PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK RETNO NUGROHO WHIDHIASIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK RETNO NUGROHO WHIDHIASIH"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK RETNO NUGROHO WHIDHIASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural Network adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Februari 2012 Retno Nugroho Whidhiasih NRP G /Ilkom

4

5 ABSTRACT RETNO NUGROHO WHIDHIASIH. Development of Mangosteen Maturity Classification Model on Color Based Using Fuzzy Neural Network. Under direction of SUGI GURITMAN and PRAPTO TRI SUPRIYO. Fuzzy Neural Network (FNN) has a capability to classify a pattern located within two different classes where a classical Neural Network (NN) is failed to do so. The fuzzy pattern classification is using membership degree on output of neuron as learning target. Objective of this research is to develop an artificial intelligence system model for non-destructive classification of fresh mangosteen using Fuzzy Neural Network. Component of color result in from image processing that influential against level of mangosteen s maturity is used as input parameter. Percentage accuracy ratio of FNN model compare to NN for five, three, and two classification classes is 70:40, 86:65 and 90:90 respectively. The best result of FNN modeling is achieved on three class target classification (unripe, export and local) with green color index, value, a* u*, v*, entropy, contrast, energy and homogeinity as predictor parameters and 15 neurons hidden layer. Comparison of percentage capability of FNN against NN to identify the class is 100:0, 100:87 and 63:75. Keyword : classification, fuzzy neural network, mangosteen, non-destructive grading, pattern recognition.

6

7 RINGKASAN RETNO NUGROHO WHIDHIASIH. Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural Network. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan PRAPTO TRI SUPRIYO. Fuzzy Neural Network (FNN) memiliki kemampuan untuk melakukan klasifikasi terhadap suatu pola yang berada di dalam dua kelas, yang tidak dapat diklasifikasi menggunakan model klasifikasi klasik Neural Network (NN). Klasifikasi pola secara fuzzy ini menggunakan derajat keanggotaan pada neuron output sebagai target pembelajaran. Klasifikasi fuzzy ini memungkinkan untuk digunakan dalam mengklasifikasi buah manggis dimana banyak terdapat pola yang terletak diantara dua kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model sistem kecerdasan buatan untuk mengklasifikasi buah manggis segar secara non-destruktif berdasarkan warna menggunakan FNN berdasarkan Standar Prosedur Operasi (SPO) manggis deptan Parameter input yang digunakan adalah komponen warna hasil dari pengolahan citra yang mempunyai pengaruh terhadap tahap kematangan buah manggis. Komponen warna yang digunakan adalah indek warna RGB, HSV, L*a*b*, L*u*v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas yang nilai-nilainya telah ditransformasi ke dalam skala 0 sampai 1. Berdasar hasil analisis, komponen warna yang digunakan sebagai variabel penduga kematangan buah manggis adalah nilai indek merah (red), hijau (green), biru (blue) V (value), a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Jumlah sampel data yang digunakan adalah 125 buah, yaitu citra manggis Padang yang berada pada tahap kematangan 2 sampai 6, dengan 25 citra manggis pada tiap tahap kematangannya. Sejumlah 105 data digunakan sebagai data pelatihan dan 20 data digunakan sebagai data pengujian. Untuk mendapatkan hasil pengenalan terbaik dilakukan percobaan-percobaan menggunakan empat kombinasi parameter input dan 6 variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi.

8 Klasifikasi menjadi kelas buah mentah, ekspor dan lokal dalam penelitian ini mendapatkan model FNN terbaik menggunakan parameter input g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. Model FNN backpropatation ini memberikan akurasi sebesar 85%, sedangkan NN dengan struktur yang sama memberikan akurasi sebesar 65%, dengan perbandingan prosentase kemampuan model FNN dengan model NN dalam mengenali kelas buah mentah adalah 100:0, kelas buah ekspor adalah 100:87 dan kelas buah lokal adalah 63:75. Perbandingan akurasi model FNN dan NN dalam penelitian ini menunjukkan bahwa FNN mampu mengatasi pola yang berada diantara dua kelas dengan lebih baik sehingga menghasilkan klasifikasi yang lebih baik. Kata kunci : klasifikasi manggis, fuzzy neural network, citra digital, pemutuan non-destruktif

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagain atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11

12

13 PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK RETNO NUGROHO WHIDHIASIH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

14 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom

15 Judul Tesis Nama NIM : PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK : Retno Nugroho Whidhiasih : G Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Sugi Guritman Ketua Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Komputer Dekan Sekolah Pasca Sarjana, Dr. Yani Nurhadryani, S.Si., M.T. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 6 Februari 2012 Tanggal Lulus :

16

17

18

19 PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecerdasan komputasional, dengan judul Pengembangan Model Klasifikasi Tahap Kematangan Buah Manggis berdasarkan Warna menggunakan Fuzzy Neural Network. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Sugi Guritman, selaku ketua komisi pembimbing, Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom, selaku anggota komisi pembimbing, yang telah berkenan untuk membimbing sejak awal pemilihan tema penelitian hingga selesainya karya ilmiah ini. Prof. Dr. Ir. Roni Kastaman, MT dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran Bandung, yang telah berkenan membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada semua pihak atas doa dan dukungannya, terutama dosen Program Studi Ilmu Komputer Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberi wawasan pengetahuan bagi penulis. Kepada seluruh teman Pascasarjana Ilmu Komputer IPB dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Semoga penelitian ini bermanfaat. Kritik, saran dan masukan sangat penulis harapkan demi sempurnanya penelitian ini di kemudian hari. Bogor, Februari 2012 Retno Nugroho Whidhiasih

20

21

22

23 RIWAYAT HIDUP Penulis (Retno Nugroho Whidhiasih) dilahirkan di Temanggung pada tanggal 29 Maret 1976 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SDN Temanggung II No. 3 Temanggung. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan menengahnya ke SMP Negeri 2 Temanggung ( ), lalu SMU Negeri 1 Temanggung ( ). Setelah lulus SMU, penulis melanjutkan studi di program studi Teknik Telekomunikasi, Politeknik Negeri Semarang. Selanjutnya berkesempatan melanjutkan studi di jurusan Teknik Informatika, Universitas Dian Nuswantoro Semarang dan lulus pada tahun 1999 dan sekarang Penulis bekerja sebagai Dosen Tetap di Program Studi Teknik Komputer, Universitas Islam 45 Bekasi. Penulis berkesempatan melanjutkan ke jenjang pascasarjana (S2) Ilmu Komputer (ILKOM), Institut Pertanian Bogor sejak 2009 sekarang.

24

25

26

27 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xix DAFTAR GAMBAR... xx LAMPIRAN... xxii BAB I PENDAHULUAN Tujuan Ruang Lingkup Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manggis (Garcinia Mangostana Linn) Pengolahan Citra Model Warna Analisis Tekstur Transformasi Data Koefisien Determinasi Klasifikasi Neural Network (NN) Arsitektur Backpropagation Fungsi Aktivasi Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt Proses Pembelajaran Backpropagation Logika Fuzzy Fungsi Keanggotaan (membership function) Fuzzy Neural Network (FNN) BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Identifikasi Masalah Pengumpulan dan Praproses Data Desain Model FNN Pembandingan Akurasi Terhadap NN Desain Aplikasi FNN xvii

28 3.2 Kebutuhan Alat Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan dan Praproses Data Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis Paramater Output Tahap Kematangan Manggis Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis Analisis Hasil Pemodelan FNN Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xviii

29 DAFTAR TABEL 1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna Tipe-tipe Fuzzy Neural Network (FNN) Struktur FNN Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis Hasil pelatihan pengenalan tahap kematangan xix

30 DAFTAR GAMBAR 1 Kubus warna Nilai hue, saturasi dan value Model warna CIELab Model warna CIELuv Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b) Nilai intensitas citra masukan, (c) Hasil matriks kookurensi 0, (d) Hasil matriks kookurensi 45, (e) Hasil matriks kookurensi 90, (f) Hasil matriks kookurensi Model Neuron (Hermawan, 2006) Arsitektur backpropagation (Siang 2009) Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003) Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003) Supervised Learning (Rios) Himpunan klasik Fungsi keanggotaan umur dengan representasi segitiga Karakteristik fungsional kurva beta (Cox, 1994) Tahapan penelitian Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan Rata-rata nilai RGB Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan Rata-rata nilai HSV Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan Nilai rata-rata L*a*b* Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan Nilai rata-rata u*v* Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas Antar muka model penentuan tahap kematangan manggis Pelatihan dengan 2 neuron pada lapisan tersembunyi Pelatihan dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi Pelatihan dengan 10 neuron pada lapisan tersembunyi Pelatihan dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi xx

31 30 Pelatihan dengan 20 neuron pada lapisan tersembunyi Pelatihan dengan 25 neuron pada lapisan tersembunyi Perbandingan FNN dan NN untuk 3 kelas target Perbandingan nilai target dan nilai prediksi FNN dan NN Perbandingan nilai rata-rata validasi dan akurasi xxi

32 LAMPIRAN 1 Algoritma NN Propagasi balik Citra data sampel Nilai RGB citra buah manggis Nilai statistik RGB Koefisien determinasi indek RGB terhadap tahap kematangan Nilai statistik HSV Koefisien determinasi HSV terhadap tahap kematangan Nilai statistik L*a*b* Koefisien determinasi L*a*b* terhadap tahap kematangan Nilai statistik u*v* Koefisien determinasi u*v* terhadap tahap kematangan Nilai statistik tekstur Koefisien determinasi tekstur berdasar tahap kematangan Pola output target pembelajaran FNN Source code antar muka model klasifikasi kematangan manggis Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 3 kelas target Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 3 kelas target Nilai output/keluaran pembanding tahap kematangan manggis Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 5 kelas target Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target Hasil pelatihan pemilihan model terbaik FNN 2 kelas target Perbandingan hasil training FNN dan NN dengan 5 kelas target xxii

33 BAB I PENDAHULUAN Teknologi pasca panen sangat diperlukan untuk pemenuhan supply & demand, mempertahankan mutu dan meningkatkan daya saing di pasaran. Mutu buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah parameter tingkat ketuaan dan kematangan berdasarkan indeks warna. Klasifikasi kematangan buah manggis hasil panen sesuai dengan tingkat kematangannya sangat diperlukan untuk menentukan manggis keperluan ekspor maupun untuk konsumsi lokal, mengingat terbatasnya umur konsumsi manggis karena pengaruh lingkungan (klimakterik) dan pesatnya peningkatan volume ekspor manggis dari tahun ke tahun (deptan 2004). Penggunaan metode klasifikasi yang kurang tepat akan mengakibatkan terjadinya salah klasifikasi. Kesalahan klasifikasi yang dapat terjadi adalah kesalahan dalam pengelompokan tahap kematangan. Tingkat kematangan tahap 4 merupakan buah untuk keperluan ekspor sedangkan tingkat kematangan tahap 5 merupakan buah untuk keperluan lokal/domestik. Bila terjadi salah klasifikasi sehingga manggis dengan tingkat kematangan 5 dikirim untuk diekspor, maka buah manggis akan dalam kondisi busuk pada saat masih dalam perjalanan. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian terhadap produsen maupun konsumen untuk keperluan ekspor maupun keperluan lokal (Kastaman et al. 2008) Beberapa penelitian menggunakan pengolahan citra berdasarkan warna telah banyak dilakukan, namun dalam implementasinya, interpretasi kematangan buah manggis yang dimaksud belum memasukkan unsur standarisasi kematangan buah yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebagaimana tercantum dalam dalam Standar Prosedur Operasi (SPO) manggis yang ada saat ini, sehingga penelitian yang dilakukan saat ini lebih menekankan pada upaya justifikasi kematangan buah manggis yang sesuai dengan SPO yang ada. (Kastaman et al. 2008). Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu sistem untuk melakukan klasifikasi dengan ketepatan tinggi berdasarkan Standar Prosedur

