BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP"

Transkripsi

1 BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Dinamika pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH) belum secara konsisten dijadikan acuan pembangunan sektor-sektor lain dalam rangka menciptakan keseimbangan antara pemanfaatan SDA dan kelestarian fungsi LH yang mengarah pada visi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Pada masa lalu SDA lebih banyak dimanfaatkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sehingga diperlakukan terutama sebagai sumber devisa dan modal pembangunan. Sebagai akibatnya, keberlanjutan SDA seringkali terabaikan yang menyebabkan semakin kritisnya ketersediaan SDA. Bercermin dari pengalaman di masa lalu tersebut, pengelolaan SDA dan LH yang akan datang harus dilakukan secara arif dan adil untuk menjamin perlindungan dan keberlanjutan pemanfaatan SDA bukan saja bagi kebutuhan pertumbuhan ekonomi secara nasional tetapi juga dengan mempertimbangkan manfaat sosial bagi masyarakat dan terjaminnya kelestarian fungsi lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi mendatang. Pentingnya SDA dapat dilihat dari peranannya dalam perekonomian nasional. Sebagai salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi, sumber daya alam telah memberikan kontribusi sebesar 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2001, dan sebesar 57,1 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2003 SDA diperkirakan akan memberikan sumbangan sebesar Rp49,5 triliun atau sekitar 73,9 persen dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karenanya kelestarian SDA harus tetap terjaga untuk tetap memberikan kapasitas tumbuh perekonomian yang didasarkan atas pemanfaatan SDA. Untuk mewujudkan visi jangka panjang pembangunan SDA dan LH, beberapa kegiatan yang selama ini telah dilakukan dan masih dalam proses pelaksanaan untuk mendukung tercapainya pembangunan SDA dan LH yang berkelanjutan dan berkeadilan adalah penyusunan neraca SDA dan neraca lingkungan, pengkajian penerapan Produk Domestik Bruto Hijau, penerapan model pajak lingkungan (Green Tax), penyiapan rencana undang-undang pengelolaan SDA, pengkajian skema pendanaan melalui Debt-for-Nature Swap (DNS) dan Clean Development Mechanism (CDM), serta pengembangan peranserta masyarakat dalam pengelolaan, termasuk pengawasan dan pemantauan SDA. Dalam rangka penjabaran prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, telah diselesaikan Agenda 21 Sektoral yang mencakup bidang pariwisata, permukiman, energi dan pertambangan. Selain itu Indonesia telah berpartisipasi dalam World Summit on Sustainable Development pada tanggal 26 Agustus-4 September 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan, untuk menguatkan kembali komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip Rio dan Agenda 21, serta membangun kesepakatan dan kerangka dasar untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Pada tanggal X 1

2 Maret 2003 Indonesia juga berpartisipasi dalam World Water Forum di Kyoto, Jepang sebagai bentuk keikutsertaan dalam isu global tentang pengelolaan sumber daya air bagi seluruh masyarakat. Luas kawasan hutan saat ini sekitar 108,6 juta ha, sementara itu tingkat deforestasi dalam sepuluh tahun terakhir mencapai sekitar 1,6 juta ha per tahun akibat perubahan kawasan hutan menjadi kawasan pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, dan permukiman serta akibat adanya kebakaran hutan dan lahan, serta adanya penebangan hutan secara ilegal. Untuk mengurangi tekanan yang berlebihan dalam pengelolaan sumber daya hutan sampai tahun 2002 telah dilakukan upaya penyelesaian terhadap lima masalah pokok di bidang kehutanan yaitu pemberantasan penebangan hutan secara ilegal, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi industri kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, serta desentralisasi kewenangan pengelolaan kehutanan. Upaya-upaya tersebut sampai saat ini masih terus dijalankan dan lebih diintensifkan, dengan hasil kemajuan yang bervariasi. Misalnya dalam menangani penebangan liar, telah dilakukan penggalangan berbagai pihak baik berupa kampanye anti illegal logging maupun operasi-operasi penegakan hukum di lapangan. Kemudian untuk mengatasi masalah kebakaran hutan telah dibuat dan disebarkan peta identifikasi kawasan hutan yang rawan terbakar serta pemberdayaan masyarakat untuk mengendalikan kebakaran hutan. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi telah dilakukan pengalihan kewenangan dan urusan kehutanan secara bertahap kepada pemerintah daerah sehingga pengawasan oleh masyarakat luas dapat lebih efektif. Hal ini juga didukung dengan penerapan pengelolaan hutan berbasis masyarakat baik dalam bentuk pengelolaan hutan kemasyarakatan maupun hutan rakyat. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan, daya saing produk pertanian dan kesejahteraan petani telah dilakukan upaya peningkatan produksi untuk dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan pangan dari dalam negeri sekaligus meningkatkan pendapatan petani yang dilakukan melalui peningkatan mutu intensifikasi, intensifikasi produksi dan usaha tani terpadu. Pada tahun 2002, produksi pangan utama, padi, sedikit meningkat dibanding tahun 2001, yaitu dari 50,5 juta ton menjadi 51,4 juta ton. Sementara itu, berbagai upaya penerapan usaha tani terpadu dirasakan telah meningkatkan diversifikasi pendapatan petani sehingga dapat mengurangi ketidakstabilan pendapatan petani. Sektor kelautan dan perikanan memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi PDB nasional. Selama periode , PDB sektor perikanan tumbuh sebesar 3,8 persen per tahun. Keberhasilan sektor perikanan dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan yang positif ini sebagian besar merupakan hasil optimalisasi usaha penangkapan, peningkatan produktivitas budidaya, dan keberhasilan usaha pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan melalui penerapan sistem Monitoring, Controlling, and Surveillance (MCS). Namun demikian, upaya pengawasan dan pemantauan dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan tersebut masih belum optimal. Keadaan ini tercermin dengan masih banyaknya praktik illegal, unregulated, and unreported fishing yang telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp14 triliun per tahun. Dalam pengelolaan sumber daya mineral, dengan keadaan geologis yang sangat kaya, Indonesia memiliki cadangan mineral dan pertambangan yang cukup besar dan strategis. Namun karena adanya kendala modal, sumber daya manusia dan X 2

3 kemampuan teknologi yang terbatas, baru sebagian kecil dari kekayaan alam tersebut yang telah dimanfaatkan dan digali untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran rakyat. Kendala lainnya yang dihadapi adalah adanya hubungan yang saling tarik menarik antara kepentingan peningkatan investasi dengan pelestarian lingkungan hidup dalam kegiatan usaha pertambangan dan penggunaan energi yang berasal dari fosil. Di samping beberapa hal yang sudah dicapai seperti tersebut diatas, masih banyak permasalahan yang memerlukan penanganan segera, terpadu dan konsisten, karena pemanfaatan SDA yang dilakukan secara tidak terkendali di berbagai daerah telah menyebabkan kerusakan lingkungan, merosotnya cadangan SDA, dan berkurangnya kualitas ruang tempat manusia dan makhluk hidup berada mempertahankan eksistensinya. Selain itu, pemanfaatan yang tidak terkendali merusak dan mengurangi plasma nutfah serta keanekaragaman sumber daya hayati yang dimiliki. Dari sisi penataan ruang sebagai instrumen pengelolaan SDA dan LH, upaya mempertahankan kawasan lindung menjadi prioritas utama. Selain itu, upaya mengembalikan kawasan-kawasan lindung yang selama ini telah dirambah oleh pengembangan permukiman, pencurian dan penjarahan SDA perlu mendapatkan perhatian yang lebih intensif dan terpadu mengingat kerugian yang ditimbulkan mencapai jumlah yang sangat besar, tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Dalam upaya tersebut, perlu diprioritaskan upaya-upaya untuk mengembalikan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi tata air dan kawasan-kawasan pantai tempat hutan bakau dan terumbu karang berada, mengingat kawasan tersebut sangat vital sebagai bagian dari keberlanjutan berbagai spesies biota laut. Pengelolaan SDA dan LH yang berkelanjutan masih menghadapi kendala dan permasalahan yang mengancam keseimbangan lingkungan, seperti tingginya tekanan penduduk, kurangnya kesadaran dan perilaku negatif masyarakat dan aparatur terhadap pelestarian fungsi lingkungan, pesatnya perkembangan teknologi yang boros SDA, dan masih belum cukupnya peraturan dan perundang-undangan yang mendukung penegakan hukum. Keadaan tersebut menunjukkan masih rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya mengelola SDA secara berkelanjutan dan melestarikan fungsi lingkungan, baik di pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat. Permasalahan lain yang masih akan dihadapi adalah semakin menipisnya persediaan SDA yang ada akibat praktik perambahan, pencurian, penebangan liar, perburuan gelap, dan perusakan habitat, yang berdampak negatif terhadap kelestarian ekosistem secara keseluruhan. Selain itu kerusakan hutan juga mengurangi keanekaragaman hayati, serta mengakibatkan bencana banjir dan kekeringan yang disebabkan terjadinya peningkatan air permukaan yang langsung mengalir ke sungai dan laut (water run off), sementara penyerapan air tanah menurun dengan cepat. Akibat selanjutnya terjadi pendangkalan waduk, sungai, dan pantai karena sedimentasi. Sementara itu fungsi-fungsi pelayanan dan jasa lingkungan dari hutan kurang mendapatkan perhatian yang memadai dan bahkan cenderung dipandang sebagai penghambat bagi pengembangan ekonomi. Kurangnya perhatian terhadap fungsi-fungsi lingkungan ini ditambah dengan kepentingan-kepentingan jangka pendek mengakibatkan kerusakan sumber daya hutan saat ini sudah mencapai tahapan sangat kritis. Permasalahan serupa juga dihadapi dalam pengelolaan sumber daya energi yang tidak terbarukan, seperti minyak bumi, yang cadangannya semakin menipis dan hanya mencukupi untuk pemanfaatan kurang dari 20 tahun lagi, X 3

4 sementara pemanfaatan gas bumi yang mempunyai potensi cadangan cukup banyak menghadapi kendala teknologi dalam penerapannya secara luas di dalam negeri. Pengelolaan sumber daya air tidak dapat dilepaskan dari kondisi sumber daya hutan, penutupan dan penggunaan lahan pada umumnya. Permasalahan utama yang dihadapi adalah kerusakan ekosistem pada daerah aliran sungai (DAS) yang mendorong erosi dan meningkatnya sedimen sehingga menurunkan kapasitas pengaliran sungai yang dalam jangka panjang meningkatkan daya rusak air berupa bencana alam banjir dan kekeringan. Berkurangnya kapasitas penampungan air pada bangunan-bangunan penampung air akan memperpendek usia danau, waduk, embung, dan situ sehingga akan mempercepat kelangkaan air terutama di musim kemarau. Selain itu, terjadinya pencemaran air dan sumber air akibat buangan limbah industri dan rumah tangga telah menurunkan kualitas air. Ancaman ini semakin besar oleh adanya perubahan fungsi kawasan sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan industri. Kecenderungan peningkatan kebutuhan air yang mencapai sekitar 10 persen per tahun, serta distribusi antar wilayah yang tidak merata dan tidak diikuti dengan kemampuan penyediaannya akan mendorong terjadinya konflik pemanfaatan air, baik antarjenis pemanfaatan maupun antardaerah terutama pada sumber-sumber air lintas wilayah. Permasalahan di bidang pangan yang utama adalah menjaga ketahanan pangan, terutama dengan mencukupi kebutuhan pangan dari produk dan pasar domestik. Hal tersebut menghadapi kendala akibat meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian, menurunnya luas lahan pertanian beririgasi, non-irigasi, dan lahan kering, serta semakin menurunnya ketersediaan air, antara lain karena semakin berkurangnya pasokan air yang disebabkan pengelolaan kawasan hulu sungai yang tidak memperhatikan konservasi dan kelestarian lingkungan. Sementara itu, saat ini tercatat pula bahwa sekitar 40 persen terumbu karang mengalami kerusakan berat, dan hanya sekitar 30 persen hutan mangrove dalam keadaan baik. Hal ini akibat dari aktivitas penangkapan ikan secara merusak, seperti pemboman dan peracunan, yang mengakibatkan makin berkurangnya populasi ikan yang ada sehingga mengurangi produksinya. Di bidang sumber daya mineral dan pertambangan, permasalahan serius yang dihadapi adalah potensi kerusakan lingkungan di sekitar areal penambangan berbentuk kerusakan bentang alam. Selain itu persoalan tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung masih tetap menjadi permasalahan klasik yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan. Dari sisi produksi dan permintaan bahan baku pertambangan, masih terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Hal tersebut terjadi karena masih adanya perbedaan dalam hal kualitas, kuantitas, teknologi proses pengolahan, maupun jenis komoditi tambang antara kebutuhan dan produksi mineral yang ada. Lemahnya penegakan hukum merupakan masalah yang masih dihadapi dalam upaya mencegah terjadinya kerusakan SDA mengingat banyaknya kasus penebangan liar, penangkapan ikan ilegal, penambangan liar, pencemaran sumber daya air dan udara oleh industri serta banyaknya kasus-kasus lain perusakan SDA dan pencemaran lingkungan yang belum terungkap. Keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi aktif bersama dengan aparat penegak hukum dalam pengelolaan dan pengawasan SDA masih sangat terbatas. Di sisi lain penataan kelembagaan dalam pengelolaan SDA masih menghadapi kendala, akibat masih adanya orientasi sektoral X 4

5 yang kurang memperhatikan perencanaan berbasis kewilayahan, pendekatan kesatuan wilayah ekologi, termasuk pengakuan terhadap lembaga adat dan masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA, masih belum diterapkannya beberapa perjanjian internasional yang telah disepakati dalam kebijakan pengelolaan SDA dan LH, dan masih belum selesainya peraturan perundangan mengenai pengelolaan SDA. Permasalahan LH lainnya adalah terjadinya pencemaran, baik dalam wujud polusi udara maupun polusi sumber daya air, yang terutama diakibatkan oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk, terutama di daerah perkotaan, dan kegiatan pembangunan yang berlangsung pesat. Tingginya polusi udara terutama bersumber dari emisi industri, transportasi, dan rumah tangga, baik yang berasal dari pengunaan zat pencemar udara seperti Suspended Particulate Matter (SPM), Oksida Sulfur (SOx), dan Oksida Nitrogen (NOx), serta penggunaan energi yang menimbulkan bahan pencemar seperti timbal, hidro karbon, dan nitrogen oksida. Sementara sumber daya air terutama di bagian hilir dan di kota-kota besar telah banyak tercemar oleh Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari limbah industri dan rumah tangga. Dampak dari masalah pencemaran ini menjadi makin besar karena kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat serta menjaga kualitas lingkungan masih rendah. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan LH perlu dilakukan secara berimbang dengan mempertimbangkan bahwa: (1) sumber daya alam perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi domestik dan sebagai modal pembangunan; (2) pengembangan dan pemanfaatan SDA masih merupakan penyumbang PDB dan penyerap tenaga kerja yang besar; (3) daya dukung SDA dan LH perlu tetap dipelihara agar manfaatnya dapat dinikmati oleh generasi mendatang; dan (4) SDA dan LH tidak hanya berfungsi secara fisik (tangible value), namun juga mempunyai nilai non-fisik (intangible value) yang perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Selain itu, dalam mencegah dan mengendalikan kerusakan SDA serta pencemaran lingkungan salah satu tantangan utama adalah bagaimana mengurangi ketergantungan ekonomi nasional terhadap pemanfaatan SDA yang berlebihan, baik sebagai sumber devisa maupun sebagai sumber pertumbuhan ekonomi bagi pemerintah pusat dan bagi pemerintah daerah sebagai tumpuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Oleh karena itu penerapan prinsip ekonomi yang bersandar pada keberlanjutan SDA sangatlah diperlukan guna menghindari semakin menipisnya ketersediaan SDA, serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Potensi konflik antardaerah dalam pemanfaatan SDA sebagai sumber daya ekonomi juga berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal itu adalah merumuskan kembali peraturan-peraturan mengenai perlindungan lingkungan dan penegakan hukumnya secara konsisten, serta penyusunan penataan ruang bersama yang memperhatikan kelestarian dan keseimbangan pemanfaatan SDA dan LH oleh semua pihak. Langkah-langkah kebijakan untuk mendukung pembangunan SDA dan LH pada tahun 2004 adalah sebagai berikut: (1) menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan pembangunan bidang pengelolaan SDA dan LH, serta mengarusutamakan prinsip-prinsip tersebut dalam bidang-bidang pembangunan lainnya; (2) menyediakan akses informasi potensi SDA berupa data spasial, nilai ekonomi, serta neraca SDA dan neraca lingkungan; (3) memanfaatkan SDA untuk mendukung terpeliharanya fungsi lingkungan, serta mendukung pembangunan ekonomi secara efisien dan berkelanjutan; (4) meningkatkan kualitas lingkungan yang bersih dan sehat; (5) melanjutkan proses pembuatan peraturan X 5

6 perundang-undangan dalam pengelolaan SDA; (6) melaksanakan penegakan hukum secara tegas dan konsisten dalam pengelolaan SDA dan LH; (7) meningkatkan peranserta aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan pengelolaan SDA dan LH; serta (8) mencegah kemungkinan timbulnya konflik antarsektor pembangunan serta antara wilayah ekologis dengan administratif dalam hal pemanfaatan SDA. B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN Program-program pembangunan di bidang pengelolaan SDA dan LH pada tahun 2004 mengacu pada program-program yang tertuang dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) , yaitu: (1) Pengembangan dan peningkatan akses informasi SDA dan LH; (2) Peningkatan efektivitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi SDA; (3) Pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran LH; (4) Penataan kelembagaan dan penegakan hukum pengelolaan SDA dan pelestarian LH; dan (5) Peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian LH. 1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah: (1) Meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap informasi dan database SDA dan LH secara terpadu; (2) Melanjutkan upaya pemetaan dan pengukuhan kawasan konservasi; (3) Mengembangkan database dan sistem informasi geografi (SIG) potensi industri berbasis SDA; (4) Melakukan upaya pemetaan potensi dan teknologi batu bara, energi baru dan terbarukan; (5) Memetakan potensi sumber daya mineral, dan pemetaan geologi dan geofisika; (6) Meningkatkan upaya penemuan cadangan baru minyak dan gas bumi; (7) Menyusun neraca energi dan sumber daya mineral; (8) Mengembangkan sarana air bawah tanah di daerah sulit air; (9) Memperluas kampanye penataan ruang berbasis geologi; (10) Melanjutkan inventarisasi pengetahuan dan praktik tradisional terkait dengan pengelolaan sumber daya genetik; (11) Meneruskan upaya penyelesaian data dasar dan peta rupabumi nasional; (12) Melanjutkan upaya untuk mendorong industri/jasa untuk menyusun pelaporan lingkungan secara transparan; (13) Melaksanakan penyusunan neraca SDA; (14) Menyelesaikan penyusunan Produk Domestik Bruto yang berwawasan lingkungan (PDB Hijau); (15) Menyebarluaskan informasi kelayakan peruntukan lahan untuk keperluan relokasi dan rehabilitasi kawasan yang rusak akibat bencana alam; (16) Meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi tentang konservasi SDA dan pelestarian fungsi lingkungan; (17) Melaksanakan diseminasi dan sosialisasi perjanjian internasional tentang SDA dan LH; (18) Melaksanakan pengelolaan dan pemantauan pelaksanaan program perlindungan atmosfer; (19) Melaksanakan sosialisasi tentang strategi, rencana aksi dan rencana perlindungan untuk mendukung kebijaksanaan pengelolaan keanekaragaman hayati; (20) Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; serta (21) Melakukan sosialisasi konsepsi reduce, reuse, dan recycle (3R). X 6

7 2. Program Peningkatan Efektivitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber daya Alam Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah: (1) Menetapkan kebijakan dan strategi pemanfaatan energi baru dan terbarukan; (2) Menyusun peraturan tentang penggunaan teknologi pengelolaan SDA yang ramah lingkungan; (3) Menyelesaikan pedoman dasar dalam penerbitan ijin usaha yang berpotensi merusak fungsi lingkungan; (4) Menyusun kebijakan insentif bagi investasi pertambangan dan migas; (5) Menyelesaikan penyusunan panduan bagi pelestarian ekosistem lahan basah, danau dan situ serta kebijakan pengelolaan LH; (6) Merencanakan dan mengevaluasi pengelolaan DAS terpadu; (7) Melaksanakan valuasi ekonomi atas dampak pengembangan usaha yang berpotensi mencemari sungai; (8) Melaksanakan penghijauan, reboisasi, pembangunan hutan kota dan konservasi tanah; (9) Melanjutkan rehabilitasi kawasan konservasi dan kawasan lindung; (10) Melanjutkan upaya pemulihan fungsi lingkungan yang kritis akibat kerusakan ekosistem; (11) Melakukan pencegahan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian; (12) Merehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang rusak terutama ekosistem terumbu karang dan mangrove di 12 lokasi; (13) Mengembangkan Taman Nasional Laut di 6 lokasi; (14) Melakukan inventarisasi pengembangan kawasan konservasi laut; (15) Memperluas usaha produktivitas budidaya perikanan berwawasan lingkungan; (16) Melakukan pengkayaan populasi dan jenis biota di kawasan perairan umum dan laut, serta pengendalian penangkapan induk ikan dan benih alam; (17) Menata ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil guna mendukung pengembangan kegiatan ekonomi, industri dan pariwisata bahari; (18) Meningkatkan prasarana dan sarana dasar serta menguatkan kapasitas lokal guna pengembangan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis masyarakat; (19) Melanjutkan inventarisasi kawasan konservasi laut berdasarkan pertimbangan kesatuan ekosistem kelautan (marine eco-region); (20) Menyelesaikan penelitian kriteria geologi lingkungan untuk kawasan industri dan rawan bencana serta penelitian dan pengembangan pemulihan lingkungan paska tambang; (21) Melakukan penelitian eksplorasi, konservasi dan pendayagunaan plasma nutfah dalam pengembangan pertanian; (22) Mengkaji penerapan pajak dan retribusi SDA; (23) Menyelesaikan penyusunan standar operasi dan prosedur tentang penerapan skema konversi hutang Debt-for-Nature Swap (DNS) serta skema lainnya antara lain conservation concession dan carbon trading termasuk tatanan kelembagaannya; (24) Mengembangkan dan mensosialisasikan industri pariwisata berwawasan lingkungan (ekowisata); serta (25) Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan SDA yang mendukung pengolahan lebih lanjut dalam rangka peningkatan nilai tambah SDA nasional. 3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah: (1) Menyusun strategi dan program mitigasi LH serta adaptasi terhadap perubahan iklim global; (2) Memperbanyak hasil SNI untuk pengujian kualitas lingkungan; (3) Mengembangkan teknologi dan usaha zero waste farming system; (4) Melaksanakan penelitian tentang pemilihan teknologi yang ramah lingkungan; (5) Meningkatkan pengawasan dan pengelolaan keselamatan radiasi dan limbah nuklir; (6) Mengembangkan baku mutu X 7

8 lingkungan; (7) Mengembangkan kajian perubahan iklim dan pemanasan global; (8) Menyusun pedoman dan evaluasi pengelolaan/produk pertambangan dan migas; (9) Mengendalikan pencemaran tanah, air, laut, dan udara; (10) Meningkatkan pengawasan terhadap perdagangan bahan perusak lapisan ozon; (11) Menyusun pedoman teknis dan melaksanakan pengolahan limbah B3; (12) Melanjutkan pemantauan hujan asam, pencemaran Persistent Organic Pollutant (POP) dan logam berat (Pb), ketinggian air laut, dan kawasan pertambangan; (13) Melanjutkan pemantauan kualitas lingkungan udara secara kontinyu atau Air Quality Monitoring System (AQMS) di 10 kota; (14) Menyusun dan mengembangkan pedoman teknis pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) / Tempat Pembuangan Sementara (TPS); (15) Meningkatkan pemakaian bahan bakar yang ramah lingkungan secara bertahap; (16) Meningkatkan upaya perlindungan dan pengendalian kebakaran hutan dan kerusakan lingkungan lainnya; (17) Merintis penerapan skema Clean Development Mechanism (CDM) dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim Global (United Nations Framework Convention on Climate Change-UNFCCC); (18) Melanjutkan pengembangan database Program Peringkat Kinerja Industri (PROPER); (19) Melakukan inventarisasi dan evaluasi lahan kritis kawasan pertambangan; (20) Mengembangkan prasarana untuk konservasi pantai akibat sedimentasi dan abrasi; serta (21) Menyelesaikan kasus-kasus lingkungan di kawasan pertambangan. 4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah: (1) Melanjutkan penyelesaian RUU Pengelolaan SDA berikut peraturan pelaksanaannya; (2) Menyempurnakan UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; (3) Melanjutkan penyusunan RUU tentang pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetika; (4) Melanjutkan penyelesaian RPP tentang keamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetika; (5) Menyempurnakan RUU Pokok-pokok Pertambangan, Penyusunan RUU Panas Bumi, RUU Energi; (6) Menyusun RUU tentang perubahan UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan LH; (7) Menyusun peraturan mengenai ambang penggunaan pupuk dan pestisida yang aman bagi kelestarian fungsi lingkungan; (8) Menyelesaikan naskah akademik serta draft peraturan perundang-undangan mengenai persampahan; (9) Mengembangkan pedoman pengkajian resiko lingkungan pada penggunaan produkproduk bioteknologi; (10) Meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam penyelesaian kasus-kasus lingkungan hidup; (11) Mengembangkan kapasitas personil sertifikasi pengujian kualitas lingkungan; (12) Mengembangkan kelembagaan sertifikasi dan akreditasi di bidang AMDAL; (13) Memperkuat kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat/para pihak dalam kegiatan konservasi dan rehabilitasi SDA; (14) Meningkatkan upaya pemeriksaan operasional dan pemeriksaan lainnya berkaitan dengan antara lain: illegal logging, kebakaran hutan; (15) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pendayagunaan sumber daya kelautan dan perikanan melalui penerapan sistem Monitoring, Controlling, and Survaillance (MCS); (16) Mengembangkan kelembagaan pemangku kawasan konservasi; (17) Membentuk dan mengoperasikan Dewan Nasional Pembangunan Berkelanjutan secara transparan dan partisipatif; (18) Membentuk pusat produksi bersih nasional (National Center for Cleaner Production / NCCP); (19) Mengembangkan Balai Kliring Keamanan Hayati X 8

9 (BKKH) untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati; (20) Meningkatkan sumber daya manusia dalam menangani sistem informasi Pusat Sumber Daya Wilayah dan Lingkungan Hidup (SDWLH); (21) Melanjutkan pengembangan sarana pengendalian dampak lingkungan; (22) Melanjutkan upaya internalisasi aspek lingkungan hidup dalam rangka kesepakatan perdagangan internasional; (23) Melakukan evaluasi dan kajian terhadap penataan dan kewajiban negara dari perjanjian Marine Pollution, Protokol Montreal, konvensi Rotterdam dan konvensi Stockholm; (24) Mengembangkan sistem manajemen lingkungan (ISO 14000) dan strategi penerapan produksi bersih; serta (25) Melakukan pengelolaan dan pemantauan pelaksanaan Bank Halon Nasional dan Refrigerant Management Plan. 5. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah: (1) Melakukan inventarisasi hak-hak adat dan ulayat sebagai peraturan hukum untuk mengelola SDA dan LH; (2) Meningkatkan pemanfaatan kearifan tradisional dalam pengelolaan LH; (3) Meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA melalui pendekatan keagamaan, adat, budaya, dan pendidikan; (4) Menyusun kebijakan pengembangan masyarakat setempat (Community Development) dalam rangka pelaksanaan kaidah pengusahaan yang baik (good coorporate practice) dalam usaha pertambangan dan migas; (5) Melakukan penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin (PETI); (6) Mengembangkan kapasitas pemangku kepentingan untuk aktif dalam proses perencanaan, implementasi dan monitoring pengelolaan SDA dan LH; (7) Menyusun mekanisme konsultasi publik dalam pengambilan keputusan kebijakan pengelolaan SDA dan LH; (8) Melanjutkan program kemitraan dengan lembaga masyarakat dalam pelestarian LH; (9) Meningkatkan jaringan kerjasama dalam rangka pemantauan kualitas lingkungan; (10) Melanjutkan upaya pemberdayaan, peningkatan pengetahuan, peranserta dan keberpihakan pada wanita dan anak-anak dalam perumusan kebijakan pengelolaan SDA dan LH; (11) Melanjutkan upaya untuk memasukkan pendidikan LH dalam agenda kurikulum pendidikan nasional dan lokal; (12) Meningkatkan kegiatan produktif masyarakat di sekitar hutan dan daerah konservasi lainnya; (13) Menyelenggarakan pemberian penghargaan kepada pihak-pihak yang berjasa dalam pelestarian LH; (14) Mengembangkan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis masyarakat; serta (15) Mengembangkan Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (Siswasmas) dalam pendayagunaan sumber daya kelautan dan perikanan. X 9

C. MATRIKS RENCANA TINDAK

C. MATRIKS RENCANA TINDAK C. MATRIKS RENCANA TINDAK No. 1 Pengembangan dan 1. Meningkatkan ketersediaan dan akses Peningkatan Akses terhadap informasi dan database SDA dan Informasi SDA dan LH LH secara terpadu; 2. Melanjutkan

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

BAB XII PEMBANGUNAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM

BAB XII PEMBANGUNAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM BAB XII PEMBANGUNAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. KONDISI UMUM Pembangunan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH) diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

Perencanaan Perjanjian Kinerja

Perencanaan Perjanjian Kinerja Bab II Perencanaan Perjanjian Kinerja Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BAB 31 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

BAB 31 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP BAB 31 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP A. KONDISI UMUM Pembangunan yang seimbang dan terpadu antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup adalah prinsip

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang dan Tujuan Penulisan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat 2008

1.1. Latar Belakang dan Tujuan Penulisan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat 2008 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang dan Tujuan Penulisan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat 2008 1.1.1. Latar Belakang Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan dan Pembangunan (the

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,

Lebih terperinci

BAB 31 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

BAB 31 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP BAB 31 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP BAB 31 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP A. KONDISI UMUM Pembangunan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEAMANAN LINGKUNGAN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT

KEAMANAN LINGKUNGAN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT KEAMANAN LINGKUNGAN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT Oleh: Mohamad Ikbal Bahua Makalah disampaikan pada Workshop/Seminar sehari Gorontalo REDD + with Safeguard Program in Boalemo. Gorontalo, 29 November 2011

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI PROFIL DINAS KABUPATEN WONOGIRI Alamat : Jln. Diponegoro Km 3,5 Bulusari, Bulusulur, Wonogiri Telp : (0273) 321929 Fax : (0273) 323947 Email : dinaslhwonogiri@gmail.com Visi Visi Dinas Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Heru Hendrayana, 2011 heruha@ugm.ac.id I. LATAR BELAKANG Airtanah merupakan sumberdaya yang mempunyai peranan penting pada

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI

Lebih terperinci

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres VIII MKTI Di Palembang 5-7 November 2013 Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Permasalahan Pengelolaan SDA Sampah Pencemaran Banjir Kependudukan

Lebih terperinci

Lampiran BAB II STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lampiran BAB II STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Lampiran BAB II STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN STAF AHLI MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN STAF AHLI BIDANG 1. HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA PUSAT DAN DAERAH 2. INDUSTRI DAN

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH PROFIL WILAYAH SULAWESI SELATAN Luas Area : 46.083,94 Km2 Panjang Pesisir

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG http://www.sindotrijaya.com I. PENDAHULUAN Hutan tropis Indonesia sangat kaya flora dan fauna serta kekayaan alam lainnya, termasuk mineral dan batubara. Dengan kawasan

Lebih terperinci

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Instrumen Ekonomi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016... TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi 3.1.1. Permasalahan Umum Dalam mencapai peran yang diharapkan pada Visi dan Misi Kepala

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP I. PROGRAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 1 Pengelolaan Kualitas Air dan Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Deputi Bidang SDA dan LH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci