BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengertian Pengetahuan Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba) yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu sehingga menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Hidayat, 2007). Seseorang dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki, selain pengalaman, seseorang juga menjadi tahu karena diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007). Pengetahuan didapatkan melalui proses belajar, seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu,dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu (Notoatmodjo, 2007) Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo tahun 2007, pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang mencakup dalam domain kognitif, yaitu:

2 11 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menjelaskan materi tersebut dengan benar. Seseorang yang memahami harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Contohnya mampu mengaplikasikan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya.

3 12 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Syntesis) Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang ada Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Erfandi (2009) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal sebagai berikut: 1. Faktor internal a. Umur Umur individu dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan, dan kekuatan seseorang maka ia akan lebih matang dalam berfikir logis.

4 13 b. Pendidikan Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya semakin kurang pendidikan seseorang maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. c. Pengalaman Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadi seseorang dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. 2. Faktor Eksternal a. Informasi Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang suatu hal. Informasi memberikan pengaruh kepada seseorang meskipun orang tersebut mempunyai tingkat pendidikan rendah. Informasi yang baik dari berbagai media akan dapat meningkatkan pengetahuan orang tersebut. b. Lingkungan Lingkungan merupakan kondisi di sekitar manusia yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

5 14 c. Sosial Budaya Sosial budaya mempengaruhi pengetahuan seseorang karena kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain membuat seseorang mengalami proses belajar sehingga ia mendapat suatu pengetahuan Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran tingkat pengetahuan bertujuan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005). Hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan menjadi (Nursalam, 2003) : %-100 % jawaban benar = tingkat pengetahuan baik %-75 % jawaban benar = tingkat pengetahuan cukup % jawaban benar = tingkat pengetahuan kurang.

6 Menstruasi Pengertian Menstruasi Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009). Menstruasi/Haid adalah keluarnya darah dari kemaluan perempuan setiap bulan akibat gugurnya dinding rahim karena sel telur tidak dibuahi (Hanafiah, 2009). Menstruasi atau sering disebut haid merupakan ciri pubertas primer yaitu perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Proverawati, 2009). Haid merupakan siklus menstruasi yang normal, dengan menarche (menstruasi pertama kali) sebagai titik awal. Umumnya menstruasi berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang 7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang sekitar cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3 (Manuaba, 2008). Umumnya datangnya haid pertama kali sekitar umur tahun (Jones, 2005).

7 Menstrual Hygiene 1. Pengertian Menstrual Hygiene Menstrual hygiene merupakan mamajemen diri saat menstruasi dengan aman dan sesuai aturan mulai dari menggunakan produk- produk yang aman saat menstruasi, air bersih, penggunaan toilet, sampai membuang pembalut dengan benar (Patkar, 2011). Hygiene pada saat menstruasi merupakan komponen personal hygiene (kebersihan perorangan) yang memegang peranan penting dalam status perilaku kesehatan seseorang, termasuk menghindari adanya gangguan pada fungsi alat reproduksi. Hygiene pada saat menstruasi merupakan hal penting dalam menentukan kesehatan organ reproduksi remaja putri, khususnya terhindar dari infeksi organ reproduksi. Wanita saat menstruasi harus menjaga organ reproduksi dengan baik, terutama pada bagian vagina, karena apabila tidak dijaga kebersihannya dapat menimbulkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus yang berlebih sehingga dapat mengganggu fungsi organ reproduksi (Indriastuti, 2009). Jadi menstrual hygiene merupakan perilaku menjaga kebersihan diri selama menstruasi terutama kebersihan organ reproduksi untuk mencegah penyakit yang dapat mengganggu fungsi organ reproduksi.

8 17 2. Tujuan Menstrual Hygiene Tujuan melakukan perilaku higienis pada saat menstruasi yaitu agar terhindar dari penyakit seperti kanker rahim, merasa nyaman beraktivitas sehari-hari, percaya diri dan bersemangat, tidak dijauhi teman-teman karena bau badan amis dan tidak mempercayai mitos-mitos yang beredar di masyarakat karena sudah memiliki pengetahuan tentang menstrual hygiene, serta memiliki kepedulian akan kebersihan alat reproduksinya (Indriastuti, 2009). 3. Cara Melakukan Menstrual Hygiene Menurut Salim dalam Maulida (2013), Laksamana (2002), dan Siswono (2001) menyatakan bahwa ada beberapa cara mudah dalam merawat alat kelamin saat menstruasi yaitu sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan diri dengan mandi minimal dua kali sehari dan keramas. Saat menstruasi wanita lebih berkeringat dibandingkan hari-hari biasa, agar tubuh tetap segar dan bebas dari bau maka wanita wajib mandi yang bersih dan mencuci rambut. Mandi dilakukan minimal dua kali sehari dan mencuci rambut satu kali/ hari untuk rambut berminyak sedangkan untuk rambut normal dua sampai tiga kali/ minggu. b. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah mengganti pembalut. c. Menggunakan pembalut yang bersih dan berbahan lembut, menyerap dengan baik serta tidak membuat alergi dan merekat baik pada celana dalam. d. Membersihkan bekas keringat yang ada di sekitar alat kelamin secara teratur dengan air bersih, dan sabun lembut dengan kadar soda rendah terutama setelah

9 18 Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK). Membasuh kelamin dari arah depan (vagina) ke belakang (anus) agar bakteri di sekitar anus tidak terbawa ke vagina karena dapat menimbulkan infeksi. e. Menggunakan air yang bersih untuk mencuci organ reproduksi. f. Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari, menggunakan pakaian dalam berbahan katun untuk mempermudah penyerapan keringat dan tidak ketat. Celana yang ketat seperti celana jeans membuat kulit susah bernafas dan akhirnya menyebabkan daerah kewanitaan menjadi lembab, berkeringat, dan mudah menjadi tempat berkembang biak jamur yang dapat menimbulkan iritasi dan infeksi. g. Mengganti pembalut secara teratur 4-5 kali perhari atau setiap enam jam sekali. h. Menurut Ali dalam Fitriyah (2014) menggunakan pembalut (sanitary pad) yang siap pakai, bukan pembalut kain karena pembalut kain kurang hygiene akibat perawatannya yang kurang baik, seperti mengeringkan di tempat tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari yang meneyabkan risiko tumbuhnya mikroorganisme atau larva. i. Mencukur rambut disekitar daerah kemaluan untuk menghindari tumbuhnya bakteri yang menyebabkan gatal pada daerah reproduksi. Mencukur lebih baik dari mencabut karena mencabut bulu kemaluan dapat menyebabkan tertumpuknya kuman dan bakteri pada lubang bekas pencabutan. j. Jika menggunakan toilet umum siram dahulu toilet yang akan dipakai dan gunakan air dari keran bukan yang berada dalam bak air.

10 19 k. Keringkan area vulva dengan handuk atau tisu bila selesai buang air kecil atau buang air besar agar vagina tidak lembab. l. Tidak menggunakan bedak, minyak dan produk pembersih vagina karena vagina otomatis akan membersihkan dirinya. Vagina memiliki mekanisme alami untuk mempertahankan keasamannya yaitu adanya kuman Doderlin yang hidup di vagina dan berfungsi memproduksi asam sehingga terbentuk suasana masam yang mampu mencegah bakteri masuk ke dalam vagina. Menggunakan produk pembersih vagina hanya akan membuat PH atau keasaman vagina terganggu dan membunuh bakteri baik yang dapat menyebabkan infeksi ke organ reproduksi bagian dalam. m. Menurut Nada dalam Fitriyah (2014) membuang pembalut bekas dengan dibungkus dengan kantong kertas kemudian di buang ke tempat sampah limbah padat. n. Mengkonsumsi sayur dan buah karena antioksidan didalam sayur dan buah bermanfaat tinggi. Meningkatkan konsumsi makanan mengandung banyak zat besi dan vitamin seperti hati ayam/ sapi, daging, telur, sayur dan buah. Olahraga teratur, kurangi konsumsi lemak dan idealkan berat badan. o. Tidak mempercayai mitos seperti larangan memotong kuku, rambut, dan keramas selama menstruasi karena larangan tersebut tidak memiliki penjelasan secara medis, justru perempuan harus menjaga kebersihan diri saat menstruasi (Suharti, 2008). p. Konsultasikan ke dokter apabila ada perubahan warna, gatal dan gangguan pada vagina.

11 20 4. Cara menghindari Alergi Kulit saat Menstruasi Menurut Dwikarya (2005) cara menghindari alergi kulit saat menstruasi adalah sebagai berikut: a. Mengganti jenis atau merek pembalut jika terjadi alergi atau iritasi kulit. b. Daerah iritasi dibilas dengan air aquadest bukan air ledeng saat mandi. c. Menghindari penggunaan sabun. d. Menggunakan sabun lunak yang ber- PH rendah. e. Mencuci celana dalam dengan sabun cuci pakaian yang lembut. f. Mengoleskan krim anti alergi dengan lembut dan hati- hati pada vagina. g. Jika gatal kompres dengan menggunakan handuk yang dicelupkan air es, jangan menggaruk bagian yang gatal. h. Hindari penyebab alergi dan iritasi. 5. Hal Hal yang Dilarang Saat Menstruasi Suharti (2008) menyebutkan hal- hal yang dilarang saat menstruasi adalah sebagai berikut: a. Berhubungan Seksual Berhubungan seksual saat menstruasi dilarang karena saat menstruasi organ reproduksi wanita tidak steril, dapat menyebabkan infeksi dari kuman yang ada di darah. Bahaya sudden death karena saat menstruasi pembuluh darah membuka dan saat hubungan intim bisa berakibat terbawanya udara dari luar masuk melalui pembuluh darah yang terbuka sampai ke jantung yang dapat

12 21 menyebabkan kematian. Selain itu, berhubungan seksual saat menstruasi dapat mengakibatkan perasaan tidak nyaman karena saat menstruasi suasana hati perempuan sering terganggu. Hubungan seksual dapat menimbulkan perlukaan, darah menstruasi atau sperma yang tidak steril bisa masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi. Kuman-kuman yang keluar saat menstruasipun dapat masuk kembali saat melakukan hubungan seksual dan menyebabkan infeksi (Kissanti, 2008). b. Olahraga Berat Olahraga berat dikhawatirkan menyebabkan perdarahan berat karena banyaknya pembuluh darah yang terbuka saat menstruasi, sehingga perempuan disarankan memilih olahraga yang sesuai dengan kemampuannya salah satunya olahraga ringan seperti jalan santai. Olahraga berat dapat menimbulkan keringat berlebih. Keringat dan minyak berlebih membuat vagina semakin lembab dan makin rentan pula terkena infeksi (Kusmiran, 2011). c. Berenang Kontak dengan air seperti berenang, menyelam, berendam di bath tub, whirlpool, dan sejenisnya dapat menyebabkan infeksi karena ketika berada di dalam air bisa jadi air kolam renang atau air laut mengandung banyak kuman

13 22 yang dapat menyebabkan infeksi karena saat menstruasi pembuluh darah terbuka. 6. Dampak Tidak melakukan Menstrual Hygiene Kebersihan diri saat menstruasi sangat diperlukan agar terhindar dari penyakit. Asma (2009) menyatakan pemakaian pembalut yang terlalu lama dapat menyebabkan kanker serviks karena pembalut mengandung zat dioksin (zat pemutih kertas), pembalut yang mengandung zat dioksin juga menyebabkan bagian intim organ kewanitaan mengalami masalah seperti keputihan, gatal-gatal dan iritasi. Menurut WHO dalam KabarNet (2011), Indonesia merupakan negara dengan penderita kanker mulut rahim nomor satu di dunia dan 62% diakibatkan oleh penggunaan pembalut yang kurang berkualitas. Menurut Proverawati (2009) kurangnya pengetahuan wanita dalam menjaga personal hygiene saat menstruasi menyebabkan organ kewanitaan menjadi lembab sehingga bakteri dan virus mudah berkembang biak hal ini dapat menyebabkan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan kanker servik. ISK juga disebabkan karena praktik mencuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum yang salah dari belakangang ke depan setelah berkemih atau defekasi (Potter dan Perry, 2005).

14 Metode Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Achjar, 2010). Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) tujuan penggunaan metode adalah adanya perubahan perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa (kognitif), sikap (afektif), maupun tindakan (motorik) atau kombinasi dari komponen tersebut. Pendidikan kesehatan dilakukan untuk memberikan pengetahuan karena pengetahuan akan mengubah perilaku dan perubahan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng, oleh karena itu pengetahuan merupakan domain terpenting dalam membentuk perilaku tertutup maupun terbuka (Sunaryo, 2004). Menurut Notoatmodjo (2007), metode pendidikan kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain : 1. Metode perorangan (individual) Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain:

15 24 a. Bimbingan dan penyuluhan Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut. b. Wawancara Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi. 2. Metode kelompok Dalam memilih metode kelompok harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup: a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.

16 25 1) Ceramah Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Halhal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah : a) Persiapan Keberhasilan ceramah dipengaruh penguasaan materi oleh penceramah. Penceramah harus mempersiapkan materi, mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Materi dapat disusun dalam bentuk diagram atau skema. Penceramah juga harus mempersiapkan alat bantu pembelajaran agar materi yang diberikan dapat lebih mudah diterima. b) Pelaksanaan Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran. Untuk dapat menguasai sasaran penceramah dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas. Selain itu dalam pelaksanaan penceramah diharapkan memiliki pandangan yang tertuju ke seluruh peserta, berdiri di depan atau di pertengahan, tidak duduk, dan menggunakan kacamata jika memiliki gangguan penglihatan. Metode ceramah merupakan metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi serta efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli serta daya paham peserta didik (Roymond dan

17 26 Simamora, 2008). Namun penyampaian informasi dengan metode ceramah murni hanya efektif sekitar 15 menit pertama, menit-menit berikutnya daya serap siswa terhadap ceramah mulai menurun karena siswa mengalami kejenuhan pada selang waktu tertentu (Gulo, W, 2005). 2) Seminar Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat. b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi, dan metode pendidikan sebaya (peer education). 3.Metode penyuluhan massa Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya. Pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya menggunakan

18 27 media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum, pidato melalui media massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas kesehatan, sinetron, tulisan di majalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya. 2.4 Metode Peer Education Pengertian Peer Education Menurut Negara (2006) peer education merupakan pendidikan sebaya yang dilaksanakan antar kelompok sebaya dengan dipandu fasilitator yang juga berasal dari kelompok itu sendiri atau yang mengerti kelompok itu. Peer Education efektif dalam mengatasi berbagai masalah remaja, karena penjelasan yang diberikan oleh seorang kelompoknya sendiri akan lebih mudah dipahami. Pendidikan lebih bermanfaat, karena alih pengetahuan dilaksanakan oleh antar kelompok sebaya mereka sehingga komunikasi menjadi lebih terbuka dan masalah yang dihadapipun diselesaikan secara bersama. Peer education merupakan proses untuk melatih dan memotivasi sekelompok anak melaui aktifitas pendidikan informal maupun formal yang dilakukan dalam satu kelompok sebaya (memiliki kesamaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, status kesehatan, minat dan lain-lain) dalam jangka waktu tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap keyakinan dan

19 28 keterampilan sehingga mampu untuk bertanggung jawab dan menjaga kesehatan dirinya (Mcdonald,et al., 2003) Metode dalam Peer Education Menurut Mcdonald et al., (2003) dalam melakukan edukasi sebaya perlu disesuaikan dengan karakteristik partisipan yaitu, meliputi: 1. Planned Group Sessions Planned Group Sessions lebih dikenal dengan forum diskusi atau sesi tanya jawab dalam kelompok yang terencana. Sesi ini kelompok ini dipimpin oleh edukator sebaya dan bersifat lebih iteraktif, partisipatif, dan praktis dibandingkan dengan sesi kelompok yang dipimpin oleh guru atau tenaga profesional. Sesi kelompok pada umumnya digunakan untuk menggali nilai atau pendapat serta penyampaian informasi oleh edukator sebaya. 2. Dissemination of Resources and Information Metode ini dilakukan dalam bentuk pemberian informasi melalui berbagai sumber seperti: leaflet, poster, booklet, balon berisikan pesan kesehatan dan sebagainya. Edukator sebaya juga memiliki peluang untuk melakukan komunikasi, memberikan penjelasan, serta anjuran kepada anggota kelompok sebaya secara interaktif dengan menggunakan sumber yang ada. Penggunaan model atau objek tambahan yang relevan dalam memberikan penjelasan akan meningkatkan interaksi spontan dan patisipasi yang lebih besar dari anggota kelompok sebaya.

20 29 3. Opportunistic Interactions Metode ini bersifat informal, berupa pemberian edukasi oleh edukator sebaya secara spontan yang terjadi dalam interaksi sehari-hari. Edukator sebaya akan memberikan informasi yang diperoleh dari pelatihan kepada kelompok sebayanya. Proses dari metode ini diidentifikasi sebagai difusi budaya berupa penyebaran pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui jaringan sosial. 4. Pendekatan kreatif dengan budaya popular Pendekatan kreatif dengan budaya popular dalam edukasi sebaya sangat diperlukan untuk menarik minat anggota kelompok sebaya. Bentuk dari metode ini antara lain, seperti: permainan interaktif, musik, bermain peran (role play), seni gambar/visual art, video drama, majalah serta pemanfaatan web site dalam pengembangan jaringan kelompok Kriteria menjadi Peer Educator Menurut Pusat Kajian Perlindungan Anak (2008) peer educator atau fasilitator merupakan pendidik sebaya yang akan menjadi narasumber dalam kelompoknya. Syarat untuk menjadi peer educator adalah sebagai berikut: 1. Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya. 2. Berminat pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan. 3. Lancar membaca dan menulis.

21 30 4. Memiliki ciri-ciri kepribadian antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong. 5. Memiliki kemampuan untuk mempengaruhi teman sebayanya, memiliki perilaku yang cenderung tidak menghakimi, mempunyai sifat kepemimpinan dan mempunyai rasa percaya diri (Imron, 2012). Fasilitator memposisikan kedudukannya setara dengan peserta, berkontribusi untuk memberikan informasi, menarik kesimpulan, memberikan feedback dan respon sesuai dengan pendidik sebaya (Rahardjo, 2008) Prosedur Pelaksanaan Metode Peer Education Ford dan Collier (2006) menyatakan mekanisme atau tahapan kegiatan edukasi sebaya, antara lain: 1. Perencanaan (planning) Perencanaan edukasi sebaya meliputi beberapa tahan aktifitas, berupa: tahap pertama yaitu, mengidentifikasi isu yang berkenaan dengan masalah, menentukan kelompok target dan menentukan tujuan yang jelas; tahap kedua yaitu menentukan edukator sebaya; tahap ketiga yaitu merancang kegiatan edukator sebaya dalam kelompok sebaya; dan tahap keempat yaitu merencanakan strategi untuk monitoring dan evaluasi.

22 31 2. Pelatihan (training) Pelatihan edukator sebaya adalah tahap awal yang harus dilakukan sebelum kegiatan edukasi sebaya berjalan. Pelatihan edukator sebaya untuk memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh fasilitator terkait informasi atau isu permasalahan yang akan dibahas, keterampilan dalam melaksanakan dan memfasilitasi diskusi, menyajikan informasi dan mengatasi teman kelompok yang sulit diatur. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pelatihan edukator sebaya adalah tempat pelaksanaan training, lama waktu training, pelatihan (trainer) edukator sebaya, persiapan pre-training, konten (isi materi), dan pemberian atau pelaksanaan training. Tempat training edukator sebaya akan lebih baik jika dilakukan di tempat pelaksanaan edukasi sebaya. Waktu pelaksanaan training sangat ditentukan dari tujuan edukasi sebaya, karakteristik edukator sebaya yang ingin dicapai dan sumber daya yang ada. Waktu yang ditentukan harus dapat memenuhi kebutuhan untuk penyampaian isi materi melalui interaksi dan diskusi yaitu berkisar dua sampai dengan tiga hari (sesi panjang) atau 10 sampai dengan 20 jam dalam seminggu (sesi pendek). Menurut Hayati (2009) menyatakan bahwa pelatihan edukasi sebaya dilaksanakan selama menit secara berkala untuk memotivasi kelompok dalam setiap sesi yang diberikan.

23 32 3. Implementasi Aktifitas edukasi sebaya digambarkan dalam bentuk kegiatan formal atau informal. Aktifitas edukasi sebaya formal harus terencana dan terstruktur, biasanya dilakukan berupa edukasi sebaya di ruang kelas berupa pemberian informasi kepada kelompok sebaya yang dilakukan oleh fasilitator (McDonlad, et al., 2003). Edukasi informal meliputi aktifitas: diskusi grup yang tidak terstruktur; diseminasi sumber-sumber dan saran (anjuran); aktifitas melalui budaya popular, seperti musik, drama, kesenian serta percakapan atau interaksi yang terjadi secara spontan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Evaluasi Mekanisme kegiatan dari edukasi sebaya yang terakhir adalah evaluasi. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan, juga memberikan dukungan yang berkelanjutan bagi edukator sebaya dalam menjalankan perannya. Evaluasi merupakan aktifitas yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan menilai dampak dari sesuatu (McDonald, et al., 2003).

24 Efektivitas Metode Peer Education terhadap Peningkatan Pengetahuan Menstrual Hygiene Perilaku hygiene yang buruk saat menstruasi banyak terjadi pada remaja yang baru mengalami menstruasi karena belum siap dan belum memiliki pengetahuan banyak tentang menstruasi dan kebersihan yang perlu diterapkan saat menstruasi (Hidayat, 2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, seorang wanita remaja mendapat menarche rata-rata pada usia 12 tahun (Lestari, 2011). Teman sebaya memberikan pengaruh paling kuat di saat masa remaja awal (usia tahun) serta menurun selama remaja pertengahan dan akhir, seiring dengan membaiknya hubungan mereka dengan orangtua. Kelompok teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan tuntunan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana untuk mencapai otonomi, dan kemandirian dari orangtua karena remaja awal memiliki sifat ingin mandiri dan bebas dari orangtua. Teman sebaya juga merupakan tempat berlatih membentuk hubungan dekat sebagai latihan membina hubungan di masa dewasa. (Papalia, Old, Feldman, 2009). Waktu yang dihabiskan dengan teman meningkat drastis, remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman- teman sebaya mereka daripada anggota keluarga atau sendiri (Slavin, 2008). Remaja cenderung memilih teman yang sama dalam hal gender, suku bangsa, dan lain-lain. Remaja lebih mengandalkan teman

25 34 dibandingkan orangtua untuk mendapatkan kedekatan dan dukungan serta lebih berbagi rahasia dengan teman mereka. Pertemanan remaja perempuan cenderung lebih dekat dibandingkan remaja laki-laki. Pertemanan menyediakan tempat yang aman untuk menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah (Papalia, Old, feldan, 2009). Terdapat metode pendidikan kesehatan yang merupakan metode baru dalam pemberian informasi yaitu metode Peer Education (Pendidikan Sebaya) (Unicef, 2012). Peer education (pendidikan sebaya) adalah suatu proses komunikasi, informasi, dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, dapat berarti kelompok sebaya pelajar atau memiliki jenis kelamin sama. Kegiatan sebaya dipandang sangat efektif dalam membrikan health education karena penjelasan mudah dipahami (Wahyuningsih, 2000). Metode peer education lebih efektif digunakan dalam menyampaikan informasi pada kelompok remaja karena penyampaian materi yang disampaikan oleh kelompok itu sendiri membuat informasi lebih mudah dipahami dan diserap oleh kelompok tersebut (Wati, 2010). Menurut Ciceklioglu dan Soyer dalam penelitian Rizky Amelia (2014) teman sebaya lebih efektif sebagai penyampai informasi kesehatan karena penyampaian informasi oleh teman sebaya membuat responden lebih terbuka walaupun yang dibicarakan merupakan sesuatu yang sensitif. Menurut Mellanby, Phelps,

26 35 Crichton, and T Ripp dalam penelitian Rizky Amelia (2014) pendidikan kesehatan semakin baik jika diberikan di sekolah oleh teman sebaya karena remaja lebih mudah memahami informasi yang diberikan oleh teman sebaya dibandingkan oleh orang tua dan guru karena antar teman sebaya komunikasi menjadi lebih terbuka. Beberapa penelitian menunjukkan metode peer education efektif untuk meningkatkan pengetahuan. Penelitian Rizky Amelia (2014) menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan sindrom pramenstruasi sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan sebaya. Pengetahuan responden menjadi lebih meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo pada tahun 2013 mengenai perbandingan pengaruh metode pendidikan sebaya dan metode ceramah terhadap pengetahuan dan sikap pengendalian HIV/AIDS pada mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha menunjukkan hasil bahwa metode pendidikan sebaya meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam pencegahan HIV/AIDS secara signifikan dibandingkan metode ceramah. Menurut Notoatmodjo (2007) metode oleh peer group memberikan kesempatan kepada peserta untuk aktif berperan melalui diskusi dan tanya jawab sehingga terjadi komunikasi dua arah. Sedangkan pada metode ceramah cenderung menyebabkan remaja pasif dan hanya memperhatikan, mendengarkan, dan

27 36 mencatat saja sehingga pengetahuan yang didapat juga relatif sedikit (Surantoro, 2010). Teman sebaya menyampaikan informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga meningkatkan minat responden untuk menggali informasi lebih dalam dan menciptakan suasana yang nyaman untuk melakukan diskusi terbuka (Nisma, 2008). Sedangkan dalam metode ceramah suasana cenderung membosankan, siswa tidak aktif, informasi hanya satu arah, feer back relatif rendah, tidak mengembangkan kreatifitas siswa, dan menghalangi daya kritis siswa sehingga ilmu yang diberikan kurang melekat pada ingatan siswa (Hisyam Zaini, dkk, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja adalah masa transisi sebagai proses dalam mempersiapkan diri meninggalkan dunia anak-anak untuk memasuki dunia orang dewasa. Pada masa ini terjadi banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Peran Ibu a. Definisi Ibu Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita yang telah melahirkan seseorang, maka anak harus menyayangi ibu, sebutan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tentang kesehatan reproduksi perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Upaya untuk menuju reproduksi yang sehat sudah harus dimulai terutama

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tentang kesehatan reproduksi merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dan seksualnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi pertama (menarche) merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan seksual pada remaja putri. Usia rata-rata

Lebih terperinci

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV LAMPIRAN No Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni I II III I V I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Pengajuan masalah penelitian 2 BAB I Pendahulua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebersihan pada saat menstruasi adalah cara yang sangat penting bagi wanita untuk memelihara tingkat kebersihan selama menstruasi. Kebiasaan menjaga kebersihan, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan masyarakat. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA Nama : RABITA NIM : 095102004 Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan Tentang Perawatan Alat Genitalia Eksterna Tahun 2010 Menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi perubahan-perubahan siklik dari alat kandungannya sebagai persiapan untuk kehamilan. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan secara optimal (Nursalam, 2008). kesehatan sebagai berikut : a. mengubah pengetahuan;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan secara optimal (Nursalam, 2008). kesehatan sebagai berikut : a. mengubah pengetahuan; BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga, atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran orang tua baik ayah maupun ibu, dalam pertumbuhan dan perkembangan anak menuju dewasa sangat berpengaruh dan dapat menentukan bagaimana kesehatan anak di masa

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya Mahasiswa Universitas Sari Mutiara Indonesia dengan Program Studi Ilmu

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya Mahasiswa Universitas Sari Mutiara Indonesia dengan Program Studi Ilmu Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya Mahasiswa Universitas Sari Mutiara Indonesia dengan Program Studi Ilmu Keperawatan akan melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. & Wartonah, 2006). Pengertian lain personal hygiene menurut Departemen

BAB I PENDAHULUAN. & Wartonah, 2006). Pengertian lain personal hygiene menurut Departemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Personal hygiene atau kebersihan diri berasal dari bahasa Yunani yakni suatu tindakan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan individu dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL Nikmatul Rifqiyah 1, Nilatul Izah 2 Email: izzah_naila@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku adalah tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa dalam masa transisi ini perilaku

Lebih terperinci

Apa itu menstruasi? Menstruasi adalah tanda anak perempuan tumbuh menjadi dewasa. Menstruasi adalah proses alami bagi perempuan.

Apa itu menstruasi? Menstruasi adalah tanda anak perempuan tumbuh menjadi dewasa. Menstruasi adalah proses alami bagi perempuan. Apa itu menstruasi? Menstruasi adalah tanda anak perempuan tumbuh menjadi dewasa. Menstruasi adalah proses alami bagi perempuan. Menstruasi pertama biasanya mulai terjadi pada usia 10-14 tahun. 1 10-14

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan Menstruasi Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja juga merupakan masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga dapat didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan Universitas

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan Universitas Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Ditempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, menyatakan

Lebih terperinci

PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTERI PADA SAAT MENSTRUASI PERSONAL HYGIENE BEHAVIOR FEMALE TEENAGER WHEN TO MENSTRUATING

PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTERI PADA SAAT MENSTRUASI PERSONAL HYGIENE BEHAVIOR FEMALE TEENAGER WHEN TO MENSTRUATING Perilaku Personal Hygiene Remaja Puteri pada Saat Menstruasi PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTERI PADA SAAT MENSTRUASI PERSONAL HYGIENE BEHAVIOR FEMALE TEENAGER WHEN TO MENSTRUATING STIKES RS. Baptis

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS X TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SAAT MEANTRUASI DI SMKN 02 BANGKALAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS X TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SAAT MEANTRUASI DI SMKN 02 BANGKALAN HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS X TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SAAT MEANTRUASI DI SMKN 02 BANGKALAN ANALIZE THE RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE YOUNG WOMEN CLASS X ABOUT MENSTRUATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78 dan Lingkungan Hidup, 2/ (206), 69-78 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Remaja Putri Tentang Personal Hygiene Saat Menstruasi di SMA Angkola Barat Tahun 206 Maria Haryanti Butarbutar* *Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan unsur dasar yang penting dalam kesehatan umum, baik pada laki-laki maupun perempuan. Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional pada hakekatnya bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan hidup, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya Lemeshow, S.Dkk, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya Widyastuti, Yani, dkk, 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya Markum, A.H, 1991. Buku Ajar

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 2 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Perilaku Remaja Putri Dalam Perawatan Kebersihan Alat Kelamin Pada Saat Menstruasi di SMP Negeri 3 Pulau Rakyat Kabupaten

Lebih terperinci

Gambaran Perilaku Hygiene Menstruasi pada Siswi SMKN 8 Kota Bekasi

Gambaran Perilaku Hygiene Menstruasi pada Siswi SMKN 8 Kota Bekasi 35 Gambaran Perilaku Hygiene Menstruasi pada Siswi SMKN 8 Kota Bekasi Noor Latifah A Program Studi Kesehatan Masyrakat Fakultas Kedokteran dan kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan personal sangat penting untuk mengurangi bau badan, mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat kurang menjaga kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organ reproduksi merupakan bagian-bagian tubuh yang berfungsi dalam melanjutkan keturunan.kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN GAMBARAN PERILAKU REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN GENETALIA PADA SAAT MENSTRUASI DI SMP PALAPA BINJAITAHUN 2015

KUISIONER PENELITIAN GAMBARAN PERILAKU REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN GENETALIA PADA SAAT MENSTRUASI DI SMP PALAPA BINJAITAHUN 2015 KUISIONER PENELITIAN GAMBARAN PERILAKU REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN GENETALIA PADA SAAT MENSTRUASI DI SMP PALAPA BINJAITAHUN 2015 I. Karakteristik Responden 1. Nama Responden :... 2. Umur :... 3. Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan masa seorang remaja harus memperhatikan kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya bagi remaja putri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spiritual secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Feminine hygiene merupakan cara menjaga dan merawat kebersihan organ kewanitaan bagian luar. Salah satu cara membersihkannya adalah dengan membilas secara benar. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut menjadi perhatian masyarakat secara umum dan individu secara khusus. Kesehatan reproduksi juga merupakan salah satu unsur

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI REMAJA DENGAN TINDAKAN REPRODUKSI SEHAT DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN 2008 No. Identitas : Tgl. Interview : Jenis Kelamin : Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama dan bukan hanya individu yang bersangkutan. Kesehatan reproduksi menurut WHO (World Health Organization)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keputihan adalah cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan. Keputihan dapat dibedakan dalam beberapa jenis diantaranya keputihan normal (fisiologis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas adalah masa ketika seseorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan (fluor albus) merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita. Gangguan ini merupakan masalah kedua sesudah gangguan haid. Padahal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam pembangunan kesehatan pada khususnya, karena tidak akan dapat diselesaikan dengan jalan kuratif saja, namun

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS Sukatmi*, Nikmaturohmah.** *) Dosen Akper Pamenang Pare Kediri **) Perawat Puskesmas Badas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja mengalami perkembangan fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan seksual. Perubahan fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI LAMPIRAN 1 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan lingkari pada jawaban yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Reproduksi remaja adalah suatu kondisi atau keadaan sehat secara menyeluruh baik kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas

BAB I PENDAHULUAN. usia tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Menarche adalah menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja atau adolescenc (Inggris ), berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konferensi di tingkat nasional (International Conference on Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. World Health Organisation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan. kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan. kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyuluhan Kesehatan a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan yang melekat pada setiap upaya peningkatan kesehatan.penyuluhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

REPRODUKSI KESEHATAN REMAJA CREATED BY: MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK USU 2009

REPRODUKSI KESEHATAN REMAJA CREATED BY: MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK USU 2009 KESEHTN REPRODUKSI REMJ CRETED BY: MHSISW PROGRM PROFESI NERS PSIK FK USU 2009 PUBERTS SYIIK?!! SEMOG BERMNFT Y BOOKLETNY!!! Sobat muda!!! Tau gak pubertas tuh apaan? Pubertas itu adalah suatu masa ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tahap perkembangan manusia, setiap manusia pasti mengalami masa remaja atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 tahun, sedangkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SELAMA MENSTRUASI PADA SISWI SMP N I KEBONARUM KABUPATEN KLATEN Skripsi ini disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

TINDAKAN PERSONAL HYGINE (VULVA HYGINE) SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP MUHAMMADIYAH X SURABAYA. Supatmi 1), Asta Adyani 2)

TINDAKAN PERSONAL HYGINE (VULVA HYGINE) SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP MUHAMMADIYAH X SURABAYA. Supatmi 1), Asta Adyani 2) TINDAKAN PERSONAL HYGINE (VULVA HYGINE) SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP MUHAMMADIYAH X SURABAYA Supatmi 1), Asta Adyani 2) 1 Fakultas IlmuKesehatan, Universitas Muhammadiyah Surabaya email: supatmioppi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan merupakan keluhan yang sering menyerang wanita dan tidak mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat mempengaruhi kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah penting untuk mendapatkan perhatian. Perlu disadari bahwa kesehatan reproduksi tidak dapat dipisahkan dari kesehatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perkembangan manusia dan merupakan periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini terjadi pacu tumbuh (growth

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG Anggun Mita Arismaya*, Ari Andayani **, Moneca Diah L *** Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan ataupun remaja itu sendiri. Remaja yang sehat adalah remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Yuli Irnawati 1, Vivi Nur Setyaningrum 2 1,2 DIII Kebidanan, Akbid

Lebih terperinci

PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juli 2017)

PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juli 2017) Lampiran 1 Nama : Ade Ulfi Dyah Anggraeni NIM : 1401100017 No Kegiatan Penelitian 1. Tahap Persiapan a. Perencanaan Judul b. Penyusunan Propsal c. Konsultasi Proposal d. Perbaikan Proposal e. Penyusunan

Lebih terperinci

SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE

SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE Disusun Oleh : 1. Agustia Hastami P17420108041 2. Arsyad Sauqi P17420108044 3. Asih Murdiyanti P17420108045 4. Diah Ariful Khikmah P17420108048 5. Dyah Faria Utami P17420108050

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah individu yang berada pada tahap masa transisi yang unik yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yaitu masa yang berada

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010 KUESIONER PENELITIAN Nomor Responden : PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010 IDENTITAS RESPONDEN : 1. NAMA : 2.

Lebih terperinci

Reza Hendrawan WASH Specialist. Manajemen Kebersihan Menstruasi Di Sekolah

Reza Hendrawan WASH Specialist. Manajemen Kebersihan Menstruasi Di Sekolah Reza Hendrawan WASH Specialist Manajemen Kebersihan Menstruasi Di Sekolah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan MKM http://menstrualhygieneday.org/project/infographic-mhm-and-sdgs/ Gambaran Kegiatan MKM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. awal dari usaha menjaga kesehatan wanita. Organ seksual/ reproduksi wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. awal dari usaha menjaga kesehatan wanita. Organ seksual/ reproduksi wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta 1 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta Astuti, Yuli P. 2010. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Sikap

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN IBU DENGAN PERILAKU VULVA HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERAN IBU DENGAN PERILAKU VULVA HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA HUBUNGAN PERAN IBU DENGAN PERILAKU VULVA HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMP MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Anik Lia Suryati 201510104056 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi termasuk salah satu dari masalah remaja yang perlu mendapatkan perhatian oleh semua kalangan (Soetjiningsih, 2004). Berbagai masalah pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012 Intisari RITA PURNAMA SARI Mahasiswa STIKes U Budiyah Banda Aceh

Lebih terperinci

Organ Reproduksi Perempuan. Organ Reproduksi Bagian Dalam. Organ Reproduksi Bagian Luar. 2. Saluran telur (tuba falopi) 3.

Organ Reproduksi Perempuan. Organ Reproduksi Bagian Dalam. Organ Reproduksi Bagian Luar. 2. Saluran telur (tuba falopi) 3. Organ Reproduksi Perempuan Organ Reproduksi Bagian Dalam 2. Saluran telur (tuba falopi) 1. Indung telur (ovarium) 3. Rahim (uterus) 4. Leher Rahim (cervix) 5. Liang Kemaluan (vagina) Organ Reproduksi Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup merupakan prilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktifitas kesehariannya. Gaya hidup sangat berpengaruh terhadap pola pikir, tingkah laku, dan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

Pendidikan Kesehatan Reproduksi Pada Siswi SDN Tegal Gede 01 Dalam Rangka Menghadapi Menarche

Pendidikan Kesehatan Reproduksi Pada Siswi SDN Tegal Gede 01 Dalam Rangka Menghadapi Menarche Pendidikan Kesehatan Reproduksi Pada Siswi SDN Tegal Gede 01 Dalam Rangka Menghadapi Menarche Ida Nurmawati #1, Feby Erawantini #2 # Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Jember Jln. Mastrip Kotak Pos 164

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan alat-alat reproduksi berperan penting dalam menunjang terlaksananya fungsi reproduksi yang optimal pada wanita. Dengan alat reproduksi yang sehat, wanita

Lebih terperinci