitusi Komposisi Amilosa dan Amilopektin Pati resisten pada pati dan pati modifikasi Kandungan Serat Pangan dalam Pati Ganyong (g/100g) 19 DAFTAR GAMBAR 1. Jenis bahan baku (a) Umbi ganyong merah (b) Umbi ganyong putih 9 2. Reaksi yang terjadi saat modifikasi asetilasi pati dengan katalis basa Perbandingan amilosa pati ganyong dan pati ganyong modifikasi Perbandingan kadar amilopektin pati ganyong dan pati ganyong modifikasi Korelasi antara kadar pati resisten dengan kadar serat pangan Perbandingan daya cerna setiap jenis sampel pati 20 DAFTAR LAMPIRAN 1 Rendemen pati ganyong merah dan putih 25 2 Hasil analisis proksimat pati ganyong merah, putih dan modifikasi 25 3 Hasil analisis kadar pati total 26 4 Hasil analisis kadar amilosa 27 5 Hasil analisis kadar pati resisten 29 6 Hasil analisis kadar serat pangan 29 7 Hasil analisis daya cerna pati 29

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar tidak hanya berupa hasil kayu tapi juga potensi hasil hutan bukan kayu. Salah satu hasil hutan bukan kayu yang berpotensi besar dijadikan alternatif bahan pangan adalah umbiumbian. Namun penduduk Indonesia belum banyak memanfaatkan komoditas umbi-umbian ini. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi mengenai sumber pangan alternatif tersebut. Selain itu menurut Drajat (2008) penduduk Indonesia telah mengalami perubahan selera, lebih menyukai makanan yang berbahan dasar tepung terigu dibandingkan dengan tepung lainnya. Oleh karena itu perlu penelitian dan eksplorasi lebih lanjut terhadap berbagai hasil hutan yang berpotensi, terutama yang memiliki keunggulan lebih. Salah satu umbi yang berpotensi adalah umbi ganyong. Umbi ini memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Umbi ganyong mengandung karbohidrat tinggi baik dikonsumsi sebagai sumber penyediaan energi bagi tubuh. Beberapa masyarakat mungkin sudah mengenal umbi ini, namun pemanfaatannya sebagai bahan pangan masih kurang. Pengolahan umbi ganyong menjadi pati dan tepung sangat prospektif ditinjau dari sifat fungsional dan komposisi kimia. Untuk meningkatkan nilai tambah dan memperbaiki sifat pati maka dilakukan pemodifikasian. Produk pati hasil ekstraksi dari umbi ganyong diberi perlakuan kimiawi, yaitu direaksikan dengan asetat anhidrida mengacu pada Paten EP B1 sehingga dihasilkan pati resisten tipe IV. Pati resisten memiliki karakteristik yang hampir sama dengan serat pangan, yaitu bersifat tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan dan tidak dapat tercerna dalam usus halus tapi terfermentasi dalam kolon (Nugent 2005). Proses modifikasi kimia dengan asetilasi terhadap pati ini dilaporkan dapat menurunkan daya cerna pati dan meningkatkan kadar pati resisten. Menurut Sajilata et al. (2006), pati resisten menunjukkan efek yang baik bagi fungsi fisiologi tubuh, yaitu dapat menurunkan indeks glikemik, menurunkan kolesterol dan mengurangi resiko kanker usus. Pati jenis ini memiliki sifat yang lebih baik sehingga banyak diaplikasikan pada industri pangan sebagai bahan pembantu bagi produk pangan tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian tahap awal, yang terdiri dari pemodifikasian pati ganyong secara asetilasi diikuti oleh analisis sifat kimia produk. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif pembantu bahan pangan dari komoditas lokal yang bernilai ekonomi dan manfaat kesehatan yang tinggi. Perumusan Masalah Ketersediaan tanaman yang mengandung karbohidrat tinggi seperti umbi ganyong, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi pati resisten termodifikasi kimia. Pati resisten ini memiliki nilai ekonomi dan manfaat kesehatan yang lebih tinggi. Proses pembuatan pati resisten ini dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu dimulai dengan ekstraksi pati dari umbi ganyong, modifikasi pati secara asetilasi dengan cara mereaksikan pati dengan asetat

16 2 anhidrid, serta analisis hasil pati termodifikasi meliputi penentuan rendemen pati, kadar air, kadar abu, kadar protein dengan metode kjeldahl, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan dan pati resisten, serta daya cerna pati. Pati resisten yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pembantu produk pangan yang berguna untuk pemeliharaan kesehatan. Selain itu penelitian ini diharapkan berperan dalam upaya peningkatan pemanfaatan produk pangan lokal. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan modifikasi pati ganyong merah dan putih dengan variasi konsentrasi asetat anhidrida sebesar 3, 4 dan 5%. Setelah itu dilakukan analisis proksimat dan derajat substitusi diikuti dengan analisis kadar pati total, amilosa dan amilopektin, kadar serat pangan, kadar pati resisten dan daya cerna pada pati ganyong dan pati ganyong modifikasi terpilih. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September 2013 April 2014 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institutu Pertanian Bogor, Seafast Center, Laboratorium Fisik Gizi Masyarakat IPB, dan Laboratorium Kimia Terpadu Diploma IPB. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Umbi Ganyong (Canna edulis Kerr) yang berumur 5 10 bulan dan diperoleh dari daerah semplak, Bogor. Bahan kimia yang digunakan dalam pemodifikasian pati adalah asetat anhidrida. Alat Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan pati yaitu alat penggiling, bak pengendap pati, loyang, dan oven pengering. Alat-alat yang digunakan untuk pemodifikasian dan analisis yaitu ph meter, perangkat Soxhlet, perangkat Kjeldahl, Evaporator, spektrofotometer Jenway, spektrofotometer UV-Vis Spectronic 20D+, vortex, dan alat-alat gelas. Metode Ekstraksi Pati Ganyong Pati ganyong diperoleh dari umbi ganyong yang sudah tua sehingga diperoleh pati yang halus. Tahapan ini dilakukan dengan mengacu pada metode Lingga et al. (1986) yang dimodifikasi agar diperoleh hasil yang optimal. Umbi ganyong segar dikupas dan dicuci kemudian direndam salama satu jam. Setelah itu, diparut dan diekstrak dengan penambahan air 1 : 3.5. Ampas yang tertinggal diekstrak lagi dengan penambahan air yang sama. Hasil ekstraksi akan membentuk suspensi yang lalu diendapkan selama 12 jam. Setelah itu air dan

17 endapan pati terpisah. Pati dikeringkan dengan suhu 50 C selama enam jam. Pati yang sudah kering dihaluskan dengan blender dan disaring dengan saringan 60 mesh. Pembuatan Pati Modifikasi Kimia Pembuatan pati modifikasi kimia dilakukan dengan mereaksikan pati ganyong merah dan pati ganyong putih dengan asetat anhidrida merujuk pada Paten EP B1. Sampel pati ganyong merah dan putih masing-masing sebanyak 300 g ditempatkan dalam gelas piala kemudian disuspensikan dalam 450 ml akuades. ph larutan dijaga sampai sekitar 7.8 dengan penambahan 3% NaOH. Pemberian asetat anhidrida dibedakan menjadi tiga konsentrasi, yaitu 3%, 4% dan 5% asetat anhidrida terhadap 300 g pati. Asetat anhidrida ditambahkan ke dalam larutan dan ph dinaikkan bertahap sampai ph mencapai 8 sambil terus diaduk. Kemudian campuran dibiarkan bereaksi selama 5 menit. Suspensi disaring dengan kertas dan dibilas dengan 3 x 500 ml akuades. Endapan pati asetat dibiarkan mengering pada udara terbuka. Analisis yang dilakukan pada Pati Ganyong dan Pati Ganyong Modifikasi Parameter yang diamati meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, derajat substitusi. Berdasarkan hasil pengujian derajat substitusi dipilih beberapa sampel untuk dianalisis kadar pati resisten, kadar pati total, kadar amilosa dan amilopektin, kadar serat pangan serta daya cerna pati. Rendemen Pati Rendemen pati dihitung berdasarkan perbandingan berat pati yang diperoleh terhadap berat umbi tanpa kulit yang dinyatakan dalam persen (%). 3 Keterangan : a = berat umbi tanpa kulit (g) b = berat pati yang diperoleh (g) Kadar Air (AOAC 1995) Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 4-5 g sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 C selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan berulang hingga diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan. Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan ditimbang, lalu diabukan dalam tanur bersuhu 550 C sampai semua contoh menjadi abu dan beratnya konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:

18 4 Kadar Protein Metode Kjeldahl (SNI ) Sampel pati ditimbang sebanyak mg lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Berikutnya ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 10 ml dan campuran CuSO 4 : K 2 SO 4 (1:8) sebanyak 5 g. Destruksi dilakukan (dalam lemari asam) sampai cairan berwarna hijau jernih. Larutan yang telah jernih diencerkan dengan aquades dalam labu ukur sampai 100 ml. Larutan hasil destruksi yang telah diencerkan diambil 10 ml dimasukkan ke dalam alat destilasi Kjeldahl dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%. Destilasi dijalankan selama ± 20 menit dan destilatnya ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi larutan HCl 0.1 M sebanyak 25 ml. Kelebihan HCl selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0.1 N. Dimana: Va. Na = mgrek asam Vb. Nb = mgrek basa 100/10 = faktor pengenceran (dari 100 ml hasil destruksi, diambil 10 ml yang dimasukkan ke dalam alat destilasi) 14 = Mr Nitrogen (mg/mmol) Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 5 jam. Pelarut hasil ekstraksi dalam labu dievaporasi dan sisanya dipanaskan dalam oven, lalu ditimbang. Kadar Karbohidrat by difference Kadar karbohidrat (%bk) pada sampel dihitung secara by difference, yaitu mengurangkan 100 % dengan nilai total dari kadar abu (%bk), kadar protein (%bk) dan kadar lemak (%bk). Derajat Substitusi (Chen dan Voregen 2004) Sebanyak 1 g pati asetat ditimbang dan dilarutkan dalam suhu 50 C selama 30 menit. Slurry pati didinginkan pada suhu ruang kemudian ditambahkan

19 40 ml KOH 0.5 M dan disimpan selama 72 jam pada suhu ruang. Alkali berlebih dititrasi dengan 0.5 M HCl dengan menggunakan indikator metil merah. Sampel selanjutnya dititrasi dengan 0.5 HCl. Persen asetil dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 5 Dimana: Vo = volume HCl untuk titrasi blanko Vn = volume HCl untuk sampel N = normalitas HCl M = masa sampel kering 43 = berat molekul asetil (CH 3 CO) Untuk derajat substitusi (DS) dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Dimana: 162 = berat molekul glukosa (C 6 H 12 O 6 ) 4300 = berat molekul asetil (CH 3 CO) x = selis g g s s g g g s OHˉ Kadar Pati Total (Apriyantono et al yang dimodifikasi) a. Hidrolisis pati dengan asam Sampel tepung sebanyak 0.5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml, kemudian ditambahkan 50 ml etanol dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu yang terdapat pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter. Eter dibiarkan menguap dari residu, kemudian dicuci kembali dengan 150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air ditambah 20 ml larutan HCl 25%. Ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2.5 jam untuk menghidrolisis pati. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan larutan NaOH 25% dan diencerkan sampai volume 500 ml dan dihomogenkan dan disaring untuk kemudian disebut sebagai larutan stok. b. Penentuan total gula pereduksi dengan metode Anthrone Disiapkan larutan pereaksi Anthrone 0.1% dengan melarutkan 0.1 g bubuk Anthrone dalam 100 ml H 2 SO 4 pekat. Larutan dibuat sesaat sebelum digunakan. Larutan stok sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 ml pereaksi Anthrone. Untuk kurva standar, sampel diganti dengan larutan glukosa murni 0.2 mg/ml sebanyak 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml yang masing-masing kemudian ditepatkan menjadi 1 ml dengan akuades. Tabung ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 100 ºC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar

20 6 glukosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni. c. Penentuan kadar pati sampel Nilai kadar gula pereduksi yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran. Kadar pati total (% bb) dalam sampel diperoleh dengan mengalikan kadar total gula dengan faktor konversi 0.9. Kadar Amilosa (Apriyantono et al. 1989) a. Pembuatan kurva standar amilosa Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 ºC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera sebagai larutan stok standar. Larutan stok dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masingmasing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N. Ditambahkan 2 ml larutan iod (0.2 g I 2 dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata) ke dalam setiap labu, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar dibuat sebagai hubungan antara kadar amilosa dan absorbansi. b. Analisis sampel Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 ºC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dipipet 5 ml larutan gel pati, dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam labu takar tersebut kemudian ditambahkan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa (% bb) ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh. Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik (AOAC 1995) Sampel kering diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit. Sejumlah 1 g sampel bebas lemak (w) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml 0.1 M bufer natrium fosfat ph 6 dan dibuat suspensi. Pada suspensi tersebut ditambahkan 0.1 ml termamyl, ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi pada suhu 100 ºC selama 15 menit,

21 diangkat dan didinginkan, ditambahkan 20 ml akuades dan ph diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 1 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 ºC dan diagitasi selama 60 menit. Pada campuran ditambahkan 20 ml akuades dan ph diatur menjadi 6.8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 ºC selama 60 menit sambil diagitasi, dan terakhir ph diatur dengan HCl menjadi 4.5. Selanjutnya disaring dengan kertas Whatman no. 42, lalu dicuci dua kali dengan akuades. a. Residu (serat pangan tidak larut/idf) Sampel dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105 ºC sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Kemudian diabukan dalam tanur 500 ºC selama minimal 5 jam, dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1). b. Filtrat (serat pangan larut/sdf) Volume filtrat diatur dengan akuades sampai dengan 100 ml, lalu ditambah dengan 400 ml etanol 95% hangat (60 ºC), diendapkan 1 jam. Lalu disaring dengan kertas Whatman no. 42 dan dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105 ºC hingga berat konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Selanjutnya diabukan dalam tanur 500 ºC selama minimal 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I2). c. Serat makanan total/tdf dan blanko Serat makanan total (TDF) ditentukan dengan menjumlahkan nilai serat pangan larut (SDF) dan serat pangan tidak larut (IDF). Nilai blanko untuk IDF dan SDF diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel. 7 Kadar Pati Resisten Metode Enzimatik Gravimetri (AOAC 1995) Sampel pati sebanyak 0.5 g dilarutkan dengan 25 ml bufer fosfat 0.08 M (ph 6.0) dalam gelas piala 250 ml, lalu ditutup dengan aluminium foil. Kemudian ditambahkan 0.2 ml enzim termamyl, dan campuran diinkubasi dalam penangas air suhu 95 ºC selama 30 menit, dengan diaduk lembut setiap 5 menit sekali. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, ph larutan diatur hingga 4.5 dengan 5 ml larutan HCl N dan ditambahkan 0.5 ml enzim amiloglukosidase lalu diinkubasi dalam penangas air bergoyang dengan suhu 60 ºC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, ph campuran diatur menjadi 7.5 dengan menambahkan 5 ml larutan NaOH N, lalu ditambahkan 0.05 ml enzim protease (40 mg protease/ 50 ml buffer fosfat ph 6.0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60 ºC selama 30 menit. Setelah inkubasi selesai, larutan disentrifugasi 2000 rpm selama 20 menit. Setelah itu diambil bagian pelet. Kemudian pelet dicuci dua kali dengan etanol 80

22 8 % dan air destilata. Hasil pencucian disaring menggunakan crucible filtering glass hingga diperoleh residu. Residu tersebut dikeringkan menggunakan oven bersuhu 40 C. Kadar pati resisten dihitung dengan cara membandingkan bobot residu dengan bobot sampel dikalikan 100. Daya Cerna Pati (Muchtadi et al. 1992) Sebanyak 1 g sampel tepung atau pati murni dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan dengan 100 ml air destilata. Wadah ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan dalam waterbath hingga mencapai suhu 90 ºC sambil diaduk. Setelah suhu 90 ºC tercapai, sampel segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan 3 ml air destilata dan 5 ml bufer fosfat ph 7. Masingmasing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasikan dengan suhu 37 ºC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 ml z α-amilase (1 mg/ml dalam bufer fosfat ph 7) untuk sampel dan 5 ml bufer fosfat ph 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit. Sebanyak 1 ml campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml larutan DNS (asam dinitrosalisilat). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10 ml air destilata dan dibuat homogen dengan vortex, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNS terhadap 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan maltosa murni 0.5 mg/ml yang ditepatkan menjadi 1 ml dengan air destilata. Dimana: A a B b = kadar maltosa sampel = kadar maltosa blanko sampel = kadar maltosa pati murni = kadar maltosa blanko pati murni HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Pati ganyong Tanaman ganyong secara internasional disebut edible canna atau Queensland arrowroot, yaitu tumbuhan canna yang dapat dimakan atau tumbuhan yang mempunyai akar rimpang (umbi) berbentuk seperti busur panah dari Quennsland (Rukmana 2000). Umbi ganyong yang didapatkan dari daerah semplak, Bogor berumur 5 10 bulan. Sementara itu umur pembentukan pati optimum pada umbi ganyong adalah 7 10 bulan. Umur umbi tersebut akan mempengaruhi nilai rendemen yang dihasilkan. Varietas ganyong yang digunakan dalam penelitian ini adalah ganyong merah dan putih. Ciri-ciri ganyong merah

23 adalah batang lebih besar, agak tahan terhadap sinar dan tahan kekeringan, sulit menghasilkan biji, hasil umbi basah lebih besar tetapi kadar patinya rendah, umbi lazim dimakan segar (direbus). Sementara ganyong putih, memiliki ciri-ciri batang lebih kecil dan pendek, kurang tahan terhadap sinar tetapi tahan kekeringan, selalu menghasilkan biji dan bisa diperbanyak menjadi anakan tanaman (Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian 2002). 9 (a) (b) Gambar 1 Jenis bahan baku (a) Umbi ganyong merah (b) Umbi ganyong putih Pati ganyong dapat diolah menjadi berbagai produk berbasis pati sebagai pengganti pati jagung, tapioka dan sagu. Manfaat lain dari pati ganyong adalah untuk campuran nasi jagung dan untuk bahan campuran pembuatan bihun yang bahan utamanya biasanya dari tepung beras (Koswara 2006). Piyachomkwan et al. (2002) membandingkan sifat-sifat pati ganyong dengan pati singkong. Rendemen pati ganyong sebesar ton/hektar ternyata lebih rendah daripada rendemen pati singkong yang mencapai 6.5 ton/hektar. Pati ganyong mempunyai ukuran granula yang lebih besar (10 8 μ, v s s s c pada pati ganyong lebih tinggi ( BU (Brabender Unit)) dan 815 BU pada pati singkong, namun pasta pati ganyong lebih stabil dan bila didinginkan mengalami peningkatan viskositas sampai 1800 BU. Gelatinisasi pati ganyong juga cepat membentuk gel yang lebih baik bila didinginkan. Tanaman ganyong tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi. Tumbuhan ini tahan beragam penyakit dan bisa ditanam di daerah perkebunan atau kehutanan. Oleh sebab itu, tanaman ini mudah dibudidayakan di Indonesia (Drajat 2008). Pati ganyong dibuat melalui tahapan pengupasan, pencucian, perendaman, ekstraksi, pengendapan, pengeringan, penggilingan, dan penyaringan. Pada saat pencucian juga dilakukan pengupasan kulit ari yang menyelubungi bagian ujung umbi, selanjutnya umbi baru dikupas secara keseluruhan. Pencucian dan pengupasan bertujuan untuk membersihkan akar, kotoran, dan memudahkan proses ekstraksi. Selanjutnya umbi direndam selama satu jam untuk melunakkan jaringan dan lebih mudah diparut karena umbi ganyong memiliki serat tinggi yang menyulitkan proses pemarutan. Pemarutan bertujuan untuk merusak jaringan dan sel-sel umbi sehingga pati dapat keluar. Pada saat pemarutan air juga ditambahkan untuk melancarkan proses pemarutan, keluarnya pati dan menyempurnakan kerusakan pada jaringan. Proses ekstraksi dilakukan dengan memisahkan air dan pati dari ampas, pada proses ini ditambahkan air dengan rasio bahan banding air sebesar 1:3.5.

24 10 Ampas yang diperoleh selanjutnya diekstrak lagi sebanyak dua kali dengan rasio penambahan air yang sama. Hasil ekstraksi ini membentuk suspensi yang selanjutnya diendapkan selama 12 jam. Setelah 12 jam akan terbentuk endapan pati dan air pada bagian atas yang selanjutnya dialirkan keluar bak hingga tersisa endapan pati basah. Pengeringan dilakukan dengan oven suhu 50 C selama enam jam. Bongkahan pati yang terbentuk digiling dengan blender dan disaring dengan saringan 60 mesh sehingga siap untuk digunakan dalam proses modifikasi. Rendemen pati dihitung dari perbandingan berat kering pati dan berat umbi yang telah dikupas. Rendemen yang didapatkan dalam penelitian ini lebih kecil dari optimasi pati ganyong yang dapat diekstrak yaitu sekitar 17-18% (Damayanti 2002). Hal ini disebabkan karena umur dari umbi ganyong yang digunakan tidak seluruhnya termasuk ke dalam rentang umur yang menghasilkan pati maksimum. Berikutnya apabila dibandingkan antara dua kultivar, rendemen ganyong putih lebih tinggi dari pada ganyong merah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan Departemen Pertanian (2010) bahwa pada ganyong putih lebih umum diekstrak patinya karena memiliki kandungan pati yang lebih tinggi, sedangkan ganyong merah lebih umum diolah langsung. Akan tetapi petani di Bogor lebih suka menanam jenis merah. Rendemen yang diperoleh dari hasil ekstraksi pati ganyong merah dan putih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rendemen dan kadar air pati ganyong Kultivar Berat pati (kg) Rendemen (%) Kadar air (%) Ganyong Merah Ganyong Putih Semakin besar rendemen yang dihasilkan akan semakin baik karena hal itu akan mempengaruhi jumlah bahan baku yang dibutuhkan yang juga berdampak pada biaya produksinya. Setelah pati ganyong dihasilkan, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar air. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam pati karena kadar air yang rendah menyebabkan mikroba perusak sulit untuk hidup, sehingga berpengaruh terhadap masa penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Winarno (2004) bahwa kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran kadar air dapat dilihat bahwa kadar air berkisar antara %. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar air ini lebih rendah dari pada kadar air tepung terigu yaitu 13 15% dan masa simpan tepung terigu dengan kadar air di bawah 14% adalah satu tahun (Rahayu 2003). Dengan kadar air yang lebih rendah ini diharapkan pati ganyong dapat disimpan lebih lama pada suhu ruang dari pada tepung terigu. Pati Modifikasi Resisten Tipe IV Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa de g α-glikosida. Oleh karena itu, pati dapat disebut sebagai karbohidrat kompleks (British Nutrition Foundation 2005). Aplikasi pati dalam proses pengolahan pangan sangat luas, namun sifat alami dari pati baik dari segi sifat fisik ataupun kimia menjadi hambatan bagi pengolahan produk pangan tertentu. Oleh karena itu, menurut Elliason (2004) untuk mendapatkan pati sesuai dengan

25 karakteristik produk pangan dan meningkatkan sifat fungsionalnya maka pati tersebut perlu dimodifikasi. Pati modifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu agar dihasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya, terutama sifat fisikokimia dan fungsionalnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya (Saguilan et al. 2005). Pemodifikasian pati dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu modifikasi secara fisik, kimia dan enzimatis. Menurut Sangseethong et al. (2009) modifikasi pati dapat dibuat sesuai dengan sifat-sifat yang dikehendaki. Aplikasi dari pati modifikasi ini biasanya banyak digunakan dalam pembuatan salad cream, mayonnaise, saus kental, jeli marmable, produk-produk konfeksioneri (permen, cokelat, dan lain-lain), breaded food, lemon curd, pengganti gum arab, dan lain-lain. Perkembangan dari pati modifikasi kimia telah diperkenalkan kepada industri makanan, farmasi dan tekstil (Abbas et al. 2010). Perlakuan modifikasi ini menghasilkan pati resisten yang memiliki efek fisologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi resiko pembentukan batu empedu, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak dan meningkatkan absorbsi mineral (Sajilata et al. 2006). Efek fisologis tersebut bekerja seperti fungsi serat pangan dalam tubuh, sesuai dengan yang dikatakan Nugent (2005) bahwa pati resisten memiliki karakteristik yang hampir sama dengan serat pangan, yaitu sifatnya yang tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan dan tidak dapat tercerna dalam usus halus tapi terfermentasi dalam kolon. Oleh karena itu, pati resisten diklasifikasikan ke dalam serat pangan. Berikut adalah proses reaksi saat modifikasi, dimana reaksi dimulai dengan substitusi gugus asetil, selanjutnya dapat terjadi reaksi sampingan berupa pembentukan natrium asetat. Reaksi substitusi gugus asetil: 11 Reaksi pembentukan natrium asetat: Reaksi deasetilasi: Gambar 2 Reaksi yang terjadi saat modifikasi asetilasi pati dengan katalis basa

26 12 Pati resisten tipe IV dari umbi ganyong dibuat dengan mereaksikan pati dengan asetat anhidrida. Metode asetilasi biasa dilakukan secara komersial untuk memproduksi pati terasetilasi dengan derajat substitusi rendah dengan menggunakan asetat anhidrida pada ph basa (Xie et al. 2005). Reaksi antara pati dan asetat anhidrida akan memutus ikatan hidrogen dan digantikan oleh gugus asetil. Reagen ini dapat digunakan sendiri atau ditambah dengan katalis, selain itu dapat juga digunakan bersama dengan asam asetat, piridin, dan dimetil sulfoksida dalam larutan alkali (Rutenberg dan Solarek 1984). Asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa asetat untuk menghasilkan serat asetat, plastik serat kain dan lapisan film (Celanese 2010). Pada penelitian ini konsentrasi reagen yang diberikan dibedakan menjadi tiga, 3, 4 dan 5% dari berat kering pati. Penampakan pati resisten tipe IV tidak berbeda jauh dengan pati asal. Pemilihan asetat anhidrida sebagai reagen karena bersifat lebih reaktif. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hart et al. (2003) bahwa anhidrida jauh lebih nukleofili dibandingkan ester, tetapi kurang reaktif dibandingkan asil halida. Proses modifikasi menggunakan NaOH sebagai katalis. NaOH biasa digunakan sebagai katalis dalam proses asetilasi karena dapat menaikkan kecepatan reaksi awal (Villalobos dan Feria 2011). Analisis Proksimat Pati Ganyong dan Pati Ganyong Terasetilasi Analisis proksimat adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar suatu komponen tertentu dalam sampel secara estimasi. Komposisi kimia pada pati mempengaruhi kadar pati resisten yang akan dihasilkan, selain itu juga mempengaruhi suhu gelatinisasi. Menurut Bastian (2006) terjadi peningkatan kadar pati resisten secara signifikan setelah dilakukan hidrolisis protein dan lemak pada pati beras, yang semula 0.02 g/100 g berat menjadi 0.14 g/100 g berat. Berikut tabel hasil pengujian proksimat pati ganyong dan pati ganyong modifikasi. Tabel 2 Komposisi Kimia Pati Ganyong dan Pati Ganyong Modifikasi Komposisi Sampel Kimia (%) Merah Putih Pati Ganyong Merah PM 3% AA PM 4% AA PM 5% AA Pati Ganyong Putih PM 3% AA PM 4% AA PM 5% AA Kadar Air (%bb) Kadar Abu (%bk) Kadar Protein (%bk) Kadar Lemak (%bk) Kadar Karbohidrat (%bk) Keterangan: PM adalah pati modifikasi, AA adalah asetat anhidrida

