Penelitian ini mengambil sampel madrasah dengan kriteria yang ditetapkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penelitian ini mengambil sampel madrasah dengan kriteria yang ditetapkan"

Transkripsi

1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas hal-hal yang berhubungan dengan hasil penelitian yaitu (A) Gambaran obyek penelitian, (B) Keberhasilan siswa MAN 3 Kediri dalam kelulusan ujian nasional, (C) Pengaruh Positive Thingking terhadap motivasi belajar siswa dalam menghadapi ujian, (D) Pengaruh Positive Thingking terhadap Keberhasilan siswa dalam ujian nasional. A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Madrasah Penelitian ini mengambil sampel madrasah dengan kriteria yang ditetapkan secara ketat, seperti yang tercantum dalam Bab III. Seleksi kriteria sampel madrasah adalah sebagai berikut : a. madrasah favorit (jumlah pendaftar lebih dari 300 orang setiap tahun ajaran baru), bisa dilihat dalam lampiran. b. menggunakan tes seleksi masuk dalam penerimaan siswa baru. Bisa dilihat dalam lampiran. c. fasilitas pendukung lengkap (laboratorium [bahasa, kimia, fisika], perpustakaan, kualitas guru, masjid/mushola, kegiatan ekstrakurikuler, lapangan olah raga (sepak bola, basket, voly), bisa dilihat dalam lampiran. d. pernah menjurai lomba tingkat daerah / nasional dua tahun terakhir. Bisa dilihat dalam lampiran. e. partisipasi siswa dalam kegiatan ektrakurikuler tinggi. Bisa dilihat dalam lampiran.

2 137 Dari kriteria-kriteria yang telah ditentukan maka madrasah yang memenuhi kriteria tersebut adalah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Kota Kediri. MAN 3 Kediri terletak di kota Kediri yang berlokasi di Jl. Letjend. Suprapto 58 Banjaran kota Kediri. Man 3 kediri pada awalnya adalah Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) Kediri yang berlokasi di barat alun-alun kota Kediri pada tanggal 25 Agustus Mulai 1 Juli 1992 tepatnya tahun ajaran 1990/1991 secara resmi PGAN Kediri dialihfungsikan menjadi MAN 3 Kediri. Alih fungsi ini berdasarkan SK. Menteri Agama. Republik Indonesia tanggal 27 Januari 1992 no 42. Sebagai Kepala MAN 3 Kediri pertama kali adalah Bpk. Drs. H. Soeparno. Sejak alih fungsi PGAN Kediri menjadi MAN 3 Kediri, tepatnya pada bulan Juli 1992, sekolah ini telah mengalami banyak penyempurnaan dan kemajuan yang sangat pesat, apalagi setelah sekolah yang beralamat di Jl. Letjen Suprapto no 58 ini termasuk salah satu dari 25 Madrasah Aliyah yang terpilih dalam program peningkatan mutu pendidikan Kontrak Prestasi tahun 2007 di seluruh Indonesia. Kemajuan MAN 3 Kediri yang semakin membanggakan bisa dilihat dari sarana pembelajaran yang modern, fasilitas fisik yang lengkap, program-program madrasah yang dapat diunggulkan, prestasi sekolah maupun siswa di berbagai even perlombaan tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Program-program pendidikan yang efisien, yang berlangsung di dalam sistem pasar yang sempurna, ditandai oleh lembaga-lembaga pendidikan yang berkemampuan tinggi dalam melakukan sistem monitoring sendiri dan proses

3 138 penyeimbangan sendiri sehubungan dengan program-program pendidikan lain yang kompetitif. Dengan kata lain mutu pendidikan akan ditandai oleh kemampuan program atau lembaga pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang terampil dan cakap yang dibutuhkan oleh pasaran kerja (labor market) melalui pengelolaan sumber-sumber daya pendidikan secara optimal. 1 Dalam kasus ini, MAN 3 Kediri memenuhi dua kualifikasi sebagai lembaga pendidikan islam yang mampu berperan dalam menjaga identitas keislamannya serta mampu menjaga kualitas pendidikannya yang dibuktikan dengan raihan prestasi, baik akademis maupun non-akademis. 2. Sampel Penelitian ini juga menggunakan kriteria dalam menentukan sampel penelitian, sampel penelitian harus memenuhi syarat inklusi (syarat penerimaan sampel) dan eklusi (syarat penolakan sampel). Data di MAN 3 Kota Kediri menunjukkan jumlah kelas XII (duabelas) ada sepuluh kelas, dibagi menjadi dua jurusan yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) masing-masing jurusan lima kelas. Kelas IPA dibagi menjadi IPA-1 sampai IPA-5, sedangkan kelas IPS dibagi menjadi IPS-1 sampai IPS-5. Penjurusan siswa dimulai ketika siswa kelas X (sepuluh) naik ke kelas XI (sebelas) di kelas XI (sebelas) siswa sudah dibagi menjadi dua jurusan yaitu jurusan IPA dan IPS, dari kelas XI siswa diseleksi untuk bisa masuk kelas XII (duabelas) 1 Ace Suryadi, Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan, Isu Teori dan Aplikasi. (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), 112.

4 139 jurusan IPA atau jurusan IPS. Kriteria yang digunakan pihak madrasah dalam menentukan kenaikan kelas dan penjurusan adalah sebagai berikut : Tabel 5.1 Kriteria Kenaikan Kelas dan Penjurusan di MAN 3 Kota Kediri No Kriteria Kenaikan Kelas 1. 1.Kenaikan kelas dari X ke XI 2. Kenaikan kelas XI ke XII Kriteria -Kenaikan kelas mempertimbangkan nilai raport semester 2 (genap). Peserta didik dinyatakan NAIK ke kelas XI, apabila yang bersangkutan memiliki : a. Mata pelajaran yang tidak mencapai kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maksimum 3 mata pelajaran. b. Kehadiran minimal 90% c. Memiliki nilai kepribadian (non akademik) minimal cukup baik Peserta didik dinyatakan NAIK ke kelas XII, apabila yang bersangkutan memiliki : a. Mata pelajaran yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maksimum 3 mata pelajaran b. Untuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), semua mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan (Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi) harus mencapai Ketuntasan Belajar. c. Untuk jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), semua mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan (Ekonomi, Geografi, Sejarah dan Sosiologi) harus mencapai Ketuntasan Belajar. d. Untuk jurusan Bahasa *, semua mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Teknologi Informatika dan Komunikasi) harus mencapai Ketuntasan Belajar. e. Kehadirannya minimal 90% f. Memiliki nilai kepribadian (non akademis) minimal cukup baik 2. Penjurusan Untuk menampung potensi, minat dan kemampuan peserta didik di MAN 3 Kediri dibuka 3 jurusan. Program (jurusan) meliputi : a. Program / jurusan Bahasa b. Program / jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) c. Program / jurusan Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) Pelaksanaan penjurusan dilakukan pada akhir semester 2 (genap) di kelas X.

5 Kriteria penjurusan a. Peserta didik yang bersangkutan naik ke kelas XI. b. Peserta didik dinyatakan masuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, apabila yang bersangkutan berminat ke jurusan IPA dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan IPA (matematika, fisika, kimia, dan biologi) memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan tuntas. c. Peserta didik dinyatakan masuk jurusan Ilmu Pengetahuan Sosisal, apabila yang bersangkutan berminat ke jurusan IPS dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan IPS (Ekonomi, Geografi, Sejarah dan Sosiologi) memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan tuntas. d. Peserta didik dinyatakan masuk jurusan Bahasa, apabila yang bersangkutan berminat ke jurusan Bahasa dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas jurusan Bahasa (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Teknologi Informasi dan Komunikasi) memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan tuntas. Keterangan : * = Tahun pelajaran , jurusan Bahasa kelas XII ditiadakan. Seleksi sampel penelitian ini, selaras pada kriteria penjurusan yang dilakukan oleh pihak madrasah dalam menentukan penjurusan siswanya. Mata pelajaran yang dikomparasikan untuk menentukan keberhasilan dalam tiap ujian juga mengacu pada mata pelajaran yang menjadi karakteristik setiap jurusan. Siswa yang masuk sepuluh besar pada semester satu di kelas XII (duabelas), diambil nilai yang merupakan karakteristik jurusannya, seperti pada tabel III, untuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam diambil nilai kognitif dari mata pelajaran fisika, kimia, biologi, matematika dan bahasa inggris. Pada jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial seperti pada Tabel IV, nilai yang diambil adalah ekonomi, geografi, sosiologi, tatanegara dan juga bahasa inggris. Alasan diambilnya mata pelajaran tersebut, karena mata pelajaran itu menjadi karakteristik jurusan masing-masing.

6 141 Pendekatan dalam penelitian ini adalah ex post facto, maka peneliti tidak melakukan kontrol terhadap sampel, maka untuk mengetahui variabel positive thingking pada sampel dilakukan screening sampel. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dengan teliti sampel-sampel mana yang layak masuk dalam penelitian, berbeda dengan pendekatan eksperimen murni atau quasi eksperimen, setidaknya peneliti bisa mengontrol sampel. Sebab sampel diberi perlakuan berupa pelatihan khusus (training) mengenai positive thingking, selama beberapa minggu, kemudian sampel mengikuti ujian nasional. Alasan dipilihnya pendekatan ex post facto dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, kelas XII yang menghadapi ujian nasional memerlukan konsentrasi yang besar, madrasah tidak bisa mengizinkan dilakukannya penelitian eksperimen terhadap para siswanya karena dikhawatirkan akan mengganggu konsentrasi para siswa. Kedua, keterbatasan waktu penelitian ini, maka peneliti memutuskan mengambil jalan tengah berupa screening sampel sehingga di ketahui dengan jelas siswa yang memenuhi syarat penelitian. Screening sampel dilakukan dalam bentuk skala penilaian terhadap sampel yang telah dipilih secara proporsional di tiap kelas. Skala dibuat mengacu pada kriteria sepuluh sifat dasar yang menjadi karakteristik orang berkepribadian positif yang di rumuskan oleh Ibrahim al-faqi. Data hasil screening akhirnya didapat beberapa kelas yang memenuhi syarat menjadi sampel untuk penelitian ini.

7 142 Tabel 5.2 Hasil Screening Siswa Kelas XII MAN 3 Kediri Tahun Pelajaran 2010/2011 No Kelas XII (duabelas) n Positive thingking Negative thingking 1 IPA 1 10 Positif - 2 IPA 2 10 Positif - 3 IPA Negatif 4 IPA Negatif 5 IPA Negatif 6 IPS 1 10 Positif - 7 IPS 2 10 Positif - 8 IPS Negatif 9 IPS Negatif 10 IPS Negatif Jumlah Setiap kelas diambil sampel sebanyak sepuluh siswa yang masuk kriteria syarat sampel yaitu masuk sepuluh besar disemester satu. Dari semua kelas terkumpul sebanyak seratus sampel. Maka ditetapkan jumlah sampel sebanyak 20 siswa IPA dan 20 siswa IPS. Jumlah tersebut kemudian diberikan angket untuk diisi, setelah diseleksi lagi, sehingga didapat 10 siswa dari IPA-1 dan 10 siswa dari siswa IPS-1 yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian ini. Sepuluh siswa dari IPA-2 yang tidak memenuhi syarat sampel karena 2 sampel perempuan dalam kondisi haid saat ujian nasional, 6 sampel tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, 2 sampel dalam keadaan sakit sehingga tidak layak dimasukkan ke dalam penelitian.

8 143 Sedangkan pada kelas IPS-2, 5 sampel tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, 3 sampel pernah melanggaar tata tertib madrasah, 2 sampel tidak memiliki prestasi akademik sehingga tidak memenuhi syarat. Masuknya kelas IPA-1 bisa dijelaskan sebagai berikut; kelas XII IPA-1 merupakan kelas unggulan, para siswa di IPA-1 berasal dari siswa program akselerasi dan program RMBI (Rintisan Madrasah Berstandar Internasional), maka keunggulan dalam bidang prestasi dan kemampuan akademik memang sudah mumpuni. Kelas IPS di MAN 3 Kediri bukanlah kelas unggulan seperti kelas IPA, namun data hasil seleksi kelas IPS menunjukkan IPS-1 memiliki keunggulan dibanding kelas IPS lainnya. Siswa yang masuk sepuluh besar rata-rata mengikuti kegiatan ekstrakurikuler secara aktif di kelas satu dan dua, mereka juga memiliki prestasi akademik dan non akademik baik individu atau berkelompok, maka ditetapkan sepuluh siswa di kelas IPS-1 yang layak masuk syarat inklusi penelitian ini. Berikut adalah daftar nilai dari kelas IPA-1 yang masuk sepuluh besar pada semester satu di kelas XII ;

9 144 NO Kod e Tabel 5.3 Daftar Siswa Peringkat Sepuluh Besar Semester Satu Kelas XII-IPA1 Tahun Pelajaran L/P Mata pelajaran Indeks Prestasi Fisika Kimia * Biologi Matematika B.inggris 1 A L ,2 2 B L ,2 3 C L D P ,2 5 E P ,2 6 F P ,8 7 G P ,8 8 H P ,8 9 I L J P ,6 Keterangan = * = mata pelajaran tidak diunaskan. - skala penilaian menggunakan standar 0 sampai 100. Sumber : Leger Nilai Kognitif kelas XII-IPA 1 Tahun Pelajaran MAN 3 Kota Kediri NO Kode sampel Tabel 5.4 Daftar Siswa Peringkat Sepuluh Besar Semester Satu Kelas XII-IPS 1 Tahun Pelajaran L/P Mata pelajaran Indeks Prestasi Ekonomi Sosiologi Geografi Tatanegara * B.inggris 1 A1 L B1 L C1 P ,6 4 D1 L ,2 5 E1 L F1 P ,8 7 G1 P ,4 8 H1 L ,6 9 I1 L ,2 10 J1 L ,8

10 145 Keterangan : * = mata pelajaran tidak diunaskan. - skala penilaian menggunakan standar 0 sampai 100. Sumber : Leger Nilai Kognitif Kelas XII-IPS 1 Tahun Pelajaran MAN 3 Kota Kediri Untuk mengetahui konsistensi prestasi sampel, maka pada semester dua diambil nilai hasil ujian semester, pengambilan melalui leger kelas. Perubahan peringkat sepuluh besar di kelas IPA tidak begitu mencolok, pergeseran hanya terjadi sedikit saja, semisal peringkat pertama ditempati sampel B yang pada semester satu menempati peringkat satu. Ada dua siswa yang pada semester satu tidak masuk sepuluh besar, mampu masuk peringkat ketiga yaitu sampel K, dan juga sampel L yang masuk peringkat sepuluh. Ada dua sampel yang tergeser yaitu sampel G dan J, kedua turun ke peringkat limabelas besar. Maka didapat data sebagai berikut : NO Kode sampel Tabel 5.5 Daftar Siswa Peringkat Sepuluh Besar Semester Dua Kelas XII-IPA1 Tahun Pelajaran L/P Mata pelajaran Indeks prestasi fisika Kimia * biologi matematika b.inggris 1 B L ,2 2 A L ,4 3 K p D P ,2 5 F P ,4 6 H P ,4 7 E P C L ,6 9 I P ,4 10 L L Keterangan : * = mata pelajaran tidak diunaskan - skala penilaian menggunakan standar 0 sampai 100. Sumber : Leger Nilai Kognitif Kelas XII-IPA 1 MAN 3 Kota Kediri Tahun Pelajaran

11 146 NO Kode sampel Tabel 5.6 Daftar Siswa Peringkat Sepuluh Besar Semester Dua Kelas XII-IPS 1 Tahun Pelajaran L/P Mata pelajaran Indeks prestasi ekonomi sosiologi geografi Tatanegara * b.inggris 1 C1 P ,6 2 A1 L ,2 3 D1 L ,2 4 B1 L ,6 5 F1 P L1 P ,4 7 J1 P ,4 8 H1 L ,8 9 K1 P ,8 10 G1 P ,8 Keterangan : * = mata pelajaran tidak di unaskan. - skala penilaian menggunakan standar 0 sampai 100. Sumber : Leger Nilai Kognitif Kelas XII-IPS 1 MAN 3 Kota Kediri Tahun Pelajaran Pada kelas IPS 1 juga terjadi hal sama, pergeseran peringkat tidak terjadi secara signifikan, seperti sampel A1 yang turun ke peringkat ke dua, B1 yang turun ke peringkat empat, peringkat satu ditempati oleh C1 yang naik tiga tingkat. Ada dua sampel baru yaitu L1 dan K1, sedangkan sampel yang keluar sepuluh besar adalah sampel I1 dan E1 yang turun ke tingkat duabelas dan empat belas. Penurunan prestasi itu bisa dijelaskan secara rinci tidak hanya dipengaruhi kemampuan siswa yang fluktuatif (naikturun) namun, dimungkinkan terjadi karena pola pikir yang terpengaruh oleh lingkungan siswa, mereka yang yang terlalu percaya diri (over positif thingking) akhirnya menyepelekan ujian pada semester dua, sedangkan siswa yang mampu naik ke posisi lebih tinggi, dipengaruhi oleh faktor motivasi lingkungan

12 147 karena mendapatkan pola belajar temannya yang lain, sehingga siswa terpacu untuk meningkatkan prestasinya. Selanjutnya, dari data diatas bisa dijelaskan dengan cara menelusuri nilai kognitif yang diperoleh siswa selama kelas XII, tentunya untuk lima mata pelajaran saja seperti pada tabel 3, 4, 5 dan 6. Walaupun siswa tersebut berada pada peringkat lima, atau enam namun beberapa mata pelajaran tertentu ternyata nilai yang diperoleh lebih tinggi daripada nilai siswa diperingkat satu. Ada kecenderungan beberapa siswa menyukai mata pelajaran tertentu daripada pelajaran yang lain, maka dapat disimpulkan siswa menyukai pelajaran itu, maka dengan mudah materi pelajaran itu dihafal dan dicerna. Sehingga nilai kognitif yang diperoleh pun juga lebih tinggi daripada mata pelajaran lain. Kecenderungan siswa menyukai mata pelajaran tertentu dari pada mata pelajaran yang lain, bukanlah kesalahan. Kemampuan multiintelegensi individu terhadap beberapa bidang mungkin saja terjadi, namun hal itu juga sangat dipengaruhi beberapa hal. Jika kasus diatas, dibedah dengan teori Gardner dan Amstrong, maka bisa dimaknai bahwa kecerdasan siswa memang akan mengerucut pada satu jenis kecerdasan dari delapan jenis kecerdasan yang telah dirumuskan Gardner dan Amstrong. Namun, penelitian ini tidak membahasa lebih jauh mengenai jenis kecerdasan yang dimiliki siswa terhadap kemampuannya dalam mata pelajaran tertentu.

13 148 B. Keberhasilan Siswa dalam Ujian Sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Kota Kediri Hasil pendidikan adalah suatu dimensi pendidikan yang tidak mungkin atau tidak boleh dikendalikan secara langsung oleh para pengambil keputuasan atau pengelola pendidikan. Hasil pendidikan, secara garis besar, dibagi menjadi dua jenis yang berlainan, yaitu keluaran pendidikan (educational output) dan dampak pendidikan (educational outcome). Keluaran pendidikan adalah hasil yang secara langsung dapat dicapai setelah berlangsungnya suatu sistem pendidikan pada suatu jenis atau jenjang pendidikan tertentu. Keluaran pendidikan selalu dikaitkan secara internal di dalam sistem pendidikan itu sendiri yang dapat diketahui melalui pengukuran, baik pengukuran langsung ataupun tidak langsung, misalnya: jumlah lulusan, jumlah lulusan yang melanjutkan sekolah. Sedangkan hasil pengukuran tidak langsung adalah nilai ujian akhir. 2 Dampak pendidikan adalah hasil pendidikan yang tidak secara langsung dapat diketahui setelah proses pendidikan selesai. Untuk mengetahui dampak pendidikan perlu ditunggu beberapa periode waktu tertentu setelah lulusan pendidikan terjun ke dalam masyarakat, dunia kerja, atau setelah menempuh pendidikan lebih lanjut. 3 Sehingga penelitian ini akan mengukur keberhasilan pendidikan di MAN 3 Kediri dengan melihat raihan nilai ujian nasional para siswanya, yang 2 Ace Suryadi, Pendidikan Investasi SDM, Ibid, 107.

14 149 dikomparasikan dengan minat lulusan dalam melanjutkan pendidikan ke bangku perguruan tinggi. Suatu studi menunjukkan suatu pola yang konsisten tentang efek variabel sekolah terhadap mutu keluaran pendidikan. Pada Negara-negara berkembang seperti Indonesia, mutu masukan pendidikan sekolah (buku teks, guru, pengelolaan, biaya, dan fasilitas belajar lainnya) sangat berpengaruh positif terhadap mutu keluaran pendidikan. Semakin kurang maju suatu masyarakat, semakin kecil pengaruh latar belakang keluarga terhadap prestasi dan semakin besar pengaruh variabel-variabel sekolah Keberhasilan Siswa dalam Kelulusan Ujian Nasional Tahun Pelajaran Keberhasilan siswa dalam ujian sekolah, di ukur dari tingkat kelulusan yang bisa dicapai madrasah dari jumlah keseluruhan siswa kelas XII yang mengikuti ujian nasional. Di Madrasah Aliyah Negeri 3 Kota Kediri, setiap tahun mampu meluluskan 4 Ibid, Suatu studi menunjukkan suatu pola yang konsisten tentang efek variabel sekolah terhadap mutu keluaran pendidikan. Pada Negara-negara berkembang seperti Indonesia, mutu masukan pendidikan sekolah (buku teks, guru, pengelolaan, biaya, dan fasilitas belajar lainnya) sangat berpengaruh positif terhadap mutu keluaran pendidikan. Semakin kurang maju suatu masyarakat, semakin kecil pengaruh latar belakang keluarga terhadap prestasi dan semakin besar pengaruh variabel-variabel sekolah. Dari hasil penelitian Schifelbein dan Simmons pada 29 negara terbukti bahwa proporsi varians prestasi belajar yang dapat dijelaskan oleh kualitas sekolah sangat rendah di Negara-negara maju seperti: Jepang, Australia, Swedia, dan Amerika Serikat, tetapi dua atau tiga kali lebih besar untuk Negara-negara seperti Brasil, Botswana, India,dan Thailand. Selanjutnya, temuan ini dikuatkan oleh studi-studi Heyneman dan Loxley pada lebih dari 20 negara berkembang dengan kesimpulan bahwa anak-anak dari keluarga kaya tidak menunjukkan prestasi yang lebih baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa latar belakang sosial ekonomi keluarga kurang berpengaruh terhadap prestasi siswa di Negara-negara berkembang daripada di Negara-negara maju. Lihat Ace Suryadi, Pendidikan Investasi SDM, 119.

15 150 siswanya seratus persen (100%). Selain itu, beberapa tahun terakhir beberapa siswanya mampu meraih nilai tertinggi perolehan nilai ujian nasional madrasah aliyah se-jawa timur. Salah satu data yang dapat peneliti peroleh adalah hasil perolehan nilai tertinggi ujian nasional pada tahun 2007, sebagai berikut : Tabel 5.7 Daftar Nama Siswa Perolehan Nilai Tertinggi Ujian Nasional Tahun 2007 No Nama Siswa Jurusan B.indo B.ing Mat Total Rangking se-jatim 1 Dwi arif wahyuni IPA 9,40 9,80 9,33 28,53 3 No Nama Siswa Jurusan B.indo B.ing Ekom Total Rangking se-jatim 2 Ana IPS 8,60 9,60 9,00 27,20 2 Munthadiraotul No Nama Siswa Jurusan B.indo B.ing B.arab Total Rangking se-jatim 3 Ahmad Bahrin bahasa 9,60 9, ,60 2 Nada 4 Fitri Rohmawatik bahasa 8,80 9, ,40 8 Perolehan nilai pada tahun-tahun sesudah 2007 juga memperlihatkan kondisi yang membanggakan, namun peneliti tidak bisa memperoleh data lengkapnya siapa dan peringkat keberapa perolehan nilai ujian nasional siswa MAN 3 Kediri se-jawa timur. Kondisi ini mengindiksikan bahwa MAN 3 Kediri mampu mencetak siswasiswa yang berkualitas, sehingga mampu meraih posisi tertinggi se-jatim, perolehan itu tidak hanya semata-mata didapat karena keberuntungan belaka, namun kerja keras, semangat dan kedisiplin merupakan kebiasaan yang sudah menjadi budaya dan menjadi kunci kesuksesan MAN 3 Kediri.

16 151 Sejalan dengan prestasi itu, penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam ujian nasional pada tahun pelajaran siswa Madrasah Aliyah Negeri 3 Kota Kediri. Bisa dicatat pencapain keberhasilan siswa pada tahun ini, adalah seratus persen (100%) siswa kelas XII (duabelas) yang mengikuti ujian lulus. Tidak hanya sekedar lulus saja, penelitian ini juga membuat parameter pembeda untuk hasil ujian nasional ini, yaitu pencapaian nilai yang diperoleh setiap sampel penelitian. Standar kelulusan pada tahun ini dipatok pada angka 5,5 untuk semua mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Bisa terjadi siswa yang nilainya 5, 8 atau 6 juga lulus unas. Maka penelitian ini menggunakan parameter sebagai berikut : gagal (0-5,4), kurang (5,5-6,4), cukup (6,5-7,4), baik (7,5-8,4), sangat baik (8,5-10). Penjabaran sederhana hasil ujian dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 5.8 Kelulusan siswa kelas XII MAN 3 Kediri Tahun pelajaran Kelas Kelulusan (%) Kelas Kelulusan (%) IPA-1 (sampel) * 100 % IPS-1 (sampel) ** 100 % IPA % IPS % IPA % IPS % IPA % IPS % IPA % IPS % Keterangan : * = 4 % dari 10 sampel penelitian ini masuk sepuluh besar perolehan nilai unas 2011 untuk jurusan IPA se-man 3 Kediri. ** = 6 % dari 10 sampel penelitian ini masuk sepuluh besar perolehan nilai unas jurusan IPS se-man 3 Kediri.

17 152 NO Kode sampel Tabel 5.9 Nilai Hasil Ujian Nasional Kelas XII IPA-1 MAN 3 Kota Kediri Tahun pelajaran L/P Mata pelajaran Ratarata nilai Fisika Kimia Biologi Matematika B.inggris 1 A L 8,3 9,0 9,3 8,8 8,4 8,76 2 B L 9,25 8,5 7,75 9,5 9, C L 9,2 8,7 8,4 9,1 8,6 8,8 4 D P 7,75 9,0 8,25 9,25 8,0 8,45 5 E P 7,75 8,5 8,5 8,0 8,4 8,23 6 F P 7,75 9,50 8,25 8,25 7,20 8,19 7 G P 9,25 9,0 7,75 9,25 9,2 8,89 8 H P 9,5 9,5 8, ,8 9,11 9 I L 8,0 7,5 8, ,8 8,31 10 J P 9,75 9,5 8,0 9,0 9,4 9,13 Rata-rata per mata pelajaran 7,88 8,87 8,32 9,11 8,4 Sumber : Nilai Kognitif Unas kelas XII-IPA 1 Tahun Pelajaran MAN 3 Kota Kediri Hasil ujian nasional menunjukkan perolehan nilai setiap siswa menyebar, dari sepuluh siswa yang dijadikan sampel semua mendapatkan nilai yang baik bahkan dua siswa yaitu H dan I mendapatkan nilai matematika sepuluh (sempurna). Konsistensi perolehan nilai kognitif tersebut memang bisa peneliti prediksi sejak semester satu, bisa dilihat di tabel IV, rata-rata siswa yang masuk sepuluh besar pada semester satu mendapatkan nilai yang memuaskan pada ujian nasional. Konsistensi perolehan nilai ini, bisa dijaga dengan syarat siswa juga menjaga pola-pola belajar dan kondisi tubuh dalam keadaan sehat, serta tidak terjadi gangguan psikologis seperti stres, dan kecemasan. Sampel nilai kognitif untuk lima mata pelajaran di kelas IPA, menunjukkan nilai rata-rata per siswa sangat baik, ada enam siswa yang mendapat predikat

18 153 cumlaude (sangat baik) yaitu A, B, C, G, H dan J. Sedangkan empat siswa dengan predikat baik yaitu D, E, Fdan I. Predikat tersebut mengacu kepada parameter yang telah ditetapkan peneliti sebagai berikut ; gagal (0-5,4), kurang (5,5-6,4), cukup (6,5-7,4), baik (7,5-8,4), sangat baik (8,5-10). Pada awalnya peneliti hanya ingin mendapatkan nilai unas saja yang dijadikan parameter nilai kognitif para sampel, namun dilapangan peneliti kesulitan mendapatkan data nilai murni dari pihak madrasah, dengan alasan data masih tergolong rahasia, madrasah hanya berani memberikan data jika umur data sudah satu tahun. Maka nilai unas akhir seperti pada tabel diataslah yang diolah dalam penelitian ini. Seperti diketahui, bahwa nilai ujian nasional yang diterima siswa pada tahun ini merupakan komposisi dari ujian nasional sebesar 60% (enampuluh persen) dan ujian sekolah sebesar 40% (empatpuluh persen). Komposisi 60% dan 40% merupakan peraturan baru dari pemerintah untuk ujian nasional tahun pelajaran , hal ini dilakukan untuk mengakumulasikan ujian-ujian yang telah diberikan oleh guru. Sehingga apa yang dilakukan siswa selama tiga tahun tidak diabaikan begitu saja, dengan demikian secara otomatis penilaian guru juga menjadi pertimbangan kelulusan, tidak seperti ujian nasional sebelumnya, setidaknya siswa yang kurang baik nilai unas-nya bisa sedikit tertolong dari ujian sekolah. Begitu pun sebaliknya, siswa yang nilai ujian sekolahnya jatuh, maka harus berjuang ekstra pada ujian nasional. Disinilah letak perolehan nilai ujian nasional yang dianggap dilematis oleh beberapa kalangan, jika nilai ujian sekolah sudah

19 154 dikatrol, maka siswa tidak akan risau atau cemas lagi dengan ujian nasional. 6 Maka untuk menghilangkan bias, peneliti melakukan cross cek, terhadap siswa yang menjadi sampel dengan ketat. Rekaman perolehan nilai di rapor sejak semester satu menjadi prasyarat menjadi sampel dalam penelitian ini. Hal itu juga harus dilengkapi dengan prestasi akademik atau non-akademik yang pernah diraih selama belajar di madrasah. Tabel 5.10 Nilai Hasil Ujian Nasional Kelas XII IPS-1 MAN 3 Kota Kediri Tahun pelajaran NO Kode L/P Indeks prestasi Ratarata sampel Ekonomi Sosiologi Geografi Tatanegara B.inggris nilai 1 A1 L 9,2 8,25 9,5 9,5 8,6 9,01 2 B1 L 8,75 9,5 8,8 9,25 7,8 8,82 3 C1 P 9,0 9,0 8,75 8,4 8,6 8,75 4 D1 L 8,5 8,4 9,1 7,25 7,20 8,09 5 E1 L 7,5 8,25 8,6 8,4 7,75 8,1 6 F1 P 8,6 9,0 7,20 8,6 8,5 8,38 7 G1 P 8,25 9,5 7,75 7,8 9,5 8,56 8 H1 L 9,0 7,5 8,5 7,75 8,0 8,15 9 I1 L 9,75 7,8 8,4 8,0 7,8 8,35 10 J1 L 7,8 9,2 7,20 9,4 8,25 8,37 Rata-rata 8,64 8,64 8,38 8,44 8,2 Perolehan nilai ujian nasional jurusan IPS juga tergolong baik, dari sepuluh siswa terdapat empat siswa yang memperoleh predikat sangat baik (cumlaude), sedangkan sisanya sebanyak enam siswa mendapat predikat baik. Perolehan nilai ini 6 Khawatir Nilai di Katrol, Radar Nganjuk (14 April 2011).

20 155 juga membuktikan konsistensi kemampuan sampel dalam mengikuti ujian, baik ujian semester satu, semester dua sampai dengan ujian nasional. Siswa yang berpikir positif dalam menghadapi ujian, selalu mendapat perolehan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Bahkan siswa yang memperoleh nilai tertinggi dijurusan Ilmu Pengetahuan Sosial sebanyak empat siswa merupakan sampel dari penelitian ini. Kemampuan siswa memperoleh nilai tinggi dalam ujian nasional, tidak hanya dipengaruhi kecerdasan siswa saja, namun kemampuan berpikir positif juga berperan besar ketika siswa menghadapi ujian. Siswa yang optimis dalam ujian nasional akan memiliki rasa percaya diri lebih besar dibandingkan teman-teman yang lain, selain itu siswa juga memiliki semangat belajar, rajin, teliti dan mampu berkonsentrasi dengan baik saat mengerjakan ujian, tidak mudah terpengaruh oleh keadaan sekitarnya. Seperti, ketika teman mendapatkan bocoran jawaban, atau teman sedang menyontek, siswa yang percaya akan kemampuan dirinya tidak mudah percaya dengan bocoran jawaban yang belum tentu jelas kebenarannya. Jika di tahun 2010 ada kasus seorang siswa yang pintar di kelas namun malahan tidak lulus ujian nasional sering menjadi perdebatan, apakah ada kesalahan prosedural atau kesalahan teknis dalam menjawab dalam lembar jawaban komputer (LJK). Di tahun 2011 ini, peneliti belum menemukan kasus seperti diatas khususnya di kota kediri tempat penelitian ini dilakukan. Jika semua variabel lain dikesampingkan dan dianggap tidak berpengaruh secara signifikan, maka variabel individu siswa yang perlu diteliti lebih fokus dan cermat.

21 156 Fakta di lapangan menunjukkan, variabel yang berpengaruh signifikan dalam menghadapai ujian nasional adalah aspek psikologis, menyiapkan mental siswa akan lebih sulit daripada menyiapkan kemampuan kognitifnya. Maka pendekatan psikologis siswa, menjadi penting dalam penelitian ini untuk mengetahui posisi psikologis siswa dalam memandang, mempersiapkan serta melaksanakan unas itu. Maka tidak salah, jika pendekatan sikap siswa digunakan dalam penelitian ini, yang diwakili oleh variabel positive thingking, yang mengambil variabel penelitian pada sikap optimis dan ketenangan siswa dalam ujian nasional. Peneliti melakukan observasi awal kepada siswa kelas XII (duabelas) sebelum ujian nasional dilaksanakan, peneliti menanyakan tentang kecemasan siswa dalam menghadapi ujian nasional. Kecemasan siswa yang paling banyak dikeluhkan disebabkan karena mereka takut tidak lulus ujian nasional. Ketakutan ini, lebih meningkat ketika siswa menunggu pengumuman hasil ujian, maka jika ditanyakan lebih cemas mana antara ketika ujian atau menunggu pengumuman, beberapa responden mengatakan lebih cemas menunggu pengumuman. Ujian nasional memiliki konsekuensi berbeda jika pembandingnya adalah ujian semester atau ujian akhir mata pelajaran agama, jika siswa tidak lulus unas maka konsekuensi yang diterima adalah pertama, siswa tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. kedua, siswa harus mengulang satu tahun bersama adik kelas. Jelas sekali, beban bagi siswa kelas XII yang merasa tidak sanggup melewati ujian nasional. Konsekuensi yang didapat begitu berat, maka pilihan satu-satunya hanya harus lulus ujian.

22 Keberhasilan Siswa dalam Melanjutkan ke Perguruan Tinggi Data yang penulis dapat sampai tanggal 5 juni 2011, antusiasme siswa kelas XII untuk melanjutkan ke perguruan tinggi masih tinggi mencapai angka 85 % (344,25) siswa yang dilaporkan, sedangkan 15 %(60,75) siswa tidak melanjutkan dan tanpa diketahui (karena yang bersangkutan belum melapor). Dari catatan sekitar 4,13 % siswa MAN 3 Kediri yang diterima di Universitas Indonesia, selain itu Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga juga menjadi tujuan para siswa untuk melanjutkan kuliah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa MAN 3 Kediri juga mampu bersaing dengan lulusan SMA untuk masuk ke perguruan tinggi bergengsi di Indonesia. Kualitas siswa tidak hanya dibuktikan lewat prestasi akademis di rapor namun juga prestasi non-akademis, yaitu mampu bersaing memasuki perguruan tinggi bergengsi di Indonesia. Dalam penelitian ini juga didapat data, bahwa para siswa yang masuk menjadi sampel penelitian ini semuanya melanjutkan ke perguruan tinggi sesuai dengan minat dan kemampuannya ketika duduk di bangku madrasah. Memang jalur yang dilalui sampel berbeda-beda, kurang lebih 10 % sampel lolos jalur undangan (PMDK) sedangkan sisinya melalui jalur seleksi masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).

23 158 Tabel 5.11 Siswa kelas XII MAN 3 Kediri yang Diterima di Perguruan Tinggi dan Sekolah Kedinasan 1. melanjutkan 2. tidak melanjutkan 85 % (344,25) 15% (60,75) N=485 Jalur SNMPTN Jalur PMDK (undangan) 45,06% (155) 54,94% (189) N= 344 Jumlah siswa yang diterima lewat jalur PMDK dan SNMPTN yang melapor sebanyak n=242 siswa. Ke perguruan tinggi negeri 1. UI 2. ITB 3. IPB 4. ITS 5. UNAIR 6. UNIBRAW 7. UNESA 8. UM 9. UNY Sekolah kedinasan 1. STAN 2. APP 3. ATK Perguruan tinggi swasta N=242 * 4,13%(10) 0,83% (2) 0,41% (1) 2,89% (7) 8,26% (20) 7,85% (19) 2,89% (7) 10,74% (26) 0,41% (1) 1,23% (3) 0,83% (2) 2,47% (6) Ke perguruan tinggi islam 1. UIN 2. IAIN 3. STAIN 4. PTAIS Akademi 1. akbid 2. akper 11,57% (28) 1,65 % (4) 18,59% (45) 4,96% (12) 1,23% (3) 2,06% (5) 14,87% (36) Politeknik 2,89% (7) Keterangan : sampai data ini ditulis (5 juni 2010) masih ada sekitar 102 siswa yang belum melaporkan diterima di perguruan tinggi mana. Sumber : WakaKurikulum MAN 3 Kota Kediri Tahun pelajaran C. Pengaruh Positive Thingking terhadap Motivasi Siswa dalam Menghadapi Ujian Nasional. 1. Karakteristik Sampel Penelitian Karakteristik diperlukan untuk mengetahui keadaan sampel ketika dilakukan pengambilan data, apakah kondisi sampel menunjukkan keadaan yang sesuai atau malah berlawanan dengan yang sebenarnya. Selain itu, data juga berguna untuk menganalisa secara lengkap variabel lain yang kemungkinan berpengaruh terhadap

24 159 sampel ketika ujian. Karakteristik ini berisi pekerjaan orang tua, tempat tinggal siswa selama sekolah, kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti serta jabatan dalam organisasi, kebiasaan sarapan pagi, menu sarapan pagi, kebiasaan minum (berkafein, bersoda, berglukosa), keikut sertaan sampel pada lembaga bimbingan belajar serta bagi perempuan ditanyakan kondisi haid. Tabel 5.12 Karakteristik Sampel Penelitian (n=20) Karakteristik N % Pekerjaan orang tua : PNS TNI Swasta Tempat tinggal selama sekolah : Rumah orang tua Pondok Asrama Kos Kegiatan Ekstrakurikuler : KIR PMR Olah raga Pramuka Jurnalistik Jabatan di organisasi ekstra Pengurus inti Pengurus staff Anggota biasa Kebiasaan sarapan pagi : Iya Tidak Menu sarapan pagi : Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D Minuman bersoda : Ya, sering Ya, kadang-kadang Ya, jarang Tidak Minuman berglukosa : Ya, sering Ya, kadang-kadang

25 160 Ya, jarang Tidak Minuman berkafein : Ya, sering Ya, kadang-kadang Ya, jarang Tidak Mingikuti LBB : Sejak kelas 10 Sejak kelas 11 Sejak kelas 12 Belajar privat Belajar kelompok Belajar sendiri Gangguan ketika haid (pr) : Ya Tidak a.. Pekerjaan Orang tua Lebih dari separuh pekerjaan orang tua sampel adalah karyawan swasta, baik bergerak di bidang formal atau informal yaitu sebanyak 11 orang (55%). Sedangkan orang tuanya yang bekerja sebagai PNS sebanyak 7 orang (35 %), sisanya adalah TNI/POLRI sebanyak 2 orang (10%). b. Tempat tinggal selama sekolah Sebagian besar siswa tinggal di rumah orang tua mereka yaitu 10 siswa (50%). Hal ini dikarenakan kebanyakan jarak rumah dan sekolah masih dekat bisa dijangkau dengan kendaraan bermotor. Ada 4 siswa (20%) siswa yang tinggal di pondok sekitar madrasah. Sekitar 3 (15%) siswa tinggal di asrama madrasah yang berada dalam satu area dengan madrasah, sisanya menempati rumah kos sebanyak 3 siswa.

26 161 c. Kegiatan Ekstrakurikuler Semua sampel mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, namun aturan sekolah membatasi hanya sampai kelas 11 saja, sedangkan kelas 12 siswa dilarang mengikuti kegiatan keorganisasian aktif, jika ikut maka kelas XII sebagai senior dalam organisasi, siswa kelas XII diwajibkan konsentrasi untuk ujian nasional. Ekstrakurikuler di MAN 3 Kediri cukup banyak dan semua berjalan dengan baik, maka tidak heran jika siswa mengikuti lebih dari satu organisasi sekolah. Kegiatan KIR paling banyak diikuti siswa yaitu 8 siswa (40%), kemudian organisasi ekstra Olah raga sebanyak 5 anak(25%), Pramuka 3 siswa, PMR juga 3 siswa, dan hanya satu siswa yang mengikuti ekstrakurikuler jurnalistik. d. Jabatan di Organisasi Ekstrakurikuler Sebanyak 20% siswa merupakan pengurus inti di organisasi yang diikutinya, kemampuan memimpin dan memenej organisasi merupakan nilai lebih seorang siswa ketika sekolah. Selanjutnya, 25% siswa merupakan pengurus staff yang tersebar dalam jabatan seksi-seksi dalam organisasi ekstra, sisanya 55% merupakan anggota biasa saja, yang terbagi dalam anggota aktif dan anggota yang asal ikut dalam kegiatan tertentu saja. e. Kebiasaan Sarapan pagi Sarapan pagi merupakan hal terpenting dalam mendukung tubuh sebelum beraktifitas, tubuh memerlukan energi untuk melakukan kegiatan, termasuk juga kegiatan belajar. Sebanyak 7 siswa (35%) mengaku sarapan pagi sebelum sekolah sedangkan 13 siswa (65%) mengaku tidak sarapan. Para siswa yang tinggal di pondok

27 162 dan kos, biasanya mereka baru makan pagi setelah jam istirahat atau setelah pulang sekolah. Hal ini disebabkan karena keadaan tidak memungkinkan mereka untuk sarapan pada pagi hari, karena disibukkan dengan persiapan berangkat ke sekolah. f. Komposisi Sarapan pagi Sebanyak 7 siswa yang mengaku sarapan, sebelum berangkat ke sekolah. Dari jumlah tersebut ada 4 siswa yang memiliki menu sarapan pagi ber tipe A yaitu : nasi beras plus sayuran, lauk ikan/daging/ayam. Sedangkan sebanyak satu siswa memilih tipe B (nasi beras plus sayuran (pecel,lodeh, sup)) sebagai menu sarapan. Selain itu, ada 2 siswa yang memilih tipe C (nasi beras plus oseng-oseng/ masakan kering) untuk sarapan paginya. Sedangkan komposisi sarapan tipe D tidak ada yang memilihnya (roti, keju, plus susu, teh/kopi). Pemenuhan nutrisi bagi tubuh sangat penting, sebab proses belajar membutuhkan suplai energi ke otak lebih besar, jika kebutuhan itu tidak terpenuhi maka akan terjadi gangguan dalam belajar. g. Minuman bersoda Para siswa nampaknya menyukai minuman bersoda, baik dalam bentuk langsung (soda gembira) maupun dalam bentuk minuman kaleng/kemasan kaleng. Sebanyak 14 siswa (70%) mengaku menyukai minuman bersoda. Sedangkan sisanya ada 6 siswa (30%) mengatakan tidak menyukai minuman bersoda. h. Minuman berkafein Saat ini banyak minuman dalam kemasan kaleng yang mengandug kafein, seperti minuman berenergi. Kafein dalam jumlah yang banyak akan mengganggu

28 163 fungsi kinerja otak dalam jangka panjang. Sebanyak 8 siswa (40%) mengatakan menyukai minuman berkafein. Sedangkan 12 siswa mengatakan tidak menyukai. Kebiasaan begadang malam untuk belajar, dengan meminum kopi manis yang berlebihan ternyata merupkan aktifitas yang merusak otak kita. Tubuh kita mungkin segar. Kafein untuk beberapa saat, dapat meningkatkan daya ingat tetapi ketika kita adiktif padanya, ditambah kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh gula, maka kita sedang menghancurkan otak kita sendiri. i. Minuman berglukosa Dalam kadar yang melebihi kebutuhan glukosa memang tidak baik. Namun, glukosa dalam kadar cukup sangat penting bagi otak. Neuronutrient bersama oksigen dan glukosa (sejenis gula) akan menyediakan energi untuk otak. Meminum minuman manis terus menerus dalam jangka panjang merusak sel-sel otak, maka tidak heran jika kadangkala fungsi kognitif siswa terganggu namun tidak disadarinya Sebanyak 7 siswa(35%) mengatakan iya sering, sedangkan 65% (13 siswa) mengatakan kadangkadang meminumnya. Faktanya dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa memisahkan diri dari makanan atau minuman yang mengandung gula, baik dalam bentuk langsung ataupun makanan atau minuman turunan. j. Mengikuti Bimbingan Belajar (Bimbel) Kelompok terbanyak yang mengikuti bimbingan belajar (Bimbel) adalah ketika kelas XII, yaitu sebanyak 14 siswa, sedangkan masing-masing 3 siswa mengikuti LBB ketika kelas 10 dan ketika kelas 11. Fakta ini memang lazim, sebab

29 164 kebutuhan mengikuti Bimbel memang terfokus di kelas XII, mengikuti bimbingan belajar akan menambah percaya diri para siswa, dan biasanya pihak sekolah juga memberikan les tambahan kepada para siswa kelas XII. k. Datang bulan/ Haid Kondisi tubuh yang sakit, lemas dan kurang fokus menyebabkan siswa tidak bisa mengerjakan ujian dengan baik. Salah satu variabel pengganggu saat ujian adalah kondisi haid bagi perempuan. Sebanyak 4 siswi dari 9 siswi yang menjadi sampel merasa terganggu jika ujian dalam kondisi haid. Karena itulah, maka datang bulan/haid menjadi syarat eklusi sampel, karena pengaruh hormon ketika haid akan mengganggu kinerja otak pada saat ujian nasional. 2. Motivasi Siswa untuk Lulus Ujian Nasional, Motivasi Berprestasi dan Motivasi Melanjutkan Pendidikan a. Motivasi Siswa dalam Ujian Nasional Tabel 5.13 Motivasi Siswa dalam Ujian Nasional Motivasi n % Motivasi Lulus Motivasi prestasi 3 15 Motivasi melanjutkan 5 25 pendidikan Jumlah Pengaruh positive thingking terhadap ujian nasional, juga berkaitan dengan motivasi siswa dalam mengikuti ujian. Maka peneliti juga ingin mengetahui motivasi apa yang paling mempengaruhi siswa, sehingga didapat data sebagai berikut :

30 165 sebanyak 60% siswa mengatakan motivasinya adalah lulus ujian nasional, separuh lebih siswa yang mengikuti unas merasa takut dan malu jika tidak lulus ujian nasional. Jika tidak lulus, maka para siswa tidak akan bisa melanjutkan ke perguruan tinggi atau bekerja. Fakta ini menggambarkan, ujian nasional cenderung memiliki bobot (lebih tinggi) tingkat kecemasannya dari pada ujian biasa. Motivasi melanjutkan pendidikan menempati posisi kedua sebanyak 25%, siswa termotivasi untuk serius dalam ujian nasional supaya bisa melanjutkan pendidikannya. Kita tahu, lulusan madrasah aliyah memang diproyeksikan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, tidak seperti sekolah menengah kejuruan (SMK) yang dipersiapkan untuk kerja. Sebanyak 15 % siswa ingin memperoleh prestasi dalam ujian nasional, seperti mendapatkan nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan, ketika ujian nasional konsentrasi siswa hanya terfokus untuk bisa lulus. Mereka tidak berani berpikir terlalu tinggi untuk bisa mendapatkan nilai terbaik dalam ujian, jika hasil yang didapat tinggi mereka menganggap hal itu merupakan efek dari belajar yang dilakukan. b. Pengaruh Positive Thingking terhadap Motivasi Belajar Siswa Tabel 5.14 Pengaruh Positive Thingking terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam Ujian Sekolah Kriteria Positif thingking Motivasi belajar n % Sangat optimis Tinggi 7 35 Optimis Tinggi 8 40 Sedang Sedang 5 25 Pesimis Rendah 0 0

31 166 Sangat pesimis Rendah 0 0 Jumlah Sikap optimis para siswa berkorelasi dengan motivasi mereka dalam belajar menghadapi ujian sekolah. Data diatas menunjukan sebanyak 35% siswa yang berada pada level sangat optimis memiliki motivasi belajar yang juga tinggi. Selanjutnya, siswa yang berada pada level optimis, sebanyak 40% siswa menunjukkan motivasi belajar yang juga tinggi dalam menghadapi ujian sekolah. Sedangkan sebanyak 25%, siswa yang sedang saja sikapnya optimisnya maka motivasi belajarnya juga sedang-sedang saja, tidak terlalu signifikan motivasi yang dimilikinya untuk belajar dalam menghadapi ujian sekolah. Selanjutnya, pada level pesimis dan sangat pesimis tidak diketemukannya data sampel yang menunjukkan perilaku tersebut. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut, pada saat awal dilakukan seleksi screening sampel, peneliti membuang sampel yang terindikasi tidak memenuhi syarat positive thingking. Sehingga, data terakhir tersebut menunjukkan distribusi dominan pada skala sangat optimis, optimis dan sedang.

32 167 F. Pengaruh Positive Thingking Terhadap Keberhasilan Siswa dalam Ujian Sekolah. 1. Deskripsi Data Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan deskripsi dari data: Tabel 5.15 Deskripsi data Variabel Nilai Terendah Nilai Tertinggi Nilai Rata-rata Skor Positive Thinking (X) Nilai Semester 1 (Y 1 ) Nilai Semester 2 (Y 1 ) Nilai Unas (Y 1 ) Sumber: Lampiran 2 Dari tabel di atas terlihat bahwa skor positif thinking terletak antara nilai 79 hingga 124, dengan rata-rata Nilai semester 1 berkisar antara 8.00 hingga 8.92 dengan rata-rata Nilai semester 2 berkisar antara 7.78 hingga 8.82, dengan rata-rata Dan nilai unas terletak antara 8.09 hingga 9.13 dengan rata-rata sebesar 8.57.

33 168 Berikut disajikan perbandingan nilai antara laki-laki dan perempuan: Gambar 5.1 perbandingan nilai laki-laki dan perempuan Dari grafik di atas, terlihat bahwa skor positive thinking perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Gambar 5.2 perbandingan skor positive thingking lakilaki dan perempuan

34 169 Dari grafik di atas terlihat bahwa siswa laki-laki memiliki nilai semester 1 yang lebih tinggi daripada siswa perempuan. Akan tetapi pada semester 2 dan unas, nilai siswa perempuan lebih tinggi daripada siswa laki-laki. 2. Hasil Analisis Regresi Antara Skor Positif Thinking terhadap Nilai Semester Satu. a. Untuk Keseluruhan Siswa Hasil analisis lengkap disajikan pada Lampiran 4, bagian A, terangkum sebagai berikut: Karakteristik Regresi Linier Regresi Kuadratik Persamaan Y = X Y = X X 2 Signifikansi Model Kesimpulan Model tidak layak Model tidak layak Nilai R atau 0.7% atau 13.1% Secara grafik disajikan pada gambar berikut: Gambar 5.3 Regresi Linier keseluruhan siswa pada semester satu

35 170 Gambar 5.4 Regresi Kuadratik keseluruhan siswa pada semester satu Dari tabel dan grafik di atas, terlihat dari dari analisis regresi linier, nilai signifikansi F sebesar > 0.05 (tingkat kesalahan 5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier yang mengukur pengaruh skor positive thinking (X) terhadap nilai semester 1 (Y) tidak layak untuk digunakan. Artinya, skor positive thinking (X) tidak berpengaruh (secara linier) terhadap nilai semester 1. Dari analisis regresi kuadratik, nilai signifikansi F sebesar > 0.05 (tingkat kesalahan 5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi kuadratik yang mengukur pengaruh skor positive thinking (X) terhadap nilai semester 1 (Y) tidak layak untuk digunakan. Artinya, skor positive thinking (X) tidak berpengaruh (secara kuadratik) terhadap nilai semester 1.

36 171 b. Untuk Siswa Laki-laki Hasil analisis lengkap disajikan pada Lampiran 4, bagian B, terangkum sebagai berikut: Karakteristik Regresi Linier Regresi Kuadratik Persamaan Y = X Y = X X 2 Signifikansi Model Kesimpulan Model tidak layak Model tidak layak Nilai R atau 1.3% atau 13.3% Secara grafik disajikan pada gambar berikut: Gambar 5.5 Regresi Linier untuk siswa laki-laki pada semester satu Gambar 5.6 Regresi Kuadratik siswa laki-laki pada semester satu

37 172 Dari tabel dan grafik di atas, terlihat dari dari analisis regresi linier, nilai signifikansi F sebesar > 0.05 (tingkat kesalahan 5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier yang mengukur pengaruh skor positive thinking (X) terhadap nilai semester 1 (Y) tidak layak untuk digunakan. Artinya, pada siswa laki-laki skor positive thinking (X) tidak berpengaruh (secara linier) terhadap nilai semester 1. Dari analisis regresi kuadratik, nilai signifikansi F sebesar > 0.05 (tingkat kesalahan 5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi kuadratik yang mengukur pengaruh skor positive thinking (X) terhadap nilai semester 1 (Y) tidak layak untuk digunakan. Artinya, pada siswa laki-laki skor positive thinking (X) tidak berpengaruh (secara kuadratik) terhadap nilai semester 1.

38 173 c. Untuk Siswa Perempuan Hasil analisis lengkap disajikan pada Lampiran 4, bagian C, terangkum sebagai berikut: Karakteristik Regresi Linier Regresi Kuadratik Persamaan Y = X Y = X X 2 Signifikansi Model Kesimpulan Model tidak layak Model tidak layak Nilai R atau 26.5% atau 28.9% Secara grafik disajikan pada gambar berikut: Gambar 5.7 Regresi Linier siswa perempuan pada semester satu Gambar 5.8 Regresi Kuadratik siswa perempuan pada semester satu

39 174 Dari tabel dan grafik di atas, terlihat dari dari analisis regresi linier, nilai signifikansi F sebesar > 0.05 (tingkat kesalahan 5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier yang mengukur pengaruh skor positive thinking (X) terhadap nilai semester 1 (Y) tidak layak untuk digunakan. Artinya, pada siswa perempuan skor positive thinking (X) tidak berpengaruh (secara linier) terhadap nilai semester 1. Dari analisis regresi kuadratik, nilai signifikansi F sebesar > 0.05 (tingkat kesalahan 5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi kuadratik yang mengukur pengaruh skor positif thinking (X) terhadap nilai semester 1 (Y) tidak layak untuk digunakan. Artinya, pada siswa perempuan skor positive thinking (X) tidak berpengaruh (secara kuadratik) terhadap nilai semester 1. d. Kesimpulan Dari total keenam model di atas, terlihat bahwa tidak terlihat adanya pengaruh skor positif thinking terhadap nilai semester 1. Demikian pula pengaruh jenis kelamin terhadap hubungan skor positive thinking terhadap nilai semester 1. Artinya, berapapun skor positive thinking, tidak akan berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai semester 1. Atau dengan kata lain nilai semester 1 tidak ditentukan oleh faktor kecemasan (skor positive thinking).

40 Hasil Analisis Regresi Antara Skor Positive Thinking terhadap Nilai Semester Dua a. Untuk Keseluruhan Siswa Hasil analisis lengkap disajikan pada Lampiran 5, bagian A, terangkum sebagai berikut: Karakteristik Regresi Linier Regresi Kuadratik Persamaan Y = X Y = X 0.001X 2 Signifikansi Model Kesimpulan Model tidak layak Model layak Nilai R atau 1.4% atau 36.2% Secara grafik disajikan pada gambar berikut: Gambar 5.9 Regresi Linier keseluruhan siswa pada semester dua

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu (A) Metode Penelitian, (B) Jenis dan Rancangan Penelitian, (C) Populasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu (A) Metode Penelitian, (B) Jenis dan Rancangan Penelitian, (C) Populasi dan BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dibahas hal-hal yang berhubungan dengan metode penelitian yaitu (A) Metode Penelitian, (B) Jenis dan Rancangan Penelitian, (C) Populasi dan Sampel, ( D) Teknik Pengambilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Pada Bab I telah dipaparkan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian Pemetaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seseorang. Pendidikan dapat meningkatkan kecerdasan dan membentuk pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan dunia ini tidak ada apa-apanya, karena semua berasal dari pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL () KELAS X 3 Bahasa Indonesia 65 B 5 Matematika 60 B 6 Fisika 60 B 7 Biologi 60 B 8 Kimia 60 B 9 Sejarah 65 B 10 Geografi 65 B 11 Ekonomi 65 B 12 Sosiologi 65 B 13 Kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 67 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Seorang siswa mempunyai tugas utama yaitu belajar. Belajar

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Seorang siswa mempunyai tugas utama yaitu belajar. Belajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang duduk di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Seorang siswa mempunyai tugas utama yaitu belajar. Belajar merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus informasi mengalir cepat seolah tanpa hambatan, jarak dan ruang yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di belahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam lingkungan yang lebih luas, harus dapat ditumbuh kembangkan melalui

I. PENDAHULUAN. dalam lingkungan yang lebih luas, harus dapat ditumbuh kembangkan melalui 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman disiplin berdasarkan norma atau nilai yang telah dimiliki masyarakat Indonesia yang majemuk, baik dalam lingkungan tradisi maupun dalam lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan potensi siswa secara optimal. Pada jenjang SMA, upaya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan potensi siswa secara optimal. Pada jenjang SMA, upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan pendidikan di sekolah diarahkan untuk memfasilitasi perkembangan potensi siswa secara optimal. Pada jenjang SMA, upaya optimalisasi potensi siswa itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satuan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, sudah pasti ingin mempunyai peserta didik dan lulusan yang berprestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan teknologi yang semakin modern dan canggih, banyak siswa yang menghabiskan waktu setelah pulang dari sekolah tidak untuk kegiatan belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal kehidupan umat manusia berabad- abad silam, untaian sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal kehidupan umat manusia berabad- abad silam, untaian sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah fenomena fundamental dalam kehidupan manusia. Sejak awal kehidupan umat manusia berabad- abad silam, untaian sejarah menggambarkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB VI LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya MAN 1 Amuntai Kabupaten HSU. musyawarah dan mufakat dari Dekan Fakultas Ushuluddin dengan Dewan

BAB VI LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya MAN 1 Amuntai Kabupaten HSU. musyawarah dan mufakat dari Dekan Fakultas Ushuluddin dengan Dewan 51 s BAB VI LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya MAN 1 Amuntai Kabupaten HSU Madrasah Aliyah Negeri 1 Amuntai didirikan berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Setting Penelitian Penelitian dilakukan di SMA Virgo Fidelis yang berlokasi di Jl. Palagan No. 59, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, berada dalam satu

Lebih terperinci

PENYUSUNAN LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) PESERTA DIDIK SMA

PENYUSUNAN LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) PESERTA DIDIK SMA PENYUSUNAN LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) PESERTA DIDIK SMA Departemen Pendidikan Nasional LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) Setiap akhir semester, guru menelaah hasil pencapaian belajar setiap peserta didik (semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari berbicara tentang hasil

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari berbicara tentang hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari berbicara tentang hasil belajar di mana keberhasilan atau tingkat penguasaan mahasiswa yang dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alamat : Jl. R.A Basuni 306 Sooko Mojokerto Website : www.mansookomojokerto.sch.id Email : admin@mansookomojokerto.sch.id PROFIL MAN MOJOKERTO Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 1 Gorontalo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 1 Gorontalo BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri Gorontalo SMA Negeri Gorontalo adalah Sekolah Menengah Atas yang pertama berdiri di Grorontalo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan dapat membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksinya dengan lingkungan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksinya dengan lingkungan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang tidak mendapatkan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sering dipakai dalam kegiatan sehari-hari seperti dalam kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian pentingnya, matematika juga

Lebih terperinci

PERATURAN SMA NEGERI 1 KARANGANYAR Nomor : 800/ 303 /2010

PERATURAN SMA NEGERI 1 KARANGANYAR Nomor : 800/ 303 /2010 PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA SMA NEGERI 1 KARANGANYAR Jalan Kemakmuran 51 Telp. (0287) 551094 Karanganyar KEBUMEN 54364 Nomor : 800/ 303 /2010 Tentang PERATURAN AKADEMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anissa Dwi Ratna Aulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anissa Dwi Ratna Aulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, sumber daya manusia berkualitas yang dihasilkan institusi pendidikan merupakan motor penggerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang kompeten dalam bidangnya dan mampu mengembangkan kemampuan intelektual yang mereka miliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kemajuan perekonomian bangsa ditambah dengan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kemajuan perekonomian bangsa ditambah dengan perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kemajuan perekonomian bangsa ditambah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kesadaran berbagai pihak seperti pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengenai sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini, menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini, menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini, menuntut manusia untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam mengikuti setiap

Lebih terperinci

SIKAP DAN PREFERENSI KEPALA SEKOLAH SMA SE JAWA TENGAH TERHADAP BAHASA ASING PILIHAN

SIKAP DAN PREFERENSI KEPALA SEKOLAH SMA SE JAWA TENGAH TERHADAP BAHASA ASING PILIHAN SIKAP DAN PREFERENSI KEPALA SEKOLAH SMA SE JAWA TENGAH TERHADAP BAHASA ASING PILIHAN Dwi Astuti Universitas Negeri Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) sikap Kepala Sekolah SMA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyaluran dan penempatan siswa pada program peminatan. Program peminatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyaluran dan penempatan siswa pada program peminatan. Program peminatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terkait perubahan kurikulum dalam pendidikan yang menggunakan acuan kurikulum 2013, terdapat beberapa perubahan system pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda-beda. Bakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda-beda. Bakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sudah banyak sekali progam-progam yang di canangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Jika kita runtut mulai dari wajib belajar 9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan salah satu unsur yang dominan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

Model Penyelenggaraan Peminatan Kurikulum 2013 di SMA KATA PENGANTAR. 2014,Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen Pendidikan Menengah ii

Model Penyelenggaraan Peminatan Kurikulum 2013 di SMA KATA PENGANTAR. 2014,Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen Pendidikan Menengah ii KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 BAB II JUDUL BAB II... 4 A. Pengertian Peminatan,

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Laporan Hasil Penelitian 1. Data Umum a. Profil MAN 1 Semarang Madrasah Aliyah Negeri Semarang 1 berasal dari alih fungsi Sekolah Persiapan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana mencapai salah satu tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat butir ketiga yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup manusia di dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjadi bangsa yang maju merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung bagi kemajuan tersebut adalah pendidikan.

Lebih terperinci

PENERIMAAN MAHASISWA BARU PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, KEBIDANAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK BANJARNEGARA TAHUN AKADEMIK

PENERIMAAN MAHASISWA BARU PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, KEBIDANAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK BANJARNEGARA TAHUN AKADEMIK PENERIMAAN MAHASISWA BARU PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI, KEBIDANAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK BANJARNEGARA TAHUN AKADEMIK 2014/2015 Melalui PROGRAM PENELUSURAN MINAT DAN KEMAMPUAN (PMDK) I. Program

Lebih terperinci

FORMULIR PENDAFTARAN BANTUAN DANA PENDIDIKAN TINGKAT UNIVERSITAS NEGERI INDONESIA ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2015/2016

FORMULIR PENDAFTARAN BANTUAN DANA PENDIDIKAN TINGKAT UNIVERSITAS NEGERI INDONESIA ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2015/2016 FORMULIR PENDAFTARAN BANTUAN DANA PENDIDIKAN TINGKAT SARJANA STRATA SATU UNIVERSITAS NEGERI INDONESIA MANULIFE ASSET MANAGEMENT INDONESIA ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2015/2016 Formulir Pendaftaran ini dikhususkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan tujuan untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah menetapkan Ujian Nasional (UN) pada siswa kelas XII sebagai salah satu syarat yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program studi para siswa (Ruslan,1986:13). Tujuan dari penjurusan (Ruslan, 1986:14), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. program studi para siswa (Ruslan,1986:13). Tujuan dari penjurusan (Ruslan, 1986:14), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dengan pengkhususan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

I. PENDAHULUAN. Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, I. PENDAHULUAN Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Untuk lebih jelasnya peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (UIN Suska R iau) merupakan salah satu universitas Islam ternama di Provinsi Riau. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya

Lebih terperinci

INFORMASI SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SNMPTN) 2018

INFORMASI SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SNMPTN) 2018 INFORMASI SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SNMPTN) 2018 PANITIA PUSAT SNMPTN DAN SBMPTN TAHUN 2018 PRAKATA Penyelenggaraan penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP NILAI EVALUASI BELAJAR MAHASISWA SEMESTER III AKADEMI KEPERAWATAN PRIMA JAMBI TAHUN AJARAN 2012/2013

HUBUNGAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP NILAI EVALUASI BELAJAR MAHASISWA SEMESTER III AKADEMI KEPERAWATAN PRIMA JAMBI TAHUN AJARAN 2012/2013 HUBUNGAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP NILAI EVALUASI BELAJAR MAHASISWA SEMESTER III AKADEMI KEPERAWATAN PRIMA JAMBI TAHUN AJARAN 2012/2013 HUBUNGAN LINGKUNGAN KAMPUS DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara berkembang di benua Asia yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

PENGARUH KESULITAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2012/2013

PENGARUH KESULITAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2012/2013 PENGARUH KESULITAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

INFO, SHARING & STRATEGI MENUJU PTN

INFO, SHARING & STRATEGI MENUJU PTN INFO, SHARING & STRATEGI MENUJU PTN 1 2 3 ALUR WAKTU MENUJU PERGURUAN TINGGI SMP Kelas X Kelas XI Kelas XII SEM - I SEM 2 SEM 3 SEM 4 SEM 5 SEM 6 SEKOLAH MENENGAH ATAS SNMPTN UN APR INTENSIF 3-5MINGGU

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN BELAJAR DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 27 BATAM

HUBUNGAN KEBIASAAN BELAJAR DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 27 BATAM HUBUNGAN KEBIASAAN BELAJAR DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 27 BATAM Nina Agustyaningrum 1), Silfia Suryantini 2) 1 Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Sejarah MAN Sampit Madrasah Aliyah Negeri Sampit pada awal berdirinya merupakan alih fungsi dari sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri

Lebih terperinci

Departemen Pendidikan Nasional. Sosialisasi KTSP

Departemen Pendidikan Nasional. Sosialisasi KTSP Departemen Pendidikan Nasional PENYUSUNAN LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) PESERTA DIDIK SD/MI LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) Setiap akhir semester, guru menelaah hasil pencapaian belajar setiap peserta didik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan bagi masa depan suatu bangsa. Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah,

Lebih terperinci

BII Maybank Scholarship

BII Maybank Scholarship BII Maybank Scholarship Pertanyaan yang sering diajukan 2012 2013 Siapa saja yang dapat mengikuti program ini? Warga Negara Indonesia yang pada tahun 2013 duduk di kelas 3 (kelas 12) SMA/sederajat atau

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data Penelitian Sebelum Tindakan

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data Penelitian Sebelum Tindakan BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data Penelitian Sebelum Tindakan Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Peneliti melakukan wawancara dengan Kepala MI Al Khoiriyyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara-negara yang maju seperti Amerika, Jepang, atau Korea menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Negara-negara yang maju seperti Amerika, Jepang, atau Korea menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Negara-negara yang maju seperti Amerika, Jepang, atau Korea menjadikan pendidikan sebagai faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SMA Al-Islam 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SMA Al-Islam 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah menengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SMA Al-Islam 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah menengah swasta yang ada di kota Surakarta, dengan berbasis keislaman. SMA Al-Islam 1 Surakarta melaksanakan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang secara umum dianggap penting

BAB. I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang secara umum dianggap penting BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang secara umum dianggap penting dalam kehidupan seseorang. Pendidikan sejatinya bisa didapat dari mana saja dan kapan saja; formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapinya dan mampu untuk melakukan sesuatu yang baru. untuk menunjang kemajuan kehidupan, baik bagi diri dan bangsanya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapinya dan mampu untuk melakukan sesuatu yang baru. untuk menunjang kemajuan kehidupan, baik bagi diri dan bangsanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan kehidupan bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, proses pembangunan memerlukan adanya peningkatan mutu pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan perubahan-perubahan yang berlangsung

Lebih terperinci

FORMULIR PENDAFTARAN BANTUAN PENDIDIKAN TINGKAT UNIVERSITAS BAGI MASYARAKAT BOJONEGORO ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2014/2015

FORMULIR PENDAFTARAN BANTUAN PENDIDIKAN TINGKAT UNIVERSITAS BAGI MASYARAKAT BOJONEGORO ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2014/2015 FORMULIR PENDAFTARAN BANTUAN PENDIDIKAN TINGKAT UNIVERSITAS BAGI MASYARAKAT BOJONEGORO ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2014/2015 Formulir Pendaftaran ini dikhususkan untuk program beasiswa tingkat S1 dari universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya kesadaran manusia tentang pentingnya pendidikan maka di zaman saat ini, negara kita mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universitas, institut atau akademi. Sejalan dengan yang tercantum pasal 13 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. universitas, institut atau akademi. Sejalan dengan yang tercantum pasal 13 ayat 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang terjadi sekarang ini, menuntut manusia untuk mempunyai pendidikan yang tinggi. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. siswa dan guru dalam pembelajaran biologi telah dilaksanakan di sekolah SMA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. siswa dan guru dalam pembelajaran biologi telah dilaksanakan di sekolah SMA 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesadaran metakognitif siswa dan guru dalam pembelajaran biologi, implementasi kesadaran metakognitif

Lebih terperinci

1. Pembukaan 3. PAPARAN BK SMAN 21 JAKARTA. 4. Sambutan kepala sman 21 jakarta 6. Lain-Lain 7. PENUTUP

1. Pembukaan 3. PAPARAN BK SMAN 21 JAKARTA. 4. Sambutan kepala sman 21 jakarta 6. Lain-Lain 7. PENUTUP 1. Pembukaan 3. PAPARAN BK SMAN 21 JAKARTA 4. Sambutan kepala sman 21 jakarta 6. Lain-Lain 7. PENUTUP BIDANG KURIKULUM JUNDAN ISKANDAR, M.PD. DRA. RATMINI KADIRAN, S.KOM DRS. SAKSI GINTING RASIONAL Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian yang akan dilakukan, meliputi : latar belakang masalah, fokus penelitian, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting oleh setiap individu. Melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

FORMULIR PENDAFTARAN PROGRAM BEASISWA SKK MIGAS dan EXXONMOBIL - PSF ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2013/2014

FORMULIR PENDAFTARAN PROGRAM BEASISWA SKK MIGAS dan EXXONMOBIL - PSF ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2013/2014 FORMULIR PENDAFTARAN PROGRAM BEASISWA SKK MIGAS dan EXXONMOBIL - PSF ANGKATAN TAHUN AKADEMIK 2013/2014 Formulir Pendaftaran ini dikhususkan untuk program beasiswa tingkat S1 dari universitas terpilih dari

Lebih terperinci

JALUR PENERIMAAN MAHASISWA BARU BUKAN PENENTU PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

JALUR PENERIMAAN MAHASISWA BARU BUKAN PENENTU PRESTASI BELAJAR MAHASISWA JALUR PENERIMAAN MAHASISWA BARU BUKAN PENENTU PRESTASI BELAJAR MAHASISWA Kadek Rai Suwena Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: rai_suwena@undiksha.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin canggih, semakin meningkat baik ragam, lebih-lebih kualitasnya (Tilaar, 1997). Di sisi lain, berdasarkan

Lebih terperinci

2014 ANALISIS KESIAPAN UJIAN NASIONAL SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

2014 ANALISIS KESIAPAN UJIAN NASIONAL SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini pendidikan menjadi kunci dari perubahan dan perkembangan zaman, karena pendidikan yang menjadi penentu dan tolak ukur dari kemajuan era saat ini. Pendidikan

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Sejak kemerdekaan, bidang pendidikan dipercaya menjadi pendorong

BABl PENDAHULUAN. Sejak kemerdekaan, bidang pendidikan dipercaya menjadi pendorong BABl PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak kemerdekaan, bidang pendidikan dipercaya menjadi pendorong perubahan besar dalam kehidupan berbangsa karena semua orang sepakat bahwa pemdidikanlah jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan dan kualitas. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas Sumber

PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan dan kualitas. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas Sumber PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sangat kaya di dunia yang ditandai dengan melimpahnya Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM). Dilihat dari letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk kemajuan pembangunan bangsa dan negara, karena anak-anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam mencerdaskan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam mencerdaskan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada hakikatnya pendidikan merupakan suatu kesatuan proses terpadu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi dan modernisasi, banyak terjadi perubahanperubahan dalam berbagai sisi kehidupan yang mengharuskan setiap manusia tanpa terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia tingkat pendidikan formal diawali dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. A. Orientasi Kancah Penelitian Sebelum dilakukan pengambilan data penelitian, perlu ditetapkan

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. A. Orientasi Kancah Penelitian Sebelum dilakukan pengambilan data penelitian, perlu ditetapkan BAB IV LAPORAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Sebelum dilakukan pengambilan data penelitian, perlu ditetapkan dahulu kancah atau tempat penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMA X Semarang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat penting. Kegunaan matematika sangat besar bagi umat manusia pada umumnya dan siswa pada khususnya. Belajar matematika

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di Indonesia, SMP berlaku sebagai

Lebih terperinci

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DAN EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII SMA N 3 MAGELANG Amanda Luthfi Arumsari 15010113120067 Fakultas

Lebih terperinci