PENGADILAM HAM DI INDONESIA 1
|
|
- Erlin Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGADILAM HAM DI INDONESIA 1 Oleh: M. Abdul Kholiq,SH.MHum. 2 Ada 3 (Tiga) Aspek Kajian (Sub Sillaby) sesuai TOR Panitia: 1. Selintas tentang Hubungan Hukum HAM dan Hukum Pidana Internasional 2. Masalah Pelanggaran Berat HAM dan Pengadilan HAM menurut Statuta Roma 1998 dan UU No. 26/ Perkembangan Regulasi dan Implementasi Pengadilan HAM di Indonesia CATATAN: 1 ). Disampaikan dalam forum Training Metode Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum HAM bagi Dosen-Dosen Hukum HAM, diselenggarakan oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerjasama dengan Norwegian Centre for Human Rights, University of Oslo Norway, di Sanur Paradise Plaza Hotel, Jl. Hang Tuah No. 46, Sanur, Bali, tanggal Maret ). Staf Pengajar Fakultas Hukum UII Yogyakarta 1
2 (-) Keharusan mengkaji 3 Sub Bahasan di atas adalah sangat logis. Karena Regulasi Pengadilan HAM Indonesia dalam Hukum Pidana Nasional yang termaktub dalam UU No.26/2000 terkait erat dengan Instrumen HAM Internasional berupa ICC-RS 1998 sebagai Hukum Pidana Internasional (HPI). (-) HPI yang merupakan legitimate basic bagi pembentukan Pengadilan-Pengadilan HAM, sesungguhnya berorientasi pada penghormatan dan perlindungan prinsipprinsip HAM yang terrumuskan dalam Hukum HAM (-) Selanjutnya, conten / isi Hukum Pidana Internasional (HPI) selain berasal dari Hukum Pidana Nasional, juga tidak lepas keterkaitannya dengan prinsip-prinsip dalam Hukum Hak Asasi Manusia yang hendak ditegakknya melalui mekanisme yudisial. 2
3 I. SELINTAS tentang HUBUNGAN antara HUKUM HAM dan HUKUM PIDANA INTERNASIONAL 1. Sebenarnya, Hukum HAM dan Hukum Pidana Internasional (termasuk juga Hukum Humaniter) secara prinsip bertujuan dan berparadigma sama dalam konteks HAM, yaitu untuk melindungi dan menjaga martabat manusia melalui: Penghormatan HAM (to respect) Perlindungan HAM (to protect) Pemenuhan HAM (to fulfil) dan Peningkatan HAM (to promote) yang secara kodrati dianugerahkan Tuhan kepada setiap manusia (baca: warga) dan harus diwujudkan oleh Negara. => HAM bukan pemberian Negara melalui Undang-Undang atau Konstitusi sekalipun. => Pelanggaran terhadap HAM dipandang sebagai: 3
4 Mala Perse, bukan Mala Pro Hibita Crime against Consience Extra Ordinary Crime => Extra Ordinary Way 2. Hal yang membedakan ialah lebih terletak pada isi (norma), administrasi dan mekanisme peradilan serta pihak yang harus bertanggung jawab saat terjadi pelanggaran terhadap norma kedua / ketiga bidang hukum yang semuanya bermuara pada upaya perlindungan hak asasi dan martabat manusia tersebut. 3. Hukum HAM, prinsipnya lebih memberikan pertanggung jawaban pada NEGARA untuk menghormati dan menjamin hak-hak dari individu-individu dalam wilayah yurisdiksinya, termasuk memastikan: Legislasi nasional sudah sesuai dengan standar minimum HAM Aparatur negara telah bertindak maksimal dalam upaya perlindungan 4
5 dan pemenuhan HAM (Sipol maupun Ekosob), dll 4. Hukum Humaniter, sebagai hukum HAM yang bersifat spesifik terkait prinsipprinsip hukum perang (Hukum untuk memanusiawikan perang), pada dasarnya juga memberikan pertanggung jawaban pada NEGARA untuk terwujudnya jaminan penghormatan terhadap konvensi-konvensi internasional terkait (seperti Konvensi Jenewa). => Negara bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan konvensi yang dilakukan oleh angkatan bersenjatanya => Ada tanggung jawab individu. 5. Hukum Pidana Internasional, prinsipnya lebih meletakkan tanggung jawab INDIVIDUAL atas suatu kasus kriminal dalam perspektif hukum pidana 5
6 internasional (c.q pelanggaran berat HAM dan Hukum Humaniter) => Berdasarkan ketentuan ICC-RS 1998 ada 4 jenis kejahatan, yaitu: Genocide Crime Crime against Humanity War Crime Crime of Agression Obstruction of Justice (?) 6. Ada gagasan yang terus berkembang dan ingin menuntut pula adanya tanggung jawab NEGARA dalam kasus-kasus kejahatan/pelanggaran berat HAM (State Criminal Responsibility). Kontruksi yuridisnya ialah analog pada kasus Corporate Criminal Responsibility, di mana secara yuridis, doktrin hukum pidana membebankan pertanggung jawaban secara opsional kepada: Pengurus Korporasi Korporasi 6
7 Pengurus dan Korporasinya sekali gus (secara bersamaan) CATATAN: Bandingkan pula dengan diskursus tentang State Terrorisme dan Konsep Pertanggung jawabannya (Ezzat Fattah) 7. Ada perbedaan-perbedaan lain yang dapat dikemukakan (namun justru menggambarkan adanya hubungan) antara Hukum HAM dan HPI ialah: Optimalisasi ketaatan pada Hukum HAM, biasanya melalui institutional organizing. Seperti: Komisi, Dewan, Regulasi Hukum Internasional, Regional maupun Nasional. Sedang Optimalisasi ketaatan pada HPI prinsipnya melalui respon yudisial (in court system seperti Pengadilan HAM Nasional maupun Internasional baik ad hoc atau permanen) Institusi Yudisial maupun Non Yudisial di atas secara prinsip 7
8 mengarah pada paradigma yang sama (penghormatan dan perlindungan HAM). Isi Hukum HAM lebih bersifat normaisasi standar-standar minimum dalam rangka penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan peningkatan HAM. Sedang isi HPI lebih bersifat hasil kebijakan kriminalisasi dan penalisasi terhadap perbuatanperbuatan tertentu yang dipandang sebagai serius crimes / pelanggaran berat HAM. Kedua isi bidang hukum tersebut juga mengarah pada paradigma yang sama yaitu dalam rangka pemberian perlindungan HAM dan Penghormatan martabat manusia. 8
9 II. MASALAH PELANGGARAN HAM dan PENGADILAN HAM menurut ICC-RS 1998 dan UU No. 26/ Perlu dipahami dengan tepat tentang perbedaan konsep/istilah antara Pelanggaran HAM dengan Pelanggaran HAM Berat/Pelanggaran Berat HAM (?) 2. Sepanjang terkait dengan eksistensi Pengadilan HAM (baik yang dibentuk secara ad hoc maupun permanen, baik pembentukannya berdasarkan UU No. 26/2000 atau SK-SK Presiden nomor tertentu maupun instrument internasional seperti ICC-RS 1998), maka kasus pelanggaran HAM yang dimaksud ialah Pelanggaran Berat HAM. Karena yurisdiksi untuk kasus-kasus pelanggaran HAM (Biasa) sebagai kejahatan / tindak pidana umum (seperti yang diatur dalam KUHP), mekanisme penyelesaiannya ialah melalui Pengadilan Umum (PN => PT => MA). 9
10 3. Pengadilan HAM Internasional/ Mahkamah Pidana Internasional yang bersifat Ad Hoc (yang menggambarkan penerapan Asas Retro Aktif sebagai penyimpangan terhadap Asas Legalitas), antara lain dapat dilihat beberapa tribunal sebagai berikut: Tribunal Internasional di Nuremberg Tribunal Internasional di Tokyo International Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY), berkedudukan di Den Haag, Belanda. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), berkedudukan di Arusha, Tanzania Sedangkan Pengadilan HAM Internasional yang bersifat permanen ialah berupa Mahkamah Pidana Internasional / International Criminal Court (ICC) yang pembentukannya berdasarkan Statuta Roma (SR) Statuta ini berlaku sejak diratifikasi oleh 60 negara yang terjadi pada tanggal 1 Juli
11 CATATAN: Indonesia sendiri hingga saat sekarang belum meratifikasi statuta ini, walau telah diagendakan paling akhir pada tahun 2008 (Lihat RANHAM). Pengadilan HAM Internasional permanen (ICC) ini berkedudukan di Den Haag, Belanda. Eksistensi dan kinerja ICC didasarkan pada asas Komplementer (Complementarity Principle). Artinya ICC hanya dapat mengadili suatu perkara pelanggaran berat HAM jika negara locus delicti tidak mau (un willing) atau tidak mampu (unable) mengadili dan menyelesaikan sendiri kasus itu berdasarkan UU dan Pengadilan HAM Nasional negara tersebut. Untuk memperkuat keberadaan dan menopang optimalisasi kinerja ICC, SR telah dilengkapi dengan dua aturan terpisah namun merupakan satu kesatuan regulasi, yaitu: Rules of Procedure and Evidence terkait Hukum Acara 11
12 Element of Crime terkait penjelasan terhadap unsur-unsur delik dari tindak pidana pelanggaran Berat HAM yang bisa diadili ICC, yaitu: Kejahatan Genocida; Kejahatan Kemanusiaan; Kejahatan Perang dan Kejahatan Agresi) CATATAN: Apakah dengan ditemukannya beberapa kelemahan pada UU Pengadilan HAM No. 26/2000, UU tersebut harus dilengkapi dengan peraturan tersendiri seperti ICC di atas? => Diskusikan! 4. Pengadilan HAM Nasional (Indonesia) bersifat Ad Hoc yang mengadili kasuskasus pelanggaran berat HAM sebelum lahirnya UU No. 26/2000 (berarti ada penerapan Asas Retro Aktif sebagai penyimpangan terhadap Asas Legalitas berdasar ketentuan Pasal 43 UU No.26/2000), ialah sebagai berikut: Pengadilan HAM Ad Hoc pada Kasus Timor Timur yang terjadi tahun 1999 Pengadilan HAM Ad Hoc pada Kasus Tanjung Priok yang terjadi tahun
13 => Dua Pengadilan HAM Ad Hoc di atas dibentuk berdasarkan SK Presiden RI No. 53/2001 tertanggal 23 April 2001 CATATAN: Selain dua kasus di atas, sebelum UU No. 26/2000 lahir, sebenarnya ada beberapa kasus lain yang secara yuridis cukup layak untuk diajukan ke Pengadilan HAM Ad Hoc, yaitu: Kasus Kerusuhan Mei tahun 1998 terutama aspek Kekerasan Seksual terhadap Perempuan etnis tertentu Kasus Tri Sakti tahun 1998 Kasus Semanggi I tahun 1998 dan Kasus Semanggi II tahun 1999 => Kasus-kasus di atas tidak/ belum diajukan ke Pengadilan HAM Ad Hoc, karena pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc-nya terganjal oleh politisasi hukum pidana yang dipraktekkan anggota DPR berdasar legitimasi pasal 43 UU No. 26/2000 sendiri => Benarkah? Diskusikan! 13
14 Pengadilan HAM Reguler yang menangani kasus-kasus pelanggaran Berat HAM pasca lahirnya UU No. 26/2000, sebenarnya telah terbentuk. Ada 4 (empat) Pengadilan HAM, yaitu: a.pengadilan HAM Jakarta Pusat (mencakup wilayah DKI, Jabar, Banten, Sumsel, Lampung, Bengkulu, Kalbar dan Kalteng) b. Pengadilan HAM Surabaya (mencakup wilayah Jatim, Jateng, DIY, Bali, Kalsel, Kaltim, NTB dan NTT) c.pengadilan HAM Makassar (mencakup wilayah Sulsel, Sultengg, Sulteng, Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya) d.pengadilan HAM Medan (mencakup wilayah Sumut, DI Aceh, Riau, Jambi dan Sumbar) CATATAN: Dari ke empat Pengadilan HAM Reguler di atas, baru ada satu Pengadilan HAM 14
15 yang fungsional yakni Pengadilan HAM Makassar yang mengadili kasus Pelanggaran HAM Abepura di Papua (Irian Jaya) yang terjadi tahun Bagaimana dengan kasus-kasus lain seperti Penyerangan aparat ke UMI (2003) atau ke Unas (2008)? Diskusikan! 5. Beberapa Hal Penting Lain terkait Pengadilan HAM menurut Statuta Roma 1998 dan Perbandingannya Menurut UU No. 26/2000: a. Tentang Spirit Pembentukan Pengadilan HAM (ICC), ada 2 spirit pokok, yaitu: a. General Spirit Untuk menjamin penghormatan terhadap HAM dan kebebasan dasar b. Special Spirit - Menciptakan keadilan bagi semua phak - Mengakhiri praktek impunity - Mengakhiri konflik dan menimbulkan deterrent effect 15
16 - Memperbaiki pengadilan Ad Hoc yang menimbulkan Selective Justice - Mengambil alih Pengadilan HAM Nasional yang unwilling and unable CATATAN: Bandingkan dengan Spirit Pembentukan Pengadilan HAM Indonesia berdasar UU No.26/2000 yang berbunyi: Untuk menciptakan perdamaian dunia, menjamin pelaksanaan HAM dan memberikan perlindungan, kepastian, keadilan dan perasaan aman perorangan dan masyarakat. Rumusan di atas hanya menggambarkan adanya General Spirit sehingga kurang kongkrit dan menggigit Seharusnya ada penegasan bahwa kelahiran UU sebagai wujud political will untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM 16
17 berat => Indonesia dapat dipandang Able and Willing b. Tentang Jenis-jenis Tindak Pidana: 1. Genocide Crime 2. Crime Against Humanity 3. War Crime 4. Crime of Agression 5. Obstruction of Justice (offenses against the administration of justice and misconduct before the court). => Article : 6, 7, 8, 5, 70 dan 71 ICC CATATAN: Bandingkan dengan Kriminalisasi Pelanggaran Berat HAM dalam UU No. 26/2000 yang hanya mencakup 2 jenis tindak pidana, yaitu Kejahatan Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan. Perkembangan regulasi dalam RUU KUHP 2006/2007 sudah diperluas menjadi 3 jenis yakni selain 2 jenis kejahatan 17
18 tersebut di ats, juga mencakup Kejahatan Perang. c. Ttg Pertanggung jawaban Pidana: 1. Prinsipnya tetap berdasarkan konsep Individual Criminal Responsibility => Article 27 ICC 2. Namun SR 1998 menerapkan pula konsep Respon of Commanders and Other Superiors / The Command Responsibility (Structural Responsibility / Vicarious Liability) => Article 28 ICC. Dalam perspektif Hukum Pidana, justifikasi konsep ini dapat dikaitkan dengan teori Delik Penyertaan (mede plichtigen) atau teori Delik Omissionis. Oleh karena itu implementasi konsep ini mensyaratkan delik yang dilakukan oleh bawahannya tersebut harus diketahui atasannya (komandan) dan atasan tadi tidak melakukan tindakan pencegahan atau pengendalian secara patut). CATATAN: 18
19 Konsep Respon of Commanders and Other Superiors / The Command Responsibility secara prinsip juga diterapkan dalam UU No. 26/2000 meskipun ada sedikit perbedaan redaksional, yang terkadang mengundang perdebatan kecil. Seperti kata dapat dipertanggung jawabkan (Selengkapnya lihat ketentuan pasal 42 UU No. 26/2000). d. Tentang Pidana dan Pemidanaan: 1. Jenis Pidana Ancaman Pidana Penjara Maximum 30 tahun/seumur hidup (sebagai sanksi pidana pokok) Denda, perampasan hasil kejahatan/kekayaan lain pelaku yang langsung/tidak langsung berhubungan dengan kejahatan => Article 77 ICC 2. Pola Pemidanaan 19
20 - Minimum Umum s/d Maximum Khusus CATATAN: Bandingkan dengan ketentuan mengenai hal yang sama dalam UU No. 26/2000 yang mencantumkan: - salah satu jenis pidana pokoknya berupa Pidana Mati - maksimum pidana penjara 25 tahun/seumur hidup - minimum khusus antara 5-10 tahun penjara (?) e. Asas Retro Aktif: Menolak secara tegas/ tidak memberlakukan Asas Retro Aktif => Article: 22, 23 dan 24. Terhadap kasus silam, diserahkan penyelesiannya kepada hukum dan pengadilan nasional CATATAN: Bandingkan dengan ketentuan Pasal 43 UU No. 26/2000 yang menerima / 20
21 memberlakukan penerapan asas Retro Aktif dengan syarat-syarat tertentu, yakni bahwa Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc ialah harus atas usul DPR dan disetujui Presiden. Dalam praktek sering terjadi perdebatan: 1. Apakah DPR memiliki wewenang absolut dalam pengusulan tentang pembentukan suatu Pengadilan HAM Ad Hoc dengan bisa mengesampingkan hasil penyelidikan Komnas HAM dan hasil penyidikan Kejaksaan Agung? 2. Ataukah DPR secara otomatis berkewajiban mengajukan usul pembentukan suatu Pengadilan HAM ad hoc jika hasil Penyelidikan Komnas HAM dan Penyidikan Kejaksaan Agung jelas-jelas mengindikasikan adanya suatu Pelanggaran Berat HAM? Diskusikan dengan mencermati risalah historis lahirnya pasal 43 UU 21
22 No. 26/2000 dan eksistensi DPR sebagai lembaga legislatif (bukan yudikatif)!!! III. BEBERAPA CATATAN tentang PRAKTEK PENGADILAN HAM di INDONESIA 1. Jika makna Praktek Pengadilan adalah penanganan kasus kejahatan (c.q Pelanggaran Berat HAM yang sampai pada gelar persidangan di pengadilan), maka sorotan mengenai praktek Pengadilan HAM di Indonesia, setidaknya dapat diarahkan pada: a. Dua Pengadilan HAM Ad Hoc yang pernah diselenggarakan untuk Kasus Timor Timur dan Kasus Tanjung Priok b. Satu Pengadilan HAM Reguler yang diselenggarakan untuk Kasus Abepura 22
23 2. Namun jika makna praktek pengadilan sebagai tahap penegakan hukum aplikatif adalah mencakup pula penanganan kasuskasus oleh aparat terkait meskipun tidak/belum sampai di persidangan pengadilan, maka hal itu akan mencakup realitas praktek peradilan HAM yang demikian luasnya. Karena selain terkait pada 3 kasus yang telah disidangkan di Pengadilan HAM ad hoc maupun reguler di atas, juga mencakup kasus-kasus yang macet atau sengaja dimacetkan pada tahap penyelidikan ataupun penuntutan. Seperti Kasus Talangsari (GPK Lampung pimpinan Warsidi 1989), Kasus Kerusuhan Mei 1998, Kasus Penghilangan Orang secara Paksa 1998, Kasus Tri Sakti 1998, Semanggi I dan II ( ), Kasus Munir 2004, dan sejumlah kasus lain yang banyak ditengara sebagai kasus pelanggaran berat HAM. 3. Meskipun penanganan untuk sebagian kasus masih dalam proses, dan sebagian lainnya sudah tuntas peradilan HAM-nya, 23
24 namun secara keseluruhan dapat dikemukakan elaborasi penilaian bahwa praktek peradilan kasus-kasus HAM di Indonesia masih kurang menggembirakan (baca: memprihatinkan). 4. Pada kasus Timor Timur misalnya, sejak awal telah memperlihatkan fenomena selective justice bahkan discriminative law enforcement (baca: hidden impunity). Karena hasil penyelidikan Komnas HAM menjaring 32 calon tersangka, hasil penyidikan Kejaksaan Agung menegaskan 22 calon terdakwa, namun saat diajukan ke persidangan Pengadilan HAM hanya tinggal 18 terdakwa. Selain itu, putusan pengadilan atas kasus ini juga menimbulkan tanda tanya publik. Karena dari18 terdakwa hanya satu yang dikorbankan untuk dikenai putusan pemidanaan yaitu Eurico Guteres dengan pidana yang kontroversial, 10 tahun penjara pada tingkat Judex Facti, 5 tahun penjara pada tingkat Banding dan 10 tahun penjara pada tingkat Kasasi). Selebihnya 24
25 (17 terdakwa lain) berakhir dengan putusan bebas. 5. Potret peradilan di atas juga terjadi pada penanganan kasus Tanjung Priok (14 terdakwa pada akhirnya diputus bebas semua). Demikian pula pada praktek Pengadilan HAM Reguler dalam penanganan kasus Abepura (Selengkapnya lihat juga tabel perkembangan pengadilan kasus HAM di Indonesia dalam buku Hukum HAM). 6. Bagaimana analisis yang dapat dikemukakan terkait realitas praktek Pengadilan HAM di atas? Ada beberapa pisau analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan persoalan tersebut, yaitu: a. Analisis dari segi plus minus isi UU Pengadilan HAM No. 26/2000 (substansi hukum) => Misalnya terkait dengan rumusan deliknya, 25
26 ketentuan hukum formil/acaranya, dan sebagainya b. Analisis dari segi SDM Aparat Penegak Hukum dan Komitmennya terhadap persoalan HAM (struktur hukum) c. Analisis dari segi persepsi masyarakat dan aparat khususnya kalangan militer terhadap masalah HAM dan penghormatan serta perlindungannya (kultur hukum) =>Selamat mendiskusikan atau mendialogkan hal di atas!!! Yogyakarta, 15 Maret
Training Metode Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum HAM Bagi Dosen-Dosen Hukum HAM
Makalah Training Metode Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum HAM Bagi Dosen-Dosen Hukum HAM Bali, 16 17 Maret 2009 PENGADILAM HAM DI INDONESIA Oleh : M. Abdul
Lebih terperinciMAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta
PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,
Lebih terperinciPENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL
PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL AD HOC IMT NUREMBERG IMT TOKYO ICTY ICTR SIERRA LEONE CAMBODIA TIMOR TIMUR / INDONESIA IMT - NUREMBERG NOVEMBER 1945 SEPTEMBER 1946 22 TERDAKWA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi
Lebih terperinciUU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan
UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma merupakan wujud dari Prinsip Komplemeter dari badan yudisial tersebut. Pasal tersebut mengatur terhadap
Lebih terperinciMAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.
TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan
Lebih terperinciTujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:
Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER
Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER 9.1. Perkembangan Dalam Hukum Humaniter Salah satu aspek penting dari suatu kaidah hukum yaitu mengenai penegakannya (law enforcement). Suatu perangkat hukum
Lebih terperinci4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional
Mahkamah Pidana Internasional Sekilas tentang Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) didirikan berdasarkan Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciPENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H.,
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUndang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciTUGAS PANCASILA KASUS PELANGGARAN HAM DAN PENYESAIANNYA OLEH : MUKHLISIIN BUDIDAYA PERAIRAN(A)
TUGAS PANCASILA KASUS PELANGGARAN HAM DAN PENYESAIANNYA OLEH : MUKHLISIIN 1504113414 BUDIDAYA PERAIRAN(A) LABORATORIUM EKOLOGI DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN PERAIRAN FAKULTAN PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciEvaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1
Evaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1 Oleh : Budi Santoso 2 Dari proses peradilan HAM ad hoc Kasus Timor Timur Pasca Jajak Pendapat yang telah berlangsung hingga sekarang ini kita telah bisa
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional
Lebih terperinci1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor
Lampiran1: Catatan Kritis Terhadap RKUHP (edisi 2 Februari 2018) 1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Serupa dengan semangat penerapan pidana tambahan uang pengganti, pidana
Lebih terperinciPOSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN
POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN Kasus pelanggaran HAM Berat LATAR BELAKANG Paksa reformasi 1998, nilai nilai HAM dan kewajiban pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM telah menjadi menjadi
Lebih terperinciBAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA I. Permasalahan yang Dihadapi Penegakan hukum sebagai salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan hukum sangat
Lebih terperinciINTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG
PENGADILAN HAM A. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL (IMT) NUREMBERG B. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL FOR THE FAR EAST (IMTFE TOKYO C. INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE PROSECUTION OF PERSONS RESPONSIBLE FOR
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,
Lebih terperinciKEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG
KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-225/A/J.A/05/2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN
Lebih terperinciLampu Kuning Negara Hukum Indonesia
Ringkasan Eksekutif Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia (Indonesia Rule of Law Perception Index) Indonesian Legal Roundtable 2012 Lampu Kuning Negara Hukum Indonesia Akhir-akhir ini eksistensi Negara
Lebih terperinciPENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL (ICC)
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL (ICC) Hartanto Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta Abstract Completion toward the gross violations of human rights basically
Lebih terperinciMASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.
MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciRANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN Prof. DR. HIKMAHANTO JUWANA, SH., DR. ANGGI AULINA, DAN WAHYUDI DJAFAR (ELSAM) -------------------------------------------------------------
Lebih terperinciPeran Komnas Ham Dalam Pemajuan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia 1 Oleh : Sriyana 2
Peran Komnas Ham Dalam Pemajuan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia 1 Oleh : Sriyana 2 A. Peranan Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 1. Latar
Lebih terperinciBAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku
55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan
Lebih terperinciBAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN
BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara
Lebih terperinciBab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap
Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap manusia dan bersifat Universal B. Jenis jenis HAM -Menurut
Lebih terperinciPengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965
Sepuluh Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Banyak kesalahpahaman terjadi terhadap Pengadilan Rakyat Internasional. Berikut sepuluh hal yang belum banyak diketahui
Lebih terperinciBAB VIII PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA
BAB VIII PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA A. Latar Belakang Memburuknya situasi keamanan dan hak asasi manusia di Timor Timur pasca jajak pendapat tahun 1999 menarik perhatian dunia internasional,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...
Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciMAKALAH PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA: REGULASI, PENERAPAN DAN PERKEMBANGANNYA. Oleh: ZAINAL ABIDIN
TRAINING HAM LANJUTAN UNTUK DOSEN HUKUM DAN HAM Jogjakarta Plaza Hotel, 8-10 Juni 2011 MAKALAH PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA: REGULASI, PENERAPAN DAN PERKEMBANGANNYA Oleh: ZAINAL ABIDIN PENGADILAN
Lebih terperinci2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp
TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA
Lebih terperinciRANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun
Lebih terperinciRANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : I Rapat ke :
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN PROF.DR. MULADI,SH., DR. H. R. ABDUSSALAM, SH.,MH. DAN FERDINAD ANDI LOLO, LLM.,PHD -------------------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan terhadap kemanusiaan pertama kali muncul
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciLATIHAN SOAL PKN BAB 1 Pengampu: Sofani Erlina, S.Pd., Gr 1. HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
LATIHAN SOAL PKN BAB 1 Pengampu: Sofani Erlina, S.Pd., Gr 1. HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan dan merupakan anugerah yang harus dijunjung
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang
Lebih terperincic. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27
RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau
Lebih terperinciBAB III PERTANGGUNGJAWABAN KEJAHATAN TERHADAP GENDER DALAM HUKUM INTERNASIONAL. pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN KEJAHATAN TERHADAP GENDER DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pembuktian dengan Investigasi Investigasi adalah Upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciNorway, di Yogyakarta tanggal September 2005
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan
Lebih terperinciPENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Zainal Abidin, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510
Lebih terperinciKEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA
KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia
Lebih terperinciJenewa III, Pasal 146 Konvensi Jenewa IV tahun 1949 adalah: 1. Menetapkan undang-undang yang diperlukan untuk memberikan sanksi pidana
2 Indonesia meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang HAM, seperti ratifikasi Indonesia terhadap keempat Konvensi Jenewa 1949 dengan Undang- Undang Nomor 59 Tahun 1958, Konsekuensi tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana internasional pada hakekatnya adalah diskusi tentang hukum pidana internasional dalam pengertian formil. Artinya, yang akan di bahas
Lebih terperinciHak atas Informasi dalam Bingkai HAM
Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (International. Criminal Court) merupakan upaya masyarakat internasional dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) merupakan upaya masyarakat internasional dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan luar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperinciRUANG LINGKUP PENGAJARAN HAM DI PERGURUAN TINGGI
RUANG LINGKUP PENGAJARAN HAM DI PERGURUAN TINGGI Oleh : Artidjo Alkostar I. Latar Belakang Pemikiran Sesuai dengan luasnya wadah pengartian HAM (Hak Asasi Manusia), maka diskursus tentang HAM dapat direspon
Lebih terperinci1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan 2016
No. 53/09/73/Th. VIII, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP
Lebih terperinciPENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL (ICC) Zulkarnain 1 * Abstract
1 PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL (ICC) Zulkarnain 1 * Abstract Completion toward the gross violations of human rights basically refers to the principle of exhaustion of
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 7, yang meliputi ; adalah persoalan yang serius dan extraordinary, maka juga perlu
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran Ham berat sebagaimana tertuang dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 7, yang meliputi ; kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara
Lebih terperinciPenyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis
Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Indriaswati Dyah Saptaningrum Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Konvensi Menentang penyiksaan
Lebih terperinciMekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017
Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Kesimpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap
Lebih terperinciPENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK
PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Lebih terperinciPENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
Lebih terperinciAMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)
AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK TEMUAN SURVEI JULI 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id IHTISAR TEMUAN Pada umumnya publik menilai bahwa
Lebih terperinci*12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 26/2000, PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA *12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciTanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara
Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKonstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia
Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia Sindikasi Pemilu dan Demokrasi SPD Diskusi Media, 18 September 2016 Bakoel Koffie Cikini Pengantar Pembahasan RUU Penyelenggaraan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 208, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar 1945 amandemen keempat, khususnya Pasal 28 B ayat (2) berisi ketentuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciBAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, pengakuan, dan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law
Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi
Lebih terperinciPELANGGARAN HAM YANG BERAT. Muchamad Ali Safa at
PELANGGARAN HAM YANG BERAT Muchamad Ali Safa at PELANGGARAN HAM setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciMendorong Komitmen Indonesia Meratifikasi Statuta Roma untuk Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Mahkamah Pidana Internasional Coalition for the International Criminal Court Kerangka Acuan Seminar Nasional Memperingati Hari Keadilan Internasional Sedunia 17 Juli 2012
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multi-ethnic society). Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum kemerdekaan,
Lebih terperinci: KRISDIANA KATIANDAGHO
JURNAL ILMIAH KEWENANGAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL UNTUK MENGADILI PELAKU KEJAHATANPELANGGARAN HAM BERAT DALAM SUATU NEGARA TANPA ADANYA PERMINTAAN DARI NEGARA TUAN RUMAH Disusun oleh : KRISDIANA KATIANDAGHO
Lebih terperinci