27 Kadar Air Air dalam bahan pangan berdasarkan derajat keterikatannya dibagi menjadi empat tipe yaitu tipe I, II, III dan IV. Ketika sebagian air tipe II dihilangkan maka pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi (Winarno 2004), sehingga kestabilan optimal bahan makanan dapat diperoleh. Kandungan air dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap daya tahan bahan makanan akan serangan mikroba dinyatakan dengan a w (water activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Semakin besar kadar air maka semakin besar pula nilai a w. Hal tersebut berarti semakin lemah daya tahan bahan makanan tersebut terhadap serangan mikroorganisme sehingga daya simpannya pun semakin singkat. Lemahnya daya simpan akibat kadar air yang tinggi tersebut berkaitan dengan laju reaksi relatif kapang, khamir, dan bakteri yang makin meningkat seiring dengan kenaikan aktivitas air. Oleh karena itu kadar air yang rendah lebih diharapkan. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air pati ganyong merah dan putih cukup rendah dibawah kadar air 14%, untuk masa penyimpanan satu tahun. Sementara itu untuk kadar air pati hasil modifikasi jauh lebih tinggi dari pada kadar air sebelumnya, yaitu sebesar 14 17% yang berarti hanya dapat disimpan dibawah satu tahun. Nilai kadar air yang meningkat setelah modifikasi dapat disebabkan oleh pengeringan pati modifikasi dilakukan dengan pengeringan udara sehingga sulit untuk mencapai kadar air yang rendah dibawah 14%. Kadar Abu Abu merupakan komponen anorganik yang tertinggal setelah semua karbon organik dibakar habis. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam bahan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengurangan nilai kadar abu setelah modifikasi. Nilai ini memenuhi SNI yaitu maksimal 0.5%. Namun kadar abu ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain yang menunjukkan kadar abu pati ganyong berkisar antara % (Damayanti 2002), dan sebesar 0.2% (Richana dan Sunarti 2004). Adapun perbedaan kandungan dapat disebabkan oleh perbedaan varietas ganyong, pemberian pupuk dan tanah tempat tumbuh. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan menjadi pati. Pati ganyong didapat dengan cara ekstraksi dan pencucian berulang dengan air. Pencucian tersebut dapat menyebabkan terlarutnya mineral dan hilang terbawa ampas sehingga kandungan mineralnya berkurang. Adapun sedikit perbedaan antara pati ganyong dengan pati yang telah dimodifikasi juga disebabkan oleh pencucian dan penyaringan kembali saat proses modifikasi. Kadar Protein dan Lemak Kadar protein dan lemak merupakan komponen minor dalam pati. Syarat kadar protein dan lemak dalam pati tidak ditetapkan dalam SNI, namun kandungan protein ini menentukan sifat karakteristik pati tersebut. Dalam penelitian ini kadar protein dalam pati berkisar antara % (% bk). Rentang ini cukup besar bila dibandingkan dengan Damayanti (2002), kandungan protein pati ganyong berkisar antara % (% bk), dan cukup tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Chansri et al. (2005) yaitu % (% bk). Sementara itu kandungan lemak berkisar antara % (% bk). Kadar lemak pati ganyong yang dihasilkan cukup tinggi dibandingkan penelitian yang 13

28 14 telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian Richana dan Sunarti (2004) menghasilkan pati dengan kadar lemak 0.75% (% bk), sedangkan Damayanti (2002) sebesar % (% bk). Akan tetapi bila dibandingkan antara kedua jenis kultivar, ganyong merah mengandung protein dan lemak yang lebih tinggi. Walaupun kadar lemak dan protein yang tinggi dapat melengkapi kandungan gizi dalam pati tetapi keberadaannya tidak diharapkan karena dapat menurunkan kadar pati resisten. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sajilata et al. (2006) bahwa terdapat beberapa komponen pada pangan yang berinteraksi dengan pati dan pada akhirnya mempengaruhi pembentukan pati resisten antara lain: protein, serat pangan, enzim inhibitor, ion, dan lipid. Namun tidak terlihat perbedaan kandungan kimia antara pati ganyong dan pati ganyong yang telah dimodifikasi. Hal tersebut berbeda dengan modifikasi tipe III yang menunjukan perbedaan komposisi kimia. Dalam Pratiwi (2008) dijelaskan bahwa pati garut yang telah dimodifikasi menunjukan perbedaan komposisi kimia dengan pati garut tanpa perlakuan. Hal ini berarti perlakuan modifikasi tipe III dengan autoclavingcooling secara berulang mengakibatkan perubahan komposisi kimia. Kadar Karbohidrat Penentuan kadar karbohidrat secara by difference menghasilkan perkiraan jumlah karbohidrat secara keseluruhan, baik karbohidrat sederhana maupun yang kompleks. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan karbohidrat ganyong putih lebih tinggi. Oleh karena itu ganyong putih lebih cocok sebagai bahan baku pati resisten karena memiliki kadar rendemen yang lebih tinggi, kadar protein dan lemak yang lebih rendah, serta kadar karbohidrat yang lebih tinggi. Hal ini juga telah disebutkan sebelumnya bahwa ganyong putih memang lebih umum diambil patinya dari pada dimakan langsung (Departemen Pertanian 2010). Akan tetapi perbedaan kandungan karbohidrat tidak dilihat antara pati ganyong dan pati hasil modifikasi. Hal tersebut karena seluruh karbohidrat dihitung, baik kompleks maupun sederhana. Perbedaan akan terlihat pada kadar serat pangan. Analisis Derajat Substitusi (DS) Uji kadar gugus asetil yang tersubstitusi dilakukan untuk mengevaluasi pati ganyong hasil modifikasi dengan asetilasi. Pada penelitian ini digunakan variasi penambahan asetat anhidrida sebanyak 3, 4 dan 5%. Hasil pengujian derajat substitusi pada pati hasil modifikasi dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Hasil pengujian derajat substitusi Kultivar Perlakuan %Asetil DS Ganyong Merah 3% Asetat Anhidrida % Asetat Anhidrida % Asetat Anhidrida Ganyong Putih 3% Asetat Anhidrida % Asetat Anhidrida % Asetat Anhidrida Keterangan: DS adalah derajat substitusi

29 Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi asetat y g s y g g s OHˉ y g s s s oleh gugus asetil. Hal tersebut berarti semakin tinggi perbandingan asetat anhidrid dengan berat pati memberikan kesempatan lebih besar terhadap gugus asetil untuk tersubstitusi pada gugus hidroksil. Derajat substitusi meningkat karena konsentrasi asetat anhidrida yang lebih tinggi tidak hanya menimbulkan suatu tingkat benturan molekul yang tinggi tetapi juga ketersediaan molekul-molekul asetat anhidrida yang besar disekitar pati (Xu et al. 2012). Derajat susbstitusi terendah yaitu sebesar pada perlakuan 3% asetat anhidrida dan terbesar yaitu 2.57 pada perlakuan 5% asetat anhidrida untuk kedua pati ganyong baik varietas merah atau pun putih. Sementara itu perlakuan 4% asetat anhidria menunjukkan derajat substitusi sebesar Berdasarkan US Food Drug Administration (FDA) nilai derajat substitusi dari pati asetat yang diizinkan dalam penggunaan makanan untuk meningkatkan binding, thickening, stability, dan texturizing sebesar Asetilasi pada derajat rendah dapat meningkatkan kekuatan pati seperti kekentalan, stabilitas, dan tekstur pati (Saputro et al. 2012). Pada penelitian ini derajat substitusi yang masuk dalam nilai yang diizinkan adalah yang didapat pada perlakuan 3 dan 4% asetat anhidrida. Sementara itu perlakuan 5% asetat anhidrida tidak diperkenankan diaplikasikan sebagai material bahan pangan karena nilai derajat substitusi yang melebihi ambang batas yang diizinkan FDA. Berdasarkan atas nilai derajat substitusi yang diperoleh, dipilih sejumlah sampel yang selanjutnya akan diuji kadar pati resisten, kadar serat pangan dan daya cerna. Sampel yang terpilih adalah sampel dengan perlakuan 4% asetat anhidrida, karena nilai derajat substitusi dari sampel ini masuk dalam rentang yang diizinkan FDA dan nilainya lebih tinggi dari pada sampel dengan perlakuan 3% asetat anhidrida. Nilai derajat substitusi berbanding lurus dengan peningkatan kadar pati resisten dan kadar serat pangan yang akan menurunkan daya cerna pati tersebut. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Zieba et al. (2011) bahwa sifat resisten tersebut bergantung pada nilai total derajat substitusi dan derajat atom karbon substitusi dalam molekul anhydroglucose yang berdekatan dengan ikatan α-1,4-glikosida yang terhidrolisis. Kadar Amilosa dan Amilopektin Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati adalah bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa granula dalam kloroplas daun dan dalam amiloplas pada biji dan umbi (Sajilata et al. 2006). Pati tersusun atas dua makromolekul, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa dan amilopektin memiliki perbedaan sruktur yang menyebabkan perbedaan ketahanan terhadap enzim pencernaan. Rantai bercabang dari amilopektin mempunyai sifat yang mudah sekali didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan, sedangkan amilosa tidak mudah didegradasi oleh enzim (Ananta 2006). Dalam menentukan kandungan amilosa dan amilopektin, terlebih dahulu ditentukan kadar pati total. Kadar pati total merupakan jumlah amilosa dan amilopektin. Namun komposisi perbandingan keduanya berbeda pada tiap jenis pati. Hal tersebut yang membuat setiap pati memiliki karakteristik yang berbeda. Kandungan pati total keempat jenis sampel tidak berbeda jauh, tetapi dapat dilihat 15

30 16 terjadi sedikit penurunan kadar pati total pada PM. Hal ini mungkin disebabkan karena ada pencucian dan penyaringan kembali saat proses modifikasi. Kadar pati total yang tinggi disebabkan proses ekstraksi yang dilakukan dua kali. Berbeda dengan penelitian Anggraini (2007) yang melakukan ekstraksi sekali saja sehingga mendapatkan rendemen yang lebih rendah. Selain itu juga ditentukan oleh jenis umbi dan umur tanamnya. Tabel 4 Komposisi Amilosa dan Amilopektin Sampel Kadar Pati Total (%bk) Amilosa (%bk) Amilopektin (%bk) Pati Ganyong Merah Pati Ganyong Putih PM Ganyong Merah PM Ganyong Putih Keterangan: PM adalah pati modifikasi Menurut Aliawati (2003) kandungan amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok yaitu kadar amilosa sangat rendah dengan kadar < 10 %, kadar amilosa rendah %, dan kadar amilosa sedang %, dan kadar amilosa tinggi > 25 %. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kandungan amilosa pati ganyong merah tergolong sedang dan pati ganyong putih tergolong tinggi. Begitu juga dengan kandungan amilosa pada PM putih memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada PM merah. Pada penelitian ini, terjadi kenaikan kandungan amilosa pada pati setelah proses modifikasi tetapi hanya sedikit sekali. Amilosa memiliki rantai lurus yang panjang sehingga lebih sulit didegradasi oleh enzim dibandingkan amilopektin yang memiliki lebih banyak cabang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Parker (2003) bahwa amilosa yang memiliki ikatan α-1,4 glikosida yang tidak bercabang menyebabkan ikatan amilosa lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Oleh karena itu kandungan amilosa yang tinggi lebih berpotensi untuk dijadikan bahan baku pati resisten. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Shu et al. (2007) bahwa kandungan pati resisten yang tinggi berkolerasi dengan tingginya kandungan amilosa. Amilosa (%bk) Pati Ganyong Merah Pati Ganyong PM Ganyong Putih Merah Sampel PM Ganyong Putih Gambar 3 Perbandingan amilosa pati ganyong dan pati ganyong modifikasi Amilopektin adalah polimer berantai cabang g α-1.4-glikosida α-1,6-glikosida di tempat percabangannya. Selain perbedaan struktur,

31 panjang rantai polimer, dan jenis ikatannya, amilosa dan amilopektin mempunyai perbedaan dalam hal penerimaan terhadap iod. Amilosa akan membentuk kompleks berwarna biru sedangkan amilopektin membentuk kompleks berwarna ungu-coklat bila ditambah dengan iod (An 2005). Pada umumnya kandungan amilopektin lebih tinggi dari amilosa. Nilai amilopektin didapat dari pengurangan kadar pati total dengan amilosa. Dalam Tabel 4 dapat dilihat bahwa pati ganyong merah mengandung amilopektin lebih banyak. Hal ini berarti pati ganyong merah lebih cocok diaplikasikan ke dalam makanan yang mensyaratkan sifat porus dan renyah yang tinggi. Sesuai dengan pernyataan An (2005) bahwa dalam produk makanan, amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas. 17 Amilopektin (%bk) Pati Ganyong Merah Pati Ganyong Putih Sampel PM Ganyong Merah PM Ganyong Putih Gambar 4 Perbandingan kadar amilopektin pati ganyong dan pati ganyong modifikasi Dalam penelitian ini terlihat adanya peningkatan kadar amilosa dan penurunan kadar amilopektin setelah modifikasi. Akan tetapi proses modifikasi tidak mengubah kadar pati total, hanya mengubah strukturnya saja. Hal tersebut karena proses modifikasi mengubah struktur amilosa menjadi lebih resisten dengan mengganti gugus hidroksil dengan gugus asetil. Oleh karenanya substitusi tersebut tidak menaikkan kadar total amilosa dan amilopektin. Penelitian Anggraini (2007) juga menyebutkan bahwa proses pembuatan RS tipe III dan tipe IV hanya mengubah struktur amilosa dan bukan kadar amilosanya. Kadar Pati Resisten Pati resisten memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran partikel serat pangan konvensional. Sementara itu, kapasitas pengikatan air (water holding capacity) dari pati resisten lebih rendah sehingga dapat memperbaiki tekstur, penampakan dan mouth feel produk pangan yang dihasilkan (Sajilata et al. 2006). Oleh karenanya pati resisten memiliki keunggulan lebih, yaitu memberikan efek

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu umbi garut kultivar creole berumur 10 bulan yang diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Politeknik Negeri

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Politeknik Negeri Universitas Lampung, Laboratorium Biokimia IPB dan Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2011 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2011 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2011 di beberapa laboratorium, yaitu di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimia antara lain heksana, air destilata, dietil eter, kertas saring, batu didih, KI, eter, metanol, etanol, alkohol, aseton,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

= ( ) + + ( ) 10 1

= ( ) + + ( ) 10 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh perhitungan serat pangan, SD, dan RSD Total serat pangan (TDF) pada kacang kedelai metode AOAC TDF, % = [(bobot residu P A B) / (bobot sampel - Kadar Lemak - Kadar air)] x 0

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis

Lampiran 1. Prosedur analisis LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis 1. Kadar air (AOAC 1995) Sebanyak 5 g sampel ditimbang dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958) LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI 01-3546-2004 yang dimodifikasi*) Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental dilakukan dengan menggunakan Hand-Refraktometer Brix 0-32%*.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya akan diisi sebanyak 2 g sampel lalu ditimbang

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Brookfield Digital Viscometer Model

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG III. KEGIATAN MAGANG A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang dilaksanakan di sebuah perusahaan snack di wilayah Jabotabek selama empat bulan. Kegiatan magang ini dimulai pada tanggal 10 Maret sampai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar Cilembu dan ubi jalar ungu Ayamurasaki. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah akuades, K

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

Kadar protein = % N x 6.25

Kadar protein = % N x 6.25 LAMPIRAN Lampiran Analisis karakterisasi mutu kimia a. Kadar air Sejumlah sampel (± g) dimasukan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukan ke dalam oven bersuhu 00 o C sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis Lampiran 1. Prosedur Analisis 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Sebanyak 2 g contoh ditimbang secara teliti dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dikeringkan dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

x100% LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006)

x100% LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006) LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006) Prosedur pengujian daya serap air: 1. Sampel biskuit dihancurkan dengan menggunakan mortar. 2. Sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : a) Proses Fermentasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan Laboratorium Limbah Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN Jurnal Sains Kimia Vol 10, No.1, 2006: 40 45 STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN Emma Zaidar

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional dan Fungsinal Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional. Bekatul segar. Pengayakan 60 mesh

Lampiran 1 Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional dan Fungsinal Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional. Bekatul segar. Pengayakan 60 mesh LAMPIRAN 62 Lampiran Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional dan Fungsinal Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional Bekatul segar Pengayakan 60 mesh Autoklaf 2 0 C, menit Pengeringan 0 0 C, jam

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO

PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO Dosen: Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Msi dan Ir. Sutrisno Koswara,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN ALAT. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli November 2011 di Laboratorium

III. BAHAN DAN ALAT. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli November 2011 di Laboratorium III. BAHAN DAN ALAT 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli November 2011 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk membuat beras analog dan analisis. Bahan yang digunakan untuk pembuatan beras analog

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet Lampiran 1. Prosedur Analisis a. Kadar Air (AOAC, 1995) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sebelum digunakan, cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 100 o C selama

Lebih terperinci