ZALDI. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ZALDI. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PRIA DAN WANITA EMMETROPIA BERUSIA 40 TAHUN ATAU LEBIH PADA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK DAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN ZALDI Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diperkirakan 2,25 juta penduduk yang berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma sudut terbuka primer dimana setengahnya cenderung telah terjadi gangguan lapang pandangan (1,2,3 ). Diperkirakan lebih dari 3 juta kebutaan didunia disebabkan oleh glaukoma sudut terbuka primer dan lebih dari 100 juta penduduk di dunia cenderung terjadi peningkatan tekanan intraokuler dimana sekitar 2,4 juta dari populasi tersebut berkembang menjadi glaukoma sudut terbuka primer setiap tahun (1,3 ). Menurut Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1996, glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua (0,16 %) dari penduduk Indonesia setelah katarak (1,04 %). Biasanya dari mereka mengalami kebutaan mulai pada usia 40, 50 dan 60 tahun (4) Di Indonesia penyakit glaukoma kurang dikenal masyarakat, padahal cukup banyak yang menjadi buta karenanya. Pada glaukoma sudut terbuka primer terjadi kerusakan pada saraf optik secara perlahan-lahan, sehingga penderitanya hampir tanpa keluhan subjektif sehingga penderita sering datang terlambat untuk pemeriksaan (5). Glaukoma merupakan penyakit yang dapat dicegah, bila diketahui dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (4). Untuk mendeteksi sedini mungkin adanya peningkatan tekanan intraokuler, maka sangat diperlukan pendidikan kesehatan mata bagi masyarakat untuk memberikan pengertian tentang pentingnya pemeriksaan mata secara rutin serta melatih tenaga kesehatan profesional untuk mengetahui gejala dan tanda-tanda dari glaukoma (2). Tekanan intraokuler ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah produksi akuos humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik mata depan menuju sistem trabecular meshwork -kanalis Schlemm dan level dari tekanan vena episklera (1,2,6,7,8 ) Tekanan intraokuler normal pada manusia dari data penelitian Becker dengan menggunakan tonometer Shiotz pada 909 populasi adalah 16,1 mmhg dengan SD 2,8 mmhg (2) dan dari penelitian Leydecker dkk (1958) pada populasi mendapatkan nilai tekanan intraokuler 15,8 mmhg dengan SD 2,6 mmhg serta dari penelitian Goldmann pada 400 populasi dengan menggunakan tonometer aplanasi mendapatkan nilai tekanan intraokuler rata-rata 15,4 mmhg dengan SD 2,5 mmhg (2,9). Nilai tekanan intraokuler pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis kelamin, musim, variasi diurnal, ras, kelainan refraksi, latihan, obat-obat anastesi, alkohol (1,2,9). Pada beberapa penelitian dijumpai korelasi antara tekanan intraokuler dengan usia, dimana dengan bertambahnya usia

2 cenderung terjadi peningkatan tekanan intraokuler (2,10), yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor kardiovaskular (2), demikian juga yang berhubungan dengan jenis kelamin dimana dari penelitian Armalys (1965) dengan menggunakan tonometer applanasi mendapatkan tekanan intraokuler pada wanita berusia lebih dari 40 tahun lebih tinggi dari pria yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor hormonal (menstruasi) (9). Emmetropia adalah keadaan dimana antara sistem refraksi mata dan panjang sumbu bola mata terdapat hubungan atau korelasi yang tepat; pancaran cahaya yang memasuki mata sejajar dengan sumbu optik jatuh pada titik (fokus) tepat diretina (11). Mata dengan sifat emmetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar dan berfungsi normal. Pada mata emmetropia daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh tidak terhingga difokuskan sempurna didaerah makula lutea tanpa akomodasi dan mata akan mempunyai penglihatan normal 6/6 atau 100 % (12 ). Pada manusia dengan bertambahnya usia terutama setelah berusia 40 tahun telah terjadi proses penuaan dimana berjuta-juta sel didalam tubuh sudah mulai menurun fungsinya dan sebagian lagi telah mengalami degenerasi bahkan telah mulai tidak berfungsi lagi. Pada wanita mulai terjadi proses menopause sehingga juga dapat mempengaruhi sistem organ tubuh demikian juga pada pria telah terjadi penurunan produksi sperma yang juga disebabkan oleh faktor-faktor hormonal (13,14 ). Pola diet dan aktifitas yang dilakukan manusia selama hidupnya juga mempengaruhi sistem metabolisme tubuh sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada sistem organ tubuhnya seperti kelainan kardiovaskular dan obesitas yang semua ini dapat mengganggu sistem dinamika tekanan intraokuler (2). Dari paparan diatas dan masih sedikitnya penelitian yang dilakukan tentang hubungan tekanan intraokuler dengan usia, maka penulis ingin meneliti hal tersebut terutama pada pria dan wanita emmetropia berusia 40 tahun atau lebih. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Berapa nilai tekanan intraokuler antara pria dan wanita emmetropia berusia 40 tahun Apakah terdapat perbedaan yang bermakna tekanan intraokuler antara pria dan wanita emmetropia berusia 40 tahun 1.3. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik subjek penelitian. 2. Untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokuler antara pria dan wanita emmetropia berusia 40 tahun 1.4. MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui perbedaan nilai tekanan intraokuler rata-rata pada pria dan wanita emmetropia berusia 40 tahun 1.5. HIPOTESA: Terdapat perbedaan tekanan intraokuler antara pria dan wanita emmetropia berusia 40 tahun atau lebih Digitized by USU digital library 1

3 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. KERANGKA TEORI 1. FISIOLOGI AKUOS HUMOR Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang bilik mata depan dan belakang. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi akuos humor serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah. Akuos humor mempunyai fungsi sebagai media refraksi dengan kekuatan rendah, mengisi volume bola mata dan mempertahankan tekanan intraokuler serta memberi nutrisi untuk jaringan avaskular mata seperti bagian belakang kornea, jalinan trabekular, lensa dan bagian depan badan vitreus (7,15). 2. DINAMIKA AKUOS HUMOR Tekanan intraokuler ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah produksi akuos humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik mata depan menuju sistem jalinan trabekular kanal Schlemm dan level dari tekanan vena episklera (1,2,6,7,8 ) serta mengalir melalui jalur uveosklera (6,16). 2.1 Produksi akuos humor Cairan akuos humor diproduksi oleh korpus siliaris melalui tiga mekanisme yaitu: sekresi, ultrafiltrasi dan diffusi. Dimana 80% dari produksi akuos humor disekresi oleh epitel siliaris yang tidak berpigmen melalui metabolisme aktif dan tergantung pada jumlah sistem enzim, serta 20% dari produksi akuos humor melalui proses ultrafiltrasi dan diffusi melalui mekanisme pasif dari plasma kapiler yang dihasilkan di stroma prosesus sekretorius serta kemampuan plasma melewati sawar epitel dan aliran komponen plasma karena adanya perbedaan tekanan osmotik dan tingkat tekanan intraokuler ( 1,6,7,17). Tingkat produksi akuos humor rata-rata adalah 2,6 2,8 µl/menit atau 1% dari volume akuos humor permenit dan angkanya menjadi 2,4 ± 0,6 µl/menit jika dilakukan pengukuran dengan alat fluorofotometer (1,2). Tingkat produksi akuos humor pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis kelamin, musim, variasi diurnal, ras, kelainan refraksi, latihan, obat-obat anastes, alkohol (1,2,9) 2003 Digitized by USU digital library 2

4 2.2 Aliran akuos humor Bagan Aliran akuos humor (18) Prosesus siliar akuos humor masuk kedalam bilik mata belakang ( melalui pupil ) bilik mata depan jalinan badan siliar trabekula kanal Schlemm sirkulasi vena badan siliar, vena-vena episklera koroid dan sklera Jalur Trabekular Jalur Uveoskleral (90 %) (10 %) Aliran akuos humor dari bilik mata belakang melalui pupil menuju bilik mata depan kemudian mengalir melalui dua jalur: trabekular (konvensional/kanalikular) melalui kanal Schlemm, kanalis intrasklera, vena episklera untuk selanjutnya masuk kedalam sirkulasi; jalur ini meliputi ± 90% dari seluruh aliran akuos humor. Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kollagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase akuos humor juga meningkat. Aliran akuos humor kedalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik dilapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akuos) menyalurkan cairan kedalam sistem vena. Sejumlah kecil ± 10 % akuos humor keluar melalui jalur uveosklera (unkonvensional/ekstrakanalikular). Jalur ini terdiri dari uveal meshwork dan korneosklera meshwork, uvea pada trabekula ini menghadap kebilik depan dan meluas dari skleral-spur, permukaan anterior badan siliar serta akar iris yang kemudian berakhir di membran Descemet (garis Schwalbe) (1,2,6,15,18,19). Resistensi utama terhadap aliran keluar akuos humor dari ruang bilik mata depan adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular didekatnya, bukan dari sistem pengumpul. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar minimum tekanan intraokuler yang dicapai oleh terapi medis (15). Pengaliran akuos humor dalam jumlah yang sangat kecil mengalir melalui venavena pada iris dan retina serta melalui endotel kornea (7). 2.3 Tekanan Vena Episklera Hubungan antara tekanan vena episklera dan dinamika akuos humor sangat rumit karena baru sebagian yang bisa diketahui. Tekanan vena episklera normal diperkirakan 8 12 mmhg. Peningkatan tekanan vena episklera sebesar 1 mmhg biasanya akan diikuti peningkatan tekanan intraokuler dalam besar yang sama (1) Digitized by USU digital library 3

5 3. HUBUNGAN TEKANAN INTRAOKULER DAN ALIRAN AKUOS HUMOR Berdasarkan dinamika pengaliran akuos humor melalui jalur trabekular ditemukan tiga faktor saling berhubungan yang dirumuskan oleh Goldmann dengan (1,2,6,7) : Po = (F/C) + Pv Po = Tekanan intraokuler (mmhg) F = Kecepatan pembentukan akuos humor (µl/mnt) C = Kemudahan aliran akuos humor (µl/mnt/mmhg) Pv = Tekanan vena episklera (mmhg) Tetapi dengan adanya faktor dari pengaliran melalui jalur uveosklera maka hubungan keempat faktor ini dapat dirumuskan dengan (19) : IOP = F- U + Pev C IOP = Tekanan intraokuler (mmhg) F = Kecepatan pembentukan akuos humor (µl/mnt) U = Pengaliran melalui uveosklera (µl/mnt) C = Kemudahan aliran akuos humor (µl/mnt/mmhg) Pev = Tekanan vena episklera (mmhg) 4. PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER Bola mata dapat dipersamakan dengan suatu kompartemen tertutup dengan sirkulasi akuos humor yang konstan. Cairan ini mempertahankan bentuk dan tekanan relatif didalam bola mata. Tonometri adalah cara pengukuran tekanan intraokuler dengan memakai alat-alat terkalibrasi yang melekukkan atau meratakan kornea. Makin tegang mata, makin besar gaya yang diperlukan untuk mengakibatkan lekukan (15). Ada dua jenis tonometri yaitu tonometer indentasi dan tonometer aplanasi. Tonometer indentasi yang dipakai adalah tonometer Schiotz yang digunakan untuk mengukur besarnya indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban atau gaya yang telah ditentukan. Makin lunak mata, makin besar lekukan yang diakibatkan pada kornea. Dengan makin kencangnya mata, makin kurang lekukan kornea terjadi dengan gaya yang sama. Berbeda dari tonometer Schiotz, tonometer aplanasi dapat mengubah dan mengukur beban yang diberikan. Tekanan mata ditentukan oleh beban yang diperlukan untuk meratakan kornea dengan beban standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada tekanan intraokuler yang lebih rendah, lebih sedikit beban tonometer yang dibutuhkan untuk mencapai derajat standar perataan kornea, dibanding dengan tekanan intraokuler yang lebih tinggi. Karena kedua cara ini mempergunakan alat yang menempel pada kornea pasien, maka diperlukan anastesi lokal dan ujung alat harus didesinfeksi sebelum dipakai dan sewaktu menarik palpebra saat melakukan pemeriksaan, harus hati-hati agar jangan menekan bola mata sehingga meningkatkan tekanannya (2,15,20). 4.1 Tonometer Schiotz Keuntungan cara ini adalah kesederhanaannya, alatnya mudah dibawa. Alat ini dapat dipakai di semua klinik atau bagian gawat darurat, di ruangan rawat rumah sakit, atau di kamar bedah. Tonometer Schiotz adalah alat yang praktis bagi bukan spesialis mata, untuk mengukur tekanan bola mata pada pasien yang disangkakan glaukoma dalam keadaan darurat (15). Ketiga komponen terpisah tonometer harus dibersihkan, dirakit, dan dibongkar kembali setelah pemakaian. Badan tonometer terdiri atas tabung penampung plunger yang dihubungkan denagan skala pengukur dan jarum penunjuk. Gagang terpasang, yang dapat meluncur di luar laras silinder, menunjang beban 2003 Digitized by USU digital library 4

6 tonometer bila tidak menekan pada mata. Pluger adalah batang berujung tumpul yang dimasukkan ke dalam selongsong tabung, yang dapat mundur maju. Satu ujungnya menyentuh kornea, sedangkan ujung lainnya mengeser jarum skala pengukur. Beban 5,5 g yang dipasang di ujung atas pluger (paling jauh dari pasien) agar tidak jauh dari bagian batang. Pasien tidur telentang, dan diberi anestesi lokal pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-hati pada pinggir orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan pluger berujung tumpul menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea, yang sebanding dengan tekanan intraokuler, akan mendesak pluger ke atas. Sewaktu bergeser keatas didalam selongsong, pluger menggeser jarum penunjuk skala. Makin tinggi tekanan intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi pula geseran pluger ke atas, sehingga makin jauh mengeser jarum penunjuk skala. Dipakai sebuah kartu konversi untuk menerjemahkan nilai pada skala ke dalam milimeter air raksa. Jika mata kencang, diberikan tambahan beban (7,5 dan 10 gr) pada pluger untuk menaikkan gaya pada kornea. Kalibrasi dilakukan dengan meletakkan tonometer pada blok metal berbentuk-kornea yang akan mendefleksi jarum itu maksimal sehingga sesuai dengan O pada skala (2,15,20). 4.2 Tonometer Applanasi Tonometer applanasi Goldmann adalah tonometer yang dipasang pada slitlamp, untuk mengukur besarnya beban yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan beban standar. Pemeriksaan ini untuk mendapatkan tekanan intraokuler dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sklera (scleral rigidity). Makin tinggi tekanan intraokuler, makin besar beban yang dibutuhkan. Tonometer applanasi Goldmann lebih teliti dari pada tonometri Schiotz, jenis ini lebih disukai para oftalmolog. Dengan alat ini tidak diperhatikan kekakuan sklera, karena pada tonometer applanasi, prisma yang dipakai hanya menggeser cairan dalam bola mata sebesar 0,5 mm kubik sehingga tidak terjadi pengembangan sklera yang berarti seperti pada tonometer Shiotz yang terjadi pergerakan cairan dalam bola mata sebesar 7 14 mm kubik sehingga kekakuan sklera memegang peranan dalam perhitungan tekanan intraokuler (2,15,18,20). Setelah anastesi lokal dan pemberian fluoresein, pasien duduk didepan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat fluoresein, dipakai filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang. Setelah memasang tonometer di depan kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan kornea. Sebuah per counterbalance yang dikendalikan dengan tangan mengubah-ubah beban yang diberikan pada ujung tonometer. Setelah berkontak, ujung tonometer meratakan bagian tengah kornea dan menghasilkan garis fluorescein melingkar tipis. Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua setengah lingkaran yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara manual sampai kedua setengahlingkaran tersebut tepat bertindih. Titik akhir visual ini menunjukan bahwa kornea telah didatarkan oleh beban standar yang terpasang. Jumlah beban yang dibutuhkan untuk ini diterjemahkan skala menjadi bacaan tekanan dalam milimeter air raksa (15,20). Sebuah tonometer applanasi listrik portable, Tonopen, telah diciptakan. Meskipun teliti, alat ini memerlukan kalibrasi setiap hari. Tono-pen lebih mahal daripada tonometer Schhiotz sehingga sedikit dijumpai dalam klinik dan bagian gawat darurat. Tonometer Perkins adalah sebuah tonometer applanasi mekanik 2003 Digitized by USU digital library 5

7 portabel dengan mekanisme yang mirip dengan tonometer Goldmann. Pneumotonometer adalah tonometer applanasi lain, terutama berguna untuk kornea yang tidak rata (15). 4.3 Tonometri Non-kontak Tonometer non-kontak ( hembusan-udara ) tidak seteliti tonometer applanasi. Dihembuskan sedikit udara pada kornea. Udara yang terpantul dari permukaan kornea mengenai membran penerima-tekanan pada alat ini. Metoda ini tidak memerlukan anestesi, karena tidak ada bagian alat yang mengenai mata. Jadi dengan mudah dipakai oleh teknisi dan berguna dalam program penyaringan (2,15) 5. FREKUENSI DISTRIBUSI TEKANAN INTRAOKULER Penelitian yang telah dilakukan Armaly (1965) dengan menggunakan tonometer aplanasi pada populasi normal dari 2394 subjek penelitian mendapatkan distribusi Gaussian untuk usia diatas 40 tahun. Dengan peningkatan usia terdapat peningkatan tekanan intraokuler rata-rata dan simpangan bakunya. Tabel: Perbedaan Tekanan Intraokuler rata-rata dan Simpangan Baku (SD) antara Pria dan Wanita berdasarkan Kelompok Umur dari Penelitian Armaly (9) Perbedaan Pria-Wanita Usia Pria SD Wanita SD Rata-rata SD (thn) ,93 2,476 14,97 2,51 0,04 0, ,17 2, ,82 0,04 0, ,55 2,96 15,71 3,04 0,16 0, ,89 3,21 16,47 2,89 0,58 0, ,33 3,80 16,79 3,79 0,46 0, ,14 4,15 17,15 3,83 1,01 0,32 6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEKANAN INTRAOKULER Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuler antara lain: 6.1 Usia Masih banyak pertentangan mengenai pengaruh usia terhadap perubahan tekanan intraokuler. Umumnya usia muda mempunyai tekanan yang lebih rendah di banding populasi umum, sedangkan pada orang tua peninggian tekanan intraokuler mempunyai hubungan dengan tekanan darah yang meninggi, frekuensi nadi dan obesitas. Dengan peningkatan usia pengeluaran aliran akuos humor menurun. Studi Histologi menghubungkannya dengan perubahan pada jaringan trabekula, termasuk penebalan dan penggabungan lapisan trabekula, degenerasi kollagen dan fibril elastik, akumulasi kollagen, hilangnya sel-sel endotel, hiperpigmentasi sel-sel endotel, akumulasi organel intraselluler, akumulasi dan perubahan matriks ekstraselluler dan berkurangnya jumlah vakuola raksasa. (1,2,9,12). 6.2 Jenis kelamin Tidak banyak ditemui perbedaan tekanan intraokuler antara pria dan wanita. Umumnya wanita usia menopause mempunyai tekanan intraokuler yang relatif lebih tinggi di bandingkan pria dengan umur yang sama, dalam hal ini mungkin disebabkan oleh faktor- faktor hormonal (1,2,9,12) 2003 Digitized by USU digital library 6

8 6.3 Musim Adanya pengaruh musim berhubungan dengan tekanan intraokuler pernah dilaporkan dimana pada bulan bulan musim dingin tekanan intraokuler manusia lebih tinggi yang mungkin disebabkan oleh perubahan tekanan atmosfer ( 2). 6.4 Variasi diurnal Variasi diurnal merupakan perubahan keadaan tekanan intraokuler setiap hari. Pada orang normal mempunyai variasi 3 6 mmhg antara tekanan intraokuler terendah dan tertinggi, sedang pada penderita glaukoma dapat lebih tinggi lagi. Umumnya tekanan intraokuler meninggi pada tengah hari dan lebih rendah pada malam hari. Ini di hubungkan dengan variasi diurnal kadar kortisol plasma, dimana puncak tekanan intraokuler sekitar tiga sampai empat jam setelah puncak kadar kortisol plasma (1,2,9,12). 6.5 Ras Adanya keterkaitan antara ras tertentu dengan tekanan intraokuler telah diperkuat dengan adanya laporan yang menyatakan bahwa orang kulit hitam mempunyai tekaan intraokuler lebih tinggi di bandingkan kulit putih (1,2). 6.6 Genetik Tekanan intraokuler pada populasi umum ada kaitannya dengan keturunan, keadaan ini di buktikan dengan terdapatnya kecenderungan tekanan intraokuler yang lebih tinggi pada sejumlah keluarga penderita glaukoma (2). 6.7 Kelainan refraksi Terdapat hubungan antara miopia aksial dengan peninggian tekanan intraokuler. Dimana dengan bertambahnya panjang sumbu bola mata akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraokuler (2). 7. EMMETROPIA 7.1 Sistem Optik Euclid (300 SM) berpendapat bahwa beberapa macam sinar sensorik yang keluar dari mata dan objek-objek yang dideteksi dengan cara yang sama dengan sentuhan sensasi. Di kemudian hari, sebelum era Johannes Kepler ( ), mata digambarkan sebagai miniatur kamera obskura yaitu berupa sebuah ruangan gelap atau sebuah kotak dengan lubang kecil tanpa lensa pada salah satu dindingnya. Akan tampak suatu bayangan pemandangan yang terbalik pada dinding yang letaknya berseberangan dengan lubang. Kepler berpendapat bahwa kornea dan lensa bersama-sama membiaskan sinar dan membentuk bayangan di retina. Christoper Scheiner ( ) mengukur kelengkungan kornea untuk pertama kalinya. Dia juga memperlihatkan bayangan kecil dari suatu objek yang terbentuk pada permukaan posterior mata binatang yang telah di enukleasi ( 15 ). Telah banyak dilakukan usaha untuk mensederhanakan sistem optik mata manusia, terutama dengan menggunakan persamaan lensa tebal dari metode aljabar untuk kalkulasi optik. Skema mata Gullstrand dan bentuk tereduksinya adalah model yang merupakan sumber bagi besaran-besaran matematik untuk sifat optik mata. Indeks refraksi kornea sekitar 1,376 dan indeks refraksi akuos humor sekitar 1,3337 (untuk garis natrium D pada 37 o C) ( 15,21,23,27 ). 7.2 Lensa mata Konsep bahwa bayangan diretina difokuskan oleh 2 elemen lensa, yaitu kornea yang memiliki 43 dioptri dan lensa dengan 20 dioptri, masih dianut secara luas sampai saat ini tetapi hal ini terlalu menyederhanakan masalah (15,19,21). Trigonometric ray tracing membuktikan bahwa sistem optis mata manusia lebih tepat dikonseptualisasikan sebagai suatu sistem tiga lensa yaitu lensa akuos, lensa kristalina dan lensa badan kaca. Berbeda dengan anggapan umum, kornea itu sendiri hampir tidak memiliki kekuatan refraksi dalam sistem optis tetapi penting hanya dalam membentuk kurva anterior lensa akuos. Lensa kristalina 2003 Digitized by USU digital library 7

9 adalah komponen optis yang menarik karena indeks refraksinya bervariasi disepanjang ketebalannya dan tidak konstan, seperti yang diperkirakan oleh sebagian besar kalkulasi optis. Lensa badan kaca sangat penting karena efeknya yang kuat pada pembesaran (15). 7.3 Status Refraksi Status refraksi pada mata ditentukan oleh empat faktor yang saling berhubungan (28,29): 1. Kekuatan refraksi kornea 2. Kedalaman bilik mata depan 3. Kekuatan refraksi lensa 4. Panjang aksis bola mata Keempat faktor diatas telah dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti antara lain : Tron, Stenstrom dan Sorsby dkk, mereka mendapatkan nilai dari masing-masing faktor sebagai berikut (2) : Sorsby al Tron Stenstrom et Range Mean Range Mean Range Mean Corneal Power (D) ,41 39,2-48,5 42, ,14 Anterior Chamber Depth(mm) 2,16-5,05 3,27 2,8 4,55 3,68 2,6 4,4 3,47 Lens Power (D) ,44 12, , ,71 Axial Diameter (mm) , ,5 24, ,94 8. PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN Sebagaimana halnya tanda-tanda vital merupakan bagian dari setiap pemeriksaan fisik, maka setiap pemeriksaan mata harus mencakup penilaian ketajaman penglihatan. Penglihatan yang baik adalah hasil kombinasi jalur visual neurologik yang utuh, mata yang secara struktural sehat, dan dapat memfokuskan sinar secara tepat. Sebagai analogi, sebuah kamera video, agar dapat berfungsi dengan baik, memerlukan kabel yang utuh, dan fokus yang tepat. Penilaian ketajaman penglihatan lebih bersifat subjektif daripada objektif, karena memerlukan respon dari pasien (15). 8.1 Pemeriksaan Refraksi Titik fokus jauh mata tanpa bantuan bervariasi pada orang normal, tergantung pada bentuk bola mata dan kornea. Mata emmetrop secara alami berfokus optimal bagi penglihatan jauh. Mata ametrop (yakni mata myopia, hiperopia, atau astigmatisma) memerlukan lensa koreksi agar terfokus dengan baik untuk jarak jauh. Gangguan optik ini disebut kelainan refraksi. Pemeriksaan refraksi merupakan prosedur untuk menetapkan dan menghitung kesalahan optik alami ini dan juga diperlukan untuk membedakan apakah pandangan kabur disebabkan oleh kesalahan refraksi atau oleh kelainan medis pada sistem visual. Jadi, selain menjadi dasar untuk penulisan resep kaca mata atau lensa kontak, refraksi juga berfungsi diagnostik (15,20,21). 8.2 Pemeriksaan Penglihatan Sentral Penglihatan dapat dibagi dalam penglihatan sentral dan perifer. Ketajaman penglihatan sentral diukur dengan memperhatikan sasaran dengan berbagai 2003 Digitized by USU digital library 8

10 ukuran yang terpisah pada jarak standar dari mata. Mata hanya dapat membedakan dua titik terpisah bila titik tersebut membentuk sudut 1 menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut 1 menit. Makin jauh huruf terlihat, maka makin besar huruf tersebut dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap 5 menit. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya kartu baca Snellen, yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut 5 menit pada jarak 6 meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan jelas (15,20,21). Kartu yang berisi angka-angka dan kartu E dapat dipakai bagi pasien yang tidak terbiasa oleh abjad Latin dan untuk menguji anak-anak kecil atau yang ada hambatan bahasa (15,21). 8.3 Pemeriksaan Penglihatan Perifer Karena jauh lebih kasar dari ketajaman sentral maka penglihatan perifer lebih sulit diperiksa secara kuantitatif. Pemeriksaan-pemeriksaan khusus yang akan dibahas berikut ini dipakai bila pengukuran penglihatan perifer diperlukan, seperti untuk mendiagnosis dini dari glaukoma (15). Pemeriksaan lapangan penglihatan perifer secara kasar dengan cepat dapat dilakukan dengan tes konfrontasi. Karena lapangan penglihatan kedua mata saling bertindih, masing-masing mata harus diperiksa secara terpisah. Pasien duduk menghadap pemeriksa beberapa kaki jauhnya. Pemeriksa dimulai dengan menutup mata sebelah kiri, sedangkan mata kanan menatap mata kiri pemeriksa. Pemeriksa memperhatikan beberapa jarinya (biasanya satu, dua atau empat jari) sebentar diperifer salah satu dari empat kuadran. Pasien diminta untuk menyebut jumlah jari yang digerakkan sesaat tersebut sambil tetap menatap kedepan. Karena pasien dan pemeriksa saling menatap, setiap kali pasien tidak menatap akan diketahui. Kuadran temporal atas dan bawah serta nasal atas bawah semuanya harus diperiksa dengan cara ini. Jika pemeriksa menutup mata kanan dan pasien menutup mata kirinya dan jika sasaran (jari-jari) digerakkan pada jarak yang sama antara pasien dan pemeriksa lapangan pandangan perifer masing-masing harus sama. Ini memungkinkan perbandingan lapangan pandang pasien dengan lapangan pandang pemeriksa. Kesalahan yang konsisten menunjukan defisiensi dalam kuadran yang diperiksa, seperti pada ablasio retina, kelainan saraf optik, cedera atau iskemia pada jalur visual intrakranial. Karena kelainan lapangan pandang sering tanpa gejala, pemeriksaan konfrontasi harus dimasukan pada pemeriksaan oftalmologik lengkap. Selain dengan pemeriksaan konfrontasi, pemeriksaan lapangan pandang dapat digunakan perimetri. Pemeriksaan ini dilakukan terpisah untuk masing-masing mata yang berfungsi untuk mengukur fungsi retina, saraf optik dan jalur penglihatan intrakranial secara bersamaan. Lapangan penglihatan diukur dan dipetakan menurut derajat kelengkungan. Pengukuran derajat kelengkungan itu tetap konstan dan tidak bergantung jarak dari mata yang diperiksa. Sensitifitas penglihatan paling besar pada daerah fovea dan paling kecil diperifer. Pemeriksaan perimetri tergantung pada respons pasien secara subjektif, dan hasilnya akan tergantung pada status psikomotor dan status penglihatan pasien (15,20) Digitized by USU digital library 9

11 8.4. Metode Perimetri 1. Layar Tangent adalah alat paling sederhana untuk perimetri standar. Pemeriksaan ini memakai jarum putih dengan berbagai ukuran pada tongkat hitam dengan latar belakang layar hitam dan dipakai terutama untuk menguji 30 derajat penglihatan sentral. Keuntungan metode ini adalah sederhana dan kecepatannya, kemungkinan mengubah jarak subjek ke layar, dan bebas memilih jenis fiksasi dan objek tes, termasuk warna berbeda (15,23). 2. Perimetri Goldman adalah alat perimetri yang lebih canggih berupa sebuah mangkuk bulat putih dengan jarak tetap di muka pasien. Cahaya dengan berbagai ukuran dan intensitas disajikan oleh pemeriksa (duduk dibelakang perimetri). Metode ini dapat menguji seluruh lapangan pandangan perifer dan selama bertahun-tahun menjadi metode utama untuk menetapkan lapangan pandang pada pasien glaukoma (2,9,15,20,21,) 3. Perimetri Automatis Komputer merupakan alat yang paling sensitif dan paling canggih yang ada untuk pengujian lapangan pandang. Dengan memakai mangkuk mirip dengan perimetri Goldman, alat ini menampilkan titik-titik cahaya penguji dengan berbagai intensitas dan ukuran, namun memakai format penguji ambang statik kuantitatif yang lebih tepat dan komprehensif dari pada metode lain. Skor-skor numerik sesuai dengan ambang sensitifitas untuk setiap lokasi tes dan dapat disimpan dalam memori komputer dan secara statistik dibandingkan dengan hasil pemeriksaan terdahulu atau dari pasien normal lain. Makin tinggi skor numerik, makin baik sensitifitas visual untuk lokasi itu. Keuntungan lain adalah bahwa presentasi tes itu terprogram dan otomatis, mencegah adanya variasi dari pihak pemeriksa (2,15,23). 9. TEORI PROSES MENUA Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (14). Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk semakin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif (14,30). Proses menua pada seseorang, sebenarnya berlangsung sejak pembuahan sampai saat kematian. Tanda-tanda proses itu menjadi semakin jelas sejak usia 30 tahun dan diatas 60 tahun mulai menunjukkan masalah antara lain dengan gangguan fisik yang berlanjut dengan gangguan pergaulan maupun kejiwaan. Berat dan ringannya gejala itu ditentukan oleh berbagai faktor. Pertama, faktor gizi, baik yang dialami ketika masa pertumbuhan maupun pada masa tua. Kedua, faktor lingkungan, baik dalam arti lingkungan fisik, keluarga, pekerjaan dan pergaulan yang dapat menekan pikiran yang mengakibatkan stress. Ketiga, faktor gen yang ada dalam tubuh seseorang. Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan ( 14,30,31,32). Terdapat berbagai teori mengenai proses menua. Hal ini menggambarkan adanya upaya dari ilmuwan untuk memahami dan menerangkan mekanisme proses menua. Berbagai teori ini dapat saling menunjang. Ada teori yang memfokuskan pada fenomena selular, ada pada jaringan interstitial (misalnya kollagen) dan ada pada bangunan intrasellular (misalnya mitokondria). Berbagai interaksi antar aktivitas intraselular dan intersellular dapat terjadi bersamaan dan hampir tidak mungkin kita dapat menentukan aksi, reaksi atau interaksi mana yang lebih berperan pada proses menua (14,30) Digitized by USU digital library 10

12 9.1 Teori Genetik Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa lama hidup ditentukan oleh informasi yang ada pada molekul DNA pada gen. Informasi di transfer dari molekul DNA melalui berbagai langkah kepada pembentukan protein yang diperlukan untuk berfungsi normalnya sel. Diketahui bahwa terdapat perbedaan lamanya hidup bagi berbagai jenis hewan. Ini menggambarkan adanya pengaruh program genetik terhadap usia maksimal sesuatu jenis hewan. Diketahui pula bahwa wanita mempunyai harapan hidup yang lebih lama dari pria yang mungkin hal ini dipengaruhi oleh lebih banyaknya kromatin X. Panjang usia maksimal sudah terprogram. Sel-sel tertentu hanya dapat membagi diri sampai jumlah tertentu, setelah itu akan mati. Sel hewan tua dapat membagi diri sampai kali dan sel hewan muda sampai kali. Jadi disatu sisi batas usia ditentukan oleh faktor genetik, namun faktor lain seperti nutrisi, lingkungan, stress, keadaan sosioekonomi mempunyai peranan penting dalam menentukan usia yang dapat dicapai secara aktual (14,30) Teori Mutasi Somatik Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek usia, sebaliknya menghindari terkena radiasi dan tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang usia. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut (14) Teori Auto-Immun Teori ini mengemukakan bahwa menua diakibatkan oleh antibodi yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Ini terjadi karena kegagalan mengenal sel normal dan pembentukan antibodi yang salah, sehingga bereaksi terhadap sel normal disamping sel abnormal yang menstimulasi pembentukannya. Teori ini mendapat sokongan dari kenyataan bahwa jumlah antibodi autoimmun meningkat pada usia lanjut dan terdapat hubungan antara penyakit immun (misalnya rematoid, arteritis, diabetes, amiloidosis) dengan fenomena menua (14,30) Teori radikal Bebas Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan pada rantai pernafasan didalam mitokondria. Untuk organisme aerobik, radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) didalam mitokondria, karena 90% oksigen yang diambil tubuh, masuk kedalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzimenzim respirasi didalam mitokondria, maka radikal bebas akan dihasilkan sebagai zat antara. Radikal bebas yang terbentuk adalah : superoksida, radikal hidroksil dan hydrogen peroksida. Radikal bebas ini bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tidak jenuh, seperti dalam membran sel. Tubuh sendiri sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menangkal radikal bebas, dalam bentuk reaksi enzimatik seperti: Superoxide dismutase yang berunsur Zn, Cu dan Mn, enzim katalase yang berunsur Fe dan enzim glutation peroksidase yang berunsur Se. Disamping itu radikal bebas dapat juga dinetralkan menggunakan senyawa nonenzimatik, seperti: vitamin C, beta karotein dan tokoferol. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas terbentuk sehingga proses 2003 Digitized by USU digital library 11

13 pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin lama makin banyak akhirnya sel mati (14,30). 10. HUBUNGAN KONDISI MATA DENGAN USIA Pada manusia dengan bertambahnya usia terutama setelah berusia 40 tahun telah terjadi proses penuaan dimana berjuta-juta sel didalam tubuh sudah mulai menurun fungsinya dan sebagian lagi telah mengalami degenerasi bahkan telah mulai tidak berfungsi lagi. Pada wanita mulai terjadi proses menopause sehingga juga dapat mempengaruhi sistem organ tubuh demikian juga pada pria telah terjadi penurunan produksi sperma yang juga disebabkan oleh faktor-faktor hormonal (13,14 ). Pola diet dan aktifitas yang dilakukan manusia selama hidupnya juga mempengaruhi sistem metabolisme tubuh sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada sistem organ tubuhnya seperti kelainan kardiovaskular dan obesitas yang semua ini dapat mengganggu sistem dinamika tekanan intraokuler (2). Pada mata sehat dengan pemeriksaan fluorofotometer diperkirakan produksi akuos humor 2,4 ± 0,06 µl/menit. Beberapa faktor berpengaruh pada produksi akuos humor. Dengan pemeriksaan fluorometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi cairan akuos 2 % untuk setiap dekade. Namun penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi akuos humor lebih stabil dibanding perubahan tekanan intraokuler atau volume bilik mata depan (14). B. KERANGKA KONSEPSIONAL PRIA 40 TAHUN WANITA 40 TAHUN TONOMETER APLANASI PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER TIO???? TIO???? Analisa Statistik PERBEDAAN +/ Digitized by USU digital library 12

14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BENTUK PENELITIAN Penelitian yang dilaksanakan bersifat deskriptif analitik dengan metode observasi klinik non randomise TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SMF Penyakit Mata RSUP.H.Adam Malik dan RSUD. Dr.Pirngadi Medan pada setiap hari kerja dari pukul WIB dan dilaksanakan pada bulan April dan Mei POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi adalah semua pasien pria dan wanita emmetropia yang berusia 40 tahun yang berkunjung ke SMF Penyakit Mata RSUP.H.Adam Malik dan RSUD.Dr Pirngadi Medan selama masa penelitian Sampel penelitian ditentukan dengan metode konsekutif yaitu semua subjek yang datang sesuai kriteria populasi diatas dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang ditentukan pada penelitian ini selama masa penelitian. Kriteria inklusi : - semua pasien pria dan wanita emmetropia yang berusia 40 tahun - bersedia diikutsertakan dalam penelitian Kriteria ekslusi : * pasien dengan riwayat glaukoma sebelumnya * pasien dengan riwayat hipertensi dan hipotensi * pasien dengan riwayat diabetes mellitus 3.4. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN - Senter - Loupe binokular - Snellen chart - Oftalmoskop direk - Slitlamp - Perimetri Goldman - Tonometer Aplanasi Perkins - Tetes mata Tetrakain 0,5 % - Tetes mata Fluoresein 2 % - Tetes mata Khloramfenikol 0,5 % - Kapas alkohol 3.5 BESAR SAMPEL (2,33) Jumlah sample yang diambil ditentukan berdasarkan rumus: n Z (0,5 α/2 ).S 2 d. µo dimana Z (0,5 α/2 ) adalah nilai baku normal yang besarnya tergantung pada α yang ditentukan, untuk α = 0,05 maka Z (0,5 α/2 ) = 1,96 S = Standart deviasi ( simpangan bebas ) tekanan bola mata normal yaitu 2,5 mmhg d = Tingkat ketepatan ( presisi ) dimana peneliti menetapkan 5 % atau 0,05 µo = Rata- rata Tekanan bola mata normal yaitu 15,4 mmhg Maka jumlah sampel minimal adalah n 1,96 x 2,5 2 = 40,496 dibulatkan 0,05x15,4 41 Maka jumlah sampel yang diambil 41 mata untuk kelompok pria dan wanita Digitized by USU digital library 13

15 3.6 ANALISA DATA Setelah data dikumpulkan lalu ditabulasi. Untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokuler pria dan wanita berusia 40 tahun dilakukan dengan uji t- test jika data dari kedua kelompok ini berdistribusi normal. 3.7 DEFINISI OPERASIONAL Tekanan intraokuler adalah suatu keseimbangan antara jumlah produksi akuos humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik mata depan menuju sistem trabecular meshwork - kanalis Schlem dan level dari tekanan vena episklera Emmetropia adalah keadaan dimana antara sistem refraksi mata dan panjang sumbu bola mata terdapat hubungan atau korelasi yang tepat; pancaran cahaya yang memasuki mata sejajar dengan sumbu optik jatuh pada titik (fokus) tepat diretina sehingga tajam penglihatan 6/6 (100%). Pada manusia dengan bertambahnya usia terutama setelah berumur 40 tahun telah terjadi proses penuaan dimana berjuta-juta sel didalam tubuh sudah mulai menurun efisiensinya dan sebagian lagi telah mengalami degenerasi bahkan telah mulai tidak berfungsi lagi. BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 1 April 2003 sampai dengan 8 Mei 2003 di SMF Penyakit Mata RSUP Haji Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Didapatkan 44 orang subjek penelitian yang terdiri dari 21 pria (42 mata) dan 23 wanita (46 mata) yang telah memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Dari data-data subjek penelitian didapatkan gambaran karakteristik subjek penelitian sebagai berikut: 4.1.Umur Tabel 4.1. Distribusi Umur dari Subjek Penelitian Jenis Kelamin Umur (tahun) Pria Wanita Jumlah n % n % n % , , , , , , , , ,46 > ,65 3 6, ,46 Jumlah 21 47, , ,00 Pada table 4.1. diatas berdasarkan distribusi umur dari subjek penelitian diperoleh kelompok umur terbanyak pada pria dan wanita berusia tahun masing-masing 20,45 % dan paling sedikit pada pria berusia tahun dan tahun masing-masing 6,81 % dan pada wanita berusia > 55 tahun sebanyak 6,81 % 2003 Digitized by USU digital library 14

16 4.2. Suku Tabel 4.2. Distribusi Suku dari Subjek Penelitian Jenis Kelamin S u k u Pria Wanita Jumlah n % n % n % Mandailing 3 6,81 2 4, ,36 Karo 4 9,10 3 6, ,91 Batak Toba 7 15, , ,90 Minang 2 4, , ,20 Jawa 5 11, ,36 Melayu ,27 1 2,27 Jumlah 21 47, , ,00 Pada table 4.2. diatas berdasarkan distribusi suku dari subjek penelitian diperoleh kelompok suku terbanyak pada pria dan wanita bersuku Batak Toba masing-masing 15,92 % dan 25,00 % dan paling sedikit pada pria bersuku Minang (4,55 %) dan wanita bersuku Melayu (2,27 %) Tingkat Pendidikan Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan dari Subjek Penelitian Jenis Kelamin Tingkat Pria Wanita Jumlah Pendidikan n % n % n % SD 2 4,55 1 2,27 3 6,82 SLTP 1 2,27 4 9, ,36 SLTA 13 29, , ,92 Akad./Sarjana 5 11,35 2 4, ,90 Jumlah 21 47, , ,00 Pada tabel 4.3. diatas berdasarkan distribusi tingkat pendidikan dari subjek penelitian diperoleh tingkat pendidikan terbanyak pada pria dan wanita adalah SLTA masing-masing 29,55 % dan 36,37 % dan tingkat pendidikan paling sedikit pada pria SLTP (2,27 %) dan wanita SD (2,27 %). 4.4 Pekerjaan Tabel 4.4. Distribusi Pekerjaan dari Subjek Penelitian Jenis Kelamin Pekerjaan Pria Wanita Jumlah n % n % n % IRT , ,20 PNS 10 22, , ,52 Wiraswasta 8 18,20 1 2, ,47 Supir 1 2, ,27 Petani 1 2, ,27 Pensiunan 1 2, ,27 Jumlah 21 47, , ,00 Pada tabel 4.4 diatas berdasarkan distribusi pekerjaan dari subjek penelitian diperoleh pekerjaan terbanyak pada pria dan wanita adalah Pegawai Negeri Sipil masing-masing 22,71 % dan 31,81 % dan pekerjaan paling sedikit pada pria adalah supir, petani dan pensiunan masing-masing 2,27 % dan wanita wiraswasta 2,27 % Digitized by USU digital library 15

17 4.5. Hasil Uji Beda Rata Rata Umur dari Subjek Penelitian UMUR ( tahun ) n X ± SD Probabilitas - Pria - Wanita ,62 ± 7,44 49,13 ± 5,99 0,811 Pada tabel 4.5 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata umur dari subjek penelitian pada pria adalah 49,62 ± 7,44 tahun dan wanita adalah 49,13 ± 5,99 tahun dengan p = 0,811 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan usia yang bermakna antara pria dan wanita dari subjek penelitian Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kanan dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur tahun Tekanan Intraokular n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,83 ± 0,25 15,11 ± 0,74 0,302 Pada tabel 4.6 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kanan dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur tahun pada pria adalah 14,83 ± 0,25 mmhg dan wanita adalah 15,11 ± 0,74 mmhg dengan p = 0,302 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kanan pria dan wanita dari subjek penelitian pada kelompok umur tahun Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kanan dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur tahun Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,17 ± 0,58 15,80 ± 0,27 0,074 Pada tabel 4.7 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kanan dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur tahun pada pria adalah 15,17 ± 0,58 mmhg dan wanita adalah 15,80 ± 0,27 mmhg dengan p = 0,074 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kanan antara pria dan wanita dari subjek penelitian kelompok umur tahun Digitized by USU digital library 16

18 4.8. Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kanan dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur tahun Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,17 ± 0,29 16,00 ± 0,32 0,470 Pada tabel 4.9 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kanan dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur tahun pada pria adalah 16,17 ± 0,29 mmhg dan wanita adalah 16,00 ± 0,32 mmhg dengan p = 0,470 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kanan antara pria dan wanita dari subjek penelitian pada kelompok umur tahun Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kanan dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur > 55 tahun Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,42 ± 0,80 16,00 ± 0,50 0,445 Pada tabel 4.10 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kanan dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur > 55 tahun pada pria adalah 16,42 ± 0,80 mmhg dan wanita adalah 16,00 ± 0,50 mmhg dengan p = 0,445 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kanan antara pria dan wanita dari subjek penelitian pada kelompok umur > 55 tahun Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kiri dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur tahun Tekanan Intraokular n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,22 ± 0,71 15,11 ± 0,55 0,715 Pada tabel 4.6 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kiri dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur tahun pada pria adalah 15,22 ± 0,71 mmhg dan wanita adalah 15,11 ± 0,55 mmhg dengan p = 0,715 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kiri pria dan wanita dari subjek penelitian pada kelompok umur tahun Digitized by USU digital library 17

19 4.11. Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kiri dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur tahun Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,00 ± 0,87 15,60 ± 0,74 0,336 Pada tabel 4.7 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kiri dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur tahun pada pria adalah 15,00 ± 0,87 mmhg dan wanita adalah 15,60 ± 0,74 mmhg dengan p = 0,336 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kiri antara pria dan wanita dari subjek penelitian pada kelompok umur tahun Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kiri dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur tahun Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,00 ± 0,50 15,83 ± 0,98 0,795 Pada tabel 4.9 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kiri dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur tahun pada pria adalah 16,00 ± 0,50 mmhg dan wanita adalah 15,83 ± 0,98 mmhg dengan p = 0,795 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kiri antara pria dan wanita dari subjek penelitian kelompok umur tahun Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kiri dari Subjek Penelitian berdasarkan kelompok umur > 55 tahun Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,83 ± 0,61 16,00 ± 0,00 0,108 Pada tabel 4.10 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kiri dari subjek penelitian berdasarkan kelompok umur > 55 tahun pada pria adalah 15,83 ± 0,61 mmhg dan wanita adalah 16,00 ± 0,00 mmhg dengan p = 0,108 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada 2003 Digitized by USU digital library 18

20 perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kiri antara pria dan wanita dari subjek penelitian pada kelompok umur > 55 tahun Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kanan dari Subjek Penelitian pada semua kelompok umur. Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,52 ± 0,87 15,61 ± 0,66 0,716 Pada tabel 4.12 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kanan dari subjek penelitian pada pria adalah 15,52 ± 0,87 mmhg dan wanita adalah 15,61 ± 0,66 mmhg dengan p = 0,716 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kanan antara pria dan wanita dari subjek penelitian pada semua kelompok umur Hasil Uji Beda Rata Rata Tekanan Intraokuler Mata Kiri dari Subjek Penelitian pada semua kelompok umur Tekanan Intraokuler n X ± SD ( mmhg ) Probabilitas - Pria - Wanita ,48 ± 0,73 15,59 ± 0,81 0,637 Pada tabel 4.13 diatas, hasil uji t test dari perbedaan rata-rata tekanan intraokuler mata kiri dari subjek penelitian pada pria adalah 15,48 ± 0,73 mmhg dan wanita adalah 15,59 ± 0,81 mmhg dengan p = 0,637 atau p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kiri antara pria dan wanita dari subjek penelitian. BAB V DISKUSI DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik dari subjek penelitian serta untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokuler antara pria dan wanita emmetropia berusia 40 tahun atau lebih. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan metode observasi klinik non randomise. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 1 April 2003 sampai dengan 8 Mei 2003 di SMF Penyakit Mata RSUP H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Didapatkan 44 orang subjek penelitian yang terdiri dari 21 pria (42 mata) dan 23 wanita (46 mata) yang sesuai dengan kriteria populasi dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan pada penelitian ini. Dari gambaran karakteristik dari subjek penelitian ini didapatkan umur yang terbanyak pada pria dan wanita adalah antara yang berusia tahun (40,90 %) hal ini disebabkan banyaknya subjek penelitian yang mulai mengeluh jika melakukan kegiatan pekerjaan sehari-hari terutama membaca dan pekerjaan yang memerlukan penglihatan jarak dekat sudah mulai kabur yang hal ini dapat terjadi akibat 2003 Digitized by USU digital library 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Humor Akuos a. Anatomi Fungsional Humor Akuos Humor akuos merupakan cairan jernih bersifat alkaline yang menempati ruang anterior dan posterior dalam mata.

Lebih terperinci

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian Tonometri digital palpasi Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa Teknik : Mata ditutup Pandangan kedua mata menghadap kebawah Jari-jari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Intraokuler 2.1.1 Definisi Peningkatan tekanan intraokuler merupakan salah satu faktor resiko penting dalam berkembangnya kerusakan saraf optik pada penyakit glaukoma.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi dan Fisiologi Aqueous humor Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Responden penelitian ini adalah 35 orang pria yang berusia 20 40 tahun. Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi kafein. Penelitian ini dilakukan di Asri Medical Center

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan produksi humor aquous, tahanan terhadap aliran keluarnya humor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan produksi humor aquous, tahanan terhadap aliran keluarnya humor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan intraokuler 2.1.1. Definisi TIO merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit glaukoma saat ini dan merupakan satu-satunya faktor risiko yang dapat diterapi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa kristalin mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di indonesia maupun di dunia. Perkiraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIOPIA Miopia merupakan gangguan tajam penglihatan, dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Hidup a. Definisi Gaya Hidup atau lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER O P T I K dan REFRAKSI SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SINAR MATA (Organ Penglihatan) KORNEA + 43 D B M D Media optik PUPIL LENSA + 20 D MEDIA REFRAKSI BADAN

Lebih terperinci

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan.

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Cara memeriksa visus ada beberapa tahap: Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anatomi Mata Gambar 1. Penampang bola mata Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan berukuran kira-kira 2/3 ukuran mata orang dewasa. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA

PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN SO P PEMERIKSAAN KESEHATAN MATA No. Dokumen : 03-08020503-07.P-019 No. Revisi : Tanggal Terbit : 04 Januari 2016 Halaman : KEPALA PUSKESMAS MERBAU MATARAM SUCIPTO, SKM, MKes 1.

Lebih terperinci

BAB III CARA PEMERIKSAAN

BAB III CARA PEMERIKSAAN BAB III CARA PEMERIKSAAN A. Daftar keterampilan yang harus dikuasai 1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan/visus 2. Pemeriksaan posisi dan gerakan bola mata 3. Pemeriksaan lapang pandangan secara konfrontasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi mata Gambar. 1 Anatomi mata 54 Mata mempunyai 3 lapisan dinding yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera berfungsi untuk melindung bola mata dari gangguan.

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of. sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of. sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi mata manusia Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata dilindungi oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam mata terdapat tekanan, yang disebut dengan tekanan intraokular (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

Lebih terperinci

Pemeriksaan Mata Dasar. Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Pemeriksaan Mata Dasar. Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Pemeriksaan Mata Dasar Dr. Elvioza SpM Departemen Ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta I. PERSYARATAN PEMERIKSAAN MATA 1. 2. 3. 4. Intensitas cahaya adekwat. Tersedia alat

Lebih terperinci

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda Alat optik Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda lain dengan lebih jelas. Beberapa jenis yang termasuk

Lebih terperinci

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO LTM Pemicu 2 Modul Penginderaan Komang Shary Karismaputri NPM 1206238633 Kelompok Diskusi 16 Outline Pendahuluan Definisi Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi bola mata Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, 2011). Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5-5

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi dan Fisiologi Mata Mata adalah organ yang berbentuk bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alat Optik merupakan salah satu alat yang memanfaatkan sifat cahaya, hukum pemantulan, dan hukum pembiasan cahaya untuk membuat suatu bayangan suatu benda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata Mata merupakan organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan saraf untuk transduksi (mengubah bentuk energi ke bentuk lain) sinar

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan

BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang di teliti.

Lebih terperinci

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Konsumsi Obat Diabetes Melitus Memperingan Resiko Komplikasi Mata Anda mungkin pernah mendengar bahwa diabetes menyebabkan masalah mata dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelainan refraksi 2.1.1 Definisi kelainan refraksi Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning)

Lebih terperinci

3.1.3 menganalisis pembentukan bayangan pada lup,kacamata, mikroskop dan teropong

3.1.3 menganalisis pembentukan bayangan pada lup,kacamata, mikroskop dan teropong ALAT-ALAT OPTIK UNTUK SMk KELAS XII SEMESTER 1 OLEH : MUJIYONO,S.Pd SMK GAJAH TUNGGAL METRO MATERI : ALAT-ALAT OPTIK TUJUAN PEMBELAJARAN : Standar Kompetensi: 3. Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 KERANGKA TEORI II.1.1 DEFINISI Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Katarak adalah keadaan dimana lensa menjadi keruh atau kehilangan transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan penglihatan, yang bisa menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pengukuran data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan dan pengambilan

Lebih terperinci

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq ALAT ALAT wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui OPTIK Sri Cahyaningsih

Lebih terperinci

ALAT - ALAT OPTIK MATA

ALAT - ALAT OPTIK MATA ALAT - ALAT OPTIK MATA Mata manusia sebagai alat indra penglihatan dapat dipandang sebagai alat optik yang sangat penting bagi manusia. Bagian-bagian mata menurut kegunaan isis sebagai alat optik : A.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak Katarak berasal dari bahasa Yunani, Katarrhakies yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan jaringan yang berasal dari struktur intraokuler disebut tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan jaringan yang berasal dari struktur intraokuler disebut tekanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekanan jaringan yang berasal dari struktur intraokuler disebut tekanan intraokuler (TIO). Tekanan rata-rata normal intraokuler besarnya bervariasi antara 10-20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma adalah kelainan optik neuropati disertai kelainan lapang pandang yang karakteristik dan peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1) Aqueous Humor a. Definisi Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Struktur interna dari mata manusia (Junqueria, 2007)

Gambar 2.1. Struktur interna dari mata manusia (Junqueria, 2007) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Aqeuous Humour 2.1.1. Anatomi dan Histologi Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humour adalah korpus siliriaris, sudut kamera okuli anterior dan sistem

Lebih terperinci

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN BAB IV BIOOPTIK Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan dapat: a. Menentukan posisi dan pembesaran bayangan dari cermin dan lensa b. Menjelaskan proses pembentukan bayangan pada mata c. Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60. Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif 1. Pemeriksaan Visus Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai Snellen Chart atau dengan chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan

Lebih terperinci

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).: MIOPIA A. Definisi Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki m ata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kesehatan Mata. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di klinik Instalasi

Lebih terperinci

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

KESEHATAN MATA DAN TELINGA KESEHATAN MATA DAN TELINGA Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MATA DAN TELINGA INDERA PENGLIHAT ( MATA ) Mata adalah indera penglihatan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju

Lebih terperinci

BAGIAN-BAGIAN MATA DAN SISTEM VISUAL KELENJAR LACRIMAL, AIR MATA, SISTEM PENGERINGAN LACRIMAL DENGAN PEMBULUH NASOLACRIMAL

BAGIAN-BAGIAN MATA DAN SISTEM VISUAL KELENJAR LACRIMAL, AIR MATA, SISTEM PENGERINGAN LACRIMAL DENGAN PEMBULUH NASOLACRIMAL BAGIAN-BAGIAN MATA DAN SISTEM VISUAL GLOBE DIMENSI MATA OTOT MATA KELENJAR LACRIMAL, AIR MATA, SISTEM PENGERINGAN LACRIMAL DENGAN PEMBULUH NASOLACRIMAL KELOPAK MATA BULU MATA CONJUCTIVA SCLERA KORNEA BILIK/RONGGA

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL UJIAN NASIONAL DAN SPMB

KUMPULAN SOAL UJIAN NASIONAL DAN SPMB . Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai sifatsifat. ) merupakan gelombang medan listrik dan medan magnetik ) merupakan gelombang longitudinal ) dapat dipolarisasikan ) rambatannya memerlukan

Lebih terperinci

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu. OPTIK A. OPTIKA GEOMETRI Optika geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena perambatan cahaya seperti pemantulan dan pembiasan. 1. Pemantulan Cahaya Cahaya adalah kelompok sinar yang kita lihat.

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur : Pekerjaan : Alamat : Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian Prevalensi Kebutaan Akibat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Agia Dwi Nugraha 2007730005 Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Fisiologi lensa : Fungsi utama memfokuskan berkas cahaya ke retina. Kerjasama

Lebih terperinci

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita.

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita. MATA Indra pertama yang dapat penting yaitu indra penglihatan yaitu mata. Mata adalah indera yang digunakan untuk melihat lingkungan sekitarnya dalam bentuk gambar sehingga mampu dengan mengenali benda-benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi organ penglihatan Gambar 2.1. Anatomi bola mata Mata merupakan sebuah bola yang berisi cairan dengan diameter kurang lebih 24 mm. 8 Secara garis besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat praktek dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa tidak

Lebih terperinci

15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN OPTIK GEOMETRI TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI

15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN OPTIK GEOMETRI TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI OPTIK GEOMETRI (Kelas XI SMA) TRI KURNIAWAN 15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI 1 K o m p u t e r i s a s i P e m b e l a j a r a n F i s i k a OPTIK GEOMETRI A. Kompetensi

Lebih terperinci

Pengkajian Sistem Penglihatan. Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes.

Pengkajian Sistem Penglihatan. Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes. Pengkajian Sistem Penglihatan Maryunis, S.Kep, Ns., M.Kes. Data Demografi Umur Umur klien merupakan factor penting dalam mengkaji proses visual dan struktur mata. Pada lansia, insiden beberapa kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat kelemahan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS Tujuan Pemeriksaan: 1. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan paling jelas untuk mengkoreksi kelainan refraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat hidrasi (penambahan cairan) dan denaturasi protein lensa. Seseorang

BAB I PENDAHULUAN. akibat hidrasi (penambahan cairan) dan denaturasi protein lensa. Seseorang 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Katarak adalah keadaan di mana lensa mata mengalami kekeruhan akibat hidrasi (penambahan cairan) dan denaturasi protein lensa. Seseorang yang mengalami katarak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Definisi Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN VISUS MATA

PEMERIKSAAN VISUS MATA PEMERIKSAAN VISUS MATA Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komputer Komputer adalah penemuan paling menarik sejak abad ke-20 (Izquierdo, 2010). Komputer adalah alat elektronik atau mesin yang dapat diprogram untuk menerima data dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan dibiaskan

Lebih terperinci

ALAT-ALAT OPTIK. Beberapa jenis alat optik yang akan kita pelajari dalam konteks ini adalah:

ALAT-ALAT OPTIK. Beberapa jenis alat optik yang akan kita pelajari dalam konteks ini adalah: ALAT-ALAT OPTIK Kemajuan teknologi telah membawa dampak yang positif bagi kehidupan manusia, berbagai peralatan elektronik diciptakan untuk dapat menggantikan berbagai fungsi organ atau menyelidiki fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata merupakan alat indra penglihatan yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Miopia a. Definisi Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009)

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009) BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Bola Mata Bola mata merupakan organ penglihatan manusia yang menempati bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata diameter

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dibiaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Miopia a. Definisi Miopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga

Lebih terperinci

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3 Latihan 7.3 1. Bagaimanakah bunyi hukum pemantulan cahaya? 2. Bagaimanakah bunyi hukum pembiasan cahaya? 3. Apa hubungan pembiasan dengan peristiwa terebntuknya pelangi setelah hujan? Jelaskan! 4. Suatu

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MATA I. Tujuan Pembelajaran

PEMERIKSAAN MATA I. Tujuan Pembelajaran PEMERIKSAAN MATA Senyum Indrakila *, Raharjo Kuntoyo *, Djoko Susianto *, Kurnia Rosyida *, Retno Widiati *, Naziya *, Dian Ariningrum **. I. Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari keterampilan Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Sumber daya alam hayati berupa tanaman yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

INDERA PENGLIHATAN (MATA) M INDERA PENGLIHATAN (MATA) ata manusia secara keseluruhan berbentuk seperti bola sehingga sering disebut bola mata. Media penglihatan terdiri dari kornea, aquous humor (terletak antara kornea dan lensa),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI ANAK Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak, yang dimaksud anak menurut Undang-undang tersebut adalah

Lebih terperinci

Alat-Alat Optik. Bab. Peta Konsep. Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Bagian-bagian mata. rusak Mata. Cacat mata dibantu.

Alat-Alat Optik. Bab. Peta Konsep. Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Bagian-bagian mata. rusak Mata. Cacat mata dibantu. Bab 18 Alat-Alat Optik Sumber: www.google.com Gambar 18.1 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop Coba kamu perhatikan orang yang sedang melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan setelah katarak di dunia. Penyakit ini mengenai hampir 90 juta populasi dunia dan merupakan penyebab utama kebutaan yang

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah Istimewa Yogyakarta. Responden penelitian adalah laki-laki dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah Istimewa Yogyakarta. Responden penelitian adalah laki-laki dan A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Responden penelitian adalah laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

fisika CAHAYA DAN OPTIK

fisika CAHAYA DAN OPTIK Persiapan UN SMP 2017 fisika CAHAYA DAN OPTIK A. Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan suatu gelombang elektromagnetik sehingga cahaya dapat merambat di dalam ruang hampa udara. Kecepatan cahaya merambat

Lebih terperinci

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak Struktur Proses Hasil Petugas : 1. Dokter Puskesmas 2. Pramedis 3. Kader Katarak Anamnesis Gejala dan tanda : 1. Penurunan tajam penglihatan secara perlahan

Lebih terperinci

OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK. PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN

OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK. PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN Pembentukan Bayangan pada Cermin Pembentukan bayangan maya pada cermin datar CERMIN

Lebih terperinci

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN Kompetensi yang hendak dicapai: Siswa dapat memahami bagian tubuh manusia dan hewan, menjelaskan fungsinya, serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. total kebutaan di dunia, disebabkan oleh glaukoma. 1 Sedangkan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. total kebutaan di dunia, disebabkan oleh glaukoma. 1 Sedangkan di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik (neuropati optik) diikuti oleh kelainan lapangan pandang dengan kenaikan tekanan intraokuler

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. GLAUKOMA Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan peningkatan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori, dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Edukasi

Lebih terperinci

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes. CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes. Oleh : Yoga Yandika 1301-1209-0053 R. Ayu Hardianti Saputri 1301-1209-0147 Amer Halimin 1301-1006-3016 BAGIAN ILMU PENYAKIT

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna BAB IV SISTEM INDERA A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna Dasar teori Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang

Lebih terperinci