BAGIAN II: TEORI SEKTOR PUBLIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN II: TEORI SEKTOR PUBLIK"

Transkripsi

1 BAGIAN II: TEORI SEKTOR PUBLIK Dosen: Ferry Prasetyia, SE, M.App Ec (Int) Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya 1

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...ii I. PENDAHULUAN... 1 II. PENGERTIAN... 2 III. EFISIENSI EKONOMI... 3 IV. PARETO OPTIMAL Pasar vs Pemerintah Ekuitas Efisiensi dan Ekuitas... 6 V. AKTIVITAS PEMERINTAH Birokrasi Budget Setting Kekuatan Monopoli Korupsi Lembaga Pemerintah Penyebaran Biaya Pengeluaran Pemerintah Defisit Pemerintah dan Pengeluaran Bunga Penerimaan Pemerintah VI. SUMBER KEGAGALAN PASAR Persaingan Tidak Sempurna Barang Publik dan Eksternalitas Kegagalan Institusi Kegagalan Informasi VII. PERTUMBUHAN SEKTOR PUBLIK Perkembangan Model Hukum Wegner ii

3 7.3 Hukum Baumol Efek Ratchet VIII. KESIMPULAN IX. STUDI KASUS X. PERTANYAAN DAFTAR PUSTAKA iii

4 I. PENDAHULUAN Sektor publik menganalisis tentang kegiatan ekonomi pemerintah. Tujuan pembahasan ini adalah untuk menjelaskan bagaimana pemerintah mengalokasikan sumberdaya. Hal ini melibatkan analisis baik pengeluaran pemerintah dan cara pemerintah meningkatkan pendapatan untuk pengeluaran mereka. Tujuan lain adalah membangun kerangka kerja yang menganalisis kegiatan apa yang dilakukan pemerintah dan bagaimana cara mendanai kegiatan tersebut. Untuk memahami sektor publik, kita tidak hanya memahami bagaimana pemerintah mengalokasikan sumber daya, tetapi juga bagaimana membuat keputusan politik melalui kebijakan sektor publik. Dengan memahami teori sektor publik, kita dapat memahami kegiatan yang dilakukan pemerintah dan kegiatan yang akan lebih baik jika dilakukan oleh sektor swasta. Studi tentang sektor publik, dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, jenis barang apa yang dihasilkan oleh sektor publik. Sektor swasta melakukan kegiatan yang baik dalam memproduksi barang dan jasa, tetapi untuk barang dan jasa lainnya, seperti perlindungan polisi, pertahanan nasional, sekolah dan jalan mereka tidak dapat dengan baik melakukan pekerjaan tersebut, kegiatan ini cenderung dilakukan oleh pemerintah. Mengapa? Apakah ada karakteristik yang terkait dengan barang-barang tersebut sehingga sulit untuk diproduksi oleh pihak swasta? Kategori kedua adalah studi tentang cara pemerintah meningkatkan pendapatan untuk mendanai pengeluarannya. Pemerintah dapat meningkatkan pendapat melalui pungutan pajak, pinjaman, dan lain sebagainya. Selain itu, pemerintah dapat membebankan biaya terhadap barang atau jasa yang mereka hasilkan, misalnya pembebanan biaya tol. Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai teori sektor publik yang terdiri atas beberapa sub bab. Pertama, pengertian barang publik yang dibagi menjadi dua, yaitu barang publik murni dan tidak murni. Kedua, efisiensi ekonomi. Ketiga, syarat optimal dari suatu sektor publik. Keempat, aktivitas pemerintah dalam birokrasi, penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kelima, sumber kegagalan pasar yang disebabkan adanya persaingan tidak sempurna, eksternalitas, dan kegagalan informasi. 1

5 Keenam, pertumbuhan sektor publik yang mencakup hukum dan teori yang dikemukakan oleh beberapa ekonom. II. PENGERTIAN Publik berasal dari bahasa Latin publicus yang artinya dewasa, dalam konteks ekonomi adalah penyampaian gagasan yang berkaitan dengan masyarakat (Webster, 1942, halaman 2005). Dalam bahasa Inggris publik berarti milik warga, bangsa, atau masyarakat luas yang dipertahankan atau digunakan oleh orang atau masyarakat secara keseluruhan. (Webster, 1995, halaman 895). Jadi yang dimaksud dengan sektor publik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibiayai dengan pajak atau pendapatan negara yang lain yang diatur melalui hukum. Rivalry (Persaingan) Non Rivalry (Tanpa Persaingan) Excludability (Pengecualian) Barang Privat Contoh: sepatu, mobil. Monopoli alamiah Contoh: jalan tol, jembatan tol. Non Excludability (Tanpa Pengecualian) Common Resources Contoh: laut. Barang Publik Contoh: udara, pertahanan nasional. Barang privat adalah barang yang dapat disediakan melalui sistem pasar sehingga menyebabkan alokasi sumber sumber ekonomi secara efisien. Dalam mendapatkan barang privat ini diperlukan persaingan dan pengecualian. Contohnya sepatu dan mobil. Monopoli alamiah adalah keadaan di mana pasar akan barang atau jasa terlalu kecil atau investasi yang dibutuhkan sangat besar sehingga skala ekonomi yang efisien baru terjadi pada tingkat produksi yang besar. Dalam mendapatkan barang ini terjadi tindakan pengecualian namun tanpa persaingan. Contohnya adalah jalan tol dan jembatan tol. Common resources adalah suatu barang atau jasa yang manfaatnya tidak dirasakan oleh satu orang saja. Untuk mendapatkan 2

6 barang ini diperlukan persaingan namun tidak ada sistem pengecualian. Contohnya adalah laut. Barang publik adalah barang milik pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara tanpa melihat siapa yang melaksanakan pekerjaannya. Barang publik memiliki dua karakteristik, yaitu non rivalry dan non excludability. Yang termasuk barang publik ialah pertahanan nasional, udara, ramalah cuaca, dan lain sebagainya. III. EFISIENSI EKONOMI Secara umum pasar telah melakukan tugasnya dengan baik untuk mengalokasikan sumber daya. Efisiensi ekonomi dari suatu pasar persaingan secara ideal yang dijelaskan untuk memberikan standar yang tidak efisien terhadap pasar dapat diukur. Kekuatan di dunia nyata yang dapat menyebabkan pasar untuk mengalokasikan sumber daya yang kurang efisien lebih banyak daripada pasar persaingan yang ideal. Beberapa masalah terkait sumber daya yang dialokasikan secara tidak efisien, seperti masalah polusi udara dan air. Hal tersebut terjadi karena polusi tidak memiliki insentif yang biayanya akan dilimpahkan kepada orang lain, sedangkan polusi tersebut memiliki insentif untuk menghasilkan dalam jumlah besar yang tidak efisien. Polusi adalah produk dari suatu produksi dan terlalu mahal untuk menghilangkan semua polusi. Kadang kadang pasar tidak efisien karena pasar tidak mampu menyediakan insentif yang cukup untuk menghasilkan barang pada sektor swasta. Contohnya adalah pertahanan nasional. Masalah eksternalitas dan barang publik muncul karena hak properti atas sumber daya yang langka dan berharga kurang jelas. Kadang kadang hak properti merupakan solusi yang lebih mudah daripada hak kekayaan, dan solusi lain yang lebih sesuai. IV. PARETO OPTIMAL Pareto optimal adalah alokasi sumber daya yang tidak dapat diperoleh dengan baik oleh individu tanpa adanya orang lain yang lebih buruk. Model efisiensi ini menimbulkan asumsi yang sangat terbatas, yaitu : 3

7 Sebuah pasar yang lengkap untuk semua yang terkait dengan masa depan dan untuk semua resiko. Tidak ada eksternalitas dalam fungsi utilitas konsumen atau fungsi produksi suatu perusahaan. Harga pasar diketahui dengan pasti dan semua pasar harus memiliki informasi yang sempurna. Konsumen memaksimalkan utilitasnya dan kurva indiferennya berdasarkan tingkat pertukaran marjinal. Kondisi yang diperlukan untuk mencapai Pareto optimal ada dua, yaitu : Efisiensi dalam konsumsi terjadi ketika kurva indiverens seorang konsumen bersinggungan dengan garis anggaran atau budget line. Dalam keadan ini seorang konsumen akan mendapatkan tingkat kepuasan tertinggi dengan biaya paling sedikit yang perlu dikeluarkan. Efisiensi dalam produksi terjadi ketika seorang produsen dapat menghasilkan sebuah produk dengan anggaran seminimal mungkin namun dapat menghasilkan produk tersebut secara maksimal. Diagram Kotak Konsumen Sumber: Ekonomi Publik (Dr. Guritno Mangkoesoebroto, M.Ec.). Hal. 14 4

8 Diagram diatas diperoleh dengan membalikkan kurva indiverens pada 2 orang konsumen. U A untuk konsumen A dan U B untuk konsumen B. Titik C dan D dimana seoarang konsumen tidak dapat meningakatkan kepuasannya tanpa menyebabkan kepuasan konsumen lain berkuarang disebut pareto optimum. kondisi pareto optimum terjadi sepanjang garis O A dan O B yang disebut dengan garis kontrak. Y merupakan pakaian dan X merupakan makanan. Diagram di atas berguna untuk menganalisis alokasi makanan dan pakaian yang didapat masing masing konsumen. Pada titik E kurva indeferens A (U A E) berpotongan dengan kurva indeferens B (U B E), di mana individu A memperoleh pakaian sebanyak O A Y A unit sedangkan B mendapatkan pakaian sebanyak O B Y B unit. Pada titik E, A mendapatkan makanan sebanyak O A X A unit sedangkan B mendapatkan makanan sebanyak O B X B unit. Titk E bukan merupakan titik optimum, sebab dengan mengubah kombinasi makanan dan pakaian, kedua konsumen (A dan B) dapat memperoleh kepuasan yang lebih tinggi. Pada titik C, konsumen A mempunyai lebih sedikit pakaian dan lebih banyak makanan dibandingkan di titik E, akan tetapi kepuasan A di titik C lebih besar dati pada kepuasan A di titik E oleh karena titik C terletak pada kurva indiferens yang lebih tinggi U A (C). Pada titik C kepuasan B tidak berubah dibandingkan pada titik E. 4.1 Pasar vs Pemerintah Selain persyaratan dasar untuk kegiatan ekonomi yang teroganisir, ada situasi lain di mana intervensi dalam perekonomian berpotensi dapat meningkatkan kesejahteraan. Situasi di mana intervensi dapat berlaku, bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu: mereka yang terlibat dalam kegagalan pasar dan yang tidak terlibat dalam kegagalan pasar. Ketika kegagalan pasar terjadi, ada sebuah pendapat yang mempertimbangkan apakah intervensi akan bermanfaat? Misalnya jika suatu kegiatan ekonomi mengaslkan eksternalitas, sehingga terjadi perbedaan antara sektor swasta dan biaya sosial serta hasil kompetitif yang tidak efisien. Dalam hal ini negara perlu melakukan campur tangannya untuk membatasi inefisiensi yang dihasilkan. Hal 5

9 yang perlu diperluas untuk kegagalan pasar adalah hubungan tentang keberadaan barang publik dan persaingan tidak sempurna. Penekanan dalam campur tangan pemerintah, sebenarnya tidak akan selalu menguntungkan. Sektor publik memiliki kemampuan untuk memperbaiki permasalahan ekonomi yang tidak apat dicapai. Salah satu peran ekonomi publik yakni untuk menentukan luas yang diinginkan sektor publik dan batas-batas intervensi sebuah negara. Misalnya, jika kita tahu bahwa sebuah pasar akan mengalami kegagalan sehingga tidak menjadi efisien karena keterbatasan informasi, untuk membangun campur tangan pemerintah yang baik perlu diketahui apakah subjek pemerintah untuk keterbatasan informasi yang sama dapat mencapai hasil yang lebih baik. 4.2 Ekuitas Selain kegagalan pasar, intervensi pemerintah juga dapat dipengaruhi oleh perekonomian yang memiliki kesenjangan pendapatan, kesempatan atau kekayaan. Hal ini dapat terjadi jika perekonomian itu efisien pada pengertian yang sempit. Tingkat kesejahteraan perekonomian akan ditingkatkan melalui kebijakan pemerintah untuk mengurangi kesenjangan. Dalam kasus kegagalan pasar dan kebijakan kesejahteraan, kebijakan intervensi mengacu lebih dari sekedar penerimaan. Hal inilah yang menjadi alasan kegagalan ekonomi yang seharusnya untuk mencapai hasil yang optimal harus dipahami dan kebijakan yang diambil harus dirancang. 4.3 Efisiensi dan Ekuitas Ketika menentukan kebijakan ekonomi, pemerintah menghadapi dua tujuan yang bertentangan. Dua tujuan yang bertentangan tersebut mengacu pada aktivitas organisasi ekonomi sehingga penggunaan terbaik dibuat untuk sumberdaya ekonomi. Hal ini merupakan segi efisiensi dari bentuk kebijakan. Untuk tingkatan yang bermacam macam, pemerintah juga mengacu pada keuntungan dari aktivitas ekonomi yang didistribusikan secara agak baik. Hal ini merupakan aspek keadilan dari bentuk kebijakan. 6

10 Kesulitan yang dihadapi pemerintah adalah pertentangan antara ekuitas dan efisiensi. Kebijakan yang efisien sangat tidak adil, sedangkan kebijakan yang adil dapat menimbulkan penyimpangan yang signifikan. Mengingat fakta ini, tantangan untuk pembuatan kebijakan adalah untuk mencapai keadilan dan efisiensi. Di mana perdagangan dilakukan oleh pemerintah yang harus ditempatkan itu bergantung pada kepentingan relatif yang diberikan untuk keadilan yang lebih daripada efisiensi. Ada satu catatan akhir yang cukup baik untuk ditambahkan yang mengacu pada argumen argumen yang digunakan dalam pembahasan ini. Sebuah penyederhanaan umum adalah untuk mengasumsikan seorang konsumen tunggal atau semua konsumen yang serupa. Begitu pula keadaan maupun persoalan yang tidak dapat disalurkan, sehingga beberapa kebijakan yang direkomendasikan berasal dari sesuatu yang hanya berhubungan dengan efisiensi dan tidak ada hubungannya dengan keadilan. Alasan untuk meneruskan langkah ini yaitu hal tersebut biasanya memperbolehkan banyak analisis yang lebih sederhana untuk dilakukan dan untuk kesimpulannya lebih tepat. Ketika menginterpretasi atau menafsirkan kesimpulan yang berhubungan dengan rekomendasi kebijakan yang praktis, dasar dasarnya tidak pernah diabaikan. V. AKTIVITAS PEMERINTAH 5.1 Birokrasi Kata birokrasi muncul dari Prancis pada abad ke-18. Saat ini istilah birokrasi memiliki banyak arti. Dalam arti luas, birokrasi menunjukkan struktur formal yang besar dan susunan prosedural dari organisasi besar yang kompleks. Dalam konteks ini, birokrasi tidak terbatas pada pemerintah tetapi juga mencakup organisasi-organisasi swasta dan nirlaba besar seperto Wal-Mart, Texaco dan United Way. Istilah birokrasi, bagaimana pun juga digunakan terutama yang berhubungan dengan pemerintah. 7

11 Pandangan birokrat adalah bahwa mereka semata-mata didorong oleh keinginan untuk melayani kebaikan bersama. Mereka mencapai hal tersebut dengan melakukan usaha pemerintah dengan cara yang paling efisien tanpa kepentingan politik atau kepentingan pribadi. Ini adalah gambaran idealis dari birokrat sebagai pelayan masyarakat yang melakukan tugasnya tanpa pamrih. Ada kemungkinan bahwa pandangan seperti itu mungkin benar tetapi tidak ada alasan mengapa birokrat harus berbeda dengan individu lainnya. Dari perspektif ini, sulit untuk menerima bahwa mereka tidak tunduk dengan motivasi untuk mementingkan diri sendiri. Analisis teoritis birokrasi dimulai dengan asumsi bahwa birokrat yang pada kenyataannya dimotivasi oleh memaksimalkan utilitas pribadi mereka. Jika mereka bisa, mereka akan menggunakan kekuasaannya dan mempengaruhi posisi mereka yang dapat memberikan mereka pendapatan lebih. Tapi, karena sifat peran mereka, mereka menghadapi kesulitan dalam mencapai hal ini. Tidak sama seperti posisi individu di sektor swasta, mereka tidak dapat memanfaatkan pasar untuk meningkatkan pendapatan. Sebaliknya, mereka berusaha untuk mendapatkan utilitas dari mengejar tujuan yang tidak berupa uang. Sebuah teori birokrasi yang kompleks dapat mencakup banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan seperti patronase, kekuasaan dan reputasi. Oleh karena itu birokrat dapat dimodelkan sebagai tujuan untuk memaksimalkan ukuran biro mereka untuk mendapatkan manfaat besar yang tidak berupa uang dan sebagai konsekuensinya kekuasaan pemerintah menjadi berlebihan. 8

12 Kurva Birokrasi yang Berlebih Sumber: Hindriks (halaman 40) Misalkan Y menunjukkan output dari biro seperti yang diamati oleh pemerintah. Untuk Y output, biro diberi anggaran B (Y) dimana B (Y) merupakan turunan pertama dari B (Y) yang artinya B (Y) adalah marginal budget. Biaya produksi output ditunjukkan oleh C(Y) dengan C (Y) merupakan turunan pertama dari C(Y) adalah marginal cost. Output yang efisien terjadi Y* dimana area anggaran sama dengan area biaya ( segitiga kiri sama dengan segitiga kanan ). Jelas dari gambar tersebut bahwa ukuran pemerintah berlebihan dimana hal itu ditentukan oleh pilihan birokrat. Model sederhana diatas menunjukkan bagaimana mengejar tujuan pribadi oleh birokrat dapat menyebabkan ukuran berlebihan untuk birokrasi. Ukuran yang berlebihan hanyalah sebuah inefisiensi karena uang dihabiskan untuk biro yang tidak menghasilkan nilai yang memadai. Birokrasi memiliki kekuatan yang besar karena memiliki akses terhadap informasi, keahlian yang luas dalam berbagai bidang dan kemampuan untuk menggunakan diskresi dalam pembuatan peraturan. 9

13 5.2 Budget Setting Perspektif alternatif atas birokrasi dapat diperoleh dengan mempertimbangkan proses yang berbeda dalam penetapan anggaran. Selanjutnya dalam sistem pemerintahan, anggaran akan ditentukan setiap tahun dalam rapat kabinet. Rapat ini menerima usulan anggaran dari masing-masing departemen dan mengalokasikan anggaran pusat atas dasar ini. Penyediaan sebuah model anggaran menggabungkan poin ini kemudian menentukan bagaimana anggaran departemen berkembang dari waktu ke waktu. Sebuah proses yang sederhana dari bentuk ini dapat dinyatakan sebagai berikut. β c t+1=[1+α]β t dimana α > 0. Aturan tersebut merupakan metode mekanis langsung untuk memperbarui anggaran tahun sebelumnya. Hal ini tentu saja tanpa ada dasar dalam efisiensi. Rapat kabinet kemudian mengambil tawaran ini dan proporsional mengurangi mereka untuk mencapai alokasi akhir. Anggaran yang telah ditetapkan kemudian sebagai berilut: β t+1 = [1 γ] β c t+1 = [1 γ] [1+α]βt. Pernyataan di atas memberikan gambaran tentang perubahan anggaran dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat bahwa jika α > γ, maka anggaran akan tumbuh dari waktu ke waktu. Perkembangannya berhubungan dengan kebutuhan, sehingga terdapat banyak kemungkinan pengeluaran akhirnya akan menjadi berlebih walaupun awalnya dimulai pada tingkat yang dapat diterima. Ketika α < γ anggaran akan turun dari waktu ke waktu. Meskipun kedua kasus tersebut sangat mugkin terjadi. Bentuk dari model ini dapat dengan mudah bisa diperluas untuk memasukkan dinamika yang lebih kompleks. Model penentuan anggaran sebagai proses secara keseluruhan untuk menentukan mana yang baik bagi perekonomian dan memberikan perspektif 10

14 alternatif penting tentang bagaimana sektor publik benar-benar dapat berfungsi. Bahkan jika kenyataan itu tidak cukup jelas, penalaran semacam ini tidak dimasukkan ke dalam model konteks yang didasarkan pada asumsi bahwa pemerintah telah melakukan efisiensi. 5.3 Kekuatan Monopoli Hal yang paling dasar dari ekonomi adalah bahwa keseimbangan pasar ditentukan melalaui interaksi antara permintaan dan penawaran sehingga terjadi keseimbangan harga. Dengan tidak adanya campur tangan dari kekuatan monopoli, keseimbangan akan tercapai secara efisien. Dengan alasan yang sama, jika dalam penyediaan barang oleh sektor publik tanpa ada kandungan kekuatan monopili maka efisiensi akan muncul. Sayangnya, hal tersebut tidak mungkin tercapai. Pertama, sektor publik bisa dijadikan sebagai sebuah monopoli dalam penyediaan barang dan jasa. Kedua, kekuatan monopoli yang dibiarkan terus menerus dapat mengambil pasar ( menguasai ). Pada umumnya, monopolis memaksimalkan labanya ( profit ) dengan membatasi jumlah tingkat outputnya dibawah jumlah tingkat output yang kompetitif, jadi kekuatan monopoli akan cenderung memberikan intervensi pemerintah yang terlalu sedikit dibandingkan sebaliknya. Ini akan menjadi sebuah argumen karena didukung oleh fakta bahwasannya pemerintah dapat memilih untuk tidak menjalankan kekuatan monopoli. Jika ingin mencoba untuk mencapai efisiensi, maka pemerintah tidak akan melakukannya. Selanjutnya, semenjak pemerintah tidak bisa mengikuti sebuah kebijakan mengenai keuntungan maksimal, itu mungkin sebenarnya memanfaatkan posisi monopolisnya untuk memasok output. Hal ini kembali ke analisis model birokrasi. Ide untuk mendapatkan pasar ( menguasai pasar ) sangatlah menarik dan ditimbulkan oleh sifat dari barang yang disediakan sektor publik. Daripada menjadi pasar barang standar, banyak diantara mereka yang merumitkan diri di alam dan tidak sepenuhnya mengerti dengan yang dikonsumsinya itu. Contoh barang alam adalah pendidikan dan perawatan kesehatan. Dalam kedua contoh 11

15 tersebut, konsumen mungkin tidak cukup mengerti mengenai produk ini, maupun apa yang terbaik untuk mereka. Fitur tambahan dari komoditas sektor publik adalah bahwa permintaan tidak ditentukan oleh konsumen dan diungkapkan lewat pasar. Melainkan melainkan diserahkan kepada spesialis seperti guru dan dokter. Selanjutnya, spesialis yang lainnya yang sama bertanggung dalam penetapan tingkat pasokan. Dalam penegertian ini, mereka bisa dikatakan mengambil pasar. Konsekuensi dari mengambil pasar adalah bahwa spesialis dapat mengatur jumlah tingkat output untuk pasar sesuai dengan pemenhan tujuan mereka. Tentu saja, sebagian besar akan mendapatkan manfaat dari perluasan profesi mereka, hal ini memberikan mekanisme ke arah untuk memasok lebih dari tingkat output. 5.4 Korupsi Korupsi muncul sebagai penyimpangan moral, hal tersebut konsekuensi pejabat pemerintah yang menggunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Korupsi mengubah alokasi sumberdaya jauh dari produktif terhadap rent seeking pendudukan. Rent Seeking mencoba mendapatkan kembali atas apa yang dinilai memadai oleh pasar. Keuntungan monopoli adalah salah satu contoh, namun konsep ini lebih luas. Korupsi bukan hanya redistribusi (mengambil kekayaan orang lain untuk memberikannya kepada beberapa kepentingan khusus) tetapi juga dapat memiliki efisiensi biaya yang sangat besar. Pejabat yang melakukan korupsi memiliki tindakan yang berani dari efek pertumbuhan ekonomi. Bentuk terpenting dari korupsi di kebanyakan negara ialah peraturan persaingan. Hal ini menjelaskan bahwa pemerintah dengan sengaja menciptakan peraturan yang mengharuskan pengusaha membayar suap. Karena meningkatkan biaya kegiatan produktif, korupsi menyebabkan berkurangnya efisiensi. Kerusakan akibat korupsi sangat besar, ketika beberapa pejabat pemerintah bertindak secara bebas untuk menciptakan hambatan dalam kegiatan ekonomi sehingga masing masing penjabat pemerintah dapat mengumpulkan dana suap dari pengusaha sebagai imbalan untuk 12

16 mengapuskan hambatan yang mereka (pejabat pemerintah) ciptakan sendiri. Ketika pengusaha menghadapi semua hambatan regulasi tersebut, akhirnya para pengusaha berhenti dan atau pindah ke ekonomi yang tersembunyi (underground economy) untuk menghindari peraturan yang diciptakan oleh para pejabat pemerintah. Dengan demikian menurut pandangan ini, korupsi sangat merugikan. Bagaimana mungkin korupsi dapat memberikan peran yang positif untuk sistem korupsi berbasis suap ini? Salah satu kemungkinan bahwa penyuapan adalah seperti mekanise dalam lelang untuk mendapatkan sumber penggunaan dana yang tertinggi. Misalnya, korupsi yang mirip dengan pengadaan lelang kontrak untuk para pengusaha yang mampu membayar suap tertinggi. Namun, ada beberapa masalah berkaitan dengan sistem berbasis suap. Pertama, kepedulian terhadap akhir yang baik. Suap merupakan tindakan berbahaya. Dengan membiarkan terjadinya penyuapan, akan menghancurkan banyak niat baik dari para pendukung sistem. Kedua, larangan menhukum seseorang yang bertindak jujur. Kejujuran pemerintah dapat digunakan sebagai tolak ukur yang digunakan untuk menilai kinerja para pejabat pemerintah menjadi lebih oportunistik. Ketiga, mustahil untuk mengoptimalkan atau bahkan mengelola kegiatan yang penyimpang, seperti penyuapan. 5.5 Lembaga Pemerintah Informasi yang tidak sempurna memungkinkan pemerintah untuk tumbuh lebih besar dengan meningkatkan beban pajak. Hal tersebut dapat mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan oleh birokrat yang serakah. Pertanyaan utama yang dapat timbul adalah bagaimana cara pemerintah mengatur insentif yang bisa untuk mendorong pemerintah bekerja lebih baik untuk biaya yang kurang dan sesuai dengan informasi yang tersedia. 13

17 Kurva government agency Sumber: Hindriks (Intermediate Public Economics) hal 44 c lg adalah biaya unit yang rendah sedangkan c h G adalah biaya unit yang tinggi. Keuntungan kotor untuk publik adalah G yang ditunjukkan oleh fungsi b(g) yang meningkat dan cekung. Keuntungan bersih adalah w(g, t) = b(g) t, dimana t adalah biaya yang dibayarkan kepada pemerintah untuk barang publik. Jumlah barang publik yang dipilih tergantung kepada biaya unit dari pemerintah. Keuntungan untuk pemerintah dari penyediaan barang publik adalah perbedaan antara biaya dan harga, jadi saat harga adalah c i maka keuntungannya adalah t i - c i G i. Apabila diasumsikan jika masyarakat tidak bisa mengamati apakah pemerintah memiliki biaya cl atau c h. Pemerintah bisa mendapatkan keuntungan dengan kesalahan penggambaran biaya untuk umum: misalnya dapat dengan membesarkan biaya dengan menambahakan pengeluaran yang bermanfaat bagi pemerintah tapi tidak bagi umum. Saat biaya tinggi, pemerintah tidak dapat melebihlebihkan. Saat biaya rendah, pemerintah lebih baik berpura-pura untuk biaya yang tinggi untuk mendapatkan biaya t h untuk jumlah Gh dari barang publik bukan t untuk memproduksi Gl. kesalahan pada konteks ini mengarah pada manfaat Gh [ch c l] bagi pemerintah. 14

18 Untuk menghilangkan godaan pembayar pajak harus membayar jumlah tambahan r > 0 kepada pemerintah lebih dari biaya ketika pemerintah berpura-pura memiliki biaya rendah, ini disebut sewa informasi. Karena biaya pemerintah benar-benar tinggi sehingga tidak dapat mengembangkan biaya, masyarakat membayar sebesar t h = c h G h ketika pemerintah melaporkan biaya tinggi. Jika biaya yang dilaporkan adalah rendah, para pembayar pajak menuntut jumlah Gl dari barang publik yang didefinisikan oleh b (Gl) = cl dan membayar pemerintah tl= clgl+ r di mana r adalah penerimaan tambahan pemerintah bisa membuat kalau berpura-pura memiliki biaya tinggi. Untuk memberikan pemerintah dengan biaya rendah hanya pendapatan yang cukup untuk mengimbangi godaan untuk berpura-pura memiliki biaya yang lebih tinggi perlu bahwa r = [c h - c l ] G h. Ini adalah sewa yang dibutuhkan untuk mendorong kejujuran dari biaya dan memiliki penyediaan barang publik sama dengan ketika masyarakat sepenuhnya diinformasikan. Adalah mungkin bagi para pembayar pajak untuk mengurangi kelebihan pembayaran dengan menuntut bahwa pasokan biaya pemerintah yang tinggi kurang dari itu dengan informasi yang lengkap. Asumsikan bahwa biaya rendah dengan probabilitas pl dan tinggi dengan probabilitas p h = 1-pl. Dengan memaksimalkan subjek manfaat yang diharapkan kepada pemerintah untuk memberitahu kebenaran, dapat ditunjukkan bahwa kejujuran dapat diperoleh dengan biaya setidaknya oleh menuntut jumlah G h dari pelayanan publik yang didefinisikan oleh : Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan informasi yang lengkap. Distorsi dari kuantitas yang diminta dari biaya pemerintahan yang tinggi hasil dari argumen sederhana manfaat biaya. Ini adalah manfaat dari mengurangi sewa, yang sebanding dengan perbedaan biaya [c h cl], dan probabilitas bahwa pemerintah adalah dari jenis biaya rendah pl, terhadap biaya memaksakan distorsi dari kuantitas pada biaya pemerintah yang tinggi dengan probabilitas 1 pl. 15

19 Oleh karena itu jika pemerintah benar-benar adalah biaya rendah itu tidak perlu diberikan pajak yang tinggi, tetapi untuk menghilangkan godaan bagi pembayar pajak inflasi biaya harus untuk memberikan pemerintah hanya cukup sewa sebagai penghargaan untuk melaporkan dengan jujur ketika biaya pelayanan publik rendah. Kemampuan pemerintah untuk menggambarkan biayanya karena itu memungkinkan untuk memperoleh harga sewa dan dapat mendistorsi tingkat penyisihan. 5.6 Penyebaran Biaya Penjelasan terakhir yang diberikan untuk kemungkinan pemerintah yang berlebihan adalah masalah sumber daya yang umum. Pemikirannya adalah bahwa pengeluaran pemerintah tersebar sedangkan perbendaharaan memiliki tanggung jawab untuk memperoleh pendapatan yang cukup untuk menyeimbangkan anggaran secara keseluruhan. Setiap pengeluaran pemerintah yang memiliki pengeluaran prioritas sendiri, dengan pertimbangan beberapa hal untuk prioritas lain, hal tersebut dapat dipenuhi secara lebih baik dengan menghabiskan anggaran secara keseluruhan. Ini adalah masalah sumber daya umum, seperti beberapa perusahaan minyak yang membuka kolam bawah tanah atau jaring nelayan di danau. Dalam semua kasus itu mengarah pada tekanan berlebih pada sumber daya umum. Dari perspektif ini sebuah komite dengan otoritas pengeluaran akan memiliki rasa jauh lebih baik dari kesempatan biaya dana publik, dan dapat lebih baik membandingkan manfaat dari usulan alternatif, dari pada otoritas yang dihabiskan pada kenyataannya. Kecenderungan terhadap federalisme dan devolusi saat ini memperburuk masalah kolam umum. Alasan dasarnya adalah bahwa setiap daerah bisa memaksakan proyek yang biayanya dibagi oleh semua kabupaten lain, sehingga mereka mendukung proyek proyek dengan ukuran lebih tinggi dari mereka jika mereka harus menutupi biaya penuh. Masalah tersebut juga dapat ditelusuri sampai ke tingkat individu. Pertimbangkan layanan layanan seperti pensiun, perawatan kesehatan, sekolah dan infrastruktur, seperti jembatan, jalan dan jalur 16

