BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual memang sangat minim. Anak yang mengalami korban eksploitasi tersebut sudah diupayakan adanya pendekatan terhadap anak dan orang tua harus mampu menemukan jalan keluarnya (Shalahudin, dan Prasetio, 2000 : 16). Eksploitasi seks komersial sering digunakan untuk merujuk pada prostitusi anak dan pornografi anak. Meskipun demikian, anak jelas memiliki hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi seksual, apakah komersial atau tidak. Eksploitasi yang dialami oleh murid dengan gurunya (misalnya memberikann nilai bagus untuk mendapatkan pelayanan seksual), melanggar hak-hak korban, lepas dari apakah ada dimensi komersial atau tidak. Sexual abuse yang sistematis terhadap penduduk sipil di masa konflik atau penindasan juga merupakan kejahatan terhadap kemanusian, lepas dari apakan korbanya anak-anak atau orang dewasa (Riyanto, 2006: 59). Anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Hak anak untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat anak merupakan hal yang penting agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal. Dengan kata lain, tidak mungkin tercapai suatu keputusan yang terbaik bagi anak maupun tidak mungkin tumbuh dan kembang anak maksimal jika pendapat

2 anak tidak didengar dan pendapatnya tidak dihargai dalam pengambilan keputusan bagi dirinya (Save The Children, 2010: 30). Di Sumatera Utara sendiri, kasus Eksploitasi seksual terhadap anak semakin hari makin besar porsi kejadiannya dan yang paling menonjol pada permasalahan perdagangan anak untuk kepentingan pelacuran. PKPA mencatat data koban pada tahun 2011 kasus trafficking untuk ekspolitasi seksual anak tercatat sebanyak 16 kasus, dan jumlah itu mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2012 menjadi 34 kasus. Pada pemetaan 2013, PKPA juga menemukan 22 anak yang menjadi korban prostitusi, yakni 7 anak diantaranya berstatus sekolah dan sebagiannya putus sekolah ketika menjadi prostitusi anak (Sumber: Diakses pada tanggal 11 November 2013, Pada Pukul WIB). Masalah ekspoitasi seksual terhadap anak menjadi masalah yang sangat serius untuk dieliminasi. Muhammad Farid (2000) mengatakan ada tiga yang mencolok untuk ekspoitasi seksual yaitu pemerkosaan terhadap anak, anak yang dilacurkan dan perdagangan anak untuk dilacurkan dan perdagangan anak untuk kepentingan pornografi dan seksual. Namun data-data mengenai ketiga kasus tersebut sulit didapat karena belum adanya data yang di dapat dalam data statistik, untuk itu yang dijadikan pedoman adalah data media massa. Kasus pemerkosaan menurut KPAID, di Sumatera Utara sepanjang 2012 ada 52 kasus pemerkosaan naik hingga 27% dibandingkan tahun 2011 (Sumber: /metronews/read/2013/01/07/6/120775/kpai-kasus-kekerasan-seksual-terhadap- Anak-Meningkat, di akses pada tanggal 11 November 2013 pukul WIB).

3 Data yang di himpun oleh Yayasan Pusaka Indonesia dari 5 (Lima) media cetak lokal terlihat bahwa sepanjang tahun 2006 hingga 2008 tercatat 283 kasus perdagangan orang, dimana korban eksploitasi seksual tercatat sebanyak 128 orang. Bila dilihat dari asal korban dari ekspolitasi seksual terhadap anak, Medan adalah salah satu kota yang paling banyak memasok korban. Data tersebut juga tidak jauh berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh International Organization Of Migration (IOM) bahwa terdapat kasus trafikking di Indonesia, sedangkan untuk kasus eksploitasi seksual terdapat 512 kasus (atau sekitar 15,53%) (Ikhsan, Elisabeth, Susanti, Marjoko, Khairul, Syahputra: 2010) Data yang dilansir pada tahun 2011 yang berhasil dimonitoring oleh Yayasan Pusaka Indonesia, Usia anak Ekspoitasi seksual kategori antara 2-18 tahun. Dalam data Yayasan Pusaka Indonesia juga dapat dilihat bahwa ekspoitasi seksual dalam kasus pelacuran anak paling banyak pada kategori tahun dan disusul dengan kategori usia 6-8 tahun. Sedangkan pada kasus pornografi terjadi pada usia 8-15 tahun. Sedangkan pada kasus KDRT, Pernikahan dini, pedofilia dan trafficking dalam kata lain lebih erat pada setiap usia (Sumber: /filterpdf/ganguan%20sters%20pasca%20trauma%20pada%20korban.pdf. diakses pada tanggal 3 Oktober 2013, Pukul WIB). Masalah perlindungan terhadap anak muncul, ketika masalah anak masih ada dan terus di perbincangkan oleh publik. Dalam pendidikan, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual dan kekerasan dapat menjadi faktor tersembunyi pada tingkat retensi di kelas yang rendah. Dalam kesehatan, kekerasan dapat terjadi pada cederacedera yang tidak dijelaskan oleh pelayanan kesehatan, atau bahkan penyebab dari kecacatan pada waktu jangka panjang. Keterkaitan ini, telah banyak diakui oleh Committee On The Rights Of The Child (Riyanto, 2006 : 8).

4 Perawatan dan perlindungan yang memadai bagi anak korban ekspolitasi seksual dapat diberikan dalam suatu lingkungan yang mengedepankan dan melindungi hak semua anak korban eksploitasi seksual. Khususnya hak untuk tidak dipisahkan dari orang tua, dan dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan dan bersenang-senang dan hak atas perlindungan dari segala bentuk eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual. Adanya hak-hak anak atas perlindungan dari kekerasan, abuse dan eksploitasi secara jelas digariskan dalam hukum internasional, standar hukum badan-badan regional dan hukum domestik dari sebagian besar negara, hal ini mencerminkan suatu konsensus dasar kemanusiaan bahwa sebuah dunia yang sesuai bagi anak adanya perlindungan untuknya (Riyanto, 2006 : 8). Keluarga menjadi faktor tunggal dan terpenting dalam menentukan apakah seorang anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, karena begitu sentralnya keluarga dalam kehidupan anak, keluarga sering kali juga menjadi sumber kekerasan, perlakuan yang tidak patut, diskriminasi dan eksploitasi. Orang tua mempunyai Tanggung jawab untuk membesarkan anak. Ketika orang tua tidak mampu memikul tanggung jawab, Negara memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka. Adanya pasal 19 merujuk pada tanggung jawab Negara untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasaan fisik dan mental, cedera atau perlakuan salah, pengabaian atau perlakuan menelantarkan, perlakuan yang tidak sepatutnya atau eksploitasi, termasuk peyalahgunaan seksual, ketika dalam perawatan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang merawat anak tersebut ( Riyanto, 2006 : 9). Beberapa Negara, dimana pemerintah mempunyai tugas untuk membantu masyarakat madani, komunitas dan anak-anak sendiri dalam hal pencegahan dan merespon kekerasan, abuse, dan ekspoitasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

5 Sangat jelas bahwa respon terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik, diketahui oleh semua pihak di semua tataran agar menghormati hak-hak perlindungan anak dan menerapkannya ke semua anak di segala keadaan tanpa adanya diskriminasi. Meraih suatu dunia dimana perlindungan hak-hak anak secara rutin dihormati membutuhkan suatu jaminan bahwa anak tumbuh disuatu lingkungan yang protektif, dimana setiap elemen lingkungan memberikan andil dalam perlindungan mereka dimana semua pelaku memainkan peranannya masing-masing (Riyanto, 2006 : 11). Elemen lingkungan yang protektif dan akan saling tumpang tindih dalam hal perlindungan terhadap anak. Misalnya komitmen pemerintah mungkin mengatur apakah pelayanan bagi korban tindakan penyalahgunaan disediakan, atau apakah investasi dibuat dalam mekanisme pemantau. Media juga mempunyai peran yang sangat penting. Ada sejumlah cara untuk membangun atau mengembangkan suatu lingkungan yang protektif bagi anak-anak. Hal ini mencakup: a. Berbagai upaya untuk menjawab secara cermat dan mengikis dampak kemiskinan ekonomi dan kemiskinan sosial. b. Adanya prakarsa dialog dimana di semua tingkatan dari pemerintah ke bawah, komunitas, keluarga dan anak-anak itu sendiri. c. Penggunaan mekanisme hak-hak azasi manusia internasional. Hal ini juga bias mencakup upaya mendorong agenda mengenai perlindungan di tingkahat pertemuan regional. d. Mencari perubahan perilaku masyarakat, menetang sikap dan tradisi yang dapat memperparah abuse terhadap perlindungan anak, memberikan dukungan merka yang protektif yang bekerjasama dengan media.

6 e. Memperkuat kapasitas untuk mengukur dan menganalisa masalah-masalah perlindungan tanpa mengetahui apa yang terjadi, pemerintah dan pihak lain yang terlibat akan terugikan ketika merespon masalah-masalah perlindungan. f. Menjamin akses terhadap pelayanan bagi pemulihan dan reintegrasi bagi anak-anak yang telah mengalami abuse. g. Mendorong partisipasi dan memperkuat ketahanan anak-anak itu sendiri (Riyanto, 2006 :13). Kompleksnya persoalan eksploitasi terhadap anak ini juga telah menimbulkan perhatian untuk segera mengakhirinya. Berbagai lembaga mulai terbentuk untuk mencoba mencari penyelesaian yang konkrit terhadap persoalan eksploitasi anak ini. Lembaga yang terbentuk memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda dalam menangani masalah anak di Indonesia khusunya di Sumatera Utara (Ikhsan, Zuuska, Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 19). Penolakan terhadap paradigma feodalistik (pola majikan buruh) yang hendak dilanggengkan terus dalam pengorganisasian sebuah NGO advokasi tersebut menjadi dasar pertama munculnya bagi Yayasan Pusaka Indonesia. Nama tersebut dipilih secara demokratis dan dibungkus dengan sebuah makna bahwa aktivis-aktivis yang membentuknya memiliki sebuah pusaka atau warisan semangat luhur untuk membesarkan diri dari semua bentuk penindasan yang ada. Bahwa aktivis-aktivis sosial tersebut ingin terus memilihara komitmenya unruk secara bersama-sama berjuang bahu membahu mengurai beban penderitaan dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyakat dalam isu strategis dalam hal perlindungan terhadap anak dan masyarakat pencari keadilan (Laporan Tahunan Yayasan Pusaka Indonesia Periode Tahun ).

7 Analisis eksternal menghasilkan beberapa masalah penting anak untuk ditangani Pusaka Indonesia yaitu: a. Peradilan yang belum ramah anak. b. Ketidaksiapsiagaan (masyarakat, pemerintah) dalam menghadapi bencana. c. Tidak memadainya fasilitas Rumah Aman untuk anak korban bencana. d. Masih lemahnya pemahaman aparat hukum dan masyarakat tentang penanganan anak korban kekerasan. e. Hak anak atas lilngkungan yang sehat. Fokus tersebut terkaitt kampaye pelarangan iklan rokok komunitas anak muda ( SKEPO : 2008). Lembaga Swadaya Mayarakat merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat nasional, kawasan internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra pemerintah yang kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, sosial budaya dan yang lain. LSM dan kelompok masyarakat yang peduli secara individu memang memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam penangan masalah pada anak. Harus kita akui bahwa LSM memang sudah senantiasa berjuang mulai dari sejak dahulu dan senantiasa terus berjuang dalam penegakan HAM, fenomena LSM memang pada awalnya dipandang negatif olehh pemerintah yang dianggap mencampuri secara usil kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa nelakukan kritik tanpa solusi (Sumber: / /12071/1/09E02100.pdf. diakses pada tanggal 21 Oktober 2013, pukul WIB). Di Sumatera Utara, Organisasi Non Pemerintah (NGO) yang menangani isu anak, berkembang dengan pesat. NGO yang khusus menangani kasus eksploitasi

8 seksual terhadap anak yang disebut KAESKA. Kemudian di tahun 2001 akibat dilanda konflik internal maka sebagian besar awak kapal lembaga tersebut keluar dan mendirikan Pusaka Indonesia. NGO-NGO ini menerapkan strategi pendekatan yang berbeda, sangat tergantung dari gaya dan karakteristik pemimpinya. Dan dapat dikatakan tidak ada koordinasi antara satu NGO dengan NGO lain, kesanya mereka bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan irama musik yang dilantunkan ( Ikhsan, Ikhsan, Zuuska, Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 21). Misi yang diemban Yayasan Pusaka Indonesia, memberikan bantuan hukum (di dalam dan di luar pengadilan) terhadap anak-anak., khususnya nank-anak yang membutuhkan perlindungan khusus(children in need special protection) dan masyarakat pencari keadilan (justiabelen), merancang konsep tanding (legal drafting counter draf dan judicial revieuw) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di bidang anak dan peradilan yang independen (independent judicial), melakukan upaya mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan (lobi, negoisasi, kolaborasi dan lainnya) dalam perlindungan anak dan justiabelen, mempengaruhi pendapatan umum (kampaye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi perubahan kebijakan perlindungan perlindungan anak dan justiabelen. Selain itu, Pusaka Indonesia juga melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang anak dan justiabelen ( Sabah, 2008: 28). Selama delapan tahun Yayasan Pusaka Indonesia bekerja untuk mendorong terciptanya kondisi yang lebih nyaman buat anak dan perempuan, Pusaka Indonesia telah mencapai tahap perkembangan organisasi yang mungkin sebelumnya tak terbayangkan oleh para mandiri. Dalam masa empat tahun pertama, Pusaka Indonesia telah menorehkan kesan dimata publik sebagai institusi bantuan hukum

9 untuk anak dan perempuan. Ini tak lepas dari peran Pusaka Indonesia yang banyak membantu dan menyediakan diri untuk isu bantuan hukum anak jalanan, anak yang berkonflik dengan hukum, dan anak korban kekerasan sexual. Pusaka Indonesia juga aktif mendorong kelahiran regulasi di tingkat lokal maupun isu pekerja anak dan perdagangan manusia ( SKEPO, 2008: 1). Berangkat dari isu-isu anak, khususnya pada isu eksploitasi seksual pada anak dan bersamaaan dengan misi yang telah diemban oleh Yayasan Pusaka Indonesia, dengan ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat dirumuskan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak?. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak.

10 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Bagi penulis, dapat mempertajam kemampuan menulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan pengetahuan dan mengasa kemampuan berpikir penulis dalam menyikapi dan menganalisis permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, khususnya permasalahan sosial anak. b. Bagi fakultas, dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka pengembangan konsep-konsep dan teori-teori keilmuan mengenai Permasalahan Sosial Anak yang dikembangkan oleh Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial khusunya, serta dapat bermanfaat. c. Bagi praktisi, dapat menambah wawasan mengenai permasalahan Korban Eksploitasi Seksual pada anak dan mampu memberikan masukan terhadap upaya penanganan sehingga anak tidak kehilangan haknya dan mampu menjalani kembali keberfungsian sosialnya dengan baik serta anak mampu mengembalikan rasa kepercayaan dirinya di tengah-tengah masyarakat.

11 1.4 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan uraian sejarah geographis dan gambaran umum tentang lokasi dimana penelitian melakukan penelitian. BAB V : ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi B A B 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, dan merupakan tindakan yang bertentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian terhadap anak sejalan dengan peradaban manusia yang dari hari ke hari semakin berkembang, anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa yang lahir untuk dilindungi. Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan harta

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan mengambil

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia (World Bank) dan banyak berkembang di negara-negara dunia ketiga (negara berkembang). Dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan UNICEF melihat kondisi yang berkembang terhadap kehidupan anak-anak di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh keluarganya untuk

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak salah jika pasangan yang telah berumah tangga belum merasa sempurna jika belum dikaruniai

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada anak. Salah satu contoh eksploitasi seksual komersial anak tersebut adalah perdagangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang. yang mereka alami bukan karena kehendaknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang. yang mereka alami bukan karena kehendaknya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Meluasnya industri sex yang ada di beberapa negara termasuk Indonesia telah mengakibatkan banyak anak yang dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersial. Pelacuran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM)

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sebagai penerus bangsa merupakan salah satu komunitas yang harus diperhatikan dan dilindungi serta dijamin hak-haknya sebagai seorang anak. Berdasarkan data dari

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena anak hidup dijalan sudah mulai menjadi perbincangan sejak awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari keluarga, dan menempati

Lebih terperinci

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI KALIMANTAN BARAT JL. SULTAN ABDURRACHMAN NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara.

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sejak meningkatnya kejahatan eksploitasi dan komersial anak (ESKA) dari tahun 2002, thailand menjadi pusat perhatian publik internasional. Meningkatnya pendapatan negara dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami secara mendalam mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan terhadap kasus kekerasan perempuan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi anak merupakan cerminan kondisi bangsa di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi anak merupakan cerminan kondisi bangsa di masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan investasi masa depan bagi sebuah bangsa. 1 Kondisi anak merupakan cerminan kondisi bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

SEMARANG, 22 Oktober 2014

SEMARANG, 22 Oktober 2014 SAMBUTAN ASISTEN KESRA SEKDA PROV. JATENG PADA PEMBUKAAN RAKOR Upaya Percepatan Kerjasama Pencegahan dan Penanganan Trafficking Terhadap Perempuan Dan Anak Se-Wilayah Mitra Praja Utama Di Jawa Tengah Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, yang sekaligus merupakan tunas, potensi dan generasi

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Kota Blitar memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial secara umum di Indonesia mencakup berbagai jenis masalah yang berkaitan dengan anak. Saat ini Departemen Sosial menangani 26 jenis PMKS

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama.

Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama. Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama. Permasalahan dan Isu Strategis Ada tiga isu strategis di Bidang Perlindungan Anak yang mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif. Sebaliknya, mereka bukanlah. manusiawi dari pihak siapapun atau pihak manapun.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif. Sebaliknya, mereka bukanlah. manusiawi dari pihak siapapun atau pihak manapun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menempati urutan pertama di dunia sebagai negara dengan jumlah panti asuhan terbesar yaitu mencapai 5000 hingga 8000 panti terdaftar dan 15.000 panti

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR: 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR: 2 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR: 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian terpenting yang tidak dapat terpisahkan dengan keberlangsungan perjuangan suatu Negara. Oleh karena pentingnya peran anak ini, di dalam

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DAN DISKRIMINASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

Pengantar. responsibility (CSR).

Pengantar. responsibility (CSR). Pengantar Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian sebuah perusahaan juga ikut repot-repot melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. human trafficking di Indonesia yang berkedok dengan menjadi TKI di luar negeri

BAB V KESIMPULAN. human trafficking di Indonesia yang berkedok dengan menjadi TKI di luar negeri BAB V KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kondisi human trafficking di Indonesia yang berkedok dengan menjadi TKI di luar negeri masih banyak terjadi, walaupun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain tidak mungkin dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Masalah Anak adalah mahluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style LATAR BELAKANG Perdagangan anak ( trafficking ) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekruitmen,transportasi, baik di dalam maupun antar negara,

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : Mengingat a. bahwa anak

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tumpuan sekaligus harapan dari semua orang tua. Anak merupakan satu-satunya penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan

Lebih terperinci

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk: PERENCANAAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS YANG INDEPENDEN PADA SEKTOR RELAWAN Pada tahun 1992, Dewan Perencanaan Sosial Halton bekerjasama dengan organisasi perencanaan sosial yang lain menciptakan Jaringan

Lebih terperinci

1 LATAR 3 TEMUAN 7 KETIDAKMAMPUAN

1 LATAR 3 TEMUAN 7 KETIDAKMAMPUAN Daftar isi TERLANGGARNYA HAK PEREMPUAN ATAS RASA AMAN Hasil Pemantauan Hak Perempuan atas Rasa Aman di Transportasi Publik hal : 1 LATAR BELAKANG 3 TEMUAN PEMANTAUAN PEREMPUAN 7 KETIDAKMAMPUAN NEGARA MENJAMIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci