BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewasa ini ada dua macam teori tentang pengukuran, yakni Teori Tes Klasik dan Teori Tes Modern (Suryabrata, 2005) di dalam buku Azwar (2007) menambahakan Teori Skor Murni Kuat, teori ini mirip dengan Teori Tes Klasik mengenai nilai harapan skor tampak yang merupakan skor murni, akan tetapi dalam Teori Skor Murni Kuat terdapat asumsi-asumsi tambahan mengenai probabilitas skor tampak yang diperoleh seorang subjek yang merupakan skor murni tertentu sehingga kelayakkan Teori Skor Murni Kuat dapat diuji.

2 Teori Tes Klasik disebut juga dengan Classical True-Score Theory, dinamakan Teori Tes Klasik karena unsur-unsur teori ini sudah dikembangkan dan diaplikasikan sejak lama, namun tetap bertahan hingga sekarang (Suryabrata, 2005). Teori Tes Modern disebut juga dengan Latent-Trait Theory karena teori ini berasumsi bahwa performansi subjek dalam mengerjakan suatu tes dapat diprediksi dari kemampuannya yang bersifat laten atau menetap. Teori Tes Modern juga sering disebut dengan Item Response Theory, artinya respon subjek terhadap suatu aitem menunjukkan kemampuan kognitifnya. Teori Tes Modern muncul untuk menjawab keterbatasan dari Teori Tes Klasik yakni, parameter dalam Teori Tes Klasik merupakan karakteristik aitem tergantung pada kelompok sampel yang digunakan untuk menghitungnya selain itu Teori Tes Klasik juga memerlukan kesetaraan eror pengukuran bagi semua subjek yang dikenai tes, definisi paralel dalam Teori Tes Klasik juga sangat sulit untuk dipenuhi dalam prakteknya, dengan hadirnya Teori Tes Modern dapat menjawab semua keterbatasan ini, namun perlu diingat bahwa Teori Tes Modern ini tidak praktis, dari semua keterbatasan Teori Tes Klasik tersebut perlu dilihat juga kelebihan dari Teori Tes Klasik yakni, Teori Tes Klasik telah dikembangkan sejak dulu sehingga telah berhasil dalam meletakkan konsep-konsep dasar pengukuran, selain itu Teori Tes Klasik juga memiliki nilai praktis yang tinggi sehingga dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan Teori Tes Klasik dalam proses analisis yang dilakukan.

3 A. Teori Tes Klasik 1. Pengertian Teori Tes Klasik Teori Tes klasik berkembang sedikit demi sedikit melalui unsur-unsur yang kemudian secara akumulatif merupakan bangunan teori yang utuh. Inti Teori Tes Klasik adalah asumsi-asumsi yang dirumuskan secara sistematis serta dalam jangka waktu yang lama. Skor tampak disimbolkan dengan huruf X merupakan nilai performansi individu pada alat tes yang dinyatakan dalam bentuk angka, skor murni yang dilambangkan dengan huruf T merupakan performansi individu sesungguhnya yang tidak pernah dapat kita ketahui besarnya karena tidak dapat diungkap secara lansung oleh alat tes, dan eror pengukuran yang diberi simbol huruf E (Azwar, 2005). 2. Asumsi-Asumsi dalam Teori Tes Klasik Allen & Yen (dalam Azwar, 2005) menguraikan asumsi-asumsi teori klasik sebagai berikut: a. Asumsi 1 X = T + E (1) Asumsi ini menjelaskan bahwa sifat aditif berlaku pada hubungan antara skor tampak, skor muni, dan eror. Skor tampak (X) merupakan jumlah skor murni (T) dan eror (E), jadi besar skor tampak akan tergantung oleh besarnya eror pengukuran, sedangkan besarnya skor murni individu pada setiap pengukuran yang sama diasumsikan selalu tetap. b. Asumsi 2:

4 ε(x) = T (2) Asumsi ini menyatakan bahwa skor murni merupakan nilai harapan dari skor tampaknya, jadi T merupakan harga rata-rata distribusi teoretik skor tampak apabila orang yang sama dikenai tes yang sama berulang kali dengan asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap pengulangan tes adalah tidak bergantung satu sama lain. c. Asumsi 3: = 0 (3) Asumsi ini menyatakan bahwa bagi populasi subjek yang dikenai tes, distribusi eror pengukuran dan distribusi skor murni tidak berkorelasi. Implikasinya, skor murni yang tinggi tidak selalu berarti mengandung eror yang selalu positif ataupun selalu negatif. d. Asumsi 4: = 0 (4) Bila E 1 melambangkan eror pada pengukuran atau tes pertama dan E 2 melambangkan eror pada tes yang kedua maka asumsi ini menyatakan bahwa eror pengukuran pada dua tes yang berbeda, yaitu E 1 dan E 2 tidak berkorelasi satu sama lain. e. Asumsi 5 = 0 (5)

5 Asumsi ini menyatakan bahwa eror pada suatu tes (E 1 ) tidak berkorelasi dengan skor murni pada tes lain (T 2 ). Asumsi ini tidak dapat bertahan apabila tes yang kedua mengukur aspek yang mempengaruhi eror pada pengukuran yang pertama. Selain dua asumsi yang telah disebutkan, dalam buku Suryabrata (2005) menuliskan dua asumsi sebagai berikut: f. Asumsi 6 Asumsi ini menyatakan jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur atribut yang sama mempunyai skor tampak X dan X yang memenuhi asumsi 1 sampai 5, dan jika untuk setiap populasi subjek T = T serta varians eror kedua tes tersebut sama, kedua tes tersebut disebut sebagai tes yang paralel. g. Asumsi 7 Asumsi ini menyatakan jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur atribut yang sama mempunyai skor tampak X dan X yang memenuhi asumsi 1 sampai 5, dan jika untuk setiap populasi subjek T1 = T2 + C, dengan C sebagai suatu bilangan konstan, maka kedua tes tersebut dapat disebut sebagai tes yang setara (equivalent test). Asumsi-asumsi teori klasik sebagaimana disebutkan di atas memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka pengembangan berbagai formula yang berguna dalam melakukan pengukuran psikologis. Indeks daya beda, indeks kesukaran, efektivitas distraktor, reliabilitas dan validitas adalah formula penting yang disarikan dari teori tes klasik.

6 B. Analisis Karakteristik Psikometri Alat tes yang efektif dan bermanfaat tergantung kepada kualitas aitem yang terdapat di dalam alat tes tersebut (Kumar, 2009). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Anwar (2006) bahwa kualitas tes bergantung kepada kualitas aitem yang menyusunnya yang dapat diketahui melalui beberapa parameter diantaranya adalah, taraf kesukaran aitem, daya pembeda aitem dan untuk tes objektif jawaban selain kunci haruslah dapat berfungsi secara efektif (efektivitas distraktor). 1. Indeks Kesukaran Aitem a. Pengertian Indeks Kesukaran Aitem Indeks kesukaran aitem adalah proporsi jumlah subjek yang menjawab benar pada suatu aitem berbanding jumlah subjek yang menjawab pada aitem tersebut (Azwar, 2007). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Tate (dalam Kumar, 2009) indeks kesukaran aitem dapat diukur dengan mengetahui proporsi jumlah subjek yang menjawab aitem dengan benar dengan jumlah subjek yang menjawab aitem tersebut. Berdasarkan dari pengertian ini dapat dilihat bahwa indeks kesukaran aitem sama dengan nilai rata-rata subjek dalam kelompok. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Suryabrata (2005) bahwa presentase subjek yang menjawab benar suatu aitem itu sama dengan nilai rata-rata kelompok subjek yang dites, karena itu indeks kesukaran aitem sering juga disebut indeks kesukaran rata-rata. Indeks kesukaran aitem ditentukan oleh seberapa banyak peserta tes berhasil menjawab aitem dengan benar. Semakin banyak peserta tes menjawab dengan benar,

7 semakin mudah aitem tersebut. Begitu juga sebaliknya semakin sedikit peserta menjawab dengan benar, maka semakin sulit aitem tersebut. Indeks kesukaran aitem disimbolkan dengan p. Rumusan ini dituangkan dalam formula. p = (6) Keterangan: p = Indeks kesukaran aitem ni = Banyak peserta tes yang menjawab benar N = Banyak peserta tes yang menjawab aitem Indeks kesukaran aitem dapat membantu dalam menyusun aitem, aitem mana yang harus diletakkan di awal, di tengah hingga di akhir (Kumar, 2009). Pernyataan ini didukung oleh Murphy & Davidshofer (2003) disarankan untuk menyusun aitemaitem dalam tes secara sistematis, dengan menempatkan aitem-aitem berdasarkan tingkat kesukarannya, mulai dari aitem yang paling mudah hingga yang paling sulit. Sehingga pola penyusunan aitem-aitem dalam tes dimulai dari aitem dengan harga p yang paling tinggi hingga aitem dengan harga p yang paling rendah (Murphy & Davidshofer, 2003). b. Analisis Indeks Kesukaran Aitem Tes disusun bertujuan untuk melihat perbedaan individu sehingga jika tidak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan dengan benar, dalam artian soal sangat susah (p = 0) bahkan sebaliknya jika soal sangat mudah sehingga semua dapat menjawab pertanyaan dengan benar (p = 1) tentu tujuan alat tes tidak dapat dipenuhi (Murphy & Davidshofer, 2003).

