BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Hendra Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cutaneous Larva Migrans Definisi Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit yang merupakan peradangan yang berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi cacing tambang yang berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum (Aisah, 2010). Selama beberapa dekade, istilah CLM dan creeping eruption sering disamaartikan. Perbedaannya adalah, CLM menggambarkan sindrom, sedangkan creeping eruption menggambarkan gejala klinis. Creeping eruption secara klinis diartikan sebagai lesi yang linear atau serpiginius, sedikit menimbul, dan kemerahan yang bermigrasi dalam pola yang tidak teratur (Caumes, 2006). Penyakit yang menimbulkan gejala berupa creeping eruption tapi tidak disebabkan oleh parasit non-larva tidak disebut sebagai CLM, misalnya seperti pada dracunculiasis, loiasis, skabies, schistosomiasis, ataupun onchocerciasis (Kourilova, 2004; Caumes, 2004 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008) Epidemiologi CLM terjadi di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, terutama di daerah yang lembab dan terdapat pesisir pasir. Di Amerika Serikat, penyakit ini sebagian besar terjadi di negara bagian tenggara, terutama Florida, tetapi dapat juga ditemukan secara sporadik di negara bagian lain (Donaldson et al, 1950 dalam Gutiérrez, 2000). Kasus CLM telah dilaporkan di Jerman, Prancis, Inggris, Selandia Baru, dan Amerika Serikat (Feldmeier dan Schuster, 2011). CLM endemik di masyarakat kurang mampu di negara berkembang, seperti Brazil, India, dan Hindia Barat. Sebuah studi di Manaus, Brazil, menunjukkan prevalensi CLM pada anak-anak selama musim hujan berkisar 9,4%. Di daerah perkumuhan di Timur Laut Brazil, didapati lebih dari 4% dari
2 5 keseluruhan populasi dan 15% pada anak-anak menderita CLM (Feldmeier dan Schuster, 2011). Di negara-negara berpenghasilan tinggi, CLM terjadi secara sporadis atau dalam bentuk epidemi yang kecil. Kasus sporadis biasanya berhubungan dengan kondisi iklim yang tidak umum seperti musim semi atau hujan yang memanjang. Penyakit ini sering muncul pada daerah dimana anjing dan kucing tidak diberikan antihelmintes secara teratur (Heukelbach et al, 2008). Secara geografis, distribusi CLM mencerminkan distribusi geografi Ancylostoma braziliense. Sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah wisatawan yang sering berkunjung ke daerah pantai. Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing, sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara, Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia. Penyakit ini tidak muncul setelah terpapar pantai yang tidak terdapat Ancylostoma braziliense, misalnya Pantai Pasifik Amerika Serikat dan Meksiko (Soo et al, 2003) Faktor Risiko 1. Faktor perilaku Adapun faktor perilaku yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain : a) Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki Adanya bagian tubuh yang berkontak langsung dengan tanah yang terkontaminasi akan mengakibatkan larva dapat melakukan penetrasi ke kulit sehingga menyebabkan CLM (Abdulla dan Selim, 1998). b) Pengobatan teratur terhadap anjing dan kucing Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing (Aisah, 2010). Perawatan rutin anjing dan kucing, termasuk de-worming secara teratur dapat mengurangi pencemaran lingkungan oleh telur dan larva cacing tambang (CDC, 2012). c) Berlibur ke daerah tropis atau pesisir pantai Kondisi biogeografis yang hangat dan lembab menyebabkan banyak terdapat larva penyebab penyakit ini di daerah tropis (Brenner dan
3 6 Patel, 2003). Selain itu, kebiasaan wisatawan untuk berjalan di pesisir pantai tanpa menggunakan sandal dan berjemur di pasir tanpa menggunakan alas menyebabkan banyaknya laporan kejadian CLM dari wisatawan yang baru berlibur ke pantai (Heukelbach dan Feldmeier, 2008). Sebuah penelitian pada wisatawan international yang baru meninggalkan Brazil bagian Timur Laut di bandara menunjukkan bahwa semua wisatawan yang menderita CLM telah mengunjungi pantai selama liburannya (Heukelbach et al, 2007). 2. Faktor lingkungan Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain : a) Keberadaan anjing dan kucing Anjing dan kucing merupakan hospes definitif dari cacing Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma caninum. Tinja anjing dan kucing yang terinfeksi dapat mengandung telur cacing Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum dan Ancylostoma caninum. Telur tersebut dapat berkembang menjadi stadium larva yang infektif (filariform) pada tanah dan pasir yang terkontaminasi. Larva filariform dari cacing tersebut apabila kontak dengan kulit manusia, dapat menembus kulit dan menyebabkan CLM (Supali et al, 2009). b) Cuaca atau iklim lingkungan Ada variasi musiman yang berbeda pada kejadian CLM, dengan puncak kejadian selama musim hujan. Telur dan larva bertahan lebih lama di tanah yang basah dibandingkan di tanah yang kering dan dapat tersebar secara luas oleh hujan yang deras. Selain itu, iklim yang lembab juga mengakibatkan peningkatan infeksi cacing tambang di anjing dan kucing sehingga pada akhirnya meningkatkan jumlah tinja yang terkontaminasi dan risiko infeksi pada manusia (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).
4 7 c) Tinggal di daerah dengan keadaan pasir atau tanah yang lembab Telur Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma caninum dikeluarkan bersama tinja anjing dan kucing. Pada keadaan lingkungan yang lembab dan hangat, telur akan menetas menjadi larva rabditiform dan kemudian menjadi larva filariform yang infektif. Larva filariform inilah yang akan melakukan penetrasi ke kulit dan menyebabkan CLM (CDC, 2012). 3. Faktor demografis Adapun faktor demografis yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain : a) Usia CLM paling sering terkena pada anak berusia 4 tahun. Hal ini disebabkan karena anak pada usia tersebut masih jarang menggunakan alas kaki saat keluar rumah. Pada penelitian tersebut juga didapatkan bahwa usia merupakan faktor demografis yang hubungannya paling signifikan dengan kejadian CLM (p<0,0001) (Heukelbach et al,2008). b) Pekerjaan Larva infektif penyebab CLM terdapat pada tanah atau pasir yang lembab. Orang yang pekerjaannya sering kontak dengan tanah atau pasir tersebut dapat meningkatkan risiko terinfeksi larva CLM. Pekerjaan yang memiliki risiko teinfeksi larva penyebab CLM diantaranya petani, nelayan, tukang kebun, pemburu, penambang pasir dan pekerjaan lain yang sering kontak dengan tanah atau pasir (Aisah, 2010). c) Tingkat pendidikan Suatu penelitian tentang prevalensi dan faktor risiko CLM di Brazil menunjukkan, dari 1114 penduduk pedesaan, didapati 23 dari 354 (6,5%) penduduk dengan tingkat pendidikan rendah menderita CLM, sedangkan pada penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi, didapati 34 dari 760 (4,5%) orang menderita CLM (Heukelbach et al,2008).
5 Etiologi Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang dari kucing dan anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma caninum) dan Strongyloides. Penyebab lain yang juga memungkinkan yaitu larva dari serangga seperti Hypoderma dan Gasterophilus (Eckert, 2005). Di Asia Timur, CLM umumnya disebabkan oleh Gnasthostoma sp. pada babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Dermatobia maxiales, Lucilia caesar (Aisah, 2010). Di epidermis, larva Ancylostoma brazilense akan bermigrasi dan menyebabkan CLM selama beberapa minggu sebelum larva tersebut mati. Di sisi lain, larva Ancylostoma caninum dan Ancylostoma ceylanicum dapat melakukan penetrasi yang lebih dalam dan menimbulkan gejala klinis yang lain seperti enteritis eosinofilik. (CDC, 2012) Morfologi Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi (Supali et al, 2009). Panjang cacing jantan dewasa Ancylostoma caninum berukuran mm dengan bursa kopulatriks dan cacing betina dewasa berukuran mm. Cacing betina meletakkan rata-rata telur setiap harinya (Palgunadi, 2010). Morfologi Ancylostoma braziliense mirip dengan Ancylostoma caninum, tetapi kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral. Gigi sebelah lateral lebih besar, sedangkan gigi sebelah medial sangat kecil. Selain itu, pada Ancylostoma braziliense juga terdapat sepasang gigi segitiga di dasar bukal kapsul. Cacing betina berukuran 6-9 mm dan cacing jantan berukuran 5-8 mm. Cacing betina dapat mengeluarkan telur butir setiap hari (Palgunadi, 2010). Morfologi Ancylostoma ceylanicum juga hampir sama dengan A. braziliense dan A. caninum, hanya saja pada rongga mulut A. ceylanicum terdapat terdapat dua pasang gigi yang tidak sama besarnya (Supali et al, 2009).
6 9 Sumber : DPDx, 2010 Gambar 2.1. Bagian kepala Ancylostoma caninum Sumber : DPDx, 2010 Gambar 2.2. Larva filariform ( larva stadium tiga) cacing tambang Siklus Hidup Telur keluar bersama tinja pada kondisi yang menguntungkan (lembab, hangat, dan tempat yang teduh). Setelah itu, larva menetas dalam 1-2 hari. Larva rabditiform tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5 sampai 10 hari. Larva infektif ini dapat bertahan selama 3 sampai 4 minggu di kondisi lingkungan yang sesuai. Pada kontak dengan pejamu hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudian
7 10 menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di dinding usus. Beberapa larva ditemukan di jaringan dan menjadi sumber infeksi bagi anak anjing melalui transmammary atau transplasenta. Manusia juga dapat terinfeksi dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada sebagian besar spesies, larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi tanpa tujuan di epidermis. Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan yang lebih dalam setelah bermigrasi di kulit (CDC, 2012). Sumber : CDC, 2012 Gambar 2.3. Siklus hidup cacing tambang Patogenesis Telur pada tinja menetas di permukaan tanah dalam waktu 1 hari dan berkembang menjadi larva infektif tahap ketiga setelah sekitar 1 minggu. Larva dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena matahari langsung dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Kemudian jika terjadi kenaikan suhu, maka larva akan mencari pejamunya. Setelah menempel pada manusia, larva merayap di sekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai.
8 11 Akhirnya, larva menembus ke lapisan korneum epidermis. Larva infektif mengeluarkan protease dan hialuronidase agar dapat bermigrasi di kulilt manusia (Heukelbach dan Feldmeier, 2008). Selanjutnya, larva bermigrasi melalui jaringan subkutan membentuk terowongan yang menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya (Shulmann et al, 1994 dalam Palgunadi, 2010). Pada hewan, larva mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam. Pada manusia, larva tidak memiliki enzim kolagenase yang cukup untuk menembus membran basal dan menyerang dermis, sehingga larva tersebut tidak dapat melanjutkan perkembangan siklus hidupnya. Akibatnya, selamanya larva terjebak di jaringan kulit penderita hingga masa hidup dari cacing ini berakhir (Juzych, 2012; Palgunadi, 2010) Gejala Klinis Pada saat larva masuk ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas di tempat larva melakukan penetrasi. Rasa gatal yang timbul terutama terasa pada malam hari, jika digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder (Natadisastra & Agoes, 2009). Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya, papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter (Aisah, 2010). Pada stadium yang lebih lanjut, lesi-lesi ini akan lebih sulit untuk diidentifikasi, hanya ditandai dengan rasa gatal dan nodul-nodul (Vega-Lopez dan Hay, 2004). Lesi tidak hanya berada di tempat penetrasi. Hal ini disebabkan larva dapat bergerak secara bebas sepanjang waktu. Umumnya, lesi berpindah ataupun bertambah beberapa milimeter perhari dengan lebar sekitar 3 milimeter. Pada CLM, dapat dijumpai lesi tunggal atau lesi multipel, tergantung pada tingkat keparahan infeksi (CDC, 2012),
9 12 Pada infeksi percobaan dengan 50 larva, didapati gejala mulai muncul beberapa menit setelah tusukan, diikuti dengan munculnya papul-papul setelah 10 menit. Beberapa jam kemudian, bercak awal mulai digantikan oleh papul kemerahan. Papul-papul kemudian bergabung membentuk erupsi eritematopapular, yang kemudian akan menjadi vesikel yang sangat gatal setelah 24 jam. Lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok mulai muncul 5 hari setelah infeksi (Africa, 1932 dalam Gutiérrez, 2000). CLM biasanya ditemukan pada bagian tubuh yang berkontak langsung dengan tanah atau pasir (CDC, 2012). Tempat predileksi antara lain di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, dan paha (Aisah, 2010). Pada kondisi sistemik, gejala yang muncul antara lain eosinofilia perifer (sindroma Loeffler), infiltrat pulmonar migratori, dan peningkatan kadar imunoglobulin E, namun kondisi ini jarang ditemui (Vano-Galvan et al, 2009). Sumber : Tolan Jr, 2013 Gambar 2.4. Gambaran klinis CLM Diagnosis Diagnosis CLM ditegakkan berdasarkan gejala klinisnya yang khas dan disertai dengan riwayat berjemur, berjalan tanpa alas kaki di pantai atau aktivitas lainnya di daerah tropis, biopsi tidak diperlukan (Vano-Galvan et al, 2009). Prosedur invasif jarang digunakan untuk mengindentifikasi parasit pada CLM. Hal ini disebabkan karena ujung anterior lesi tidak selalu menunjukkan
10 13 tempat dimana larva berada. Pada pemeriksaan lab, eosinofilia mungkin ditemukan, namun tidak spesifik. Dalam sebuah penelitian di Jerman pada wisatawan dengan CLM, hanya pada 8 (20%) dari 40 orang didapatkan eosinofilia. Namun, peningkatan kadar eosinofil dapat mengindikasikan perpindahan larva cacing ke visceral, tetapi ini termasuk komplikasi yang jarang terjadi (Heukelbach dan Feldmeier, 2008). CLM yang disebabkan oleh Ancylostoma caninum dapat dideteksi dengan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). Sekarang ini, mikroskop epiluminesens telah digunakan untuk memvisualisasikan pergerakan larva, namun sensitivitas metode ini belum diketahui (Heukelbach dan Feldmeier, 2008) Diagnosis Banding Jika ditinjau dari terowongan yang ada, CLM harus dibedakan dengan skabies. Pada skabies, terowongan yang terbentuk tidak sepanjang pada CLM. Namun, apabila dilihat dari bentuknya yang polisiklik, penyakit ini sering disalahartikan sebagai dermatofitosis. Pada stadium awal, lesi pada CLM berupa papul, karena itu sering diduga dengan insects bite. Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, lesi berupa papul-papul sering menyerupai herpes zoster stadium awal (Aisah, 2010). Diagnosis banding yang lain antara lain dermatitis kontak alergi, dermatitis fotoalergi (Robson dan Othman, 2008), loiasis, myasis, schistosomiasis, tinea korporis (Heukelbach dan Feldmeier, 2008), dan ganglion kista serpiginius (Friedli et al, 2002). Kondisi lain yang bukan berasal dari parasit yang menyerupai CLM adalah tumbuhnya rambut secara horizontal di kulit (Sakai et.al, 2006) Pengobatan Menurut Heukelbach dan Feldmeier (2008), obat pilihan utama pada CLM adalah ivermectin. Dosis tunggal (200 µg/kg berat badan) dapat membunuh larva secara efektif dan menghilangkan rasa gatal dengan cepat. Angka kesembuhan dengan dosis tunggal berkisar 77% sampai 100%. Dalam hal kegagalan
11 14 pengobatan, dosis kedua biasanya dapat memberikan kesembuhan. Ivermectin kontradiksi pada anak-anak dengan berat kurang dari 15 kg atau berumur kurang dari 5 tahun dan pada ibu hamil atau wanita menyusui. Namun, pengobatan offlabel pada anak-anak dan ibu hamil sudah pernah dilakukan dengan tanpa adanya laporan kejadian merugikan yang signifikan (Saez-de-Ocariz et al, 2002; Gyapong et al, 2004 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008). Dosis tunggal ivermectin lebih efektif daripada dosis tunggal albendazol, tetapi pengobatan berulang dengan albendazol dapat dilakukan sebagai alternatif yang baik di negara-negara dimana ivermectin tidak tersedia. Oral albendazol (400 mg setiap hari) yang diberikan selama 5-7 hari menunjukkan tingkat kesembuhan yang sangat baik, dengan angka kesembuhan mencapai %. Karena dosis tunggal albendazol memiliki efikasi yang rendah, albendazol dengan regimen tiga hari biasanya lebih direkomendasikan. Jika diperlukan, dapat dilakukan pendekatan alternatif dengan dosis awal albendazol dan mengulangi pengobatan (Heukelbach dan Feldmeier, 2008). Tiabendazol (50 mg per kg berat badan selama 2-4 hari) telah digunakan secara luas sejak laporan mengenai efikasinya pada tahun Namun, tiabendazol yang diberikan secara oral memiliki toleransi yang buruk. Selain itu, penggunaan tiabendazol secara oral sering menimbul efek samping berupa pusing, mual muntah, dan keram usus. Karena penggunaan ivermectin dan albendazol secara oral menunjukkan hasil yang baik, penggunaan tiabendazol secara oral tidak direkomendasikan (Heukelbach dan Feldmeier, 2008). Penggunaan tiabendazol secara topikal pada lesi dengan konsentrasi 10-15% tiga kali sehari selama 5-7 hari terbukti memiliki efektivitas yang sama dengan pengguaan ivermectin secara oral. Penggunaan secara topikal didapati tidak memiliki efek samping, tetapi memerlukan kepatuhan pasien yang baik. Tiabendazol topikal terbatas pada lesi multipel yang luas dan tidak dapat digunakan pada folikulitis. Ivermectin dan albendazol adalah gabungan yang menjanjikan untuk penggunaan topikal, terutama untuk anak-anak, namun data efikasi untuk penggunaan ini masih terbatas. Infeksi sekunder harus ditangani dengan antiobiotik topikal (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).
12 15 Cara terapi lain ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO 2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturutturut. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan nitrogen liquid dan penyemprotan kloretil sepanjang lesi. Akan tetapi, ketiga cara tersebut sulit karena sulit untuk mengetahui secara pasti dimana larva berada. Di samping itu, cara ini dapat menimbulkan nyeri dan ulkus. Pengobatan dengan cara ini sudah lama ditinggalkan (Aisah, 2010) Pencegahan Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian CLM antara lain: - Mencegah bagian tubuh untuk berkontak langsung dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi (Heukelbach dan Feldmeier, 2008) - Saat menjemur pastikan handuk atau pakaian tidak menyentuh tanah (Heukelbach dan Feldmeier, 2008) - Melakukan pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing dengan antihelmintik (Bava et al, 2011) - Hewan dilarang untuk berada di wilayah pantai ataupun taman bermain (Bava et al, 2011) - Menutup lubang-lubang pasir dengan plastik dan mencegah binatang untuk defekasi di lubang tersebut (Tremblay et al, 2000 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008) - Wisatawan disarankan untuk menggunakan alas kaki saat berjalan di pantai dan menggunakan kursi saat berjemur (Tremblay et al, 2000 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008) Akan tetapi, pada masyarakat yang kurang mampu, keterbatasan finansial mengakibatkan sulitnya masyarakat untuk memberikan pengobatan yang teratur terhadap anjing dan kucing. Sehingga pada akhirnya, pemberantasan cacing tambang pada binatang hanya bisa dilakukan dengan cara melakukan pengontrolan yang terintegrasi antara pihak kesehatan masyarakat, antropologis medis, dokter hewan, dan masyarakat (Heukelbach, Mencke, dan Feldmeier, 2002).
13 Prognosis CLM termasuk ke dalam golongan penyakit self-limiting. Pada akhirnya, larva akan mati di epidermis setelah beberapa minggu atau bulan. Hal ini disebabkan karena larva tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada manusia (Hochedez dan Caumes, 2007). Lesi tanpa komplikasi yang tidak diobati akan sembuh dalam 4-8 minggu, tetapi pengobatan farmakologi dapat memperpendek perjalanan penyakit (Robson dan Othman, 2008).
Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9
BAB 3 DISKUSI Larva migrans adalah larva cacing nematoda hewan yang mengadakan migrasi di dalam tubuh manusia tetapi tidak berkembang menjadi bentuk dewasa. Terdapat dua jenis larva migrans, yaitu cutaneous
Lebih terperinciHookworm-Related Cutaneous Larva Migrans
Cutaneous Larva Migrans yang Disebabkan Cacing Tambang Shinta Nareswari Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Cutaneous larva migrans yang disebabkan cacing tambang adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk
Lebih terperinciPada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di
Lebih terperinciPENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id
PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk
Lebih terperinciCACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)
CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda
Lebih terperincixvii Universitas Sumatera Utara
xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan
Lebih terperinciE. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.
PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang
Lebih terperinciDistribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi
Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di
Lebih terperinciSTRONGILOIDIASIS No. Dokumen : No Revisi : Tanggal terbit : Halaman :
UPT PUSKESMAS CIPELANG SOP STRONGILOIDIASIS No. Dokumen : No Revisi : Tanggal terbit : Halaman : dr.hj.iyen Ganefianti NIP. 196311101989032011 1. Pengertian Strongiloidiasis adala penyakit kecacingan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan
Lebih terperinciBAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)
BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anjing Anjing termasuk keluarga Canidae, bersaudara dengan serigala, rubah, dan anjing rakun. Diantara semua anggota Canidae, anjing mempunyai hubungan yang paling dekat dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun
20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang
Lebih terperinciCONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,
Lebih terperinci2. Strongyloides stercoralis
NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem
Lebih terperinciBAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian
Lebih terperinciMengapa disebut sebagai flu babi?
Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan S. scabiei varietas hominis. 1-3 Istilah skabies berasal dari bahasa Latin yang berarti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan 2.1.1 Definisi Kecacingan Helmintiasis (kecacingan) menurut WHO adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus
Lebih terperinciProses Penularan Penyakit
Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Filariasis 1. Filariasis Filariasis adalah suatu infeksi cacing filaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk dan dapat menimbulkan pembesaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis atau penyakit kuning merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira Icterohaemorrhagiae
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Kecacingan Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO) adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari cacing gelang
Lebih terperinciBAB 2 TI JAUA PUSTAKA
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, infeksi cacing di seluruh dunia mencapai 650 juta sampai 1 milyar orang, dengan prevalensi paling tinggi di daerah tropis. Populasi di daerah pedesaan
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
Lebih terperinciDEFINISI KASUS MALARIA
DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.
Lebih terperinciTREMATODA PENDAHULUAN
TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
Lebih terperinciAll about Tinea pedis
All about Tinea pedis Tinea pedis? Penyakit yang satu ini menyerang pada bagian kulit. Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang satu ini boleh dikata sangat menjengkelkan.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan ada sekitar 2,34 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat
Lebih terperinciMAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI
MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...
