DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN"

Transkripsi

1 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012

2 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman Perkebunan di Daerah tahun 2013 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, dan Tujuan; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pengadaan Barang; Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VII. Pembiayaan; serta Bab VIII. Penutup. Pedoman Teknis ini sebagai acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih spesifik berdasarkan kondisi daerah setempat. i

3 Semoga Pedoman Teknis ini dapat memberi manfaat bagi pelaksanaan kegiatan di daerah sesuai dengan target dan sasaran yang direncanakan. Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Ir. Gamal Nasir, MS. Nip ii

4 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Sasaran Kegiatan... 3 C. Tujuan... 4 II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 5 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan... 5 B. Spesifikasi Teknis III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan C. Lokasi, Jenis dan Volume D. Simpul Kritis IV. PENGADAAN BARANG V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN. 52 iii

5 VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN VII. PEMBIAYAAN VIII. PENUTUP LAMPIRAN iv

6 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Jamur) Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Nematoda) Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi APH (Golongan Parasitoid) Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kopi Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Cengkeh Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Lada Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Pala Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kakao Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tembakau Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kapas Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Karet Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Jambu Mete v

7 16. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Kopi Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Cengkeh Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Lada Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Pala Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Kakao Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Tebu Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Tembakau Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Kapas Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Kelapa Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Karet Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Jambu Mete Jenis dan Volume Komponen Demplot Pengendalian OPT Kopi Jenis dan Volume Komponen Demplot Pengendalian OPT Lada Jenis dan Volume Komponen Demplot Pengendalian OPT Karet vi

8 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luas areal perkebunan di Indonesia sampai dengan tahun 2011 diperkirakan sekitar 21,21 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70 % dari total areal perkebunan. Produktivitas rata-rata tanaman masih rendah yaitu sekitar 58 % dari potensi. Rendahnya produktivitas tersebut antara lain salah satunya disebabkan oleh adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan hasil dan penurunan kualitas produk. Kerugian akibat serangan OPT pada 13 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, pala, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau dan kapas pada tahun 2011 diperkirakan sekitar Rp. 2,43 trilyun. Hama PBK, penyakit VSD, dan busuk buah pada kakao; Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); Penyakit Busuk Pangkal Batang dan ganggang pirang pada lada; Jamur Akar Putih dan KAS pada karet; hama Sexava sp, Oryctes sp, Brontispa sp, tungau (Aceria sp. dan penyakit busuk pucuk pada kelapa; Hama Helopeltis sp, Jamur Akar Putih dan Jamur Akar Coklat pada jambu mete; Hama 1

9 Ulat Api dan Penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp) pada kelapa sawit; Hama Uret, Tikus, penggerek batang dan pucuk pada tebu; Hama Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora sp. Pada tembakau; penyakit layu bakteri, budok dan nematode pada nilam; hama penggerek buah Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx sp. dan Spodoptera sp. Pada kapas; hama Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada teh; hama penggerek batang Nothopeus sp. dan penyakit BPKC pada cengkeh; penggerek batang dan penyakit busuk pangkal batang pada pala, masih menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu hasil. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/07.210/9/97, tentang Pedoman Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian hama dan penyakit masih belum optimal karena luas areal yang harus dikendalikan jauh lebih luas dibandingkan dengan luas areal yang dikendalikan. Selain itu masih rendahnya kesadaran petani untuk melakukan pengendalian secara swadaya dan belum diterapkannya prinsip pengendalian hama terpadu secara konsisten di tingkat lahan usahatani. Untuk meningkatkan efektifitas 2

10 pengendalian maka kegiatan pengendalian OPT diupayakan dilakukan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan. Pengendalian harus dilakukan secara serentak pada areal yang relatif kompak, dilakukan secara berulang sehingga mampu menurunkan tingkat serangan dan menumbuhkan kesadaran bagi petani untuk melakukan kegiatan pengendalian secara mandiri. Untuk meminimalkan kerugian hasil akibat serangan OPT pada tahun anggaran 2013 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tahunan di 19 provinsi; pengendalian OPT pada tanaman semusim di 11 provinsi; dan pengendalian OPT pada tanaman rempah dan penyegar di 10 provinsi. Kegiatan pengendalian tersebut meliputi persiapan, sosialisasi, pelaksanaan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, serta konsultasi ke pusat. B. Sasaran Kegiatan Sasaran kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan pada tahun 2013 adalah terkendalinya serangan OPT seluas Ha atau penurunan luas serangan OPT 1 (satu) persen sehingga dapat mendukung 3

11 peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. C. Tujuan Tujuan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan adalah untuk mengendalikan OPT tanaman perkebunan pada pusat-pusat serangan agar terkendali dan meluas terhadap areal lainnya. 4

12 II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Pendekatan Umum Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan. 1.1 SK Tim Pelaksana Kegiatan a. Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. b. Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi. c. Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota. 5

13 1.2 Rencana kerja Rencana kerja pelaksanaan masingmasing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan. 1.3 Juklak, Juknis Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan. 1.4 Revisi Pengajuan revisi kegiatan paling lambat bulan Februari 2013 dan diajukan oleh KPA masing-masing Satker. 1.5 Koordinasi dan Sosialisasi Koordinasi dilakukan oleh pelaksana dengan BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan pengendalian/pihak terkait. 6

14 1.6 Pelelangan/pengadaan Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan kontrak diupayakan ditandatangani paling lambat bulan Maret Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya. 1.7 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi dilakukan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali disesuaikan dengan sumber daya yang ada. 1.8 Laporan a. Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV. b. Laporan akhir kegiatan disampaikan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember

15 2. Prinsip Pendekatan Teknis 2.1 Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan a. CP/CL 1) Calon petani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif. 2) Calon lokasi pengendalian OPT merupakan satu hamparan yang relatif kompak dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan. 3) CP/CL untuk kegiatan TP Provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. 4) CP/CL untuk kegiatan TP Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan. b. Sosialisasi kepada petani dan pihak terkait lainnya dilakukan sebelum pelaksanaan pengendalian. 8

16 c. Pengamatan 1) Pengamatan awal dilakukan sebelum pelaksanaan pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan OPT, serta teknik pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan. 2) Pengamatan akhir dilakukan setelah pelaksanaan pengendalian sesuai dengan kondisi teknis efikasi bahan pengendali yang digunakan (kondisi tanaman dan keadaan OPT). 3) Pengamatan dilakukan oleh petugas lapangan bersama dengan petani dari setiap kegiatan pengendalian OPT. d. Bahan Pengendali 1) Agens pengendali hayati /APH yang digunakan adalah cendawan patogen, parasitoid, nematoda, pestisida nabati. Penggunaan APH skala terbatas untuk perkebunan rakyat 9

17 diprioritaskan APH spesifik lokasi yang sudah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/ Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak. 2) Pestisida sintetis dan feromon yang digunakan telah mendapat ijin dari Menteri Pertanian. e. Penerapan PHT yaitu memadukan cara dan teknik pengendalian OPT sesuai kondisi daerah masing-masing, aman terhadap lingkungan, ekonomis, dan diterima secara sosial dan budaya. f. Waktu pelaksanaan pengendalian disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing. 2.2 Demplot Pengendalian OPT Demplot pengendalian OPT dilaksanakan untuk 3 (tiga) komoditi yaitu lada, kopi dan karet. Kegiatan bertujuan untuk: 10

18 a. Menerapkan teknologi lokal spesifik dalam penggunaan sirih sebagai batang bawah dan lada sebagai batang atas dalam pengendalian penyakit kuning dan busuk pangkal batang pada tanaman lada. b. Menerapkan teknologi pengendalian hama PBKo dengan cara kombinasi biologi, mekanis, dan sanitasi pada kebun kopi yang pernah dilakukan penyambungan kipas dan payung. c. Menerapkan teknologi lokal spesifik dengan penggunaan batang bawah dan mata okulasi tanaman karet yang tahan terhadap Kering Alur Sadap dan penyakit Jamur Akar Putih. Demplot dilaksanakan di lokasi yang mudah dijangkau dan dekat kebun rakyat/petani. Pelaksana kegiatan adalah Dinas yang membidang perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota. 11

19 3. Tindak Lanjut Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut: 3.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan a. Kelompok tani yang telah melaksanakan pengendalian OPT diharapkan agar melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi pengendalian OPT kepada petani disekitarnya. b. Petani agar melakukan pengamatan kebunnya secara rutin dalam rangka membangun sistem peringatan dini. Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi. c. Petugas perlindungan dinas kabupaten/kota agar melakukan pengawalan/pendampingan secara intensif kepada petani. 12

20 d. Dinas kabupaten/kota diharapkan melakukan upaya yang dapat mendorong petani mau melaksanakan pengendalian OPT secara mandiri Demplot Pengendalian OPT Demplot pengendalian OPT dilaksanakan secara multi years (3 tahun). Provinsi pelaksana demplot diharapkan melanjutkan dan mengembangkan hasil demplot di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan/evaluasi perkembangan demplot dan petani melakukan pemeliharaan demplot. B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria 1.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan Kriteria pengendalian sebagai berikut: a. Luas pengendalian OPT minimal 25 ha/kelompok tani dengan perhitungan populasi tanaman sesuai standar baku. 13

21 b. Calon lokasi merupakan satu hamparan yang relatif kompak dengan kondisi tanaman terserang OPT yang masih dapat dipulihkan. c. Calon petani/kelompok tani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif. d. Metode pengendalian OPT yang digunakan mengacu pada rekomendasi Puslit/Balit/Perti/ BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak atau pedoman pengenalan dan pengendalian OPT yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan Demplot Pengendalian OPT a. Demplot dilaksanakan pada satu hamparan yang kompak minimal seluas 1 (satu) hektar. b. Demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. c. Demplot berada pada daerah endemi penyakit busuk pangkal batang pada lada/penyakit JAP dan KAS pada karet/hama PBKo pada kopi. 14

22 2. Metode 2.1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan a. Pengendalian OPT Kopi Pengendalian OPT pada tanaman kopi (hama PBKo) dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok tani pelaksana dengan menerapkan PHT, antara lain: 1) Mekanis melalui petik bubuk, lelesan, dan rampasan. 2) Kultur teknis melalui sanitasi dan pengaturan naungan, pemangkasan dan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik sebanyak 250 kg/hektar. 3) Biologis dengan aplikasi Beauveria bassiana dengan dosis 25 kg/ha/aplikasi (dua kali aplikasi) dan atraktan sebanyak 25 set/hektar/ tahun. 15

23 b. Pengendalian OPT Cengkeh Pengendalian OPT pada tanaman cengkeh dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain: 1) Hama penggerek batang (Nothopeus sp. dan Hexamitodera sp.) adalah : a) Kultur Teknis - Sanitasi kebun - Pemupukan b) Mekanis dengan cara : - Pada tanaman yang terserang berat dan tidak ekonomis untuk dipulihkan dilakukan eradikasi. c) Kimiawi - Memasukkan insektisida berbahan aktif carbofuran atau asefat ke dalam lubang gerekan yang masih aktif. 16

24 2) Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) adalah : a) Kultur Teknis - Sanitasi kebun - Pemupukan b) Mekanis - Tananam cengkeh yang terserang berat dilakukan eradikasi dengan cara ditebang dan dibakar untuk mengurangi sumber inokulum. - Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat. c) Kimiawi Melakukan infuse batang dengan antibiotik yang telah terdaftar pada Komisi Pestisida. 3) Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidophorus lignosus) adalah : a) Kultur Teknis - Membersihkan sisa tanaman (tunggul). 17

25 - Pengendalian gulma disekitar piringan tanaman - Perbaikan saluran drainase. b) Mekanis - Penjarangan tanaman - Membongkar tanaman mati/tumbang. c) Bioligis Aplikasi Trichoderma sp. Dengan dosis 100 g/pohon diulang 2 (dua) kali Aplikasi diiringi dengan pemberian pupuk organik dengan dosis 400 kg/hektar. Aplikasi pestisida nabati sebanyak 2 l/hektar. c. Pengendalian OPT Lada Pengendalian OPT pada tanaman lada dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain : 18

26 1) Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada a) Kultur Teknis, dengan cara : - Membuat parit isolasi di sekeliling tanaman terserang. - Melakukan sanitasi kebun dan tidak melakukan penyiangan secara bersih (terbatas disekeliling piringan tanaman lada). - Melakukan pemupukan berimbang sesuai jenis dan dosis yang dianjurkan. b) Mekanis, dengan cara : - Memangkas sulur tanaman dekat permukaan tanah untuk menghindari penyebaran spora oleh percikan air hujan. - Mencabut tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan dengan membakar tanaman. - Memangkas tajar hidup secara teratur pada awal dan menjelang akhir musim hujan. - Membuat saluran drainase. 19

27 - Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat. c) Biologis Aplikasi agen hayati Trichoderma sp. dosis 20 / pohon. d) Kimiawi - Pemberian bubur bordo dengan cara diolesi di batang dengan dosis 0.5 l/pohon. - Aplikasi nematisida yang berbahan aktif karbofuran/ karbosulfan sebanyak 30kg/hektar. 2) Pengendalian penyakit kuning pada tanaman lada a) Kultur Teknis - Pembuatan parit isolasi. - Pengaturan saluran drainase agar tidak terjadi genangan air di dalam kebun. 20

28 - Pupuk kandang 1000 kg/hektar serta pemberian kapur sesuai anjuran. b) Mekanis - Membersihkan alat-alat pertanian yang telah digunakan di areal tanaman terserang, sebelum digunakan pada tanaman sehat. - Eradikasi tanaman terserang berat. c) Kimiawi - Penggunaan Nematisida berbahan aktif karbofuran dosis 6 kg/hektar dengan cara dibenamkan dalam piringan tanaman. - Aplikasi bubur bordeaux dosis 0,5 l/pohon dengan cara menyiramkannya didalam piringan tanaman. 21

29 d. Pengendalian OPT Pala Pengendalian penyakit busuk pangkal batang dan hama penggerek batang pada tanaman pala a) Kultur Teknis Sanitasi melalui pemangkasan ranting/ cabang yang sakit. b) Mekanis Eradikasi tanaman terserang berat. c) Biologis Penggunaan APH cendawan Trichoderma harzianum sebanyak 300 gram/pohon pada daerah sekitar perakaran tanaman. e. Pengendalian OPT Kakao Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) a) Kultur Teknis - Pemangkasan - Sanitasi - Panen sering - Pemupukan (gunakan pupuk organik sebanyak 250 kg/hektar) 22

30 b) Biologis Pemasangan sex feromon sebanyak 6 set/hektar. f. Pengendalian OPT Tebu Pengendalian OPT pada tanaman tebu dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain: 1) Pengendalian Hama uret - Mekanis Pengumpulan uret pada saat pengolahan tanah. - Kultur teknis Pemupukan dengan menggunakan pupuk sesuai dengan jenis dan dosis yang dianjurkan. - Biologis Aplikasi agens pengendali hayati (Metarhizium strain Lepidiota dan atau Nematoda Entomopatogen (NEP/ Steinernema sp.). 23

31 - Perangkap Pemasangan perangkap imago dengan lampu petromak/neon sebanyak 5 unit per ha di sekitar pertanaman tebu. 2) Pengendalian Hama tikus - Gropyokan Penangkapan/pemburuan tikus secara serentak. - Pengumpanan/racun tikus/ pengemposan Umpan/racun tikus yang digunakan bahan aktif bromadiolon atau coumatetralyl. Pengemposan dilakukan pada lubang-lubang aktif kemudian ditutup dengan tanah/jerami/seresah. 3) Pengendalian Hama Penggerek Batang/pucuk - Biologis Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% sebanyak 6-7 set/hektar. 24

32 g. Pengendalian OPT Tembakau 1) Penyakit Lanas - Kultur teknis Sanitasi kebun dan pemupukan dengan pupuk organik. - Biologis Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp./ Beauveria bassiana sebanyak 10 kg/hektar yang dilakukan sebelum transplanting bibit tembakau. Penggunaan pestisida nabati mimba sebanyak kg/ hektar (tergantung intensitas serangan). 2) Pengendalian Hama Ulat Grayak - Biologis Aplikasi agens pengendali hayati SlNPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhydrosis Virus) dilakukan dengan cara disemprotkan - Perangkap Light trap dengan menggunakan lampu neon/petromak. 25

33 h. Pengendalian OPT Kapas Pengendalian penggerek buah kapas, ulat daun dan wereng kapas. - Kultur Teknis Penanaman jagung sebagai tanaman perangkap sebanyak 5 kg/hektar dengan cara menanam 1 baris jagung diantara 3 baris tanaman kapas. - Biologis Aplikasi agens pengendali hayati Beauveria bassiana sebanyak 5 kg/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali. Aplikasi Pestisida nabati sebanyak 10 l/hektar/ aplikasi diulang sebanyak 3 kali. 26

34 i. Pengendalian OPT Kelapa Pengendalian OPT pada tanaman kelapa dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain: 1) Pengendalian hama Oryctes sp./rhynchophorus sp. - Sanitasi Membersihkan kebun atau memusnahkan semua tempat perkembangbiakan Oryctes sp. seperti sisa tanaman mati, sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotongmotong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dibakar atau ditimbun tanah. - Biologis Menggunakan jamur Metarhizium sp. pada sarang-sarang larva/ trapping (sampah-sampah daun kelapa, serbuk gergaji, serasah daun, tumpukan kotoran ternak). 27

35 Pemasangan feromon untuk memerangkap imago Oryctes sp./ Rhynchophorus sp. sebanyak 1-2 sachet/ha/ aplikasi dan diaplikasikan sebanyak 2 kali dalam setahun. 2) Pengendalian hama Sexava sp. - Kultur teknis Sanitasi kebun dan intercroping dengan menanam tanaman sela seperti kacang tanah, jagung dan lainnya, serta tanaman penutup tanah seperti Arachis pintoi. - Biologis Pelepasan parasitoid Leefmansia bicolor sebanyak 25 butir telur terparasit per hektar. - Kimiawi dengan menggunakan insektisida sistemik melalui infus akar. 28

36 3) Pengendalian hama Brontispa sp. - Mekanis Memotong janur dan diturunkan dengan tali, kemudian dikumpulkan dan dibakar untuk membunuh larva dan imago Brontispa sp. - Biologis Menggunakan Tetrastichus brontispae sebanyak 25 butir telur terparasit per hektar dan apliksi jamur Metarhizium anisopliae untuk hama Brontispa sp. sebanyak 4 kg per hektar. 4) Pengendalian hama tungau (Aceria guerreronis) a. Mekanis Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buahbuah kelapa terserang yang berserakan disekitar pohon. b. Kimiawi Aplikasi pestisida sistemik melalui injeksi batang/infuse akar sesuai dosis anjuran. 29

37 j. Pengendalian OPT Karet Pengendalian OPT pada tanaman karet dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain: 1) Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) - Mekanis Eradikasi tanaman terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang); - Sanitasi Mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma; - Biologis Aplikasi agens hayati Trichoderma sp. pada tanaman yang terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi; 30

38 - Penanaman tanaman antagonis (kunyit, lengkuas, dll.) di sekeliling tanaman sehat (pencegahan) dan yang terserang ringan. 2) Pengendalian Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) - Pemupukan sesuai dengan anjuran; - Menghentikan penyadapan berat dan pemberian stimulan yang berlebihan; - Waktu dan intensitas penyadapan sesuai anjuran dengan kedalaman sadap 1-1,5 mm dari kambium, ketebalan irisan sadap 1,66-2 mm tiap kali penyadapan, sudut kemiringan irisan sadap untuk bidang sadap bawah; - Mengikis/ mengerok kulit bidang sadap (Bark scrapping) yang bergejala KAS menggunakan pisau sadap hingga kedalaman 3-4 mm dari kambium pada hari pertama sadap. Teknik pengikisan sama dengan prinsip penyadapan; 31

39 - Segera dilakukan aplikasi dengan mengoles formula oleokimia sesuai dosis anjuran; - Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan selesai, yaitu mulai hari ke 90. k. Pengendalian OPT Jambu Mete Pengendalian OPT pada tanaman jambu mete dilaksanakan secara serentak dan massal pada kelompok pelaksana pengendalian dengan menerapkan PHT antara lain: 1) Pengendalian hama Helopeltis sp. - Kultur teknis Memangkas tajuk-tajuk tanaman agar tidak terlalu rimbun sehingga cahaya matahari dapat masuk diantara sela-sela daun tanaman; pemupukan dengan pupuk organik dan anorganik dengan dosis sesuai anjuran; sanitasi dengan cara membersihkan sisa-sisa tanaman dan 32

40 menyiang gulma inang alternatif Helopeltis sp. - Biologis Aplikasi agens pengendali hayati (APH) Beauveria bassiana. 2) Pengendalian penyakit JAP - Kultur Teknis Eradikasi dengan cara menebang, membongkar, dan memusnahkan tanaman yang terserang; sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma; pemupukan dengan menggunakan pupuk organik dan anorganik sesuai anjuran. Aplikasi pupuk organik dilakukan bersamaan dengan APH, sedangkan aplikasi pupuk anorganik dilakukan setelah - Biologis Aplikasi agens pengendali hayati Trichoderma sp. pada tanaman yang 33

41 terserang ringan dan tanaman sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi; Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan sex feromon disajikan pada Lampiran 1, 2, 3 dan Demplot Pengendalian OPT a. Demplot Pengendalian Penyakit Kuning dan BPB pada Tanaman Lada melalui Sambung Akar - Kultur Teknis Melakukan sambung akar dengan menggunakan batang bawah akar sirih dan disambung dengan batang lada sebagai batang atas. Penggunakan pupuk anorganik dengan ditambahkan zat suplemen. - Biologis Menggunakan Agen Pengendali Hayati Trichoderma sp. untuk 34

42 mengendalikan penyakit busuk pangkal batang. - Mekanis Memangkas pertumbuhan bagian batang bawah (tanaman sirih) yang tidak dikehendaki. - Melakukan pemeliharaan bahan tanaman yang telah dilakukan penyambungan, seperti penyiraman secara berkala, penaungan dan pemupukan sesuai standard teknis. - Menyulam tanaman yang gagal disambung (tidak tumbuh). - Mengamati dan mencatat pertumbuhan tanaman dan ekosistem setempat. b. Demplot Pengendalian Hama PBKo pada Tanaman Kopi di Kabupaten Kepahyang. - Pemangkasan; - Sanitasi; - Pemupukan; - Penggunaan APH (B.bassiana); - Pemasangan attraktan; - Pembuatan rorak; 35

43 c. Demplot Pengendalian penyakit JAP dan KAS pada Tanaman Karet - Persiapan lahan; - Penyediaan bibit; Bibit diambil dari sumber benih yang dihasilkan oleh petani yang telah mengembangkan teknologi penyambungan batang bawah yang tahan terhadap penyakit JAP dan batang atas yang tahan terhadap KAS serta produksi lateksnya tinggi. - Penanaman dengan jarak tanam sesuai anjuran. - Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik, anorganik dan zat suplemen. - Pemeliharaan tanaman sesuai anjuran budidaya karet. - Penggunaan APH (Trichoderma sp.) 36

44 III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup 1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan (Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan) a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani pada komoditas kopi, lada, cengkeh, pala, kakao, karet, kelapa, jambu mete, tebu, tembakau dan kapas. b. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL, sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan pengendalian, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan. 37

45 c. Indikator Kinerja No Indikator Uraian 1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi 2 Output/Keluaran Terlaksananya pengendalian OPT tanaman kopi ha, lada 845 ha, cengkeh 800 ha, pala 800 ha, kakao ha, karet 525 ha, kelapa ha, jambu mete 100 ha, tebu ha, tembakau 75 ha dan kapas 275 ha. 3 Outcome/hasil Menurunnya luas serangan OPT pada tanaman kopi ha, lada 845 ha, cengkeh 800 ha, pala 800 ha, kakao ha, karet 525 ha, kelapa ha, jambu mete 100 ha, tebu ha, tembakau 75 ha dan kapas 275 ha. 38

46 2. Demplot Pengendalian OPT a. Demplot pengendalian OPT pada tanaman lada, kopi, dan karet dilakukan di kebun petani b. Tahapan kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demplot pengendalian, pengadaan sarana produksi klon unggulan lokal yang tahan terhadap OPT dan mempunyai produktivitas tinggi, pupuk, bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah, APH dan pompa air), pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan. 39

47 c. Indikator Kinerja No Indikator Uraian 1 Input/Masukan - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi 2 Output/Keluaran Terlaksananya demplot pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Lada, PBKo pada kopi, Penyakit JAP dan KAS pada karet. 3 Outcome/hasil - Tersosialisasinya teknologi pengendalian hama PBKo pada kopi, Penyakit JAP dan KAS pada karet. - Diperolehnya rekomendasi teknologi pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Lada. B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan 1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP 40

48 kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan. Sedangkan untuk kegiatan Demplot pengendalian OPT pada tanaman lada, kopi, dan karet adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. 2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihakpihak terkait lainnya. 3. Kewenangan dan tanggung jawab : 3.1 Direktorat Perlindungan Perkebunan. a. Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis; b. Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi. 3.2 Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan a. Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT/ demplot pengendalian OPT perkebunan tingkat provinsi; b. Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, 41

49 BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya; c. Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk kegiatan pengendalian OPT/Demplot pengendalian OPT perkebunan; d. Melakukan verifikasi CP/CL bersama Dinas Kabupaten atas biaya TP Provinsi; e. Menetapkan CP/CL kegiatan pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT untuk TP Provinsi; f. Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat; g. Sosialisasi kegiatan pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan; 42

50 h. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan. 3.3 Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan a. Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT untuk TP kabupaten; b. Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya; c. Membuat juknis kegiatan pengendalian OPT perkebunan; d. Melakukan verifikasi dan penetapan CP/CL; e. Melakukan sosialisasi, pembinaan dan monev kegiatan pengendalian OPT perkebunan; f. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan 43

51 pengendalian OPT ke Dinas Provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan. 3.4 Kelompok Tani/Petani : a. Mengikuti sosialisasi pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT; b. Melakukan seluruh tahapan kegiatan pengendalian OPT/ demplot pengendalian OPT; C. Lokasi, Jenis dan Volume 1. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan (Tanaman Rempah dan penyegar, Tanaman Semusim, dan Tanaman Tahunan) 1.1 Pengendalian OPT Kopi Kegiatan pengendalian OPT kopi seluas ha, di 7 provinsi, 12 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Cengkeh Kegiatan pengendalian OPT tanaman cengkeh seluas 800 ha di 4 provinsi 7 44

52 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Lada Kegiatan pengendalian OPT pada lada seluas 845 ha di 5 provinsi 11 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Pala Kegiatan pengendalian OPT pada pala seluas 800 ha di 5 provinsi 8 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Kakao Kegiatan pengendalian OPT pada kakao seluas ha di 6 provinsi 11 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Tebu Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tebu seluas ha di 8 Provinsi 19 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran

53 1.7 Pengendalian OPT Tembakau Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tembakau seluas 75 ha di 3 Provinsi 3 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Kapas Kegiatan pengendalian OPT tanaman kapas seluas 275 ha di 7 provinsi 11 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Kelapa Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman kelapa seluas ha di 14 Provinsi 24 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Pengendalian OPT Karet Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman karet seluas 525 ha di 6 provinsi 7 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran

54 1.11 Pengendalian OPT Jambu Mete Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman jambu mete seluas 100 ha di Provinsi Bali (Kabupaten Karangasem). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran Jenis dan Volume Kegiatan Komponen biaya kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi : Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi. Rincian jenis dan volume kegiatan disajikan pada Lampiran 16,17,18,19, 20,21,22,23,24,25 dan Demplot Pengendalian OPT Perkebunan 3.1 Demplot Pengendalian Penyakit Kuning dan BPB pada Tanaman Lada. Kegiatan demplot pengendalian OPT lada seluas 1 ha di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kabupaten Bangka). 47

55 3.2 Demplot Pengendalian penyakit JAP dan KAS pada Tanaman Karet. Kegiatan demplot pengendalian OPT karet seluas 1 ha di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kabupaten Bangka Barat). 3.3 Demplot Pengendalian Hama PBKo pada Tanaman Kopi. Kegiatan demplot pengendalian OPT kopi seluas 1 ha di Provinsi Bengkulu (Kabupaten Kepahyang). Luasan kegiatan demplot pengendalian OPT di masing-masing provinsi dan kabupaten seperti pada tabel berikut : No Provinsi Kabupaten Vol Satuan Komoditi 1. Bangka Bangka 1 Unit Lada Belitung 2. Bangka Bangka 1 Unit Karet Belitung Barat 3. Bengkulu Kepahyang 1 Unit Kopi Uraian kegiatan dan volume demplot pengendalian OPT disajikan pada Lampiran 27, 28 dan

56 D. Simpul Kritis Simpul Kritis Pengendalian OPT dan Demplot Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan sebagai berikut : a. Penetapan SK pelaksana kegiatan terlambat, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. SK pelaksana kegiatan ditetapkan paling lambat seminggu setelah diterimanya Pedoman Teknis. b. Terlambatnya pengusulan revisi, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. Penelaahan dan usulan revisi agar dilakukan sejak awal setelah diterimanya Pedoman Teknis, paling lambat bulan Februari c. Terlambatnya penyusunan juklak dan juknis, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dinas agar segera menyusun juknis/juklak paling lambat dua minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis. d. Penetapan CP/CL tidak akurat sehingga terjadi revisi CP/CL atau tetap dilaksanakan pada CP/CL yang tidak tepat yang mengakibatkan pelaksanaan pengendalian terlambat/ tidak tepat sasaran. Verifikasi penetapan CP/CL dilakukan secara bersama antara dinas 49

57 provinsi dengan dinas kabupaten sebelum pengusulan kegiatan. e. Terlambatnya pengadaan bahan dan alat pengendalian akibat proses lelang/pengadaan sehingga aplikasi tidak tepat waktu. Lelang/pengadaan bahan pengendalian dilakukan awal tahun dan penyediaan bahan pengendalian disesuaikan dengan spesifikasi teknis pelaksanaan aplikasi di lapangan. 50

58 IV. PENGADAAN BARANG Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan mengacu kepada Perpres No 70 tahun Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah selesai paling lambat pada bulan Maret

59 V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Pusat, BBP2TP/BPTP Pontianak, dan pihak terkait lainnya. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan. Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan meliputi pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus dapat memberikan rekomendasi, dan solusi terhadap permasalahan dalam proses pelaksanaan kegiatan sehingga mampu mengakselerasi 52

60 pencapaian target, tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan. B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal dilaksanakan satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan. Waktu pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan menjadi lebih efektif dan efisien. Kegiatan pendampingan dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup persiapan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan pengendalian OPT dan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi dan kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Perlindungan Perkebunan tingkat provinsi, kabupaten/kota. 53

61 VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung. B. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya. Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing. C. Pelaporan Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. 54

62 Laporan dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan. 1. Jenis Laporan : 1.1 Laporan Mingguan Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jum at. 1.2 Laporan Bulanan Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. 1.3 Laporan Triwulan Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal 55

63 Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya. 1.4 Laporan Akhir Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan 2. Out Line Laporan Laporan akhir dibuat sesuai out line sebagai berikut : KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada) I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja II. TINJAUAN PUSTAKA III. PELAKSANAAN KEGIATAN 56

64 A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana G. Pembiayaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut VI. DAFTAR PUSTAKA VII. LAMPIRAN 57

65 VII. PEMBIAYAAN Kegiatan pengendalian OPT/demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan di daerah antara lain didanai dari APBN tahun anggaran 2013 melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan. 58

66 VIII. PENUTUP Pelaksanaan penanganan OPT diharapkan mampu berkontribusi dalam menurunkan tingkat serangan OPT terutama pada pusatpusat serangan sehingga dapat terkendali dan tidak semakin meluas. Untuk keberhasilan pelaksanaannya diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguhsungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing. 59

67 Lampiran 1. Spesifikasi Teknis, Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Jamur) 1. Spesifikasi Teknis APH (Patogen Golongan Jamur) No. Jenis APH 1. Trichoderma koningii Kepadatan Waktu Spora Simpan Minimal Maksimal Bulan OPT Sasaran - JAP Karet - JAP Pala - JAP Cengkeh - JAP Mete Keterangan - Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi). - Apabila introduksi dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi. 60

68 No. Jenis APH 2. Trichoderma harzianum Kepadatan Waktu Spora Simpan Minimal Maksimal Bulan OPT Sasaran - Penyakit BPB lada - Busuk Pangkal Batang Pala Keterangan - Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi). - Apabila introduksi APH dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplorasi dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi. 61

69 No. Jenis APH 3. Beauveria bassiana Kepadatan Waktu Spora Simpan Minimal Maksimal Bulan OPT Sasaran - PBK - PBKo Keterangan - Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi). - Apabila introduksi APH dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplorasi dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi. 62

70 No. Jenis APH 4. Metarhizium anisopliae Kepadatan Waktu Spora Simpan Minimal Maksimal Bulan OPT Sasaran Oryctes rhinoceros pada kelapa Keterangan - Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi). - Apabila introduksi dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplor dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi. 63

71 No. Jenis APH 5. Metarrhizium anisopliae var. anisopliae Kepadatan Waktu Spora Simpan Minimal Maksimal Bulan OPT Sasaran Brontispa longissima pada kelapa Keterangan - Diprioritaskan APH yang dieksplorasi dari wilayah setempat (Isolat Spesifik Lokasi). - Apabila introduksi dari luar wilayah, gunakan APH yang berasal dari wilayah yang kondisi iklimnya relatif sama dengan lokasi yang akan dikendalikan. Misal APH dieksplor dari daerah iklim kering digunakan juga untuk di daerah iklim kering, jangan berbeda kondisi. 64

72 2. Cara dan Waktu Aplikasi APH (Patogen Golongan Jamur) No. Jenis APH Cara Aplikasi 1. Trichoderma koningii - Campurkan Trichoderma dengan pupuk kandang / kompos/bokashi; - Buat cekungan dangkal (kedalam 5-10 cm dengan radius cm) disekeliling pangkal batang; - Taburkan campuran jamur Trichoderma pada cekungan tanah dengan merata; Waktu Aplikasi/Frekuensi - Aplikasi dilakukan satu kali dalam satu tahun pada awal musim hujan. - Aplikasi dilakukan pada pagi hari atau sore hari dalam kondisi tidak hujan. - Aplikasi dilakukan pada lokasi yang terserang OPT. Keterangan - Pemberian Trichoderma harus bersamaan dengan bahan organik agar Trichoderma dapat berkembang dengan baik karena tersedia makanan yang cukup. - Tanaman yang sudah diaplikasi Trichoderma tidak boleh diaplikasi dengan fungisida sintetis. - Kelembaban tanah harus tetap terjaga. 65

73 No. Jenis APH Cara Aplikasi 2. Trichoderma harzianum - Tutup kembali dengan tanah bekas bongkaran. - Campurkan Trichoderma dengan pupuk kandang / kompos/bokashi; - Buat cekungan dangkal (± 5 cm dengan radius cm) disekeliling pangkal batang. Jangan sampai melukai pangkal batang; Waktu Aplikasi/Frekuensi - Aplikasi dilakukan satu kali dalam satu tahun pada awal musim hujan. - Aplikasi dilakukan pada sore hari. Keterangan - Jangan menggunakan APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. - Pemberian Trichoderma harus bersamaan dengan bahan organik agar Trichoderma dapat berkembang dengan baik karena tersedia makanan yang cukup. - Tanaman yang sudah diaplikasi Trichoderma tidak boleh diaplikasi dengan fungisida sintetis. 66

74 No. Jenis APH Cara Aplikasi - Taburkan campuran jamur Trichoderma pada cekungan tanah dengan merata dan tutup kembali dengan tanah bekas bongkaran. Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan - Kelembaban tanah harus tetap terjaga. - Jangan menggunakan APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. - Jangan menggunakan peralatan pertanian yang sudah digunakan pada tanaman terserang penyakit 67

75 No. Jenis APH Cara Aplikasi 3. Beauveria bassiana a. Biakan media padat: - Masukkan 100 gram biakan jamur kedalam gayung berisi 1 liter air, diremas untuk melepaskan spora, kemudian disaring menggunakan kain kassa/ saringan teh; - Larutan tersebut diencerkan dengan menambahkan liter air; Waktu Aplikasi/Frekuensi - Aplikasi dilakukan setelah terlihat adanya serangan hama (berdasarkan data pengamatan). - Aplikasi dilakukan pada waktu sore hari. Keterangan - Tanaman yang sudah diaplikasi B.bassiana tidak boleh diaplikasi dengan insektisida sintetis. - Kelembaban kebun harus harus tetap terjaga. - Jangan menggunakan APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. - Evaluasi hasil pengendalian dilakukan dengan cara mengamati banyaknya buah yang terserang persatuan luas 68

76 No. Jenis APH Cara Aplikasi - Larutan yang sudah diencerkan ditambahkan dengan perata 1 cc/liter larutan; - Penyemprotan dilakukan langsung pada buah secara merata. b. Spora media cair: liter biakan B. bassiana dalam media cair diencerkan dengan liter air; Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan dibandingkan dengan pengamatan awal sebelum aplikasi atau dengan membandingkan data serangan tahun lalu pada lokasi yang sama. - Apabila setelah aplikasi turun hujan, maka perlu dilakukan pengulangan penyemprotan ± 3 jam setelah penyemprotan pertama. 69

77 No. Jenis APH Cara Aplikasi - Jika biakan yang akan diencerkan membentuk banyak miselium, maka dilakukan penyaringan terlebih dahulu; - Penyemprotan dilakukan langsung pada buah secara merata. Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan 70

78 No. Jenis APH Cara Aplikasi 4. Metarrhizium anisopliae - Jamur diaplikasikan pada sarang aktif/sarang buatan (sarang tempat larva); - Sarang buatan dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran 1 x 1 x 0,5m; - Perangkap dapat dibuat dengan menggunakan batang kelapa pada bagian sisi-sisinya. Cara lain dengan membuat lubang di tanah dengan ukuran 1 x 1 x 0,5 m; Waktu Aplikasi/Frekuensi - Aplikasi dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu tahun pada saat ada serangan Oryctes rhinoceros. - Interval aplikasi pertama dan kedua 6 bulan. Keterangan - Jangan menggunakan APH yang kadaluwarsa atau APH dengan kepadatan spora dibawah standar. - Pengamatan perlu dilakukan guna mengetahui serangga sasaran (larva) yang terinfeksi dengan gejala kulit mengeras, kaku dengan noktah berwarna hitam, tertutup jamur berwarna putih kemudian menjadi hijau. 71

79 No. Jenis APH Cara Aplikasi - Masukkan bahan organik (serbuk gergaji/sekam/ kotoran hewan/ ampas sagu/sampah yang telah melapuk) ke dalam perangkap setinggi 0,5 m, tambahkan 50 gram Metarhizium kemudian dicampur secara merata; - Jaga kelembaban media perangkap dengan cara disiram dengan air. Waktu Aplikasi/Frekuensi Keterangan 72

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) TANAMAN PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS REHABILITASI LABORATORIUM HAYATI TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Rehabilitasi

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PELATIHAN PEMANDU LAPANG TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Pelatihan Pemandu

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2018 (Operasional Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Koordinasi

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DAN PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN/KEBUN TAHUN 2017

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DAN PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN/KEBUN TAHUN 2017 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DAN PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN/KEBUN TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TAHUN 2018 (Kegiatan Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Serta Kegiatan Penghitungan Penurunan Emisi Gas Rumah

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN LABORATORIUM LAPANGAN DI KAB. MERAUKE PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS INSENTIF PETUGAS PENGAMAT TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Insentif Petugas

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN. PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TAHUN 2018 (Demplot Pembukaan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN. PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TAHUN 2018 (Demplot Pembukaan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar) DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TAHUN 2018 (Demplot Pembukaan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER 2015 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PELATIHAN PETUGAS PENGAMAT OPT PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Pelatihan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN) TAHUN 2018

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN) TAHUN 2018 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN) TAHUN 2018 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER

Lebih terperinci

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27 Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah yang menjadi komoditas ekspor penting di Indonesia. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu sentra produksi utama lada di Indonesia dan dikenal

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 Kementerian negara/lembaga : Pertanian Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Perkebunan Program :

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah yang dituang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

PERAN BBPPTP SURABAYA DALAM MENANGANI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING KOMODITI PERKEBUNAN DI INDONESIA

PERAN BBPPTP SURABAYA DALAM MENANGANI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING KOMODITI PERKEBUNAN DI INDONESIA PERAN BBPPTP SURABAYA DALAM MENANGANI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING KOMODITI PERKEBUNAN DI INDONESIA Oleh: 1. Ir. Achmad Sarjana,MSi. 2. Erna Zahro in,sp. Patutlah kita berbangga karena beberapa hasil

Lebih terperinci

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada Lada merupakan salah satu komoditas ekspor tradisional andalan yang diperoleh dari buah lada black pepper. Meskipun

Lebih terperinci

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP REKOMENDASI PENGENDALIAN PENYAKIT VSD (Vascular Streak Dieback) PADA TANAMAN KAKAO (Theobromae cocoa) di PT. PERKEBUNAN HASFARM SUKOKULON KEBUN BETINGA ESTATE KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA Christina

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2016 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis

Lebih terperinci

Berburu Kwangwung Di Sarangnya

Berburu Kwangwung Di Sarangnya PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 Berburu Kwangwung Di Sarangnya Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Sudah puluhan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER 2016 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP GAMBARAN UMUM Tanamankaret(Haveabrasiliensis) merupakan salah

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) TANAMAN PERKEBUNAN APBN-P TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015 KATA

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2017

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2017 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER 2016 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

REKAPITULASI PENGAMATAN OPT PENTING TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERKABUPATEN SE KALIMANTAN TIMUR

REKAPITULASI PENGAMATAN OPT PENTING TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERKABUPATEN SE KALIMANTAN TIMUR REKAPITULASI PENGAMATAN OPT PENTING TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERKABUPATEN SE KALIMANTAN TIMUR No Jenis Komoditi / Luas Komoditi Jenis OPT Luas Serangan (Ha) Luas Pengendalian

Lebih terperinci

Rekapitulasi Laporan Serangan OPT Penting Tanaman Perkebunan di Kalimantan Timur Tahun 2014

Rekapitulasi Laporan Serangan OPT Penting Tanaman Perkebunan di Kalimantan Timur Tahun 2014 Rekapitulasi Laporan Serangan OPT Penting Tanaman Perkebunan di Kalimantan Timur Tahun 2014 Luas Serangan (Ha) Luas Pengendalian (Ha) Jumlah Kerugian Cara Pengendalian 1 KOTA SAMARINDA - KARET 552 Ha JAP

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii iv v vi DAFTAR TABEL vii viii DAFTAR GAMBAR ix x DAFTAR LAMPIRAN xi xii 1 PENDAHULUAN xiii xiv I. PENDAHULUAN 2 KONDISI UMUM DIREKTOAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2005-2009

Lebih terperinci

CENGKEH - RIWAYATMU KINI. Oleh: Erna Zahro in. Cengkeh pernah jadi primadona, kini keberadaannya mengkhawatirkan karena serangan hama dan penyakit.

CENGKEH - RIWAYATMU KINI. Oleh: Erna Zahro in. Cengkeh pernah jadi primadona, kini keberadaannya mengkhawatirkan karena serangan hama dan penyakit. CENGKEH - RIWAYATMU KINI Oleh: Erna Zahro in Cengkeh pernah jadi primadona, kini keberadaannya mengkhawatirkan karena serangan hama dan penyakit. Rempah Asli Indonesia Cengkeh (Syzygium aromaticum (L)

Lebih terperinci

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Pertama

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN SUMBER BENIH KAKAO dan KOPI BERKELANJUTAN TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

2. PENGHISAP BUAH HELOPELTIS

2. PENGHISAP BUAH HELOPELTIS 2. PENGHISAP BUAH HELOPELTIS GEJALA SERANGAN PENGHISAP BUAH Menyerang buah dan pucuk kakao. Serangan Helopeltis pada buah muda menyebabkan layu pentil. Serangan Helopeltis pada pucuk menyebabkan mati pucuk.

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PERANGKAT TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan pemberdayaan

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN TEH TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2018

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2018 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2018 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2017 Scanned by CamScanner DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN LADA BERKELANJUTAN TAHUN 2015

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN LADA BERKELANJUTAN TAHUN 2015 PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN LADA BERKELANJUTAN TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015 KATA

Lebih terperinci

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN Saat ini, permintaan dan harga durian tergolong tinggi, karena memberikan keuntungan menggiurkan bagi siapa saja yang membudidayakan. Sehingga bertanam durian merupakan sebuah

Lebih terperinci

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat Agro inovasi Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat 2 AgroinovasI PENANAMAN LADA DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH Lahan bekas tambang timah berupa hamparan pasir kwarsa, yang luasnya terus bertambah,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Kedelai

Teknologi Budidaya Kedelai Teknologi Budidaya Kedelai Dikirim oleh admin 22/02/2010 Versi cetak Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi

Lebih terperinci

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000)

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000) STUDI KELAYAKAN PT. PERKEBUNAN GLENMORE SEBAGAI PRODUSEN BENIH KAKAO Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan - Surabaya I. Pendahuluan PT. Perkebunan Glenmore

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI

HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI Hama penyakit utama tanaman kopi Penggerek buah kopi (coffee berry borer = CPB). Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) Nematoda parasit (Pratylenchus coffeae,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2016

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2016 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2016 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan

Lebih terperinci

PENYAKIT BIDANG SADAP

PENYAKIT BIDANG SADAP PENYAKIT BIDANG SADAP KERING ALUR SADAP (KAS) Penyakit ini merupakan penyakit fisiologis yang relative terselubung, karena secara morfologis tanaman tampak sehat, malah seringkali menampakkan pertumbuhan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO RuangTani.Com Cengkeh adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN SAGU TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Seperti

Lebih terperinci

Hama penyakit utama tanaman kopi

Hama penyakit utama tanaman kopi Hama penyakit utama tanaman kopi Penggerek buah kopi (coffee berry borer = CPB). Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) Nematoda parasit (Pratylenchus coffeae, Radhoholus similis dan Meloydogyne

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR Kakao Cengkeh Kopi PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN BENIH TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.5-/216 DS995-2521-7677-169 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN LADA TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam budidaya tanaman perkebunan, perlindungan tanaman merupakan kegiatan yang penting, karena menjadi jaminan (assurance) bagi terkendalinya

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 KATA PENGANTAR Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanaman kakao lindak di Indonesia hampir seluruhnya menggunakan

Lebih terperinci

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjend Katamso No.51 Medan Telp : (061) 7862466, (061)7862477, Fax (061)7862488 www.iopri.org Permasalahan lahan o Moratorium

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN PROVINSI : SULAWESI SELATAN SKPD : DINAS PERKEBUNAN PERIODE : DESEMBER 2013 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2013 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM I. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa), merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Tanaman nilam banyak

Lebih terperinci

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros L. berikut : Sistematika dari O. rhinoceros menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta :

Lebih terperinci

MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH

MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH I. PENDAHULUAN Produksi komoditi kacang tanah per hektarnya belum mencapai hasil yang maksimum. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh faktor tanah yang makin keras (rusak) dan

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

, ,56 99, , ,05 96,70

, ,56 99, , ,05 96,70 LAPORAN KONSOLIDASI PER PROGRAM/KEGIATAN/SUB.KEGIATAN/GROUP TAHUN ANGGARAN 2016 DANA DEKON DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP DITJEN PERKEBUNAN, P2HP DAN PSP Posisi : DESEMBER 2016 Sasaran Fisik Sasaran Keuangan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN RENCANA STRATEGIS 2015-2019 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN JAKARTA, 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN SUMBER BAHAN TANAM TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

RKT-2014 Direktorat Perlindungan Perkebunan

RKT-2014 Direktorat Perlindungan Perkebunan 1 RKT-2014 Direktorat Perlindungan Perkebunan DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan RKT... 2 II. TUGAS POKOK

Lebih terperinci

Revisi ke 02 Tanggal : 08 April 2015

Revisi ke 02 Tanggal : 08 April 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 27 Tahun

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis KATA PENGANTAR Buah terung ini cukup populer di masyarakat, bisa di dapatkan di warung, pasar tradisional, penjual pinggir jalan hingga swalayan. Cara pembudidayaan buah terung dari menanam bibit terung

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row PENDAHULUAN Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama tanaman lain

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN PALA BERKELANJUTAN TAHUN 2015

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN PALA BERKELANJUTAN TAHUN 2015 PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN PALA BERKELANJUTAN TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015 KATA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN OPT BAWANG MERAH Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT)

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Tanaman kakao mempunyai sistematika sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1988 dalam Syakir et al., 2010) Divisi Sub Divisi Kelas Sub Kelas Famili Ordo Genus : Spermatophyta

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN SAGU TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN SAGU TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN SAGU TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Sagu dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN LADA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili. Oleh : Umiati

Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili. Oleh : Umiati Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili Oleh : Umiati Vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman industri yang mempunyai nilai terbaik dengan kadar vanillin 2,75% (Hadisutrisno,2004).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian. Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan prosedur budidaya kumis kucing di Klaster Biofarmaka

Lebih terperinci