II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Pelabelan Produk Pangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Pelabelan Produk Pangan"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Pelabelan Produk Pangan Label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk tulisan, gambar atau kombinasi keduanya yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, dicetak atau merupakan bagian kemasan (PP no ). Tujuan utama pelabelan adalah memberikan informasi tentang identitas produk dalam kemasan sehingga konsumen dapat mengetahuinya tanpa harus membuka kemasan sehingga konsumen terlindung dari pangan yang kedaluarsa maupun yang mengandung bahan berbahaya termasuk allergen pangan. Tujuan lainnya adalah menarik minat pembeli dan sebagai alat komunikasi antara produsen dan konsumen. Dasar hukum peraturan perundangan tentang pelabelan pangan adalah Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996 Bab IV pasal 30-35, Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Surat Keputusan Kepala Badan POM RI no. HK tanggal 4 Desember 2003 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Selain itu UU Perlindungan Konsumen Bab III pasal 4 juga menyatakan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang dan jasa. Pasal 7 menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha diantaranya adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang. Pasal 8 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi barang yang tidak sesuai dengan janji di label, tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa, tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal seperti dalam label, tidak memasang label/membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, berat bersih, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat produsen. Kewajiban pelabelan pangan bagi produsen pangan telah dijelaskan dalam PP No. 69 tahun 1999 Bab II bagian pertama pasal 2 ayat 1. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Yang dimaksud

2 6 dengan setiap orang dalam PP Pelabelan (Bab I, Ketentuan Umum) adalah perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak. Namun tidak semua produk pangan termasuk produk IRTP wajib melakukan pelabelan pangan. Produk pangan yang tidak harus melakukan pelabelan pangan adalah : (1) pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan minimal pada label, (2) pangan yang dijual dan dikemas secara langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil-kecilan, (3) pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah) (PP No Bab VII pasal 63). Dalam penjelasannya, PP No menyatakan bahwa produk pangan yang kemasannya terlalu kecil, tetap wajib mencantumkan nama dan alamat produsen. Ketentuan produk yang dijual curah dalam jumlah besar adalah minimal 500 lt atau 500 kg. Keterangan tentang keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label juga didapat dalam PP No. 28 tahun 2004 pasal 44 yang menyebutkan bahwa produk pangan yang masa simpannya kurang dari tujuh hari pada suhu kamar tidak harus memiliki nomor pendaftaran. Hal ini berarti produk tersebut tidak wajib mencantumkan nomor pendaftaran pada labelnya, jika produk tersebut tergolong dalam produk yang wajib melakukan pelabelan. Produk pangan lain yang tidak wajib memiliki nomor pendaftaran adalah produk yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran, penelitian atau konsumsi sendiri. Kewajiban pelabelan bagi produk pangan juga diatur dalam UU Pangan Bab IV pasal 30 ayat 1. Persyaratan umum pelabelan adalah label harus jelas, mudah terlihat, dan berisi informasi yang benar, jujur dan akurat. Sedangkan persyaratan teknis pelabelan adalah dibuat cukup besar agar memuat informasi penting mengenai produk, tidak mudah lepas, luntur atau lekang oleh air, gosokan atau sinar matahari, dan jika ditempelkan dengan lem, lem tidak boleh mempengaruhi mutu kemasan (misalnya menyebabkan karat) dan mutu label. Keterangan minimal yang harus ada dalam label menurut PP no. 69 tahun 1999 dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan adalah : 1. Nama makanan dan/atau merek dagang 2. Komposisi

3 7 3. Berat atau Isi netto/bersih 4. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi atau yang mengedarkannya 5. Nomor pendaftaran, bagi produk pangan yang wajib memiliki nomor pendaftaran 6. Tanggal dan atau kode produksi 7. Keterangan kadaluarsa Keterangan atau peringatan yang disebutkan pada label tidak boleh menyesatkan konsumen. Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 ini akan dikenai sanksi administratif berupa : 1. Peringatan secara tertulis (sebanyak tiga kali) 2. Larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran 3. Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia 4. Penghentian produksi untuk sementara waktu 5. Pengenaan denda paling tinggi Rp ,- (lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin produksi dan izin usaha. 2.2 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah industri yang mengolah pangan yang bertempat di rumah tempat tinggal dengan peralatan manual hingga semi otomatis (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No : HK , tahun 2003 dan PP no 28 tahun 2004). Definisi lain yang menjelaskan tentang industri rumah tangga adalah definisi oleh Badan Pusat Statistik (dalam Publikasi Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga/Small Scale and Household Industry Statistics, BPS, 2005) yang menggolongkan usaha industri pengolahan di Indonesia ke dalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori tersebut adalah :

4 8 1. Industri kerajinan rumah tangga yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang. 2. Industri kecil yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19 orang. 3. Industri sedang yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja orang 4. Industri besar yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih Selanjutnya, BPS menggolongkan jenis-jenis usaha seperti industri makanan minuman (golongan pokok 15), industri pengolahan tembakau (golongan pokok 16), industri tekstil (golongan pokok 17), industri pakaian jadi (golongan pokok 18), dll. Dalam hal ini IRTP masuk dalam golongan pokok 15. Buku publikasi Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga tahun 2005 jumlah industri kerajinan rumah tangga golongan 15/makanan minuman yang dipublikasikan adalah jumlah per golongan per Indonesia, tidak dirinci per propinsi, sehingga untuk mengetahui jumlah IRTP di suatu propinsi tidak dapat menggunakan data BPS ini. Namun demikian, data ini dapat digunakan sebagai gambaran kondisi jumlah IRTP di Indonesia. Jumlah Industri Kecil (IK) dan Industri Kecil Rumah Tangga (IKR) dari tahun 2003 hingga tahun 2005 di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah Industri Kecil dan Industri Kecil Rumah Tangga di Indonesia golongan pokok usaha 15 (makanan dan minuman) No Tahun Jumlah Usaha (Unit) IK IKR Total Sumber : Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga, BPS, 2005.Keterangan : IK = Industri Kecil, IKR = Industri Kerajinan Rumah Tangga

5 9 Definisi IRTP lainnya adalah berdasarkan UU RI No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil. Dalam UU ini dijelaskan bahwa yang dimaksud usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam UU. Sedangkan kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,- (dua juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,- (satu milyar rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar 5. Berbentuk orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Jika dilihat dalam definisi usaha kecil seperti pada UU RI No 9 tahun 1995 tersebut maka IRTP masuk dalam usaha kecil yang bergerak di bidang pangan. 2.3 IRTP di Propinsi DI Yogyakarta Propinsi DI Yogyakarta merupakan dataran tinggi dengan ketinggian dari m di atas permukaan laut, terletak pada posisi 7.00, LS 8.00, LS. Luas wilayah propinsi DI Yogyakarta berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas km2 dan berupa lautan 6.977,5 km2. Wilayah administrasi Propinsi DI Yogyakarta terbagi menjadi 4 wilayah kabupaten dan 1 kota yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Persentase luas wilayah menurut kabupaten/kota di Propinsi DI Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 2.

6 10 Tabel 2 Luas wilayah, ketinggian, dan jarak lurus ke ibu kota propinsi menurut kab./kota di Propinsi DI Yogyakarta No Kabupaten/Kota Ibu kota Keting gian Luas (km2) Jarak (km) Persentase (%) 1 Yogyakarta Yogyakarta 75 32, Sleman Sleman , Gunungkidul Wonosari , Bantul Bantul , Kulon Progo Wates , Sumber : BPS DIY, Wilayah administrasi Propinsi DI Yogyakarta di sebelah timur berbatasan dengan Klaten, di sebelah barat berbatasan dengan Purworejo, di sebelah utara berbatasan dengan Klaten dan di sebelah selatan berbatasan dengan lautan Indonesia. Pemerintah Propinsi DI Yogyakarta c.q. Dinas Kesehatan kabupaten/kota telah menyelenggarakan SPP-IRT sejak tahun 2003 hingga sekarang. Dari kegiatan SPP-IRT tersebut telah dihasilkan 596 IRTP yang telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dalam rangka SPP-IRT dan 163 IRTP telah diaudit sarana produksinya. Namun yang telah mendapatkan nomor P-IRT baru 117 IRTP. Selain BPS, pengelolaan data IRTP juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. PP no 28 tahun 2004 pasal 43 mengamanatkan pembinaan dan pengawasan pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga pada Bupati/ Walikota. Oleh karena itu penggunaan data IRTP di suatu propinsi untuk suatu penelitian tentang pengawasan pangan lebih tepat jika menggunakan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah IRTP di Propinsi DI Yogyakarta yang mengikuti PKP dalam rangka SPP-IRT dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah IRTP yang mengikuti PKP dalam rangka SPP-IRT di Propinsi DI Yogyakarta tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 No Kab/Kota Jumlah (IRTP) per Tahun Total Yogyakarta Sleman

7 11 No Kab/Kota Jumlah (IRTP) per Tahun Total 3 Gunungkidul Bantul Kulonprogo Total Sumber : Laporan penyelenggaraan SPP-IRT oleh Dinas Kesehatan Kab./Kota di Propinsi DI Yogyakarta, 2003 hingga Sanitasi Pangan Sanitasi adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia (UU Pangan no. 7 tahun 1996). Program sanitasi meliputi sanitasi pekerja antara lain kesehatan umum, kebersihan dan perlengkapan umum, sedangkan program sanitasi pangan meliputi proses pengolahan pangan sampai dengan penanganan limbah & fasilitas umum. UU Pangan pasal 5 (1) menyebutkan bahwa sarana dan prasarana wajib memenuhi persyaratan sanitasi. Setiap orang yang berkaitan dengan pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi (ps. 6). Orang perseorangan yang menangani langsung atau berada langsung dalam lingkungan proses produksi wajib memenuhi persyaratan sanitasi (ps. 7). Peraturan Pemerintah no. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Bab II pasal 2 (1) menyebutkan bahwa setiap orang yang berkaitan dengan pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi. Sumber kontaminasi mikroorganisme ke bahan pangan antara lain berasal dari pekerja pengolah pangan, hewan yang meliputi ternak besar, unggas, hewan peliharaan, binatang pengerat, dan serangga. Sumber kontaminasi mikroorganisme lainnya adalah air buangan/limbah, tanah, udara, bahan pangan, dinding, lantai, dan langit-langit (Rahayu et al. 2003). Higiene pengolah pangan meliputi hal-hal antara lain penjagaan kebersihan badan pekerja pengolah pangan, penggunaan pakaian kerja yang bersih dan lengkap, penerapan prosedur mencuci tangan dengan benar, penghindaran terhadap kebiasaan pekerja yang tidak higienis dan kebiasaan buruk, dan

8 12 penjagaan kesehatan tubuh. Pekerja pengolah pangan sebagai salah satu sumber pencemaran mikroorganisme ke pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga terjadinya pencemaran ke pangan dapat diminimalisasi (Rahayu et al. 2003) Sanitasi pangan harus mampu mengurangi jumlah mikroba atau menghilangkan mikroba berbahaya pada pangan. Sanitasi pangan meliputi sanitasi pengolahan pangan, sanitasi peralatan, sanitasi air, sanitasi hama dan lingkungan, dan penanganan limbah. Sanitasi pengolahan pangan ditujukan untuk mengontrol pertumbuhan mikroba dalam pangan. Metode untuk mengontrol pertumbuhan mikroba dalam pangan dapat meliputi pengaturan suhu pemasakan selama pengolahan pangan (Food Control Handbook, BPOM RI 2003). Sanitasi peralatan dapat mengurangi jumlah mikroba sehingga memperkecil peluang terjadinya kontaminasi mikroba kepada pangan. Sanitasi peralatan dilakukan terhadap semua permukaan peralatan dan mesin yang kontak langsung dengan pangan. Sebelum peralatan disanitasi terlebih dahulu harus dibersihkan dari kotoran yang menempel pada peralatan tersebut. Sanitasi peralatan ditujukan untuk membunuh sel mikroba vegetatif yang tertinggal pada permukaan alat. Untuk membantu proses sanitasi, sering digunakan bahan sanitaiser seperti air panas, UV, ozon, dan bahan kimia yang meliputi antara lain klorin, iodin, dan quats (Rahayu et al. 2003). Sanitasi air merupakan salah satu aspek sanitasi di dalam sanitasi pangan yang penting untuk diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menangani air di industri pangan adalah air yang kontak langsung dengan produk pangan haruslah memenuhi persyaratan air minum (BPOM RI, 2003 dan CAC, Basic Text on Food Hygiene 2003). Air untuk keperluan khusus sebagai contoh air untuk industri pengalengan makanan yang secara rutin akan digunakan dalam proses-proses perendaman, pencucian, pengupasan, blansir, dan lain-lain juga memerlukan persyaratan tertentu, khususnya mengenai batas-batas kandungan kimianya seperti besi (Fe), sulfur (S), dan tingkat kesadahannya. Aktivitas sanitasi yang lainnya dalam sanitasi pangan adalah sanitasi hama. Hama dan serangga merupakan vektor terhadap pencemaran mikroba patogen dalam pangan. Oleh karena itu industri pangan harus memperhatikan terhadap masuknya hama ke dalam ruang pengolahan pangan, termasuk gudang

9 13 penyimpanan. Pengendalian hama terdiri dari usaha pencegahan agar hama tidak masuk ke dalam ruang pengolahan dan pembasmian hama di dalam ruang pengolahan. Hama dan serangga yang perlu diwaspadai diantaranya adalah tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk (CAC, Basic Text on Food Hygiene 2003). Limbah sebagai sisa pangan, akan menjadi daya tarik bagi hama dan serangga. Oleh karena itu limbah atau sampah harus selalu dibuang secara teratur, dikeluarkan dari ruang pengolahan secara teratur. Tempat sampah dan limbah harus dalam kondisi tertutup. Agar pelaksanaan praktek pembersihan dan sanitasi di industri pangan berjalan dengan tertib dan teratur, maka perlu dibuatkan jadwal pembersihan dan sanitasi yang meliputi pembersihan fasilitas bangunan dan peralatan. Pembersihan bangunan meliputi pembersihan dinding, lantai, dan langit-langit. Sedangkan pembersihan dan sanitasi permukaan peralatan dan mesin yang kontak dengan pangan meliputi peralatan yang kecil (portable) dan mesin yang tetap (fixed). Jadwal pembersihan dan sanitasi harus memuat apa yang dibersihkan, siapa petugas yang membersihkan, kapan pembersihan dilakukan dan bagaimana pekerjaan dilakukan. Dengan dibuatnya jadwal yang tetap, jika perlu dibuat juga prosedur pembersihan dan sanitasi, maka kegiatan/praktek higiene dan sanitasi di industri pangan khususnya di IRTP dapat berjalan dengan lebih tertib dan teratur (CAC, Basic Text on Food Hygiene 2003). 2.5 Program Pembinaan IRTP Program pembinaan IRTP utamanya dalam hal keamanan pangan yang dihasilkan oleh IRTP banyak dilakukan oleh Badan POM yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat. PP no 28 tahun 2004 pasal 43 mengamanatkan pengawasan dan pembinaan IRTP kepada Bupati/ Walikota. Kepala Badan POM RI berkewajibkan menetapkan pedoman pembinaan IRTP dan melaksanakan pembinaan terhadap pemda dan masyarakat. Pembinaan teknologi dan peralatan/permesinan juga dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Pembinaan keamanan pangan oleh Badan POM bekerjasama dengan

10 14 Dinas Kesehatan diantaranya adalah penyuluhan keamanan pangan dalam rangka sertifikasi Produksi Pangan IRTP (SPP-IRT) (PP no ). Penyuluhan keamanan pangan ini dimaksudkan untuk memberi bekal pengetahuan kepada penanggung jawab IRTP agar mempunyai komitmen dan kompetensi menghasilkan pangan yang aman dan bermutu bagi konsumen. Dalam hal ini Badan POM berperan sebagai fasilitator dengan cara membuat kurikulum pelatihan dan mencetak tenaga Penyuluh Keamanan Pangan di tingkat pusat, propinsi dan daerah kabupaten/kota. Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan ini bertugas menyuluh IRTP. Selain itu Badan POM juga mencetak tenaga District Food Inspector (DFI) atau tenaga pengawas pangan kabupaten/kota dari dinas kesehatan. Tenaga DFI ini yang nantinya berkompetensi untuk mengaudit sarana produksi IRTP agar memenuhi persyaratan keamanan pangan (SK Kepala Badan POM RI No. HK tanggal 30 April 2003, tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, Jakarta, 2003) Program lainnya adalah pemberian Piagam Bintang Keamanan Pangan oleh Badan POM kepada IRTP yang mau dan konsisten menerapkan prinsip-prinsip keamanan pangan. Tujuan program Piagam Bintang Keamanan Pangan adalah mendorong industri pangan khususnya IRTP untuk menerapkan sistem jaminan mutu keamanan pangan secara bertahap sehingga mampu memenuhi persyaratan internasional. Piagam Bintang Keamanan Pangan terdiri atas tiga tahap yaitu Piagam Bintang Satu, Dua, dan Tiga. Piagam Bintang Keamanan Pangan ini merupakan kerjasama antara Badan POM dengan pemerintah daerah cq. dinas kesehatan. Program pembinaan IRTP yang lain adalah mengenai aspek pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha dan perlindungan (UU RI No. 9 tahun 1995 Bab IV tentang Iklim Usaha). Walaupun program-program pembinaan IRTP sudah dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah, tetapi IRTP masih menjumpai permasalahanpermasalahan dalam memproduksi pangan yang aman dan bermutu. Beberapa

11 15 kendala yang dijumpai IRTP adalah (Kebijakan dan Program Nasional Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga /IRT 2003) : 1. Mutu produk yang kurang konsisten dan tidak seragam 2. Masalah higiene dan sanitasi yang masih kurang konsisten dijalankan 3. Masalah modal kerja yang terbatas sehingga mengurangi kemampuan berinvestasi 4. Terbatasnya tempat usaha, sehingga alur kerja menjadi sumber masalah kontaminasi silang 5. Kurangnya pemasaran produk jadi. 6. Masalah pelabelan yang belum sesuai dengan persyaratan pelabelan seperti yang diatur dalam PP no. 69 tahun Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) adalah salah satu bentuk kebijakan pemerintah cq. Badan POM RI dalam mengatur, membina dan mengawasi pangan di Indonesia khususnya pangan hasil produksi Industri Rumah Tangga (IRT). Tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia, terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab, dan terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat (UU Pangan No. 7 tahun 1996 Ps. 3.) Pada tahun 2003, pemerintah cq. Badan POM RI telah menerbitkan Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK tanggal 30 April Dalam pedoman ini diatur cara penyelenggaraan sertifikasi produksi pangan IRTP dan tujuannya. Salah satu alasan penting mengapa perlu dilakukan SPP-IRT adalah bahwa setiap perusahaan wajib mengetahui dan mematuhi peraturan perundangundangan di bidang pangan. Upaya untuk memasyarakatkan higiene dan peraturan

12 16 perundang-undangan di bidang pangan perlu dilakukan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal (BPOM RI 2003). Secara nasional, SPP-IRT telah diselenggarakan sejak tahun 2003 hingga sekarang. Dari penyelenggaraan SPP-IRT tersebut dihasilkan 8076 IRTP telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dan 4254 IRTP telah diaudit sarana pengolahannya, namun yang telah mendapatkan nomor P-IRT baru 3952 IRTP (BPOM RI 2008). 2.7 Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Pengajuan Permohonan Permohonan untuk mendapatkan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) diajukan kepada Pemerintah Daerah c.q. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa susu dan hasil olahannya, daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam kemasan (AMDK), pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI, pangan lain yang ditetapkan oleh Badan POM. Pemohon diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan dan diperiksa sarana produksinya (BPOM RI 2003) Penyelenggaraan dan Pelaksanaan Penyuluhan Keamanan Pangan Penyelenggara Penyuluhan Keamanan Pangan dalam rangka SPP-IRT adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota c.q. Dinas Kesehatan. Pelaksanaan Penyuluhan Keamanan Pangan dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Penyuluhan Keamanan Pangan bagi IRTP ini merupakan salah satu bentuk pembinaan dan pengawasan IRTP oleh Bupati /Walikota (PP no ). Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan adalah adalah petugas yang telah memiliki Sertifikat Penyuluh Keamanan Pangan yang dikeluarkan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM. Sertifikat tersebut diperoleh melalui Pelatihan

13 17 Penyuluhan Keamanan Pangan yang diselenggarakan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM (BPOM RI 2003). Peserta Penyuluhan Keamanan Pangan adalah pemilik atau penanggung jawab Produsen Pangan IRT. Peserta yang telah lulus Penyuluhan Keamanan Pangan diberikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Materi utama Penyuluhan Keamanan Pangan adalah : Berbagai Jenis Bahaya (Biologis, Kimia, dan Fisik), Cara Menghindari dan Memusnahkannya. Pengawetan Pangan. Higiene dan Sanitasi Sarana Produsen Pangan-IRT Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB- IRT). Peraturan Perundang-undangan terutama tentang Keamanan Pangan, Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), Label dan Iklan Pangan. Materi pelengkap/pendukung dapat dikembangkan sesuai kebutuhan Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga, misalnya : Pengemasan dan Penyimpanan Produk Pangan Industri Rumah Tangga Pengembangan Usaha Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga, termasuk Etika Bisnis. Materi penyuluhan keamanan pangan disampaikan dalam bentuk ceramah,diskusi, demonstrasi/peragaan simulasi, pemutaran video dan cara-cara lain yang dianggap perlu. Jumlah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan sekurang-kurangnya 2 (dua) hari 5 (lima) jam Pemeriksaan/Audit Sarana Produksi Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pemeriksaan ke sarana produksi produsen pangan IRT. Petugas yang melakukan pemeriksaan sarana produksi harus mempunyai Sertifikat Inspektur Pangan Kabupaten/Kota yang dikeluarkan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM. Sertifikat tersebut diperoleh melalui

14 18 Pelatihan Inspektur Pangan Kabupaten/Kota yang diselenggarakan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM. Pemeriksaan sarana produksi harus mengikuti Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK tanggal 30 April 2003 tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRT. Hasil pemeriksaan sarana produksi IRT dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan sertifikat produksi pangan IRT. Pemeriksaan sarana produksi IRT merupakan penilaian kesesuaian sarana produksi IRT terhadap pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik-Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Formulir/checklist yang digunakan untuk mengaudit/memeriksa sarana produksi IRTP dapat dilihat pada Lampiran 1. Parameter yang dinilai dalam CPPB-IRT adalah Lingkungan Produksi (Grup A), Bangunan dan Fasilitas (Grup B), Peralatan Produksi (Grup C), Suplai Air (Grup D), Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi (Grup E), Pengendalian Hama (Grup F), Kesehatan dan Higiene Karyawan (Grup G), Pengendalian Proses (Grup H), Label Pangan (Grup I), Penyimpanan (Grup J), Manajemen Pengawasan (Grup K), Pencatatan dan Dokumentasi (Grup L), dan Pelatihan Karyawan (Grup M). Masing-masing parameter dapat memiliki nilai 1 yang berarti Kurang (K), 2 yang berarti Cukup (C), dan 3 yang berarti Baik (B). Nilai sarana produksi IRTP dapat berupa huruf mutu B yang berarti sarana produksi IRTP dalam kondisi Baik, C berarti sarana produksi IRTP dalam kondisi Cukup dan K yang berarti sarana produksi IRTP dalam kondisi Kurang. Penilaian ini tergantung dari nilai audit 13 parameter dalam CPPB-IRT dimana jika 4 grup/parameter utama bernilai B dan maksimal 2 parameter lainnya bernilai K maka sarana IRTP mendapat nilai B. Jika 4 grup/parameter utama bernilai B atau C dan maksimal 4 grup/parameter lainnya bernilai K maka sarana IRTP mendapat nilai C, dan jika di bawah B dan C maka sarana IRTP mendapat nilai K. Yang dimaksud 4 Grup/parameter Utama adalah Suplai Air (Grup D), Pengendalian hama (Grup F), Kesehatan dan higiene Karyawan (Grup G), dan Pengendalian Proses (Grup H). Laporan penilaian sarana pengolahan pangan oleh inspektur pangan kabupaten/kota menunjukkan bahwa masalah utama dalam penerapan CPPB-IRT adalah diantaranya masalah Pelabelan (Grup I) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Hal ini ditunjukkan dengan nilai parameter/group I

15 19 (pelabelan pangan) yang masih berada di bawah 2 (Cukup) seperti pada Gambar 1. Grafik Garis Nilai Rata-Rata 13 Parameter/Grup CPPB-IRT di 21 Propinsi tahun Prov. Jambi Prov. Bali Prov. Bant en Prov. DI Yogjakarta Nilai Prov. DKI Jakarta Prov. Goront alo Prov. Jawa Barat Prov. Jawa Tengah Prov. Jawa Timur Prov. Kalimant an Barat Prov. Kalimant an Tengah Prov. Kalimant an Timur Prov. Lampung Prov. M aluku Grup A Grup B Grup C Grup D Grup E Grup F Grup G Grup Grup H Grup I Grup J Grup K Grup L Grup M n = 4194 Prov. Nanggroe Aceh Darussalam Prov. Nusa Tenggara Timur Prov. Sulawesi Barat Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Utara Prov. Sumatera Barat Prov. Sumatera Utara Gambar 1 Nilai 13 parameter/grup CPPB-IRT di 21 propinsi tahun Form audit/pemeriksaan sarana produksi IRTP, untuk parameter Pelabelan hanya terdapat dua nilai yaitu B (Baik) jika memenuhi persyaratan Pelabelan dan K (Kurang) jika tidak memenuhi persyaratan Pelabelan. Persyaratan Pelabelan yang dimaksud adalah persyaratan minimal seperti yang dipersyaratkan oleh PP no 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Form audit/pemeriksaan sarana IRTP dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil audit sarana IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menunjukkan bahwa Industri Rumah Tangga Pangan di Propinsi DI Yogyakarta mengalami permasalahan pada parameter pelabelan (Group I) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

16 20 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Nilai Group A Nilai Group B Nilai Group C Nilai Group D Nilai Group E Nilai Group F Nilai Group G Nilai Group H Nilai Group I Nilai Group J Nilai Group K Nilai Group L Nilai Group M Gambar 2 Grafik nilai rata-rata 13 parameter/grup CPPB IRT di Propinsi DI Yogyakarta tahun 2004, 2005, dan 2007 (N=157). Berdasarkan hasil pemeriksaan/audit sarana produksi IRTP di Propinsi DI Yogyakarta dapat dilihat bahwa IRTP yang memiliki nilai K ( Kurang ) pada parameter I (Pelabelan) memiliki jenis pangan seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis pangan IRTP yang memiliki nilai K (Kurang) pada parameter I (pelabelan) di Propinsi DI Yogyakarta sampai dengan tahun 2007 No Jenis Pangan Jumlah (Unit) 1 Daging dan hasil olahnya 4 2 Ikan dan hasil olahnya 1 3 Unggas dan hasil olahnya 3 4 Kelapa dan hasil olahnya 2 5 Tepung dan hasil olahnya 95 6 Minyak goreng 2 7 Gula, madu, kembang gula 5 8 Coklat, kopi, teh 2 9 Minuman Ringan, jus 9 10 Buah dan hasil olahnya 7 11 Biji-bijian dan umbi-umbian Es 3 13 Tidak diketahui 3 Jumlah 152 Sumber : Laporan penyelenggaraan SPP-IRT di Propinsi DIY, BPOM, 2004,2005,2007

17 21 Sedangkan jumlah IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menurut jenis pangannya per kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menurut jenis pangannya sampai dengan tahun 2007 No Jenis Pangan Jumlah (Unit) 1 Daging dan hasil olahnya 5 2 Ikan dan hasil olahnya 4 3 Unggas dan hasil olahnya 8 4 Sayur dan hasil olahnya 2 5 Kelapa dan hasil olahnya 24 6 Tepung dan hasil olahnya Minyak goreng 0 8 Jem dan sejenisnya 0 9 Gula, madu, kembang gula Coklat, kopi, the 6 11 Bumbu 5 12 Rempah-rempah 4 13 Minuman ringan, jus Buah dab hasil olahnya Biji-bijian dan umbi-umbian Es 3 17 Tidak diketahui 249 Jumlah 596 Sumber : Laporan penyelenggaraan SPP-IRT di Propinsi DIY, BPOM, 2004,2005, Sistem Pendataan Dan Pelaporan Penyelenggaraan SPP-IRT harus dilaporkan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM setempat dengan melampirkan tembusan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi terkait selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah penyelenggaraan. Pencabutan/pembatalan sertifikat serta perubahan dan penambahan jenis produk pangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus dilaporkan kepada Badan POM c.q. Balai Besar POM/Balai POM dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi terkait. Balai Besar / Balai POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM.

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN PELABELAN DAN IKLAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pengertian (1) Label

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III. A. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

BAB III. A. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan 30 BAB III SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PADA KETENTUAN PASAL 43 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN A. Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2012 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERIZINAN PIRT (PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERIZINAN PIRT (PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA) 1. Dasar Hukum a. Undang-Undang RI mor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; b. Undang-Undang RI mor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; c. Undang-Undang RI mor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; d. Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT)

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA TUJUAN KHUSUS Memberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 13 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.709, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Formula Pertumbuhan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Undang-undang Pangan No. 7/1996

Undang-undang Pangan No. 7/1996 Undang-undang Pangan No. 7/1996 Legislasi -> pengaturan Dasar pengaturan : Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia Prasyarat yang harus dipenuhi : aman, bermutu bergizi, beragam dan tersedia secara cukup

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

EVALUASI PENULISAN LABEL PANGAN YANG TIDAK LENGKAP DAN IKLAN PANGAN MENYESATKAN PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013

EVALUASI PENULISAN LABEL PANGAN YANG TIDAK LENGKAP DAN IKLAN PANGAN MENYESATKAN PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 JURNAL RISET MANAJEMEN Vol. 1, No. 1, Mei 2014, 78-92 EVALUASI PENULISAN LABEL PANGAN YANG TIDAK LENGKAP DAN IKLAN PANGAN MENYESATKAN PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi

Lebih terperinci

PENGKAJIAN ASPEK PELABELAN DAN SANITASI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA FAUZI ACHMADI

PENGKAJIAN ASPEK PELABELAN DAN SANITASI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA FAUZI ACHMADI PENGKAJIAN ASPEK PELABELAN DAN SANITASI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA FAUZI ACHMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PENGKAJIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

Farmaka Suplemen Volume 15 Nomor 3 57

Farmaka Suplemen Volume 15 Nomor 3 57 Suplemen Volume 15 Nomor 3 57 TATA CARA REGISTRASI UNTUK PANGAN OLAHAN INDUSTRI RUMAH TANGGA (PIRT) DAN MAKANAN DALAM NEGERI (MD) DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUK YANG AMAN DAN BERMUTU DI BANDUNG JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan jasa boga di Kabupaten Jepara dilaksanakan oleh beberapa Stakeholder, di antaranya

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA

PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA Suwardiyono 1*, Indah Hartati 1, Helmy Purwanto 2 1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang 1 Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; UU 7/1996, PANGAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal: 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Tentang: PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAM BUPATI PURWOREJO NOMOR 49 TAHUN 2009

BUPATI PURWOREJO PERATURAM BUPATI PURWOREJO NOMOR 49 TAHUN 2009 BUPATI PURWOREJO PERATURAM BUPATI PURWOREJO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG SERTIFIKASI PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas "pokok dan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.1220, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kategori Pangan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R No.1706, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Wajib Kemasan. Minyak Goreng. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG MINYAK GORENG WAJIB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg No. 738, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Periklanan Pangan Olahan. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1055, 2015 BPOM. Takaran Saji. Pangan Olahan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal : 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/99; TLN 3656 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

2012, No.72 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang

2012, No.72 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang No.72, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Hewan. Peternakan. Alat. Mesin. Penggunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5296) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut dapat memperbesar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id Tujuan Aturan Label dan Iklan Pangan (PP 69/1999) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat mendasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis global yang menimpa dunia sejak akhir tahun lalu menyebabkan Indonesia juga mulai terkena dampak yang cukup signifikan. Hal ini terutama semakin sempitnya lapangan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

INFORMASI LABEL KEMASAN MOCHIBO INFORMATION OF "MOCHIBO" AS A FOOD LABELLING ABSTRACT ABSTRAK

INFORMASI LABEL KEMASAN MOCHIBO INFORMATION OF MOCHIBO AS A FOOD LABELLING ABSTRACT ABSTRAK 112 Fitriah dan Kusumadinata Informasi label kemasan Mochibo INFORMASI LABEL KEMASAN MOCHIBO INFORMATION OF "MOCHIBO" AS A FOOD LABELLING M Fitriah 1a dan AA Kusumadinata 1 1 Program Studi Ilmu Komunikasi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Ringan Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang menurut Maslow menduduki peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan sejumlah makanan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 03 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 01 Tahun : 2009 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 01 Tahun : 2009 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 01 Tahun : 2009 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN, PENGAWASAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 Pasal 69 Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: a. Sanitasi Pangan; b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan; c. pengaturan

Lebih terperinci