Lebih terperinciCREEPING ERUPTION. Sudjari,* Dearikha Karina Mayashita,* Herwinda Brahmanti**
Laporan Kasus CREEPING ERUPTION Sudjari,* Dearikha Karina Mayashita,* Herwinda Brahmanti** *Laboratorium Parasitologi ** Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Brawijaya/RSUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi penting seperti juga penyakit infeksi lainnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan maupun daerah perkotaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Giardiasis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh protozoa patogen Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi protozoa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang, terutama di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Asia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Blastocystis hominis 2.1.1 Epidemiologi Blastocystis hominis merupakan protozoa yang sering ditemukan di sampel feses manusia, baik pada pasien yang simtomatik maupun pasien
Lebih terperinciPREVALENSI ZOONOTIC HOOKWORM YANG BERPOTENSI MENYEBABKAN CREEPING ERUPTION DI CAKRANEGARA
PREVALENSI ZOONOTIC HOOKWORM YANG BERPOTENSI MENYEBABKAN CREEPING ERUPTION DI CAKRANEGARA Ersandhi Resnhaleksmana 1, Pancawati Ariami 1, I Gusti Ayu Nyoman Danuyanti 1 1 Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
Lebih terperinciPenyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio
Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Soil Transmitted Helminths (STHs) Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda usus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi yang menyerang masyarakat. Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. Hominis (kutu mite yang membuat
Lebih terperinciABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016
ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI 2015- JUNI 2016 Pioderma merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman staphylococcus, streptococcus,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ yang esensial, vital dan sebagai cermin kesehatan pada kehidupan. Kulit juga termasuk pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain penyakit ini masih endemis di hampir semua daerah, juga sering muncul
Lebih terperinciKanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9
Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap
Lebih terperinciUJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI
UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS
Lebih terperinciKESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU
KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Makalah ini Disusun Oleh Sri Hastuti (10604227400) Siti Khotijah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis cacing Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Soil-transmitted helminthiasis merupakan kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing parasit usus, antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminths Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyi saluran cerna yang berfungsi penuh. Biasanya berbentuk silindris serta panjangnya
Lebih terperinciTATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :
Revisi Halaman 1. Pengertian Skistosoma adalah salah satu penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing trematoda dari genus schistosoma (blood fluke). 2. Tujuan Prosedur ini sebagai acuan dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminth Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa nematoda yang menginfeksi usus manusia ditularkan melalui tanah dan disebut dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sebuah industri sangat penting untuk dilakukan tanpa memandang industri tersebut berskala besar ataupun kecil dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Askariasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian 73%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit parasiter saat ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi manusia. Ada 6 jenis penyakit parasiter yang sangat serius melanda dunia, yaitu malaria, schistosomiasis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus dengue tersebut telah dilaporkan semenjak
Lebih terperinciKanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kacamata. Penggunaan lensa kontak makin diminati karena tidak mengubah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lensa kontak adalah salah satu terapi refraksi yang lazim digunakan selain kacamata. Penggunaan lensa kontak makin diminati karena tidak mengubah struktur wajah dan
Lebih terperinciCiri-ciri umum cestoda usus
Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata
Lebih terperinciKenali Penyakit Periodontal Pada Anjing
Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing Mungkin Anda sudah sering mendengar istilah "penyakit periodontal". Namun, apakah Anda sudah memahami apa arti istilah itu sebenarnya? Kata 'periodontal' berasal
Lebih terperinciABSTRAK PARASIT PADA HEW AN PELIHARAAN YANG SERING MENULAR PADAMANUSIA
ABSTRAK PARASIT PADA HEW AN PELIHARAAN YANG SERING MENULAR PADAMANUSIA Maryani, 2004, Pembimbing I: Meilinah Hidayat, dr., M. Kes., Pembimbing II: Susy Tjahjani, dr., M. Kes. Adanya parasit pada hewan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Helminthiasis Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur hidup dan hubungan
Lebih terperinci