REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH 1"

Transkripsi

1 REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH 1 Oleh Miftah Thoha 2 Semenjak pemerintah Presiden Suharto berakhir, terbitlah harapan untuk melakukan perbaikan birokrasi pemerintah. Setelah diamati selama empat tahun ini perjalanan perbaikan itu berjalan ditempat. Dua tahun pemerintahan Presiden Habibie yang dianggap tidak ligitimate itu barangkali belum sempat melakukan perbaikan yang berarti. Akan tetapi selama pemerintah Presiden Abdurahman Wakhid yang dipilih secara demokratis oleh wakil rakyat, perbaikan itu juga belum bisa dikatakan memberikan papan bagi birokrasi pemerintah untuk menciptakan sistem yang mantap. Selama satu tahun di bawah Presiden Gus Dur tidak ada kemajuan yang berarti, bahkan menciptakan kondisi birokrasi pemerintah yang semakin mengkhawatirkan. Demikian pula semenjak Presiden Megawati mengambil over kepemimpinan Presiden sebelumnya Gus Dur, perbaikan atau reformasi birokrasi iru tidak ada gejala perbaikan. Kelembagaan birokrasi pemerintah semakin transparan dalam melakukan korupsi, dan akontabilitas publik menjadi pertanyaan besar untuk saat ini. Kedudukan birokrasi terhadap partai politik semenjak Presiden Suharto tidak lagi bisa dikatakan netral. Walaupun selama pemerintahan orde baru Golkar yang menguasai Pemerintah saat itu bukan partai politik. Akan tetapi birokrasi pemerintah jelas tidak bisa netral dari kekuatan politik. Semua posisi dan jabatan birokrasi terkooptasi dan memihak kepada Golkar. Cara seperti ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan jaman pemerintahan Presiden Soekarno yang memberikan akses kepada tiga partai politik Naskom untuk mengkapling birokrasi departemen pemerintah. Situasi dan kedudukan birokrasi pemerintah dua pemerintahan orde lama dan orde baru itu tidak bisa dipisahkan dari kondisi yang diwariskan oleh hasil pemilu 1955 yang dikatakan demokratis itu. Empat partai besar pemenang pemilu 1955 mencoba menduduki departemen pemerintah untuk mengusai resources bagi partainya masing-masing. Dari semangat dan keinginan seperti ini membuat birokrasi pemerintah terkotak-kotak sebagai kapling partai politik. Partai politik membangun blok (building block) di birokrasi pemerintah untuk kepentingan partainya. Netralitas birokrasi pemerintah terhadap kekuatan partai politik sulit bisa dihindari. 1 Seminar Good Goverance di Bappenas, tgl 24 Oktober Guru Besar Ilmu Administrasi Publik UGM, Yogyakarta 1

2 Sekarang, selama pemerintahan Megawati nampaknya akan mengulangulang cara-cara lama yang memupuskan harapan untuk melakukan reformasi birokrasi. Dahulu semenjak membentuk kabinet yang pertama kali setelah Gus Dur dipilih, di Departemen Kehutanan ribut tentang pengangkatan Sesjen dari orang satu partai dengan menterinya. Demikian pula di beberapa depertemen dan di kantor Menteri Negara seperti Diknas, BUMN dan lai-lainnya, diangkat beberapa eselon satu yang satu nafas politiknya dengan menterinya. Sekarang hal semacam itu tidak bisa lagi dihindari. Birokrasi pemerintah semakin terkooptasi dan diintervensi oleh partai politik yang mempersiapkan kemenangan pemilu bagi partainya. Kepentingan subjektivitas partai semakin kuat untuk menguasai birokrasi pemerintah. Kehadiran partai politik dalam pemerintahan memang tidak bisa lagi dihindari. Akan tetapi kebutuhnan menciptakan sistem birokrasi pemerintahan yang netral, profesional, dan mantap tidak bisa juga dihindari. Keduanya merupakan kebutuhan yang esensial yang mestinya disadari oleh Presiden. Kelembagaan birokrasi pemerintah mestinya memperoleh perhatian yang pertama sebelum semuanya diperbaiki. Selain kehadiran sistem politik yang berlainan dan keadaan krisis ekonomi dan anggaran yang belum nampak perbaikannya, maka faktor lain adalah rendahnya akontabiliyas publik yang dilakukan oleh kelembagan birokrasi pemerintah. Keadaan seperti ini, bisa dipergunakan sebagai salah satu strategi perubahan atau reformasi birokrasi pemerintah. Strategi ini bisa diawali dengan perubahan kelembagaan birokrasi pemerintah. Lembaga birokrasi merupakan suatu bentuk dan tatanan yang mengandung struktur dan kultur. Struktur mengetengahkan susunan dari suatu tatanan, dan kultur mengandung nilai (values), sistem, dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pelakunya yang mencerminkan perilaku dari sumberdaya manusianya. Oleh karena itu reformasi kelembagaan birokrasi meliputi reformasi susunan dari suatu tatanan birokrasi pemerintah, serta reformasi tata nilai, tata sistem, dan tata perilaku dari sumber daya manusianya. Pengamatan saya bahwa tidak adanya akontabilitas publik, tidak adanya transparansi dan kurang adanya pertanggung jawaban selama pemerintahan yang lalu yang dilakukan oleh pemerintah terhadap tindakan publik, karena pendekatan kekuasaan sangat sentral. 2

3 Leverage Points Perubahan sistem politik dan kehadiran banyaknya partai politik merupakan faktor pengungkit (leverage points) yang harus dipertimbangkan dalam refomasi birokrasi pemerintah. Faktor pengungkit kedua adalah akontabilitas publik yang disertai dengan upaya mengubah sistem dari sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan baik politik maupun administrasi. Faktor pengungkit ketiga adalah krisis ekonomi yang membuat pertumbuhan ekonomi kita menjadi terpuruk. Krisis ekonomi ini mestinya ditanggapi oleh suatu kebijakan penghematan, efisiensi dan integrasi atas semua progran pemerintah dan kegiatan pemerintah dan diperanginya korupsi. (a). Multi Partai Kehadiran partai politik yang banyak seperti sekarang ini, membuat sistem politik yang dianut sekarang ini berbeda dengan sistem politik pada jaman pemerintahan orde baru. Sistem politik sekarang, seperti kita ketahui bersama terdiri dari banyak partai politik, menyerupai tahun 50 an. Pemerintahan yang dihasilkan oleh sistem politik multi partai ini diperkirakan tidak akan ada lagi single majority yang menguasai pemerintahan. Paling tidak akan terjadi pemerintahan koalisi atau gotongroyong di antara beberapa partai politik pemenang pemilu seperti sekarang ini. Oleh karena itu sistem seperti ini akan berpengaruh terhadap struktur dan kultur kelembagaan birokrasi pemerintah. Selama pemerintahan orde baru, yang berkuasa dalam pemerintahan adalah partai pemenang pemilu. Adapun pemenangnya dari pemilu ke pemilu tetap dimenangkan single majority Golkar. Oleh karena itu struktur dan kultur kelembagaan birokrasi pemerintahan dikuasai oleh Golkar. Semua posisi jabatan dalam organisasi departemen ditempati oleh kader-kader Golkar. Sehingga sulit dibedakan manakah yang birokrat tulen manapula yang birokrat partisan. Struktur organisasi departemen pemerintah sulit dibedakan antara pejabat politik dan pejabat birokrasi karier. Suasana seperti ini berlangsung cukup lama, sehingga mengakibatkan terbentuknya sikap, perilaku, sistem dan opini para pimpinan kita bahwa kelembagaan birokrasi pemerintah sudah selakayaknya mendukung kekuatan politik yang berkuasa. Lebih jauh dari itu para pemimpinnya lebih menyenangi kekuasaan katimbang melayani dan memperhatikan kepentingan rakyatnya. 3

4 Sekarang ini di bawah kepemimpinan Megawati Ketua Umum partai pemenang pemilu 1999, para pimpinan partai politik yang ikut menggotong royang kabinet Megawati menjabat menteri mau melestarikan atau mewarisi cara-cara Golkar sewaktu dahulu memerintah. Semua organisasi pemerintah dikaburkan antara jabatan karier dan non karier, antara jabatan birokrasi dan jabatan politik. Kalau sekarang kita akan mengubahnya, kondisi mental, sikap dan perilaku politik kita belum berubah, maka akan mengulang-ulang warisan dari pemerintahan yang lama. Jika kita menginginkan melakukan restrukturisasi dan reposisi birokrasi kita yang memungkinkan pertanggung jawaban publik bisa dijalankan, maka kondisi perubahan sistem politik ini hendaknya perlu memperoleh pertimbangan. Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kelembagaan birokrasi pemerintah pusat mapun daerah ialah diubahnya mindset para pemimpin politik kita, dari mewarisi sikap dan perilaku orde baru yang single majority dan otoritarian menjadi sikap demokratis yang multi partai. Perwujudan dari perubahan ini dalam kelembagaan pemerintahan disediakan dan dibedakan secara jelas akses politik dalam birokrasi pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar partai politik tidak mempergunakan back street dalam bermain politik di birokrasi pemerintah. Ingin menguasai birokrasi pemerintah dengan mengeser jabatan karier birokrasi berpindah ke tangan orang-orang politiknya. Menurut teori liberal bahwa birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan demikian, maka birokrasi pemerintah itu bukan hanya didominasi oleh para birokrat saja, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik (Carino, 1994). Demikian pula sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politik dari partai politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional. Ketika keinginan memasukkan pejabat politik dalam birokrasi pemerintah itu timbul, maka timbul pulalah suatu pertanyaan tentang hubungan keduanya. Pertanyaan ini harus dijernihkan dengan jawaban yang tepat. Hubungan antara pejabat politik (political leadership) dan birokrasi merupakan suatu hubungan yang konstan (ajeg) antara fungsi kontrol dan dominasi (Carino, 1994). Dalam hubungan seperti ini maka akan senantiasa timbul persoalan, siapa mengontrol siapa dan siapa pula yang 4

5 menguasi, memimpin dan mendominasi siapa. Persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan klasik sebagai perwujudan dikotomi politik dan administrasi. Sehingga karenanya, kemudian timbul dua bentuk alternatif solusi yang utama, yakni apakah birokrasi sebagai subordinasi dari politik (executive ascendancy) atau birokrasi sejajar dengan politik (bureaucratic sublation, atau attempt at co-equality with the executive- Carino, 1994). Bentuk solusi executive ascendancy diturunkan dari suatu anggapan bahwa kepemimpinan pejabat politik itu didasarkan atas kepercayaannya bahwa supremasi mandat yang diperoleh oleh kepemimpinan politik itu berasal dari Tuhan atau berasal rakyat atau berasal dari public interest.(the political leadership bases its claim to supremacy on the mandate of God or of the people, or on some notion of the public interest). Supremasi mandat ini diligitimatisasikan melalui pemilihan, atau kekerasan, atau penerimaan secara de facto oleh rakyat. Dalam model sistem liberal, kontrol berjalan dari otoritas tertinggi rakyat melalui perwakilannya (political leadership) kepada birokrasi. Kekuasaan untuk melakukan kontrol seperti ini yang diperoleh dari rakyat acapkali disebut sebagai overhead democracy (Redford, 1969). Dominasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi ini, sebenarnya dipacu oleh dikotomi antara politik dan administrasi seperti dikatakan di depan, suatu doktrin yang pengaruhnya dimulai dari sejak penemuan administrasi negara sebagai suatu ilmu (Wilson, 1987). Pemikiran tentang supremasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi itu timbul dari perbedaan fungsi antara politik dan administrasi, dan adanya asumsi tentang superioritas fungsi-fungsi politik atas administrasi. Slogan klasik pernah juga ditawarkan bahwa manakala fungsi politik berakhir maka fungsi administrasi itu mulai (when politic end, administraion begin). Slogan ini mengartikan bahwa birokrasi pemerintah sebagai mesin pelaksana kebijakan politik yang dibuat oleh pejabat politik (Wilson, 1941). Dikotomi antara politik dan administrasi ini juga diakibatkan karena adanya kesalahan perubahan referensi dari fungsi ke struktur, dari perbedaan antara pembuatan kebijakan (policy-making) dan pelaksanaan (implementation), antara pejabat politik dan pejabat karier birokrasi (Kirwan, 1987) Adapun bureaucratic sublation di dasarkan atas anggapan bahwa birokrasi pemerintah sesuatu negara itu bukanlah hanya berfungsi sebagai mesin pelaksana. Max Weber sendiri mengenalkan bahwa birokrasi yang real (sebagai lawan dari tipe ideal ) itu mempunyai 5

6 kekuasaan yang terpisah dari kekuasaan yang dilimpahkan oleh pejabat politik. Menurut Weber : The question is always who controls the existing bureaucratic machinery. And such control is possible only in a very limited degree to persons who are not technical specialists. Generally speaking, the trained permanent official is (more) likely to get his way in the long run than his nominal superior, the Cabinet minister, who is not specialist (1947) Pejabat birokrasi yang terlatih secara profesional mempunyai kekuatan tersendiri sebagai suatu pejabat yang permanen. Pejabat seperti ini sepertinya mempunyai catatan karier yang panjang jika dibandingkan dengan pimpinannya pejabat politik yang bukan spesialis. Dengan memperhatikan hal-hal seperti ini, maka birokrasi itu mempunyai kekuatan yang seimbang dengan pejabat politik. Oleh karena itu kedudukannya tidak sekedar sebagai subordinasi dan mesin pelaksana, melainkan sebanding atau co-equality with the executive. Dengan demikian birokrasi itu merupakan kekuatan yang a politic but highly politized. Birokrasi bukan merupakan partisan politik akan tetapi karena keahliannya mempunyai kekuatan untuk membuat kebijakan yang profesional. (b).akontabilitas Publik Tidak adanya akontabilitas publik merupakan merupakan salah satu pengungkit lain yang seharusnya dipergunakan sebagai faktor pendorong untuk melakukan perubahan atau reformasi kelembagaan birokrasi pemerintah, Menurut saya tidak adanya akontabilitas publik itu salah satu penyebabnya ialah penggunaan kekuasaan pemerintaha selama ini sangat eksessif. Oleh karena itu ada baiknya dijelaskan di sini pengalaman pemerintah dalam menggunakan kekuasaan selama ini. Dari dahulu kelembagaan pemerintah selalu ditarik dari lokus dan fokus penggunaan kekuasaan yang sedikit banyak menjauhkan dari terwujudnya demokrasi. Paradigma kekuasaan selalu bergulir dari waktu-ke waktu, bergerak antara lembaga eksekutif dan legislatif yang di dalamnya peran militer ikut mewarnai dari paradigma kekuasaan tersebut. Pelakupelakunya dapat dikatakan tidak mengalami perubahan, yakni antara partai politik dan birokrasi pemerintah termasuk militer. Pada kurun waktu tertentu lokus kekuasaan berada pada lembaga eksekutif. Di sini pemerintah lebih kuat dan menunjukkan supremasi kekuasaan katimbang 6

7 lembaga-lembaga yang ada. Sehingga dengan demikian penggunaan kekuasaan fokusnya diarahkan agar supaya sentralisasi kekuasaan berasal dan bermuara di satu tempat. Pada kurun waktu yang lain, kekuasaan berada di lembaga legislatif. Partai politik yang berada di lembaga legislatif memainkan peran yang sentral dalam fokus penggunaan kekuasaan. Pemerintah bisa dijungkir- balikkan sesuai dengan mosi tidak percaya dari lembaga ini. Sekarang ini pemerintah bisa dikritik dan ditolak laporan pertanggungjawabannya, sehingga bisa diempeach. Stabilitas pemerintahan tidak tercapai, sementara itu profesionalisme baik di lembaga legsilatif dan eksekutif tidak juga bisa diwujudkan. Tarikmenarik dari lokus dan fokus penggunaan kekuasaan berada di kedua lembaga tersebut. Sementara itu rakyat tidak pernah merasa terwakili dalam permainan kekuasaan itu. Partai politik yang seharusnya sebagai wakil rakyat itu menghubungi dan mengenal rakyat ketika diadakan pemilu saja, seterusnya rakyat dilupakan dan hanya memperjuangkan kekuasaan ego partikular dan elite pimpinannya saja. Perkembangan kelembagaan pemerintahan yang cenderung menjadi instrumen kekuasaan dari para elite membuat rakyat senantisa berada pada posisi objek dan sasaran. Adapun subjek pelakunya adalah para penguasa yang memperoleh kekuasaan dari rakyat. Pertanggung jawaban publik menjadi amat rendah dan cenderung boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Dan pada akhir dari pemerintahan orde baru mulai dirasakan perlunya reformasi. Upaya melakukan reformasi itu melahirkan suatu keinginan untuk mencoba mengenalkan paradigma pemerintahan yang menyelenggarakan tata kepemerintahan yang baik, amanah dan demokratis. Pada awal reformasi kita mengenal paradigma pemerintahan madani, namun apapun istilah yang akan kita pakai, kita berkuajiban menghadirkan tata kepemerintahan yang amanah dan bertanggung jawab kepada publik.tata kepemerintahan seperti itu ingin mengembalikan supremasi sipil yang transparan, akontable, bermoral amanah dan bertanggung jawab kepada publik. Dari praktika kekuasaan yang dijalankan selama ini oleh pemerintah sedikit banyak telah membuat transparansi dan pertangung jawab publik yang dilakukan oleh pemerintah menjadi mandul. Kekuasaan dalam birokrasi pemerintah selama ini dipergunakan sangat sentralistis dan eksessif. Ada korelasi yang positif antara tingkatan hirarki jabatan dalam birokrasi dengan kekuasaan (power). Semakin tinggi layer hirarki jabatan seseorang dalam birokrasi maka semakin besar kekuasaannya, dan semakin rendah layer hirarkinya semakin kecil (powerless). Adapun yang berada di luar layer-layer hirarki (beyond the hierarchy) adalah rakyat 7

8 yang sama sekali tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi kekuasaan birokrasi. Korelasi ini menunjukkan bahwa penggunaan kekuasaan pada hirarki atas sangat tidak imbang dengan penggunaan kekuasaan di tinggkat bawah. Dengan kata lain sentralisasi kekuasaan yang berada di tingkat hirarki atas semakin memperlemah posisi pejabat di hirarki bawah dan tidak memberdayakan rakyat yang berada di luar hirarki. Sekaligus korelasi semacam ini mengartikan bahwa hirarki bawah dianggap kurang mampu mengatasi segala urusan, atau hirarki bawah tidak berani melakukan tindakan kalau tidak sepengetahuan hirarki atas. Itulah sebabnya responsi birokrasi terhadap pelayanan yang diberikan kepada rakyat tidak pernah ada, dan rakyat tidak berdaya menghadapi birokrasi pemrintah. Anggapan seperti inilah yang membuat birokrasi pemerintah sangat tergantung pada seseorang atau kelompok dan golongan yang amat berkuasa. Sekali lagi sentralisasi kekuasaan sangat kuat di birokrasi pemerintah. Rakyat yang mestinya memperoleh pelayanan dari birokrasi pemerintah, karena konstelasi kekuasaan seperti itu maka situasinya di balik, rakyat melayani birokrat. Rakyat yang seharusnya dilayani dan diperjuangkan kepentingannya oleh elite partai politik berbalik rakyat melayani pimpinan partai politik dengan memberikan suara dalam pemilu. Penggunaan kekuasaan seperti itu lebih memberikan penekanan pada sisi power dilihat dari perspektif capacity to act (Hindess, 1996). Oleh karena penekanannya pada kemampuan untuk melakukan tindakan, maka kekuasaan dijadikan sebagai sarana dominasi (an instrument of domination). Birokrasi pemerintah mendominasi rakyat melalui kekuasaan yang disandangnya, sehingga terbentang hubungan yang tidak imbang (unequal relation) antara birokrasi pemerintah yang berkuasa dengan rakyat yang dikuasai. Partai politik menggunakan rakyat untuk memenangkan pemilu dan menghantarkan elite pimpinannya menjadi pimpinan negara dan pemerintah, sementara itu setelah menang partai politik melupakan kepentingan rakyat dengan memperkaya dirinya sendiri. Konstelasi kekuasaan seperti ini yang membuat birokrasi pemerintah dan kekuatan politik lainnya tidak mempunyai akontabilitas dan pertanggung jawaban publik terutama kepada rakyat dan masyarakat pada umumnya. Adapun yang amat menonjol ialah diperkuatnya kuajiban untuk melakukan repsonsibilitas terhadap pejabat pada hirarki di atas, baik politik maupun birokrasi. Pejabat birokrasi diangkat oleh pejabat yang berkuasa pada hirarki tertinggi dalam departemennya. Oleh karena itu ada semacam kuajiban mutlak untuk tunduk dan bertanggungjawab pada 8

9 pejabat atasan tersebut. Wakil rakyat di DPR diangkat oleh pimpinan partainya masing-masing. Mereka lupa bahwa rakyat mempunyai andil yang amat besar terhadap eksistensi kepemimpinan mereka dalam pemerintahan dengan membayar pajak, retribusi, dan pungutan-pungutan lainnya. Demikian juga jangan lupa mereka dijadikan pejabat, karena ada pemilu. Dan pemilu sangat ditentukan oleh suara rakyat, kalau rakyat tidak ikut mensukseskan pemilu jangankan jadi anggota Dewan jadi, jadi Presidenpun barangkali tidak. Penggunaan kekuasaan dalam birokrasi pemerintah seperti yang diutarakan di atas selama ini, tidak jauh bedanya dengan aplikasi teori elite seperti yang dikenal dalam referensi kehidupan politik di negaranegara maju. Teori ini menekankan bahwa kekuasaan itu tidak hanya berada ditangan elite birokrasi pemerintah, akan tetapi juga pelaksanaan kekuasaan itu berada di tangan elite yang tidak bertanggungjawab. Itulah sebabnya birokrasi pemerintah tidak mempunyai akontabilitas terhadap rakyat ( Hunter, 1953; Mill, 1959) Pemahaman peranan rakyat terhadap eksistensi birokrasi pemerintah selama ini, kurang memperoleh perhatian dan penekanan dalam kehidupan birokrasi publik.teori elite tidak hanya satu-satunya solusi dalam mencairkan power dalam birokrasi pemerintah. Pejabat birokrasi pemerintah seharusnya bukannya takut kepada atasannya melainkan harus takut kepada rakyat yang mempercayainya. Kontrol masyarakat harus dijadikan perhatian bagi perbaikan kinerja birokrasi pemerintah. Birokrasi pemerintah tidak lagi seperti yang dipostulatkan oleh para pakar politik selama ini sebagai satu-satunya pusat kekuasaan (the only power center). Dahulu mungkin benar, akan tetapi perubahan-perubahan yang terjadi menjelang abad 21 ini membuat situasi dan konstelasinya harus di balik. Pusat kekuasaan ada di tangan rakyat. Dengan demikian jika kegiatan birokrasi pemerintah tidak lagi cocok dengan keinginan rakyat, atau melanggar aspirasi rakyat, maka birokrasi harus mau mempertanggung jawabkan kepada rakyat. Jika akontabilitas ini benarbenar dikerjakan oleh birokrasi pemerintah, maka transparansi, keterbukaan, kejujuran dan amanah akan diperlihatkan oleh kinerja birokrasi pemerintah. Upaya untuk mengubah pemusatan kekuasaan yang ada di tangan elite birokrasi pemerintah itu, sehingga akontabilitas publik bisa dilakukan ialah dengan membiasakan melakukan desentralisasi kekuasaan, disertai dengan check dan balance. Pemusatan kekuasaan (sentralisasi) perlu 9

10 segera dikendorkan dengan mengalihkan kepada upaya desentralisasi. Isue masa depan adalah isue desentralisasi. Memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk bisa berperan serta dalam melakukan kegitankegiatan pemerintahan yang pada gilirannya akan mengurangi penyimpangan, korupsi, dan tindakan-tindakan kesewenangan dari birokrasi pemerintah sangat diseyogyakan di waktu-waktu yang akan datang.. Pentingnya desentralisasi kekuasaan birokrasi pemerintah itu, selain untuk mengembalikan kekuasaan (empowerment) kepada rakyat, juga karena didorong oleh adanya keterbatasan yang dialami oleh birokrasi pemerintah sendiri. Tidak semua perkara bisa dikerjakan oleh negara atau birokrasi pemerintah. Semua urusan yang selama ini selalu bersarwa negara itu sudah tidak pada tempatnya lagi. Keterbatasan pemerintah untuk menggali sumber pendapatan (revenues), perpajakan, dan perbelanjaan anggaran telah menghimpit semua program-program pemerintah. Keterbatasan pemerintah untuk memanfaatkan sumbersumber daya baik alam, tenaga kerja maupun keuangan tidak bisa lagi dipertahankan. Pengakuan terhadap keterbatasan inilah yang menentukan terhadap upaya-upaya desentralisasi kekuasaan. Desentralisasi kekuasaan merupakan upaya untuk menegakkan demokrasi dalam pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis melahirkan para pemilih yang demokratis pula. Pemilih demokratis yang berupa rakyat ini di beberapa negara yang mengikuti sistem demokrasi telah menjadi suatu kekuatan ancaman untuk meminta pertanggung jawaban publik harus segera dilaksanakan. Mereka menuntut uang pajak yang dibayarkan kepada pemerintah dipergunakan secara jelas untuk kemanfaatan rakyat. Semenjak tahun 1970 tekanan fiskal kepada pemerintah semakin kuat. Pemilih demokratis ini ingin mengetahui aliran penggunakan dan pemanfaatan fiskal itu. Demikian pula pemilih demokratis ini tidak lagi bertoleran terhadap segala macam pemborosan, inkomptensi dan kecerobohan yang dilakukan oleh instansi publik (Marc Robinson, Media Indonesia, 8 Juli 2002). ( c ). Krisis Ekonomi Selain faktor pengungkit di bidang politik dan akontabilitas publik, maka pengungkit berikutnya ialah krisis ekonomi yang melanda bangsa ini semenjak lima tahun yang lalu. Krisis ini belum banyak perbaikan yang bisa dirasakan. Krisis ini seharusnya dihadapi dengan kebijakan 10

11 penghematan, efisiensi dan rasionalitas semua kebijakan, program kerja dan kegiatan dari lembaga birokrasi pemerintah ini. Kenyataan sehari-hari penghematan ini jauh dari harapan. Di jajaran pemerintah pusat kelembagaan birokrasi pemerintah susunannya masih menunjukkan lembaga yang besar dan tidak efisien. Banyak jenis organisasi lembaga pemerintah yang menangani tugas dan fungsi yang sama, dan didukung oleh para pejabat yang besar yang pada gilirannya membelanjakan anggaran belanja pemerintah yang cukup besar. Kebiasaan pergi ke luar negari yang dilakukan para pejabat baik eksekutif maupun legislatif (untuk studi banding-katanya) dalam suasana negara yang krisis anggaran merupakan contoh tidak adanya empati terhadap krisis. Susunan kelembagaan yang besar tidak hanya terda[at di dalam organisasi pemerintah pusast di pemerintah daerahpun terjadi. Sekarang ini lebih dari 400 eselon II di pemda. Inipun terus diturutinya keinginan untuk memekarkan, melebarkan dan membentuk pemda baru yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh terjadap jumlah anggaran pemerintah untuk membiayai lembaga baru dari pemekaran pemerintah daerah. Apakah krisis anggaran, krisis ekonomi itu memang tidak disadari atau memang kita ini sudah kebal terhadap penghematan. Adanya hanya bagaimana menghamburkan, menghabiskan dan mengkorupsi harta milik rakyat dan pemerintah ini. Oleh karena itu reformasi birokrasi pemerintah harus mencerminkan adanya prinsip efisiensi dalam setiap aktivitas penyusunan tatanan kelembagaan, penetapan program dan kegiatannya. Organisasi Lembaga pemerintah Non Departemen dan lembaga Kementerian Negara atau Departemen yang perlu dipertegas perbedaannya baik tugas, fungsi dan wewenangnya. Lembaga Kementeraian Negara atau Departemen mestinya merupakan lembaga kabinet yang berdimensi politik. Lembaga ini merupakan akses partai politik untuk meminpin pemerintahan. Lembaga ini dipimpin oleh Menteri sebagai pejabat politik pembantu Presiden (sistem Presidensiel) yang mestinya berasal dari kekuatan politik atau partai politik yang berkoalisi (atau gotong royong) dengan partai pemenang pemilu yang menjadi Preiden atau Perdana Menteri. Adapun lembaga pemerintah non departemen (LPND) atau executing agency merupakan lembaga pemerintah yang tidak diberi label departemen atau kementerian di bawah kendali langsung Presiden. Lembaga ini merupakan lembaga profesional yang dipimpin oleh orang atau ahli yang profesional di bidangnya. Lembaga ini bukan lembaga politik seperti kementerian atau departemen. Oleh karena itu lembaga ini sehrausnya tidak boleh dipimpin oleh orang-orang politik, akan tetapi dipimpin 11

12 pegawai pemerintah (PNS) yang profesional dan ahli dibidangnya yang menjadi tugas pokok dari lembaga tersebut. Perbedaan dan kejelasan dari kedua lembaga tersebut amat diperlukan, karena nantinya tidak akan terjadi saling tumpang tindih yang cenderung tidak efisien dan efektif. Lembaga kementerian memberikan masukan kebijakan kepada Presiden dari alur pemikiran atau aspek politik, sedangkan lembaga pemerintah non kementerian memberikan masukan kebijakan dari aspek keahlian, profesionalisme dan kajian yang berdimensi akademis keilmuan. Dengan demikian seorang Presiden diharapkan dapat menerima masukan kebijkan baik dari aspek politik maupun akademis keilmuan sesuai dengan bidang profesionalisme lembaga tersebut. Wawasan kebijakan Presiden akan luas, komprehensif, altruistik dan tidak subjektif hanya menekankan pada aspek politik saja apalagi aspek politik dari partainya sendiri. Reformasi Kelembagaan Birokrasi Pemerintah. Memahami konsep pemikiran seperti diuraikan di atas, maka upaya untuk merestrukturisasi birokrasi pemerintah dapat dikemukakan sebagai berikut: (1). Setiap lembaga departemen pemerintah baik dipusat dan di daerah yang dipimpin oleh pejabat politik harus dibedakan antara pejabat politik dan pejabat karier birokrasi. Lembaga pemerintah bisa dibedakan antara lembaga Departemen yang dipimpin Menteri sebagai pejabat politik, dan lembaga Non Departemen yang dipimpin oleh bukan Menteri dan bukan pejabat politik. Seharusnya pejabat yang memimpin Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) adalah pejabat profesional dari birokrasi karier, bukan dijabat oleh pejabat politik dan dirangkap oleh Menteri seperti sekarang warisan kelembagaan pemerintahan Orde Baru. Pejabat politik adalah pejabat yang dipilih oleh rakyat langsuang maupun tidak, atau di approved oleh wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian posisinya adalah sebagai wakil rakyat dalam menganbil kebijakan publik dan mengontrol birokrasi pemerintah. Pejabat birokrasi adalah pejabat yang diangkat untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut. Jika mekanisme kontrol dan pelaksanaan kebijakan publik bisa berjalan antara kedua jabatan itu maka pertangung jawaban publik tidak mungkin tidak mesti bisa dilaksanakan. (2). Desentralisasi kewenangan baik desentralisasi politik maupun administrasi perlu dilakukan di dalam kelembagaan pemerintah ini. 12

13 Dengan desentralisasi diharapkan akontabilitas publik bisa dilakukan, yang pada gilirannya diharapkan pula kontrol rakyat semakin efektif dan korupsi, kolusi dan kerabat isme bisa dihilangkan dalam birokrasi pemerintahan ini. (3). Perampingan susunan kelembagaan birokrasi pemerintah perlu segera ditindaklanjuti. Kekembaran tugas dan fungsi antara beberapa lembaga birokrasi perlu segera di analisis dan dihilangkan kekembaran itu. Lembaga kementerian (departemen) dan lembaga non kementerian (departemen) yang menunjukkan kekembaran tugas dan fungsi perlu segera dianalisis dan dan dipecahkan dengan prinsip efisiensi, penghematan, kordinasi, integrasi baik dalam masa krisis seperti sekarang ini maupun di masa-masa non krisis. Jumlah eselonisasi di pemda juga dipikirkan lebih ramping lagi Demikianlah pokok-pokok pemikiran saya dalam kesempatan pertemuan pagi ini. Reformasi kelembagaan birokrasi pemerintah bisa dijalankan dengan memperhatikan tiga faktor pengungkit yang saya sebutkan di atas. Jabatan dan akses politik perlu disediakan dalam kelembagaan birokrasi pemerintah agar jelas hubungan anatara jabatan politik dan birokrasi karier. Pertanggung jaawaban publik bisa dijalankan dalam pemerintahan ini jika kekuasaan itu tidak memusat di salah satu pusat kekuasaan. Desentralisasi kekuasaan merupakan salah satu cara untuk mengurangi pemusatan kekuasaan itu. Desentralisasi kekuasaan sekaligus merupakan upaya untuk secara konsisten melakukan demokrasi yang benar dalam pemerintahan. Pada tatanan kepemerintahan yang demokratis ini, peranan rakyat menjadi penting dalam melangsungkan pemerintahan dan dalam melaksanakan kontrol sehingga bisa menjamin lurusnya kepemerintahan. Kekuasan yang memusat mengakibatkan tidak adanya transparansi sehingga menyulitkan lahirnya pertanggung jawabab publik. Tidak adanya keterbukaan dikalangan instansi dan pejabat pemerintah, mengakibatkan akses melakukan kontrol rakyat menjadi buntu dan mampet. Selain itu reposisi dan restrukturisasi kelembagaan pemerintah perlu segera ditata ulang, yang memungkinkan adanya kejelasan antara posisi jabatan politik dan birokrasi karier. Dengan demikian pertanggung jabaran publik bisa didorong dengan melakukan desentralisasi kekuasaan, transparansi, reposisi dan restrukturisasi kelembagaan pemerintah. Struktur kelembagaan pemerintah warisan pemerintah Orde Baru perlu diperbaiki dan disempurnakan sesuai dengan perubahan strategis nasional kita di era reformasi ini. Selain itu dengan memperhatikan prinsip efisiensi, penghematan, kordinasi, integrasi dan rasionalitas maka 13

14 perampingan susunan kelembagana birokrasi pemerintah perlu dipikirkan. Selain itu efisiensi, penghematan, kordinasi, integrasi dalam susunan kelembagaan pemerintahan perlu dilakukan sehingga tidak ada lagi kekembaran lembaga yang tugas dan fungsinya sama. Sekian, terima kasih atas perhatiannya. Daftar Pustaka Ashkenas, Ron; Ulrich Dave; Jick, Todd; Kerr, Steve, 1995, The Boundaryless Organization, breaking the chains of organizational structure, Jossey-Bass Publishers, San Francisco, CA Carino, Ledivina V., 1994, Bureaucracy for Democracy, the dynamics of executive bureaucracy interaction during governmental transitions, College of Public Administration, University of the Philippines. Champy, James, 1997, Reengineering Management, Harper Collins Publisher, Inc., New York, NY Champy, James, A., 1997, Preparing for Organization of the Future, dalam Frances Hesselbein et all (edts.), The Organization of the Future, Jossey Bass, Inc. San Francisco, CA. 14

15 Gruber, Judith E., 1987, Controlling Bureaucracies, dilemmas in Democratic Governance, University of California Press, Berkeley, CA Gutmann, Amy, dan Thompson, Dennis, 1996, Democracy and the disagereement, The Belknap Press of Harvard University Press, Cambridge, MA Held, David, 1995, Democracy and the Global Order, from the modern state to cosmopolitan governance, Stanford University Press, Stanford,CA. Hill, Larry B.(Edt.) 1992,The State of Public Bureaucracy, ME Sharpe, Inc., Armonk, New York Hunter, F. (1953), Community Power Structure, University of North Carolina, Chapel Hill, NC. Kirwan, Kent A., Woodrow Wilson and the Study of Publcic Administration- Respond to Van Riper, in Administration and Society, 18 (1987) Lucas, Henry C.,Jr, 1996, The T-Form Organization, using technology to design organizations for the 21 st century,jossey-bass Publisher,San Francisco, CA Mainzer, Lewis C. 1973, Political Bureaucracy, Scott,Foresman and Co., Glenview. Illinois Mills, C Wright, (1959), The Power Elite, Oxford University Press, New York, NY. Redford Emmette S., 1969, Democrcay in the Administrative State, Oxford University Press, New York, Robinson, Marc, Revolusi Akuntabilitas Baru di Pemerintahan, Media Indonesia, 8 Juli Sarji, Ahmad, 1996, Civil Service Reforms, toward Malaysia s Vision 2020, Pelanduk Publications, Kelana Jaya, Selangor Darul Ehsan, Malaysia. 15

16 Thoha, Miftah, 1995, Harminisasi Hubungan Pusat dan Daerah alam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam buku Birokrasi Indonesia dalam Era Globalisasi, Batang Gadis, Pusdiklat Depdikbud, Jakarta Thoha, Miftah, 1999, Demokrasi Dalam Birokrasi Pemerintah Peran Kontrol Rakyat dan Netralitas Birokrasi, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Yogyakarta Thoha, Miftah, 1999, Membangun Kembali Birokrasi Pemerintah, dalam harian umum, Republika, 8 November 1999 Thoha, Miftah, 2000, Bulog dan Setneg, dalam Harian Umum, Republika, 24, April Weber, Max, 1947, The Theory of Social and Economic Organization (translated by Talcott Parsons), The Free Press, New York Wilson, Woodrow, 1887, The study of Public Administration in Political Science Quarterly, 2 June 1887,

TEMA: KONDISI DAN TANTANGAN DI BIDANG SOSIAL POLITIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN / ORGANISASI PEMERINTAHAN KE DEPAN

TEMA: KONDISI DAN TANTANGAN DI BIDANG SOSIAL POLITIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN / ORGANISASI PEMERINTAHAN KE DEPAN TEMA: KONDISI DAN TANTANGAN DI BIDANG SOSIAL POLITIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KELEMBAGAAN / ORGANISASI PEMERINTAHAN KE DEPAN KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN YANG IDEAL DAN EFEKTIF Oleh Drs. Agun Gunanjar Sudarsa,

Lebih terperinci

Reformasi Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik

Reformasi Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik Reformasi Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik Pengantar Studi tentang birokrasi dan praktik birokrasi pemerintahan di Indonesia selama ini mengalami tingkat fluktuatif yang tinggi

Lebih terperinci

PEMBARUAN ADMINISTRASI DAN BIROKRASI (Sebuah Era Perubahan)

PEMBARUAN ADMINISTRASI DAN BIROKRASI (Sebuah Era Perubahan) RUANG UTAMA PEMBARUAN ADMINISTRASI DAN BIROKRASI (Sebuah Era Perubahan) Irawati Abstract Public administration is the way in which the policy of a state or country is put into practice through its government.

Lebih terperinci

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI Dasar-dasar kebijakan kepegawaian negara yang akan menjadi landasan pikiran dalam penyempurnaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN SISTEM KELEMBAGAAN NEGARA DAN PEMERINTAH

DINAMIKA PERKEMBANGAN SISTEM KELEMBAGAAN NEGARA DAN PEMERINTAH DINAMIKA PERKEMBANGAN SISTEM KELEMBAGAAN NEGARA DAN PEMERINTAH Oleh Dr. Miftah Thoha Guru Besar Magister Administrasi Publik UGM PENYELENGGARA KEKUASAAN PEMERINTAHAN Menurut UUD RI 45 Pemegang Kekuasaan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja diterapkan dengan menggunakan prinsip penganggaran terpadu yaltu penganggaran yang

Lebih terperinci

yang dianggap menguasai permasalahan yang diteliti. Dalam FGD peserta dipilih dari para pejabat politik maupun karier di lingkungan birokrasi, para

yang dianggap menguasai permasalahan yang diteliti. Dalam FGD peserta dipilih dari para pejabat politik maupun karier di lingkungan birokrasi, para Executive Summary Perdebatan tentang hubungan antara politik dan birokrasi telah mempunyai sejarah panjang dan kembali menghangat terjadinya reformasi politik pada akhir tahun 90 an yang telah merubah

Lebih terperinci

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE 2014-2019 Tesis Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen)

IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen) IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia. di Indonesia

Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia. di Indonesia Eko Prasojo Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia Format Reformasi Birokrasi di Indonesia Mampukah Kita Bernegara? Negara Kepentingan KORUPSI MENJADI PENYAKIT Tiga Sumber Penyakit Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tatacara penyelenggaraan pemerintah mengelola dan mengatur pemerintah sangat mempengaruhi baik atau buruknya suatu pemerintahan berjalan. Pemerintah yang dikelola

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 14 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Good Governance : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI GUNA MENGEFEKTIFKAN KINERJA PEMERINTAH DI INDONESIA

REFORMASI BIROKRASI GUNA MENGEFEKTIFKAN KINERJA PEMERINTAH DI INDONESIA REFORMASI BIROKRASI GUNA MENGEFEKTIFKAN KINERJA PEMERINTAH DI INDONESIA Yustinus Farid Setyobudi Dosen Tetap Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIPOL UNRIKA A. Pendahuluan Sejak lahir sampai sekarang, kita

Lebih terperinci

DAN DAERAH. Oleh Miftah Thoha,Ph.D Guru Besar UGM

DAN DAERAH. Oleh Miftah Thoha,Ph.D Guru Besar UGM PEMBAGIAN KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH Oleh Miftah Thoha,Ph.D Guru Besar UGM Disampaikan pada Pelatihan Ombudsman Daerah, diselenggarakan oleh Pusham UII, bekerjasama dengan Partnership for Government Reform

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah berlangsung lama dan mendapat pembenaran

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

TATA HUBUNGAN KERJA BIROKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA PASCA REFORMASI

TATA HUBUNGAN KERJA BIROKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA PASCA REFORMASI TATA HUBUNGAN KERJA BIROKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA PASCA REFORMASI Oleh : IAN MARYANA Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kadipaten Majalengka. Jawa Barat. ABSTRAK Sejarah perjalanan birokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, sarana kepegawaian memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting. Arti penting dari sarana kepegawaian tersebut oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga aspek utama yang mendukung

Lebih terperinci

HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH

HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH RUANG UTAMA HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH Siti Nuraini Abstrak Perubahan sistem politik pasca tumbangnya rezim Orde Baru berdampak pada semua sendi perpolitikan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan publik yang baik, efisien, efektif dan berkualitas menuntut kehadiran sumber daya manusia (SDM) aparatur

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

Konsep Netralitas Birokrasi PNS. Suripto 1

Konsep Netralitas Birokrasi PNS. Suripto 1 Konsep Netralitas Birokrasi PNS Suripto 1 Birokrasi merupakan salah satu lembaga pemerintah tertua dalam sejarah peradaban sosial. Hal tersebut dimulai sekitar 10.000 tahun lalu dari Susa kuno yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas (accountability) merupakan salah satu prinsip atau asas dari paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan asas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah kota/kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semangat otonomi daerah dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama. BAB VI. KESIMPULAN Perubahan-perubahan kebijakan sektor beras ditentukan oleh interaksi politik antara oligarki politik peninggalan rezim Orde Baru dengan oligarki politik reformis pendatang baru. Tarik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

REFORMASI ADMINISTRASI

REFORMASI ADMINISTRASI REFORMASI ADMINISTRASI Prof. Dr. Sofian Effendi Ceramah Pada Re-entry Workshop Strategic Management of Local Authorities Diselenggarakan oleh Badan Diklat Depdagri 21 Juli 2000 Why Reformasi Administrasi?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada era Orde Baru, pemerintah daerah tidak mempunyai kemandirian untuk berkembang. Semua kebijakan pemerintah daerah dikontrol oleh pemerintah pusat. Reformasi diawal

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: Pendidikan Kewarganegaraan Good Governance Fakultas Ekonomi Bisnis Ari Sulistyanto, S.Sos., M. I.Kom Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Bagian Isi A. Pengertian Good Governance B. Pilar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan

Lebih terperinci

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum emangat reformasi telah mendorong pendayagunaan aparatur Negara untuk melakukan pembaharuan dan peningkatan efektivitas dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dalam pembangunan,

Lebih terperinci

PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI WAKIL KEPALA DAERAH*

PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI WAKIL KEPALA DAERAH* PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI WAKIL KEPALA DAERAH* Riris Katharina ** Abstract Government s proposal to appoint civil servants as deputies head of region in bill on Regional Government, which will amend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan negara mempunyai peran penting dalam mewujudkan citacita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Penjelasan Undang- Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

BIROKRASI. Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA

BIROKRASI. Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA BIROKRASI Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA Beberapa Istilah Secara etimologi, kita mengenal sbb: Biro + krasi = Meja + kekuasaan Demo + krasi = Rakyat + kekuasaan Tekno+ krasi = Cendikiawan + kekuasaan Aristo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas berada pada ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas berada pada ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akuntabilitas secara harafiah dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban. Akuntabilitas berada pada ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu sosial lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonomi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Reformasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25 tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah (reformasi pemerintahan daerah dan reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia sebelum era reformasi dapat dinilai kurang pesat. Pada waktu itu, akuntansi sektor publik kurang mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam setiap aktivitas pemerintahan daerah, bahkan rancangan pembangunan disetiap daerah

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI Ari Wibowo, M.Pd LATAR BELAKANG Reformasi 1998 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Perkembangan teknologi Informasi dan Komunikasi PRINSIP GOOD GOVERNANCE Partisipasi Masyarakat

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 menuntut sebuah birokrasi yang kompeten dan profesional. Birokrasi yang kompeten dan profesional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

Miftah Thohar. Jurnal IImu Sosial & Ilmu Politik ISSN 1410_4946 REFORMASI BIROKRASI PUBLIK PASCA ORDE BARU: Abstract

Miftah Thohar. Jurnal IImu Sosial & Ilmu Politik ISSN 1410_4946 REFORMASI BIROKRASI PUBLIK PASCA ORDE BARU: Abstract Jurnal IImu Sosial & Ilmu Politik ISSN 1410_4946 Volume 4, Nomor L, fuli 2000 REFORMASI BIROKRASI PUBLIK PASCA ORDE BARU: Perubahan tanpa Grand Design Abstract Miftah Thohar Normatively speaking, bureaucratic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan sarana pengendalian yang dianggap paling efektif untuk menciptakan pelaksanaan pekerjaan berjalan sesuai dengan

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PENEGAKAN DAN PEMBERANTASAN KKN OLEH:

REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PENEGAKAN DAN PEMBERANTASAN KKN OLEH: REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PENEGAKAN DAN PEMBERANTASAN KKN OLEH: ERRY RIANA HARDJAPAMEKAS Reformasi Birokrasi: Tantangan dan Peluang Erry Riyana Hardjapamekas 1 Kondisi Birokrasi Indonesia Mencermati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat isu-isu semacam demokratisasi, transparansi, civil society, good

BAB I PENDAHULUAN. membuat isu-isu semacam demokratisasi, transparansi, civil society, good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan telah membuat isu-isu semacam demokratisasi, transparansi, civil society, good corporate governance,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi di Indonesia banyak membawa perubahan yang secara langsung mempengaruhi segala bentuk kebijkan yang diambil baik pemerintah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula.. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing

Lebih terperinci

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, dimana didalam negara kesatuan dibagi menjadi 2 bentuk, yang pertama adalah negara kesatuan dengan sistem sentralisasi

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOVERNANCE DI DAERAH

REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOVERNANCE DI DAERAH REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOVERNANCE DI DAERAH Oleh Wayan Gede Suacana Reformasi birokrasi akan bisa meningkatkan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel sehingga dapat mengurangi praktik-praktik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata semakin jauh dari kenyataan,

Lebih terperinci

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis ekonomi diindonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi, yang ditandai antara lain dengan adanya percepatan arus informasi menuntut adanya sumber daya manusia yang mampu menganalisa informasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada masa awal kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu proses yang memerlukan transformasi paradigma dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manusia ( SDM ) yang lebih penting dari investasi modal fisik. Pendidikan memberikan sumbangan yang amat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,

Lebih terperinci

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

Re-REFORMASI KEPEGAWAIAN?

Re-REFORMASI KEPEGAWAIAN? Re-REFORMASI KEPEGAWAIAN? Sofian Effendi * Sekitar bulan November yang lalu, saya hadir dalam suatu lokakarya di Bappenas untuk membahas program pelatihan perencanaan daerah. Kebetulan pada waktu itu hadir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa reformasi ini, Indonesia mengalami perubahan seperti munculnya tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Hal itu merupakan jawaban terhadap

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konteks pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan dari dibagi-baginya

Lebih terperinci

Good Party Governance Solusi Tuntas Menuju Indonesia Baru

Good Party Governance Solusi Tuntas Menuju Indonesia Baru Good Party Governance Solusi Tuntas Menuju Indonesia Baru Mas Achmad Daniri Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance Kekuasaan diperoleh dari kegiatan berpolitik dengan menggunakan kendaraan partai politik

Lebih terperinci