BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA A. Perjanjian Kerja di Indonesia Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjajian ini mengenai kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja.jadi berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan. 13 Hal ini membuat buruh bekerja di bawah pimpinan pihak lainnya serta menerima upah dan adanya majikan jika ia memimpin pekerjaan yang dilakukan pihak kesatu. Ketentuan dan syarat-syarat pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dipenuhi. Dalam hal ini tercantum asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), yaitu seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan-hubungan apa yang terjadi antara mereka dalam perjanjian itu serta seberapa jauh hukum mengatur hubungan antara para pihak. Perjanjian kerja diatur secara khusus pada Bab VII KUHPerdata tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan. Menurut Pasal 1601a KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain, majikan, selama suatu waktu tertentu,dengan menerima upah ), hlm Ibid. 13 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, Edisi Revisi,

2 Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.dari bunyi pasal-pasal tersebut dapat dikatakan bahwa yang dinamakan perjanjian kerja harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Ada orang dibawah pimpinan orang lain. 2. Penunaian kerja. 3. Dalam waktu tertentu. 4. Adanya upah Sahnya suatu perjanjian kerja Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :Perjanjian kerja dibuat atas dasar : 1. kesepakatan kedua belah pihak; 2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan perjanjian kerja ini Subekti menegaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seseorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian dimana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperbatas (direstverhadning) yaitu suatu hubungan yang berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah yang harus ditaati pihak yang lain Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1989), hlm. 57.

3 Berkenaan dengan hal ini, Ridwan Halim mengemukakan bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dan karyawan atau karyawan tertentu yang umumnya berkenaan dengan segala persyaratan yang secara timbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak selaras dengan hak dan kewajiban mereka masing-masing, terhadap satu sama lainnya". 16 Hubungan kerja juga dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Pada unsur waktu ini dapat dibedakan atas : 17 a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk melakukan kerjaan tertentu. b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap.pkwtt ini diatur didalam Peraturan Perusahaan. c. Perjanjian Kerja Harian atau Borongan Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (pemborong) mengikatkan diri untuk membuat suatu karya tertentu bagi pihak yang lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan dimana pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu. 16 A.Ridwan Halim, Sari Hukum Perburuhan Aktual, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987), hlm FX. Djumialdji, Perjanjan Kerja, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 24.

4 Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dari perjanjian pada umumnya, dimana masing-masing perjanjian memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan perjanjian yang lain. Namun seluruh jenis perjanjian memiliki ketentuan yang umum yang dimiliki secara universal oleh segala jenis perjanjian, yaitu mengenai asas hukum, sahnya perjanjian, subyek serta obyek yang diperjanjikan. 18 Sebagai bagian umum dari perjanjian pada umumnya maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sah nya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.Para pihak yang melakukan perjanjian kerja harus sepakat dengan hal-hal yang diperjanjikan. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian kerja merupakan syarat mutlak.pihak pekerja maupun pengusaha dalam keadaan cakap membuat perjanjian kerja.seseorang dipandang cakap membuat perjanjian kerja jika yang bersangkutan sudah cukup umur.ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batas umur minimal 18 tahun. 19 Selain itu seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika seseorang itu tidak terganggu jiwanya. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan merupakan sebab tertentu yang dimaksud oleh pasal 1320 KUH Perdata.Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak. 18 Falentino Tampongangoy, Penerapan Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di Indonesia, Lex Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt, 2013, hlm Pasal 1 angka 26 UU Ketenagakerjaan.

5 Objek perjanjian yaitu pekerjaan harus halal, yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas. Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan perjanjian kerja tersebut sah.syarat kemauan bebas kedua pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut dengan syarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian sedangkan syarat adanya pekerjaan yang dipekerjakan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan: Nama, alamat perusahaan serta jenis usaha. 2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh. 3. Jabatan atau jenis pekerjaan. 4. Tempat pekerjaan. 5. Besarnya upah dan cara pembayaran. 6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh. 7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja. 8. Tempat dan tanggal perjanjian dibuat. 9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 20 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

6 Selain hal-hal di atas terdapat juga beberapa hal lainnya yang perlu diatur dalam suatu perjanjian kerja: Macam pekerjaan. 2. Cara-cara pelaksanaannya. 3. Waktu atau jam kerja. 4. Tempat kerja. 5. Besarnya imbalan kerja, macam-macamnya serta cara pembayarannya. 6. Fasilitas-fasilitas yang disediakan majikan/perusahaan bagi pekerja/buruh/pegawai Biaya kesehatan/pengobatan bagi buruh/pegawai/pekerja. 7. Tunjangan-tunjangan tertentu. 8. Perihal cuti. 9. Perihal izin meninggalkan pekerjaan. 10. Perihal hari libur.perihal jaminan hidup dan masa depan pekerja. 11. Perihal pakaian kerja. 12. Perihal jaminan perlindungan kerja. 13. Perihal penyelesaian masalah-masalah kerja. 14. Perihal uang pesangon dan uang jasa/ 15. Berbagai masalah yang dianggap perlu. Perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja/buruh menghasilkan hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Secara normatif 21 A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 23.

7 pengertian hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. 22 Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja. Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/Perjajian Kerja Bersama (PKB). Demikian pula perjanjian kerja tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha. Dalam perjanjian kerja, karena merupakan salah satu dari bentuk khusus perjanjian, apa yang dikemukakan oleh Soebekti di atas berlaku juga. Artinya apa yang menjadi hak pekerja/buruh akan menjadi kewajiban pengusaha dan sebaliknya apa yang menjadi hak pengusaha akan menjadi kewajiban pekerja. B. Sejarah Munculnya PKWT di Indonesia Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri.Penemuan mesin (tenaga) uap di Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar. Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti sistem feodalistik, pekerja atau buruh mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi diri mereka dari hasil olahan lading yang mereka kerjakan sendiri. 22 Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

8 Sejak abad pertengahan, di perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang pekerjaan tertentu.sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur) baru yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan dan jangkauan aktivits mereka. 23 Revolusi Prancis pada tahun 1795 menjadi simbol tuntutan dari kelompok baru masyarakat modern yang mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalulintas perdagangan). Hukum pada tataran Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam kitab undangundang yang dilandaskan pada prinsip-prinsip baru seperti kebebasan berkontrak dan kemutlakan hak milik atas kebendaan.perserikatan kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan. 24 Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi mereka perihal kontrak atau perjannjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep dari Hukum Romawi.Satu prinsip baru diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah pihak yang lebih lemah dan sebab itu memerlukan perlindungan hukum.buruh mulai mengorganisir diri mereka sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions).secara kolektif mereka dapat bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan 23 Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan di Indonesia, (Denpasar: Pustaka Larasan, 2012), hlm Ibid.

9 dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep perjanjian/kesepakatan kerja bersama (collective agreement). 25 Sementara itu di Indonesia, dalam sejarahnya dimasa lalu ada 3 model hubungan kerja yaitu kerja rodi, kerja paksa, dan poenale sanctie.adanya perbudakan ini dapat diketahui dari beberapa aturan di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Beberapa aturan tersebut adalah: 26 a. Peraturan tentang pendaftaran budak (tahun 1819). b. Peraturan tentang pajak atas pemilikan budak (tahun 1820). c. Peraturan larangan mengangkut budak yang masih kanak-kanak (tahun 1829). d. Peraturan tentang pendaftaran anak budak (tahun 1833). e. Peraturan tentang penggantian nama budak (tahun1834). f. Peraturan tentang pembebasan perbudakan bagi pelaut yang dijadikan budak (1848). Model kerja perbudakan ini tidak memberikan hak apapun bagi seorang budak, bahkan terhadap hidupnya sekalipun. Seorang budak akan menjadi hak milik (properti) bagi pemilik budak, yang juga dapat diperjualbelikan selayaknya barang. Model hubungan kerja perbudakan ini berakhir dengan dikeluarkannya aturan pada tahun 1854, yang disebut Regeringreglemaent tahun 1854.Aturan ini mewajibkan penghapusan perbudakan di Indonesia yang efektif berlaku pada tahun Ibid, hlm Andi Yunarko, Sejarah Model Hubungan Kerja di Indonesia, diunduh pada tanggal 28 Oktober pukul WIB. 27 Ibid.

10 Selanjutnya dikenal model hubungan kerja dalam bentuk Rodi atau kerja paksa. Model kerja ini mewajibkan seorang untuk melakukan kerja bagi penguasa atau pihak lain dengan persetujuan penguasa tanpa mendapatkan upah. Model ini berakhir saat pemerintah kolonial Hindia Belanda meratifikasi konvensi ILO nomor 29, melalui Staatsbald 1933 nomor 261, tentang penghapusan kerja paksa. 28 Model hubungan kerja berikutnya adalah Poenale Sanctie, yang merupakan model hubungan kerja jangka waktu tertentu dengan disertai sanksi bagi mereka yang meninggalkan atau menolak pekerjaannya.sanksi tersebut berupa pidana dengan denda antara rupiah atau denda rodi (kerja paksa) selama 7 hingga 12 hari.jangka waktu perjanjian kerja dalam model hubungan kerja tersebut adalah 5 tahun, sebagaimana diatur melalui Staatsbald 1819 nomor 10.Sedangkan penerapan sanksi diatur melalui Algemene Politie Strafreglement 1872 nomor Namun model hubungan kerja Poenale Sanctie ini berakhir pada tahun 1879 dan kemudian lahir aturan baru yang termuat dalam Koeli Ordonantie tahun 1880 (Staatsbald nomor 133 tahun 1880). Pada intinya aturan ini menentukan bahwa perjanjian kerja harus dilakukan secara tertulis untuk jangka waktu 3 tahun dan buruh tidak diperbolehkan untuk memutus hubungan kerja secara sepihak. 30 Pada masa setelah kemerdekaan tahun 1945, model hubungan kerja tidak lagi dibatasi oleh suatu jangka waktu dan terus berlangsung hingga dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang 28 Ibid. 29 Ibid. 30 Ibid.

11 Ketenagakerjaan.Melalui aturan ini, model hubungan kerja terbagi menjadi 2 jenis, yaitu hubungan kerja waktu tertentu dan hubungan kerja waktu tidak tertentu.model ini terus dipertahankan hingga saat ini melalui Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. C. Pengaturan PKWT di Indonesia 1. Perngertian, Bentuk dan Isi PKWT Pengertian perjanjian kerja tertentu atau lebih lazim disebut dengan kesepakatan kerja tertentu ada ditentukan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1986 yang berbunyi Kesepakatan Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. 31 Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu disebutkan bahwa PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. 32 Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Pada Pasal 59 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menetapkan kategori pekerjaan untuk PKWT sebagai berikut : a) Pekerjaan sekali selesai atau sementara sifatnya. 31 Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/ Pasal 1 huruf a Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu.

12 b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun. c) Pekerjaan yang bersifat musiman. d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan. Perjanjian kerja waktu tertentu yang diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagakerjaan hanya didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Bentuk perjanjian kerja diatur dalam Pasal 51 UU Ketenagakerjaan, dimana pada ayat(1) disebutkan : perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Dengan demikian Perjanjian kerja pada umumnya dapat dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis.perjanjian kerja yang tidak tertulis biasanya digunakan dalam jenis perjanjian kerja dirumah dan perjanjian kerja pemborongan, hal ini dikarenakan di Indonesia sejak dahulu dalam melakukan suatu perjanjian hanya atas dasar saling percaya, tanpa ada hitam diatas putih. Namun, berbeda dengan perjanjian kerja waktu tertentu yang sudah seharusnya dibuat secara tertulis sesuai dengan isi dari pasal 57 ayat 1 UU Ketenagakerjaan dimana, perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Keputusan Mentri Tenaga kerja Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 pasal 15 ayat 1, menegaskan bahwa PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak ada hubungan

13 kerja. Melihat isi dari pasal ini maka sudah jelas, pemerintah yang dalam hal ini berfungsi sebagai pengawas dalam hubungan kerja sudah berupaya untuk mengatur hubugan kerja yang terjadi antara pengusaha dan buruh/pekerja agar tidak saling merugikan satu sama lain. Isi perjanjian kerja merupakan inti dari perjanjian kerja.ini berkaitan dengan pekerjaan yang diperjanjikan.adakalanya isi perjanjian kerja ini dirinci dalam perjanjian, tetapi sering juga hanya dicantumkan pokokpokoknya saja. Isi perjanjian kerja sebagaimana isi perjanjian pada umumnya, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang undangan,kesusilaan dan ketertiban umum. 33 Isi perjanjian kerja merupakan pokok persoalan, tegasnya pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang yang sifatnya memaksa atau dalam undang-undang tentang ketertiban umum atau dengan tata susila masyarakat. Sehingga secara positif isi perjanjian kerja adalah dengan sendirinya merupakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak buruh serta kewajiban kewajiban dan hak-hak majikan, yang berpangkal pada melakukan pekerjaan dan pembayaran upah, acap kali kewajiban pihak yang satu tersimpul dalam pihak lainnya dan hak pihak yang satu tersimpul dalam kewajiban pihak lainnya. Antara pengusaha dan pekerja/buruh yang berada di dalam suatu perusahaan menimbulkan adanya hubungan kerja, dimana hubungan kerja 33 Falentino Tampongangoy, Penerapan Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di Indonesia, Lex Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt, 2013, hlm. 150.

14 ini terjadi setelah adanya suatu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. 34 Kesepakatan kerja tertentu harus memu atidentitas sertahak dan kewajiban para pihak sebagai berikut: a. nama dan alamat pengusaha atau perusahaan; b. nama, alamat, umur dan jenis kelamin pekerja; c. jabatan atau jenis/macampekerjaan; d. besarnya upah serta cara pembayaran; e. hak dan kewajibanpekerja; f. hak dan kewajiban pengusaha; g. syarat-syarat kerjanya; h. jangka waktu berlakunya kesepakatan kerja; i. tempat atau alokasi kerja; j. tempat dan tanggal kesepakatan kerja dibuat sertatanggal berlakunya; k. tanda tangan para pihak dalamperjanjian kerja. 2. Persyaratan PKWT di Indonesia Sebagaimana perjanjian kerja pada umumnya, PKWT harus memenuhi syarat- syarat pembuatan sehingga perjanjian yang dibuat dapat mengikat dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Untuk pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja tertentu terdapat persyaratan yang harus dipenuhi yang terdiri dari dua macam syarat, yaitu 34 Ibid, hlm. 150.

15 syarat formil dan syarat materil. Syarat materil diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Syarat-syarat materil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 35 a. Kesepakatan dan kemauan bebas dari kedua belah pihak. b. Adanya kemampuan dan kecakapan pihak-pihak untuk mebuat kesepakatan. c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan. d. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal syarat sahnya suatu perjanjian, syarat materil dari perjanjian kerja tertentu disebutkan bahwa kesepakatan kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud ayat (1) pada angka 1 da 2 atau tidak memenuhi syarat subjektif maka perjanjian dapat dibatalkan, 79 yaitu dengan permohonan atau gugatan kepada pengadilan, sedangkan yang bertentangan dengan ayat (1) angka 3 dan 4 atau tidak memenuhi syarat objektif maka secara otomatis perjanjian yang dibuat adalah batal demi hukum. 36 Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu harus dibuat secara tertulis. 37 Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. PKWT tidak boleh mensyaratkan adanya 35 Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 36 Djumadi, Op.Cit, hlm. 67, akibat hukum dari tidak dipenuhinya syarat-syarat tersebut juga sama dengan akibat yang diatur dalam perjanjian pada umumnya yang menganut asas konsensualisme seperti diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 37 Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

16 masa percobaan. 38 Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Walau demikian, dalam masa percobaan ini pengusaha tetap dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Ketentuan tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam PKWT adalah karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. PKWT yang mensyaratkan adanya masa percobaan, maka PKWT tersebut batal demi hukum. 39 PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. 40 Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP. 100/VI/2004 disebutkan bahwa dalam PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dan dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. 41 Apabila dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. 38 Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 39 Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 40 Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 41 Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.100/VI/2004.

17 Selanjutnya dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai, namun apabila dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat dilakukan pembaruan PKWT. Pembaruan sebagaimana yang dimaksud yaitu dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja dan selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Selain itu disebutkan juga para pihak dapat mengatur hal lain dari ketentuan tersebut yang dituangkan dalam perjanjian. Adapun syarat-syarat formal yang harus dipenuhi oleh suatu kesepakatan kerja tertentu adalah sebagai berikut: a. Kesepakatan kerja dibuat rangkap 3 (tiga), masing-masing digunakan untuk pekerja, pengusaha dan kantor Departemen Tenaga Kerja setempat yang masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama. b. Kesepakatan kerja harus didaftarkan pada kantor Departemen Tenaga Kerja Setempat, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani kesepakatan kerja tertentu. c. Biaya yang timbul akibat pembuatan kesepakatan kerja tertentu semuanya ditanggung oleh pengusaha. Syarat-syarat kerja yang dimuat dalam PKWT tidak tidak boleh lebih rendah dari syarat-syarat kerja yang termuat dalam Peraturan

18 Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 88 Bila syarat-syarat perjanjian kerja tersebut lebih rendah maka syarat-syarat yang berlaku adalah yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. 3. Kategori Pekerjaan dan Jangka Waktu PKWT Terdapat beberapa kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT sebagai dasar adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: a. pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang sifatnya musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Mengenai jangka waktu PKWT diatur dalam Pasal 59 ayat (3) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam membuat suatu kesepakatan kerja tertentu batas maksimal waktu yang boleh diperjanjikan adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang atau diperbaharui untuk satu kali saja karena satu hal tertentu.

19 Perpanjangan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang sama, dengan catatan jumlah seluruh waktu dalam kesepakatan kerja tertentu tidak boleh melebihi dari 3 (tiga) tahun. Walaupun demikian karena alasan-alasan yang mendesak untuk jenis pekerjaan tertentu dengan seizin Menteri Tenaga Kerja ketentuan tersebut dapat dikesampingkan. 42 Perpanjangan adalah melanjutkan hubungan kerja setelah PKWT berakhir tanpa hubungan baru setelah PKWT pertama berakhir melalui pemutusan hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. Dengan berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati dalam PKWT maka secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hukum. Mengenai berakhirnya hubungan kerja dalam kesepakatan kerja tertentu terdapat dua kemungkinan yaitu karena: 99 a. Demi hukum yaitu karena berakhirnya waktu atau objek yang diperjanjikan atau yang disepakati telah lampau. b. Pekerja meninggal dunia, dengan pengecualian jika yang meninggal dunia pihak pengusaha maka kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir, bahkan suatu kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir walaupun pengusaha jatuh pailit. 42 Djumadi, Op.Cit,hlm. 68

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hubungan Kerja Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

KOMPETENSI dan INDIKATOR

KOMPETENSI dan INDIKATOR HUBUNGAN KERJA KOMPETENSI dan INDIKATOR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang pengertian dankonsephubungankerjayang diaturdalamuu No. 13 Tahun 2003. INDIKATOR Mahasiswadiharapkanmampu:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Pengertian Tentang Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 25 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA 1 Oleh: Falentino Tampongangoy 2

PENERAPAN SISTEM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA 1 Oleh: Falentino Tampongangoy 2 PENERAPAN SISTEM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA 1 Oleh: Falentino Tampongangoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk dan isi perjanjian kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian tenaga kerja Dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengenai tenaga

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN 37 BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN A. Pengaturan tentang Hubungan Kerja Pada dasarnya hubungan

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING 15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

Miftakhul Huda, S.H., M.H

Miftakhul Huda, S.H., M.H Miftakhul Huda, S.H., M.H Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap Dapat mensyaratkan masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

H U B U N G A N K E R J A

H U B U N G A N K E R J A IX H U B U N G A N K E R J A HUBUNGAN KERJA TERJADI KARENA ADANYA PERJANJIAN KERJA Pengusaha Pekerja/buruh Secara tertulis / lisan ps 51 (1) Untuk waktu tertentu ps 56 (1) Untuk waktu tidak tertentu Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA. A. Perlindungan Hukum Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA. A. Perlindungan Hukum Pidana BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA A. Perlindungan Hukum Pidana Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat (3) yang berisi :

Lebih terperinci

Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum

Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum Sumiyati, Susanti Ita, Purwaningsih, S.S. E-mail: sumiyati@polban.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Rahasia Dagang 1. Penjelasan Rahasia Dagang Rahasia Dagang (Trade Secret) memegang peranan penting dalam ranah Hak Kekayaan Intelektual. Rahasia Dagang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan tenaga kerja adalah

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan tenaga kerja adalah BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan tenaga kerja adalah hubungan kerja berdasarkan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK A. Perjanjian pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata (Burgerlijke Wetboek) menyatakan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perjanjian Kerja Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dasri perjanjian yang dimana masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, yang keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM

OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM OLEH ANNA NUR NAZILAH CHAMIM Tujuan Umum Setelah mengikuti kuliah Hukum Perburuhan selama satu semester, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menganalisis masalahmasalah yang berkaitan dengan perburuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara 21 BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Pengusaha dan pekerja memililki hubungan yang disebut dengan hubungan kerja. Hubungan kerja dan

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA 2.1 Serikat Pekerja 2.1.1 Pengertian Serikat Pekerja Pengertian serikat pekerja/buruh menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA 2.1. Hakekat Diperlukannya Kerja Lembur Berbicara mengenai kerja lembur maka kita berbicara tentang suatu keadaan dan atau kegiatan bekerja

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGAKERJAAN

HUKUM KETENAGAKERJAAN HUKUM KETENAGAKERJAAN Oleh Suripno Pengantar Istilah : 1. Buruh 2. Pekerja 3. Karyawan 4. Pegawai Pengertian hukum ketenagakerjaan Secara yuridis Pengertian buruh: 1. Buruh: setiap orang yg bekerja pd

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) A. Pengertian Perjanjian, Perjanjian Bernama dan Tidak Bernamaserta Perjanjian Kerja

BAB III LANDASAN TEORI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) A. Pengertian Perjanjian, Perjanjian Bernama dan Tidak Bernamaserta Perjanjian Kerja BAB III LANDASAN TEORI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) A. Pengertian Perjanjian, Perjanjian Bernama dan Tidak Bernamaserta Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Jika membicarakan tentang defenisi

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.100/MEN/VI/2004 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam memenuhi kebutuhan hidup keseharian semua manusia yang telah memiliki usia produkuktif tentunya membutuhkan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan hidupnya

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013 MK. ETIKA PROFESI ETIKA BISNIS Smno.tnh.fpub2013 Pengertian Etika Pengertian; Etika kata Yunani ethos, berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika flsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA. A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA. A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja 1. Pengertian perjanjian kerja Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda biasa disebut

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

Kesepakatan/Perjanjian Kerja

Kesepakatan/Perjanjian Kerja Kesepakatan/Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja dan majikan didefinisikan sbb : Pekerja/buruh : setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 23 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Manusia selalu dituntut untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH POVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 34 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 3.1 Pelaporan Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Pemberi Pekerjaan Dengan Perusahaan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN

BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN A. Kualifikasi Akademik Minimum Undang-Undang Guru Dan Dosen Kualifikasi akademik

Lebih terperinci

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada 1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun 2003 2. Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada Perusahaan Lain Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 : Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA 31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN

BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN 42 BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN A. Perjanjian pada Umumnya Suatu perikatan adalah

Lebih terperinci

BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR

BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR Oleh : Citra Prameswari I Nyoman Mudana Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pada Artikel

Lebih terperinci

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560 2492 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2099, 2014 KEMENAKER. Peraturan Perusahaan. Pembuatan dan Pendaftaran. Perjanjian Kerja Sama. Pembuatan dan Pengesahan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA HOTEL ANDALUCIA DI KOTA JAYAPURA

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA HOTEL ANDALUCIA DI KOTA JAYAPURA ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA HOTEL ANDALUCIA DI KOTA JAYAPURA, SH.,MH 1 Abstrak : Dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pihak Pekerja dan pihak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai upaya dalam meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ii. KATA PENGANTAR.i

DAFTAR ISI ii. KATA PENGANTAR.i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.i DAFTAR ISI ii A. Pengertian...1 B. Bentuk Perjanjian Kerja...2 C. Perjanjian Perburuhan.4 D. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 6 a. Pemutusan Hubungan Kelja Oleh Majikan...6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING) BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING) A. Tinjauan Teoretis mengenai Tenaga Kerja Penyelia Jasa (Outsourcing) 1. Sejarah Hubungan Tenaga Kerja Hubungan perburuhan di

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; 7. Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Outsourcing 1. Pengertian Outsourcing Outsourcing dalam bidang ketenagakerjaan, diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB PERJANJIAN KERJA

TUGAS MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB PERJANJIAN KERJA TUGAS MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB PERJANJIAN KERJA TRI ATMADI NUGROHO 125030200111097 MOH. INTAN SIRI K 125030200111010 ALLISYA PUSPITA DEWI 125030201111010 RIZKI DWI SETIAWAN 125030207111146 JURUSAN

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat bertahan hidup secara utuh tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia semakin berkembang dan berdaya saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk meningkatkan kualitas kinerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN MATA KULIAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DOSEN : HASTORO WIDJAJANTO, SH. MH. SKS : 2 ( DUA ) TUJUAN : - MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA PEKERJA/BURUH DAN PEMILIK PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Umum tentang Pekerja/Buruh/Tenaga Kerja Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN SEWA TANAH

SURAT PERJANJIAN SEWA TANAH SURAT PERJANJIAN SEWA TANAH SURAT PERJANJIAN SEWA TANAH Saya yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama :.. Tempat, Tgl Lahir :.. Pekerjaan :.. Alamat :.... Nomor KTP/SIM :.. Dalam hal ini bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4 BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci