PUSAT KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PUSAT KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO BADAN KEBIJAKAN FISKAL"

Transkripsi

1 PUSAT KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO BADAN KEBIJAKAN FISKAL DAYA SAING INDONESIA MENJELANG BERLAKUNYA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (ASEAN ECONOMIC COMMUNITY, AEC) Makalah Kebijakan (Policy Paper) Muhammad Afdi Nizar Jakarta

2 Ringkasan Eksekutif Dalam cetak biru ASEAN Economic Community (AEC), terdapat 12 sektor prioritas yang akan diintegrasikan. Tujuh diantaranya sektor industri, yaitu industri agro, perikanan, industri berbasis karet, industri tekstil dan produk tekstil, industri kayu dan produk kayu, peralatan elektronik, dan otomotif. Revealed Competitive Advantage (RCA), Logistic Performance Index (LPI), dan Easing Doing Bussines Index digunakan untuk mengetahui daya saing produk ketujuh sektor industri. Dari segi daya saing produk yang diukur menggunakan RCA, hanya sedikit produk industri Indonesia memiliki daya saing tertinggi. Mayoritas produk industri memiliki daya saing tinggi tetapi kalah unggul dibandingkan negara-negara ASEAN lain. Produk-produk yang memiliki daya saing tertinggi antara lain produk berbasis agro (kakao, tembakau, kertas dan kertas karton, dan minyak nabati), produk dari karet (getah karet alam), produk dari kayu (produk kayu lapis), tekstil dan produk tekstil (produk serat buatan lainnya, kain tenun, dan kain buatan manusia). Seluruh Produk Perikanan, Produk Elektronik, dan Produk Otomotif memiliki daya saing tinggi tetapi kalah unggul dibandingkan negara-negara ASEAN lain. Thailand, Filipina, Vietnam, dan Myanmar memiliki daya saing tertinggi dalam Produk Perikanan. Produk Elektronik didominasi oleh Malaysia, Thailand dan Vietnam. Sedangkan Produk Otomotif didominasi oleh Thailand, Filipina, dan Kamboja. Dari segi kinerja logistik yang diukur menggunakan LPI, daya saing Indonesia secara keseluruhan mengalami peningkatan dari 59 pada tahun 2012 menjadi 53 pada tahun Namun, dalam lingkup ASEAN, peringkat Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Dari enam komponen yang diukur dalam LPI, masalah yang paling besar bagi Indonesia berkaitan dengan sektor pelabuhan karena komponen international shipment berada jauh bawah indeks keseluruhan. Easing Doing Bussines Index Indonesia pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi peringkat 120 dari tahun sebelumnya di peringkat 116, 1

3 dimana 9 dari 10 indikator penilaian mangalami penurunan. Posisi Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja, Laos dan Myanmar. Permasalahan paling utama bagi Indonesia yaitu kemudahan memulai bisnis baru dari segi prosedur dan lama waktu yang dibutuhkan. Dengan memperhatikan beberapa indikator daya saing di atas dapat dikatakan bahwa Indonesia akan menghadapi tingkat persaingan yang sangat tinggi antar sesama negara-negara ASEAN. Agar Indonesia menjadi basis produksi komoditi sebagai salah satu misi terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN maka upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan daya saing menjadi suatu keniscayaan. 2

4 LATAR BELAKANG Kerjasama ekonomi antar negara-negara anggota ASEAN telah dimulai sejak disahkannya Deklarasi Bangkok tahun Tujuan kerjasama ini adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya. Dalam dinamika perkembangannya, kerjasama ekonomi ASEAN diarahkan pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya. Setelah krisis ekonomi yang melanda khususnya kawasan Asia Tenggara, para Kepala Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-9 di Bali, Indonesia tahun 2003, menyepakati pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang Keamanan Politik (ASEAN Political- Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan Sosial Budaya (ASEAN Socio-CultureCommunity), yang kemudian dikenal dengan Bali Concord II. Untuk pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, ASEAN telah menyepakati akan diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang implementasinya mengacu pada cetak biru (blueprint) AEC. AEC Blueprint ini memuat empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e- commerse; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai 3

5 kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global (ASEAN, 2007a dan ASEAN, 2013). Dalam cetak biru AEC itu juga ditetapkan bahwa ada 12 sektor prioritas yang akan diintegrasikan. Tujuh diantaranya adalah sektor barang, yaitu industri agro, perikanan, industri berbasis karet, industri tekstil dan produk tekstil, industri kayu dan produk kayu, peralatan elektronik, dan otomotif. Sementara sisanya adalah lima sektor jasa, yakni transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, serta industri teknologi informasi atau e-asean. Dalam rangka menghadapi integrasi pasar ASEAN melalui AEC tersebut, perlu dilihat tingkat daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Dalam konteks ini ada beberapa hal yang terkait daya saing yang akan menjadi perhatian utama dalam paper ini. Pertama, daya saing produk/komoditas ekspor Indonesia terutama yang akan segera diintegrasikan di pasar internasional dan dibandingkan dengan daya saing produk/komoditas ekspor negara-negara lain dalam kawasan. Kedua, daya saing logistik (logistic performance index) dan ketiga, daya saing dari aspek kemudahan melakukan bisnis (easing doing busines index) PEMBAHASAN Daya Saing Produk/Komoditas Daya saing produk/komoditas diukur dengan menggunakan indeks Revealed Competitive Advantage (RCA) 1. Penghitungan indeks RCA 1 Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan suatu indeks yang menunjukkan daya saing ekspor komoditi dengan produk-produk sejenis dari negara lain di pasar 4

6 dilakukan dengan menggunakan klasifikasi SITC 3 digit dalam periode Dari hasil perhitungan diketahui bahwa produk/komoditas ekspor yang terdapat dalam tujuh sektor yang akan diintegrasikan tersebut, ternyata tidak semua produk/komoditas ekspor Indonesia yang memiliki daya saing tinggi (indeks RCA> 1) di pasar internasional. A. Produk Berbasis Agro Ada beberapa komoditi yang masuk ke dalam kelompok produk berbasis agro dengan daya saing yang berbeda-beda. Produkproduk dengan daya saing rendah yang diidentifikasi berdasarkan nilai indeks RCA (RCA < 1) antara lain adalah produk susu (SITC 022, SITC 023, dan SITC 024), buah-buahan (SITC 057, SITC 058, dan SITC 059), dan gula (SITC 061 dan SITC 062). Untuk ketiga produk tersebut negara pengekspor yang memiliki keunggulan daya saing (RCA tertinggi) adalah Filipina dan Thailand. Sementara itu, produkproduk ekspor Indonesia dalam kelompok produk berbasis agro yang memiliki daya saing tinggi (RCA> 1) antara lain adalah : (i). Kopi (SITC 071). Dalam tahun 2010 indeks daya saing produk ini mencapai 3.21 dan meningkat menjadi 3.93 dalam tahun Artinya, Indonesia memiliki daya saing yang tinggi (RCA > 1) dalam produk kopi ini. Meskipun demikian, bila dibandingkan negara-negara ASEAN lain, daya saing Indonesia masih berada global (Balassa, 1965 dan 1977; Muendler, 2007). Daya saing tersebut secara umum dinilai dengan benchmark 1. Suatu produk dikatakan memiliki daya saing dan keunggulan komparatif apabila memiliki nilai RCA > 1 dan sebaliknya apabila memiliki RCA<1. Indeks RCA tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: RCAj Xij Xwj Xi Xw di mana : RCA j = indeks daya saing komoditi j di pasar global; X ij = ekspor komoditi j oleh negara i; X wj = total ekspor komoditi j di dunia; X i = total ekspor negara i; X w = total ekspor dunia. 5

7 di bawah Timor Leste, Vietnam, dan Laos. Bahkan Laos menjadi negara dengan daya saing paling unggul (RCA tertinggi) untuk ekspor kopi ini. (ii). Kakao (SITC 072). Walaupun dalam periode terjadi penurunan indeks daya saing, yaitu dari 7.31 dalam tahun 2010 menjadi 5.12 tahun 2011 dan 5.15 tahun 2012, Indonesia tetap memiliki daya saing tertinggi (RCA > 1) dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Negara pesaing utama dalam ekspor produk ini adalag Malaysia, dengan indek RCA terus menunjukkan peningkatan dari 4.32 tahun 2010 naik menjadi 4.38 tahun 2011 dan menjadi 4.52 tahun (iii). Tembakau (SITC 121 dan 122). Untuk tembakau non-olahan (SITC 121) daya saing Indonesia cukup tinggi (RCA > 1) namun cenderung menurun yaitu dari 1,68 dalam tahun 2010 menjadi 1,22 tahun Saingan utama Indonesia dalam ekspor tembakau non olahan adalah Filipina, Kamboja dan Laos (RCA tertinggi). Sementara tembakau olahan (SITC 122) Indonesia memiliki daya saing tertinggi dan cenderung meningkat yaitu dari 1,77 tahun 2010 menjadi 1,98 tahun Negara pesaing utama dalam ekspor tembakau olahan adalah Malaysia, Vietnam, dan Filipina (iv). Kertas dan produk kertas (SITC 251, SITC 641, dan SITC 642). Untuk ekspor produk kertas dan kertas karton (SITC 641) walaupun terjadi sedikit penurunan dari 3.23 tahun 2010 menjadi 2.90 tahun 2012 namun Indonesia tetap memiliki daya saing (RCA) tertinggi (unggul), dengan pesaing utama Myanmar. Sementara itu untuk produk bubur kayu dan sampah kertas (SITC 251) walaupun daya saing Indonesia tinggi (RCA > 1) namun masih di bawah Myanmar (RCA tertinggi). 6

8 (v). Minyak nabati (SITC 422). Dalam produk ini, termasuk di dalamnya CPO, Indonesia memiliki daya saing (RCA) tertinggi dan cenderung meningkat, yaitu dari tahun 2010 menjadi tahun Negara-negara pesaing utama dalam ekspor produk ini adalah Malaysia dan Filipina. (vi). Furnitur (SITC 821). Meskipun daya saing ekspor Indonesia dalam produk ini tinggi (RCA > 1), namun masih lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam (RCA tertinggi). Posisi daya saing produk-produk berbasis agro Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran. Tabel 1 DAYA SAING PRODUK BERBASIS AGRO DAYA SAING PRODUK BERBASIS AGRO PRODUK (Kode SITC) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) DAYA SAING INDONESIA KOMPETITOR Susu (022, 023, 024) rendah(rca<1) Filipina (RCA tertinggi), khususnya susu dan produk susu (022) Buah-buahan (057, 058, 059) rendah(rca<1) Filipina (RCA tertinggi), Thailand & Vietnam Gula (061 dan 062) rendah(rca<1) Thailand (RCA tertinggi), Laos, Filipina Kopi (071) tinggi (RCA > 1) Laos (RCA tertinggi), Timor Leste, Vietnam Kakao (072) tinggi (RCA > 1) Malaysia; tapi RCA Indonesia lebih tinggi Tembakau (121 dan 122) - tembakau non-olahan (sisa tembakau) (121) tinggi (RCA > 1) Laos (RCA tertinggi), Filipina & Kamboja - tembakau olahan (122) tinggi (RCA > 1) RCA Indonesia tertinggi : Malaysia, Filipina & Vietnam Kertas dan produk kertas (251, 641, & 642) - bubur kayu dan sampah kertas (251) tinggi (RCA > 1) Myanmar (RCA tertinggi) - kertas dan kertas karton (641) tinggi (RCA > 1) Indonesia tertinggi, negara lain RCA < 1 Minyak nabati lainnya, cair atau kental (422) tinggi (RCA > 1) Malaysia & Filipina; tapi RCA Indonesia tertinggi Furnitur (821) tinggi (RCA > 1) Malaysia & Vietnam (RCA tertinggi) B. Produk dari Karet Untuk produk dari karet Indonesia hanya unggul (RCA tertinggi) dalam ekspor getah karet alam (SITC 231), dengan indek daya saing masing-masing dalam tahun 2010 turun menjadi 26,20 dalam 7

9 tahun 2011 dan meningkat menjadi 27,68 dalam tahun Sementara untuk produk karet lain, seperti bahan karet (SITC 621) dan ban karet (SITC 625) walaupun RCA Indonesia tinggi, tapi masih kalah bersaing dibandingkan dengan Thailand (RCA tertinggi). Sementara produk karet sintetis (SITC 232) dan barang dari karet (SITC 629) Indonesia memiliki daya saing yang rendah (RCA < 1). Posisi daya saing produk-produk karet Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran. Tabel 2 DAYA SAING SAING PRODUK KARET PRODUK KARET PRODUK (Kode SITC) DAYA SAING INDONESIA KOMPETITOR - getah karet alam, karet alam lainnya (231) Laos; Malaysia; Myanmar; Kamboja; Thailand; & Vietnam; tapi RCA tinggi (RCA > 1) Indonesia tertinggi - karet sintetis (232) rendah(rca<1) Myanmar (RCA tertinggi) - bahan karet (pasta, pelat, lembaran, dll) (621) tinggi (RCA > 1) Kamboja; Thailand (RCA tertinggi); Malaysia & Vietnam - ban karet, telapak ban atau flaps & ban dalam (625) tinggi (RCA > 1) Thailand (RCA tertinggi) & Filipina - barang dari karet (629) rendah(rca<1) Thailand (RCA tertinggi) & Vietnam Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) C. Produk Perikanan. Semua produk perikanan Indonesia memiliki daya saing yang tinggi (RCA > 1) dan dengan kecenderungan daya saing yang meningkat. Daya saing produk ikan segar (SITC 034) meningkat dari 1.65 tahun 2010 menjadi 1.94 tahun Demikian pula daya saing ikan kering/ikan asap (SITC 035) meningkat dari 1.36 tahun 2010 menjadi 2.07 tahun Produk ikan moluska (SITC 036) juga meningkat daya saingnya dari 3.95 tahun 2010 menjadi 4.25 tahun 2012 dan produk ikan diawetkan (SITC 037) meningkat dari 2.50 tahun 2010 menjadi 1.97 tahun Meskipun demikian, daya saing produk perikanan Indonesia masih kalah bersaing dengan Myanmar untuk 8

10 ikan kering/ikan asap (SITC 035), dengan Vietnam untuk ekspor ikan segar (SITC 034) dan moluska (SITC 036), dan dengan Thailand untuk ekspor ikan diawetkan (SITC 037). Posisi daya saing produk perikanan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran. Tabel 3 DAYA SAING PRODUK PERIKANAN DAYA SAING PRODUK PERIKANAN PRODUK (Kode SITC) DAYA SAING INDONESIA KOMPETITOR - ikan, segar (hidup atau mati), dingin atau beku (034) tinggi (RCA > 1) Filipina; Vietnam (RCA tertinggi) - ikan kering/asin atau dalam air garam; ikan asap (035) tinggi (RCA > 1) Thailand; Myanmar (RCA tertinggi); & Vietnam - krustasea, moluska dan invertebrata air (036) tinggi (RCA > 1) Thailand; Filipina; Myanmar; & Vietnam (RCA tertinggi) - ikan, invertebrata air, diawetkan (037) tinggi (RCA > 1) Thailand (RCA tertinggi); Filipina; Myanmar; & Vietnam Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) D. Produk dari Kayu. Untuk produk dari kayu Indonesia juga memiliki daya saing yang tinggi (RC > 1), yaitu dalam ekspor kayu bakar (SITC 245), potongan/limbah kayu (SITC 246), kayu jadi, bantalan rel kereta, (SITC 248), produk kayu lapis (SITC 634), dan kayu olahan (SITC 635). Meskipun memiliki daya saing tinggi, namun untuk beberapa produk, Indonesia kalah bersaing dengan Laos (kayu bakar), Vietnam (potongan/limbah kayu), Myanmar (kayu jadi, bantalan rel kereta) dan Filipina (kayu olahan). Indonesia hanya lebih unggul (RCA tertinggi) dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam produk kayu lapis (SITC 634) dan daya saingnya juga cenderung meningkat dari 5.42 dalam tahun 2010 menjadi 5.90 dalam tahun Posisi daya saing produk dari kayu Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran. 9

11 Tabel 4 DAYA SAING SAING PRODUK DARI PRODUK KAYU DARI KAYU PRODUK (Kode SITC) DAYA SAING INDONESIA KOMPETITOR - kayu bakar (termasuk limbah kayu) dan arang kayu (245) tinggi (RCA > 1) Laos (RCA tertinggi); Kamboja;Filipina; Malaysia; Vietnam - potongan kayu dan limbah kayu (246) tinggi (RCA > 1) Thailand; Myanmar; & Vietnam (RCA tertinggi) - kayu jadi, dan bantalan rel kereta api dari kayu (248) tinggi (RCA > 1) Laos; Kamboja; Thailand; Malaysia; & Myanmar (RCA tertinggi) - kayu lapis, dan kayu lainnya (634) tinggi (RCA > 1) Thailand & Malaysia; tapi RCA Indonesia tertinggi - kayu olahan (635) tinggi (RCA > 1) Filipina (RCA tertinggi); Malaysia; Myanmar & Vietnam Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) E. Tekstil dan Produk Tekstil. Dalam kelompok produk ini daya saing Indonesia tergolong tinggi (RCA > 1), kecuali beberapa produk seperti kain katun anyaman (SITC 652); kain rajutan (SITC 655); kain tule, hiasan, renda (SITC 656); benang khusus (SITC 657); barang buatan lain dari bahan tekstil (SITC 658); dan asesori pakaian dari tekstil (SITC 846), yang memiliki daya saing rendah (RCA < 1). (i) Serat tekstil nabati (SITC 265). Daya saing Indonesia ekspor tinggi untuk produk ini cukup tinggi (RCA > 1) dan cenderung naik, yaitu dari 1.11 tahun 2010 menjadi 1.51 tahun Namun demikian daya saingnya masih lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam (yang memiliki RCA tertinggi). Kompetitor lainnya dalam produk ini adalah Thailand dan Filipina; (ii) Dalam produk serat sintetis untuk pemintalan (SITC 266) daya saing ekspor Indonesia juga tinggi dan menunjukkan peningkatan dari 1.25 tahun 2010 menjadi 1.60 tahun Namun masih lebih rendah dibandingkan daya saing ekspor Thailand (dengan RCA tertinggi). Kompetitor lainnya dalam produk ini adalah Malaysia, Myanmar dan Vietnam. 10

12 (iii) Untuk produk pakaian bekas dan barang tekstil bekas lainnya (SITC 269) daya saing ekspor Indonesia walaupun mengalami peningkatan dari 0.32 dalam tahun 2010 menjadi 2.48 dalam tahun 2012 lebih rendah dibandingkan daya saing Kamboja (RCA tertinggi). Negara pesaing lain dalam produk ini adalah Malaysia. (iv) Untuk benang tekstil (SITC 651) daya saing ekspor cukup tinggi (RCA > 1), namun cenderung menurun, yaitu dari 4.18 dalam tahun 2010 menjadi 3.86 dalam tahun Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam (RCA tertinggi). Negara pesaing lain adalah Thailand dan Malaysia. (v) Untuk produk kain katun, anyaman (SITC 652), daya saing ekspor rendah dan menunjukkan penurunan dari 1.00 dalam tahun 2010 menjadi 0.85 dalam tahun Dalam ekspor produk ini, Indonesia kalah bersaing dengan Thailand (RCA tertinggi). (vi) Untuk produk pakaian (SITC 841 SITC 845), walaupun RCA Indonesia tinggi (RCA > 1), namun masih lebih rendah dibanding dengan RCA negara ASEAN lainnya. Indonesia kalah bersaing dengan Kamboja (RCA tertinggi). Negara ASEAN lain yang menjadi pesaing utama dalam produk pakaian ini adalah Laos, Vietnam, Myanmar, dan Filipina. (vii) Indonesia hanya unggul dalam produk serat buatan lainnya (SITC 267) dan kain tenun, kain buatan manusia (SITC 653). Produk serat buatan lainnya memiliki RCA > 1, namun cenderung menurun, yaitu dari 9.26 tahun 2010 menjadi 7.63 tahun Daya saing (RCA) ekspor kain tenun/kain buatan manusia dari Indonesia adalah paling tinggi dan cenderung naik, yaitu dari 2.75 tahun 2010 menjadi 2.89 tahun

13 Produk-produk ini juga menghadapi persaingan dari negara ASEAN lainnya, terutama dari Thailand. Posisi daya saing produk tekstil Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran. Tabel 5 DAYA SAING TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DAYA SAING TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL PRODUK (Kode SITC) DAYA SAING INDONESIA KOMPETITOR - serat tekstil nabati, tidak dipintal (265) tinggi (RCA > 1) Thailand; Filipina: & Vietnam (RCA tertinggi) - serat sintetis untuk pemintalan (266) tinggi (RCA > 1) Thailand (RCA tertinggi); Malaysia; Myanmar; Vietnam - serat buatan lainnya yang cocok untuk pemintalan (267) tinggi (RCA > 1) Thailand; tapi RCA Indonesia tertinggi - pakaian bekas dan barang tekstil bekas lainnya (269) tinggi (RCA > 1) Kamboja (RCA tertinggi); Malaysia - benang tekstil (651) tinggi (RCA > 1) Thailand; Malaysia & Vietnam (RCA tertinggi) - kain katun, anyaman (652) rendah(rca<1) Thailand (RCA tertinggi) - kain, tenun, kain buatan manusia (653) tinggi (RCA > 1) Thailand & Vietnam; tapi RCA Indonesia tertinggi - kain rajutan (655) rendah(rca<1) Vietnam (RCA tertinggi) - kain tule, hiasan, renda, pita & barang-barang kecil lainnya (656) rendah(rca<1) Filipina & Thailand (RCA tertinggi) - benang khusus, kain tekstil khusus & yang terkait (657) rendah(rca<1) Vietnam (RCA tertinggi) - barang buatan lainnya dari bahan tekstil (658) rendah(rca<1) Kamboja & Vietnam (RCA tertinggi) - pakaian lelaki & anak lelaki bukan rajutan (841) tinggi (RCA > 1) Kamboja (RCA tertinggi); Laos; Vietnam - pakaian wanita & anak wanita bukan rajutan (842) tinggi (RCA > 1) Kamboja (RCA tertinggi); Laos; Filipina; Myanmar & Vietnam - pakaian pria atau anak laki-laki, tekstil, rajutan (843) tinggi (RCA > 1) Kamboja (RCA tertinggi); Laos; Filipina; Myanmar; Thailand; & Vietnam - pakaian wanita & anak wanita rajutan (844) tinggi (RCA > 1) Kamboja (RCA tertinggi); Laos; Filipina; Myanmar & Vietnam - barang-barang lainnya dari tekstil (845) tinggi (RCA > 1) Kamboja (RCA tertinggi); Laos; Myanmar & Vietnam - asesori pakaian, dari kain tekstil (846) rendah(rca<1) Kamboja (RCA tertinggi); Myanmar & Vietnam - barang lain pakaian, termasuk tekstil (848) tinggi (RCA > 1) Kamboja; Malaysia (RCA tertinggi); Thailand; & Vietnam Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) F. Produk Elektronik Untuk produk-produk elektronik, daya saing Indonesia tinggi (RCA > 1) kecuali untuk peralatan telekomunikasi (SITC 764). Daya saing produk televisi (SITC 761) cukup tinggi (RCA > 1) dan cenderung naik dari 1.11 tahun 2010 menjadi 1.36 tahun Sedangkan produk radio (SITC 762) walaupun daya saing tinggi namun cenderung turun yaitu dari 2.21 tahun 2010 menjadi 1.67 tahun

14 Demikian pula produk recorder (SITC 763) turun dari 2.90 tahun 2010 menjadi 1.76 tahun Produk-produk dengan daya saing tinggi tersebut masih kalah bersaing dengan Malaysia (SITC 761 dan 762) dan Thailand (SITC 763). Posisi daya saing produk elektronik Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Lampiran. Tabel 6 DAYA SAING PRODUK ELEKTRONIK DAYA SAING PRODUK ELEKTRONIK PRODUK (Kode SITC) DAYA SAING INDONESIA KOMPETITOR - television receivers, whether or not combined (761) tinggi (RCA > 1) Malaysia (RCA tertinggi) & Thailand - radio-broadcast receivers, whether or not combined (762) tinggi (RCA > 1) Malaysia (RCA tertinggi) & Thailand - sound recorders or reproducers (763) tinggi (RCA > 1) Malaysia; Thailand (RCA tertinggi) & Vietnam - telecommunication equipment, n.e.s.; & parts, n.e.s. (764) rendah(rca<1) Vietnam (RCA tertinggi) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) G. Produk otomotif Daya saing ekspor Indonesia dalam produk otomotif yang cukup tinggi (RCA > 1) hanya untuk ekspor sepeda dan sepeda motor (SITC 785). Daya saing menunjukkan peningkatan, yaitu dari 1.48 dalam tahun 2010 menjadi 1.60 dalam tahun Meskipun demikian, daya saing dalam produk tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan Filipina, Thailand dan Kamboja (dengan RCA tertinggi). Untuk produk otomotif lain seperti kendaraan bermotor (SITC 782), daya saing ekspor Indonesia relatif rendah (RCA < 1). Demikian pula daya saing ekspor untuk suku cadang (SITC 784). Posisi daya saing produk otomotif Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran. 13

15 Tabel 7 DAYA SAING SAING PRODUK OTOMOTIF PRODUK OTOMOTIF PRODUK (Kode SITC) DAYA SAING INDONESIA KOMPETITOR - kendaraan bermotor utk angkt. barang, angkt. khusus (782) rendah(rca<1) Thailand (RCA tertinggi) - suku cadang & aksesoris kendaraan dari 722, 781, 782, 783 (784) rendah(rca<1) Filipina (RCA tertinggi) & Thailand - sepeda & sepeda motor (785) tinggi (RCA > 1) Kamboja (RCA tertinggi), Filipina, Singapura, Thailand, & Vietnam Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah) Logistics Performance Index (LPI) Indikator lain yang digunakan untuk melihat daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain adalah kinerja logistik berdasarkan hasil survei logistics performance index (LPI) tahun Dalam hasil survey LPI tersebut diketahui bahwa peringkat Indonesia dalam tahun 2014 naik enam tingkat, yaitu dari posisi 59 (tahun 2012) ke posisi 53. Kenaikan ini memberikan indikasi membaiknya daya saing Indonesia secara keseluruhan. Meskipun demikian peningkatan peringkat LPI itu masih dianggap kurang memuaskan oleh para pelaku usaha dan pengguna jasa logistik, karena peningkatan peringkat itu tidak bisa dijadikan ukuran perbaikan kinerja logistik nasional, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Berdasarkan hasil yang dilaporkan juga diketahui bahwa Singapura menduduki peringkat 5, Malaysia peringkat 25, Thailand peringkat 35 dan Vietnam peringkat 48. Peringkat Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Filipina (peringkat 57), Kamboja (peringkat 83), Laos (peringkat 131), dan Myanmar (peringkat 145). Dari enam komponen yang diukur dalam LPI, masalah yang paling besar bagi Indonesia berkaitan dengan sektor pelabuhan. Bila dilihat dari komponen custom, tahun 2014 Indonesia menduduki peringkat ke 55, lebih baik dibandingkan tahun 2012 dengan peringkat ke 74. Posisi 14

16 Indonesia lebih baik dari Vietnam (peringkat 61), Kamboja (peringkat 71), Laos (peringkat 100), dan Myanmar (peringkat 150). Sementara dari sisi infrastructure, posisi Indonesia lebih baik dibandingkan Filipina (peringkat 75), Kamboja (peringkat 79), Laos (peringkat 128), dan Myanmar (peringkat 137). Tabel 8 Logistic Performance Index (LPI) Negara-negara ASEAN, 2012 dan 2014 Negara Overall Customs Infrastructure International shipments Logistics quality and competence Tracking and tracing Timeliness Singapura Malaysia Thailand Vietnam Indonesia Filipina Cambodia Laos Myanmar Sumber : World Bank (2014) : Logistic Performance Index (LPI) Dalam komponen international shipment posisi Indonesia pada peringkat ke 74, lebih baik dibandingkan Kamboja (peringkat 78), Laos (peringkat 120), dan Myanmar (peringkat 151). Sedangkan dalam komponen tracking and tracing, dengan peringkat 58, posisi Indonesia lebih baik dibandingkan Filipina (peringkat 64), Kamboja (peringkat 71), Laos (peringkat 146), dan Myanmar (peringkat 130). Peringkat Indonesia untuk komponen-komponen tersebut semuanya berada di bawah rata-rata LPI Indonesia. Hanya komponen logistic quality and competence yang berada di atas rata-rata LPI Indonesia dengan peringkat 41 dalam tahun 2014 (lihat Tabel 8). Kondisi logistik dan 15

17 konektivitas ASEAN merupakan salah satu aspek dalam pilar-pilar AEC yang memerlukan perbaikan lebih lanjut dalam konteks masyarakat ekonomi ASEAN (Wattanapruttipaisan, 2008; Batthacharyay, 2010; dan Banomyong, 2011). Easing Doing Busines Index Selain indikator-indikator tersebut, daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain juga bisa dilihat dari kemudahan melakukan bisnis (easing doing busines index). Indeks ini menunjukkan kondusivitas lingkungan regulasi untuk melaksanakan bisnis di suatu negara. Secara rata-rata berdasarkan indeks ini dalam tahun 2013 Indonesia berada pada peringkat 120, turun dibandingkan posisi tahun 2012 (peringkat 116). Posisi Indonesia dalam tahun 2013 hanya lebih baik dibandingkan Kamboja (peringkat 137), Laos (peringkat 159) dan Myanmar (peringkat 182). Posisi Indonesia berada di bawah Singapura (peringkat 1); Malaysia (peringkat 6); Thailand (peringkat 18); Brunei Darussalam (peringkat 59); Vietnam (peringkat 99); dan Filipina (peringkat 108). Posisi indeks kemudahan melakukan bisnis negaranegara ASEAN dapat dilihat dalam Tabel 9. Tabel 9 Easing Doing Business Index Negara-negara ASEAN, 2014 Topics Singapura Malaysia Thailand Brunei Darussalam Vietnam Filipina Indonesia Kamboja Laos TimorLeste Easing Doing Busines Starting a Business Dealing with Construction Permits Getting Electricity Registering Property Getting Credit Protecting Investors Paying Taxes Trading Across Borders Enforcing Contracts Resolving Insolvency Myanmar Sumber : World Bank (2014) : ease of doing business index 16

18 Penurunan peringkat Indonesia dalam konteks kemudahan melakukan bisnis ini terjadi karena memburuknya penilaian terhadap kinerja hampir semua indikator yang digunakan untuk menentukan indeks tersebut. Dalam kaitannya dengan kemudahan untuk memulai bisnis (starting a business) misalnya, peringkat Indonesia turun dari 171 (2012) menjadi 175 (2013). Posisi Indonesia hanya lebih baik dibandingkan dengan Kamboja (peringkat 184) dan Myanmar (peringkat 189). Penurunan peringkat juga terjadi untuk hal yang terkait dengan izin konstruksi (dealing with construction permits), yaitu dari 77 (2012) menjadi 88 (2013). Posisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Filipina (peringkat 99), Kamboja (peringkat 161), Laos (peringkat 96) dan Myanmar (peringkat 150). Indikator lain yang juga menunjukkan penurunan posisi Indonesia adalah registering property yaitu dari peringkat 97 (2012) menjadi peringkat 101 (2013). Meskipun demikian, Indonesia relatif lebih baik dibandingkan Brunai Darussalam (peringkat 116), Kamboja (peringkat 118), Filipina (peringkat 121), dan Myanmar (peringkat 154). Namun kalah posisi dari Laos (peringkat 76), Vietnam (peringkat 51), Malaysia (peringkat 35), Thailand (peringkat 29), dan Singapura (peringkat 28). Posisi Indonesia yang cukup menyolok dan menunjukkan penurunan peringkat adalah pada aspek perpajakan (paying taxes). Dalam tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat 132, lebih baik dibandingkan posisi Filipina (peringkat 144) dan Vietnam (peringkat 145). Namun dalam tahun 2013 posisi Indonesia turun ke peringkat 137, hanya lebih baik dibandingkan Vietnam (peringkat 149). Posisi negara-negara ASEAN lain umumnya lebih baik dibandingkan Indonesia. Dengan memperhatikan beberapa indikator daya saing di atas dapat dikatakan bahwa Indonesia akan menghadapi tingkat persaingan yang sangat tinggi antar sesama negara-negara ASEAN. 17

19 REKOMENDASI Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal, bahwa AEC dibentuk dengan beberapa pilar, yang antara lain meliputi pilar sebagai pasar tunggal dan basis produksi dan juga pilar sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi. Agar Indonesia turut memberikan kontribusi dalam mendukung pilar-pilar basis produksi dan daya saing tinggi tersebut maka upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan daya saing menjadi suatu keniscayaan. Untuk meningkatkan daya saing Indonesia, pemerintah bersamasama masyarakat perlu melakukan kolaborasi yang kokoh. Upaya yang paling mendesak dilakukan dalam rangka AEC adalah : 1. menjadikan Indonesia sebagai basis produksi, terutama untuk produk-produk dimana Indonesia memiliki keunggulan komparatif. 2. Untuk mencapai itu yang sangat diperlukan adalah dukungan investasi. 3. Investasi yang paling mendesak dilakukan dan ditingkatkan adalah untuk penyediaan infrastruktur. 4. Pemerintah juga perlu mendorong peningkatan investasi yang sekaligus mampu mendorong berlangsungnya proses hilirisasi di sektor industri nasional, yang nota bene juga sangat membutuhkan dukungan infrastruktur. Program hilirisasi menjadi penting dalam upaya menciptakan diversifikasi produk, baik untuk kebutuhan domestik maupun kebutuhan ekspor, serta diversifikasi pasar tujuan ekspor. 5. Pemerintah perlu memberikan insentif (baik fiskal maupun nonfiskal) bagi perusahaan/industri yang berhasil melakukan diversifikasi produk dan pasar ekspor ini. Dengan demikian, 18

20 pemerintah juga bisa memiliki kontrol/monitoring terhadap upaya pengembangan produk dan pasar ekspor. BIBLIOGRAFI ASEAN. (2007a). ASEAN Economic Community Blueprint. ASEAN. (2007b). ASEAN Brief 2007 Progress towards the ASEAN Community, Jakarta: ASEAN Secretariat, November ASEAN. (2013). ASEAN Community Progress Monitoring System Full Report 2012 : Measuring Progress towards The ASEAN Economic Community and the ASEAN Socio-Cultural Community. Jakarta: ASEAN Secretariat (September) Badan Pusat Statistik. (2013). Data Perkembangan Ekspor Indonesia. berbagai tahun terbitan. Balassa, B. (1965). Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. Manchester School of Economic and Social Studies, 33. pp Balassa B. (1977). Revealed Comparative Advantage Revisited: An Analysis of Relative Export Shares of the Industrial Countries, Manchester School of Economic and Social Studies, 45. pp Banomyong, R. (2011). ASEAN Economic Community (AEC) Logistics Connectivity Development Framework. Powerpoint Presentation: Toward a Roadmap for Integration of the ASEAN Logistics Sector: Rapid Assessment & Concept Paper. ASEAN-US Technical Assistance and Training Facility. Batthacharyay, B. N. (2010). Infrastructures for ASEAN Connectivity and Integration. ASEAN Economic Bulletin, 27 (2), pp Muendler, M.A. (2007). Balassa (1965) Comparative Advantage by Sector of Industry, Brazil Mimeo. 19

21 Wattanapruttipaisan, T. (2008). Priority Integration Sectors in ASEAN : Supply-side Implications and Options. Asian Development Review, 24 (2), pp World Bank (2014). Logistic Performance Index (LPI). Washington DC : World Bank. World Bank (2014). Ease of Doing Business Index. Washington DC : World Bank (2014). Masyarakat Ekonomi ASEAN : Gamang Menjelang Jakarta : Majalah Tempo 11 Mei

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU Djaimi Bakce, Almasdi Syahza, dan Nur Hamlim (LPPM Universitas Riau) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres ISEI XIX dengan

Lebih terperinci

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS Garment Factory Automotive Parts 1 Tantangan eksternal : persiapan Negara Lain VIETNAM 2 Pengelolaaan ekspor dan impor Peningkatan pengawasan produk ekspor

Lebih terperinci

Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan

Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan Muliaman D. Hadad, PhD. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Surabaya, 8 Oktober 2015 Indonesia: bergerak ke sektor tersier? 2 Pangsa sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta)

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta) Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Februari 2017 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

PENYEDERHANAAN PERIZINAN IMB

PENYEDERHANAAN PERIZINAN IMB invest in Jakarta, 7 Juli 2015 PENYEDERHANAAN PERIZINAN IMB BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Franky Sibarani Kepala BKPM 2013 by Indonesia Investment Coordinating Board. All rights reserved PETA PERIZINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Logistik Nasional memiliki peran strategis dalam menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya sistem pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

Sektor Riil. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sektor Riil. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menggerakkan Sektor Riil Ina Primiana Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad Disampaikan pada Pekan Ilmiah Universitas Padjadjaran Dalam Rangka Dies Natalis,Bandung, 19 November 2009 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 1 : 1 Potret Kabupaten Malang 2 Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 3 Kesiapan Kabupaten Malang Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Desember 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

Indeks Unit Value Ekspor Menurut Kode SITC Bulan Februari 2016 ISBN : 978-979-064-970-5 No. Publikasi : 06110.1619 Katalog : 8202030 Ukuran Buku : 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman : vi + 42 halaman Naskah

Lebih terperinci

Getting Electricity P E R B A I K A N K E B I J A K A N. Jakarta, 21 Januari 2016 DIREKTUR DEREGULASI. invest in

Getting Electricity P E R B A I K A N K E B I J A K A N. Jakarta, 21 Januari 2016 DIREKTUR DEREGULASI. invest in invest in Jakarta, 1 Januari 016 P E R B A I K A N K E B I J A K A N Getting Electricity INDONESIA INVESTMENT COORDINATING BOARD (BKPM) DIREKTUR DEREGULASI 01 by Indonesia Investment Coordinating Board.

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

Sistem Logistik Indonesia yang Berdaya Saing

Sistem Logistik Indonesia yang Berdaya Saing Sistem Logistik Indonesia yang Berdaya Saing Dalam Menghadapi ASEAN ComMunity 2015 Oleh: Dr. Ir. Hoetomo Lembito, MBA,CSLP - President Director UTS Consulting - Executive Board Asosiasi Logistik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat integrasi perekonomian dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada ASEAN Summitbulan Januari 2007

Lebih terperinci

PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia

PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia Presiden Joko Widodo dalam beberapa rapat kabinet terbatas menekankan pentingnya menaikkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

Masyarakat Ekonomi ASEAN. Persiapan Menghadapi Persaingan Dunia Kerja By : Tambat Seprizal (FE 06)

Masyarakat Ekonomi ASEAN. Persiapan Menghadapi Persaingan Dunia Kerja By : Tambat Seprizal (FE 06) Masyarakat Ekonomi ASEAN Persiapan Menghadapi Persaingan Dunia Kerja By : Tambat Seprizal (FE 06) Tingkat Daya Saing Global Negara-Negara Asean Negara Peringkat 2013 Peringkat 2014 Peringkat 2015 Singapura

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada tanggal 8

PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada tanggal 8 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. ASEAN di prakarsai oleh lima negara pendiri yaitu Filipina,

Lebih terperinci

Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015 Rabu, 04 Juni 2014

Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015 Rabu, 04 Juni 2014 Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015 Rabu, 04 Juni 2014 Komunitas ASEAN 2015 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan penting terhadap pembangunan perekonomian suatu negara. Struktur perekonomian suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan ASEAN, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak 1980 sampai dengan 2012 (dihitung dengan persentase

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

Wahyudi Kumorotomo, PhD. Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada

Wahyudi Kumorotomo, PhD. Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada www.kumoro.staff.ugm.ac.id Singapura 1 Malaysia 18 Thailand 49 Brunei Darussalam 84 Vietnam 90 Indonesia 109 Kamboja 127 Filipina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan sosial (Social Walfare) bagi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sebuah jenis usaha skala kecil atau bisa juga disebut bentuk ekonomi kreatif yang didesain dengan tujuan untuk membantu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 4, NO 1, Edisi Februari 2012 (ISSN : )

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 4, NO 1, Edisi Februari 2012 (ISSN : ) KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Jasa Suatma Dosen tetap STIE Semarang Abstrak Percepatan pelaksanaan AEC(Asean Economic Community) dari tahun 2020 menjadi 2015, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015:

Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Meningkatkan Daya Saing, Meraih Peluang Disampaikan oleh: Direktur Kerja Sama ASEAN, Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional, KEMENDAG Jakarta,30 September 2015 Perjalanan

Lebih terperinci

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2 Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA 2015 1 Oleh: Mauled Moelyono 2 Pengantar Isu tentang penguatan sektor UMKM dan pasar domestik akhir-akhir ini kembali marak diperbincangkan setelah

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Oktober 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

MUHIDIN M. SAID KOMISI V DPR RI

MUHIDIN M. SAID KOMISI V DPR RI RAPAT KONSULTASI REGIONAL (KONREG) BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2015 DUKUNGAN DPR RI TERHADAP PROGRAM PEMBANGUNAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA, 21 APRIL 2015 MENINGKATKAN

Lebih terperinci

Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1

Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1 Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1 Akhmad Farhan Mahasiswa Program Doctor of Business Administration Graduate School of Business, Universiti Kebangsaan Malaysia Abstrak Artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi merupakan musuh bersama setiap negara, karena hal ini sudah menjadi fenomena mendunia yang berdampak pada seluruh sektor. Tidak hanya lembaga eksekutif tersandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI Amalia Adininggar Widyasanti Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Strategi a. Konsep Strategi Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Strategi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Desember 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Kota Bandung memiliki kawasan produksi yang strategis diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan industri terbesar dalam penggerak perekonomian yang tercatat mengalami pertumbuhan positif diseluruh dunia ditengah-tengah ketidakpastian

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan jasa profesi akuntansi, khususnya jasa akuntan publik di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Banyak peraturan perundangundangan yang mewajibkan

Lebih terperinci

T R A D E. Grafik 7.1/Figure 7.1. Volume Impor 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, ,247 3,507 3,067 2,627 1,747

T R A D E. Grafik 7.1/Figure 7.1. Volume Impor 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, ,247 3,507 3,067 2,627 1,747 Trade T R A D E Grafik 7.1/Figure 7.1 Volume Ekspor dan Impor Menurut Pelabuhan di Jawa Barat Volume of Imports by Port in Jawa Barat (Ton/Tons) 2006 20100 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 000 4,247

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

KESIAPAN INDONESIA DALAM MENARIK INVESTASI ASING MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

KESIAPAN INDONESIA DALAM MENARIK INVESTASI ASING MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN KESIAPAN INDONESIA DALAM MENARIK INVESTASI ASING MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 (The Readiness of Indonesia in Attracting Foreign Investment Facing ASEAN Economic Community 2015) SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan sangat berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan bisnis yang sangat berbeda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

KEMUDAHAN BERUSAHA (EASE OF DOING BUSINESS) REGISTERING PROPERTY KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEMUDAHAN BERUSAHA (EASE OF DOING BUSINESS) REGISTERING PROPERTY KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEMUDAHAN BERUSAHA (EASE OF DOING BUSINESS) REGISTERING PROPERTY KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Landasan Hukum Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Undang-Undang Nomor 25

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Januari Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor

Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Januari Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Januari 2017 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 10.400 10.200 10.000 9.800 9.600 9.400 9.200 9.000 10.136,84 Perkembangan

Lebih terperinci

Kesiapan Sektor Pertanian Provinsi Jambi Menghadapi MEA 2015

Kesiapan Sektor Pertanian Provinsi Jambi Menghadapi MEA 2015 Kesiapan Sektor Pertanian Provinsi Jambi Menghadapi MEA 2015 Zulkifli Alamsyah Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Jambi Ketua Umum PERHEPI Komda Jambi Disampaikan pada Seminar Hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 Policy Dialogue Series (PDS) OUTLOOK PERDAGANGAN INDONESIA 2016 CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 BP2KP Kementerian Perdagangan, Kamis INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTASI ASING DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTASI ASING DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTASI ASING DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Putri Maha Dewi, SH, MH. Dosen Fakultas Hukum - Universitas Surakarta Email : princess.mahadewi@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

LAPORAN DAMPAK ASEAN ECONOMIC COMMUNITY TERHADAP SEKTOR INDUSTRI DAN JASA, SERTA TENAGA KERJA DI INDONESIA NOMOR LAP- 10/KF.4/2014

LAPORAN DAMPAK ASEAN ECONOMIC COMMUNITY TERHADAP SEKTOR INDUSTRI DAN JASA, SERTA TENAGA KERJA DI INDONESIA NOMOR LAP- 10/KF.4/2014 LAPORAN DAMPAK ASEAN ECONOMIC COMMUNITY TERHADAP SEKTOR INDUSTRI DAN JASA, SERTA TENAGA KERJA DI INDONESIA NOMOR LAP- 10/KF.4/2014 JAKARTA, 30 DESEMBER 2014 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) 2015 merupakan sebuah agenda integrasi ekonomi negara-negara anggota ASEAN (Indonesia,

Lebih terperinci