BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Tinjauan tentang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) a. Pengertian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 yang memuat Sistem Pendidikan Nasional, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu jalur pendidikan sekolah (formal), jalur pendidikan luar sekolah (non formal) dan informal. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan, meliputi kegiatan pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang diperlukan masyarakat. Kemudian disebutkan juga bahwa jenis pendidikan di Indonesia mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Selanjutnya definisi yang dikemukakan oleh Arif (2008) (mengutip House Commite on Educational and Labour dikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat pendidikan dasar trampil dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan ketrampilan bukan program terminal peserta didik kepada pilihan maksimal untuk melanjutkan Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan kejuruan memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik agar siap bekerja, baik bekerja secara mandiri maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Oleh karena itu, arah pengembangan pendidikan kejuruan diorientasikan pada pemenuhan permintaan pasar kerja, meskipun tidak menutup kemungkinan peserta didik melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 9

2 a) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa b) Mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi warga Negara yang berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan mandiri. c) Mengembangkan potensi peserta didik agar mereka memiliki kepedulian wawasan kebnagsaan memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia. d) Mengembangkan potensi peserta didik agar mereka memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif. 10 h Kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja, dan mengembangkan diri di k pendapat sebagai berikut: Pendidikan Kejuruan dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pendidikan khusus (specialited education), karena kelompok pelajaran atau program yang disediakan hanya dipilih oleh orang-orang yang memiliki minat khusus untuk mempersiapkan dirinya bagi lapangan pekerjaan di masa yang akan mendatang. Agar lapangan kerja khusus ini sukses, maka pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga terampil yang dibutuhkan di masyarakat (hlm.1). Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan adalah lembaga pendidikan pada jenjang menengah yang tujuan utamanya adalah untuk mempersiapkan peserta didiknya dalam memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan bidang keahliannya di masa yang akan datang dan menjadi tenaga terampil yang dibutuhkan masyarakat. b. Tujuan Sekolah Menengah Kejuruan Suatu institusi yang baik selalu mempunyai tujuan yang akan dicapai dalam meningkatkan kemampuan para peserta didiknya. Tujuan pendidikan SMK yang tercantum dalam kurikulum SMK edisi 2006 adalah: 1) Tujuan Umum

3 2) Tujuan Khusus a) Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mandiri mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan di dunia indistri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan tingkat kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya. b) Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet, dan gigih dalam berkompetisi, mampu beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional yang ada dalam bidang kealian yang diminatinya. c) Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih (hlm.7). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 26 ayat (3) menyatakan bahwa 11 kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan kejuruan adalah mendidik peserta didik agar menjadi warga negara yang produktif, adaptif dan kreatif serta bertanggungjawab untuk menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mengisi kebutuhan dunia kerja serta mampu mengembangkan diri. Untuk dapat merealisasikan tujuan-tujuan tersebut maka SMK menerapkan sistem pendidikan sistem ganda (PSG) yang dalam pelaksanannya adalah adanya kegiatan pembelajaran di dua tempat yaitu di sekolah dan di dunia usaha/industri. 2. Tinjauan tentang Pendidikan Sistem Ganda (PSG) a. Pengertian Pendidikan Sistem Ganda Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di SMK dilaksanakan mengacu pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda Pada Sekolah Menengah Kejuruan yang di dalamnya membahas mengenai pelaksanaan dan pelatihan bagi siswa SMK yang melakukan praktek kerja industri, baik yang dilaksanakan di sekolah maupun di dunia usaha/dunia industri. Dalam Dikmenjur

4 12 penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat Pada prinsipnya dalam pelaksanaan PSG, peserta didik belajar teori di sekolah dan belajar praktik sebagian di dunia usaha dan dunia industri. Program ini diarahkan pada pencapaian kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan jabatan-pekerjaan yang berlaku di lapangan kerja. Program pendidikan ini dapat tercapai jika ada kerjasama yang saling membutuhkan antara dunia pendidikan khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan dunia kerja. Tanpa peran serta dunia kerja dalam pendidikan maka untuk mencapai kemampuan profesional tidak akan tercapai. Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa PSG mempunyai dua tempat kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan berbasis sekolah (school based learning) dan berbasis kerja (work based Learning). Secara teoretis PSG diartikan sebagai program yang memadukan antara kegiatan di sekolah dengan kegiatan langsung di dunia kerja yang disesuaikan dengan bidang keahlian di masing-masing sekolah. Sedangkan secara teknis, PSG berarti menempatkan peserta didik untuk dapat terjun langsung ke dunia kerja sehingga pembelajaran yang didapatkan langsung mengenai praktik dalam bekerja. Menurut Djojonegoro (1999), penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan PSG bertujuan: (1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, ketrampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja; (2) meningkatkan dan memperkokoh keterkaitan dan kesepadanan/kecocokan (link and match) antara lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia kerja; (3) meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional dengan memanfaatkan sumberdaya pelatihan yang ada di dunia kerja; (4) memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan (hlm 75).

5 13 Pendidikan Sistem Ganda untuk Sekolah Menengah Kejuruan memiliki parameter yang meliputi standar profesi, standar pendidikan dan pelatihan, kerjasama dengan dunia usaha dan industri, pengujian dan sertifikasi, peraturan pendukung, nilai tambah, insentif, dan kelembagaan. Seperti yang dijelaskan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993): 1) Standar Profesi Mengenai kejelasan dan wewenang dalam melaksanakan suatu profesi. 2) Standar Pendidikan dan Pelatihan Terdiri atas isi, waktu, dan metode yang didalamnya membahas mengenai komponen-komponen dalam pendidikan dan pelatihan harus dipenuhi, waktu pelaksanaannya sesuai dengan UU No 2 tahun 1989 dengan metode-metode yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. 3) Pengujian dan Sertifikasi Kemampuan peserta didik dilakukan melalui uji profesi yang dilakukan oleh tim uji profesi yang terdiri dari unsur SMK dan pihak DU/DI. Peserta didik yang lulus akan diberikan sertifikat oleh tim uji profesi. 4) Kerjasama dengan DU/DI Pendidikan Sistem Ganda dapat terlaksana apabila terdapat hubungan kerjasama dengan institusi pasangan, karena itu pihka SMK harus berinisiatif untuk mendekati DU/DI agar mau menjadi institusi pasangannya. 5) Peraturan Pendukung Pelaksanaan PSG melibatkan banyak pihak lain, sehingga harus ada landasan yuridis dalam pelaksanannya. Namun karena belum ada peraturan yang mengatur maka dilakukan dengan membuat naskah kegiatan antara kedua belah pihak. 6) Nilai Tambah Kerjasama antara SMK dan DU/DI dilaksanakan untuk saling membantu, mengisi, dan melengkapi untuk kepentingan bersama. Tentunya nilai

6 14 tambah ini dirasakan oleh seluruh pihak baik pihak industri, sekolah, dan peserta didik. 7) Insentif Insentif merupakan salah satu cara yang digunakan agar DU/DI mau bekerjasama dengan SMK dalam pelaksanaan PSG, hal itu dilakukan dengan memberikan pengakuan dan penghargaan kepada industri yang telah bersedia menjadi institusi pasangan. 8) Kelembagaan Fungsi dari adanya kelembagaan yang mengatur kegiatan dalam mencapai tujuan dari PSG adalah untuk menjamin keefektivitasan pelaksanaan PSG. Dalam hal ini karena belum ada organisasi kelembagaan yang dimaksud maka dibentuklah majelis sekolah. Tujuan dari majelis sekolah untuk menentukan kebijaksanaan penyelenggaraan PSG di SMK yang keanggotannya tediri dari seluruh pihak yang terlibat dalam PSG. Dengan adanya kedelapan standar tersebut diharapkan pelaksanaan program PSG dapat berjalan dengan baik yang memadukan program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja. Pada pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan pemerintah memprioritaskan relevansi pendidikan pada kebutuhan dunia kerja melalui kebijaksanaan link and match. Program pendidikan sitem ganda merupakan implementasi dari SMK yang berorientasi pada dunia kerja, didasarkan pada kebijakan link and match (keterkaitan dan kesepadanan). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merumuskan bahwa secara filosofis link and match merupakan cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian integral dari kehidupan masyarakat. Secara harfiah link berarti ada pertautan, keterkaitan, atau hubungan interaktif, dan match berarti cocok, sesuai, serasi, atau sepadan. Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang dan dilaksanakan dalam kaitan yang harmonis dan selaras dengan aspirasi dan kebutuhan yang tumbuh dan berkembangan di masyarakat, sehingga hasilnya akan benar-benar sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakatnya.

7 15 Berdasarkan pengertian di atas maka dengan konsep link and match diharapkan ada kesesuaian pada penempatan kerja terhadap kegiatan magang yang dilakukan oleh peserta didik. Dengan adanya kesesuaian dan kesepadanan terhadap pengetahuan yang telah didapatkan sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilakukan pada saat prakerin di dunia kerja diharapkan peserta didik dapat memperoleh dan menggali ilmu yang lebih dalam lagi. 3. Tinjauan tentang Praktik Kerja Industri (Prakerin) a. Pengertian Prakerin Prakerin adalah bagian dari pendidikan sistem ganda (PSG) sebagai program bersama antara SMK dan Industri yang dilaksanakan di dunia usaha, industri. Dalam Kurikulum SMK Dikmenjur (2008), disebutkan: klat yang dikelola bersama-sama antara SMK dengan industri/asosiasi profesi sebagai institusi pasangan (IP), mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi dan sertifikasi yang merupakan satu kesatuan program dengan menggunakan berbagai bentuk alternatif pelaksanaan, seperti day release, block release, Lebih lanjut dalam Undang-Undang Prakerin Dikmendikti (2003), harus diselenggarakan oleh sekolah khususnya sekolah menengah kejuruan dan Penyelenggaraan Praktik Kerja Industri akan membantu peserta didik untuk memantapkan hasil belajar yang diperoleh di sekolah serta membekali peserta didik dengan pengalaman nyata sesuai dengan program studi yang dipilihnya. Dari beberapa pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini Prakerin didefinisikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan kegiatan pendidikan (teori) di sekolah dengan kegiatan pendidikan (praktik) di dunia industri. Dengan kata lain bahwa praktik kerja industri adalah suatu strategi dimana setiap peserta didik mengalami proses belajar melalui bekerja langsung (learning by doing) pada pekerjaan yang sesungguhnya. Dengan praktik kerja industri ini peserta didik memperoleh pengalaman dengan bahan kerja serta

8 membiasakan diri untuk meningkatkan kompetensi peserta didik di bidang keahlian tertentu dengan kegiatan pembelajaran di dunia kerja langsung yang terarah dan mendapat bimbingan langsung dari orang yang berpengalaman. Selanjutnya Suprijanto (2010) menyebutkan bahwa Prakerin sebagai bagian dari pendidikan sistem ganda (PSG) pada SMK merupakan bagian dari program bersama antara SMK dan Industri yang dilaksanakan di dunia usaha/dunia industri, program yang dilaksanakan di industri/perusahaan, meliputi: 1) Praktik dasar kejuruan, dapat dilaksanakan sebagian di sekolah, dan sebagian lainnya di industri, apabila industri pasangan memiliki fasilitas pelatihan di industrinya. Apabila industri tidak memiliki fasilitas pelatihan, maka kegiatan praktik dasar kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di sekolah; 2) Praktik keahlian produktif, dilaksanakan di industri dalam bentuk on the job training, berbentukkegiatan mengerjakan pekerjaan produksi atau jasa (pekerjaan sesungguhnya) di industri/perusahaan sesuai program keahliannya (hlm.280). b. Tujuan Prakerin Sesuai dengan pengertian dari praktik kerja industri maka dapat dijelaskan bahwa tujuan dari prakerin adalah untuk membentuk kesiapan peserta didik sejak awal untuk berhadapan langsung dengan dunia kerja. Dengan adanya kegiatan prakerin peserta didik diharapkan dapat bekerja secara profesional serta mengikuti peraturan yang berlaku di dunia usaha/dunia industri. Tujuan dari Praktik Kerja Industri menurut Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (2002), yaitu: 1) Mengukur kemampuan peserta didik SMK dalam menentukan potensi dalam mengikuti pelatihan Praktik Kerja Industri (Prakerin). 2) Menentukan peserta didik SMK yang ditempatkan atau menyalurkan untuk pelatihan Prskerin yang sesuai dengan spesifikasi bidang studi yang diharapakan oleh peserta didik SMK. 3) Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian berkualitas yaitu tenaga kerja yang memiliki keahlian berkualitas yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengeathuan ketrampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja. 4) Meningkatkan dan mengembangkan hubungan SMK dengan dunia usaha/dunia industri agar dapat meningkatkan mutu pendidikan menengah kejuruan yang berstandar nasional dan internasional. 5) Secara bersama-sama menetapkan langkah-langkah konkrit untuk melaksanakan lebih mantap bentuk dan jenis hubungan kerjasama. 16

9 6) Membuat komitmen bersama untuk dijadikan landasan pelaksanaan hubungan kerjasama (hlm.2). 4. Tinjauan tentang Manajemen a. Pengertian Manajemen 17 kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud- Dari beberapa definisi di atas dapat dirumuskan pengertian manajemen adalah sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menggerakkan sekelompok orang dan mengarahkan segenap fasilitas yang ada dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. b. Fungsi Manajemen Fungsi manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan manajer dalam menjalankan tugasnya untuk mengelola semua aspek. Seperti yang dijelaskan Terry (2005) bahwa klasifikasi fungsi manajemen itu menjadi empat jenis, yaitu: 1) Perencanaan (Planning) 2) Pengorganisasian (Organizing) 3) Penggerakkan (Actuating) 4) Pengawasan (Controlling) Perencanaan adalah rangkaian kegiatan pemikiran dan penentuan terhadap hal-hal yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan penyusunan bentuk dan pola kerjasama sebagai suatu kesatuan yang utuh dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Penggerakkan merupakan keseluruhan pelaksanaan atas hasil-hasil perencanaan dan pengorganisasian. Sedangkan pengawasan adalah serangkaian kegiatan untuk menjamin bahwa semua pekerjaan yang dilakukan ssuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

10 18 5. Tinjauan tentang Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Kerjasama menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kerja karena akan menjadi suatu daya dorong yang memiliki energi dan sinergisitas bagi pihak-phak yang tergabung dalam kegiatan kerjasama tersebut. Menurut Pamudji (200 dua pihak atau lebih yang berinteraksi atau menjalin hubungan-hubungan yang Sekolah sebagai lembaga pendidikan mesti berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu,sekolah mau tidak mau harus berhubungan dengan masyarakat. Bentuk hubungan tersebut baik dalam hubungan dinas, maupun hubungan dan kerjasama di luar kedinasan. Seperti yang dikemukakan Hasbullah (2010) sebagai berikut: Hubungan sekolah dengan masyarakat mencakup hubungan sekolah dengan sekolah lain, sekolah dengan pemerintahan setempat, sekolah dengan instansi dan jawatan lain dan sekolah dengan masyarakat pada umumnya. Hendaknya semua hubungan itu merupakan hubungan krjasama yang bersifat paedagogis, sosiologis, dan produktif yang dapat mendatangkan keuntungan dan perbaikan serta kemajuan bagi kedua belah pihak (hlm.124). Dari pengertian kerjasama di atas, maka ada beberapa aspek yang terkandung dalam kerjasama, yaitu: 1) Dua orang atau lebih, artinya kerjasama akan ada kalau ada minimal dua orang/pihak yang melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses tidaknya kerjasama tersebut ditentukan oleh peran dari kedua orang atau kedua pihak yang bekerjasama tersebut. 2) Aktivitas, menunjukkan bahwa kerjasama tersebut terjadi karena adanya aktivitas yang dikehendaki bersama, sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ini membutuhkan strategi (bisnis/usaha). 3) Tujuan/target, merupakan aspek yang menjadi sasaran dari kerjasama usaha tersebut, biasanya adalah keuntungan baik secara finansial maupun non finansial yang dirasakan atau diterima oleh kedua pihak.

11 4) Jangka waktu tertentu, menunjukkan bahwa kerjasama tersebut dibatasi oleh waktu, artinya ada kesepakan kedua pihak kapan kerjasama itu berakhir. Dalam hal ini, tentu saja setelah tujuan atau target yang dikehendaki telah tercapai. Pada prinsipnya kerjasama adalah kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan kedua belah pihak yang saling membantu, saling mengisi dan saling melengkapi untuk meraih keuntungan bersama. Dalam hal ini kerjasama dilakukan antara sekolah dengan DU/DI sebagai tuntutan dalam penerapan Pendidikan Sistem Ganda selagi program tersebut tidak menjadi beban dunia usaha/dunia industri, kerjasama tersebut dapat ditumbuh kembangkan sekaligus sebagai wujud atau peran serta dunia usaha/dunia industri dalam pembangunan nasional pada umumnya dan pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda khususnya. b. Prosedur Pelaksanaan Kerjasama Konsep PSG menjelaskan bahwa PSG dilaksanakan tidak hanya di sekolah tetapi juga di DU/DI. Hal ini menyuratkan bahwa PSG membutuhkan DU/DI sebagai partner SMK dalam penyelenggaraan PSG. Sebagai partner SMK, DU/DI memiliki peran penting dalam program PSG. Oleh karena itu, keberadaan DU/DI dapat dikatakan wajib dalam penyelenggaraan SMK. Peran DU/DI dalam pelaksanaan PSG oleh Slamet (1994) dijelaskan sebagai berikut: 1) Sebagai aktivis Sebagai aktivis, industri dituntut secara aktif memperbaiki pendidikan kejuruan melalui perannya sebagai tutor, role mode, penyumbang peralatan (fasilitator) dan sebagainya. Industri sudah merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional (SPN) sehingga industri dapat diberi wewenang untuk mewarnai isi dan proses pendidikan kejuruan. Industri dapat memberikan inspirasi kepada Kepala Sekolah untuk mengadakan improvisasi dalam kegiatan belajar mengajar agar selaras dengan perkembangan yang tersedia di dunia kerja. 2) Sebagai edukator Sebagai edukator DU/DI dituntut untuk memberikan pendidikan sebagai pelajaran jangka panjang. Tidak semua pelajaran dapat diberikan di sekolah. Sebagian pelajaran yang melengkapi kemapuan profesional peserta didik SMK diperoleh di DU/Di. Contoh pelajaran yang banyak diberikan melalui DU/DI selain 19

12 ketrampilan adalah peningkatan etos kerja dan disiplin peserta didik (hlm.5). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa DU/DI merupakan pihak yang terlibat langsung dalam program pendidikan sistem ganda. Dengan adanya DU/DI yang berperan sebagai fasilitator yaitu dengan memfasilitasi kegiatan yang dilakukan peserta didik pada saat magang, keterbatasan pihak sekolah dalam penyediaan alat praktik dapat terbantu, sehingga peserta didik tidak hanya paham mengenai teori yang sudah diberikan namun dapat mengaplikasikannya di kegiatan sehari-hari. Selain itu keberadaaan DU/DI yang juga sebagai edukator memberikan warna lain bagi peserta didik karena mereka langsung dibimbing dan diarahkan oleh seseorang yang profesional di bidangnya, dan peserta didik dilatih bagaimana cara menghargai waktu dalam pekerjaan, karena adanya peraturan yang mengikat di perusahaan bagi seluruh karyawan dan juga peserta prakerin. Berjalannya program pendidikan kejuruan sangat tergantung pada komitmen dari kedua belah pihak yaitu sekolah dan DU/DI dalam menjalankan kerjasama. Kerjasama yang baik dapat menimbulkan hasil yang baik pula yang daam hal ini adalah tercapainya tujuan SMK melalui program PSG. Menurut Isbianti (mengutip Direktorat Tenaga Kependidikan, 2007) menjelaskan hubungan sekolah yaitu SMK dan masyarakat yang dalam hal ini adalah DU/DI dilakukan dengan prosedur berikut: 1) Menganalisis Masyarakat Kegiatan pertama dalam pelaksanaan manajemen hubungan masyarakat adalah menganalisis masyarakat yang berkaitan dengan sasaran masyarakat, kondisi, karakter, kebutuhan dan keinginan masyarakat akan pendikan, problem yang dihadapi masyarakat serta aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya seperti kebiasaan, sikap, religius (fanatisme beragama) dan sebagainya. Hal ini sangat penting, karena pemahaman yang salah tentang kondisi masyarakat, akan menyebabkan program-program yang disususn dan dikembangkan oleh sekolah dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk pendidikan akan kurang tepat berkembang akibat kebijakan pendidikan oleh pejabat pendidikan termasuk kebijakan yang diambil oleh sekolah seperti tentang BOS, uang sumbangan penerimaan peserta didik baru dan lain-lain. Menganalisis masyarakat dalam konteks ini dapat dilakukan dengan mencari tahu informasi mengenai DU/DI yang dapat dijangkay oleh SMK 20

13 yang bersangkutan. Penelusuran informasi ini biasanya dilakukan setelah adanya kegiatan sosialisai mengenai program PSG yang diadakan oleh Dinas Pendidikan setempat yang juga mengundang berbagai macam DU/DI untuk diperkenalkan kepada SMK wilayah setempat. Penelusuran informasi dapat dilakukan melalui Dinas terkait (Dinas Pendidikan atau Dinas Tenaga Kerja). 2) Mengadakan Komunikasi Tahap kedua dalam hubungan sekolah dengan masyarakat adalah mengadakan komunikasi dengan masyarakat sasaran. Dalam konteks ini, setelah SMK memperoleh berbagai informasi yang diperlukan mengenai DU/DI, pihak SMK kemudian melakukan komunikasi dengan DU/DI yang sekiranya akan dibidik untuk diajak bekerjasama dakam pelaksanaan PSG. Komunikasi ini biasnya dilakukan secara langsung melalui suatu pertemuan. 3) Melibatkan Masyarakat Melibatkan masyarakat tidak hanya sekedar menyampaikan pesan saja, tapi menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai kegiatan dan program sekolah. Dalam konteks humas pendidikan yaitu PSG, pelibatan dilakukan jika sudah terjadi kontrak kerjasama anatara SMK dengan DU/DI yang ditandai dengan ditandatanganinya MoU. Jika MoU sudah ditandatangani artinya antara SMK dan DU/DI sudah memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang sudah disepakati bersama. Adanya kontrak tersebut dapat menjadi pedoman bagi kedua belah pihak untuk melaksanakan tugas masing-masing (2009:49). Berdasarkan prosedur yang dijelaskan di atas kegiatan kerjasama yang melibatkan masyarakat hanya sampai pada tahap kesepakatan terhadap kontrak antara kedua belah pihak yang dalam ini adalah SMK dengan DU/DI. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prosedur pelaksanaan kerjasama sangat penting keberadaannya karena dalam menjalin dan mengimplementasikan kerjasama berpedoman pada suatu peraturan yang baik. Dengan adanya panduan pelaksanaan kerjasama maka mekanisme pengelolaan kerjasama akan memiliki tolok ukur yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan. Berikut ini adalah konsep kerjasama di perguruan tinggi yang penyusunan pedoman ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Kerjasama Perguruan Tinggi di Indonesia dengan Perguruan Tinggi atau lembaga 21

14 22 lain di Luar Negeri. Berdasarkan landasan hukum tersebut maka dapat diperoleh suatu prosedur pelaksanaan kerjasama sebagai berikut: 1) Mempersiapkan pertemuan penandatanganan MoU kerjasama dengan menghubungi pihak-pihak terkait. 2) Penandatanganan MoU antara pihak terkait. 3) Mendistribusikan MoU kerjasama kepada pihak-pihak terkait dan mencatatnya pada barang daftar induk dokumen dan rekaman 4) Pelaksanaan Kerjasama yaitu melaksanakan kerjasama unit terkait MoU yang sudah ditandatangani. 5) Melakukan monitoring atas pelaksanaan semua kerjasama. 6) Jika dinilai ada masalah yang urgent dalam laporan kerjasama, semisal pelanggaran MoU maka dilakukan rapat evaluasi khusus untuk penanganan masalah terkait. 7) Mengadakan rapat tahunan dengan semua bagian terkait untuk mengevaluasi pelaksanaan semua kerjasama. 8) Menyusun laporan pelaksanaan kerjasama tahunan oleh unit kerjasama dengan membuat laporan evaluasi tahunan kerjasama dan menyerahkan kepada pihak yang berkepentingan. Adapun penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan tersebut dijelaskan dalam sebuah skema sebagai berikut:

15 23 Draf kerjasama telah disepakati 1. Persiapan Penandatanganan MoU 2. Penandatanganan MoU 3. Pendistribusian dan Pencatatan MoU 4. Pelaksanaan Kerjasama oleh pihak terkait 5. Monitoring Kerjasama 6. Rapat evaluasi khusus 7. Rapat Evaluasi Tahunan 8. Menyusun Laporan Evaluasi kerjasama Gambar 2.1 Skema Prosedur Pelaksanaan Kerjasama Perguruan Tinggi Selain kerjasama di perguruan tinggi, kerjasama yang biasanya umum terjadi di masyarakat adalah kegiatan kerjasama antar daerah. Pada prinsipnya setiap kerjasama memiliki tujuan yang sama sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan. Seperti dijelaskan dalam Peraturan

16 24 Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah bahwa prosedur pelaksanaannya dilakukan dengan: 1. Penawaran dan Usulan Kerjasama a. Kepala daerah atau salah satu pihak dapat memprakarsai atau menawarkan rencana kerja sama kepada kepala daerah yang lain dan pihak ketiga mengenai objek tertentu. b. Apabila para pihak menerima rencana kerja sama tersebut dapat ditingkatkan dengan membuat kesepakatan bersama dan menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama yang paling sedikit memuat: 1) subjek kerja sama; 2) objek kerja sama; 3) ruang lingkup kerja sama; 4) hak dan kewajiban para pihak; 5) jangka waktu kerja sama; 6) pengakhiran kerja sama; 7) keadaan memaksa; dan 8) penyelesaian perselisihan. c. Kepala daerah dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama melibatkan perangkat daerah terkait dan dapat meminta pendapat dan saran dari para pakar, perangkat daerah provinsi, Menteri dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait. d. Kepala daerah dapat menerbitkan Surat Kuasa untuk penyelesaian rancangan bentuk kerja sama. 2. Persetujuan Pelaksanaan Kerjasama a. Rencana kerja sama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan ketentuan apabila biaya kerja sama belum teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset

17 25 b. Untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap kerja sama daerah yang membebani daerah dan masyarakat, gubernur/bupati/wali kota menyampaikan surat dengan melampirkan rancangan perjanjian kerja sama kepala daerah kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan memberikan penjelasan mengenai: 1) tujuan kerja sama; 2) objek yang akan dikerjasamakan; 3) hak dan kewajiban meliputi: 4) jangka waktu kerja sama; dan 5) besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis pembebanannya. 3. Hasil Kerjasama Hasil kerja sama daerah dapat berupa uang, surat berharga dan aset, atau nonmaterial berupa keuntungan. 4. Pelaksanaan Kerjasama a. Apabila kerja sama antardaerah dalam satu provinsi terjadi perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: 1) musyawarah; atau 2) Keputusan Gubernur. b. Apabila kerja sama daerah provinsi dengan provinsi lain atau antara provinsi dengan kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi atau antara daerah kabupaten/kota dengan daerah kabupaten atau daerah kota dari provinsi yang berbeda terjadi perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: 1) musyawarah; atau 2) Keputusan Menteri. c. Berakhirnya suatu kerjasama terjadi apabila: 1) terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian 2) tujuan perjanjian tersebut telah tercapai;

18 26 3) terdapat perubahan mendasar yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan; 4) salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian; 5) dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; 6) muncul norma baru dalam peraturan perundang-undangan; 7) objek perjanjian hilang; 8) terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional; atau 9) berakhirnya masa perjanjian. 5. Pembinaan dan Pengawasan a. Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan umum atas kerja sama antardaerah provinsi atau antarkabupaten/kota dari lain provinsi. b. Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas kerja sama antardaerah provinsi atau antarkabupaten/kota dari lain provinsi. c. Pembinaan dan pengawasan dimulai dari penjajakan, negosiasi, penandatanganan, pelaksanaan sampai pengakhiran kerja sama. 6. Badan Kerja Sama a. Dalam rangka membantu kepala daerah melakukan kerja sama dengan daerah lain yang dilakukan secara terus menerus atau diperlukan waktu paling singkat 5 (lima) tahun, kepala daerah dapat membentuk badan kerja sama. b. Badan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 mempunyai tugas: 1) membantu melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kerja sama; 2) memberikan masukan dan saran kepada kepala daerah masingmasing mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan apabila ada permasalahan; dan 3) melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala daerah masingmasing.

19 Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dibentuk sebuah skema mengenai prosedur pelaksanaan kerjasama sebagai berikut: 27 Penawaran Kerjasama Draft Persetujuan Kerjasama Pelaksanaan Kerjasama (Penyelesaian Perselisihan dan berakhirnya Kerjasama Badan Kerjasama Pembinaan dan Pengawasan Hasil Kerjasama Gambar 2.2 Skema Tata Cara Kerjasama Antar Daerah Berdasarkan beberapa prosedur pelaksanaan kerjasama yang telah dijelaskan di atas bahwa masing-masing prosedur memiliki alur yang berbedabeda namun pada prinsipnya suatu kerjasama memiliki tujuan yang sama yaitu saling memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa agar kerjasama antara SMK dengan DU/DI dapat berjalan dengan baik maka sekolah harus menyinkronkan prosedur kerjasama di atas sesuai dengan kebutuhan di sekolah. Selanjutnya prosedur yang tepat untuk diaplikasikan oleh SMK adalah prosedur pelaksanaan kerjasama milik perguruan tinggi. Alasan yang mendasari untuk diterapkannya prosedur pelaksanaan tersebut adalah kelengkapan tahapan yang termuat di dalamnya. Pada prosedur pelaksanaan di sekolah hanya sampai pada proses kesepakatan perjanjian kerjasama jika dikaitkan dengan prinsip manajemen maka kurangnya penekanan pada tahapan actuating dan controlling. Sedangkan prosedur yang di terapkan di perguruan tinggi sampai pada pengawasan dalam bentuk monitoring dan rapat evaluasi untuk membahas pelaksanaan kerjasama tersebut. Selain itu karena perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan maka untuk tujuan dari pelaksanaan kerjasama itu sendiri tidak akan

20 jauh berbeda sehingga bisa diterapkan di SMK. Lebih lanjut dijelaskan mengenai kerjasama antar daerah, pada intinya prosedur pelaksanaan tersebut baik, namun jika diterapkan di SMK mungkin kurang tepat karena prosesnya yang terlalu rumit. Hal itu terlihat dari tahapan-tahapan yang melibatkan pihak ketiga lainnya dalam prosedur pelaksanaan. Jika SMK dapat mengembangkan dan menerapkan prosedur yang berlaku pada perguruan tinggi maka pelaksanaan kerjasama akan berjalan dengan baik. c. Upaya Menjalin Kerjasama antara Sekolah dengan DU/DI Untuk mewujudkan visi dan misi sekolah sesuai dengan paradigma pendidikan kejuruan, perlu pemberdayaan masyarakat dan lingkungan sekolah secara optimal. Hal ini penting karena sekolah memerlukan masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Tercapainya tujuan SMK antara lain ditentukan oleh sejauhmana terjadinya keterkaitan dan kecocokan antara apa yang ada di sekolah dengan apa yang terjadi di dunia usaha/dunia industri. Berfungsinya lembaga pendidikan formal memberikan bekal-bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relevan bagi dunia kerja secara langsung membawa pengaruh terhadap lapangan kerja di masyarakat, sedikit banyak dipengaruhi oleh produk-produk atau luaran (output) sistem pendidikan persekolahan itu sendiri. Terwujudnya suatu kerjasama tentu saja tidak serta merta terjalin tanpa adanya suatu langkah permulaan. Menurut Slamet (1994), langkah awal sebelum memulai suatu kerjasama suatu SMK sebaiknya melakukan hal-hal berikut ini: 1) Mensosialisasikan konsep PSG kepada semua pihak yang terkait agar mereka benar-benar memahami konsep PSG. 2) Menciptakan dan meningkatkan komunikasi antara SMK dengan DU/DI 3) Menciptakan dan melaksanakan mekanisme perencanaan dan pengambilan keputusan secara bersama 4) Mendiskusikan cara-cara melaksanakan PSG dengan pihak DU/DI dan pihak terkait lainnya 5) Mengusahakan adanya jaminan komitmen dari SMK dan DU/DI 6) Merumuskan keuntungan-keuntungan bagi pihak yang terlibat dalam sistem ganda. 28

21 7) Secara bersama-sama membuat aturan main pelaksanaan PSG (hlm.6) 29 Langkah-langkah yang telah dijelaskan secara konkret sebagai langkah persiapan untuk menjalin kerjasama antar SMK dengan DU/DI menurut Isbianti (2009) adalah sebagai berikut: 1) Sekolah mengkaji berbagai industri dan lembaga yang potensial yang ada di sekitar wilayahnya yang antara lain meliputi: a) Jenis dunia usaha b) Aktivitas proses produksi yang meliputi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau lembaga tersebut. c) Kualifikasi tenaga kerja yang meliputi jabatan-jabatan tenaga kerja yang ada, tugas-tugas yang dikerjakan, serta keahlian/ketrampilan apa saja yang mungkin diperoleh di perusahaan tersebut. d) Fasilitas praktik atau fasilitas produksi yang tersedia. e) Daya tampung atau kemungkinan jumlah peserta didik yang bisa diterima untuk pelatihan. f) Kualifikasi lembaga, apakah tergolong perusahaan besar, menengah, atau kecil. 2) Melakukan pengkajian terhadap semua ketrampilan yang sesuai dan dapat diperoleh di setiap industri. Dalam hal ini, pada bagian atau divisi dan sub bagian di industri apa sajakah ketrampilan yang sesuai dapat diperoleh peserta PSG untuk masing-masing program studi. 3) Sekolah melalui majelis sekolah atau komite sekolah merintis kerjasama dengan industri Atau perusahaan yang sesuai dengan standar keahlian atau ketrampilan tiap-tiap program studi. Dalam hal ini sekolah membuat kerjasama dengan DU/DI secara tertulis tentang pelaksanaan PSG atau biasa disebut dengan Memorandum of Understanding (MoU) yang memuat : a) Hak dan kewajiban DU/DI dalam melaksanakan PSG b) Hak dan kewajiban sekolah dalam melaksanakan PSG c) Penyusunan atau sinkronisasi kurikulum PSG atau bahan ajar d) Mekanisme dan prosedur pelaksanaan PSG e) Pembiayaan f) Pengawasan dan pengendalian mutu PSG g) Uji kompetensi h) Seleksi peserta didik i) Pemasaran tamatan j) Hal-hal lain yang dianggap penting Dengan adanya langkah-langkah yang baik dalam persiapan menjalin kerjasama jika direncanakan dengan matang antara kedua belah pihak maka

22 30 pelaksanaan kegiatannya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Dalam hal ini tahap perencanaan di manajemen menjadi sangat penting untuk mengawali suatu hubungan kerjasama agar tercipta sinkronisasi antara kebutuhan sekolah dengan DU/DI. Selain itu fungsi institusi pasangan sebagai mitra penyelenggaraan pendidikan dengan pihak sekolah menurut penjelasan di atas adalah melaksanakan kegiatan dengan perumusan bersama tentang pola/sistem penerimaan peserta didik baru, kemudian institusi pasangan juga terlibat dalam penyusunan kurikulum dan pengaturan bersama keterlaksanaan pembelajaran baik di sekolah maupun di dunia usaha/industri. Lalu pihak institusi pasangan juga berhak melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi serta melakukan evaluasi pelaksanaan terhadap peserta didik. Berdasarkan teori-teori yang telah disampaikan maka kegiatan kerjasama yang akan terjadi antara kedua belah pihak memerlukan suatu sistem yang baik. Hal itu dilakukan dengan lebih menekankan dan memperhatikan fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan. Jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik kemudian dilanjutkan dengan penerapan kerjasama sesuai dengan prosedur pelaksanaan maka diharapkan akan tercipta hubungan kerjasama yang bersinergi dengan baik antara kedua belah pihak. B. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dilakukan oleh Wibowo (2012). Hasil penelitian tentang manajemen hubungan masyarakat antara sekolah dan dunia usaha/dunia industri dalam kegiatan prakerin yaitu (1) perencanaan praktik kerja industri di SMK Negeri 1 Pujon sudah sesuai dengan tujuan prakerin; (2) Pengorganisasian kegiatan prakerin melibatkan kepala program, waka humas, kepala sekolah, dan komite sekolah; (3) pelaksanaan prakerin sudah dilakukan dengan baik karena dilaksanakan, berkoordinasi dengan orangtua siswa, dan melakukan pembekalan program, serta kegiatan prakerin ini humas tidak bekerja sendiri; (4) Dampak kegiatan humas yang dilakukan untuk kegiatan prakerin karena telah memperkenalkan lembaga sekolah kepada masyarakat luas secara umum; (5) Evaluasi kegiatan humas untuk prakerin dilakukan minimal selama 4 bulan.

23 31 Pada saat evaluasi pihak humas sudah melihat dan meneliti sejauh mana perkembangan dunia industri yang cocok atau relevan untuk kebutuhan perkembangan siswa di dalam kegiatan prakerin. Persamaan penelitian ini adalah meneliti suatu manajemen dalam sekolah yang berhubungan dengan pihak luar terutama dalam kegiatan prakerin sehingga diperoleh hasil adanya hubungan yang baik antara sekolah dengan dunia usaha/dunia industri. Perbedaannya adalah bahwa dalam penelitian sebelumnya menekankan pada konsep manajemen hubungan masyarakat dengan konsep manajemen POAC sedangkan penelitian ini mengenai manajemen kerjasama antara sekolah dengan DU/DI. Dari persamaan dan perbedaan yang telah dijelaskan maka dengan adanya penelitian yang akan dilakukan merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, karena tidak hanya meneliti mengenai manajemen antara sekolah dengan pihak lain namun juga mengkaji prosedur pelaksanaannya sehingga jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dapat dijadikan masukan untuk lebih mengoptimalkan suatu kerjasama di waktu yang akan datang. 2. Penelitian dilakukan oleh Indaryanto (2009) tentang pelaksanaan prakerin untuk meningkatkan kemampuan produktif siswa SMK. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Langkah-langkah yang di tempuh Program Keahlian Teknik Bangunan SMK N 5 Surakarta sudah sesuai yaitu sinkronisasi industri baru, MoU, dan sosialisasi sudah berjalan dengan baik (2) Kemampuan peserta didik sudah dikatakan relevan dengan tuntutan dunia industri meskipun hanya kemampuan dasarnya saja (3) Hambatan yang dihadapi oleh SMK N 5 Surakarta antara lain: (a) Jenis pekerjaan yang diberikan kepada peserta didik Prakerin kurang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (b) Tempat Prakerin yang jauh dari tempat tinggal peserta didik (c) Kurang optimalnya pembimbingan yang dilakukan oleh pihak sekolah. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini juga membahas mengenai sinkronisasi pelaksanaan prakerin di dunia usaha/dunia industri. Perbedaannya adalah bahwa dalam penelitian sebelumnya menitikberatkan prakerin pada peningkatan kemampuan produktif, sedangkan

24 32 penelitian ini menganalisis manajemen kerjasama dalam kegiatan prakerin. Kemudian dapat dipastikan bahwa penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya karena hasil penelitian sebelumnya menyebutkan adanya jenis pekerjaan yang kurang sesuai, sehingga dengan adanya penelitian ini dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan kurang optimalnya pelaksanaan prakerin. 3. Penelitian dilakukan oleh Soeprijanto (2010) tentang daya dukung industri terhadap kegiatan prakerin. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Sebagian besar pimpinan industri mitra SMK 27 menyatakan sangat mendukung program praktik kerja industri di Perusahaan yang dipimpin; 2) Bentuk-bentuk dukungan yang diberikan Industri untuk peserta didik Prakerin meliputi: menjadikan Prakerin sebagai tetap perusahaan, menerima peserta didik Prakerin lebih dari 5x dalam setahun, Industri berinisiatif memberikan informasi kesempatan Prakerin kepada sekolah; dan 3) Pelaksanaan Prakerin Industri mitra SMK 27 Jakarta telah terlaksana dengan baik hal ini ditujukan dengan adanya penempatan peserta didik sesuai dengan bidang keahliannya, adanya bimbingan dari pihak industri, pemberian kesempatan kepada sekolah untuk memonitor pelaksanaan praktik industri. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pembahasan mengenai program prakerin. Namun perbedaannya sangat signifikan karena dalam penelitian sebelumnya menekankan pada daya dukung industri terhadap prakerin, sementara penlitian ini lebih fokus pada manajemen kerjasamanya. Namun yang dapat dijadikan pedoman adalah pada hasil penelitian menyebutkan bahwa pelaksanaan prakerin telah terlaksana dengan baik, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana suatu kerjasama dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Virtanen (2008). Dalam penelitian ini, menilai bagaimana hubungan antara pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di dunia kerja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum 41% peserta didik menyatakan bahwa, peserta didik puas dengan hubungan yang tercipta antara pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di dunia kerja dan

25 33 hubungan antara pimpinan sekolah menengah kejuruan dengan pimpinan di dunia kerja. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah meneliti mengenai hubungan antara sekolah dengan dunia usaha/dunia industri dalam bidang pembelajaran di dunia kerja. Perbedaannya adalah penelitian sebelumnya tidak membahas mengenai manajemen di sekolah hanya sebatas hubungan antara pimpinan sekolah menengah kejuruan dengan pimpinan dunia kerja sedangkan penelitian ini membahas manajemen dalam kerjasama antara kedua belah pihak. Jadi penelitian ini merupakan pengembangan terhadap hasil penelitian sebelumnya yaitu untuk mencari tahu bagaimana suatu kerjasama dapat berjalan dengan baik sehingga memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. 5. Penelitian dilakukan oleh Isbianti (2009) tentang peran humas sebagai upaya menjalin kerjasama. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Humas berhasil akan memberikan kontribusi yang besar terhadap perintisan dan pemeliharaan kerjasama antara SMK dengan DU/DI. Dalam rangkaian kegiatan humas, arus informasi sangat penting baik itu informasi masuk maupun informasi yang keluar. Sasaran informasi dapat berupa masyarakat intern maupun ekstern. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama membahas mengenai kerjasama antara sekolah dengan dunia usaha/dunia industri sehingga dapat mengetahui pelaksanaan kerjasama di sekolah yang dalam hal ini adalah tanggungjawab dari waka kehumasan. Perbedaannya adalah jika dalam penelitian sebelumnya menekankan pada peran humas saja sedangkan pada penelitian ini membahas keseluruhan pihak terkait dari kepala sekolah, waka kehumasan dan guru-guru yang terlibat dalam kegiatan kerjasama. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini juga merupakan penelitian pengembangan dari penelitian sebelumnya karena cakupan pembahasan tidak hanya peranan humas saja tetapi mengenai manajemen kerjasama serta prosedur pelaksanaannya sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi hasil penelitian sebelumnya.

26 34 C. Kerangka Berpikir Dunia usaha dan industri yang semakin berkembang sangat membutuhkan tenaga terampil yang siap kerja sesuai dengan keahlian tertentu. Oleh karena itu sekolah menengah kejuruan sebagai sarana pendidikan menengah kejuruan selalu dituntut untuk berupaya sebaik mungkin agar dapat memenuhi kebutuhan dunia industri tersebut dengan mencetak tenaga terampil yang siap bekerja sesuai dengan keahlian. Salah satu alasan dilaksanakan prakerin adalah program ini diselenggarakan di dunia industri langsung, sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman secara nyata di dunia kerja. Peserta didik diharapkan dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Kemampuan peserta didik yang dimaksud adalah kemampuan yang sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing yang didapat selama proses belajar mengajar di sekolah. Dengan adanya prakerin dapat mengetahui relevansi kemampuan peserta didik dengan pekerjaan yang ada di dunia industri Tujuan dari pendidikan menengah kejuruan adalah menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah yang kompeten, hal tersebut dimulai dari penerapan program PSG yaitu adanya kegiatan Prakerin pada dunia usaha/dunia industri. Dalam pelaksanaan prakerin diawali dengan adanya kerjasama antara SMK dengan DU/DI yang didalamnya terjadi kesepakatan sesuai dengan aturan-aturan yang tercantum dalam MoU. Apabila kerjasama antara sekolah dengan DU/DI telah berjalan dengan baik maka hasil yang akan diperoleh adalah adanya sinergisitas antara kedua belah pihak yang akan menciptakan peserta didik yang siap bersaing dengan kompetitornya di luar sana. Namun ketika pelaksanaan kerjasama tersebut belum optimal, perlu adanya analisis terhadap permasalahan tersebut yaitu dengan mengidentifikasi manajemen kerjasama antara sekolah dengan DU/DI agar terlihat suatu manajemen yang utuh dalam pelaksanaan kerjasama tersebut. Kemudian menganalisis apakah kerjasama yang telah dilakukan telah sesuai dengan prosedur pelaksanaan. Dari hal tersebut akan dapat diketahui kendalakendala yang terjadi dan upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi.

27 35 Dengan adanya identifikasi terhadap hal-hal yang telah disebutkan di atas maka diharapkan akan menjadi sebuah masukan bagi institusi agar pelaksanaan kerjasama lebih baik sehingga tujuan dan sasaran yang telah direncanakan sebelumnya dapat terealisasi dengan baik. Adapun skema dari kerangka berpikir di atas adalah sebagai berikut:

28 36 Penerapan PSG dalam bentuk Prakerin di DU/DI Terjalin hubungan kerjasama antara SMK dengan DU/DI Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak Adanya prosedur pelaksanaan kerjasama Apakah sudah sesuai? Sudah Belum Adanya kerjasama yang bersinergi dengan baik antara SMK Mengidentifikasi manajemen kerjasama Menganalisis kesesuaian dengan prosedur pelaksanaan Menganalisis kendala pelaksanaan Prakerin Menjadi masukan bagi sekolah agar dapat mengoptimalkan kembali kegiatan prakerin di DU/DI Adanya kerjasama yang bersinergi dengan baik antara SMK dan DU/DI Gambar 2.3 Skema kerangka berpikir

I PENDAHULUAN. dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan

I PENDAHULUAN. dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan penting di dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Terutama dalam menghadapi arus globalisasi saat ini, dimana perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditengah ketatnya persaingan dalam memasuki dunia kerja, para calon tenaga kerja dituntut untuk memiliki mental kuat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan sesuai

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori 1. Praktek Kerja Industri (Prakerin) a. Pengertian Praktik Kerja Industri Pembelajaran di dunia kerja adalah suatu strategi dimana setiap peserta mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lutfia, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lutfia, 2013 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan dasar. Pendidikan Menengah Kejuruan merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran DUDI terhadap implementasi pendidikan sistem ganda di SMKN 1 Salatiga, dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi ini pembangunan sumber daya manusia memiliki arti yang sangat penting. Dalam era tersebut diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDABULUAN. Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapat pencerahan di

BAB I PENDABULUAN. Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapat pencerahan di BAB I PENDABULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapat pencerahan di dalam pelaksanaannya sejak disahkannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 P E N D A H U L U A N

BAB 1 P E N D A H U L U A N BAB 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Undang-undang No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agus Muharam, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agus Muharam, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal menengah yang secara khusus mempersiapkan peserta didiknya untuk siap bekerja di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang perlu bagi kehidupannya dalam masyarakat, baik sebagai anggota. hidup di dalam masyarakat (Purwanto, 2007: 24).

BAB I PENDAHULUAN. anak yang perlu bagi kehidupannya dalam masyarakat, baik sebagai anggota. hidup di dalam masyarakat (Purwanto, 2007: 24). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pendidikan ialah membentuk manusia untuk menjadi warga negara yang baik. Untuk itu, sekolah-sekolah diajarkan segala sesuatu kepada anak yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS) mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat pada saat ini. Sejalan dengan itu persaingan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan bangsa Indonesia sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa diatur dalam Undang-Undang Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 Depdiknas (2006: 8) menyebutkan bahwa Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA

PENGELOLAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA PENGELOLAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA (Studi Situs SMK Muhammadiyah 2 Cepu) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuannya dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Sebagai upaya yang bukan saja membuahkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan 161 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda Pelaksanaan pendidikan di SMK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang tercapainya pembangunan nasional, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 dinyatakan bahwa negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan tersebut, setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan dunia kerja erat hubungannya dengan dunia pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan bagi bangsa Indonesia selalu mendapat perhatian mutlak bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu program SMK adalah dengan adanya Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu program SMK adalah dengan adanya Pendidikan Sistem Ganda (PSG) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kejuruan merupakan salah satu jenis pendidikan yang mempunyai tugas mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Seperti yang dinyatakan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 2004,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 6 2012 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini setiap Negara di seluruh dunia semakin terbuka dalam segala bidang usaha seperti bidang politik, bidang industri, bidang pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis sesuai dengan perubahan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional saat ini sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu diantara kebutuhan pokok manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan perubahan pemahaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu yang sangat besar dan mendasar, karena menyangkut kualitas suatu bangsa. Pendidikan juga berarti menyiapkan kaderkader bangsa siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan persoalan yang paling mendasar yang dihadapi dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sekolah yang bertujuan menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan dan keahlian agar dapat langsung bekerja sesuai dengan minat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja yang semakin ketat dan kompetitif. Melalui kesepakatan global ini, tenaga kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun BAB I PENDUHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun 2003 tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Kualitas suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha/dunia industri maupun sebagai wiraswasta. Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. usaha/dunia industri maupun sebagai wiraswasta. Peraturan Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga Pendidikan tingkat menengah, diselenggarakan untuk menghasilkan tamatan calon tenaga kelas kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sekolah menengah umum dan kejuruan sedikit ada. perbedaan, dimana Sekolah menengah umum lebih menekankan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sekolah menengah umum dan kejuruan sedikit ada. perbedaan, dimana Sekolah menengah umum lebih menekankan untuk BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah menengah umum dan kejuruan sedikit ada perbedaan, dimana Sekolah menengah umum lebih menekankan untuk menyiapkan siswa untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah proses pembentukan individu untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lulusan yang siap terjun secara profesional dan ikut bergerak di dunia usaha atau

BAB I PENDAHULUAN. lulusan yang siap terjun secara profesional dan ikut bergerak di dunia usaha atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan yang dilakukan untuk mencapai kualitas Sumber Daya Manusia perlu disiapkan peserta didik yang mau bekerja keras, memiliki kemampuan, keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Salah satu bagian dari Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peran dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peran dalam A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peran dalam membentuk dan mengembangkan pribadi bangsa yang berkualitas. Pendidikan diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang memiliki peran dalam membentuk dan mengembangkan pribadi bangsa yang berkualitas. Pendidikan diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia Relevansi Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada Sekolah Kejuruan dengan Kebutuhan Dunia Kerja Oleh: Aaltje D. Ch. Wayong Dosen Fakultas Teknik UNIMA Abstrak Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan bertujuan untuk mendewasakan dan mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia, baik dari segi kecerdasan intelektual, emosional, spiritual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini menuntut manusia terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai bidang khususnya bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gun Gun Gunawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gun Gun Gunawan, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan mampu melahirkan calon-calon penerus pembangunan yang sabar, kompeten, mandiri, kritis, rasional, cerdas, kreatif, dan siap menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan dalam pendidikan nasional (pendidikan menengah) yang mempersiapkan peserta didik terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. Pendidikan yang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup terdiri dari: 1) kesimpulan, 2)

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup terdiri dari: 1) kesimpulan, 2) BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Bagian ini merupakan bab penutup terdiri dari: 1) kesimpulan, 2) implikasi, dan 3) saran. 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dihasilkan berdasarkan temuan dan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan baik dilihat dari sudut pandang internal berhubungan dengan pembangunan bangsa maupun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan sekolah didirikan, kurikulum disusun dan guru diangkat serta sarana dan prasarana pendidikan diadakan semuanya untuk kepentingan siswa atau anak didik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan informasi serta persaingan yang ketat di antara organisasiorganisasi.

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan informasi serta persaingan yang ketat di antara organisasiorganisasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kita telah memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya keterbukaan informasi serta persaingan yang ketat di antara organisasiorganisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan sengaja, sadar dan berencana yang membiasakan para warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat dengan perkembangan, oleh karena itu perubahan dan perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja yang berada di front line sebagian besar adalah tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja yang berada di front line sebagian besar adalah tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan industri suatu bangsa bisa dikatakan sangat ditentukan oleh kualitas tenaga kerja terampil yang terlibat langsung dalam proses produksi, disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi dari laboring menjadi manufacturing dalam arti tenaga kerja manusia

BAB I PENDAHULUAN. produksi dari laboring menjadi manufacturing dalam arti tenaga kerja manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi, pada derajad tertentu, mengimplikasikan pergeseran proses produksi dari laboring menjadi manufacturing dalam arti tenaga kerja manusia tergantikan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Bagian ini merupakan bab penutup terdiri dari: 1) Kesimpulan, 2) Implikasi, dan 3) Saran. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat untuk menghadapi era globalisasi, bukan hanya masyarakat terpencil saja bahkan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggalarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang yang menganggur. Maka semakin dirasakan pentingnya dunia usaha. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, salah satu masalah yang menarik untuk dikaji yaitu berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan adalah mengenai kesiapan kerja siswa. Saat ini, banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dan anak pada khususnya. Sebenarnya pendidikan telah dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dan anak pada khususnya. Sebenarnya pendidikan telah dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan anak pada khususnya. Sebenarnya pendidikan telah dilaksanakan sepanjang sejarah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa kerjasama Daerah merupakan sarana

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KURIKULUM SMK EDISI 2004

KURIKULUM SMK EDISI 2004 KURIKULUM SMK EDISI 2004 Sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah kajuruan merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan peserta didik

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN TENAGA AD MINISTRASI SEKOLAH TERHAD AP MUTU LAYANAN D I LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE-KOTA BAND UNG

2015 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN TENAGA AD MINISTRASI SEKOLAH TERHAD AP MUTU LAYANAN D I LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE-KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu menghasilkan output yang kompetitif dalam menghadapi persaingan serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang membangun, melalui pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju. Untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang kemajuan bangsa dan negara di masa depan, sehingga kualitas pendidikan dapat menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan sumber daya manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisah antara unsur yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem-sistem kehidupan

Lebih terperinci