8 Menurut Azwar (2005), tingkat kesukaran yang terbaik bergantung pada tujuan dari tes tersebut, untuk tes prestasi yang bertujuan untuk evaluasi formatif misalnya, tidak jarang diperlukan aitem-aitem yang mudah atau aitem-aitem dengan harga p tinggi, namun demikian untuk tes yang bertujuan untuk proses seleksi masuk, terlebih dalam tes masuk yang bertujuan untuk proses pendidikan, harus diusahakan tes yang memiliki harga p yang rendah atau aitem yang sulit, sehingga individu yang dinyatakan lulus selanjutnya adalah individu yang benar-benar menguasai serta mampu untuk mengikuti proses pendidikan selanjutnya (Suryabrata, 2005). Tabel 1. Kategorisasi Batasan Nilai p No P Kategori 1 P<0,3 Sulit 2 0.3<P<0,7 Sedang 3 P>0,7 Mudah Umumnya pada penyusunan instrumen tes disarankan untuk menggunakan aitem dengan taraf kesukaran sedang (p = 0,50) tidak disarankan untuk menggunakan aitem yang memiliki taraf kesukaran ekstrim, baik yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Aiken (2008) menambahkan bahwa nilai p juga dipengaruhi oleh jumlah pilihan jawaban. Tabel 2. Kategorisasi Batasan Nilai p Berdasarkan Jumlah Pilihan Jawaban No Jumlah Pilihan P Jawaban 1 2 0, , , ,60

9 5 Jawaban terbuka 0,50 Nilai p dipengaruhi oleh jumlah pilihan jawaban, Sehingga akan berbeda indeks kesukaran aitem yang memiliki dua pilihan jawaban dengan aitem yang memiliki tiga atau lebih pilihan jawaban, karena jika hanya ada dua pilihan jawaban berarti hanya terdapat dua kemungkinan apakah subjek menjawab benar atau salah, sehingga seharusnya indeks kesukaran aitem bernilai tinggi. 2. Indeks Daya Beda Aitem a. Pengertian Indeks Daya Beda Aitem Daya beda aitem merupakan kemampuan aitem dalam membedakan antara individu yang memiliki atribut psikologis yang diukur dengan individu yang tidak memiliki atribut psikologis yang diukur sehingga dalam penelitian ini daya beda aitem pada IST subtes SE dapat diartikan sebagai kemampuan aitem dalam membedakan individu yang memiliki pengetahuan umum dengan individu yang tidak memiliki pengetahuan umum. Aitem yang memiliki indeks daya beda yang baik adalah aitem dapat dijawab benar oleh sebagian besar kelompok subjek kemampuan tinggi, dan dijawab salah oleh sebagian besar kelompok subjek kemampuan rendah jadi kesimpulannya indeks daya beda aitem merupakan suatu harga yang menunjukkan perbedaan proporsi penjawab aitem dengan benar antara kelompok yang memiliki kemampuan tinggi dengan kelompok yang memiliki kemampuan rendah.

10 Daya beda aitem dilakukan untuk memenuhi tujuan pengukuran psikologis yaitu untuk mengukur perbedaan individu atau reaksi individu yang sama pada situasi yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1997). Murphy dan Davidshofer (2003) mengatakan bahwa aitem yang baik seharusnya dapat membedakan kelompok individu yang mampu mengerjakan tes dengan individu yang tidak, atau dengan kata lain antara kelompok yang memiliki kemampuan tinggi dengan kelompok yang memiliki kemampuan rendah. Indeks daya beda aitem disimbolkan dengan d. d = - (7) Keterangan: nit = Jumlah peserta dari kelompok tinggi yang menjawab aitem dengan benar Nt = Jumlah peserta dari kelompok tinggi nir = Jumlah peserta dari kelompok rendah yang menjawab aitem dengan benar Nr = Jumlah peserta dari kelompok rendah Karena = p, maka d dapat juga diformulasikan dengan: d = pt-pr (8) Keterangan: pt = Indeks kesukaran aitem kelompok tinggi pr = Indeks kesukaran aitem kelompok rendah

11 Menurut Murphy dan Davidshofer (2003) ada tiga cara statsistik yang dapat digunakan untuk mengestimasi daya beda aitem, yaitu: 1. Metode Kelompok Ekstrim Metode kelompok ekstrim dapat digunakan untuk mengukur daya beda aitem pada kelompok yang besar. Daya beda aitem dapat dihitung dengan cara membagi kelompok menjadi dua, kelompok tinggi yakni kelompok yang memiliki skor yang tinggi (25-35 % nilai tertinggi didalam kelompok) dan kelompok rendah yakni kelompok yang memiliki nilai yang rendah (25-35 % nilai terendah dalam kelompok). Aitem yang memiliki indeks daya beda aitem yang baik akan dijawab benar oleh kelompok tinggi dan dijawab salah oleh kelompok rendah. 2. Korelasi aitem-total Korelasi aitem-total memberikan informasi tentang apakah aitem mengukur hal yang sama dengan tes, korelasi aitem-total dapat dihitung menggunakan korelasi point biserial. Korelasi point biserial digunakan jika variabel kontinu dihubungkan dengan variabel dikotomi yang sesungguhnya. Contoh variabel dikotomi sesungguhnya adalah benar-salah, psikotik-normal, buta warna-normal (Kumar, 2009). Korelasi point biserial yang bernilai positif menunjukkan bahwa aitem dan tes mengukur hal yang sama, nilai mendekati nol menunjukkan bahwa bahwa aitem tidak memiliki indeks daya beda yang baik sehingga kelompok tinggi menjawab pertayaan dengan salah dan kelompok rendah menjawab pertanyaan dengan benar. Nilai negatif

12 menunjukkan bahwa aitem tidak mengukur hal yang sama dengan alat tes. Korelasi poin biserial diformulasikan sebagai berikut: (9) Keterangan: bis = Korelasi poin biserial µ + = Rata-rata skor kriteria bagi individu yang menjawab jawaban dengan benar µ = Rata-rata skor kriteria kelompok Standar deviasi skor kriteria kelompok P = Indeks Kesulitan aitem Q = 1-P 3. Korelasi inter-aitem Korelasi inter-aitem digunakan untuk memahami pengukuran daya beda aitem. Korelasi inter-aitem tidak menjelaskan mengapa beberapa aitem menunjukkan nilai yang tinggi ataupun rendah karena sangat jelas bahwa aitem yang memiliki nilai korelasi aitem-total yang positif akan menunjukkan nilai yang positif juga pada kebanyakan aitemnya, namun korelasi aitem-total tidak dapat menjelaskan mengapa korelasi aitem total dapat bernilai negatif dan dalam hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan korelasi inter-aitem. Korelasi inter-aitem dapat membantu dalam memahami mengapa beberapa aitem gagal dalam membedakan subjek yang memiliki kemampuan dengan subjek

13 yang tidak memiliki kemampuan, dalam artian kelompok tinggi dapat menjawab dengan salah dan subjek dari kelompok rendah dapat menjawab dengan benar. Korelasi inter-aitem yang bernilai rendah dapat memiliki dua arti, kemungkinan pertama adalah aitem tidak mengukur hal yang sama dengan tes, sehingga aitem harus dibuang atau dibuat ulang, kemungkinan kedua adalah aitem memang mengukur atribut yang berbeda dengan tes dikarenakan tes memang disusun untuk mengukur dua atribut yang berbeda. Daya beda aitem dalam penelitian dapat diestimasi dengan korelasi aitem total dengan menggunakan korelasi point biserial. b. Analisis Indeks Daya Beda Aitem Indeks daya beda aitem secara matematis akan berkisar mulai dari -1 sampai dengan +1, namun demikian hanya harga d yang bernilai positif saja yang memiliki arti dalam analisis aitem. Harga d yang berada disekitar 0 menunjukkan bahwa aitem yang bersangkutan mempunyai daya beda yang rendah sedangkan harga d yang negatif menunjukkan bahwa aitem yang bersangkutan tidak berguna sama sekali bahkan bisa menyesatkan. Indeks daya beda aitem yang ideal adalah yang mendekati angka 1, semakin besar indeks daya beda (semakin mendekati 1) berarti aitem tersebut mampu membedakan antara individu yang menguasai materi yang diujikan dan mereka yang tidak menguasainya, semakin kecil daya beda aitem (semakin mendekati 0) berarti semakin tidak jelaslah fungsi aitem yang bersangkutan dalam membedakan mana

14 subjek yang menguasai materi yang diujikan dan subjek yang tidak tahu apa-apa (Azwar, 2007). Ebel (dalam dalam Azwar, 2007) terdapat suatu panduan dalam evaluasi indeks daya beda aitem, yaitu : Tabel 3. Evaluasi Indeks Daya Beda Aitem Indeks Daya Beda Evaluasi 0,4 atau lebih Bagus sekali 0,3-0,39 Lumayan bagus, tidak membutuhkan revisi 0,2 0,29 Belum memuaskan, perlu revisi Kurang dari 0,20 Jelek dan harus dibuang Thorndike (dalam Azwar, 2007) bahwa dalam proses seleksi aitem, aitemaitem yang memiliki nilai daya beda aitem di atas 0,50 akan langsung dianggap baik sedangkan aitem-aitem dengan indeks daya beda di bawah 0,20 dapat langsung dibuang dan dianggap jelek. 3. Efektivitas Distraktor a. Pengertian Efektivitas Distraktor Aitem yang baik harus memiliki dua karakteristik yaitu: pertama individu yang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan haruslah menjawab pertanyaan tersebut dengan benar, kedua individu yang tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan haruslah memilih pilihan jawaban secara acak

15 (Murphy & Davidshofer, 2003), jadi dapat disimpulkan karakteristik kedua adalah efektivitas distraktor. Efektivitas distraktor diperiksa untuk melihat apakah semua distraktor atau semua pilihan jawaban yang bukan kunci jawaban telah berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu apakah distraktor-distraktor tersebut telah dipilih lebih banyak (atau semua) individu dari kelompok rendah sedangkan individu dari kelompok tinggi hanya sedikit (atau tidak ada) yang memilihnya. Pengaruh yang jelas ketika distraktor yang digunakan tidak popular adalah tingkat kesukaran aitem menjadi rendah. b. Analisis Efektivitas Distraktor Terdapat dua kemungkinan jika jumlah orang yang menjawab suatu distraktor melebihi jumlah yang diharapkan. Pertama, kemungkinannya bahwa pilihan subjek tersebut menunjukkan pengetahuan parsial. Artinya subjek mengetahui bahwa distraktor yang dipilihnya tersebut juga berkaitan dengan pengetahuan yang dipertanyakan. Kedua, kemungkinan yang ditakutkan adalah aitem tersebut merupakan aitem buruk yang menjebak. Artinya, jika salah satu distraktor lebih dikenal oleh subjek yang memiliki pengetahuan baik mengenai domain ukur dan jika identifikasi dari respon benar merupakan jawaban yang kurang dikenal atau tidak jelas maka aitem ini tidak valid mengukur kawasan ukurnya. Kehadiran aitem dengan distraktor yang sangat tidak asing bagi subjek memiliki reliabilitas dan validitas tes yang rendah (Murphy & Davidshofer, 2003). Jumlah subjek yang diharapkan menjawab pertanyaan adalah perbandingan anatara subjek yang menjawab salah dengan jumlah distraktor. Efektivitas distraktor dapat dilihat dari dua kriteria:

16 1. Distraktor dipilih oleh individu dari kelompok rendah 2. Pemilih distraktor yang tersebar relatif proporsional pada masing-masing distraktor yang ada. Penelitian ini melihat efektivitas distraktor berdasarkan distraktor yang dipilih oleh individu dari kelompok rendah, dan distraktor yang menyebar secara proporsional pada masing-masing distraktor yang ada. 4. Reliabilitas Alat Ukur a. Pengertian Reliabilitas Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang berasal dari kata rely dan ability. Ada banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan reliabilitas, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun pada intinya konsep reliabilitas memiliki makna sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2007), karena konsepsi mengenai reliabilitas berkaitan dengan indeks konsistensi antara dua perangkat skor tes, maka formula reliabilitas selalu dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Azwar, 2007). Menurut Suryabrata (2005) reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya, yang mana hal ini ditunjukkan oleh taraf konsistensi skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama atau minimal setara, dalam kondisi yang berbeda.

17 Crocker dan Algina (2005) menjelaskan bahwa pada dasarnya reliabilitas menggambarkan indeks konsistensi, yaitu : a reliability term refers to the degree to which individuals deviation scores, or z-scores, remain relatively consistent over repeated administration of the same test or alternate test forms. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas menunjukkan pada indeks konsistensi penyimpangan skor individu. Menurut Kumar (2009) ada dua pengertian reliabilitas yang hampir mirip yaitu: 1. Reliabilitas adalah proporsi varians skor murni dengan varians skor tampak 2. Reliabilitas adalah proporsi varians eror skor murni dengan varians eror skor tampak. b. Bentuk Estimasi Reliabilitas Teori Tes Klasik mengasumsikan bahwa varians skor observasi kelompok orang sama dengan varians skor sesungguhnya ditambah dengan varians karena eror pengukuran sistematis, karena varians skor sesungguhnya tidak dapat langsung dihitung, reliabilitas di estimasi dengan menganalisa dampak variasi pada skor penyelenggara dan isi tes pada skor yang diobservasi. Beberapa metode untuk mengesitimasi reliabilitas: 1. Pendekatan tes ulang Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyajikan tes dua kali pada suatu kelompok yang sama yang diantara penyajian kedua tes tersebut diberi rentang waktu, sehingga akan diperoleh dua distribusi skor dari kelompok tersebut.

18 Komputasi koefisien korelasi antara kedua distribusi skor kelompok tersebut akan menghasilkan koefisien reliabilitas. Mengingat bahwa dalam prakteknya pendekatan ini mengandung kelemahan yaitu kondisi subjek pada tes kedua tidak lagi sama dengan kondisi subjek pada tes pertama baik dari proses belajar, perubahan motivasi, pengalaman, sehingga pendekatan ini lebih baik digunakan bila objek ukur berupa keterampilan, terutama keterampilan fisik. 2. Pendekatan tes paralel Pendekatan reliabilitas bentuk paralel dilakukan dengan memberikan sekaligus dua bentuk tes yang paralel kepada sekelompok subjek, dalam pelaksanaannya kedua tes yang paralel tersebut dapat digabungkan sehingga seakanakan merupakan satu bentuk tes, setelah dijawab subjek barulah aitem-aitem masingmasing tes semula dipisahkan, sehingga diperoleh dua distribusi skor. Keuntungan cara ini adalah subjek tidak merasa berat untuk menjawab pertanyaan dalam tes sehingga dapat mengurangi efek carry-over namun kelemahan pendekatan ini adalah sulitnya menyusun perangkat tes yang paralel. 3. Pendekatan konsistensi internal Seperangkat tes diberikan kepada sekelompok subjek satu kali sehingga diperoleh satu distribusi skor tes dari kelompok subjek tersebut. Prosedur analisis reliabilitasnya diarahkan pada analisis terhadap aitem-aitem atau terhadap kelompokkelompok aitem dalam tes itu sehingga perlu dilakukan pembelahan tes menjadi beberapa kelompok aitem yang disebut belahan tes. Membelah tes prinsipnya adalah

19 mengusahakan agar antar belahan memiliki jumlah aitem sama banyak, taraf kesukaran seimbang, isi sebanding, dan memenuhi ciri-ciri paralel. Berikut beberapa pilihan cara untuk membelah tes menjadi lebih dari dua bagian. 1. Pembelahan cara random Membelah tes menjadi dua bagian secara random dapat dilakukan dengan cara undian sederhana guna menentukan aitem-aitem nomor berapa sajakah yang dimasukkan menjadi belahan pertama dan yang mana menjadi belahan kedua. Pembelahan secara random hanya boleh dilakukan bila tes yang akan dibelah berisi aitem-aitem yang homogen baik dari segi konten maupun segi taraf kesukaran aitem, namun jika aitem tersebut heterogen dapat juga menggunakan cara pembelahan ini asalkan aitem tersebut jumlahnya sangat besar. 2. Pembelahan gasal-genap Pembelahan gasal-genap dilakukan dengan cara mengelompokkan seluruh aitem yang bernomor urut gasal menjadi belahan pertama dan seluruh aitem yang bernomor urut genap dijadikan satu kelompok belahan kedua. Cara pembelahan ini selain mudah dilakukan juga dapat menghindari kemungkinan terjadinya pengelompokkan aitem-aitem tertentu ke dalam salah satu belahan saja. 3. Pembelahan matched-random Subtes Pembelahan dengan cara matched-random subtes ditemukan oleh Gulikksen (1950), sebelum melakukan pembelahan tes terlebih dahulu harus dihitung indeks taraf kesukaran aitem serta korelasi aitem dengan skor total tes, dengan cara ini setiap aitem dalam tes diletakkan pada satu posisi atau titik tertentu dalam grafik

20 berdasarkan harga indeks kesukaran aitem dan korelasi antara aitem yang bersangkutan dengan skor tes. Keuntungan menggunakan pendekatan konsistensi internal adalah, dapat menghindari masalah-masalah yang biasanya ditimbulkan oleh pendekatan tes ulang dan pendekatan tes paralel. c. Formula Estimasi Reliabilitas Konsistensi Internal Formula estimasi yang berbeda, walaupun dikenakan pada data yang sama, pada umumnya tidak akan menghasilkan koefisien yang serupa. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap hasil komputasi koefisien reliabilitas adalah: 1. Perbedaan konsep dan dasar pikiran yang melandasi ide dasar terbentuknya suatu formula. 2. Sifat distribusi skor kelompok subjek. 3. Homogenitas aitem-aitem dalam tes. 4. Homogenitas isi dan varians antar belahan tes. 5. Indikasi yang ditunjukkan oleh hasil teknik perhitungan tertentu. Berikut beberapa formula estimasi yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas: 1. Spearman-Brown Formula komputasi Spearman-Brown merupakan formula koreksi terhadap koefisien korelasi antara dua bagian tes dan dirumuskan sebagai berikut (Azwar, 2005):

21 S-B = r xx = (10) Keterangan: r xx = Koefisien reliabilitas Spearman-Brown r 12 = Koefisien korelasu antara dua belahan Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, pembelahan tes dilakukan dengan cara gasal-genap dan matched-random subtes dan menghasilkan dua bagian yang paralel satu sama lain dan korelasi antara kedua belahan paralel tersebut cukup tinggi. 2. Rulon Rulon (1939) mempersoalkan reliabilitas tes yang dibelah menjadi dua belahan, jika sekiranya belahan tersebut setara maka secara teori skor subjek pada perangkat belahan pertama dan skor perangkat belahan kedua akan sama. Jika skorskor pada kedua perangkat itu tidak sama, maka itu terjadi karena kesalahan pengukuran. Berdasarkan atas pemikiran ini maka diusulkan rumus reliabilitas tes sebagai berikut (Suryabrata, 2005): r xx = 1- s d 2 /s x 2 (11) Keterangan: s d 2 s x 2 d = Varians perbedaan skor kedua belahan = Varians skor tes = Perbedaan skor kedua belahan

22 Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, belahan tes tidak harus paralel, namun harus memenuhi asumsi τ-equivalent. 3. Koefisien alpha belah dua Formula koefisien alpha untuk estimasi reliabilitas belah dua dirumuskan sebagai berikut: r xx = 2 (12) Keterangan: = Varians pada belahan 1 = Varians pada belahan 2 = Varians total skor tes Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, belahan tes tidak harus paralel, namun harus memenuhi asumsi τ-equivalent, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait. 4. Koefisien alpha belah lebih dari dua Pembelahan tes tidak hanya terbatas pada membagi tes ke dalam dua belahan saja. Cara-cara pembelahan dapat diperluas pemakainnya untuk membagi tes menjadi beberapa belahan. Bahkan suatu tes yang akan diestimasi reliabilitasnya dapat dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap bagian hanya berisi satu aitem saja.

23 Tes yang dibelah menjadi lebih dari dua belahan yang masing-masing berisi aitem yang berjumlah sama banyak kita dapat menggunakan formula alpha dengan rumus: = (13) Keterangan : = banyaknya belahan tes = varians belahan j; j = 1, 2 k = varians skor tes Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, setiap belahan memiliki aitem yang relatif setara, paralel setidaknya memenuhi asumsi τ- equivalent, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait. 5. Kuder-Richardson 20 (KR-20) KR 20 merupakan rata-rata estimasi reliabilitas dari semua cara belah-dua yang mungkin dilakukan. Koefisien ini juga mencerminkan sejauhmana kesetaraan isi aitem-aitem dalam tes. Rumusan formula KR-20 adalah: (14) Keterangan : = Banyaknya aitem dalam tes = Varians skor tes

24 p = Proporsi subjek yang mendapat angka 1 pada suatu aitem, yaitu banyaknya subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh banyaknya seluruh subjek yang menjawab aitem tersebut. Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi, jumlah aitem sedikit dan membelahan tes sebanyak jumlah aitem, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait, dan tingkat kesukaran aitem haruslah bervariasi. 6. Kuder-Richardson 21 (KR-21) Perhitungan KR-21 menggunakan rata-rata harga p dari keseluruhan aitem. hal inilah yang membedakan antara KR-20 dengan KR-21. Rumusan formula KR-21 adalah: (15) Keterangan : = Banyaknya aitem dalam tes = Rata-rata p yaitu, = Varians skor tes sebagai: Untuk mempermudah komputasi, formula KR-21 dapat pula dinyatakan (16)

25 Keterangan : M x = Harga rata-rata means skor tes Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi, jumlah aitem sedikit dan membelahan tes sebanyak jumlah aitem Estimasi koefisien reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan konsistensi internal dengan formula estimasi koefisien reliabilitas yang digunakan adalah KR-20. d. Interpretasi Koefisien Reliabilitas Reliabilitas merupakan konsistensi performa relatif subjek pada tes-tes yang diadminstrasikan ulang atau paralel, namun ketidakkonsistenan skor dapat terjadi terutama disebabkan oleh eror yang mempengaruhi performa subjek yang mengikuti tes.terdapat dua jenis eror yang mempengaruhi performa subjek, yaitu: 1. Eror yang sistematik yaitu kecendrungan subjek untuk memperoleh skor yang semuanya tinggi atau sebaliknya semuanya rendah. Eror ini akan secara konsisten mempengaruhi performa individu dalam mengerjakan tes. Sumber eror ini biasanya berkaitan dengan karakteristik subjek atau alat tes. 2. Eror tidak sistematik yaitu kecendrungan subjek memperoleh skor yang tidak tetap. Eror ini secara tidak sengaja muncul dan mempengaruhi skor individu. Eror ini bersifat acak. Sumber eror ini seperti kelelahan memori, situasi tes (misalnya suhu ruangan yang terlalu dingin atau terlalu panas), dan suasana hati subjek. Eror yang telah dijelaskan dapat mengakibatkan skor yang diperoleh individu (skor tampak) tidak selalu sama dengan skor murni seseorang dalam konteks suatu performansi tertentu, padahal skor murnilah yang mencerminkan kondisi sebenarnya

26 dari performansi subjek terhadap kriteria tertentu, oleh karena skor murni tidak dapat diperoleh secara langsung, koefisien reliabilitas merupakan salah satu bentuk pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai ini, melalui koefisien ini dapat diestimasi letak skor murni tersebut dalam suatu wilayah interval tertentu. Penafsiran terhadap koefisien reliabilitas harus dilakukan melalui penafsiran standard eror pengukuran, dengan rumusan sebagai berikut: SE m = S x (17) Keterangan: SE m S x = Standar eror pengukuran = Standar deviasi skor Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes, maka kemungkinan kesalahan yang terjadi akan semakin kecil, jadi tidak ada harga mati dalam koefisien reliabilitas. Tingi rendahnya koefisien reliabilitas sangat bergantung kepada tujuan penerapan tes (Suryabrata, 2005). Murphy dan Davidshofer (2003) menyatakan bahwa reliabilitas yang rendah dapat diterima jika tes digunakan untuk membuat keputusan awal, tidak untuk keputasan akhir dan tes yang digunakan untuk mengelompokkan individu kedalam krlompok yang kecil berdasarkan perbedaan yang mencolok. Reliabilitas yang tinggi diperlukan untuk tes yang digunakan untuk membuat keputusan akhir dan tes yang digunakan untuk mengelompokkan individu kedalam kategori yang beragam yang berdasarkan perbedaan yang kecil antara individu. Tabel 4.Tingkat Reliabilitas untuk Berbagai Tipe Tes

27 Estimasi Reliabilitas Bentuk Tes Interpretasi 0.95 Pengukuran eror sebenarnya memiliki efek yang rendah 0.90 Tes Intelegensi Reliabilitas tinggi-sedang 0.85 Tes Prestasi Tes Pilihan Reliabilitas sedang-rendah Ganda 0.70 Skala 0.65 Reliabilitas rendah 0.60 Tes Proyektif Skor murni dan eror memiliki efek yang sama dalam pengukuran Berdasarkan tabel diatas maka IST harus memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0.9. e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Reliabilitas Crocker & Algina (2005) menjelaskan bahwa ada 3 hal utama yang secara tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya koefisien reliabilitas suatu instrumen, yaitu: 1. Homogenitas Kelompok Homogenitas kelompok harus diperhatikan ketika menyusun alat tes karena dalam suatu kondisi tes, semakin besar homogenitas kelompok berkaitan dengan trait-trait tertentu yang diukur maka indeks reliabilitas akan semakin rendah bila dibandingkan dengan kondisi ketika kelompok sampel lebih heterogen. 2. Batasan Waktu dalam Tes

28 Tes yang memiliki waktu yang lebih panjang cenderung akan memiliki indeks reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan tes yang memiliki waktu yang lebih pendek. 3. Panjang Tes Panjang dari suatu tes sangat bergantung dengan seberapa banyaknya aitemaitem yang menyusun tes tersebut. Semakin banyak aitem yang memiliki kualitas baik dalam suatu tes, maka semakin tinggi pula indeks reliabilitas instrumen tersebut. 5. Validitas a. Pengertian Validitas Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannnya pengukuran tersebut, sehingga disini tampak bahwa bahwa pengertian validitas juga sangat erat kaitannya dengan tujuan pengukuran, oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik, dengan demikian, pernyataan valid terhadap suatu pengukuran harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan awal pengukuran serta kelompok subjek yang mana (Azwar, 2007). Sisi lain dari pengertian validitas menurut Azwar (2007) adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu

29 menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain. b. Jenis-Jenis Validitas 1. Content related validation Validitas isi menunjukkan sejauhmana tes yang merupakan seperangkat aitem-aitem dilihat dari isinya memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (sesuai dengan kawasan ukur). Ukuran sejauhmana ini ditentukan berdasar indeks representatifnya isi tes tersebut bagi isi hal yang akan diukur. Validitas berdasarkan estimasi isi merupakan bentuk validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. 2. Criterion related validation Validitas berdasar kriteria merupakan validitas yang diperlihatkan oleh adanya hubungan skor pada tes yang bersangkutan dengan skor suatu criteria, dalam validasi tes berdasar kriteria, umumnya tes yang akkan diuji validitasnya disebut sebagai prediktor. Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas, yaitu : a). Validitas prediktif Estimasi validitas prediktif sangat penting artinya bila tes yang dimaksud berfungsi sebagai prediktor bagi performansi diwaktu yang akan datang (Azwar, 2005).

30 b). Validitas konkuren Estimasi validitas konkuren dilakukan apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama. Azwar (2007) mengatakan bahwa sebagian besar faktor kriteria dalam estimasi validitas konkuren ialah skor tes lain yang biasanya sudah teruji dan terstandar dengan baku. 3. Construct related validation Ada baiknya diketahui pengertian konstrak terlebih dahulu, Sebelum membahas tentang validitas konstrak, konstrak psikologis adalah suatu konsep yang dengan kesadaran penuh sengaja diciptakan bagi tujuan ilmiah khusus, dan konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk melalui generalisasi dari hal-hal khusus (Kerlinger, 1973). Konstrak terdiri dari dua proposisi, yaitu: 1. Definisi dan spesifikasi mengenai suatu konsep secara sistematis dan terencana sehingga memungkinkan dilakukannya observasi an pengukuran terhadapnya. Dalam hal ini konstrak dapat berupa petunjuk kegiatan-kegiatan atau tindakan yang diperlukan dalam pengukuran suatu konstrak. 2. Konstrak tersebut dimasukkan kedalam bagan teori yang dengan berbagai cara akan dikaitkan dengan konstrak-konstrak lain. Dengan kata lain merumuskan hipotesis yang mengaitkan konstrak baru tersebut dengan konstrak-konstrak lain kedalam jalinan teoritis yang kompak. Prinsipnya, pengujian kedua proposisi inilah yang menjadi fokus kajian dalam validitas konstrak. Validitas konstrak adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana

31 suatu tes mengukur trait atau konstrak teoretik yang hendak diukurnya (Azwar, 2007). Fokus pengujian validitas konstrak tersebut adalah: 1. Apakah data yang dikumpulkan dari alat ukur yang disusun telah mendukung konstruksi teorinya. 2. Apakah bukti-bukti empiris yang dikumpulkan dari berbagai pengujian relasi telah mendukung hipotesis dalam bagan teorinya. Berdasarkan kedua fokus pengujian validitas konstrak tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pengujian pertama adalah analisis faktor dan fokus pengujian yang kedua adalah analisis multitrait multimethode. 1. Analisis faktor Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematik yang kompleks guna menganalisis hubungan diantara variable-variabel dan menjelaskan hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variable yang terbatas yang disebut faktor. 2. Analisis multitrait multimethode Campbell dan Fiske (dalam Murphy & Davidshofer, 2003) menguraikan tentang cara mengukur validitas konstrak dan menjelaskan bahwa jika ingin mengukur dua konstrak atau lebih menggunakan dua macam metode atau lebih dapat menggunakan pendekatan multitrait multimethode. Pendekatan multitrait multimethode menghasilkan dua macam validitas, yakni validitas konvergen dan validitas diskriminan. Dasar pemikirannya adalah suatu tes

32 harus berkorelasi tinggi dengan variabel-variabel yang secara teori harus berkorelasi tinggi inilah yang disebut validitas konvergen dan tidak berkorelasi dengan variablevariabel yang secara teori tidak berkorelasi (validitas diskriminan). Teknis penerapan pendekatan multitrait multimethode adalah sebagai berikut. Pada suatu kesempatan dilakukan pengukuran terhadap lebih dari satu konstrak dengan menggunakan lebih dari satu metode, kemudian diari interkorelasi antara hasil pengukuran itu. Interkorelasi itu adalah antara hal-hal berikut: 1. Konstrak yang sama diukur dengan alat yang sama (monotrait-monomethode). 2. Konstrak yang sama diukur dengan alat yang berbeda (monotraitheteromethode). 3. Konstrak yang berbeda diukur dengan alat yang sama (heterotraitmonomethode). 4. Konstrak yang berbeda diukur dengan alat yang berbeda (heterotraitheteromethode). Teori koefisien korelasi untuk keempat hal yang telah dijelaskan adalah: 1. Konstrak yang sama diukur dengan alat yang sama (monotrait-monomethode) koefisien korelasinya akan tinggi karena menjelaskan tentang unsur konvergen 2. Konstrak yang berbeda diukur dengan alat yang berbeda (heterotraitheteromethode) koefisien korelasinya akan tinggi karena menjelaskan tentang unsur diskriminan ( Suryabrata,2005).

33 Penelitian ini akan menggunakan validitas konstruk tes dengan metode multitrait-multimethode meliputi validitas diskriminan dan validitas konvergen. c. Interpretasi Koefisien Validitas Interpretasi koefisien validitas bersifat relatif, tidak ada batasan pasti mengenai koefisien terendah yang harus dipenuhi agar validitas dinyatakan memuaskan. Estimasi validitas pada umumnya tidak dapat dituntut koefisien yang tinggi sekali. Koefisien validitas yang dianggap memuaskan akan dikembalikan kepada para penguji validitas dan pemakai tes itu sendiri, terutama pemakai alat tes yang akan memanfaatkan keputusan yang didasari hasil pengukuran yang bersangkutan (Azwar, 2005). Koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0,30. Angka ini ditetapkan sebagai konvensi yang didasarkan pada asumsi distribusi skor dari kelompok subjek yang berjumlah besar. 6. Analisis Karakteristik Psikometri Alat tes merupakan kumpulan aitem-aitem yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk mengukur sesuatu yang menjadi tujuannya, jadi dapat dikatakan bahwa alat tes yang berkualitas akan disusun oleh aitem yang berkualitas juga. Kualitas suatu aitem dapat dilihat dari analisis aitemnya, Menurut (Murphy & Davidshofer, 2003) analisis aitem dapat memberikan tiga informasi penting yaitu, informasi tentang distraktor, informasi tentang tingkat kesukaran aitem

34 dan informasi tentang daya beda aitem. Tiga informasi ini berbeda namun saling terkait satu dan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam keterkaitan antara distraktor dengan kesukaran aitem, kesukaran aitem dengan diskriminasi dan distraktor dengan diskriminasi. Tingkat kesukaran aitem sangat dipengaruhi oleh tingkat keterpercayaan distraktor, jika semua distraktor tidak masuk akal maka subjek akan dengan mudah untuk memilih jawaban yang benar tanpa harus memiliki pengetahuan tentang hal yang ditanyakan, tentu hal ini mempengaruhi tingkat kesukaran aitem, sehingga tingkat kesukaran aitem menjadi rendah. Tingkat kesukaran aitem secara langsung mempengaruhi diskriminasi aitem. Aitem yang sangat susah (p = 0) dan aitem yang sangat mudah (p = 1) tidak dapat membedakan antara subjek yang memiliki pengetahuan dan subjek yang tidak memiliki pengetahuan sehingga indeks daya beda bernilai rendah. Aitem yang memiliki distraktor yang buruk tentu memiliki indeks daya beda aitem yang buruk juga, karena sebagaimana yang telah dijelaskan tadi, distraktor yang buruk akan membuat subjek dengan mudah menjawab pertanyaan atau sebaliknya membuat subjek susah untuk menjawab pertanyaan sehingga juga berpengaruh terhadap diskriminasi aitem karena tidak dapat membedakan subjek yang memiliki pengetahuan dengan subjek yang tidak memiliki pengetahun. Perubahan banyaknya aitem akan menyebabkan perubahan reliabilitas. Bila aitem dalam tes bertambah banyak, maka sampai batas tertentu reliabilitasnya juga akan meningkat (Azwar, 2005), namun perlu diingat bahwa hanya penambah aitem

35 yang berkualitaslah yang dapat meningkatkan reliabilitas. Tes yang meningkat reliabilitasnya akan meningkat pula validitasnya, karena semakin tinggi proporsi varians skor tampak yang merupakan varians skor murni maka semakin tinggi reliabilitasnya maka semakin besar pula varians yang sama-sama dimiliki oleh tes dan kriterinya sehingga validitasnya akan semakin tinggi juga. Alat tes yang baik haruslah reliabel dan valid. C. Intelligenz Strukture Test 1. Sejarah dan Perkembangan Amthauer mendefinisikan intelegensi sebagai sebuah bagian khusus dalam keseluruhan struktur kepribadian manusia. Intelegensi tidak hanya identik dengan proses intelektual, melainkan erat kaitannya dengan kehidupan dorongan, kemampuan, dan perasaan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, intelegensi merupakan keseluruhan struktur dari kemampuan jiwa-rohani yang akan tampak jelas dalam hasil tes. Intelegensi hanya akan dapat dikenali melalui manifestasinya misalnya pada hasil atau prestasi suatu tes. Dari pemikirannya tersebut, Amthauer berasumsi bahwa hasil tes dan kemampuan yang disimpulkan dari hasil tes memiliki kaitan satu sama lain dan membentuk suatu struktur tidak hanya hasil tes nya, begitu pula dengan pemeriksaannya. Dari asumsi inilah, Amthauer menyusun sebuah tes yang dinamakan IST dengan hipotesis kerja sebagai berikut : komponen dalam struktur tersebut tersusun secara hierarkis; maksudnya bidang yang dominan kurang lebih akan berpengaruh pada bidang-bidang yang lain; kemampuan yang dominan dalam struktur intelegensi akan menentukan dan mempengaruhi kemampuan yang lainnya.

36 Pandangan Amthauer pada dasarnya didasari oleh teori faktor, baik itu teori dua faktor, teori bifaktor, teori multifaktor, model struktur intelek Guilford dan teori hierarki faktor. Berdasarkan teori faktor yang menyatakan bahwa untuk mengukur inteligensi seseorang diperlukan suatu rangkaian baterai tes yang terdiri dari subtessubtes. Antara subtes satu dengan lainnya, ada yang saling berhubungan karena mengukur faktor yang sama (general factor atau group factor), tapi ada juga yang tidak berhubungan karena masing-masingnya mengukur faktor khusus (special factor). Sedangkan kemampuan seseorang itu merupakan penjumlahan dari seluruh skor subtes-subtes. Maka Amthauer menyusun IST sebagai baterai tes yang terdiri dari sembilan subtes. Karakteristik dari baterai tes Amthauer menunjukan adanya suatu interkorelasi yang rendah antar subtesnya (r = 0.25) dan korelasi antara subtes dengan jumlah (keseluruhan subtes) yang rendah pula ( r = 0.60). Rendahnya interkorelasi antara subtes menunjukkan bahwa alat ukur tersebut lebih cenderung mengukur kemampuan-kemampuan spesifik inteligensi individu. Tes IST terus dikembangkan oleh Amthauer dengan bantuan dari para koleganya, berikut adalah perkembangan tes IST dari tahun 1953 hingga tahun an: a. IST 1953 IST yang pertama ini pada awalnya hanya diperuntukan untuk usia 14 sampai dengan 60 tahun. Proses penyusunan norma diambil dari 4000 subjek pada tahun 1953.

37 b. IST 1955 IST merupakan pengembangan dari IST 1953, pada IST 1955 range untuk subjek diperluas menjadi berawal dari umur 13 tahun. Subjek dalam penyusunan norma bertambah menjadi 8642 orang. Pada tes ini sudah ada pengelompokan jenis kelamin dan kelompok usia c. IST 70 Permintan dan tuntutan pengguna yang menyarankan pengkoreksian dengan mesin juga pengembangan tes setelah penggunaan lebih dari 10 tahun, maka disusunlah IST 70. Dalam IST 70 ini tidak terlalu banyak perubahan, tes ini memiliki 6 bentuk, setiap pemeriksaan dilakukan 2 tes sebagai bentuk parallel yaitu A1 dan B2, atau C3 dan D4. Dua bentuk lainnya untuk pemerintah dan hanya bagi penggunaan khusus. Pada IST 70, rentang kelompok usia diperluas menjadi berawal dari 12 tahun. Disamping itu telah ditambah tabel kelompok dan pekerjaan. Namun demikian, pada IST 70 terdapat kekurangan yaitu penyebaran bidang yang tidak merata dan menggunkan kalimat dalam subtes RA sehingga jika subjek gagal dalam subtes ini dapat dimungkinkan karena tidak mampu mengerjakan soal hitungannya atau tidak mengerti kalimatnya. d. IST 2000 Koreksi dari IST 70, pada IST 2000 tidak terdapat soal kalimat pada soal hitungan. e. IST 2000-Revised

38 Terdapat beberapa perkembangan subtes pada IST 2000-R dan juga penambahan subtes. IST ini terdiri dari 3 modul, yaitu sebagai berikut : 1. Grundmodul-Kurzform (Modul Dasar-Singkatan); terdiri dari subtes : SE, AN, GE, RE, ZR, RZ, FA, WU, dan MA. 2. Modul ME; terdiri dari subtes ME Verbal dan ME Figural 3. Erweiterungmodul (Modul "menguji pengetahuan"); terdiri dari subtes Wissentest (tes pengetahuan) 2. Subtes IST IST adalah tes intelegensi yang dikembangkan oleh Rudolf Amthauer di Frankfurt, Jerman pada tahun Tes ini dipandang sebagai gestalt (menyeluruh), yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan secara makna (struktur). Struktur intelegensi tertentu meggambarkan pola kerja tertentu, sehingga akan cocok untuk profesi atau pekerjaan tertentu. Tes ini dikonstruksikan untuk subjek usia tahun setelah melalui uji coba kurang lebih pada 4000 orang. Di Indonesia tes ini pertamakali digunakan oleh psikolog angkatan darat Bandung, Jawa Barat. Intellegenz struktur test (IST) terdiri dari 9 subtes yaitu: 1. SE: melengkapi kalimat

39 Subtes ini mengukur pembentukan keputusan (dapatkah seseorang berprestasi, rasa realitas/ menilai yang mendekati realitas, common sense (memnfaatkan pengalaman masa lalu), dapatkah seseorang berpikir secara berdikari/ mandiri, dan berpikir praktis dalam kehidupan sehari-hari 2. WA: melengkapi kalimat Subtes ini mengukur kemampuan bahasa, perasaan empati, berpikir induktif menggunakan bahasa, memahami pengertian. 3. AN: persamaan kata Subtes ini mengukur kemampuan fleeksibilitas dalam berpikir, kemampuan berpikir logis/menggunakan pikiran sebagai dasar dalam berpikir (kedalaman berpikir). 4. GE: sifat yang dimiliki bersama Subtes ini mengukur kemampuan abstraksi, kemampuan untuk mneyatakan pengertian akan seseuatu dalam bentuk bahasa, membentuk suatu pengertian atau mencari inti persoalan. 5. RA: berhitung Subtes ini melihat aspek berpikir induktif praktis hitungan, kemampuan berhitung, menggunakan bilangan secara praktis dalam masalah hitungan. 6. ZR: deret angka

40 Subtes ini akan melihat bagaimana cara berpikir teoritis dengan hitungan 7. FA: memilih bentuk Subtes ini akan mengukur kemampuan dalm membayangkan, kemampuan mengkonstruksi (sintesa dan analisa), berpikir konkrit menyeluruh, memasukkan bagian pada suatu keseluruhan. 8. WU: latihan balok Subtes ini akan mengukur daya bayang ruang, dan kemapuan tiga dimensi. 9. ME: latihan simbol Subtes ini mengukur daya ingat, konsentrasi yang menetap, dan daya tahan. IST berdasarkan karakteristiknya, tergolong kelompok Multiple Aptitude Batteries Test, yaitu sebuah tes yang tersusun atas serangkaian subtes dimana masingmasing subtes tersebut mengukur suatu kemampuan (Anastasia& Urbina, 1997). 3. Subtes Satzergaenzung (SE) Subtes SE mengukur common sense, pembentukan keputusan, kemadirian berpikir, penekanan pada konkrit praktis, dan pemakaian realitis. aitem-aitemnya akan menuntut subjek untuk melakukan penilaian berdasarkan pengalaman konkrit dan informasi faktual yang dimilikinya dari penilaian subjek dapat dilihat apakah subjek mampu membentuk penilaian secara mandiri atau tergantung pada orang banyak dan apakah subyek memiliki kemampuan reasoning yang baik. Subtes SE terdiri dari 20 soal yang terdiri atas kalimat-kalimat, dengan lima pilihan jawaban. Skoring subtes ini berupa dikotomi, yaitu skor 0 untuk jawaban salah dan skor 1 untuk jawaban benar.

41 Subtes ini mengharuskan subyek untuk memilih salah satu kata yang tepat untuk mengisi satu kata yang hilang, sehingga susunan kalimat kalimat dalam soal menjadi sempurna. Tahap skoring yang digunakan adalah dengan memeriksa setiap jawaban dengan menggunakan kunci jawaban yang telah disediakan. Untuk semua subtes SE setiap jawaban benar diberi nilai 1, untuk jawaban salah atau kosong diberi nilai 0. Total nilai benar yang sesuai dengan kunci jawaban merupakan Raw Score (RW) nilai ini belum dapat diinterpretasi sesuai dengan norma yang digunakan. Nilai RW yang sudah dibandingkan dengan norma disebut dengan Standardized Score (SW). Nilai SW inilah yang dapat menjadi materi untuk tahap selanjutnya yaitu interpretasi. Adapun norma yang digunakan adalah sesuai dengan kelompok umur subjek. a. Interpretasi Tahap interpretasi dapat dilakukan setelah didapatkan Standardized Score. Kesembilan subtes saling berkaitan, sehingga harus dilakukan semuanya dan interpretasinya harus dilakukan secara keseluruhan. Interpretasi yang dapat dilakukan dari tes IST adalah sebagai berikut : 1. Taraf Kecerdasan Taraf kecerdasan didapat dari total SW. Nilai ini dapat diterjemahkan menjadi Intelligent Quotient (IQ). Nilai ini dapat menggambarkan perkembangan individu melalui pendidikan dan pekerjaan. Nilai ini perlu dihubungkan dengan latar belakang sosial serta dibandingkan dengan kelompok seusianya.

Berdasarkan pemikiran ini Amthauer menyusun sebuah tes yang dinamakan IST dengan hipotesis kerja sebagai berikut:

Berdasarkan pemikiran ini Amthauer menyusun sebuah tes yang dinamakan IST dengan hipotesis kerja sebagai berikut: Tes IST (Intelligenz Struktur Test) merupakan salah satu tes psikologi untuk mengukur tingkat intelegensi seseorang. Tes IST sangat familiar digunakan oleh birobiro psikologi saat ini. Untuk mengetahuil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya ilmu pengukuran memiliki dua pendekatan, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya ilmu pengukuran memiliki dua pendekatan, yaitu 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada dasarnya ilmu pengukuran memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan classical test theory (CTT) dan pendekatan teori modern. Pendekatan CTT adalah metode pertama yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara umum ada dua teori pengukuran yaitu teori tes klasik dan teori tes modern. Teori tes klasik merupakan pendekatan pertama yang dikembangkan dalam pengukuran. Teori pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ada dua macam teori dalam ilmu pengukuran, yakni Teori Tes Modern, yang lebih dikenal dengan item response theory (IRT), dan Teori Tes Klasik. IRT dapat memberikan informasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Azwar (2007) bahwa teori pengukuran dapat dibahas dari tiga macam pendekatan secara umum, yaitu (a) pendekatan teori skor murni klasikal (classical true-score theory), (b)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Psikologi mulai diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1953. Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan masuk sebuah sekolah, calon siswa akan diberi tes untuk melihat apakah dia lulus atau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Urbina, 2006). Mulai dari bidang pendidikan, industri dan organisasi sampai

BAB I PENDAHULUAN. Urbina, 2006). Mulai dari bidang pendidikan, industri dan organisasi sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari tingkah laku manusia merupakan salah satu peran ilmu Psikologi. Dalam mempelajari tingkah laku manusia, para psikolog melakukan berbagai jenis pengukuran.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada dasarnya, ilmu pengukuran psikologis memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan classical test theory (selanjutnya akan disebut CTT) dan item response theory (selanjutnya akan

Lebih terperinci

VALIDITAS & RELIABILITAS. Sami an

VALIDITAS & RELIABILITAS. Sami an VALIDITAS & RELIABILITAS Sami an VALIDITAS Validitas berarti ketepatan atau kecermatan. Validitas merupakan sejauh mana alat ukur benar-benar mengukur apa yang memang ingin di ukur. TIGA CIRI VALIDITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tes-tes yang sudah ada (Anastasi & Urbina, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tes-tes yang sudah ada (Anastasi & Urbina, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat tes telah digunakan di Cina sejak tahun 2200 sebelum masehi, alat tes digunakan untuk seleksi pegawai negeri dan pada abad ke 19 pemerintah Inggris, Perancis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK 2.1 Tinjauan Tentang Kualitas Berbicara tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Penggunaan tes psikologi semakin berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai kegunaan tes. Masyarakat kian menyadari bahwa tes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Revisi Tes a. Definisi Revisi Tes Revisi sebuah tes dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Butcher (2000) mengungkapkan bahwa merubah isi tes seperti, perubahan tampilan booklet,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 4 Madiun yang beralamat di Jalan Serayu Kota Madiun. Waktu pelaksanaanya pada semester II tahun pelajaran 2014/2015

Lebih terperinci

ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA

ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 1-7 ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA JIPP Anggun Lestari a dan Fahrul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu masalah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

BAB III METODE PENELITIAN. numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang analisisnya menekankan pada datadata numerikal (angka) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komparasi Estimasi Reliabilitas Pada Mata Pelajaran Sejarah Ditinjau Dari Homogenitas Dan Heterogenitas Kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komparasi Estimasi Reliabilitas Pada Mata Pelajaran Sejarah Ditinjau Dari Homogenitas Dan Heterogenitas Kelompok BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengukuran berarti pemberian angka pada objek-objek atau kejadiankejadian menurut sesuatu aturan (Kerlinger, 1990, hlm. 687). Pengukuran dalam bidang pendidikan lebih

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK KARAKTERISTIK TES YANG BAIK Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si faridaagus@yahoo.co.id Karakteristik Tes Validitas alat tes Reliabilitas Hasil Pengukuran Konteks Validitas Dalam penelitian validitas digunakan

Lebih terperinci

Reliabilitas & Konfidensi. Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM

Reliabilitas & Konfidensi. Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM Reliabilitas & Konfidensi Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM Mengapa Ada Banyak Rumus Reliabilitas? Perbedaan konsep dasar dalam melandasi terbentuknya satu formula Rumus dengan asumsi tau-equivalent

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif yang secara umum bertujuan untuk melihat adanya perbedaan koefisien reliabilitas tes hasil belajar

Lebih terperinci

Pengantar Psikodianostik

Pengantar Psikodianostik Modul ke: Pengantar Psikodianostik Dasar dasar Tes Psikologi Validitas dan Reliabilitas Tes Psikologis Fakultas PSIKOLOGI Wenny Hikmah Syahputri, M.Psi., Psi. Program Studi Psikologi Jenis Tes Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan untuk mempelajari perilaku manusia. Untuk mempelajari perilaku manusia ini, para ahli psikologi

Lebih terperinci

r P1, r P2,..., r p30 r R1, r R2,..., r R30

r P1, r P2,..., r p30 r R1, r R2,..., r R30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE DAN DESAIN PENELITIAN Metode Penelitian ini merupakan perbandingan reliabilitas tes hasil belajar matematika berdasar metode penskoran number-right score dan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini menguraikan yang menyangkut kegiatan operasional penelitian dari karakteristik subyek, desain penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian dan teknik pengolahan

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Pertemuan 7 VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Tujuan Setelah perkuliahan ini diharapkan dapat: Menjelaskan tentang pengertian validitas dan penerapannya dalam menguji instrument penelitian pendidikan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atas dua macam yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. atas dua macam yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian pada dasarnya dapat dikelompokkan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat dekat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat dekat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, bahkan boleh dikatakan bahwa dimana ada manusia, disana ilmu psikologi itu berlaku.

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1 VALIDITAS DAN RELIABILITAS A. Pengertian Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti derajat ketepatan dan kecermatan suatu instrument penelitian sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Se-Gugus Gajah Mada Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 8 SD.

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN

VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN Zulkifli Matondang Abstrak Instrumen merupakan suatu alat yang dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data dari

Lebih terperinci

RELIABILITAS (2) METODE RELIABILITAS & ERROR METODE RELIABILITAS & ERROR

RELIABILITAS (2) METODE RELIABILITAS & ERROR METODE RELIABILITAS & ERROR RELIABILITAS (2) BAB 4 Psikometri A. SCORER RELIABILITY Melihat konsistensi antar-penilai utk menilai klp subyek yg sama. Cocok digunakan: tes observasi, open-ended test, tes proyeksi. Interscorer error:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kuantitatif, karena menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. Karena angka tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan pendekatan studi korelasional yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk

Lebih terperinci

KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN

KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN A. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketetpatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Djaali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang abstrak, sehingga kita membutuhkan pemahaman dan keterampilan yang mendalam untuk bisa menguasainya. Di antara keterampilan

Lebih terperinci

BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN

BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Suatu alat ukur selayaknya memiliki ketepatan, keakuratan dan konsistensi sesuai dengan apa yang akan diukurnya. Tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah yang berisi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam sebuah penelitian, salah satu faktor yang penting adalah adanya metode ilmiah tertentu yang digunakan untuk memecahkan sebuah masalah yang dipersoalkan dalam penelitian.

Lebih terperinci

A. Pengantar. B. Validitas dan Reliabilitas instrumen

A. Pengantar. B. Validitas dan Reliabilitas instrumen A. Pengantar B. Validitas dan Reliabilitas instrumen Setiap instrumen yang akan digunakan diuji secara sistematis untuk menjamin validitas dan reliabilitasnya. Instrumen tes sebagai alat ukur harus memenuhi

Lebih terperinci

Pertemuan 6 & 7 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS. Objektif:

Pertemuan 6 & 7 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS. Objektif: Pertemuan 6 & 7 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS Objektif: 1. Mahasiswa dapat mengetahui ketepatan mengukur suatu alat ukur (uji validitas) 2. Mahasiswa dapat menentukan konsistensi alat ukur (uji reliabilitas)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Azwar (013:5) metode kuantitatif adalah metode yang menekankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian korelasional yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasivariasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian komparatif adalah penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN Tes adalah suatu pernyataan, tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan dan psikologi. Setiap butir

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi perbandingan kausal atau penelitian kausal komparatif. Studi perbandingan kausal hakikatnya dilakukan untuk memverifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian Secara garis besar variabel penelitian mengenai keterbandingan reliabilitas berdasar metode penskoran number-right score dengan metode penskoran correction

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ii iii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4 BAB II ANGKET DAN TES 8 A. Angket 8 B. Tes Hasil Belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 7 Medan yang beralamat di Adam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 7 Medan yang beralamat di Adam BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SMP Negeri 7 Medan yang beralamat di Adam Malik No. 12 Medan. Penelitian ini pelaksanaannya pada Tahun Pelajaran 2013/2014,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang analisis butir soal Ulangan Akhir Semester (UAS) mata pelajaran Fisika kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto Tahun Ajaran 2015/2016 ini sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Gorontalo pada Mahasiswa semester VII tahun akademik 2013/2014.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Gorontalo pada Mahasiswa semester VII tahun akademik 2013/2014. 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di PGSD FIP Universitas Negeri Gorontalo pada Mahasiswa semester VII tahun akademik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif yang berangkat dari persoalan-persoalan umum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian 43 BAB III METODE PEELITIA Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif diartikan sebagai suatu penelitian yang menggunakan alat bantu statistik paling utama dalam memberikan

Lebih terperinci

Measurement Definisi Pengukuran

Measurement Definisi Pengukuran Measurement Pengukuran merupakan proses yang seringkali kita lakukan bahkan oleh orangorang pendahulu kita dalam kehidupan sehari-hari. Pengukuran tidak selamanya didominasi oleh orang-orang terpelajar.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan. B. Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan. B. Variabel Penelitian 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek/Obyek Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kualitas validitas isi dan validitas konstruk pada alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan

Lebih terperinci

Psikometri. Reliabilitas 1

Psikometri. Reliabilitas 1 Psikometri Modul ke: Reliabilitas 1 Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Apa itu Reliabilitas? reliability is a synonym for dependability or consistency Tests that

Lebih terperinci

Karakteristik Butir Tes dan Analisisnya. Oleh: Heri Retnawati

Karakteristik Butir Tes dan Analisisnya. Oleh: Heri Retnawati Karakteristik Butir Tes dan Analisisnya Oleh: Heri Retnawati Pada suatu pengukuran baik di dunia pendidikan maupun sosial, diperlukan instrument yang baik. Untuk memeroleh suatu instrumen yang baik, prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini merupakan eksperimen semu, yaitu eksperimen yang dalam mengontrol situasi penelitian tidak terlalu ketat atau menggunakan rancangan tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini menggunakan analisis komparatif atau analisis perbedaan yang artinya bentuk analisis variabel

Lebih terperinci

BAB III 1 METODE PENELITIAN

BAB III 1 METODE PENELITIAN BAB III 1 METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah siswa, maka metode penelitian yang digunakan adalah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN Oleh : Sri Yamtinah A. PENDAHULUAN Meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam.

PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN Oleh : Sri Yamtinah A. PENDAHULUAN Meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN Oleh : Sri Yamtinah A. PENDAHULUAN Meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Dengan demikian harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diteliti yaitu daya tarik interpersonal dan kohesivitas kelompok. Untuk kepentingan penelitian ini, maka pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kejadian dengan melihat penyebab-penyebabnya. Teknik analisis komparasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kejadian dengan melihat penyebab-penyebabnya. Teknik analisis komparasional BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain dalam penelitian ini bersifat komparasional. Desain komparasional menurut Arikunto (2010 ) menyebutkan bahwa penelitian membandingkan dua kejadian

Lebih terperinci

Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan Reliabilitas 1 Pendahuluan Tujuan pengukuran suatu obyek adalah menghasilkan informasi yang akurat dan obyektif mengenai obyek tersebut. Pengukuran berat suatu logam mulia bertujuan mengetahui berapa gram bobot logam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Bandung Jawa Barat.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Bandung Jawa Barat. 0 BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Bandung Jawa Barat.. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yang merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Arikunto (2006), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif untuk mengetahui perbedaan hardiness mahasiswa lakilaki dan mahasiswa perempuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan metodologi penelitian yang meliputi metode penelitian, alur penelitian, subyek penelitian, instrumen penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. antara Health locus of Control dengan Perilaku berisiko terhadap kesehatan pada

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. antara Health locus of Control dengan Perilaku berisiko terhadap kesehatan pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis hubungan antara Health locus of Control dengan Perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen 47 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen yang dilakukan terhadap dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan penerapan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV. A. Subyek Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan mengenai karakteristik subyek, jumlah subyek, dan teknik pengambilan sampel. IV. A. 1. Karakteristik Subyek Dalam penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. komparatif dengan pendekatan eksparimen. Penelitian dengan pendekatan

METODE PENELITIAN. komparatif dengan pendekatan eksparimen. Penelitian dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksparimen. Penelitian dengan pendekatan eksparimen diartikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan. B. Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan. B. Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian korelasional untuk mengetahui hubungan kecanduan bermain game online

Lebih terperinci

Indah Arsita Sari, Edy Wiyono, Ahmad Fauzi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia

Indah Arsita Sari, Edy Wiyono, Ahmad Fauzi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES FORMATIF FISIKA SMA NEGERI 2 SURAKARTA KELAS XI SEMESTER GENAP TAHUN 2013 Indah Arsita Sari, Edy Wiyono, Ahmad Fauzi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. apapun tetapi hanya mengungkapkan fakta-fakta yang ada di sekolah.

BAB III METODE PENELITIAN. apapun tetapi hanya mengungkapkan fakta-fakta yang ada di sekolah. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang makanan lauk pauk dan sayuran tradisional di SMA N 11 Yogyakarta, maka penelitian

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

VALIDITAS DAN RELIABILITAS VALIDITAS DAN RELIABILITAS A. Pendahuluan Dalam penelitian pendidikan, untuk mengukur suatu variabel diperlukan alat ukur yang biasa disebut instrument. Instrumen yang digunakan dalam penelitian haruslah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kerja review ahli, hasil uji coba kelompok kecil dan hasil uji coba empiris.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kerja review ahli, hasil uji coba kelompok kecil dan hasil uji coba empiris. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil pengembangan inventori kesiapan kerja yang meliputi: hasil penelitian dan pembahasan pengembangan inventori kesiapan kerja review

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala

BAB III METODE PENELITIAN. bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi perilaku atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian (Hadi, 000). Variabel penelitian adalah

Lebih terperinci

KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN

KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. Tahun ke-13, No. 066, Mei 2007 KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN Oleh: Baso Intang Sappaile ) Abstrak: Instrumen merupakan suatu alat yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Se-Gugus Diponegoro Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 6 SD. Subjek

Lebih terperinci

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik Modul ke: Pengantar Psikodiagnostik Validitas Reliabilitas Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Reliabilitas Merujuk pada konsistensi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Disain Penelitian Tujuan penelitian ini adalah membandingkan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa SMA yang memperoleh pembelajaran matematika Knisley

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. 25 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008

3. METODE PENELITIAN. 25 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008 3. METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun metode penelitian ini meliputi permasalahan, hipotesis, dan variabel yang diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci