ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN MIOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN MIOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH"

Transkripsi

1 ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN MIOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH Saiful Basri Abstrak. Miopia merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Miopia dapat berkembang pada anak usia sekolah akibat pertumbuhan sumbu bola mata yang cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Faktor genetik dan lingkungan merupakan dua faktor yang berperan membentuk miopia pada anak. Kebiasaan bekerja/membaca jarak dekat (near work) dengan akomodasi yang berlebihan akan mempengaruhi proses emetropisasi. Miopia dapat bekembang secara progresif. Pemberian kacamata dengan koreksi penuh dapat membantu anak melihat lebih jelas dengan akomodasi normal. Pemberian tetes mata atropine dosis kecil juga dapat digunakan untuk menghambat akomodasi. (JKS 2014;3: ) Kata kunci: Miopia usia sekolah, akomodasi, kacamata Abstract. Myopia is the major cause of the blindness worldwide. Myopia can occurs at elementary school age (school myopia), which in this age the growth will alter the orbital length. Genetic and environment condition are two main factors in developing myopia in children. The habits of working and reading with close range objects (near work) with enormous accommodation of the lens, will affect the process of emmetropization. Myopia can be progressive. Eye glasses with fully corrected would help the children gain the clearer vision with normal accommodation. Admistration of the small dose of atropine eye drops can be used to prevent the further accommodation. (JKS 2014;3: ) Key words: School myopia, accommodation, eye glasses Pendahuluan Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek yang jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang terjadi akibat ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan panjang sumbu bola mata (axial length). 1 School myopia adalah istilah yang digunakan terhadap miopia yang muncul dan berkembang pada anak-anak usia sekolah, umur 8-14 tahun, yang disebabkan oleh pertumbuhan sumbu bola mata, dan menetap sampai umur tahun. 1-3 Istilah lain adalah juvenile-onset myopia. 1, 2 Miopia yang berkembang sejak usia dewasa muda yaitu sekitar umur 20 tahun disebut dengan adult-onset myopia. 1,31 School myopia juga disebut dengan simple myopia yang menunjukkan Saiful Basri adalah Dosen Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh derajat miopia yang rendah sampai sedang (0 s/d -6 D). Kategori lain adalah high atau pathologic myopia dengan derajat miopia yang tinggi ( lebih besar dari 6 D). 4 Miopia pertama kali diperkenalkan oleh orang Yunani kuno dan telah dikenal selama lebih dari 2000 tahun. 3 Koreksi miopia dengan menggunakan lensa cekung mulai diterapkan pada abad ke-16, sedangkan penggunaan lensa cembung pada presbiopia telah dilakukan di Italia sejak akhir abad ke Miopia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol dan penyebab utama kelainan penglihatan di dunia. 4-6 Kelainan ini terdapat pada 25% penduduk di Amerika dan persentase yang lebih tinggi didapatkan di Asia, 5,6 yang bahkan mencapai 70%-90% populasi di beberapa negara Asia. 4 Prevalensi miopia di Eropa sebesar 30-40% dan di Afrika 10%-20%

2 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember 2014 Prevalensi miopia pada anak-anak meningkat seiring dengan pertambahan umur. 1 Frekuensi miopia pada anak-anak di Amerika adalah 3% pada usia 5-7 tahun, 8% pada usia 8-10 tahun, 14% pada usia tahun, dan 25% pada usia tahun. 1 Penelitian di Taiwan menemukan frekuensi miopia sebesar 12% pada anakanak usia 6 tahun dan 84% pada usia tahun. Angka yang hampir sama juga diperoleh di Singapura dan Jepang. 1 Data di Jepang mendapatkan peningkatan prevalensi miopia pada anak usia 12 tahun sebesar 43,5% menjadi 66% pada anak usia 17 tahun. 7 Penelitian lain di Hongkong mendapatkan insiden miopia pada anak usia sekolah kira-kira 37%, dengan perbandingan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan. Anak yang berusia 11 tahun mempunyai resiko menderita miopia sebesar 15 kali dibandingkan anak berusia kurang dari 7 tahun. 8 Etiologi, patogenesis dan penatalaksanaan miopia masih menjadi perdebatan dikalangan ahli mata. 3 Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme perkembangan miopia yang terjadi akibat kelainan pada proses emetropisasi. Ada juga dugaan bahwa kontraksi otot intraokular yang berlebihan menyebabkan akomodasi yang lebih kuat sehingga mempengaruhi emetropisasi. 3 Faktor penyebab school miopia sangat komplek. 1,5 Faktor genetik dan lingkungan diduga berperan dalam menyebabkan timbulnya berbagai variasi miopia pada anak. 1,9 Faktor genetik diduga lebih berperan dibandingkan dengan faktor lingkungan. 10 Sebagian besar anak yang miopia memiliki orang tua yang menderita miopia. 10 Beberapa penelitian juga menyebutkan hubungan antara miopia dengan anak yang mempunyai kebiasaan bekerja/membaca dengan jarak dekat. 10 School miopia merupakan kelainan yang sering dijumpai dan frekuensinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan umur anak. Miopia pada anak juga mempunyai kemungkinan bersifat progresif. Penyusunan sari pustaka ini bertujuan memberikan pemahaman tentang etiopatogenesis dan penatalaksanaan school miopia. Perkembangan Status Refraksi Status refraksi seseorang ditentukan oleh komponen refraksi yang terdiri dari kornea, bilik mata depan, lensa, dan sumbu bola mata. 1 Komponen-komponen tersebut mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan bola mata. 1 Status refraksi bayi baru lahir umumnya hipermetropia dengan kekuatan refraksi sekitar 3.0 D. 1 Suatu penelitian mendapatkan 75% bayi memiliki mata yang hipermetropia, sedangkan sisanya miopia. 9 Saat bayi mencapai umur beberapa bulan, hipermetropia sedikit bertambah. Derajat hipermetropia kemudian turun menjadi 1.0 D pada umur 1 tahun karena perubahan yang terjadi pada kekuatan refraksi kornea dan lensa, serta pertambahan panjang sumbu bola mata. 1 Pada umur dua tahun, proporsi segmen anterior telah mencapai mata dewasa, tetapi kurvatura permukaan refraksi terus mengalami perubahan. 1 Suatu penelitian mendapatkan pengurangan kekuatan refraksi kornea sebesar 0,1-0,2 D dan pengurangan kekuatan refraksi lensa sekitar 1,8 D pada umur 3 sampai dengan 14 tahun. 1 Pada suatu populasi terdapat kecenderungan peningkatan hipermetropia sampai umur 7 tahun, selanjutnya mata cenderung menjadi miopia sampai usia dewasa. 9 Ukuran panjang mata bayi baru lahir kirakira 16 mm, sedangkan mata dewasa 23 mm. 9 Pertumbuhan terbesar sumbu bola mata terjadi dalam waktu 18 bulan sejak lahir, yang dapat mencapai panjang sekitar 20,3 mm. 9 Selanjutnya pertumbuhan 182

3 Saiful Basri, Etiopatogenesis dan Penatalaksanaan Miopia pada Anak Usia Sekolah sumbu bola mata dibagi menjadi dua fase, yaitu infantile phase dan juvenile phase. Pada infantile phase (umur 2-5 tahun) pertumbuhan sumbu bola mata sekitar 1,1 mm dan juvenile phase (umur 5-13 tahun) pertumbuhannya mencapai 1,3 mm. 9 Saat dewasa, laki-laki memiliki sumbu mata yang sedikit lebih panjang dari perempuan, sekitar 0,3-0,4 mm. 9 Sebagian besar anak-anak memiliki mata yang emetrop dan hanya 2% anak usia 6 tahun yang memiliki mata miopia. Fenomena ini disebabkan oleh suatu mekanisme yang disebut dengan emetropisasi. 1 Emetropisasi tercapai bila kekuatan optik mata tanpa akomodasi sesuai dengan panjang sumbu bola mata, sehingga bayangan sinar benda jauh yang masuk ke mata difokuskan tepat di retina. 3 Untuk mempertahankan status emetropia, pertambahan panjang sumbu bola mata sebesar 5 mm pada umur 6 tahun dikompensasikan dengan pengurangan kekuatan refraksi kornea sebesar 4 D dan kekuatan refraksi lensa sebesar 2 D. 1 Gambar 1. Pembiasan sinar pada miopia fokus di depan retina 14 Etiopatogenesis Faktor penyebab miopia sangat komplek. 1,5 Terdapat kemungkinan faktor genetik/ herediter dan lingkungan berperan dalam perkembangan miopia. 9 Faktor genetik yang berperan bersifat multiple dan bukan hanya satu gen, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bola mata sehingga menyebabkan miopia. 9 Terdapat fakta kuat yang mendukung dugaan bahwa kelainan refraksi diturunkan secara genetik. 10 Orang tua yang menderita miopia cenderung mempunyai anak yang juga miopia. 10 Prevalensi anak penderita miopia dari kedua orang tua yang juga miopia adalah 30-40%. Angka ini menurun menjadi 20-25% bila salah satu orang tua menderita miopia dan hanya 10% anak penderita miopia yang memiliki orang tua bukan miopia. 10 Data lain menyebutkan anak-anak kembar monozigot cenderung memiliki kelainan refraksi yang sama bila dibandingkan dengan kembar dizigot

4 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember 2014 Gambar 2. Mekanisme perkembangan miopia dan faktor-faktor penyebabnya 4 Mekanisme terjadinya miopia pada anak (gambar 2) memperlihatkan bahwa faktor hambatan penglihatan seperti katarak kongenital, ptosis, hemangioma periokular akan mempengaruhi pertumbuhan axial bola mata yang mengarah pada miopia. Faktor genetik dari orang tua miopia akan menyebabkan anak yang juga miopia dan akan berkembang secara progresif pada anak yang bekerja/membaca dengan jarak dekat. Faktor ini juga bisa menyebabkan miopia pada anak yang awalnya tidak miopia. 4 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak yang membaca atau bekerja dengan jarak dekat dalam waktu lama akan menyebabkan miopia. 1,10 Tetapi mekanisme dan hubungan antara keduanya belum dapat dijelaskan. 9,10 Kelainan refraksi dan panjang sumbu mata diperkirakan lebih berhubungan erat dengan orang tua yang juga memiliki kelainan refraksi dibandingkan dengan kebiasaan bekerja dalam jarak dekat. 10 Kebiasaan anak seperti belajar/membaca lebih dari 5 jam/hari, bermain game, menonton televisi di atas 2 jam/hari akan meningkatkan resiko miopia. Sebaliknya anak yang bermain di luar rumah lebih dari 2 jam/hari lebih kecil kemungkinan terkena miopia. 15 Suatu penelitian memperkirakan penggunaan tetes mata atropine yang lama juga akan menyebabkan miopia, walaupun metodologi penelitiannya masih dipertanyakan. 9 Tingkat pendidikan yang tinggi diduga kuat berhubungan dengan prevalensi miopia yang tinggi, walaupun hubungan sebab akibat masih belum jelas. Nutrisi juga diperkirakan berperan dalam perkembangan beberapa kelainan refraksi. Penelitian di Afrika memperlihatkan bahwa anak-anak dengan malnutrisi meningkatkan prevalensi miopia, astigmat dan anisometropia. 1 Beberapa teori yang dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya miopia, diantaranya teori aksial, teori Steiger dan 184

5 Saiful Basri, Etiopatogenesis dan Penatalaksanaan Miopia pada Anak Usia Sekolah teori Sato. Teori aksial atau teori lingkungan menyatakan bahwa status refraksi tergantung pada sumbu bola mata dan school myopia terjadi karena factor lingkungan yaitu akibat bekerja dalam jarak dekat sehingga terjadi perpanjangan sumbu bola mata tanpa disertai perubahan kornea. Tapi teori ini tidak dapat menjelaskan mekanisme perpanjangan sumbu bola mata tersebut. 12 Teori Steiger atau teori herediter menyatakan bahwa status refraksi ditentukan oleh kekuatan refraski kornea, lensa dan sumbu bola mata. Ketiga komponen tersebut hanya dipengaruhi secara herediter. 12 Teori Sato atau teori lentikular atau teori refraktif menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan terhadap school myopia merupakan mekanisme adaptasi lensa karena akaomodasi yang terjadi secara terus menerus. Akomaodasi ini terjadi karena penglihatan jarak dekat. Bekerja dalam jarak dekat tidak mempengaruhi kornea dan sumbu bola mata tetapi meningkatkan kekuatan refraksi lensa. 12 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Diagnosis school myopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan oftalmologis. Keluhan penderita berupa penglihatan buram jika melihat atau membaca dari jarak jauh dan kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala. Secara klinis anak menunjukkan kecenderungan menyipitkan matanya untuk mendapatkan efek pinhole yang positif. 1 Pemeriksaan oftalmologis yang dilakukan adalah pemeriksaan tajam penglihatan secara subjektif dengan menggunakan kartu Snellen chart pada jarak 6 meter untuk mendapatkan koreksi terbaik. 1 Kelainan refraksi diukur dalam derajat dioptri dan sebutan miopia menggunakan tanda (minus). Berdasarkan derajatnya miopia dbedakan menjadi 3, yaitu miopia ringan (kurang dari -1,5 D), miopia sedang (1,5 D s/d -6,0 D), dan miopia tinggi (lebih dari -6,0 D). 4 Pemeriksaan oftalmologis lain adalah pemeriksaan refraksi objektif dengan menggunakan streak retinoskopi. 1 Dianjurkan penggunaan sikloplegik bila melakukan pemeriksaan tajam penglihatan pada anak. 1 Pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop menunjukkan gambaran fundus yang normal, karena umumnya derajat miopia ini tidak tinggi, sehingga tidak menimbulkan kelainan pada fundus. 1 Penatalaksanaan Selama bertahun-tahun, para ahli mengemukakan banyak metode penanganan untuk mencegah progresifitas miopia. Koreksi refraksi dengan kacamata bifocal dan kacamata multifokal direkomendasikan untuk mengurangi akomodasi, karena akomodasi menyebabkan progresifitas miopia. 1 Pemberian tetes mata atropine dapat juga digunakan untuk menghambat akomodasi. 1 Penatalaksanaan school myopia meliputi pemberian kaca mata koreksi. Koreksi kacamata yang diberikan mempunyai kekuatan koreksi penuh. Cara ini membuat anak dapat melihat dengan jelas pada jarak yang jauh dan akan mengembangkan akomodasi dan konvergensi yang normal. 1 Menurut Sato pemberian kacamata dengan kekuatan refraksi yang tinggi dapat meningkatkan progresifitas miopia. 3 Pemberian koreksi yang lebih rendah dari koreksi yang seharusnya bertujuan untuk mengurangi akomodasi, sehingga mempunyai jarak baca dekat yang ideal. 1 Straub membandingkan metode pemberian kekuatan koreksi penuh dengan kekuatan di bawah koreksi pada remaja, dan hasilnya adalah pemberian koreksi dengan kekuatan penuh tidak mempengaruhi progresifitas miopia. 3 Progresifitas miopia juga dapat ditekan dengan pemberian tetes mata atropine dalam konsentrasi kecil (0,5%, 0,25%, dan 0,1%), karena atropine akan menghambat akomodasi. Konsentrasi yang tinggi (1%) 185

6 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember 2014 meningkatkan insiden dan derajat efek samping lokal seperti midriasis, fotofobia, buram, dan dermatitis alergi serta efek samping sistemik. 3 Pemberian atropine pertama kali dilakukan oleh Wells pada abad ke Prognosis Sebagian besar miopia pada anak-anak memiliki derajat miopia yag rendah sampai sedang, tetapi beberapa diantaranya dapat juga berkembang menjadi miopia tinggi. 4 Termasuk faktor resiko yang menjadi penyebab miopia tinggi adalah ras/bangsa, orang tua dengan kelainan refraksi dan derajat pregresifitas miopia. 4 Umumnya diketahui bahwa semakin cepat miopia muncul pada anak semakin besar derajat perkembangan penyakit. 1 Di Amerika dilaporkan perkembangan ratarata miopia pada anak-anak sebesar 0,5 D pertahun. 1 Miopia memiliki efek negatif terhadap kepercayaan diri, jenjang karir, dan kondisi kesehatan mata. 13 Miopia juga berhubungan dengan peningkatan resiko beberapa kelainan okular seperti glaukoma, katarak subkapsular posterior, ablasi retina, degenerasi retina miopia, dan kebutaan. 6, 8 Daftar Pustaka 1. Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; Morgan I, Rose K. How Genetic is School Myopia? Progress in Retinal and Eye Research. 2005;24: Saw SM, Gazzard G, Eong K-GA, Tan DTH. Myopia: Attempts to Arrest Progression. British Journal of Ophthalmology. 2002;86: Fredrick DR. Myopia. British Journal of Ophthalmology. 2002;324: Gwiazda J, Marsh-Tootle WL, Hyman L, Hussein M, Norton TT. Baseline Refractive and Ocular Component Measures of Children Enrolled in the Correction of Myopia Evaluation Trial (COMET). Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2002;43: Liang C-L, Yen E, Su J-Y, Liu C, Chang T-Y, Park N, et al. Impact of Family History of High Myopia on Level and Onset of Myopia Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2004;45: Matsumura H, Hirai H. Prevalence of Myopia and Refractive Changes in Students From 3 to 17 Years of Age. Survey of Ophthalmology. 1999;44: Fan DSP, Lam DSC, Lam RF, Lau JTF, Chong KS, Cheung EYY, et al. Prevalence, Incidence, and Progression of Myopia of School Children in Hongkong. Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2004;45: Wright KW, Spiegel PH. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: Krachmer JH, editor. St Louis: Mosby; Mutti DO, Mitchell GL, Moeschberger ML, Jones LA, Zadnik K. Parental Myopia, Near Work, School Achievement, and Children's Refractive Error. Investigative Ophthalmology & Visual Science. 2012;43: Eye Anatomy. [cited 2006 April 17]; Available from: Sato T. The Cause and Prevention of School Myopia. Amsterdam:Excerpta Medica. 1993: Rose K, Harper R, Tromans C, Waterman C, Goldberg D, Haggerty C, et al. Quality of Life in Myopia. British Journal of Ophthalmology. 2010;84: Brian S. Whats Eye Problems Looks Like [cited 2015 Mei 29]; Available from: Saxena R, Vashist P, Tandon R, Pandey RM. Prevalence of Myopia and Its Riks Factors in Urban School Children in Delhi: The North India Myopia Study (NIM Study). Plos One Journals. 2015; 10(2). 186

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 KERANGKA TEORI II.1.1 DEFINISI Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi di mana sinar-sinar sejajar garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Miopia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan dibiaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Miopia a. Definisi Miopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil pada usia remaja 2, namun pada sebagian orang akan menunjukkan perubahan ketika usia dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelainan refraksi 2.1.1 Definisi kelainan refraksi Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Hidup a. Definisi Gaya Hidup atau lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5-5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI ANAK Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak, yang dimaksud anak menurut Undang-undang tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dibiaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIOPIA Miopia merupakan gangguan tajam penglihatan, dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia terjadi

Lebih terperinci

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER O P T I K dan REFRAKSI SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SINAR MATA (Organ Penglihatan) KORNEA + 43 D B M D Media optik PUPIL LENSA + 20 D MEDIA REFRAKSI BADAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kelainan Refraksi Kelainan refraksi atau ametropia merupakan suatu defek optis yang mencegah berkas-berkas cahaya membentuk sebuah fokus di retina. Kondisi dimana tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Definisi Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012 31 DESEMBER 2012 Jason Alim Sanjaya, 2014, Pembimbing I : July Ivone, dr.,m.k.k.,mpd.ked.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk penglihatan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita yang datang ke bagian Penyakit Mata. Salah satu penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mata merupakan salah satu syarat penting untuk menyerap berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan, namun gangguan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup manusia. Indra penglihatan tersebut adalah mata. Tanpa mata, manusia mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari sebuah benda difokuskan di depan retina pada saat mata dalam keadaan tidak berakomodasi

Lebih terperinci

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy**

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy** Artikel Penelitian Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Sahara Miranda* Elman Boy** *Program Profesi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes. CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes. Oleh : Yoga Yandika 1301-1209-0053 R. Ayu Hardianti Saputri 1301-1209-0147 Amer Halimin 1301-1006-3016 BAGIAN ILMU PENYAKIT

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA Tesis Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Dokter Spesialis Mata Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc REFRAKSI Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc REFRAKSI PENGANTAR Mata : Media refraksi Media refrakta Pilem : Retina Sifat bayangan retina? Kesadaran di otak? REFRAKSI PADA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009)

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009) BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Bola Mata Bola mata merupakan organ penglihatan manusia yang menempati bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata diameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa

Lebih terperinci

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS Tujuan Pemeriksaan: 1. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan paling jelas untuk mengkoreksi kelainan refraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan paling banyak di dunia adalah kelainan refraksi, katarak, dan disusul oleh glaukoma. Dari semua kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia, prevalensi kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gangguan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. Miopia adalah gangguan refraksi yang disebabkan sumbu optik bola mata lebih panjang, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata merupakan alat indra penglihatan yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan berukuran kira-kira 2/3 ukuran mata orang dewasa. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang dapat menghambat cahaya masuk ke mata. Menurut WHO, kebanyakan katarak terkait dengan masalah penuaan, meskipun kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat dekat yang dapat menyebabkan kelainan pada mata seperti rabun jauh atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR KETURUNAN, AKTIVITAS MELIHAT DEKAT DAN SIKAP PENCEGAHAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU TERHADAP KEJADIAN MIOPIA

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR KETURUNAN, AKTIVITAS MELIHAT DEKAT DAN SIKAP PENCEGAHAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU TERHADAP KEJADIAN MIOPIA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR KETURUNAN, AKTIVITAS MELIHAT DEKAT DAN SIKAP PENCEGAHAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU TERHADAP KEJADIAN MIOPIA Sepnita Usman Efhandi Nukman Eka Bebasari Email: sepnita.usman@gmail.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN PRESTASI AKADEMIK DAN POLA KEBIASAAN MEMBACA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

HUBUNGAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN PRESTASI AKADEMIK DAN POLA KEBIASAAN MEMBACA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU HUBUNGAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN PRESTASI AKADEMIK DAN POLA KEBIASAAN MEMBACA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU Elda Nazriati Dan Chandra Wijaya (Department Of Physiology, Medical Faculty

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF PADA PENDERITA PRESBYOPIA DENGAN STATUS REFRAKSI MYOPIA. Karya Tulis Ilmiah

PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF PADA PENDERITA PRESBYOPIA DENGAN STATUS REFRAKSI MYOPIA. Karya Tulis Ilmiah PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF PADA PENDERITA PRESBYOPIA DENGAN STATUS REFRAKSI MYOPIA Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Pada Program Studi Diploma lll

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH SEMDI UNAYA-2017, 515-523 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH Meri Lidiawati Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Abulyatama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Miopia a. Definisi Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1 REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1 Media penglihatan kornea lensa badan kaca retina selaput jala ( serabut penerus ) 6/12/2012

Lebih terperinci

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).: MIOPIA A. Definisi Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki m ata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak

Lebih terperinci

KELAINAN REFRAKSI PADA PELAJAR SMA NEGERI 7 MANADO

KELAINAN REFRAKSI PADA PELAJAR SMA NEGERI 7 MANADO KELAINAN REFRAKSI PADA PELAJAR SMA NEGERI 7 MANADO 1 Angelia V. Adile 2 Yamin Tongku 2 Laya M. Rares 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi 2 Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi organ penglihatan Gambar 2.1. Anatomi bola mata Mata merupakan sebuah bola yang berisi cairan dengan diameter kurang lebih 24 mm. 8 Secara garis besar

Lebih terperinci

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU Jurnal e-clinic (ecl), Volume, Nomor, Juli 014 KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU 1 Richard Simon Ratanna Laya M. Rares 3 J. S. M. Saerang 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari paling luar ke paling dalam, lapisan-lapisan itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anatomi Mata Gambar 1. Penampang bola mata Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan

Lebih terperinci

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. KERANGKA TEORI Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: 1. Miopia 2. Hipermetropia

Lebih terperinci

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL HANG TUAH MEDICAL JOURNAL http://journal-medical.hangtuah.ac.id/ Hubungan Lama Membaca dan Menggunakan Komputer Dengan Ametropia pada Mahasiswa Kedokteran Universitas Hang Tuah Semester VII Tahun Ajaran

Lebih terperinci

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. KERANGKA TEORI Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu: 1. Miopia 2. Hipermetropia

Lebih terperinci

HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN.

HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN. HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN Oleh: RIA AMELIA 100100230 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 HUBUNGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN LINGKUNGAN KELAS TERHADAP KELAINAN REFRAKSI MIOPIA PADA SISWA KELAS 5 SD DI SD X SEMARANG

HUBUNGAN LINGKUNGAN KELAS TERHADAP KELAINAN REFRAKSI MIOPIA PADA SISWA KELAS 5 SD DI SD X SEMARANG HUBUNGAN LINGKUNGAN KELAS TERHADAP KELAINAN REFRAKSI MIOPIA PADA SISWA KELAS 5 SD DI SD X SEMARANG Lutfi Andrias, Hanifa Maher Denny, Siswi Jayanti Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus.

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus. Pendahuluan Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia terutama anak-anak, karena 80% informasi kita peroleh melalui indera penglihatan 1. Banyak kelainan yang dapat terjadi

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun Tika Septiany 1 Yunani Setyandriana 2 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2 Bagian Mata FK UMY Abstrak Myopia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Konsep Kerusakan Penglihatan Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan penglihatan fungsional. Gangguan mata yang dapat menyebabkan kerusakan penglihatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Anatomi Mata Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang transparan merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2011-2014 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi bola mata Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, 2011). Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habituasi 2.1.1 Definisi Istilah habituasi atau kebiasaan sering digunakan di kalangan masyarakat untuk menunjukkan perilaku yang sering dilakukan oleh seseorang. Istilah habituasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi mata Gambar. 1 Anatomi mata 54 Mata mempunyai 3 lapisan dinding yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera berfungsi untuk melindung bola mata dari gangguan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang telah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang telah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan, dilakukan penelitian untuk memahami teori yang berkembang bahwa faktor genetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Miopia 2.1.1. Definisi Miopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan

Lebih terperinci

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60. Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif 1. Pemeriksaan Visus Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai Snellen Chart atau dengan chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelainan Refraksi Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak dibentuk tepat di retina, melainkan di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda PENDAHULUAN Hipermetropi merupakan kelainan refraksi, dimana dalam keadaan mata beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak terhingga, dibiaskan dibelakang

Lebih terperinci

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur Artikel Penelitian Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur Dedy Fachrian,* Arlia Barlianti Rahayu,* Apep Jamal Naseh,* Nengcy E.T Rerung,* Marytha Pramesti,* Elridha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat praktek dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa kristalin mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di indonesia maupun di dunia. Perkiraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia terutama anak-anak, karena 80% informasi diperoleh melalui indera penglihatan (Wardani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan kurang (low vision).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan kurang (low vision). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kelainan Refraksi Manusia memiliki mata disebelah kiri dan kanan. Kehilangan atau kerusakan salah satu bola mata dapat mengganggu penglihatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

R E F R A K S I PR P O R SE S S E S P E P N E G N L G IHA H TAN 1

R E F R A K S I PR P O R SE S S E S P E P N E G N L G IHA H TAN 1 R E F R A K S I PROSES PENGLIHATAN 1 Caaya merupakan sala satu dari suatu spektrum gelombang elektromagnetik Panjang gelombang caaya adala 400-700nm yang dapat merangsang sel batang (rod cell) dan kerucut

Lebih terperinci

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY ACCURACY OF INTRAOCULAR LENS POWER CALCULATION IN PATIENTS WITH AXIAL MYOPIA USING OPTICAL BIOMETRY Rahma

Lebih terperinci

Isnina Adi Indrarini, Henry Setyawan S, Lintang Dian Saraswati, Ari Udiyono

Isnina Adi Indrarini, Henry Setyawan S, Lintang Dian Saraswati, Ari Udiyono GAMBARAN MIOPI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH RURAL DAN URBAN (Studi kasus Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang dan Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang) Isnina Adi Indrarini, Henry Setyawan S,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Miopia 2.1.1 Definisi Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosial. Publikasi WHO pada tahun

Lebih terperinci

Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer

Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer ARTIKEL PENELITIAN Mutiara Medika Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer Abstrak Fitri Permatasari 1, Yunani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat praktek dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv ABSTRAK...v ABSTRACT...vi RINGKASAN...vii SUMMARY...ix KATA PENGANTAR...xi

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Mata Gambar 2.1 Anatomi Mata. Mata dapat dikatakan sebagai sebuah kamera karena mata mempunyai system lensa, diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil),

Lebih terperinci

DESCRIPTION OF IMPAIRED VISUAL ACUITY IN ELEMENTARY SCHOOL 5 TH DAN 6 TH GRADE AT SDN 026 PEKANBARU IN 2014

DESCRIPTION OF IMPAIRED VISUAL ACUITY IN ELEMENTARY SCHOOL 5 TH DAN 6 TH GRADE AT SDN 026 PEKANBARU IN 2014 DESCRIPTION OF IMPAIRED VISUAL ACUITY IN ELEMENTARY SCHOOL 5 TH DAN 6 TH GRADE AT SDN 026 PEKANBARU IN 2014 ABSTRACT Novita Sari Eka Bebasari Efhandi Nukman Novita639@gmail.com Impaired visual acuity is

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 50 juta orang buta di dunia saat ini dan hampir 90%-nya berada di negara berkembang,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SMP KRISTEN EBEN HAEZAR 2 MANADO

HUBUNGAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SMP KRISTEN EBEN HAEZAR 2 MANADO HUBUNGAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SMP KRISTEN EBEN HAEZAR 2 MANADO Nandy E. Rumondor Laya M. Rares Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak menurut American Academy of Ophtamology (AAO) adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa sehingga cahaya tidak bisa difokuskan dengan tepat kepada retina.

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP OFTALMOLOGI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP OFTALMOLOGI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Pertemuan ke : 1 : Mahasiswa dapat memahami garis besar mata kuliah oftalmologi dan perannya dalam pendidikan anak tunanetra : 1. Ruang lingkup mata kuliah oftalmologi 2. Kontrak perkuliahan Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of. sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of. sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi Mata Manusia Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata dilindungi oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti

Lebih terperinci

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. SPO Tanggal Terbit 1 dari 7 Ditetapkan Oleh Direktur PENGERTIAN ANAMNENIS Dr. H. Zainoel Arifin, M. Kes Nip. 19591104 198511 1 001 Pemeriksaan gangguan penglihatan yang disebabkan perubahan lensa mata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik

Lebih terperinci

MYOPIA. (Rabun Jauh)

MYOPIA. (Rabun Jauh) MYOPIA (Rabun Jauh) Disusun Oleh : Fahmi Firmansyah Fauza Kariki T.S Shindy Intan D.S (01.12.000.3..) (01.12.000.350) (01.12.000.366) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Jenjang S-1 Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

2. Tujuan Laporan ini bertujuan untuk melaporkan kasus anomali refraksi khususnya astigmatisme myopia compositus beserta penatalaksanaanya.

2. Tujuan Laporan ini bertujuan untuk melaporkan kasus anomali refraksi khususnya astigmatisme myopia compositus beserta penatalaksanaanya. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada

Lebih terperinci

Journal of Health Education

Journal of Health Education JHE 1 (1) (216) Journal of Health Education http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/ SKRINING KELAINAN REFRAKSI MATA PADA SISWA SEKOLAH DASAR MENURUT TANDA DAN GEJALA Lukman Fauzi 1, Lindra

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

KASUS KELAINAN REFRAKSI TAK TERKOREKSI PENUH DI RS DR. KARIADI PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2003

KASUS KELAINAN REFRAKSI TAK TERKOREKSI PENUH DI RS DR. KARIADI PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2003 KASUS KELAINAN REFRAKSI TAK TERKOREKSI PENUH DI RS DR. KARIADI PERIODE 1 JANUARI 2002-31 DESEMBER 2003 ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan dalam Menempuh

Lebih terperinci

Hubungan Perilaku dan Status Refraksi Keluarga dengan Kejadian Miopia pada Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Mata Solo. Abstrak

Hubungan Perilaku dan Status Refraksi Keluarga dengan Kejadian Miopia pada Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Mata Solo. Abstrak Hubungan Perilaku dan Status Refraksi Keluarga dengan Kejadian Miopia pada Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Mata Solo Mega Aristyana, Wahyu Rima Agustin 2, GalihSetia Adi 3 ) Mahasiswa Program Studi S

Lebih terperinci

Copyright 2005 by Medical Faculty of Diponegoro University ARTIKEL ASLI

Copyright 2005 by Medical Faculty of Diponegoro University ARTIKEL ASLI Copyright 2005 by Medical Faculty of Diponegoro University Nomor 4 Januari Maret 2010 ARTIKEL ASLI KELAINAN REFRAKSI TAK TERKOREKSI PENUH DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE 1 JANUARI 2002-31 DESEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. American Academy of Ophthalmology, 1999 Basic and. Clinical Science Course: Optics, Refraction, and Contact

DAFTAR PUSTAKA. American Academy of Ophthalmology, 1999 Basic and. Clinical Science Course: Optics, Refraction, and Contact DAFTAR PUSTAKA American Academy of Ophthalmology, 1999 Basic and Clinical Science Course: Optics, Refraction, and Contact Lenses, San Francisco, p.228. Arianti, Melita Perty. 2013 Hubungan Antara Riwayat

Lebih terperinci