BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi pertama (menarche) merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan seksual pada remaja putri. Usia rata-rata menstruasi yang pertama di Indonesia adalah 13 tahun (RisKesDas, 2010). Menstruasi dihubungkan dengan beberapa kesalahpahaman praktek kebersihan diri selama menstruasi yang dapat merugikan kesehatan bagi remaja (Dasgupta, 2008). Hal ini dibuktikan sampai saat ini, kebersihan menstruasi sangat rendah di negaranegara berkembang. Sekitar 50% remaja di dunia yang tahu bagaimana penting menjaga kebersihan organ reproduksi dengan baik (Lassy, 2013). Penelitian di India pada 300 responden hampir seluruhnya mengalami keputihan patologis selama menstruasi yang disebabkan oleh kesalahan praktik hygiene menstruasi (Mudey, 2010 dalam Fauziah, 2014). Pada saat menstruasi tubuh cenderung memproduksi lebih banyak keringat,hal ini menyebabkan bagian tubuh yang tertutup dan banyak memiliki lipatan-lipatan kulit seperti di daerah alat kelamin menjadi cenderung untuk lembab, sehingga dapat membantu pertumbuhan bakteri dan jamur yang akhirnya menimbulkan infeksi (Pudiastuti, 2012). Perempuan yang tidak teratur menjaga higiene selama menstruasi beresiko terkena infeksi saluran reproduksi (ISR) 1,66 kali dibanding mereka yang menjaga higiene

2 selama menstruasi (Farage,2007). Infeksi saluran reproduksi dapat terjadi melalui 3 cara salah satunya disebabkan oleh infeksi introgenik atau infeksi yang terjadi karena kesalahan penanganan yang dilakukan terhadap alat reproduksi contonhnya penanganan saat menstruasi (Llewlyn, 1997 dalam Fauziah, 2014). Salah satu tanda infeksi organ reproduksi adalah terjadinya keputihan. Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita, 75% wanita di dunia mengalami keputihan paling tidak sekali dalam hidupnya, dan 45% diantaranya bisa mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih (Shadine, 2012). Perilaku buruk dalam hygiene saat menstruasi salah satunya malas mengganti pembalut yang dapat menyebabkan infeksi jamur dan bakteri ini terjadi saat menstruasi karena bakteri yang berkembang pada pembalut (Suryari,2012;Muslimah, 2013). Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan menstrual hygiene. Menstrual hygiene ini merupakan hal penting dalam kesehatan organ reproduksi, dengan perilaku hygiene yang baik, seorang remaja puteri akan terhindar dari mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus yang dapat mengganggu fungsi organ reproduksi (Indriastuti, 2009). Ketika remaja menerapakn menstrual hygiene yang buruk dapat berdampak buruk terhadap kesehatan seperti kemandulan (Lestari, 2014). Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan selama menstruasi, idealnya penggunaan pembalut selama menstruasi harus diganti secara teratur 4 sampai 5 kali sehari atau setiap 6 jam sekali, apalagi jika sedang banyakbanyaknya (Aryana,2012). Beberapa penelitian terkait perilaku menstrual

3 hygiene yang salah seperti penelitian Khan (2012) di India menunjukkan bahwa 72,05% remaja puteri memakai potongan-potongan kain yang dijadikan sebagai pembalut. Tindakan tersebut dihindari karena ketika perawatan pada pembalut kain yang kurang baik, seperti mengeringkannya di tempat tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari yang beresiko tumbuhnya mikroba yang menyebabkan vagina berbau tidak sedap (Ali, 2007). Penelitian Husna (2015) di MTsN Model Padang menunjukkan bahwa tindakan yang kurang baik terkait personal hygiene saat menstruasi responden yaitu sebanyak hanya 63% responden mengganti pembalut setelah buang air besar dan buang air kecil, hanya 34,2% responden sering mengganti pembalut jika sudah penuh dan hanya 38,4% responden mengganti pembalut 3-4 kali sehari. Dalam perkembangannya, teori perilaku oleh Benyamin Bloom dibagi menjadi 3 (tiga) domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan. (Notoatmodjo, 2012). Sementara itu pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan pengalaman. Adanya tingkat pengetahuan yang kurang dikarenakan beberapa hal yaitu penyampaian informasi yang kurang tepat atau kurang lengkap (Sari,2013). Pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal akan mempengaruhi sikapnya. Sikap tersebut positif maupun negatif tergantung dari pemahaman individu tentang suatu hal tersebut. Sehingga perilaku personal hygiene pada saat menstruasi ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Andira,

4 2010). Kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi mengenai personal hygiene menstruasi pada remaja putri akan menyebabkan perilaku personal hygiene saat menstruasi yang kurang baik, seperti ketidaktahuan mengenai cara personal hygiene yang baik dan benar, kapan harus mengganti pembalut, dan cara mencuci pembalut (Indriastuti, 2009). Domain periaku yang mempengaruhi perilku merupakan pengetahuan seperti pada penelitian Anusre (2014) di India, bahwa lebih dari 50% remaja puteri memiliki pengetahuan yang buruk tentang kebersihan menstruasi. Pada penelitian Angreni (2016) di SMP 10 Padang menunjukan kurang dari separuh (42,9%) siswi kelas VI SMP Negeri 10 Padang memiliki tingkat pengetahuan yang cukup mengenai menstrual hygiene. Sedangkan untuk domain sikap hasil penelitian Rahmatika (2010) di Medan didapatkan sebayak 85,1% remaja puteri memiliki sikap positif tentang hygiene menstruasi.penelitian Fauziah (2014) di MTS Negeri Jakarta Selatan sebanyak 43 (34,4%) siswi memiliki sikap negatif terhadap higiene menstruasi. Dan penelitian Husna (2015) di Padang sebanyak 58,8% remaja puteri mepunyai sikap positif mengenai personal hygiene saat menstruasi. Dan domain ketiga yang mempengaruhi perilaku hygiene saat menstruasi yaitu praktik/tindakan. Praktik/tindakan adalah respon nyata terhadap stimulus yang dapat diamati (Notoatmodjo,2012). Penelitian Luthfiana (2014) didapatkan bahwa dari 60 responden, 41 responden (68,3%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai tindakan personal hygiene sat menstruasi, dan sebanyak 32 responden (53,3%) melakukan tindakan personal hygiene yang baik saat menstruasi. Sedangkan sisanya sebanyak 27

5 responden (45%) masuk ke dalam kategori cukup, perilaku cukup ini didapatkan dari responden yang masih kurang tepat dalam berperilaku saat menstruasi seperti kurang rajin mengganti pembalut dan cara cebok yang kurang benar. Hal ini merupakan aspek penting dari pendidikan kesehatan untuk remaja karena pengetahuan awal mengenai kebersihan menstruasi merupakan penentuan kesehatan remaja ketika dewasa (Anuradha, 2013). Pendidikan kesehatan adalah metode yang tepat untuk memberikan informasi kepada remaja (Maulana, 2009). Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan dikalangan remaja misalnya dengan ceramah, seminar, kelompok diskusi teman sebaya (peer education), simulasi, main peran (role play), serta melalui media cetak seperti poster dan leaflet (Emilia, 2008). Metode peer education atau pendidikan sebaya, merupakan suatu prinsip yang bekerja menurut dasar dari remaja, untuk remaja, dan oleh remaja. Umumnya akan lebih terbuka dan bebas berbicara mengenai permasalahannya dengan teman-teman yang seusia. Metode ini secara sederhana menggunakan teman sebaya atau seusia sebagai konselor atau pendidik untuk membantu teman lainnya agar dapat mengambil keputusan sendiri atas permasalahan yang dihadapinya (PMI, 2010). Penlitian terkait tentang metode peer education adalah penelitian Ergence (2005) dengan judul penelitian A cntrolled-study of preventive effect of peer education and single-session lectures on HIV/AIDS knowledge and attitudes among university student in turkey menggunakn tiga kelompok yaitu tiga dua kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol,

6 dimana yang menjadi kelompok eksperimen pertama menggunakan peer education dan kedua dengan penyuluhan secara langsung dalam satu kali pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukan adanya dampak yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap pada keompok peer education dibandingkan dengan kelompok penyuluhan secara langsung dalam satu kali pertemuan tentang HIV/AIDS. Penelitian Rahayu (2016) di SMP Negeri 1 Kasihan menunjukkan bahwa pemberian pendidikan kesehatan peer group mempengaruhi perilaku hygiene genital pada remaja kelas VIII di SMP Negeri 1 Kasihan. Pada penelitan Kasih (2014) di SMA Harapan Persada Aceh terdapat peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap pada siswa setelah di lakukan pendidikan kesehatan dengan metode peer education dalam pencegahan HIV/AIDS. Dan penelitian Ervyna (2015) di SMP 10 Denpasar menunjukkan peer education memberikan pengaruh terhadap perilaku personal hygiene genetalia dalam pencegahan kanker seviks. Pada lingkungan sekolah, organisasi PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) dapat berperan sebagai peer educator atau pelatih sebaya yaitu dapat berbagi pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada teman sebayanya sehingga terjadi peningkatan keterampilan hidup untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku positif remaja. Pada diskusi kelompok, teman sebaya merupakan pendekatan yang efektif untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan yang dapat membantu remaja menghadapi tantangan kesehatan dan mempelajari cara yang signifkan serta mengubah perilaku (Bastable,2002).

7 Dikutip dalam Andayani (2005) pembahasan tentang kesehatan reproduksi pada remaja saat sekarang ini masih tabu untuk dibacarakan sehingga ini menimbulkan adanya hambatan untuk menyampaikan secara formal pendidikan kesehatan reproduksi disekolah. Maka model pembelajaran yang diterapkan dalam pendidikan sebaya adalah komunikasi, informasi dan edukasi sehingga pendidikan sebaya diidentifikasi sebagi sarana sangat penting untuk menyebarkan informasi tentang kesehatan reproduksi. Karena pada masa remaja ini pengaruh teman sebaya sangat berperan karena teman sebaya tidak hanya ditemui dalam pergaulan di lingkungan rumah tetapi juga ditemui disekoah dengan teman sebaya dapat membuat remaja nyaman untuk bertukar informasi seperti dalam mebahas kesehatan reproduksi. Berdasarkan data dari Kementrian Agama Kota Payakumbuh jumlah siswi terbanyak pada tahun 2017 adalah MTsN 1 Payakumuh yaitu 689 orang. MTsN 1 Payakumbuh merupakan salah satu Sekolah Menengah Pertama yang memiliki organisasi PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) dengan di bimbing oleh guru BK dan juga berkerjasama dengan Puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh serta BKKBN. Siswi yang tergabung dalam PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) sudah mendapatkan pelatihan tentang kesehatan reproduksi. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 April 2017 di MTsN Payakumbuh, sekolah ini memiliki jumlah siswi yang lebih banyak dibandingkan dengan sekolah lainnya. Dari hasil wawancara dengan salah satu guru BK di MTsN 1 Payakumbuh, didapatkan bahwa disekolah ini

8 sudah ada dilakukan pelatihan tentang kesehatan reproduksi termasuk tentang menstruasi kepada pendidik sebaya. Dan hasil wawancara dengan peer educaor mereka mengatakan bahwa telah pernah mengikuti pelatihan mengenai kesehetan reproduksi mengenai menstruasi. Dari wawancara yang dilakukan kepada 10 orang siswi mengenai pengetahuan menstrual hygiene, didapatkan seluruh siswi tidak memahami pengertian menstrual hygiene. Hanya tiga orang yang telah mengetahui cara menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi. Hasil wawancara mengenai tindakan menjaga kebersihan saat menstruasi dimana 6 responden mengatakan mengganti pembalut hanya ketika sudah terasa penuh. Dari 10 orang didapatkan delapan orang diantara mereka mengatakan 2 kali mengganti pembalut dalam sehari,dan dua orang mengganti pembalut 3 kali mengganti pembalut dalam sehari dan selama disekolah hanya dua siswi yang pernah mengganti pembalut disekolah. Dari 10 didapatkan 4 responden saja yang mengganti pembalut saat selesai buang air kecil maupun buang air besar, 5 responden melakukan cebok dengan cara membasuh dari belakang ke depan dan 4 responden mengatakan jarang membungkus pembalut dengan plastik sebelum dibuang ke tempat sampah. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh metode peer education tentang menstrual hygiene terhadap perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pada siswi MTsN 1 Payakumbuh

9 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah ada pengaruh metode peer education tentang menstrual hygiene terhadap perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pada siswi MTsN 1 Payakumbuh? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan metode peer education tentang menstrual hygiene terhadap perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pada siswi MTsN 1 Payakumbuh. 2. Tujuan Khusus a) Diketahui nilai rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah dilakuakan metode peer education tentang menstrual hygiene pada siswi MTsN 1 Payakumbuh b) Diketahui nilai rata-rata sikap sebelum dan sesudah dilakukan peer education tentang menstrual hygiene pada siswi MTsN 1 Payakumbuh c) Diketahui nilai rata-rata tindakan sebelum dan sesudah dilakukan peer education tentang menstrual hygiene pada siswi MTsN 1 Payakumbuh d) Diketahui pengaruh peer education tentang menstrual hygiene terhadap perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pada siswi MTsN 1 Payakumbuh

10 D. Manfaat Penelitian 1) Bagi MTsN 1 Payakumbuh Diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan data bagi MTsN 1 Payakumbuh tentang pengaruh metode peer education tentang menstrual hygiene terhadap perilaku pada siswi MTsN tersebut dan menjadi masukan sekolah untuk memberikan informasi hygiene menstruasi dengan metode peer education sehingga remaja puteri dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam masalah personal hygiene saat menstruasi. 2) Bagi Institusi pendidikan Keperawatan Sebagai pengembangan ilmu, khususnya Keperawatan Maternitas untuk mensosialisasikan pentingnya hygiene menstruasi pada remaja putri agar masalah kesehatan reproduksi wanita dapat diminimalisir dengan melakukan metode peer education. 3) Untuk Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya dan dapat juga dijadikan data pembanding pada penelitian yang berkaitan dengan pemberian metode peer education tentang mentrual hygiene terhadap perilaku pada siswi MTsN.