20 kereta api. Jelas bahwa untuk layanan publik, dan sebenarnya pemerintah tidak mengenakan biaya marjinal penuh kepada pengguna secara langsung, tapi mensubsidi kegiatan ini sebagian atau seluruhnya dari penerimaan pajak. Ada ekuitas yang mengkhawatirkan di balik fakta ini. Tetapi kemudian juga alam, bahwa pengguna yang tidak menanggung biaya penuh akan lebih mendukung pelayanan publik dari mereka, jika mereka harus menutupi biaya penuh. Argumen yang sama berlaku dalam arah yang berlawanan ketika merenungkan beberapa pemotongan belanja publik: kontributor yang diminta untuk membuat kelonggaran yang terkonsentrasi dan mungkin diorganisir dengan mencoba mempengaruhi manfaat per kapita yang tinggi dari kelanjutan pemberian pelayanan publik tertentu. Sebaliknya penerima manfaat dari pengurangan belanja publik, para pembayar pajak menyebar dengan taruhan per kapita yang kecil. Hal ini membuat kemungkinan kecil bahwa mereka dapat menawarkan dukungan yang diselenggarakan untuk reformasi. Singkatnya, banyak layanan publik dicirikan oleh pemusatan manfaat bagi sekelompok kecil pengguna atau penerima dan penyebaran biaya ke kelompok besar pembayar pajak. Hal ini mengakibatkan kecondongan terhadap permintaan terus menerus untuk belanja publik yang lebih banyak. 5.7 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah meliputi semua konsumsi pemerintah. Komponen terbesar dari pengeluaran pemerintah adalah redistribusi. Program pemerintah redistribusi terbesar adalah Jaminan Sosial. Pemerintah membiayai pengeluarannya melalui pajak, pinjaman, dan penciptaan uang baru. Pajak Pemerintah memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian karena mereka membuat lebih dari sepertiga pendapatan nasional. Tapi pemerintah juga banyak mempengaruhi melalui peraturan. Pengeluaran rutin digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Selain itu pengeluaran pembangunan digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum, baik pembangunan secara fisik maupun nonfisik. 17

21 Sebagai contoh, komposisi dari seluruh belanja daerah provinsi yang dialokasikan pada tahun 2012 relatif merata. Dari sebesar Rp174 triliun anggaran belanja daerah seluruh provinsi, 24,14%nya dialokasikan untuk Belanja barang dan jasa atau senilai dengan Rp42 triliun. Porsi ini merupakan porsi terbesar dari alokasi belanja daerah Provinsi. Alokasi terbesar berikutnya adalah belanja pegawai yang mencapai Rp35,52 triliun atau sebesar 20,4% dari total belanja daerah Provinsi. Tidak jauh berbeda dengan belanja pegawai, belanja transfer antar pemda juga dialokasikan cukup tinggi. Dalam APBD TA 2012 ini, porsi belanja transfer mencapai 20,09% dari total belanja daerah Provinsi atau sebesar Rp34,95 triliun. Sementara itu, belanja modal dialokasikan sebesar Rp31,81 triliun sedangkan sebesar Rp26,9 triliun dan Rp2,8 triliun dialokasikan masing-masing untuk belanja hibah dan belanja lainnya. Sumber: Subdit DKD, Dit. EPIKD. DJPK Kemenkeu, diolah. Jika komposisi belanja daerah di Provinsi relatif merata tidak demikian dengan komposisi belanja daerah di Kabupaten maupun Kota. Lebih dari separuh anggaran dialokasikan untuk belanja pegawai. Total belanja pegawai untuk Kabupaten mencapai Rp174,66 triliun atau sebesar 50,6% dari total belanja daerah Kabupaten sedangkan untuk Kota, total belanja pegawainya mencapai 52,4% dari total belanja daerah atau sebesar Rp45,36 triliun. Selanjutnya adalah belanja modal, dengan alokasi sebesar Rp83,73 triliun untuk Kabupaten dan Rp18,96 triliun untuk Kota. 18

22 Sumber. Subdit DKD, Dit. EPIKD. DJPK Kemenkeu, diolah. Salah satu yang membedakan komposisi belanja antara Kabupaten dan Kota adalah pada komponen belanja transfer antar pemda dimana porsi belanja ini relatif lebih besar pada Kabupaten daripada di Kota. Di Kabupaten porsinya mencapai 3,7% dari total belanja daerah Kabupaten atau sebesar Rp12,74 triliun sedangkan di Kota alokasinya hanya sebesar 0,4% dari total belanja daerah Kota atau hanya sebesar Rp346 miliar. Tabel RINGKASAN APBN DAN RAPBN-P 2012 (miliar rupiah) URAIAN APBN RAPBN-P Selisih terhadap APBN A. Pendapatan Negara dan Hibah , , ,1 I. Penerimaan Dalam Negeri , , ,1 1. Penerimaan Perpajakan , ,9 (20.832,3) 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak , , ,4 II. Penerimaan Hibah 825,1 825,1 0,0 B. Belanja Negara , , ,4 19

23 I. Belanja Pemerintah Pusat , , ,2 A. Belanja K / L , , ,0 B. Belanja Non K / L , , ,1 a. Pembayaran Bunga Utang , ,4 (4.432,2) b. Subsidi , , ,4 1) Subsidi Energi , , ,6 BBM, LPG dan BBN , , ,2 Listrik , , ,5 2) Subsidi Non Energi , , ,8 Pangan , , ,2 c. Belanja Lain-lain , , ,3 Kompensasi Pengurangan 0, , ,1 Subsidi Energi II. Transfer Daerah , , ,2 1. Dana Perimbangan , , ,2 2. Dana Otonomi Khusus dan , ,9 0,0 Penyesuaian C. Keseimbangan Primer (1.802,4) (72.319,9) (70.517,5) D. Surplus / Defisit Anggaran ( A-B ) ( ,0) ( ,3) (66.085,3) % DefisitTerhadap PDB (1,53) (2,23) (0,70) E. Pembiayaan ( I+II ) , , ,3 I. Pembiayaan Dalam Negeri , , ,7 1. Perbankan Dalam Negeri 8.947, , ,6 SAL 5.056, , ,9 2. Non Perbankan Dalam Negeri , , ,1 Surat Berharga Negara , , ,0 Dana Pengembangan (1.000,0) (7.000,0) (6.000,0) Pendidikan Nasioal II. Pembiayaan Luar Negeri ( Neto ) (1.892,3) (4.425,7) (2.533,4) Keterangan : Uraian dan penjelasan Tabel APBN pada subbab 5.8 defisit pemerintah dan pengeluaran bunga dan 5.9 penerimaan pemerintah 20

24 5.8 Defisit Pemerintah dan Pengeluaran Bunga Sebagai pengeluaran pemerintah yang telah tumbuh, pendapatan tidak terus meningkat dan menghasilkan substansial defisit anggaran. Tingkat pembayaran bunga adalah fungsi dari dua faktor yaitu jumlah hutang dan tingkat bunga yang harus dibayar. Sementara itu, anggaran belanja negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mengalami perubahan dari pagu semula sebesar Rp ,7 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,1 miliar atau mengalami peningkatan Rp ,4 ( 6,9 persen ). Perubahan anggaran belanja negara tersebut berasal dari perubahan anggaran belanja pusat dan transfer ke daerah. Belanja pemerintah pusat direncanakan mengalami perubahan menjadi Rp ,4 miliar, meningkat sebesar Rp 93,321,2 miliar ( 9,7 persen ) dari pagu semula dalam APBN 2012 sebesar Rp 964,997 miliar. Transfer ke daerah diperkirakan mengalami perubahan dari Rp ,5 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan Rp5.854,2 miliar atau sekitar 1,2 persen. ( lihat tabel ). Dengan rencana peningkatan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp33.090,1 miliar (2,5 persen) yang disertai dengan peningkatan belanja negara sebesar Rp99.175,4 miliar (6,9 persen), maka sebagai konsekuensinya, defisit anggaran akan meningkat sebesar Rp66.085,3 miliar, dari yang diperkirakan sebelumnya sebesar Rp ,0 miliar (1,53 persen terhadap PDB), menjadi Rp ,3 miliar (2,23 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit anggaran dalam RAPBN-P 2012 direncanakan akan dibiayai dari peningkatan pembiayaan dalam negeri sebesar Rp68.618,7 miliar, dari rencana semula sebesar Rp ,3 miliar dalam APBN 2012 menjadi sebesar Rp ,0 miliar, sedangkan pembiayaan luar negeri neto akan mengalami perubahan minus Rp2.533,4 miliar, dari sebesar minus Rp1.892,3 miliar menjadi sebesar minus Rp4.425,7 miliar. Perubahan rencana pembiayaan dalam negeri pada tahun 2012 tersebut terutama berasal dari: (a) peningkatan pemanfaatan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp51.116,9 miliar, dari rencana semula sebesar 21

25 Rp5.056,8 miliar menjadi Rp56.173,7 miliar; (b) penambahan penerbitan surat berharga negara neto sebesar Rp25.000,0 miliar, dari rencana awal sebesar Rp ,7 miliar menjadi Rp ,7 miliar; dan (c) penambahan dana pengembangan pendidikan nasional sebesar Rp6.000,0 miliar, dari Rp1.000,0 miliar menjadi Rp7.000,0 miliar. 5.9 Penerimaan Pemerintah Sumber utama penerimaan pemerintah yang paling penting dan paling teratur adalah pajak. Perpajakan secara tradisional dikaitkan dengan studi keuangan publik. Dalam menerapkan kebijakan anggaran baik anggaran defisit maupun anggaran surplus, tidak terlepas dari peran pajak sebagai sumber pendapatan utama. Dalam penerapan anggaran surplus, pemerintah dapat meningkatkan pajak khususnya pajak penghasilan atau pajak tidak dinaikkan tapi pengeluaran pemerintah dikurangi. Begitu juga dalam penerapan anggaran defisit, pemerintah dapat menurunkun tingkat pajak sehingga konsumsi masyarakat dapat meningkat dan gairah usaha juga meningkat. Sebagai akibat perubahan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dalam RAPBN-P 2012, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp33.090,1 miliar (2,5 persen), dari yang semula direncanakan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp ,7 miliar. Peningkatan pendapatan negara tersebut berasal dari peningkatan PNBP sebesar Rp53.922,4 miliar (19,4 persen), dari target semula sebesar Rp ,4 miliar dalam APBN 2012 menjadi Rp ,8 miliar. Di lain pihak, penerimaan perpajakan diperkirakan mengalami penurunan Rp20.832,3 miliar (2,0 persen) dari rencana semula Rp ,2 miliar dalam APBN tahun 2012 menjadi Rp ,9 miliar. Selanjutnya, penerimaan hibah diperkirakan sama dengan target APBN 2012 sebesar Rp825,1 miliar. ( Lihat Tabel ). Jadi ketika memeriksa penerimaan dari sisi anggaran pemerintah, penekanan pada pajak, biaya pengguna menjadi tuduhan bahwa pungutan pemerintah tersebut adalah untuk 22

26 menaikkan pendapatan yang dapat juga untuk membiayai pengeluaran. Namun pemerintah juga dapat meningkatkan pendapatnnya melalui pinjaman dan menjual outputnya. Contohnya seperti ketika tol dibebankan biayanya pada pengguna jalan tol tersebut sehingga ketika memasuki tol para pengguana jalan tol harus membayar sejumlah biaya. VI. SUMBER KEGAGALAN PASAR Kegagalan pasar terjadi ketika kondisi pareto optimum tidak tercipta. Artinya, konsumen tidak bisa lagi menyeimbangkan tingkat pertukaran marginal (TPM), sedangkan produsen menawarkan barang untuk dijual dengan harga lebih tinggi dari biaya marjinal. Kegagalan pasar banyak terjadi di negara berkembang. Di perekonomian negara berkembang, jumlah barang dan pasar faktor produksi dalam keadaan yang tidak seimbang menyebabkan inefisiensi dalam alokasi sumber daya. Dalam kebanyakan kasus, harga pasar tidak mencerminkan biaya produksi marjinal. 6.1 Persaingan Tidak Sempurna Persaingan tidak sempurna adalah salah satu penyebab kegagalan pasar. Dalam pasar ini, struktur perusahaan menghadapi kurva permintaan miring ke bawah untuk produknya. Pendapatan marjinal menyimpang dari pendapatan rata-rata dan harga tidak lagi sama dengan biaya marjinal. Dalam kejadian ini, monopoli perusahaan menetapkan harga yang melebihi biaya marjinal, untuk memaksinalkan keuntungan. Hal ini menyebabkan output yang jauh lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersaing secara sempurna, beroperasi di bawah kondisi biaya yang sama. Pengoperasian monopoli dikatakan tidak efisien karena menyebabkan kurang optimalnya alokasi sumber daya. Monopoli alamiah dan perusahaan lain yang mengalami penurunan biaya ratarata melalui berbagai output merupakan sumber kegagalan pasar. Sebuah monopoli alamiah dapat memperbaiki outputnya dengan menetapkan harga yang lebih besar dari biaya marjinal. Jika 23

27 perusahaan mencoba untuk memproduksi barang dengan harga yang sama dengan biaya marjinalnya, maka perusahaan akan menderita kerugian yang harus dibiayai oleh pungutan pajak atau diskriminasi harga. Kecenderungan yang sama untuk harga yang menyimpang dari biaya marjinal terlihat dalam pasar oligopoli dan multinasional corporations (MNC) di negara berkembang. Oligopoli adalah struktur pasar yang ditandai dengan adanya beberapa perusahaan. Meskipun setiap perusahaan memiliki kekuatan pasar, perubahan harga oleh satu perusahaan akan berpengaruh terhadap perusahaan lain. 6.2 Barang Publik dan Eksternalitas Barang publik adalah barang milik pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara tanpa melihat siapa yang melaksanakan pekerjaannya. Barang publik adalah barang dan jasa yang memiliki 2 karakteristik, yaitu non-rivalry dan tidak dapat dikecualikan. Yang termasuk Barang publik adalah pertahanan, taman nasional, ramalan cuaca, dan sebagainya. Non-rivalry dalam konsumsi menunjukkan bahwa satu orang yang mengkonsumsi suatu barang tidak mengurangi kegunaan barang tersebut kepada orang lain. Tidak dapat dikecualikan berarti bahwa tidak mungkin untuk mengecualikan setiap orang untuk mendapatkan manfaat dari barang tersebut selama barang tersedia. Kedua kondisi ini menyiratkan bahwa pasar tidak akan mampu menyediakan barang atau jasa secara efisien, karena sistem pasar mengecualikan orang yang tidak bisa membayar untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Eksternalitas terjadi bila aktivitas seorang pelaku ekonomi mempengaruhi utilitas atau produksi lain tanpa kompensasi. Efek eksternal yang bermanfaat dikenal sebagai eksternalitas positif. Disekonomis eksternal atau eksternalitas negatif adalah efek eksternal yang merugikan. Barang publik seperti penelitian kesehatan yang didanai publik dan pendidikan merupakan eksternalitas positif. Polusi adalah contoh umum eksternalitas negatif. Pasar atau sistem harga tidak dapat mencerminkan biaya-biaya eksternal dan manfaat. Hal ini memberikan alasan campur tangan pemerintah, baik untuk 24

28 mendorong terjadinya eksternalitas positif atau mengatur eksternalitas negatif. 6.3 Kegagalan Institusi Gillis, Perkins dan Roemer (1992) telah mengidentifikasi bahwa kegagalan institusi sebagai penyebab utama kegagalan pasar di negara berkembang. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa sebuah lembaga atau institusi yang kurang berkembang tidak akan bisa maksimal dalam memenuhi permintaan pasar, sehingga kegagalan pasar dengan mudah terjadi. Gillis, Perkins dan Roemer. (1992: 540) juga menganggap kegagalan institusi sebagai penyebab kerusakan lingkungan di negara berkembang. Mereka berpendapat bahwa meskipun pemerintah memiliki hak milik atas sebagian besar kawasan hutan di negara berkembang, mereka tidak mampu menegakkan peraturan di bidang ini. Hutan menjadi sumber daya milik umum. Situasi seperti ini menyebabkan kerusakan yang luas kawasan hutan. Mekanisme pasar tidak dapat mengatur penggunaan sumber daya milik umum. kegagalan pasar Ini terkadang dikenal sebagai "tragedi of commons". 6.4 Kegagalan Informasi Jika konsumen tidak mempunyai informasi yang akurat tentang harga pasar atau kualitas produk, maka sistem pasar tersebut tidak akan berjalan secara efisien. Kekurangan informasi ini dapat memberikan insentif kepada produsen untuk menawarkan terlalu banyak produk tertentu dan terlalu sedikit produk lainnya. Di sisi lain, beberapa konsumen mungkin tidak akan membeli produk meskipun mereka akan memperoleh keuntungan, sementara konsumen lain membeli produk yang mengakibatkan mereka lebih dirugikan. Dua jenis kegagalan informasi yang utama adalah masalah moral hazard dan adverse selection. Jenis pertama adalah masalah moral hazard. moral hazard menjadi penyebab utama kegagalan pasar, kegagalan ini membuat pasar tidak bisa memberikan informasi sebanyak yang diharapkan oleh konsumen. Adverse selection terjadi pada asuransi ketika perusahaan asuransi tidak dapat membedakan antara individu dengan risiko 25

29 tinggi dan individu berisiko rendah berdasarkan informasi yang tersedia untuk dia. Perusahaan asuransi bisa saja melakukan pemilihan yang salah, dan mungkin perlu untuk merancang premi yang berbeda dalam upaya untuk mengatasi faktor risiko yang berbeda. Kegagalan Informasi juga dapat terjadi di pasar saham dimana terdapat insider trading yang merupakan strategi untuk meminimalkan resiko, dapat mencegah pasar dari mencapai alokasi yang efisien di antara pedagang. Insider trading terjadi ketika sekelompok individu yang istomewa memiliki akses ke informasi saham pasar yang pedagang lain tidak memiliki. VII. PERTUMBUHAN SEKTOR PUBLIK 7.1 Perkembangan Model Dasar dari teori ini adalah perubahan struktur pembangunan sektor publik. Proses pembangunannya berawal dari industrialisasi hingga selesai. Model ini menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap akhir (lanjut). Pada tahap awal pengembangan dipandang sebagai tahap industrialisasi dimana masyarakat melakukan urbanisasi yaitu bergerak dari pedesaan ke daerah perkotaan. Untuk mencapai atau menyelesaikan tahap ini, ada persyaratan yang cukup signifikan dari pemerintah untuk infrastruktur dalam pengembangan kota. Peran untuk mencapai infrastruktur yang diinginkan menentukan jumlah pengeluaran pemerintah demi tercapainya hal tersebut. Pada tahap menengah pembangunan, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, selain itu peran sektor swasta semakin besar. Peranan pemerintah tetaplah besar pada tahap menengah, karena seiring dengan perkembangan dari sektor swasta menyebabkan pemerintah menyediakan barang dan jasa publik yang sangat banyak dan berkualitas. Pada tahap ini juga terjadi eksternalitas. 26

30 Akhirnya dalam tahap pengembangan ekonomi yang lebih lanjut pemerintah tidak menyediakan pengeluaran infrastruktur untuk mengkoreksi kegagalan pasar. Aktivitas pmerintah lebih ditekankan untuk pengeluaran yang berkaitan dengan aktivitas sosial, seperti kesehatan, keamanan, dan pendidikan. Model pengembangan ekonomi ini memiliki kelemahan yaitu lebih ditekankan pada diskripsi daripada penjelasan. 7.2 Hukum Wegner Wagner mengemukakan suatu teori berdasarkan perkembangan pengeluaran pemerintah terhadap PDB yang juga didasarkan pada pengamatan di negara-negara Eropa, Jepang, dan Amerika. Inti dari hukum Wagner yaitu jika dalam suatu perekonomian pendapatan per kapita meningkat maka penegeluaran pemerintah juga meningkat. Dasar teori ini terdiri dari 3 komponen. Yang pertama, bahwa pertumbuhan mengakibatkan peningkatan yang kompleks. Hal ini jelas diperlukan undang-undang yang baru dan hukum yang lebih terstruktur untuk mengatur hal tersbut. Hal ini jelas tersirat dalam pengeluaran sektor publik. Dasar yang kedua, dengan adanya urbanisasi dan meningkatnya eksternalitas. Selanjutnya komponen terakhir yang mendasari hukum Wagner adalah Wagner berpendapat bahwasannya barang yang dipasok olek sektor publik memiliki pendapatan tinggi karena mengandung elastisitas permintaan. Pertumbuhan yang meningkatkan pendapatan menyebabkan peningkatan permintaan sektor publik. Kelemahan dari teori ini adalah Wagner hanya memusatkan perhatian teorinya terhadap permintaan untuk sektor publik (jasa). 27

31 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut Wagner Sumber : Mangkoesubroto halaman 172 Berdasarkan diagram diatas, kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1 bukan seperti yang ditunjukkan oleh kurva 2. Kurva 2 adalah pengeluaran pemerintah yang wajar sehingga bentuk kurvanya adalah linier, seperti untuk pengeluaran belanja pegawai atau pengeluaran rutin lainnya yang sifatnya tetap tiap tahunnya. Sedangkan kurva 1 mempunyai bentuk yang eksponensial disebakan oleh pengeluaran yang tidak wajar. Maksudnya adalah pengeluran yang tidak tetap tiap tahunnya atau pengeluaran yang diluar dugaan. Contohnya adalah saat pelaksanaan pemilihan umun presiden yang dilaksanakan 5 tahun sekali. Sehingga pada tahun dilaksanakannya pemilihan presiden tersebut pengeluaran pemerintah meningkat yang menyebabkan kurva menjadi berbentuk eksponensial. 7.3 Hukum Baumol Hukum Baumol diawali dari observasi terhadap sifat teknologi produksi di sektor publik. Hipotesis dasar dari hukum ini adalah teknologi dari sektor publik merupakan kegiatan padat karya terhadap sektor swasta. Persaingan di pasar persaingan tenaga kerja memastikan bahwasannya biaya tenaga kerja di sektor publik berhubungan dengan sektor swasta. Namun, di sektor swasta ketika biaya kerja relatif meningkat atau tinggi mungkin sektor swasta akan mengganti modal kerjanya. Kemajuan teknologi di sektor swasta akan meyebabkan peningkatan produktivitas. Peningkatan 28

32 kelemahan dari teori ini adalah tidak mempertimbangkan aspek permintaan dan penawaran atau proses politik. Model Baumol membagi ekonomi menjadi dua sektor, yaitu sektor progresif dan non-progresif. Sektor progresif dikarakteristikkan dengan peningkatan kumulatif produktivitas per jam kerja, yang timbul dari skala ekonomi dan perubahan teknologi. Dalam sektor non-progresif, produktivitas tenaga kerja meningkat lebih lambat daripada sektor progresif. Hasil Baumol tergantung pada perbedaan produktivitas antara dua sektor. Tapi tidak berarti bahwa peningkatan produktivitas dalam sektor non-progresif selalu nol. Adanya perbedaan produktivitas disebabkan oleh input tenaga kerja dalam produksi barang sektor non-progresif. Pada sektor progresif, tenaga kerja merupakan instrumen utama untuk mencapai produk akhir. Sebaliknya pada sektor non-progresif, tenaga kerja adalah produk akhir itu sendiri. Dalam kasus sektor progresif, model dapat disubtitusikan untuk tenaga kerja tanpa mempengaruhi sifat produk. Dalam sektor non-progresif, jasa tenaga kerja termasuk bagian produk yang di konsumsi, mengurangi tenaga kerja akan mengubah produk yang dihasilkan. Sektor non-progresif meliputi industri jasa seperti layanan pemerintah, restoran, industri kerajinan dan kesenian, karena jasa bersifat padat karya dalam produksinya. Peningkatan produktivitas dimungkinkan dalam layanan ini. Misalnya perubahan teknologi akan meningkatkan efisiensi, kualitas dan produktivitas penyediaan layanan publik. Dalam sektor progresif, diasumsikan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja sama dengan peningkatan tingkat upah per jam. Sehingga biaya satuan sektor progresif akan terus konstan dari waktu ke waktu. Hipotesa Baumol tentang pertumbuhan produktivitas yang tidak seimbang untuk menjelaskan penambahan sektor publik dapat dinyatakan sebagai berikut. Pertama, jika rasio output sektor publik terhadap output sektor swasta tetap konstan maka sumber daya 29

PENGELUARAN PEMERINTAH PENGGUNAAN PENGELUARAN PEMERINTAH MENJALANKAN RODA PEMERINTAHAN MEMBIAYAI KEGIATAN PEREKONOMIAN PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN 1. PERAN ALOKATIF: mengalokasikan SDE agar pemanfaatannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan melakukan perubahan kebijakan

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

Peran Pemerintah dalam Perekonomian

Peran Pemerintah dalam Perekonomian Peran Pemerintah dalam Perekonomian 1. Sistem ekonomi atau Politik Negara 2. Pasar dan peran Pemerintah 3. Jenis Sistem Ekonomi 4. Peran Pemerintah 5. Sumber Penerimaan Negara week-2 ekmakro08-ittelkom-mna

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN Abstract Saldo Anggaran Lebih yang berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran dari Tahun Anggaran yang lalu

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL SAL DALAM RAPBN 12 I. Data SAL 4-12 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 4-12 (dalam miliar rupiah) 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Saldo awal SAL 1) 24.588,48 21.574,38 17.66,13 18.83,3 13.37,51 94.616,14 66.523,92

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016 CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016 Yusuf Wibisono Direktur Eksekutif IDEAS Makalah disampaikan pada Public Expose - Dompet Dhuafa, Jakarta, 10 Februari 2016 Reformasi Anggaran Langkah terpenting

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal. Kuliah ke 13,10 Desember 2009 Erry Sukriah, MSE

Kebijakan Fiskal. Kuliah ke 13,10 Desember 2009 Erry Sukriah, MSE Kebijakan Fiskal Kuliah ke 13,10 Desember 2009 Erry Sukriah, MSE Coba pikirkan?? Seberapa jauh peran pemerintah dalam kehidupan sehari-hari. Seberapa perlu keberadaan pemerintah dibanding dengan aktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR II.1 Monopoli Sebuah perusahaan disebut melakukan monopoli apabila perusahaan tersebut menjadi satu satunya penjual produk di pasar, dan produk tersebut sendiri tidak memiliki

Lebih terperinci

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

FUNGSI PEMERINTAH Peran pemerintah dibutuhkan karena perekonomian tidak dapat secara efisien menghasilkan barang/jasa yang mengoptimalkan kepuasan masyarakat. Kegagalan pasar merupakan muara dari tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH Abstrak Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah. Namun dalam APBN terdapat istilah Pajak Ditanggung

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

SISTEM DAN LINGKUNGAN BISNIS. Muniya Alteza

SISTEM DAN LINGKUNGAN BISNIS. Muniya Alteza SISTEM DAN LINGKUNGAN BISNIS Muniya Alteza Konsep Dasar Bisnis Bisnis: Organisasi yang menyediakan barang dan jasa dengan tujuan memperoleh laba (selisih antara pendapatan dengan pengeluaran). Evolusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM)

KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM) KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM) Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan Di susun oleh : RATNA INTANNINGRUM 3215076839 Pendidikan Fisika NR 2007 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

Materi 2 Ekonomi Mikro

Materi 2 Ekonomi Mikro Materi 2 Ekonomi Mikro Hubungan Pelaku Ekonomi Dalam Perekonomian Abstract Hubungan pelaku ekonomi dalam perekonomian dengan mempelajari sumberdaya aktivitas ekonomi yang saling berkaitan dalam kegiatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY

TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan pengertian utilitas, menerangkan pengaruh utilitas dan permintaan serta menganalisisnya. TIK:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma Nama Mata Kuliah/Kode Koordinator Deskripsi Singkat : Pengantar

Lebih terperinci

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE 13 2015 2016 PENDAHULUAN (1) Permintaan akan pembangunan berkelanjutan serta kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Purworejo. Adapun yang menjadi fokus adalah kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi mengubah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sejalan dengan pemberlakuan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH Profil APBD TA 2012 Pendahuluan Dalam kerangka desentralisasi fiskal, pengelolaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

EKONOMI PUBLIK JUNAEDI

EKONOMI PUBLIK JUNAEDI EKONOMI PUBLIK JUNAEDI Contents 1 PENDAHULUAN 2 PERAN PEMERINTAH 3 KEGAGALAN PASAR 4 RUMAH TANGGA PEMERINTAH PENDAHULUAN Ekonomi Publik Definisi: studi tentang kebijakan ekonomi, dengan penekanan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional SILABUS OLIMPIADE EKONOMI Bidang studi Jenjang Alokasi waktu : Ekonomi : SMA/MA : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi 150 menit tingkat nasional Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran 1. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan APBN Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 10 84041 Abstraksi Modul ini membahas salah

Lebih terperinci

BAGIAN I: PERAN PEMERINTAH

BAGIAN I: PERAN PEMERINTAH BAGIAN I: PERAN PEMERINTAH Dosen: Ferry Prasetyia, SE, M.App Ec Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya 1 OUTLINE BAB I Pendahuluan..3 BAB II Pengenalan Pemerintah...4 a)

Lebih terperinci

Malang Study Club. Latihan Ekonomi SMA XII IPS

Malang Study Club. Latihan Ekonomi SMA XII IPS 1. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara berikut ini: (1) Membuka lokasi baru/cabang. (2) Meningkatkan kualitas SDM. (3) Menambah mesin-mesin baru. (4) Penataan posisi peralatan dan petugas

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Model ini sangat sederhana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari tahun 1959, pemerintah Indonesia dengan konfrontasi politiknya mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan milik Belanda. Namun yang terjadi setelah mengambil

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih (prinsipal)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih (prinsipal) BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan dalam teori keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara

Lebih terperinci

Kebijakan Makro Ekonomi

Kebijakan Makro Ekonomi EKONOMI MAKRO PENJELASAN Memberikan gambaran bagaimana suatu perekonomian berfungsi dan menjalankan kegiatannya Menerangkan bagaimana suatu masyarakat yang memiliki faktor produksiyang terbatas, tetapi

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN

3. KERANGKA PEMIKIRAN 3. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran Penelitian Pemerintah pusat memberikan wewenang yang besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola pemerintahannya sendiri dalam wadah negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Daerah adalah suatu rencana keuangan yang disusun untuk satu periode mendatang yang berisi tentang Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) uang oleh pemerintah yang dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Makro Ekonomi Disusun oleh: Nama : Nida Usanah Prodi : Pendidikan Akuntansi B NIM : 7101413170 JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

Kebutuhan manusia Pengertian kebutuhan Macam-macam kebutuhan

Kebutuhan manusia Pengertian kebutuhan Macam-macam kebutuhan 1. Mengidentifikasi manusia Karakteristik OSN Ekonomi menurut jenjang Tingkat Kabupaten/Kota Tingkat Provinsi Tingkat Nasional Kebutuhan manusia Pengertian Macam-macam 1. Mengidentifikasi manusia Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Salah satu strategi pembangunan nasional indonesia yaitu melakukan pemerataan

Lebih terperinci

Teori Barang Swasta. Materi Presentasi

Teori Barang Swasta. Materi Presentasi Teori Barang Swasta Sayifullah, SE., M.Akt Materi Presentasi Barang swasta? Efisiensi konsumen Kondisi pareto optimun bagi konsumen Efisiensi produsen Alokasi optimum konsumen dan produsen Kriteria kompensasi

Lebih terperinci

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016 BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN ATAU PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa Lebih Perhitungan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori

Lebih terperinci

PENYERAPAN ANGGARAN DALAM APBN

PENYERAPAN ANGGARAN DALAM APBN PENYERAPAN ANGGARAN DALAM APBN 1. Realisasi Pendapatan dan Negara Tahun 2013 Realisasi belanja negara dalam semester I tahun 2013 baru mencapai Rp677.713,2 miliar (39,3%) dari pagu APBN Perubahan. Tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang- Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci