BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya ilmu pengukuran memiliki dua pendekatan, yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya ilmu pengukuran memiliki dua pendekatan, yaitu"

Transkripsi

1 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada dasarnya ilmu pengukuran memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan classical test theory (CTT) dan pendekatan teori modern. Pendekatan CTT adalah metode pertama yang dikembangkan untuk pengukuran. Teori-teori CTT mendominasi pengembangan rumus reliabilitas dan validitas yang dikenal dewasa ini (Azwar, 2007 dan Suryabrata, 2005). Namun CTT memiliki beberapa keterbatasan, yaitu tergantung pada kelompok sampel yang digunakan, asumsi kesetaraan eror pengukuran pada semua subjek yang dikenai tes sulit untuk diterima dan tidak ada pernyataan lain yang dapat memperkuat asumsi ini, khususnya pada tes yang sulit, serta definisi tes paralel yang dimaksud oleh CTT sangat sulit untuk dipenuhi dalam praktek (Azwar, 2005). Pendekatan teori modern didasarkan pada sifat-sifat atau kemampuan yang laten, yang mendasari performansi atau respon subjek terhadap aitem tertentu sehingga disebut dengan Teori Sifat Laten (Latent Trait Theory) atau yang lebih populer dengan sebutan Teori Respons Aitem (Item Response Theory yang selanjutnya disingkat IRT (Suryabrata, 2005). Pendekatan ini bertujuan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan CTT. IRT dikembangkan atas dasar dua postulat. Pertama, performansi seorang subjek pada suatu aitem dapat diprediksi dari seperangkat faktor yang disebut traits, latent traits, atau kemampuan. Kedua, hubungan antara performansi subjek pada suatu aitem dan kemampuan yang mendasari performansi tersebut dapat digambarkan oleh suatu fungsi yang

2 13 meningkat secara monotonik yang disebut item characteristic function atau item characteristic curve (ICC). ICC akan menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kemampuan yang tinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk menjawab aitem dengan benar. Artinya katakteristik-karakteristik aitem tidak lagi tergantung pada kelompok subjek. Ini menjadi keuntungan menggunakan IRT yang tidak dapat dijelaskan dengan CTT (Azwar, 2005). Model-model IRT memiliki asumsi-asumsi pendukung walaupun tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat disimpulkan dan dinilai dari kesesuaian model pada perangkat data tes yang akan dianalisis. Asumsi yang paling umum adalah unidimensionalitas, yaitu hanya satu kemampuan yang diukur oleh aitem-aitem dalam setiap tes. Asumsi berikutnya adalah independensi lokal, yaitu apabila kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi peformansi dijadikan konstan maka respon subjek terhadap pasangan aitem manapun juga akan independen secara statistik satu sama lain. Artinya kemampuan subjek pada suatu aitem tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya dan tidak berhubungan dengan kemampuan subjek pada aitem lainnya (Azwar, 2005). Keuntungan lainya dalam menggunakan IRT adalah pendekatan ini sangat mudah diadaptasikan untuk tes yang di administarasi dengan komputer (Kaplan & Saccuzo, 2005). Keterbatasan dari pendekatan ini adalah proses yang cukup rumit dan sulit untuk dilakukan karena analisis dilakukan per aitem dan subjek. Pada penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan dalam proses analisis adalah CTT dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini yang dipelajari oleh peneliti selama perkuliahan, CTT mendasari perkembangan rumus reliabilitas dan

3 14 validitas, serta pendekatan ini lebih mudah digunakan karena analisis dilakukan pada kelompok subjek bukan per subjek. A. Classical Test Theory (CTT) 1. Pengertian CTT Pendekatan CTT adalah metode pertama yang telah dikembangkan sejak dahulu dan tetap digunakan dewasa ini dalam berbagai bidang kehidupan sehingga pendekatan ini disebut dengan CTT atau teori tes klasik. CTT terbentuk dan berkembang perlahan-lahan melalui unsur-unsur yang akhirnya secara akumulatif menjadi bangunan teori yang utuh. Model pendekatan ini juga disebut model skor murni (true score model). Inti CTT berupa asumsi-asumsi yang dirumuskan secara sistematis (Suryabrata, 2005) Asumsi-asumsi CTT pada dasarnya merupakan hubungan matematis dari skor tampak yang disimbolkan dengan huruf X, skor murni yang dilambangkan dengan huruf T, dan komponen eror pengukuran yang diberi simbol huruf E. X merupakan nilai performansi individu yang diungkap oleh suatu pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk angka yang merupakan nilai total dari jawaban subjek terhadap aitem atau pernyataan dalam tes tersebut. T menjelaskan performansi individu sesungguhnya yang tidak mungkin dapat diungkap secara langsung oleh tes. E menunjukkan besarnya eror individu dalam setiap tes yang angkanya juga tidak dapat diketahui dengan benar (Azwar, 2005).

4 15 2. Asumsi-Asumsi dalam CTT Pendekatan CTT terdiri dari asumsi-asumsi yang berkaitan dengan skor tampak, skor murni dan komponen eror pengukuran. Allen & Yen (dalam Azwar, 2005) menguraikan hubungan antara eror pengukuran dan skor murni dalam asumsi-asumsi sebagai berikut: Asumsi 1: X = T + E (1) Asumsi ini didasarkan pada model Spearman yang menyatakan bahwa setiap skor tes menggambarkan gabungan dari dua komponen yaitu skor murni dan komponen eror (Crocker & Algina, 2005). X merupakan jumlah T dan E, sehingga besar X akan tergantung oleh besarnya E pengukuran, sedangkan besarnya T individu pada setiap pengukuran yang sama diasumsikan selalu tetap. Jadi dapat disimpulkan bahwa skor yang diperoleh dari suatu pengukuran umumnya tidak menunjukkan keadaan sebenarnya (Suryabrata, 2005). Asumsi 2: ε(x) = T (2) Asumsi ini menyatakan bahwa T sama dengan nilai harapan dari X-nya yang dilambangkan dengan ε(x). Jadi, T merupakan harga rata-rata dari distribusi teoretik X apabila orang yang sama dikenai tes yang sama berulangkali dengan asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap pengulangan tes adalah independen satu sama lain. Asumsi 3: = 0 (3) Asumsi ini menyatakan bahwa bagi populasi subjek yang dikenai tes, distribusi E pengukuran dan distribusi T tidak berkorelasi satu sama lain. Implikasinya, skor murni yang tinggi tidak selalu berarti mengandung eror yang

5 16 selalu positif ataupun selalu negative atau mempunyai E lebih tinggi dibanding subjek yang T-nya rendah. Asumsi 4: = 0 (4) Asumsi ini menyatakan bahwa dalam eror pada dua tes ( yang dimaksud untuk mengukur hal yang sama) tidak saling berkorelasi. Artinya besarnya E pada suatu tes tidak tergantung pada E tes lainnya. Asumsi ini akan tidak terpenuhi sekiranya skor tampak dipengaruhi kondisi testing, seperti misalnya kelelahan, practice effect, suasana hati, atau factor-faktor dari lingkungan (Suryabrata, 2005). Asumsi 5 = 0 (5) Asumsi ini menyatakan bahwa E pada suatu tes tidak berkorelasi dengan T pada tes lain. E yang dimaksud dalam CTT adalah penyimpangan X dari skor harapan teoritik yang terjadi secara random atau tidak terjadi secara sistematik. Jika penyimpangan terjadi secara sistematik maka itu tidaklah dianggap sebagai sumber eror. Selain lima asumsi yang telah dijelaskan, terdapat dua asumsi lagi yang dijelaskan oleh Suryabrata (2005), yaitu: Asumsi 6 Jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur atribut yang sama mempunyai skor tampak X dan X yang memenuhi asumsi 1 sampai 5, dan jika untuk setiap populasi subjek T = T serta varians eror kedua tes tersebut sama, kedua tes tersebut disebut sebagai tes yang paralel.

6 17 Asumsi 7 Jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur atribut yang sama mempunyai skor tampak X dan X yang memenuhi asumsi 1 sampai 5, dan apabila untuk setiap populasi subjek T1 = T2 + C. Dengan C sebagai suatu bilangan konstan, maka kedua tes tersebut dapat disebut sebagai tes yang setara (equivalent test). Dua tes yang setara dapat memiliki varians eror yang berbeda karena keduanya belum tentu merupakan tes yang paralel, namun dua tes yang paralel tentu memenuhi syarat sebagai tes yang setara (Azwar, 2005). Asumsi-asumsi CTT secara sekilas terlihat sebagai sesuatu yang hanya bersifat teoritis karena sulit untuk ditemukan dalam kehidupan nyata. Meskipun demikian, CTT masih bertahan sebagai dasar pengembangan dan analisis alat ukur psikologi. Berbagai tes telah disusun berdasarkan CTT di berbagai belah dunia termasuk di Indonesia, seperti Tes Kemampuan Akademik (TPA), Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), dan Ujian Akhir Nasional (UAN) (Suryabrata, 2005). B. Analisis Karakteristik Psikometri Suatu alat ukur yang telah dikonstruksi pastinya belum dapat dikatakan sebagai alat ukur yang layak pakai apabila analisis terhadap karakteristik psikometri alat ukur tersebut belum dilakukan. Proses analisis terhadap karakteristik psikometri dapat digunakan dalam merancang suatu alat ukur psikologis yang baru atau evaluasi terhadap alat ukur yang telah ada.

7 18 Analisis aitem merupakan suatu prosedur untuk meningkatakan validitas dan reliabilitas suatu alat tes dengan cara memilih aitem-aitem yang baik sesuai dengan tujuan alat tes (Crocker & Algina, 2005). Analisis aitem dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis aitem secara kualitatif berarti aitem dianalisis berdasarkan bentuk dan isinya yang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan validitas isi. Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan analisis parameter-parameter aitem berupa indeks kesukaran aitem, indeks diskriminasi aitem, analisis reabilitas, dan validitas dari alat ukur tersebut (Anastasi & Urbina, 2006). Pada penelitian ini analisis aitem hanya dilakukan secara kuantitatif dengan pertimbangan bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat validitas konstrak dan reliabilitas alat ukur mengingat bahwa IST merupakan tes yang diadaptasi yang telah lama digunakan dan tidak bertujuan untuk melihat kualitas aitem secara kualitatif. 1. Indeks Kesukaran Aitem a. Pengertian Indeks Kesukaran Aitem Indeks kesukaran aitem adalah proporsi antara individu yang menjawab aitem dengan benar dan total individu yang menjawab aitem tersebut. Indeks kesukaran aitem atau derajat kesukaran aitem disimbolkan oleh huruf p dengan rumus: p = n i /N (6)

8 19 Keterangan: p = Derajat kesukaran aitem n i = Banyak peserta tes yang menjawab benar N = Banyak peserta tes yang menjawab aitem Indeks kesukaran aitem ditentukan oleh seberapa banyak peserta tes berhasil menjawab aitem dengan benar. Semakin banyak peserta tes menjawab dengan benar, berarti semakin mudah aitem tersebut dan sebaliknya semakin sedikit peserta menjawab dengan benar, maka semakin sulit aitem tersebut (Azwar, 2007). Crocker & Algina (2005) menjelaskan bahwa untuk aitem yang memiliki skor dikotomi, yaitu 0 jika salah dan 1 jika benar, rata-rata skor aitem tes sama dengan indeks kesukaran aitem sehingga jumlah indeks kesukaran aitem pada suatu tes menjadi sama dengan rata-rata dari skor tes tersebut. μx = Σp (7) Keterangan: μx = rata-rata skor tes Σp = jumlah indeks kesukaran aitem Selanjutnya, jika indeks kesukaran aitem dirata-ratakan, maka; μp = (μx)/k (8) Keterangan: μp = rata-rata indeks kesukaran aitem μx = rata-rata skor tes k = jumlah aitem pada suatu tes.

9 20 Menurut Kumar (2009), angka untuk indeks kesukaran aitem sama dengan nomor aitem dalam tes tersebut. Artinya penyusunan aitem didasarkan pada indeks kesukarannya. Pernyataan ini didukung oleh Murphy & Davidshofer (2003) yang menyarankan untuk menyusun aitem-aitem dalam tes secara sistematis, dengan menempatkan aitem-aitem berdasarkan taraf kesukarannya, mulai dari aitem yang paling mudah hingga yang paling sulit. Oleh karena itu, pola penyusunan aitem-aitem dalam tes sebaiknya dimulai dari aitem dengan harga p yang paling tinggi hingga aitem dengan harga p yang paling rendah. b. Analisis Indeks Kesukaran Aitem Azwar (2007) menyatakan bahwa taraf kesukaran yang terbaik bergantung pada tujuan dari tes tersebut. Untuk tes prestasi yang bertujuan untuk evaluasi formatif misalnya, tidak jarang diperlukan aitem-aitem dengan taraf kesukaran rendah atau aitem-aitem dengan harga p tinggi. Namun demikian untuk tes yang bertujuan untuk proses seleksi masuk, terlebih dalam tes masuk yang bertujuan untuk proses pendidikan atau pemilihan sebagian kecil calon karyawan, harus diusahakan tes yang memiliki harga p yang rendah atau aitem yang sulit, sehingga individu yang dinyatakan lulus selanjutnya adalah individu yang benar-benar memiliki atribut yang diukur. Lord (dalam Murphy & Davidshofer, 2003) menyatakan bahwa untuk tes seleksi karyawan, p akan dikatakan baik jika nilai p mendekati 0,2. Namun, jika tes dimaksud sebagai perangkat untuk memilih sebagian besar dari calon karyawan yang melamar, maka tes yang baik adalah yang mudah, yaitu rata-rata p-nya tinggi (Suryabrata, 2005).

10 21 Pada dasarnya tes disusun untuk melihat perbedaan individu sehingga jika tidak ada seorang pun yang menjawab pertanyanan dengan benar, dalam artian soal sangat susah (p = 0) bahkan sebaliknya jika soal sangat gampang sehingga semua dapat menjawab pertanyaan dengan benar (p= 1) tentu tujuan alat tes tidak dapat dipenuhi (Murphy & Davidshofer, 2003). Oleh karena itu harga p bergerak mulai dari 0 sampai dengan 1. Apabila dilihat lebih lanjut, harga p yang berada pada titik ekstremnya yaitu titik 0 atau 1 mengindikasikan bahwa aitem tersebut kurang berguna (Azwar, 2007). Allen & Yen (dalam Lababa, 2008), mengkategorikan nilai p sebagai berikut: Tabel 1. Kategori Nilai p No. p Kategori 1 p < 0,3 Sulit <p< 0,7 Sedang 3 p > 0,7 Mudah Umumnya pada penyusunan alat tes disarankan untuk menggunakan aitem dengan nilai p mendekati 0,5. Ketika tes disusun untuk pengukuran secara umum seperti inteligensi, aitem dengan nilai p mendekati 0,5 akan lebih baik dari pada aitem yang memiliki nilai p ekstrim. Jadi dalam analisis indeks kesukaran aitem, aitem dengan p mendekati 0,5 akan lebih optimal (Murphy & Davidshofer, 2003). Pada penelitian ini, IST merupakan salah satu tes inteligensi dan sering digunakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU. Oleh karena itu, berdasarkan Murphy & Davidshofer, 2003, p akan dikatakan baik jika nilai p mendekati 0,5, dan tidak mendekati 0 atau 1. Jika dihubungkan pada kategori Allen & Yen ( dalam Lababa, 2008) maka p yang dianggap baik berada pada kategori sedang atau 0,3<p<0,7.

11 22 2. Indeks Diskriminasi Aitem a. Pengertian Indeks Diskriminasi Aitem Indeks diskriminasi aitem merupakan kemampuan aitem dalam membedakan antara individu yang memiliki atribut psikologis yang diukur dengan individu yang tidak memiliki atribut psikologis yang diukur (Azwar, 2007). Murphy dan Davidshofer (2003) mengatakan bahwa aitem yang baik akan mampu membedakan kelompok individu yang mampu dan yang tidak mampu mengerjakan suatu tes dengan baik. Artinya, aitem dengan indeks diskriminasi yang baik harus dapat dijawab dengan benar oleh hampir seluruh kelompok individu yang memiliki atribut, dan dijawab dengan salah oleh hampir sebagian besar kelompok individu yang tidak memiliki atribut. Menurut Azwar (2007), secara sederhana dapat dikatakan bahwa indeks diskriminasi aitem merupakan suatu harga yang menunjukkan perbedaan proporsi penjawab aitem dengan benar antara kelompok dengan kemampuan tinggi dengan kelompok dengan kemampuan rendah. Indeks diskriminasi aitem disimbolkan oleh d dengan rumus: d = n it /N T n ir /N R (9) Keterangan: n it = Jumlah peserta dari kelompok tinggi yang menjawab aitem dengan benar N T = Jumlah peserta dari kelompok tinggi n ir = Jumlah peserta dari kelompok rendah yang menjawab item dengan benar N R = Jumlah peserta dari kelompok rendah

12 23 Karena n i /N= p, maka dapat juga dirumuskan dengan: d = p T -p R (10) Keterangan: p T = Indeks kesukaran item kelompok tinggi p R = Indeks kesukaran item kelompok rendah Pada penelitian ini indeks diskriminasi aitem dapat diartikan sebagai kemampuan aitem dalam membedakan individu yang memiliki kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan dengan individu yang tidak memiliki kemampuan tersebut. b. Analisis Indeks Diskriminasi Aitem Diskriminasi aitem yang maksimal akan dicapai dalam kondisi ketika seluruh subjek kelompok tinggi dapat menjawab aitem dengan benar dan seluruh subjek kelompok rendah tidak mampu untuk menjawabnya, dalam hal ini akan diperoleh harga d = 1. Secara matematik indeks diskriminasi aitem akan berkisar mulai dari -1 sampai dengan +1. Namun demikian hanya harga d yang bernilai positif saja yang memiliki arti dalam analisis aitem (Azwar, 2007). Harga d yang berada disekitar 0 menunjukkan bahwa aitem yang bersangkutan mempunyai diskriminasi yang rendah sedangkan harga d yang negatif menunjukkan bahwa aitem yang bersangkutan tidak berguna sama sekali bahkan bisa menyesatkan. Indeks diskriminasi aitem yang ideal adalah yang mendekati angka 1, semakin besar indeks diskriminasi (semakin mendekati 1) berarti aitem tersebut

13 24 mampu membedakan antara individu yang menguasai materi yang diujikan dan mereka yang tidak menguasainya. Semakin kecil diskriminasi aitem (semakin mendekati 0) berarti semakin tidak jelaslah fungsi aitem yang bersangkutan dalam membedakan mana subjek yang menguasai materi yang diujikan dan subjek yang tidak tahu apa-apa (Azwar,2007). Ebel (dalam Azwar, 2007) terdapat suatu panduan dalam evaluasi indeks diskriminasi aitem, yaitu : Tabel 2. Evaluasi Indeks Diskriminasi Aitem d Evaluasi 0,4 atau lebih Bagus sekali 0,3-0,39 Lumayan bagus, tidak membutuhkan revisi 0,2 0,29 Belum memuaskan, perlu revisi d < 0,20 Jelek dan harus dibuang Thorndike (dalam Azwar, 2007) mengatakan bahwa dalam proses seleksi aitem, aitem-aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0,50 akan langsung dianggap baik sedangkan aitem-aitem dengan indeks diskriminasi di bawah 0,20 dapat langsung dibuang dan dianggap jelek. Menurut Murphy dan Davidshofer (2003) ada tiga cara statsistik yang dapat digunakan untuk mengukur indeks diskriminasi aitem, yaitu: 1) Metode kelompok ekstrim Metode kelompok ekstrim merupakan cara yang mudah untuk mengukur indeks diskriminasi aitem pada kelompok yang besar. Indeks diskriminasi aitem dapat dihitung dengan cara membagi kelompok menjadi dua, Upper group yakni kelompok yang memiliki skor yang tinggi (25-35 % nilai tertinggi didalam kelompok) dan lower group yakni kelompok yang memiliki nilai yang rendah (25-35 % nilai terendah dalam kelompok). Aitem yang memiliki indeks

14 25 diskriminasi aitem yang baik akan dijawab benar oleh upper group dan dijawab salah oleh lower group. 2) Korelasi aitem-total Korelasi aitem-total memberikan informasi tentang apakah aitem mengukur hal yang sama dengan tes. Korelasi aitem-total untuk aitem yang diskor 1 jika benar dan 0 jika salah sering juga disebut korelasi poin biserial. Artinya, korelasi poin biserial digunakan apabila aitem-aitem dalam tes berbentuk dikotomi dan dengan skor total berupa data kontinyu. Nilai positif menunjukkan bahwa aitem dan tes mengukur hal yang sama, nilai mendekati nol menunjukkan bahwa bahwa aitem tidak memiliki indeks diskriminasi yang baik sehingga upper group menjawab pertayaan dengan salah dan lower group menjawab pertanyaan dengan benar. 3) Korelasi inter-aitem Korelasi inter-aitem digunakan untuk memahami indeks diskriminasi aitem. Korelasi inter-aitem tidak menjelaskan mengapa beberapa aitem menunjukkan nilai yang tinggi ataupun rendah karena sangat jelas bahwa aitem yang memiliki nilai korelasi aitem total yang positif akan menunjukkan nilai yang positif juga pada kebanyakan aitemnya. Namun korelasi aitem total tidak dapat menjelaskan mengapa korelasi aitem total dapat bernilai negatif. Dan dalam hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan korelasi inter-aitem. Korelasi inter-aitem dapat membantu dalam memahami mengapa beberapa aitem gagal dalam membedakan subjek yang memiliki kemampuan dengan subjek

15 26 yang tidak memiliki kemampuan, dalam artian upper group menjawab dengan salah dan subjek dari lower group dapat menjawab dengan benar. Korelasi inter-aitem yang bernilai rendah dapat memiliki dua arti, kemungkinan pertama adalah aitem tidak mengukur hal yang sama dengan tes, sehingga aitem harus dibuang atau dibuat ulang, kemungkinan kedua adalah aitem memang mengukur atribut yang berbeda dengan tes dikarenakan tes memang disusun untuk mengukur dua atribut yang berbeda. Pada penelitian ini indeks diskriminasi aitem akan dianalisis dengan metode korelasi aitem-total untuk melihat apakah aitem memang mengukur kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan yang sama dengan semua aitem pada subtes RA atau aitem juga mengukur atribut yang berbeda pada subtes RA. Rumus korelasi aitem-total yang digunakan adalah korelasi point biserial dengan pertimbangan bahwa aitem pada subtes RA memiliki skor dikotomi, yaitu diskor 1 jika benar dan 0 jika salah, serta skor total subjek berbentuk data kontinyu. Indeks diskriminasi yang dikatakan baik dalam penelitian ini didasari pada evaluasi Ebel (dalam Azwar, 2007), yaitu 0,4 dengan evaluasi bagus sekali. 3. Reliabilitas Alat Ukur a. Pengertian Reliabilitas Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang menyatakan keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun pada intinya konsep reliabilitas memiliki makna sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2005). Menurut Anastasi &

16 27 Urbina (2006) reliabilitas suatu tes merujuk pada konsistensi skor yang di peroleh oleh individu yang sama ketika diberikan tes ulang yang sama atau seperangkat tes yang ekivalen dengan tes sebelumnya pada kondisi yang berbeda. Suryabrata (2005) menyatakan bahwa reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya, yang mana hal ini ditunjukkan oleh taraf konsistensi skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama atau minimal setara, dalam kondisi yang berbeda. Oleh sebab itu, konsepsi mengenai reliabilitas berkaitan dengan derajat konsistensi antara dua perangkat skor tes, maka rumus reliabilitas selalu dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Azwar, 2005). b. Bentuk Estimasi Reliabilitas Reliabilitas alat ukur yang juga menunjukkan eror pengukuran yang tidak dapat ditentukan secara pasti, hanya dapat diestimasi (Suryabrata, 2005). Estimasi reliabilitas dapat dilakukan melalui beberapa metode berdasarkan CTT, yaitu pendekatan tes ulang, pendekatan tes paralel, dan pendekatan konsistensi internal (Azwar, 2005 dan Suryabrata, 2005). 1) Pendekatan tes ulang Pendekatan tes ulang adalah salah satu dari pendekatan pertama yang pantas dan mudah untuk mengestimasi reliabilitas dari suatu skor tes (Murphy dan Davidshofer, 2003). Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyajikan tes dua kali pada suatu kelompok yang sama dalam rentang waktu tertentu, minsalnya dua minggu (Suryabrata, 2005). Asumsinya adalah suatu tes yang reliabel akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama apabila diberikan dua kali tes dalam

17 28 waktu yang berbeda pada sekelompok subjek yang sama (Azwar, 2005). Sehingga akan diperoleh dua distribusi skor dari kelompok tersebut. Korelasi antara dua skor pada dua waktu yang berbeda tersebut disebut koefisien reliabilitas (r) (Kumar, 2009). Pendekatan tes ulang ini dapat dikatakan baik secara teori, namun dalam prakterknya mengandung kelemahan, yaitu kondisi subjek pada tes kedua tidak lagi sama dengan kondisi subjek pada tes pertama baik dari proses belajar, perubahan motivasi, pengalaman, sehingga pendekatan ini lebih baik digunakan bila objek ukur berupa keterampilan, terutama keterampilan fisik (Suryabrata, 2005). Menurut Azwar (2005), pendekatan tes ulang cocok digunakan hanya bagi tes yang mengukur aspek psikologis yang relatif stabil dan tidak mudah berubah. Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan reliabilitas tes ulang adalah Pearson product-moment (Kumar, 2009). 2) Pendekatan tes paralel Pendekatan reliabilitas bentuk paralel dilakukan dengan memberikan dua bentuk tes yang paralel pada sekelompok subjek, yaitu tes yang memiliki tujuan ukur yang sama dan isi aitem yang setara secara kualitas maupun kuantitas (Azwar, 2005). Pendekatan ini juga disebut sebagai alternate form yang digunakan untuk mengatasi kelemahan pendekatan tes ulang (Kumar, 2009). Asumsinya, dua tes yang paralel akan menghasilkan skor tes yang berkorelasi tinggi satu sama lain dan memiliki koefisien reliabilitas yang tinggi. Keuntungan pendekatan ini adalah dapat mengurangi efek-efek praktis yang mungkin terjadi pada tes ulang seperti proses belajar dan pengalaman,

18 29 namun kelemahan pendekatan ini adalah sulitnya menyusun perangkat tes yang paralel (Kumar, 2009). Menurut Azwar (2005), dua tes yang paralel hanya ada secara teoritis, tidak benar-benar paralel secara empirik. Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan reliabilitas tes ulang adalah korelasi Pearson product moment (Azwar, 2005). 3) Pendekatan konsistensi internal Pendekatan ini dilakukan dengan memberikan satu bentuk tes dengan sekali penyajian kepada sekelompok subjek yang bertujuan melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam tes tersebut serta menghindari masalahmasalah pada pendekatan tes ulang dan paralel. Seperangkat tes diberikan kepada sekelompok subjek satu kali sehingga diperoleh satu distribusi skor tes dari kelompok subjek tersebut. Untuk itu, prosedur analisis reliabilitasnya diarahkan pada analisis terhadap aitem-aitem atau terhadap kelompok-kelompok aitem dalam tes itu sehingga perlu dilakukan pembelahan tes menjadi beberapa kelompok aitem yang disebut belahan tes. Cara pembelahan tes disesuaikan dengan sifat dan fungsi tes serta jenis skala pengukuran yang digunakan dalam tes tersebut yang kemudian akan menentukan rumusan atau rumus yang dapat digunakan dalam menghitung koefisien reliabilitasnya. Setiap cara pembelahan tes hendaknya mengusahakan agar antar belahan memiliki jumlah aitem sama banyak, indeks kesukaran seimbang, isi sebanding, dan tujuan ukur yang sama atau dalam artian pembelahan aitem memenuhi ciri-ciri paralel (Azwar, 2005).

19 30 (a). Beberapa cara dalam pembelahan tes i. Pembelahan cara random Membelah tes menjadi dua bagian secara random dapat dilakukan dengan cara undian sederhana guna menentukan aitem-aitem nomor berapa sajakah yang dimasukkan menjadi belahan pertama dan yang mana menjadi belahan kedua. Pembelahan secara random hanya boleh dilakukan bila tes yang akan dibelah berisi aitem-aitem yang homogen baik dari segi konten maupun segi indeks kesukaran aitem, namun jika aitem tersebut heterogen dapat juga menggunakan cara pembelahan ini asalkan aitem tersebut jumlahnya sangat besar (Azwar, 2005). ii. Pembelahan gasal-genap Pembelahan gasal-genap dilakukan dengan cara mengelompokkan seluruh aitem yang bernomor urut gasal menjadi belahan pertama dan seluruh aitem yang bernomor urut genap dijadikan satu kelompok belahan kedua. Cara pembelahan ini selain mudah dilakukan juga dapat menghindari kemungkinan terjadinya pengelompokkan aitem-aitem tertentu ke dalam salah satu belahan saja (Azwar, 2005). iii. Pembelahan matched-random subtes Pembelahan dengan cara matched-random subtes ditemukan oleh Gulikksen tahun 1950 (dalam Azwar, 2005). Sebelum melakukan pembelahan tes terlebih dahulu harus dihitung indeks kesukaran aitem serta korelasi aitem dengan skor total tes. Dengan cara ini setiap aitem dalam tes diletakkan pada satu posisi

20 31 atau titik tertentu dalam grafik berdasarkan harga indeks kesukaran aitem dan korelasi antara aitem yang bersangkutan dengan skor tes. Keuntungan menggunakan pendekatan konsistensi internal adalah, dapat menghindari masalah-masalah yang biasanya ditimbulkan oleh pendekatan tes ulang dan pendekatan tes paralel (Azwar, 2005). (b). Rumus Estimasi Reliabilitas i. Spearman-Brown Rumus Spearman-Brown digunakan untuk metode split-half atau belah dua (Kumar, 2009 dan Crocker & Algina, 2003). Rumus komputasi Spearman- Brown merupakan rumus koreksi terhadap koefisien korelasi antara dua bagian tes dan dirumuskan sebagai beikut (Azwar, 2005): S-B = r xx = (11) Keterangan: r xx = Koefisien reliabilitas Spearman-Brown r 1.2 = Koefisien korelasi antara dua belahan Rumus ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, pembelahan tes dilakukan dengan cara gasal-genap dan matched-random subtes dan menghasilkan dua bagian yang paralel satu sama lain dan korelasi antara kedua belahan paralel tersebut cukup tinggi. ii. Koefisien Alpha Pembelahan tes tidak hanya terbatas pada membagi tes ke dalam dua belahan saja. Cara-cara pembelahan dapat diperluas pemakaiannya untuk membagi tes menjadi beberapa belahan. Bahkan suatu tes yang akan diestimasi

21 32 reliabilitasnya dapat dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap bagian hanya berisi satu aitem saja. Koefisien Alpha akan lebih baik jika pembelahan paralel satu sama lain atau setidaknya dapat memenuhi asumsi τ-equivalent. Rumusan rumus Alpha adalah sebagai berikut (Azwar, 2005): α = (12) Keterangan : = banyaknya belahan tes = varians belahan j; j = 1, 2 k = varians skor tes Rumus ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, setiap belahan memiliki aitem yang relatif setara, paralel atau setidaknya memenuhi asumsi τ-equivalent. Selain itu, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen agar estimasi yang diperoleh dapat mendekati reliabilitas yang sebenarnya. iii. Koefisien Alpha untuk tes belah dua Rumus koefisien Alpha dapat digunakan untuk tes yang dibelah dua dan tidak memenuhi asumsi paralel, namun untuk menghindari underestimasi, maka pembelahan tes harus memenuhi asumsi τ-equivalent. Rumus koefisien Alpha untuk estimasi reliabilitas belah dua dirumuskan sebagai berikut (Azwar, 2005): r xx = 2 (13)

22 33 Keterangan: = varians pada belahan 1 = varians pada belahan 2 = varians total skor tes Rumus ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, setiap belahan memiliki aitem yang relatif setara, paralel atau setidaknya memenuhi asumsi τ-equivalent. Selain itu, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen agar estimasi yang diperoleh dapat mendekati reliabilitas yang sebenarnya. iv. Kuder-Richardson 20 (KR-20) KR 20 merupakan rata-rata estimasi reliabilitas dari semua cara belah-dua yang mungkin dilakukan. Rumus ini juga disebut sebagai koefisien α-20. Koefisien ini mencerminkan sejauhmana kesetaraan isi aitem-aitem dalam tes. Rumusan rumus KR-20 adalah (Azwar, 2005): (14) Keterangan : = banyaknya aitem dalam tes = varians skor tes p = proporsi subjek yang mendapat angka 1 pada suatu aitem, yaitu banyaknya subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh banyaknya seluruh subjek yang menjawab aitem tersebut.

23 34 Rumus ini dapat digunakan jika aitem dikotomi, jumlah aitem sedikit dan membelahan tes sebanyak jumlah aitem agar estimasi yang diperoleh dapat mendekati reliabilitas yang sebenarnya. v. Kuder-Richardson 21 Perhitungan KR-21 menggunakan rata-rata harga p dari keseluruhan aitem, Hal inilah yang membedakan antara KR-20 dengan KR-21. Rumusan KR- 21 adalah (Azwar, 2005): (15) Keterangan : = banyaknya aitem dalam tes = rata-rata p yaitu, = varians skor tes Untuk mempermudah komputasi, rumus KR-21 dapat pula dinyatakan sebagai: (16) Keterangan : M x = harga rata-rata means skor tes Rumus ini dapat digunakan jika aitem dikotomi, jumlah aitem sedikit dan membelahan tes sebanyak jumlah aitem. Indeks kesukaran aitem haruslah setara satu sama lain agar estimasi reliabilitas mendekati nilai yang sesungguhnya. Jadi,

24 35 indeks kesukaran aitem yang sangat bervariasi mengakibatkan estimasi reliabilitas akan lebih rendah dari pada menggunakan KR-20. vi. Rumus Kristof untuk Belah Tiga Komputasi koefisien reliabilitas tes yang telah dibelah menjadi tiga bagian ini didasarkan pada rumus estimasi skor murni yang dirumuskan Kristof, yaitu: (17) Keterangan: = kovarians belahan 1 dan belahan 2 = kovarians belahan 1 dan belahan 3 = kovarians belahan 2 dan belahan 3 Rumus ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, membelah tes menjadi 3 bagian, belahan tidak harus sama panjang, jumlah aitem tidak harus sama banyak dengan syarat isi tetap homogen, dan lebih baik digunakan pada subjek dalam jumlah besar (Azwar, 2005). vii. Flanagan Flanagan menganggap bahwa varians-varians pada setiap belahan tes merupakan varians eror pengukuran. Maka untuk tes yang dibelah menjadi dua bagian setara reliabilitasnya adalah sebagai berikut: r xx =2 (18)

25 36 Keterangan: = varians pada belahan 1 = varians pada belahan 2 = varians total skor tes Pada penelitian ini, estimasi koefisien reliabilitas dilakukan dengan pendekatan konsistensi internal karena data yang akan digunakan hanya dengan satu kali penyajian tes. Rumus estimasi koefisien reliabilitas yang digunakan adalah KR-20 dengan pertimbangan bahwa data penelitian ini berbentuk dikotomi dengan homogenitas indeks kesukaran aitem belum diketahui dan aitem dibelah sebanyak jumlah aitem tersebut. c. Interpretasi Koefisien Reliabilitas Konsep reliabilitas dalam CTT dipahami sebagai korelasi yang tinggi antara skor tampak dengan skor murninya sendiri. Allen & Yen (dalam Azwar, 2005) menguraikan enam cara dalam memandang koefisien reliabilitas tes, yaitu: 1) Sejauhmana korelasi antara skor tampak pada dua tes yang paralel yang dilambangkan r xx 2) Besarnya kuadrat koefisien reliabilitas (r xx 2 ) dipandang sebagai proporsi varians suatu tes yang sama dengan variasi skor pada tes lain yang paralel. 3) Koefisien reliabilitas merupakan besarnya perbandingan antara varians skor murni (s 2 t ) dan varians skor tampak (s 2 x ). 4) Koefisien reliabilitas merupakan kuadrat koefisien korelasi antara skor tampak dengan skor murni (r xt 2 ). Nilai r xt 2 pasti selalu besar daripada r xx selama nilai r xx tidak sama dengan 0 atau 1.

26 37 5) r xx sama dengan satu dikurang kuadrat koefisien korelasi antara skor tampak dengan eror pengukuran (r 2 xe ). 6) r xx sama dengan satu dikurang besarnya perbandingan varians eror dan varians skor tampak (1- s 2 e /s 2 x ). Secara teoritik, koefisien reliabilitas berkisar antara 0 sampai 1, namun secara empirik koefisien reliabilitas tidak pernah mencapai 1. Artinya terdapat ketidakkonsistenan skor antara dua tes yang paralel yang disebabkan oleh eror yang mempengaruhi performa subjek dalam mengikuti tes atau perbedaan antara skor tampak dan skor murni subjek (Crocker & Algina, 2005). Menurut Kelly (dalam Crocker & Algina, 2005) ada tiga tipe eror yang berhubungan dengan skor pada suatu tes, yaitu ketidaksesuaian antara skor murni dan skor tampak, ketidaksesuaian antara skor tampak subjek pada satu tes dan skor tampak subjek pada tes yang paralel dengan tes sebelumnya, dan ketidaksesuaian antara skor murni subjek dan estimasi skor murninya. Sehingga penafsiran terhadap koefisien reliabilitas dapat dilakukan melalui penafsiran standar eror pengukuran (SEm), dengan rumusan sebagai berikut: (19) Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes, maka kemungkinan kesalahan yang terjadi akan semakin kecil. Jadi, tidak ada harga mati dalam koefisien reliabilitas. Tinggi rendahnya koefisien reliabilitas sangat bergantung pada tujuan tes digunakan(suryabrata, 2005).

27 38 Murphy dan Davidshofer (2003) menjelaskan bahwa makna tinggi atau rendahnya koefisien reliabilitas tergantung pada tipe dari tes yang dikategorikan sebagai berikut: Nilai estimasi reliabilitas 0.95 Tabel 3. Kategori Nilai Estimasi Koefisien Reliabilitas Bentuk Tes Interpretasi Eror pengukuran memiliki efek yang sangat rendah Tes inteligensi 0.90 Tinggi sampai sedang 0.85 Tes prestasi Kelompok tes pilihan ganda Sedang sampai rendah 0.70 Skala 0.65 Rendah 0.60 Tes proyektif Skor murni dan eror pengukuran seimbang pada skor tes Berdasarkan Tabel 3, Murphy & Davidshofer (2003) menyatakan bahwa untuk tes inteligensi nilai estimasi reliabilitas yang dianggap baik jika sama atau besar dari 0.90 dengan interpretasi bahwa nilai reliabilitas tes inteligensi tersebut tinggi sampai sedang. Oleh karena itu, pada penelitian ini nilai koefisien reliabilitas akan dianggap baik jika nilai koefisien reliabilitas 0.90 dengan pertimbangan bahwa IST merupakan tes inteligensi. Selain itu, IST merupakan salah satu tes inteligensi yang masih sering digunakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Reliabilitas Crocker & Algina (2005) menjelaskan bahwa ada 3 hal utama yang secara tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya koefisien reliabilitas suatu instrumen, yaitu:

28 39 1) Homogenitas Kelompok Koefisien reliabilitas suatu tes akan dipengaruhi oleh variasi antara skor murni dan eror kelompok subjek atau skor tampak kelompok subjek. Jika asumsinya varians eror pada dua tes paralel atau ekivalen tetap dan r xx sama dengan 1-s 2 e /s 2 x, maka tinggi rendahnya koefisien reliabilitas akan tergantung pada besar kecilnya varians skor tampak (s 2 x ). Artinya pada kelompok subjek yang homogen, yaitu yang memiliki varians skor tampak kecil, harga s 2 e /s 2 x akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelompok subjek yang heterogen. Oleh sebab itu, semakin besar homogenitas kelompok akan semakin rendah nilai koefisien reliabilitas suatu tes dibandingkan dengan kelompok subjek yang heterogen. 2) Batasan Waktu dalam Tes Tes yang memiliki waktu yang lebih panjang cenderung akan memiliki indeks reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan tes yang memiliki waktu yang lebih pendek, terutama pada tes dengan komposisi aitem yang sama. Hal ini dikarenakan performansi subjek pada tes yang lebih panjang waktunya akan lebih maksimal. Sementara pada tes yang memiliki waktu lebih pendek, performansi subjek akan sangat ditentukan oleh banyak faktor, termasuk kelelahan dan performansi subjek lain yang mengikuti tes tersebut. 3) Panjang Tes Panjang dari suatu tes sangat bergantung dengan seberapa banyaknya aitem-aitem yang menyusun tes tersebut. Semakin banyak aitem yang memiliki

29 40 kualitas baik dalam suatu tes, maka semakin tinggi pula indeks reliabilitas tes tersebut. 4. Validitas a. Pengertian Validitas Pada pendekatan CTT, validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannnya pengukuran tersebut, sehingga pengertian validitas terlihat berkaitan sangat erat dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2005). Sejalan dengan Azwar (2005), Kumar (2009) menyatakan validitas suatu tes mengambarkan ketepatan alat ukur mengukur apa yang akan diukur dengan membandingkan alat ukur tersebut dengan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Artinya suatu tes valid untuk suatu tujuan khusus dan tidak tidak dapat digeneralisasikan untuk tujuan lain. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, pernyataan valid terhadap suatu pengukuran harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan awal pengukuran serta kelompok subjek yang mana yang hendak diukur (Azwar, 2005). Selain itu, suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat. Artinya pengukuran tersebut dapat memberikan gambaran

30 41 mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain. b. Jenis-Jenis Validitas Berdasarkan sifat dan fungsi setiap tes, validitas dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu validitas isi, validitas konstrak, dan validitas berdasarkan kriteria (Azwar, 2005). 1) Validitas Isi Validitas isi menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek atau ciri atribut yang hendak diukur. Validitas isi ini diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Dengan kata lain validitas isi sangat tergantung pada penilaian subjektif individual dan tidak melibatkan perhitungan statistik. Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu validitas muka dan validitas logik. 2) Validitas Konstrak Validitas konstrak menunjukkan sejauhmana tes mencakup suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukur (Allen & Yen, dalam Azwar, 2005). Kontrak psikologis tidak dapat diobservasi secara langsung. Konstrak ini didefinisikan sebagai hasil dari percobaan atau imajinasi secara ilmiah, suatu ide yang dikembangkan untuk mengkategorikan dan menjelaskan dari tingkah laku yang dapat diamati secara langsung (Crocker & Algina, 2005). Lord & Novick (dalam Crocker & Algina, 2005) menyatakan ada dua cara dalam mendefinisikan konstrak, yaitu dengan mendefinisikan secara operasional dan melakukan korelasi yang spesifik antara konstrak yang diukur dengan konstrak atau variabel lainnya.

31 42 Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang berlangsung terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai konstrak atau trait yang diukur (Azwar, 2005). Pengujian validitas konstrak umumnya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks, tetapi hasil estimasi validitas konstrak tidak dinyatakan dalam bentuk suatu koefisien validitas. Prosedur pengujian validitas ini berangkat dari hasil komputasi interkorelasional diantara berbagai hasil tes dan kemudian dianalisis lebih lanjut terhadap matriks korelasi yang diperoleh melalui dua pendekatan, yaitu analisis faktor dan multitrait-multimethod (Azwar, 2005). 1) Analisis faktor Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematik yang kompleks guna menganalisis hubungan diantara variabel-variabel dan menjelaskan hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut faktor. Pada dasarnya, koefisien korelasi yang tinggi diantara dua tes menunjukkan bahwa kedua tes mengukur suatu faktor yang sama (Azwar, 2005). 2) Analisis multitrait-multimethod Campbell dan Fiske (dalam Crocker & Algina, 2005) menggambarkan pendekatan ini sebagai ketepatan tes mengukur suatu konstrak dilihat dari keakuratan atau korelasi tes dengan konstrak yang sama secara teoritis dan korelasi tes dengan tes yang mengukur konstrak yang lain. Setiap koefisien korelasi diidentifikasi dengan tiga cara, yaitu: (a). Koefisien reliabilitas Korelasi antara dua pengukuran konstrak yang sama dan menggunakan metode yang sama secara ideal akan berkorelasi tinggi.

32 43 (b). Koefisien validitas konvergen Korelasi antara pengukuran konstrak yang sama tetapi menggunakan metode pengukuran yang berbeda akan menghasilkan korelasi yang tinggi, namun perbedaan metode memiliki kemungkinan untuk tidak berkorelasi secara lebih baik. (c). Koefisien validitas diskriminan Korelasi antara pengukuran konstrak yang berbeda menggunkan metode pengukuran yang sama (heterotrait-monomethod coefficient) atau korelasi antara konstrak dan cara pengukuran yang berbeda (heterotraitheteromethod coefficints) secara ideal memiliki reliabilitas atau koefisien validitas yang rendah. 3). Validitas Berdasarkan Kriteria Validitas berdasar kriteria merupakan sejauhmana hasil pengukuran suatu alat tes sama atau mirip dengan hasil pengukuran dengan tes yang lain yang dijadikan sebagai kriteria (Suryabrata, 2005). Dalam validasi tes berdasar kriteria, umumnya tes yang akan diuji validitasnya disebut sebagai prediktor. Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas, yaitu: (a). Validitas prediktif Estimasi validitas prediktif sangat penting artinya bila tes yang dimaksud berfungsi sebagai prediktor bagi performansi diwaktu yang akan datang (Azwar, 2005).

33 44 (b). Validitas konkuren Estimasi validitas konkuren dilakukan apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama. Azwar (2007) mengatakan bahwa sebagian besar faktor kriteria dalam estimasi validitas konkuren ialah skor tes lain yang biasanya sudah teruji dan terstandar dengan baku. Pada penelitian ini pengujian validitas akan dilakukan dengan pendekatan validitas konstrak yang bertujuan untuk melihat ketepatan subtes RA dalam mengukur kemampuan berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan mengambil kesimpulan. Pendekatan validitas konstrak ini diuji dengan analisis multitrait-multimethod berdasarkan koefisien validitas konvergen dan diskriminan dengan pertimbangan bahwa metode ini lebih mudah untuk dilakukan, hanya dengan mengkorelasikan skor total subjek pada setiap subtes dengan bantuan program SPSS. Selain itu, metode ini telah dipelajari oleh peneliti selama perkuliahan. Koefisien validitas konvergen dan diskriminan dilihat dari korelasi antara subtes RA dengan 8 subtes lainnya pada IST dalam bentuk matriks multitrait-multimethod. Korelasi tinggi menunjukkan bahwa subtes mengukur hal yang sama atau konvergen dan korelasi yang rendah menunjukkan subtes mengukur hal yang berbeda atau diskriminan. c. Interpretasi Koefisien Validitas Interpretasi koefisien validitas bersifat relatif. Tidak ada batasan universal yang mengarah kepada angka minimal yang harus dipenuhi agar suatu tes dikatakan valid. Menurut Cronbach (dalam Azwar, 2005) koefisien validitas yang baik adalah yang tertinggi yang bisa didapatkan. Jadi tidak ada batasan. Hal yang

34 45 menjadi pertimbangan adalah sejauh mana tes tersebut dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Tes yang berfungsi untuk memprediksi hasil suatu prosedur seleksi dapat dikatakan memberikan kontribusi yang baik jika koefisien validitas berkisar antara 0,3 sampai dengan 0,5. Menurut Azwar (2005) koefisien validitas yang tidak begitu tinggi, sekitar 0,5 akan lebih dapat diterima dan dianggap memuaskan dan koefisien validitas yang kurang dari 0,3 biasanya dianggap tidak memuaskan. Pada penelitian ini koefisien validitas dianggap baik atau memuaskan jika koefisien validitas konvergen 0,3, koefisien validitas diskriminan < 0,3. C. Analisis Karakteristik Psikometri Alat Ukur Alat ukur terdiri atas sekumpulan aitem-aitem yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kualitas dari aitem-aitem suatu alat ukur akan menentukan kualitas dari alat ukur itu sendiri. Aitem dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik jika aitem memiliki karakteristik psikometri yang baik pula (Azwar, 2007). Aitem berkualitas baik atau tidak dapat diketahui melalui analisis karakteristik psikometri terhadap aitem tersebut. Analisis karakteristik psikometri secara kuantitatif dapat dilihat dari empat karakteristik, yaitu indeks kesukaran aitem, indeks diskriminasi aitem, reliabilitas dan validitasnya (Anastasi & Urbina, 2006). Analisis terhadap aitem-aitem suatu alat ukur pada awalnya akan memberikan tiga informasi, yaitu informasi tentang distraktor, indeks kesukaran aitem dan indeks diskriminasi aitem (Murphy & Davidshofer, 2003). Tiga informasi ini berbeda secara teoritis tetapi berkaitan secara empirik. Ketiga

35 46 karakteristik tersebut akan saling mempengaruhi terhadap reliabilitas dan valididtas alat ukur. Namun, pada penelitian ini efektivitas distraktor tidak akan dikaitkan dengan indeks kesukaran aitem dan indeks diskriminasi aitem karena aitem-aitem subtes RA pada IST tidak memiliki distraktor. Indeks kesukaran aitem secara langsung akan mempengaruhi indeks diskriminasi aitem. Ketika aitem sangat susah (p = 0) atau aitem sangat mudah (p = 1), maka aitem tidak akan dapat membedakan antara subjek yang memiliki pengetahuan dan subjek yang tidak memiliki pengetahun sehingga indeks diskriminasi aitem menjadi rendah (Murphy & Davidshofer, 2003). Menurut Kumar (2009), indeks diskriminasi yang rendah akan mempengaruhi validitas dari aitem tersebut yang kemudian akan mempengaruhi validitas tes secara keseluruhan. Ketika aitem mengukur fungsi ukur secara tepat atau independen, maka aitem akan dapat membedakan antara kelompok yang memiliki atribut yang hendak diukur dan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur secara efektif sehingga aitem dapat dikatakan valid. Koefisien reliabilitas suatu tes juga akan dipengaruhi oleh indeks kesukaran aitem dalam tes tersebut. Ketika indeks kesukaran aitem tidak relatif setara satu sama lain atau sangat bervariasi maka koefisien reliabilitas akan rendah (Azwar, 2005). Jadi, suatu tes yang valid juga memiliki arti bahwa tes tersebut konsisten dalam mengukur atribut yang hendak diukur. Tes yang sangat reliabel akan mengukur fungsi yang hendak diukur berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga untuk menjadi tes yang valid, tes tersebut haruslah reliabel (Kumar, 2009). Namun, pada beberapa kondisi, tes yang valid

36 47 belum tentu reliabel, karena reliabilitas tes juga dipengaruhi oleh eror. Jadi tes yang valid belum tentu reliabel, dan begitu sebaliknya tes yang reliabel belum tentu valid (Azwar, 2005). D. Intelligenz-Struktur-Test (IST) 1. Sejarah dan Perkembangan IST IST merupakan salah satu tes yang digunakan untuk mengukur inteligensi individu. Tes ini dikembangkan oleh Rudolf Amthauer di Frankfurt, Jerman pada tahun Amthauer mendefinisikan inteligensi sebagai keseluruhan struktur dari kemampuan jiwa-rohani manusia yang akan tampak jelas dalam hasil tes. Intelegensi hanya akan dapat dikenali (dilihat) melalui manifestasinya misalnya pada hasil atau prestasi suatu tes. Berdasarkan pemikiran ini Amthauer menyusun sebuah tes yang dinamakan IST dengan hipotesis kerja sebagai berikut : Komponen dalam struktur tersebut tersusun secara hierarkis; maksudnya bidang yang dominan kurang lebih akan berpengaruh pada bidang-bidang yang lain; kemampuan yang dominan dalam struktur intelegensi akan menentukan dan mempengaruhi kemampuan yang lainnya. Pandangan Amthaeur pada dasarnya didasari oleh teori faktor, baik itu teori bifaktor, teori multifaktor, model struktur inteligensi Guilford dan teori hirarki faktor. Berdasarkan teori faktor, untuk mengukur inteligensi seseorang diperlukan suatu rangkaian baterai tes yang terdiri dari subtes-subtes. Antara subtes satu dengan lainnya, ada yang saling berhubungan karena mengukur faktor yang sama (general factor atau group factor), tapi ada juga yang tidak berhubungan karena masing-masingnya mengukur faktor khusus (special factor). Sedangkan kemampuan seseorang itu merupakan penjumlahan dari seluruh skor

37 48 subtes-subtes. Maka Amthauer menyusun IST sebagai baterai tes yang terdiri dari 9 subtes (Polhaupessy, dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009). Karakteristik dari baterai tes Amthauer menunjukkan adanya suatu interkorelasi yang rendah antar subtesnya (r=0.25) dan korelasi antara subtes dengan jumlah (keseluruhan subtes) yang rendah pula (r=0.60). Semenjak diciptakan, IST terus dikembangkan oleh Amthauer dengan bantuan dari para koleganya, berikut adalah perkembangan tes IST dari tahun 1953 hingga tahun 2000-an. a. IST 1953 IST yang pertama ini pada awalnya hanya digunakan untuk individu usia 14 sampai dengan 60 tahun. Proses penyusunan norma diambil dari 4000 subjek pada tahun b. IST 1955 IST merupakan pengembangan dari IST 1953, pada IST 1955 rentang usia untuk subjek diperluas menjadi berawal dari umur 13 tahun. Subjek dalam penyusunan norma bertambah menjadi 8642 orang. Pada tes ini sudah ada pengelompokan jenis kelamin dan kelompok usia c. IST 70 Berdasarkan permintaan dan tuntutan pengguna yang menyarankan pengkoreksian dengan mesin juga pengembangan tes setelah penggunaan lebih dari 10 tahun, maka disusunlah IST 70. Dalam IST 70 ini tidak terlalu banyak perubahan, tes ini memiliki 6 bentuk, setiap pemeriksaan dilakukan 2 tes sebagai bentuk parallel; yaitu A1 dan B2, atau C3 dan D4. Dua bentuk lainnya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara umum ada dua teori pengukuran yaitu teori tes klasik dan teori tes modern. Teori tes klasik merupakan pendekatan pertama yang dikembangkan dalam pengukuran. Teori pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewasa ini ada dua macam teori tentang pengukuran, yakni Teori Tes Klasik dan Teori Tes Modern (Suryabrata, 2005) di dalam buku Azwar (2007) menambahakan Teori Skor Murni Kuat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada dasarnya, ilmu pengukuran psikologis memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan classical test theory (selanjutnya akan disebut CTT) dan item response theory (selanjutnya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan masuk sebuah sekolah, calon siswa akan diberi tes untuk melihat apakah dia lulus atau tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Azwar (2007) bahwa teori pengukuran dapat dibahas dari tiga macam pendekatan secara umum, yaitu (a) pendekatan teori skor murni klasikal (classical true-score theory), (b)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Urbina, 2006). Mulai dari bidang pendidikan, industri dan organisasi sampai

BAB I PENDAHULUAN. Urbina, 2006). Mulai dari bidang pendidikan, industri dan organisasi sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari tingkah laku manusia merupakan salah satu peran ilmu Psikologi. Dalam mempelajari tingkah laku manusia, para psikolog melakukan berbagai jenis pengukuran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Psikologi mulai diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1953. Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ada dua macam teori dalam ilmu pengukuran, yakni Teori Tes Modern, yang lebih dikenal dengan item response theory (IRT), dan Teori Tes Klasik. IRT dapat memberikan informasi yang

Lebih terperinci

Berdasarkan pemikiran ini Amthauer menyusun sebuah tes yang dinamakan IST dengan hipotesis kerja sebagai berikut:

Berdasarkan pemikiran ini Amthauer menyusun sebuah tes yang dinamakan IST dengan hipotesis kerja sebagai berikut: Tes IST (Intelligenz Struktur Test) merupakan salah satu tes psikologi untuk mengukur tingkat intelegensi seseorang. Tes IST sangat familiar digunakan oleh birobiro psikologi saat ini. Untuk mengetahuil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Penggunaan tes psikologi semakin berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai kegunaan tes. Masyarakat kian menyadari bahwa tes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komparasi Estimasi Reliabilitas Pada Mata Pelajaran Sejarah Ditinjau Dari Homogenitas Dan Heterogenitas Kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komparasi Estimasi Reliabilitas Pada Mata Pelajaran Sejarah Ditinjau Dari Homogenitas Dan Heterogenitas Kelompok BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengukuran berarti pemberian angka pada objek-objek atau kejadiankejadian menurut sesuatu aturan (Kerlinger, 1990, hlm. 687). Pengukuran dalam bidang pendidikan lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 4 Madiun yang beralamat di Jalan Serayu Kota Madiun. Waktu pelaksanaanya pada semester II tahun pelajaran 2014/2015

Lebih terperinci

ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA

ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 1-7 ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA JIPP Anggun Lestari a dan Fahrul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tes-tes yang sudah ada (Anastasi & Urbina, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tes-tes yang sudah ada (Anastasi & Urbina, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat tes telah digunakan di Cina sejak tahun 2200 sebelum masehi, alat tes digunakan untuk seleksi pegawai negeri dan pada abad ke 19 pemerintah Inggris, Perancis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK 2.1 Tinjauan Tentang Kualitas Berbicara tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Azwar (013:5) metode kuantitatif adalah metode yang menekankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu masalah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional,

Lebih terperinci

VALIDITAS & RELIABILITAS. Sami an

VALIDITAS & RELIABILITAS. Sami an VALIDITAS & RELIABILITAS Sami an VALIDITAS Validitas berarti ketepatan atau kecermatan. Validitas merupakan sejauh mana alat ukur benar-benar mengukur apa yang memang ingin di ukur. TIGA CIRI VALIDITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan untuk mempelajari perilaku manusia. Untuk mempelajari perilaku manusia ini, para ahli psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam sebuah penelitian, salah satu faktor yang penting adalah adanya metode ilmiah tertentu yang digunakan untuk memecahkan sebuah masalah yang dipersoalkan dalam penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat dekat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat dekat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, bahkan boleh dikatakan bahwa dimana ada manusia, disana ilmu psikologi itu berlaku.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan pendekatan studi korelasional yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif yang secara umum bertujuan untuk melihat adanya perbedaan koefisien reliabilitas tes hasil belajar

Lebih terperinci

Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan Reliabilitas 1 Pendahuluan Tujuan pengukuran suatu obyek adalah menghasilkan informasi yang akurat dan obyektif mengenai obyek tersebut. Pengukuran berat suatu logam mulia bertujuan mengetahui berapa gram bobot logam

Lebih terperinci

BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN

BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Suatu alat ukur selayaknya memiliki ketepatan, keakuratan dan konsistensi sesuai dengan apa yang akan diukurnya. Tidak terkecuali

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK KARAKTERISTIK TES YANG BAIK Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si faridaagus@yahoo.co.id Karakteristik Tes Validitas alat tes Reliabilitas Hasil Pengukuran Konteks Validitas Dalam penelitian validitas digunakan

Lebih terperinci

Reliabilitas & Konfidensi. Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM

Reliabilitas & Konfidensi. Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM Reliabilitas & Konfidensi Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM Mengapa Ada Banyak Rumus Reliabilitas? Perbedaan konsep dasar dalam melandasi terbentuknya satu formula Rumus dengan asumsi tau-equivalent

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sejauhmana perbedaan harga diri dan perilaku asertif siswa korban bullying

BAB III METODE PENELITIAN. sejauhmana perbedaan harga diri dan perilaku asertif siswa korban bullying 88 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini berorientasi pada penelitian kuantitatif, yakni ingin melihat sejauhmana perbedaan harga diri dan perilaku asertif siswa korban bullying

Lebih terperinci

KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN

KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN A. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketetpatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Djaali

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN

VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN Zulkifli Matondang Abstrak Instrumen merupakan suatu alat yang dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data dari

Lebih terperinci

r P1, r P2,..., r p30 r R1, r R2,..., r R30

r P1, r P2,..., r p30 r R1, r R2,..., r R30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE DAN DESAIN PENELITIAN Metode Penelitian ini merupakan perbandingan reliabilitas tes hasil belajar matematika berdasar metode penskoran number-right score dan metode

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1 VALIDITAS DAN RELIABILITAS A. Pengertian Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti derajat ketepatan dan kecermatan suatu instrument penelitian sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yang merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional (X) dengan efektivitas kinerja karyawan (Y),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Paradigma penelitian ini dibangun dari empat pilar mendasar yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Paradigma penelitian ini dibangun dari empat pilar mendasar yaitu: BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian ini dibangun dari empat pilar mendasar yaitu: penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat, keterampilan berpikir kritis, teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Menurut Creswell (dalam Alsa, 2011, h.13), penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

EFEK SELEKSI AITEM BERDASAR DAYA DISKRIMINASI TERHADAP RELIABILITAS SKOR TES. Saifuddin Azwar Universitas Gadjah Mada

EFEK SELEKSI AITEM BERDASAR DAYA DISKRIMINASI TERHADAP RELIABILITAS SKOR TES. Saifuddin Azwar Universitas Gadjah Mada 1 EFEK SELEKSI AITEM BERDASAR DAYA DISKRIMINASI TERHADAP RELIABILITAS SKOR TES Saifuddin Azwar Universitas Gadjah Mada Seventy three items of IPA (science) test used in the 2006 University of Gadjah Mada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini menguraikan yang menyangkut kegiatan operasional penelitian dari karakteristik subyek, desain penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian dan teknik pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Revisi Tes a. Definisi Revisi Tes Revisi sebuah tes dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Butcher (2000) mengungkapkan bahwa merubah isi tes seperti, perubahan tampilan booklet,

Lebih terperinci

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN Tes adalah suatu pernyataan, tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan dan psikologi. Setiap butir

Lebih terperinci

RELIABILITAS (2) METODE RELIABILITAS & ERROR METODE RELIABILITAS & ERROR

RELIABILITAS (2) METODE RELIABILITAS & ERROR METODE RELIABILITAS & ERROR RELIABILITAS (2) BAB 4 Psikometri A. SCORER RELIABILITY Melihat konsistensi antar-penilai utk menilai klp subyek yg sama. Cocok digunakan: tes observasi, open-ended test, tes proyeksi. Interscorer error:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan Suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan Suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan BAB III METODE PENELITIAN 3. Desain Penelitian Metode merupakan Suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan sesuatu secara benar. Husein (998 : ). Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS INSTRUMEN TES AKHIR SEMESTER GASAL MATA PELAJARAN FISIKA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS ( SMA ) WILAYAH SURAKARTA

ANALISIS INSTRUMEN TES AKHIR SEMESTER GASAL MATA PELAJARAN FISIKA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS ( SMA ) WILAYAH SURAKARTA ANALISIS INSTRUMEN TES AKHIR SEMESTER GASAL MATA PELAJARAN FISIKA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS ( SMA ) WILAYAH SURAKARTA Sebastianus Hardi S, Drs. Sutadi Waskito, M.Pd, Elvin Yusliana E, S.Pd,M.Pd Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TEST. Classical Theory Test. Tingkat Kesukaran(

ANALISIS HASIL TEST. Classical Theory Test. Tingkat Kesukaran( 1 ANALISIS HASIL TEST by Juair mail: juair_jateng@yahoo.co.id Ulangan harian, mid semester, semester atau try out, uji SKL (TEST) adalah merupakan sarana untuk mengetahui kemampuan atau daya serap penguasaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini tidak

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini tidak 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pemilihan dan penggunaan metode sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian, oleh karena itu penentuan metode yang dipakai harus tepat dan sesuai dengan

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Pertemuan 7 VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Tujuan Setelah perkuliahan ini diharapkan dapat: Menjelaskan tentang pengertian validitas dan penerapannya dalam menguji instrument penelitian pendidikan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian Secara garis besar variabel penelitian mengenai keterbandingan reliabilitas berdasar metode penskoran number-right score dengan metode penskoran correction

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kejadian dengan melihat penyebab-penyebabnya. Teknik analisis komparasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kejadian dengan melihat penyebab-penyebabnya. Teknik analisis komparasional BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain dalam penelitian ini bersifat komparasional. Desain komparasional menurut Arikunto (2010 ) menyebutkan bahwa penelitian membandingkan dua kejadian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diteliti yaitu daya tarik interpersonal dan kohesivitas kelompok. Untuk kepentingan penelitian ini, maka pelaksanaannya

Lebih terperinci

Analisisi Data (Reliabilitas)

Analisisi Data (Reliabilitas) Analisisi Data (Reliabilitas) Reliabilitas (reliability) adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas dapat pula disebut dengan konsistensi, keterandalan, keterpercayaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang analisis butir soal Ulangan Akhir Semester (UAS) mata pelajaran Fisika kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto Tahun Ajaran 2015/2016 ini sesuai

Lebih terperinci

Pengantar Psikodianostik

Pengantar Psikodianostik Modul ke: Pengantar Psikodianostik Dasar dasar Tes Psikologi Validitas dan Reliabilitas Tes Psikologis Fakultas PSIKOLOGI Wenny Hikmah Syahputri, M.Psi., Psi. Program Studi Psikologi Jenis Tes Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif untuk mengetahui perbedaan hardiness mahasiswa lakilaki dan mahasiswa perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang abstrak, sehingga kita membutuhkan pemahaman dan keterampilan yang mendalam untuk bisa menguasainya. Di antara keterampilan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. komparatif dengan pendekatan eksparimen. Penelitian dengan pendekatan

METODE PENELITIAN. komparatif dengan pendekatan eksparimen. Penelitian dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksparimen. Penelitian dengan pendekatan eksparimen diartikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Menurut Bambang (2005, h. 53) rancangan penelitian adalah mencatat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Menurut Bambang (2005, h. 53) rancangan penelitian adalah mencatat BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Bambang (2005, h. 53) rancangan penelitian adalah mencatat perencanaan dari cara berpikir dan merancancang suatu strategi untuk menemukan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah : B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah : B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Variabel Tergantung : Prokrastinasi 2. Variabel Bebas : Kecemasan B. Definisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. banyak menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. banyak menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif, yaitu 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen 47 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen yang dilakukan terhadap dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan penerapan

Lebih terperinci

Laporan Penelitian. Analisis Kualitas Butir Soal Mata Kuliah Membaca 2 (PBIN4329)

Laporan Penelitian. Analisis Kualitas Butir Soal Mata Kuliah Membaca 2 (PBIN4329) Laporan Penelitian Analisis Kualitas Butir Soal Mata Kuliah Membaca 2 (PBIN4329) Oleh B. Esti Pramuki esti@ut.ac.id dan Nunung Supratmi nunung@ut.ac.id LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS TERBUKA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2005: 247). Penelitian dengan

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2005: 247). Penelitian dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional kuantitatif. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. matematis berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. matematis berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, maksudnya bahwa dalam menganalisis data dengan menggunakan angka-angka, rumus, atau model matematis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. independent (bebas) dan variabel dependet (terikat). Variabel bebas yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. independent (bebas) dan variabel dependet (terikat). Variabel bebas yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel yaitu variabel independent (bebas) dan variabel dependet (terikat).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan. B. Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan. B. Variabel Penelitian 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian komparatif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencoba mengembangkan alat ukur untuk mengetahui

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencoba mengembangkan alat ukur untuk mengetahui BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini mencoba mengembangkan alat ukur untuk mengetahui apakah peserta didik di sekolah menengah dapat memahami konsep atau arti fisis dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian deskriptif analisis. Metode penelitian ini diambil karena berkesesuaian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian deskriptif analisis. Metode penelitian ini diambil karena berkesesuaian 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analisis. Metode penelitian ini diambil karena berkesesuaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif yang berangkat dari persoalan-persoalan umum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala

BAB III METODE PENELITIAN. bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi perilaku atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian (Hadi, 000). Variabel penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibutuhkan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Variabel bebas atau Independent

BAB III METODE PENELITIAN. dibutuhkan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Variabel bebas atau Independent BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yaitu orang yang dapat memberikan data dan informasi yang dibutuhkan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Variabel bebas atau Independent

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pretest-posttest one

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pretest-posttest one III. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pretest-posttest one group design pada kelompok-kelompok ekuivalen. Penelitian akan dilakukan pada dua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. untuk melihat perbedaan (kepercayaan diri) ditinjau dari jenis kelamin.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. untuk melihat perbedaan (kepercayaan diri) ditinjau dari jenis kelamin. BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini variabel yang diteliti yaitu kepercayaan diri. Untuk jenis penelitian kuantitatif ini, maka pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yaitu dukungan sosial teman sebaya sebagai variabel bebas (X) dan kebahagiaan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yaitu dukungan sosial teman sebaya sebagai variabel bebas (X) dan kebahagiaan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan metode korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu dukungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 6 Bandung yang beralamat di Jl. Soekarno-Hatta (Riung Bandung), Jawa Barat.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 6 Bandung yang beralamat di Jl. Soekarno-Hatta (Riung Bandung), Jawa Barat. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian dilakukan di Program Keahlian Teknik Audio Video SMK Negeri 6 Bandung yang beralamat di Jl. Soekarno-Hatta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara atau teknik ilmiah untuk memperoleh data dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara atau teknik ilmiah untuk memperoleh data dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara atau teknik ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara

Lebih terperinci

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014.

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014. 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung. Sekolah ini beralamat di Jalan Dr. Setiabudhi No

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 67 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diteliti yaitu rasa humor, intelegensi, dan kreativitas verbal tidak dapat dimanipulasi atau dikondisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. kerangka berfikir dan hipotesis. Adapun yang akan dibahas, sebagai berikut:

BAB II KAJIAN TEORITIK. kerangka berfikir dan hipotesis. Adapun yang akan dibahas, sebagai berikut: BAB II KAJIAN TEORITIK Bab ini akan memaparkan teori- teori yang terkait dengan variabel - variabel yang di teliti oleh peneliti, yakni mengenai uji validitas konstruk soal - soal ujian nasional mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. antara Health locus of Control dengan Perilaku berisiko terhadap kesehatan pada

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. antara Health locus of Control dengan Perilaku berisiko terhadap kesehatan pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis hubungan antara Health locus of Control dengan Perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan. B. Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan. B. Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian korelasional untuk mengetahui hubungan kecanduan bermain game online

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. fenomena atau gejala utama dan pada beberapa fenomena lain yang relevan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. fenomena atau gejala utama dan pada beberapa fenomena lain yang relevan. BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Setiap kegiatan penelitian tentu memusatkan perhatiannya pada beberapa fenomena atau gejala utama dan pada beberapa fenomena lain yang relevan. Dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode merupakan hal penting yang diperlukan dalam penelitian, serta salah satu cara sistematik yang digunakan dalam penelitian. Berhasil tidaknya penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian adalah merupakan suatu rangkain kegiatan ilmiah yaitu dalam rangka pemecahan suatu permalasahan. Hasil penelitian tidak perna dimaksudkan sebagai suatu pemecahan langsung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan model penelitian korelasional. Pendekatan kuantitatif menekankan analisa pada data angka yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tabel 3.1 Nonequivalent Pretest and Posttest Control Group Design

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tabel 3.1 Nonequivalent Pretest and Posttest Control Group Design BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu. Metode eksperimen semu dapat memberikan informasi yang merupakan perkiraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti

Lebih terperinci

KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN

KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. Tahun ke-13, No. 066, Mei 2007 KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN Oleh: Baso Intang Sappaile ) Abstrak: Instrumen merupakan suatu alat yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi bivariat ( bivariate

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi bivariat ( bivariate BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi bivariat ( bivariate correlation). Korelasi bivariat (bivariate correlation) merupakan hubungan antara dua

Lebih terperinci