34 2 Operasional (SPO) yang berlaku. Tingkat kematangan buah manggis dapat diklasifikasikan secara non destruktif berdasarkan komponen kualitas eksternal, yaitu warna kulit buahnya. Warna dianggap sebagai properti fisik dasar produk pertanian dan makanan, yang berkorelasi dengan baik terhadap sifat fisik lainnya, kimia dan indikator panca indera kualitas produk. Bahkan warna mempunyai peran utama dalam penilaian mutu eksternal dalam industri makanan dan penelitian (Segnini et al. 1999; Abdullah et al. 2009). Ruang warna yang disarankan untuk kuantifikasi makanan dengan permukaan melengkung adalah CIELab dikarenakan intensitas cahaya dalam ruang warna L*a*b* kurang terpengaruh oleh bayang-bayang pada daerah kilau pada permukaan obyek, dan HSV dikarenakan komponen V merupakan komponen yang paling dipengaruhi oleh permukaan yang melengkung (Mendoza et al. 2006). Warna komponen a*/b* buah manggis dari ruang warna CIELab meningkat sedikit pada tahap kematangan 1-3 dan meningkat tajam sampai tahap kematangan 6. Hal ini menunjukkan bahwa nilai a*/b* berkorelasi baik dengan pembentukan warna buah (Palapol et al. 2009). Peningkatan ketuaan pada buah belimbing dapat ditunjukkan oleh peningkatan komponen u* pada CIELuv (Irmansyah, 2009). Tekstur kulit buah digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra, yaitu menggunakan fitur entropi, kontras, energi dan homogenitas. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengenalan pola, yang melakukan klasifikasi menggunakan Fuzzy Neural Network (FNN) dan Neural Network (NN), diantaranya Multilayer Perceptron, Fuzzy Sets and Classification (Pal & Mitra 1992), melakukan klasifikasi menggunakan multilayer perceptron dan himpunan fuzzy untuk mengatasi pola yang berada pada batas-batas kelas yang tumpang tindih pada kasus speech recognition dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan klasifikasi klasik dan klasifikasi bayes, dengan akurasi rata-rata 79,8%. Backpropagation Learning Algorithms for Classification with Fuzzy Mean Square Error (Sarkar et. al 1997), melakukan klasifikasi fuzzy terhadap vokal dan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan klasifikasi klasik dan klasifikasi bayes, dengan akurasi rata-rata 89,3%. A Fuzzy Neural Network Aproach for Document Region Classification Using Human Visual

35 3 Perception Features (Murquia 2002), menggunakan FNN untuk melakukan klasifikasi dokumen image resolusi rendah menggunakan analisis tekstur, hasil penelitian memberikan akurasi 95,7%.. Fuzzy Backpropagation Untuk Klasifikasi Pola (Kusumadewi 2006), melakukan klasifikasi fuzzy terhadap kualitas produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FNN memberikan hasil lebih baik dibandingkan jaringan probabilistik, dengan akurasi 100%. Pengembangan Pemutuan Buah Manggis Untuk Ekspor Secara Non Destruktif Dengan Jaringan Syaraf Tiruan (Sandra 2007), menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) manggis sebagai dasar klasifikasi dan menghasilkan akurasi 91,6%. Penelitianpenelitian tersebut mampu melakukan pengenalan dengan baik. Penelitian ini melakukan proses klasifikasi tingkat kematangan buah manggis Padang menggunakan Fuzzy Neural Network (FNN) berdasarkan citra, menggunakan ruang warna RGB, HSV, CIELab dan CIELuv serta fitur tekstur yang meliputi fitur energi, kontras, homogenitas dan entropi. Pemodelan yang dikembangkan merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Kebaruan yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik klasifikasi yang digunakan dan acuan klasifikasi yg dilakukan. Teknik yang digunakan dalam pemodelan ini adalah klasifikasi fuzzy menggunakan FNN untuk mengatasi pola yang berada dalam batas-batas kelas yang tumpang tindih atau suatu pola menjadi anggota lebih dari satu kelas, yang tidak bisa dilakukan menggunakan klasifikasi klasik. Klasifikasi yang dilakukan mengacu pada Standar Prosedur Operasional (SPO) komoditi manggis deptan Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model klasifikasi kematangan buah manggis sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004 berdasarkan warna menggunakan FNN. 1.2 Ruang Lingkup Model klasifikasi buah manggis berdasar warna menggunakan FNN yang dikembangkan mempunyai ruang lingkup sebagai berikut : 1. Jumlah sampel citra buah manggis yang diamati 125 buah, dengan 25 buah sampel pada tiap tahap kematangan, dari tahap kematangan 2 sampai 6.

36 4 2. Menggunakan RGB, HSV, L*u*v*, L*a*b* dan fitur tektur yang meliputi energi, kontras, homogenitas dan entropi sebagai parameter penduga. 3. Menggunakan teknik klasifikasi FNN dengan algoritma pembelajaran backpropagation dan NN sebagai pembanding akurasinya. 4. Dasar klasifikasi yang digunakan adalah SPO komoditi manggis deptan Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan sebuah model klasifikasi kematangan buah manggis berdasarkan warna menggunakan FNN, 2. Dapat digunakan sebagai solusi atau referensi terhadap klasifikasi buah manggis yang dilakukan sebelumnya, 3. Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan instrumen dan peralatan/mesin sortasi buah manggis yang efektif dan efisien sehingga bermanfaat baik secara teknis maupun ekonomis bagi perkembangan pembangunan pertanian.

37 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manggis (Garcinia Mangostana Linn) Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara. Sentra produksi manggis di Indonesia antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat dan Nagroe Aceh Darussalam. Manggis di Indonesia disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat) (Kastaman et al. 2008). Buah manggis berbentuk bulat, terdiri dari bagian perikarp (kulit luar) dan daging buah yang menyelimuti biji. Pada bagian pangkal buah terdapat calyx (daun buah) dan pada bagian ujung terdapat 4 8 tonjolan berbentuk segitiga (triangle), mencirikan jumlah daging buah. Daging buah berwarna putih susu, diameter buah berkisar antara 3,4 7,5 cm. Biji buah kadang-kadang tidak seluruhnya didapati pada daging buah. Daging buah ini berukuran panjang 2,5 cm dan lebar 1,6 cm, berbentuk oval. Pada buah berumur muda daging buah berasa asam, semakin matang berasa manis. Buah manggis termasuk rendah kalori, protein, lemak dan vitamin, namun jumlah seratnya termasuk cukup tinggi. Kadar gula total (sukrosa, glukosa, fruktosa) sebesar 16,42 16,82 % dari total karbohidrat. Selain itu, terdapat pula senyawa tanin dan resin sebesar 7 14 %, polyhydroxy-xanthone, dan mangostin (Morton J 1987). Manggis bermanfaat sebagai antioksidan dan berbagai obat, diantaranya sariawan, wasir, luka, anti peradangan dan nyeri, mencegah alzheimer dan arthritis, memperbaiki sistem pernafasan, mendukung tulang rawan dan sendi, serta menjaga pencernaan. Manggis merupakan salah satu komoditas ekspor yang menjadi andalan Indonesia untuk meningkatkan pendapatan devisa. Berdasarkan data volume

38 6 ekspor manggis Indonesia dari tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan dari 6.9 ribu ton pada tahun 2002 meningkat menjadi 7.2 ribu ton pada tahun Dengan pangsa pasar utama adalah Taiwan dan Hongkong (Departemen Pertanian 2004). Volume ekspor Manggis Indonesia meningkat nyata pada dua bulan pertama tahun 2011, hampir sama dengan volume ekspor sepanjang tahun Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat matang selama masa penyimpanannya. Puncak klimakterik dicapai setelah penyimpanan 10 hari pada suhu ruang (Martin 1980). Pemanenan umumnya dilakukan setelah buah berumur 104 hari dihitung mulai bunga mekar, saat itu warna kulit buah manggis masih berwarna hijau dengan sedikit ungu muda pada permukaan kulit buahnya. Enam hari setelah dipanen warna kulit buah menjadi ungu tua (Suyanti et al. 1999a.). Buah yang dipanen saat buah berwarna merah tua (114 hari) menyebabkan daya simpannya lebih singkat dan tidak dapat memenuhi persyaratan mutu manggis untuk ekspor. Perubahan warna buah dari hijau menjadi ungu hitam setelah panen yang mencerminkan perkembangan warna kematangan tahap 1 sampai tahap 6 digunakan sebagai panduan kualitas bagi petani dan konsumen. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kualitas buah pada buah manggis yang dipanen pada salah satu tahap dari tahap yang ditetapkan (tahap 1-6), sehingga matang pada tahap 6 untuk masing-masing (Palapol et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pemeraman buah manggis yang dipetik pada salah satu tahap untuk kebutuhan ekspor tidak memiliki efek merugikan pada kualitas buah akhir. Berdasarkan SPO panen manggis departemen pertanian 2004 dinyatakan bahwa panen manggis dilakukan berdasarkan penentuan umur dan visual. Manggis layak dipanen bila telah berumur setelah bunga mekar (SBM) atau bila secara visual sudah banyak buah yang matang, hal ini hanya bisa ditentukan oleh seseorang yang telah berpengalaman. Pemanenan buah dalam satu pohon dapat dilakukan dua sampai tiga kali sesuai dengan tingkat kematangan buah.

39 7 Mutu buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah parameter tingkat ketuaan dan kematangan (indeks warna) serta ukuran (Deptan 2004). Proses grading dalam SPO komoditas manggis 2004, merupakan suatu pengelompokan buah berdasarkan kriteria/kelas dan indek kematangan manggis untuk mendapatkan ukuran, warna buah dan tingkat kematangan yang seragam. Tingkat kematangan manggis berdasarkan indek warna berdasarkan SPO manggis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna 2.2 Pengolahan Citra Berbagai aplikasi pengolahan citra secara garis besar digunakan untuk memperbaiki kualitas suatu citra (gambar) sehingga lebih mudah diinterpretasikan oleh manusia dan mengolah informasi yang terdapat pada citra (gambar) untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis. Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinus menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar analog dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi gambar diskrit.

40 8 Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan piksel. Contohnya adalah gambar/titik diskrit pada baris n dan kolom m disebut dengan piksel[n,m]. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) yaitu fungsi intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Fungsi ini berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dalam sistem koordinat piksel, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y). Jika nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah cira digital. Matrik citra digital direpresentasikan dalam suatu koordinat piksel, yang tidak mempunyai nilai x dan y negatif. Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut : Masing-masing elemen dalam matriks disebut dengan elemen citra atau piksel, f(x,y) merupakan intensitas citra, sedangkan x dan y merupakan posisi piksel dalam citra. 2.3 Model Warna Model warna RGB (Red, Green, Blue) mendefinisikan warna berdasarkan tingkat intensitas komponen warna merah, hijau dan biru atau RGB, yang disajikan dalam bentuk koordinat tiga dimensi yang disebut kubus warna, disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Kubus warna

41 9 Jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 0, maka warna yang terjadi adalah hitam, sedangkan jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 1, maka warna yang terjadi adalah putih. Nilai RGB didapatkan dari rata-rata keseluruhan piksel. Proses konversi dari model warna RGB ke model warna lain sebelumnya dilakukan menormalisasi nilai RGB menjadi rgb dengan membaginya dengan 255. Konsep Model Warna RGB berorientasi pada hardware dan kita jumpai di peralatan seperti : monitor computer, LCD proyektor, scanner, kamera video dan kamera digital. Model HSV (Hue, Saturation dan Value) menunjukkan ruang warna dalam bentuk tiga komponen utama, yaitu hue, saturation, dan value atau disebut juga brightness, disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Nilai hue, saturasi dan value Hue adalah sudut dari 0 sampai 360 derajat yang menunjukkan jenis warna (seperti merah, biru atau kuning) atau corak warna yaitu tempat warna tersebut ditemukan dalam spektrum warna (Putra, 2010). Saturation (saturasi) dari suatu warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut, yang bernilai antara 0 sampai 1 (atau 0 sampai 100%) dan menunjukkan nilai keabu-abuan warna (Putra, 2010). Value disebut juga intensitas yaitu ukuran seberapa besar kecerahan dari suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna. Value dapat bernilai 0 sampai 100%. Nilai HSV didapatkan dengan mengkonversi nilai rgb dengan persamaan (Putra, 2010) : VV = max(rr, gg, bb). (1) 0, jjjjjjjj VV = 0 SS = min (rr,gg,bb) VV, jjjjjjjj VV > 0 VV... (2)

42 10 0, jjjjjjjj SS = 0 HH = 60 (gg bb), jjjjjjjj VV = rr SS VV.. (3) (bb rr) , jjjjjjjj VV = gg SS VV HH = (rr gg)... (4), jjjjjjjj VV = bb SS VV HH = HH + 360, jjjjjjjj HH < 0. (5) Model warna CIE L*a*b* bekerja berdasar pada persepsi manusia atas warna, yaitu lightness A (Green-red axis) dan lightness B (Blue-yellow Axis). Model ini terdiri dari besaran Lightness/Luminance (L*), dimensi a (a*), dan dimensi b (b*), disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Model warna CIELab Nilai skala untuk Lightness/Luminance berkisar 0 sampai 100, yaitu dari warna hitam sampai warna putih (L* = 100 untuk warna putih dan L* = 0 untuk warna hitam). Dimensi a* dan b* menyimpan informasi komponen kromatik warna hijau sampai merah dan warna biru sampai kuning. Angka negatif a* mengindikasikan warna hijau dan sebaliknya a* positif mengindikasikan warna merah, sedangkan angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning. Nilai L*a*b* didapatkan dengan mengkonversi nilai rgb dengan persamaan : x 0,03928; ff(xx) = xx 12,92. (6) x 0,3928; ff(xx) = xx+0,055 1,055 2,4... (7) Nilai x adalah nilai R'G' atau B'. Nilai f(x) menunjukkan nilai konversi sr, sg dan sb. Nilai srgb selanjutnya dikonversi ke model warna CIE XYZ menggunakan persamaan :

43 11 XX 0,4124 0,3576 0,1805 ssss YY = 0,2126 0,7152 0,0722 ssss... (8) ZZ 0,0193 0,1192 0,9505 ssss Untuk menghitung nilai L*a*b* dari CIE XYZ menggunakan persamaan : LL = 116 ff YY (9) YY nn aa = 500 ff XX XX nn ff YY YY nn. (10) bb = 200 ff YY YY nn ff ZZ ZZ nn... (11) dengan f(τ) = ττ1 3 jjjjjjjj ττ > 0, ,7867 ττ + 16 jjjjjjjj ττ 0, Nilai X n, Y n dan Z n adalah nilai XYZ dengan observer 2 o dan illuminant D65 (easyrgb.com 2011). CIELuv (L*u*v*) merupakan model warna yang sebanding dengan persepsi mata manusia yang didefinisikan dengan menggambarkan 3 koordinat geometrik L*, u* dan v*, disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Model warna CIELuv CIE_ L* merupakan lightness atau kecerahan warna. CIE_u* merupakan kuat warna pada sumbu merah hijau. CIE_v* merupakan kuat warna pada sumbu kuning biru. Konversi dari sistem X, Y, Z ke sistem L*u*v* menggunakan persamaan (Lu G & Phillips J, 1998) : L = 116 YY untuk YY > 0, (12) YY 0 YY 0

44 12 LL = 903,3 YY yy 0 untuk YY YY 0 0, (13) u* = 13L* (u' u' 0 )... (14) v* = 13L* (v' v' 0 )... (15) dengan : u = v = 4XX (XX+15YY+3ZZ) = 9YY (XX+15YY+3ZZ) = 4xx 2xx+12yy+3 9yy 2xx+12yy+3... (16)... (17) uu 0 = vv 0 = 4xx 0 xx 0 +15yy 0 +3zz 0... (18) 9yy 0 xx 0 +15yy 0 +3zz 0... (19) Dimana x 0, y 0 dan z 0 adalah x, y dan z dengan observer 2 o dan illuminant D65 (easyrgb.com 2011). 2.4 Analisis Tekstur Salah satu cara untuk mengenali suatu citra adalah dengan membedakan tekstur yang merupakan komponen dasar pembentuk citra dan dapat dimanfaatkan sebagai dasar klasifikasi citra. Tekstur citra dapat dibedakan berdasar kerapatan, keseragaman, keteraturan, kekasaran dan lain-lain. Untuk mengetahui pola suatu citra digital berdasarkan ciri yang diperoleh secara matematis digunakan analisis tekstur. Ciri atau karakteristik suatu tekstur diperoleh melalui proses ekstraksi ciri. Salah satu metode untuk mendapatkan ciri atau karakteristik suatu tekstur adalah metode co-occurrence. Secara umum tekstur mengacu pada repetisi elemen-elemen tekstur dasar yang disebut elemen tekstur. Elemen tekstur terdiri dari beberapa piksel dengan aturan posisi bersifat periodik, kuasiperiodik atau acak. Dua syarat terbentuknya tekstur (Ahmad 2005) adalah : (1) adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih piksel. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari suatu bentuk. (2) pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat dipresiksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya.

45 13 Metode co-occurrence bekerja dengan membentuk sebuah matriks kookurensi dari data citra dan menentukan ciri sebagai fungsi dari matriks tersebut. Matriks kookurensi dibentuk dari suatu citra greyscale dengan melihat pada piksel-piksel yang berpasangan yang memiliki intensitas tertentu. Penggunaan metode ini berdasar pada hipotesis bahwa dalam suatu tekstur akan terjadi perulangan pola-pola primitif. Misalkan d didefinisikan sebagai jarak antara dua posisi piksel (x 1, y 1 ) dan (x 2, y 2 ), dan θ didefinisikan sebagai sudut diantara keduanya, maka matriks kookurensi didefinisikan sebagai matriks yang menyatakan distribusi spasial antara dua piksel yang bertetangga yang memiliki intensitas i dan j, yang memiliki jarak d dan sudut θ diantara keduanya. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan interval sudut 45, yaitu 0, 45, 90, dan 135. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel. Matriks kookurensi dinyatakan sebagai P dθ (i,j). Matriks kookurensi didapatkan melalui tiga tahap, yaitu : (1) mengubah citra RGB menjadi citra grayscale, (2) menghitung kookurensi matrik dalam 4 arah, masing-masing 0 o, 45 o, 90 o dan 135 o, (3) menentukan nilai untuk setiap ciri tekstur dengan merata-rata nilai dari keempat arah sudut tersebut. Langkah untuk membuat matriks kookurensi simetris ternormalisasi yaitu : (1) membuat area kerja matriks, (2) menentukan hubungan spasial antara piksel referensi dengan piksel tetangga, berapa nilai sudut θ dan jarak d, (3) menghitung jumlah kookurensi dan mengisikannya pada area kerja, (4) menjumlahkan matriks kookurensi dengan transposenya untuk menjadikannya simetris, dan (5) normalisasi matriks untuk mengubahna ke bentuk probabilitas. Pembuatan matriks kookurensi ditunjukkan oleh Gambar 5. Setelah memperoleh matriks kookurensi tersebut, dapat dihitung ciri yang merepresentasikan citra yang diamati. Berbagai jenis ciri tekstural dapat diekstraksi dari matriks kookurensi. Komponen yang digunakan dalam pengukuran tekstur adalah energi, kontras, homogenitas dan entropi (Haralic et al., 1973).

46 14 Gambar 5 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b) Nilai intensitas citra masukan, (c) Hasil matriks kookurensi 0, (d) Hasil matriks kookurensi 45, (e) Hasil matriks kookurensi 90, (f) Hasil matriks kookurensi 135. Fitur energy berfungsi untuk mengukur konsentrasi pasangan grey level pada matrik co-occurance. Nilai energi didapatkan dengan memangkatkan setiap elemen dalam grey level co-occurance matrix (GLCM), kemudian dijumlahkan. Fitur kontras digunakan untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra atau mengukur variasi derajat keabuan suatu daerah citra atau menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) dalam sebuah citra. Fitur homogenitas berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi grey level (perbedaan lokal) dalam sebuah citra. Fitur entropi digunakan untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dari sebuah citra (Mathwork 2011).

47 15 Komponen pengukuran tekstur yang meliputi energi, kontras, homogenitas dan entropy dapat diambil menggunakan persamaan : mm nn ii=1 EEEEEEEEEEEE = ii=1 pp 2 (ii, jj)... (20) mm KKKKKKKKKKKKKK = ii=1 nn (ii jj) 2 ii=1 pp(ii, jj)... (21) pp(ii,jj ) ii=1 1+ ii jj mm nn HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH = ii=1... (22) nn ii=1 mm EEEEEEEEEEEEEE = ii=1 pp(ii, jj) log pp(ii, jj)... (23) Dengan i dan j adalah intensitas dari resolusi 2 piksel yang berdekatan. Sedangkan P(i, j) adalah frekuensi relatif matrik dari resolusi 2 piksel yang berdekatan. 2.5 Transformasi Data Sebelum menggunakan data dengan metode atau teknik tertentu perlu dilakukan praproses terhadap data dengan maksud agar data dapat dikenali dengan lebih baik. Salah satu praproses yang sering dipakai adalah transformasi data. Transformasi data dilakukan untuk mengubah data ke dalam rentang nilai tertentu. Rentang nilai ditentukan berdasarkan kasus dan keperluan terntentu. Sebagai misal penggunaan fungsi aktivasi sigmoid pada jaringan FNN. Untuk keperluan tersebut maka data mesti ditransformasi sehingga semua data memiliki range yang sama dengan range keluaran fungsi aktivasi sigmoid yang dipakai, yaitu [0, 1]. Data dapat ditransformasi ke interval [0,1]. Namun akan lebih baik jika ditransformasikan ke interval yang lebih kecil, misal pada interval [ ]. Hal ini mengingat bahwa fungsi sigmoid merupakan fungsi asimtotik yang nilainya tidak pernah mencapai nilai 0 maupun 1. Berikut adalah transformasi linier yang dipakai untuk mentrasformasikan data ke interval [ ] jika a adalah data minimum dan b adalah data maksimum. xx = 0.8(xx aa) bb aa 2.6 Koefisien Determinasi (24) Koefisien determinasi pada regresi linier sering diartikan sebagai seberapa besar kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel

48 16 terikatnya. Secara sederhana koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan Koefisien Korelasi (R). Sebagai contoh, jika nilai R adalah sebesar 0,80 maka koefisien determinasi (R Square) adalah sebesar 0,80 x 0,80 = 0,64. Berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya adalah sebesar 64,0%. Berarti terdapat 36% (100%-64%) varians variabel terikat yang dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan interpretasi tersebut, maka tampak bahwa nilai R Square adalah antara 0 sampai dengan 1. Berikut adalah penetapan dan interpretasi koefisien korelasi dan koefisien determinasi pada regresi linier sederhana. rr = nn nn ii=1 xx ii yy ii ii=1 xx ii ii=1 yy ii nn nn xx 2 nn ii=1 1 ii=1 xx ii 2 nn nn yy 2 nn ii=1 1 ii=1 yy ii 2 nn nn RR = rr 2... (25) Berikut adalah koefisien determinasi untuk regresi linier berganda. 2 RR yy.12 = 1 JJJJJJ (nn 1)ss2 yy... (26) Dimana JKG adalah jumlah kuadrat galat sedangkan s 2 y adalah jumlah kuadrat y dengan definisi sebagai berikut : ss yy 2 = nn yy 2 ( yy) 2 nn(nn 1) JJJJJJ = yy 2 aa yy bb 1 xx 1 yy bb 2 xx 2 yy 2.7 Klasifikasi Klasifikasi adalah tugas pembelajaran sebuah fungsi target f yang memetakan setiap himpunan atribut x ke salah satu label kelas y yang telah didefinisikan sebelumnya. Data input yang digunakan untuk klasifikasi adalah koleksi dari record. Setiap record dikenal sebagai instance atau contoh, yang ditentukan oleh sebuah tuple (x,y) dimana x adalah himpunan atribut yang disebut atribut predictor dan y adalah suatu atribut tertentu yang dinyatakan sebagai label kelas atau target.

49 17 Pendekatan umum yang digunakan dalam klasifikasi adalah adanya training set yang berisi record berlabel kelas, digunakan untuk membangun model klasifikasi. Selanjutnya model klasifikasi diaplikasikan ke test set yang berisi record tanpa label kelas. Hal ini merupakan proses pengenalan kembali suatu objek berdasarkan pola yang telah dikenal (Duda, Hart & Stork 1997). Teknik klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi fuzzy menggunakan neural network yang dikenal dengan fuzzy neural network. 2.8 Neural Network (NN) Neural Network (NN) atau Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak (Fausett 1994). NN didasari oleh kemampuan otak manusia dalam mengorganisasikan sel-sel penyusunnya yang disebut neuron, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu khususnya pengenalan pola dengan efektifitas yang tinggi. Pengetahuan diperoleh jaringan melalui proses belajar dan kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang dikenal sebagai bobot-bobot sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan (Haykin & Simon, 1994). Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi. NN adalah pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik kinerja tertentu seperti jaringan neural biologis, yang berdasarkan pada asumsi (Siang 2009) : (1) pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neuron, (2) sinyal diberikan antara neuron lewat jalinan koneksi, (3) setiap jalinan koneksi mempunyai bobot yang mengalikan sinyal yang ditransmisikan, (4) setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasannya non linier) terhadap jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal keluarannya. NN dicirikan oleh (Fauset 1994) : (1) pola hubungan antara neuronneuron-nya, yang disebut arsitektur, (2) metode penentuan bobot (weight) pada hubungan, yang disebut pelatihan (training), pembelajaran (learning) atau algoritma (3) fungsi aktivasinya. Struktur jaringan neural terdiri atas sejumlah besar komponen yang disebut neuron. Setiap neuron terhubung dengan neuron lainnya dengan jalinan

50 18 koneksi yang berkaitan dengan bobot. Bobot mewakili informasi yang diterima jaringan dan dijadikan sebagian nilai untuk menyelesaikan masalah. Gambar 6 memperlihatkan model tiruan sebuah neuron. Gambar 6 Model Neuron (Hermawan, 2006). Sebuah neuron menerima sejumlah n masukan, yaitu xx 1, xx 2,, xx nn. Setiap masukan dimodifikasi oleh bobot sinapsis ww 1, ww 2,, ww nn sehingga masukan ke dalam neuron adalah xx ii = xx ii ww ii, dimana ii = 1,2,, nn. Kemudian neuron akan menghitung hasil penjumlahan seluruh masukan, dan fungsi aktivasi akan menentukan keluaran neuron : nnnnnn = xx 1 ww 1 + xx 2 ww xx nn ww nn atau nnnnnn = ii=1 xx ii ww ii... (27) Dengan mengasumsikan suatu black box yang tidak tahu isinya, neural network akan menemukan pola hubungan antara input dan output melalui fasa training. Neural network masuk dalam kategori supervised learning. Dalam kategori ini suatu network dilatih untuk menemukan parameter model yaitu w dan b yang terbaik. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain suatu neural network adalah tipe jaringan, jumlah layer, banyaknya simpul/node di tiap layer, fungsi transfer atau activation function dalam setiap layer dan jumlah epoch/iterasi yang digunakan untuk training (Santosa 2007) Arsitektur Backpropagation Backpropagation adalah salah satu tipe neural network yang paling populer dan sering digunakan. Jaringan neuron yang sering digunakan dalam NN untuk pengenalan pola adalah jaringan lapis tunggal (single layer network) dan jaringan lapis banyak (multi layer network). Perbedaan kedua arsitektur ini adalah adanya lapisan tersembunyi. Pada jaringan lapis tunggal tidak ada lapisan nn

51 19 tersembunyi, sedangkan pada jaringan lapis banyak memiliki minimal satu lapisan tersembunyi (Kusumadewi, 2003). Lapisan-lapisan penyusun neural network terdiri dari lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan output (output layer). Gambar 7 menunjukkan arsitektur backpropagation dengan n buah masukan (dengan sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (dengan sebuah bias) serta m unit keluaran. V ji merupakan bobot garis dari unit masukan x i ke unit layar tersembunyi z j (v jo merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke layar tersembunyi z j ). w kj merupakan bobot dari layar tersembunyi z j ke unit keluaran y k (w k0 merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran z k ). Gambar 7 Arsitektur backpropagation (Siang, 2009) Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi merupakan keadaan internal suatu neuron yang digunakan pada perhitungan input yang diterima neuron, setelah itu diteruskan ke neuron berikutnya. Dengan fungsi aktivasi ini neuron dapat mengambil keputusan dari pengolahan bobot-bobot yang ada dan menentukan kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu neuron. Dalam backpropagation fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat, yaitu kontinyu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun.

52 20 Fungsi aktivasi yang sering digunakan pada backpropagation neural network adalah sigmoid biner dan sigmoid bipolar. Sigmoid biner adalah fungsi biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan rumus fungsi pada persamaan 25 dan mempunyai grafik fungsi seperti pada Gambar 8. ff(xx) = 1 1+exp ( xx)... (28) dengan turunan ff (xx) = ff(xx)(1 ff(xx)) Gambar 8 Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003). Sigmoid bipolar adalah fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan rumus fungsi pada persamaan 26 dan mempunyai grafik fungsi seperti pada Gambar 9. ff(xx) = 2 1+exp ( xx) dengan turunan ff (xx) = 1+ff(xx) (1 ff(xx)) (29) Gambar 9 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003) Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt Algoritma lavenberg-marquadt (LM) adalah algoritma pelatihan backpropagation yang dapat mencapai nilai konvergen lebih cepat dibandingkan dengan algoritma pelatihan lainnya dan sangat direkomendasikan sebagai pilihan pertama dalam supervised learning. Konsep dari algoritma LM adalah penentuan

53 21 matriks hessian untuk mencari bobot-bobot dan bias koneksi (Budi & Sumiyati 2007). Matriks hessian adalah matriks yang setiap elemennya terbentuk dari turunan kedua dari fungsi kinerja terhadap setiap komponen bobot dan bias. Untuk memudahkan komputasi, matriks hessian diubah dengan pendekatan iteratif pada setiap epoch selama algoritma berjalan. Proses pengubahannya dilakukan menggunakan fungsi gradien. Berikut adalah estimasi matriks hessian jika fungsi kinerja yang digunakan berbentuk jumlah kuadrat error (SSE). HH = JJ TT JJ + ηηηη... (30) Dimana η merupakan parameter marquadt, I merupakan matriks identitas dan J adalah matriks jacobian yang terdiri dari turunan pertama error jaringan terhadap masing-masing komponen bobot bias. Nilai parameter marquadt (η) dapat berubah pada setiap epoch. Jika setelah berjalan satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih kecil, nilai η akan dibagi oleh faktor τ. Bobot dan bias baru yang diperoleh akan dipertahankan dan pelatihan dapat dilanjutkan ke epoch berikutnya. Sebaliknya jika setelah berjalan satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih besar maka nilai η akan dikalikan faktor τ. Nilai perubahan bobot dan bias dihitung kembali sehingga menghasilkan nilai yang baru Proses Pembelajaran Backpropagation Proses pembelajaran merupakan proses perubahan bobot-bobot yang ada pada jaringan dengan tujuan untuk meminimalkan mean square error (mse) atau toleransi galat antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan (target). Perubahan ini dapat berkurang atau bertambah sesuai dengan informasi yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan. Perubahan ini akan berhenti jika bobot-bobot pada jaringan sudah cukup seimbang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa setiap input telah berhubungan dengan output yang diharapkan. Pembelajaran terawasi (supervised learning) merupakan metode yang hanya berlaku jika output yang diharapkan sudah diketahui, sehingga dalam proses pembelajaran, setiap input akan memiliki target output yang harus dicapai.

54 22 Jika terjadi perbedaan pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka akan muncul galat. Jika nilai galat ini masih cukup besar, maka perlu iterasi pembelajaran yang berikutnya (Kusumadewi, 2003). Ilustrasi supervised learning dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Supervised Learning (Rios). Backpropagation adalah salah satu algoritma yang menggunakan metode supervised learning. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju atau propagasi maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur atau propagasi mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, mulai garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Berikut proses selengkapnya yang terjadi pada setiap fase (Siang 2009). Fase I : Propagasi maju Selama propagasi maju, sinyal masukan (x i ) dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran setiap unit lapisan tersembunyi (z j ) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju ke layar tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (y k ). Berikutnya keluaran

55 23 jaringan (y k ) dibandingkan dengan target yang harus dicapai (t k ). Selisih dari t k terhadap y k yaitu t k -y k adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Tetapi apabila kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi. Fase II : Propagasi Mundur Berdasarkan kesalahan t k -y k, dihitung faktor δ k (k = 1, 2,, m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan y k. Faktor δ k juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δ j (j = 1, 2,, m) di setiap unit di lapisan tersembunyi di layar bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung. Fase III : Perubahan Bobot Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot satu garis didasarkan atas faktor δ neuron di lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju lapisan keluaran didasarkan atas δ k yang ada di unit keluaran. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan. Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini hanya propagasi maju saja yang digunakan untuk menentukan keluaran jaringan. Algoritma selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Berikut fungsi kinerja yang digunakan oleh backpropagation, yaitu Mean Square Error (MSE) yang didapatkan dari nilai rata-rata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan (y k ) dan target (t k ). MMMMMM = 1 mm (t mm k y k ) 2 kk=1... (31)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manggis (Garcinia Mangostana Linn) Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TAHAP KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK

IDENTIFIKASI TAHAP KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK Identifikasi Jurnal Teknologi Tahap Industri Kematangan Pertanian Buah Manggis. 22 (2):82-91 (2012) IDENTIFIKASI TAHAP KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK IDENTIFICATION

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Ekspor dan Lokal Berdasarkan Warna dan Tekstur Menggunakan Fuzzy Neural Network

Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Ekspor dan Lokal Berdasarkan Warna dan Tekstur Menggunakan Fuzzy Neural Network Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php.jika Volume 1 Nomor 2 halaman 71-77 ISSN: 2089-6026 Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Ekspor dan Lokal Berdasarkan Warna dan Tekstur Menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan studi (state of the art) Berikut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya : 1. Penelitian dilakukan oleh Sigit Sugiyanto Feri Wibowo (2015), menjelaskan tentang klasifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara mempunyai mata uang sebagai alat tukar. Pertukaran uang dengan barang yang terjadi disetiap negara tidak akan menimbulkan masalah mengingat nilai uang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN

IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN Galih Probo Kusuma, Dr Melania Suweni Muntini, MT Jurusan Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DEDY WIRAWAN SOEDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Klasifikasi adalah tugas pembelaaran yang memetakan setiap himpunan atribut x ke salah satu label kelas y yang telah didefinisikan sebelumnya. Klasifikasi dapat

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK Pengenalan jenis kayu yang sering dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Buah-buahan merupakan salah satu kelompok komoditas pertanian yang penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi. Permintaan domestik terhadap

Lebih terperinci

Dosen Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pakuan Bogor

Dosen Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pakuan Bogor PENGENALAN KADAR TOTAL PADAT TERLARUT PADA BUAH BELIMBING BERDASAR CITRA RED-GREEN-BLUE MENGGUNAKAN PRINCIPLE COMPONENT ANALYSIS (PCA) SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI DAN KLASIFIKASI K-NEAREST NEIGHBORHOOD (KNN)

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan yang sangat tinggi dan formasi hutan yang beragam. Dipterocarpaceae

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Secara umum, citra digital merupakan gambar 2 dimensi yang disusun oleh data digital dalam bentuk sebuah larik (array) yang berisi

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA (Studi Eksplorasi Pengembangan Pengolahan Lembar Jawaban Ujian Soal Pilihan Ganda di

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

PRAKIRAAN BEBAN LISTRIK KOTA PONTIANAK DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) AGUS HASIM

PRAKIRAAN BEBAN LISTRIK KOTA PONTIANAK DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) AGUS HASIM PRAKIRAAN BEBAN LISTRIK KOTA PONTIANAK DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) AGUS HASIM SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 205 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 205 IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK Eko Budi Wahyono*), Suzuki Syofian**) *) Teknik Elektro, **) Teknik Informatika - Fakultas Teknik Abstrak Pada era modern

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI JENIS CITRA KEABUAN, HSV, DAN L*a*b* PADA IDENTIFIKASI JENIS BUAH PIR

PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI JENIS CITRA KEABUAN, HSV, DAN L*a*b* PADA IDENTIFIKASI JENIS BUAH PIR PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI JENIS CITRA KEABUAN, HSV, DAN L*a*b* PADA IDENTIFIKASI JENIS BUAH PIR Mulia Octavia 1), Jesslyn K 2), Gasim 3) 1), 2),3) Program Studi Teknik Informatika STMIK GI MDP Jl. Rajawali

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA Pembimbing: Desi Fitria Utami M0103025 Drs. Y. S. Palgunadi, M. Sc

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

BAB II NEURAL NETWORK (NN)

BAB II NEURAL NETWORK (NN) BAB II NEURAL NETWORK (NN) 2.1 Neural Network (NN) Secara umum Neural Network (NN) adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf manusia. NN ini merupakan

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA Nurmahaludin (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin Ringkasan Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F SKRIPSI PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F14101109 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA Anggi Purnama Undergraduate Program, Computer Science, 2007 Gunadarma Universiy http://www.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

Karakteristik Spesifikasi

Karakteristik Spesifikasi Sinyal yang masuk difilter ke dalam sinyal frekuensi rendah (low-pass filter) dan sinyal frekuensi tinggi (high-pass filter) Lakukan downsampling pada kedua sinyal tersebut Low-pass frekuensi hasil downsampling

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMATANGAN BUAH TOMAT MENGGUNAKAN METODA BACKPROPAGATION

IDENTIFIKASI KEMATANGAN BUAH TOMAT MENGGUNAKAN METODA BACKPROPAGATION IDENTIFIKASI KEMATANGAN BUAH TOMAT MENGGUNAKAN METODA BACKPROPAGATION Dila Deswari [1], Hendrick, MT. [2], Derisma, MT. [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Andalas [1][3]

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

HALAMAN SAMPUL SKRIPSI PENGENALAN POLA TELAPAK TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BACK PROPAGATION NEURAL NETWORK

HALAMAN SAMPUL SKRIPSI PENGENALAN POLA TELAPAK TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BACK PROPAGATION NEURAL NETWORK HALAMAN SAMPUL SKRIPSI PENGENALAN POLA TELAPAK TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BACK PROPAGATION NEURAL NETWORK Oleh: MOH SHOCHWIL WIDAT 2011-51-034 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan Syaraf Tiruan (artificial neural network), atau disingkat JST menurut Hermawan (2006, hlm.37) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION Alvama Pattiserlihun, Andreas Setiawan, Suryasatriya Trihandaru Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas

Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 016 ISSN : 085-418 Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas Nur Nafi iyah Program Studi Teknik Informatika Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci