Oleh: Kartika Cahya Pertiwi 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: Kartika Cahya Pertiwi 1"

Transkripsi

1 Komunitas Tionghoa di Desa Gudo (Kajian Sejarah Sosial Etnis Tionghoa di Klenteng Hong San Kiong dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Sejarah Lokal) Oleh: Kartika Cahya Pertiwi 1 Abstrak: Kehidupan etnis Tionghoa dan klenteng tidak bisa lepas dari masyarakat sekitar. Kehidupan ketiga komponen (etnis Tionghoa, klenteng, dan masyarakat) tersebut tanpa sengaja akan mengarah pada sebuah pembauran yang nantinya akan menjadi suatu kekuatan etnis Tionghoa untuk tetap mempertahankan keberadaan klenteng. Pada tahun 1967 hingga 1998, selain dihadapkan pada peraturanperaturan pemerintah, Komunitas Tionghoa juga dihadapkan pada lingkungan sekitar mereka yang memiliki adat istiadat, kepercayaan dan tradisi yang berbeda. Pada kurun waktu tersebut menghasilkan berbagai bentuk pembauran sebagai salah satu upaya etnis Tionghoa mempertahankan keberadaan klenteng. Pada masa era reformasi dimulai tahun 1999 mulai ada keterbukaan pemerintah terhadap keberadaan klenteng dan komunitasnya. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Keppres no.6 tahun 2000 yang berisi pencabutan Inpres no.14 Tahun 1967 dan diakuinya Konghucu sebagai salah satu agama resmi di Indonesia. Kajian mengenai Komunitas etnis Tionghoa di Desa Gudo ini juga dapat menjadi pembelajaran sejarah lokal dalam pengajaran sejarah. Kata Kunci: Sejarah Sosial, Komunitas, etnis Tionghoa, Klenteng Hong San Kiong, Pembelajaran Sejarah Lokal Pendahuluan Komunitas Klenteng Hong San Kiong berada di Dusun Tukangan, Desa Gudo, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang. Berdasarkan hasil wawancara keberadaan etnis Tionghoa di Gudo bersamaan dengan berdirinya Klenteng Hong San Kiong yang diperkirakan telah berdiri pada tahun 1700 M. Keberadaan komunitasnya ini pada masa Orde Baru tidak hanya dihadapkan pada kebijakankebijakan pemerintah, salah satunya yaitu Inpres No.14 tahun 1967, tetapi juga 1 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang angkatan 2008.

2 dihadapkan pada masyarakat sekitar yang berbeda dalam adat, istiadat, kepercayaan dan budaya. Komunitas Klenteng Hong San Kiong mempunyai upaya tersendiri dalam mempertahankan keberadaannya. Klenteng Hong San Kiong mengalami tekanan pada masa awal pemerintahan Orde Baru pada tahun Dengan dikeluarkannya Inpres No.14 tahun 1967 tentang pembatasan ritual adat istiadat, kepercayaan dan kesenian yang berorientasi kepada Negara Cina. Peraturan tersebut secara langsung memasung kebebasan klenteng di seluruh Indonesia. Peraturan tersebut kemudian disusul dengan peraturan-peraturan lain sebagai program asimilasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia hingga tahun Pada masa era reformasi dimulai tahun 1999 mulai ada keterbukaan pemerintah terhadap keberadaan klenteng dan komunitasnya. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Keppres no.6 tahun 2000 yang berisi pencabutan Inpres no.14 Tahun 1967 dan diakuinya Konghucu sebagai salah satu agama resmi di Indonesia. Penulisan kajian mengenai Komunitas etnis Tionghoa di Desa Gudo ini diharapkan dapat menjadi kajian yang dapat dipakai sebagai pembelajarah sejarah lokal dalam pengajaran sejarah. Adapun rumusan masalah penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana latar belakang kedatangan etnis Tionghoa di Desa Gudo?, (2) Bagaimana Keberadaan Klenteng Hong San Kiong di Desa Gudo?, (3) Bagaimana Upaya Etnis Tionghoa Mempertahankan Keberlangsungan Klenteng Hong San Kiong ?, 4) Bagaimana Relevansi Kajian Komunitas Tionghoa di Gudo terhadap Pembelajaran Sejarah Lokal dalam Pengajaran Sejarah?. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menginformasikan keberadaan Klenteng Hong

3 San Kiong di Gudo dan upaya etnis Tionghoa mempertahankan keberlangsungan Klenteng Hong San Kiong Metode Penelitian Penulisan karya ilmiah ini nanti menggunakan metode penelitian sejarah (historical research). Metode sejarah menurut Sjamsuddin (2007:66) bagaimana mengetahui sejarah. Metode penelitian sejarah pada umumnya dilakukan dengan langkah-langkah di antaranya : 1) pemilihan topik, 2) pengumpulan sumber (heuristik), 3) verifikasi (kritik ekstern dan kritik intern), 4) interpretasi (sintesis dan analisis), dan 5) penulisan sejarah (historiografi). Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan sejarah sosial. Pendekatan ini dipakai dengan alasan karena pada penulisan skripsi ini akan banyak mengulas perubahan sosial suatu masyarakat etnis Tionghoa dalam kurun waktu Orde Baru hingga Reformasi. Perubahan sosial yang dimaksudkan yaitu proses pembauran yang terjadi sebagai salah satu usaha yang dilakukan untuk menghadapi tantangan dari lingkungan sekitar. Sesuai dengan penjelasan Kartodirdjo (1992:160), bahwa proses perubahan sosial mencakup permasalahan salah satu di antaranya yaitu proses akulturasi, yang artinya proses yang mencakup usaha masyarakat menghadapi pengaruh dari luar dengan mencari bentuk penyesuaian terhadap pengaruh baru tersebut, namun tetap berdasarkan pada kultural lama yang telah dimiliki sebelumnya. Berdasar pada kultural yang lama, akan menentukan sikap terhadap pengaruh baru tersebutdengan tidak meninggalkan kultural lama.

4 Kondisi Demografis etnis Tionghoa di Gudo Berdasarkan Rekapitulasi Penduduk/Kepala Keluarga Desa Gudo Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang Tahun 1986, Dusun Tukangan memiliki jumlah kepala keluarga etnis/keturunan Tionghoa terbanyak yakni 27 Kepala Keluarga. Jumlah ini telah banyak berkurang dengan adanya perpindahan penduduk dan kematian. Sedangkan untuk Kademangan, dusun ini pada tahun 1986 tidak ditemukan kepala keluarga etnis/keturunan Tionghoa. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1986 jumlah etnis/keturunan Tionghoa di Desa Gudo relatif sedikit jumlahnya. Hingga tahun 2012 menurut Hasil Pendataan Warga Keturunan etnis Tionghoa Kantor Desa/Kelurahan Gudo Tahun 2012, jumlah warga keturunan etnis Tionghoa pada tahun 2012 yang bertempat tinggal di Gudo sangat sedikit hanya sekitar 38 kepala keluarga. Data ini juga diperkuat dengan informasi yang berhasil di peroleh dari majalah Liberty (edisi 2479 tahun 2012), hingga tahun 2012 jumlah keluarga keturunan Tionghoa di Kecamatan Gudo hanya sekitar 30 kepala keluarga. Jumlah ini sangat sedikit jika melihat begitu berperannya etnis Tionghoa dalam membentuk citra Gudo yang terkenal dengan keberadaan etnis Tionghoa. Awal Kedatangan etnis Tionghoa di Desa Gudo Etnis Tionghoa mempunyai peran tersendiri dalam membentuk citra Gudo sebagai kawasan Tionghoa. Penamaan Desa Gudo sendiri juga tidak terlepas dari keterlibatan etnis Tionghoa. Menurut keterangan yang beredar di masyarakat, Gudo berasal dari kata Pagoda yaitu bangunan yang berbentuk menara yang

5 atapnya terdapat pada tiap tingkat, biasanya dibangun sebagai kuil atau tugu peringatan (misal yang terdapat di India, Srilanka, Burma, Cina dan Jepang). Benda itu konon ditemukan di mana Klenteng Hong San Kiong berdiri sekarang, yang pada akhirnya menjadi penamaan daerah tersebut. keberadaan etnis Tionghoa di Gudo dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya dengan menghindari ketatnya persaingan dagang yang ada di kota. Wilayah Gudo yang bukan merupakan kota besar dan kondisi masyarakat yang awam menjadi peluang bagi orang-orang Tionghoa untuk menguasai perdagangan. Hal tersebutlah yang menyebabkan adanya pemukiman etnis Tionghoa di sebuah wilayah di luar perkotaan, seperti Gudo. Kedatangan orang-orang Tionghoa terus berlanjut hingga beberapa tahun. Menurut Kuardani (2011) migrasi ini telah berlangsung ratusan tahun silam. Salah satu migrasi dilakukan oleh seorang Tionghoa bernama Tok Su Kwi yang merupakan kakek dari Toni Harsono (Tok Hok Lay) merantau dari negeri Cina ke Laut Selatan hingga sampai di bibir Pulau Jawa dengan membawa serta kesenian boneka dari wilayah Hokkian (Cina Selatan) yang di daerah asalnya dikenal sebagai Pouw Tee Hie. Sesampainya di Pulai Jawa Tok Su Kwi memilih menetap di Gudo, Jombang. Pada masa Belanda, keberadaan etnis Tionghoa juga ditunjang dengan adanya pabrik gula milik Belanda. Pabrik tersebut merupakan merupakan cabang dari pabrik gula Meritjan Kediri miliknya Bank Belanda. Gudo pernah mengalami jaman makmur dengan adanya pabrik gula tersebut (Liem Sik Hie, 1954:4).

6 Munculnya Kampung Tukangan sebagai Pecinan di Desa Gudo Pemerintahan Belanda banyak memberikan kontribusi terkait munculnya sebutan Kampung Tukangan sebagai pecinan di Desa Gudo. Kecamatan Gudo pada zaman Belanda banyak dijumpai warga Tionghoa yang bekerja untuk pabrik gula Belanda tersebut. Pabrik gula yang dibangun di lahan yang luas, dan terdapat pula ruang untuk menempatkan mesin-mesin yang rusak. Untuk memperbaiki kerusakan mesin pabrik, banyak tenaga dari orang-orang Tionghoa yang dikerahkan. Pekerja atau pegawai dalam bahasa Jawa disebut Tukang maka kawasan pemukiman Tionghoa dinamakan Kampung Tukangan. Diperkirakan hingga tahun 1926 masih terdapat pecinan di Kampung Tukangan walaupun jumlah penduduk etnis Tionghoa mengalami penurunan dan bangunannya tidak lagi didominasi oleh bangunan khas pecinan. Sejarah Klenteng Hong San Kiong Gudo Keberadaan klenteng Hong San Kiong ini diperkirakan telah ada sekitar tahun 1700 M bersamaan dengan munculnya pemukiman warga Tionghoa 2. Dalam buku kenang-kenangan Klenteng Hong San Kiong (2004) mengisahkan keberadaan klenteng dimulai dari sebuah keluarga bermarga Tan yang memuja Kong Co Kong Tik Cun Ong. Kepengerusan yang telah berlangsung dari , keluarga marga Tan selalu terlibat dalam setiap periode kepengurusan. Sosok keluarga Tan memang memiliki peran cukup penting pada awal berdirinya Klenteng Hong San Kiong. 2 Wawancara dengan Bapak Edi Suprapto selaku Bendahara I Klenteng Hong San Kiong Periode pada tanggal 19 Mei 2012 pukul WIB di kediaman Bapak Edi Ds. Pesanggrahan RT01/RW 01 Kec. Gudo/ Kab. Jombang

7 Kebijakan Pemerintah terhadap Komunitas Tionghoa tahun dan Upaya yang Dilakukan etnis Tionghoa Untuk Mempertahankan Keberlangsungan Klenteng Hong San Kiong Identitas merupakan sumber sense of belonging dan rasa aman bagi mereka yang memiliki. Kebutuhan individu atau kelompok untuk memiliki identitas itu didorong oleh motif motif utama yang meliputi: 1) kebutuhan memiliki konsep diri yang positif, 2) kebutuhan untuk berafiliasi dengan kelompok sosial yang lebih besar, dan 3) kebutuhan untuk mempertahankan identitas sosial positif melalui kegiatan membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain. Bagi kelompok dengan status lebih rendah biasanya mereka memilih strategi yang lebih aman melalui mobilitas sosial dan kreativitas sosial (Afif, 2012:53). Menurut Afif (2012), dalam konteks kehidupan kelompok minoritas Tionghoa, sepanjang keberadaan mereka di Indonesia mereka lebih cenderung lebih memilih tidak melakukan konfrontasi langsung dengan pihak-pihak yang lebih dominan, baik itu penguasa maupun kelompok mayoritas pribumi. Posisi mereka yang rentan terhadap perlakuan-perlakuan diskriminatif dari kedua pihak tersebut mendorong mereka untuk memilih strategi yang lebih bersifat adaptasi ketimbang konfrontasi. Kondisi masyarakat seperti tersebut, serupa dengan kondisi masyarakat yang digambarkan Talcot Parsons dalam Teori Sistemnya. Situasi jaman yang berbeda pada saat Belanda masih berada di Indonesia, ketika posisi mereka berada pada strata sosial yang lebih lebih tinggi dibanding pribumi menyebabkan etnis Tionghoa harus dapat mempertahankan diri di tengah lingkungan pribumi agar

8 tetap diakui keberadaannya.teori Sistem yang memandang suatu masyarakat terdiri dari sifat adaptasi, mempertahankan diri, integrasi dan orientasi tujuan yang semua komponen. Kebijakan pemerintah terhadap Komunitas Tionghoa dari tahun semakin mengalami perbaikan yang banyak menguntungkan keberadaan mereka. Terbentuknya PTITD pada tahun 1979 menjadi respon terhadap kebijakan pemerintah pada masa Orde Baru, dan menjadi salah satu upaya untuk mempertahankan keberlangsungan seluruh klenteng di Indonesia. Pada tahun upaya etnis Tionghoa mempertahankan keberlangsungan Klenteng Hong San Kiong dalam bidang keagamaan, kesenian dan hubungan sosial masyarakat lebih diarahkan pada proses pembauran dengan masyarakat sekitar. Sikap adaptif lebih diterapkan untuk mempertahankan identitas mereka di tengah lingkungan masyarakat. Sebagai salah satu program asimilasi, Pemerintahan Soeharto berusaha mengubah klenteng menjadi vihara, walaupun secara makna dan fungsi antara keduanya sangat berbeda. Klenteng merupakan tempat ibadah yang digunakan oleh umat Konghucu, Tao dan Budha, sedangkan vihara hanya diperuntukkan bagi umat Budha. Penganut Konghucu sendiri mempunyai upaya tersendiri dalam menghadapi tuntutan pemerintah. Diarahkannya klenteng menjadi vihara, bagi umat Konghucu sangat menyalahi aturan. Bunsu Endang Titis Bodro Triwarsi memberikan keterangan bahwa sebagai tanggapan atas peraturan pemerintah tersebut, Komunitas Klenteng akhirnya memasukkan Budha sebagai salah satu ajaran di klenteng. Namun, ajaran Budha yang dianut oleh komunitas klenteng bukanlah Budha Teravada seperti yang dianjurkan pemerintah, melainkan aliran

9 Budha Mahayana yaitu aliran Budha yang juga mempelajari agama Tao dan Konghucu. Pentingnya pendidikan mengenai agama Konghucu bagi generasi selanjutnya, membuat pengurus Klenteng Hong San Kiong memutuskan pada tahun 1980 dibentuk acara Pendidikan Agama Konghucu bagi anak-anak keturunan etnis Tionghoa beragama Konghucu. Mereka dibutuhkan sebagai generasi yang nantinya mengembangkan agama Konghucu dan Klenteng Hong San Kiong. Proses akulturasi yang dilakukan oleh etnis Tionghoa dalam acara Shin Jiet dengan menampilkan pagelaran wayang kulit dan Reog Ponorogo menunjukkan kepada masyarakat sekitar bahwa Klenteng Hong San Kiong sebagai fokus keagamaan dan kebudayaan etnis Tionghoa mampu mengusung kebudayaan Jawa dalam acara besar yang dilaksanakan. Asumsi tersebut secara langsung dapat memperkuat posisi Klenteng Hong San Kiong di tengah lingkungan masyarakat. Pada bidang kesenian, Semakin sedikitnya etnis Tionghoa yang menaruh minat untuk memainkan Wayang Po Te Hi, disebabkan karena mereka lebih tertarik pada usaha perekonomian yang dianggap lebih menguntungkan. Sebaliknya bagi pribumi, hal ini merupakan peluang yang bagus untuk melanjutkan kelangsungan hidup mereka. Terdapat misi yang saling menguntungkan di antara etnis Tionghoa dan pribumi jika dilihat dari dua perspektif yang berbeda. Bagi pribumi, Wayang Po Te Hi dapat menjadi sebuah matapencaharian yang menguntungkan mereka. Sedangkan bagi etnis Tionghoa, keterlibatan pribumi dalam kesenian Po Te Hi secara tidak langsung dapat

10 mempertahankan keberadaan kesenian Wayang Po Te Hi di Klenteng Hong San Kiong. Perayaan besar Imlek telah menjadi agenda rutin setiap tahun bagi etnis Tionghoa di berbagai daerah. Festival Tahun Baru Imlek adalah festival paling populer yang perayaannya bisa berlangsung hingga lima belas hari. Namun, di beberapa komunitas perayaan ini diperpendek menjadi sekitar tiga hari bahkan cuma diberi satu hari libur resmi (Bloomfield, 2010:73). Dengan ditetapkannya Konghucu sebagai agama resmi dan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional, Klenteng Hong San Kiong lebih leluasa menyelenggarakan acara-acara keagamaan. Kebebasan yang diberikan membuat setiap kegiatan yang diselenggarakan dapat ditampilkan di depan umum sehingga masyarakat umum dapat menyaksikan. Dalam bidang keagamaan, pendidikan keagamaan dilaksanakan dan terus dikembangkan sebagai program regenerasi yang diarahkan kepada anak-anak dan pemuda keturunan. Merekalah yang kelak akan melanjutkan kelangsungan Klenteng Hong San Kiong. Hingga pada tahun 2004 Komunitas Klenteng Hong San Kiong lebih membuka diri dengan lebih banyak melibatkan pribumi dalam Wayang Po Te Hi dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan sumbangan dan bantuan. Relevansi Kajian Komunitas Tionghoa di Gudo terhadap Pembelajaran Sejarah Lokal dalam Pengajaran Sejarah Pembahasan mengenai latar sejarah keberadaan etnis Tionghoa dan Klenteng Hong San Kiong ini dapat diintegrasikan dalam pelajaran sejarah bagi siswa SMA kelas XII semester 1 dalam Standar Kompetensi Menganalisis

11 Perjuangan Sejak Orde Baru sampai dengan masa Reformasi. Pada sub bagian dari SK ini terdapat Kompetensi Dasar Menganalisis Perkembangan Pemerintahan Orde Baru Pada bagian ini terdapat penjelasan mengenai perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat etnis Tionghoa di Gudo. Perubahan ini akibat dari kebijakan Orde Baru terhadap kehidupan tradisi dan kepercayaan etnis Tionghoa. Integrasi mengenai latar sejarah kedatangan etnis Tionghoa dan keberadaan Klenteng Hong San Kiong di awali dengan penjelasan tujuan awal kedatangan etnis Tionghoa di Gudo, hingga mendirikan Klenteng Hong San Kiong sebagai fokus aktivitas agama dan kesenian etnis Tionghoa. Dengan pemahaman awal mengenai kedatangan etnis Tionghoa dan fokus agama dan kebudayaan, siswa dapat diarahkan dengan pemberian contoh perkembangan pemerintahan masa Orde Baru dan kebijakan-kebijakan yang diluarkan dalam era pembangunannya, salah satunya yaitu kebijakan yang ditujukan kepada komunitas Tionghoa di Indonesia pada umumnya dan komunitas Tionghoa di Gudo pada khususnya. Pembelajaran sejarah lokal mengenai Komunitas Tionghoa di Desa Gudo akan menjadi modal siswa untuk dapat mengelola konsep belajarnya sendiri dan mengembangkan kemampuan berpikir yang kreatif dalam menghubungkan antara kajian sejarah lokal mengenai keberadaan Komunitas Tionghoa di Indonesia dengan perkembangan masa Orde Baru beserta kebijakan-kebijakannya. Selain itu memberi penguatan kepada siswa bahwa belajar mengenai sejarah tidak perlu harus di lakukan di dalam kelas dengan cara menghafal tetapi lebih menarik lagi jika dapat secara langsung menghubungkan dengan situasi yang nyata dalam masyarakat. Karena pada akhirnya seluruh siswa yang menempuh pendidikan di

12 lingkungan formal akan dihadapkan pada situasi masyarakat yang beraneka ragam. Penutup: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada tahun upaya etnis Tionghoa mempertahankan keberlangsungan Klenteng Hong San Kiong dalam bidang keagamaan, kesenian dan hubungan sosial masyarakat lebih diarahkan pada proses pembauran dengan masyarakat sekitar. Sikap adaptif lebih diterapkan untuk mempertahankan identitas mereka di tengah lingkungan masyarakat. Hingga pada tahun 2004 Komunitas Klenteng Hong San Kiong lebih membuka diri dengan lebih banyak melibatkan pribumi dalam Wayang Po Te Hi dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan sumbangan dan bantuan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1) masyarakat Gudo tetap menjaga keharmonisan yang terjalin antara etnis Tionghoa dan masyarakat sekitar serta bersama-sama mempertahankan keberlangsungan Klenteng Hong San Kiong sebagai warisan budaya yang ada di Kecamatan Gudo, 2) Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial diharapkan penelitian mengenai Komunitas Klenteng Hong San Kiong ini dapat memperkaya wawasan mengenai komunitas Tionghoa di Indonesia, khususnya di Gudo, 3) Peneliti selanjutnya dengan tema yang sama, peneliti selanjutnya bisa mengembangkan penulisan mengenai perkembangan Wayang Po Te Hi yang ditulis dalam payung historis karena penulisan tentang Wayang Po Te Hi kebanyakan lebih banyak melihat dari aspek simbolik dan kulturalnya.

13 Daftar Rujukan: Afif, A Identitas Tionghoa Muslim Indonesia. Semarang: Kepik Bloomfield, F Chinese Beliefs. Surabaya : Penerbit Liris Buku Kenang-Kenangan Klenteng Hong San Kiong Gudo tahun 2004 Hasil Pendataan Warga Keturunan etnis Tionghoa Kantor Desa/Kelurahan Gudo Tahun 2012 Kartodirdjo, S Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kuardani, H Maecenas Potehi dari Gudo. Yogyakarta: Isaacbook Liberty Maret Edisi Mengunjungi Desa Tionghoa Gudo Liem Sik Hie Sejarah Gudo. Gudo. (tanpa penerbit) Rekapitulasi Penduduk/Kepala Keluarga Desa Gudo Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang Tahun 1986

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman etnis, budaya, adat-istiadat serta agama. Diantara banyaknya agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyebaran agama Islam di Yogyakarta khususnya untuk kalangan etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim di Jawa adalah orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari Surabaya yang menjadi kota perdagangan tua, banyak sekali pedagang dari berbagai belahan dunia berdagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari Surabaya yang menjadi kota perdagangan tua, banyak sekali pedagang dari berbagai belahan dunia berdagang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari Surabaya yang menjadi kota perdagangan tua, banyak sekali pedagang dari berbagai belahan dunia berdagang dan menetap di Surabaya. Di antara para pedagang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai kedatangan Etnis Tionghoa ke Indonesia baik sebagai pedagang maupun imigran serta terjalinnya hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR JUDUL PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL PERAHU WARAG SEMARANG

JURNAL TUGAS AKHIR JUDUL PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL PERAHU WARAG SEMARANG JURNAL TUGAS AKHIR JUDUL PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL PERAHU WARAG SEMARANG LATAR BELAKANG Semarang adalah kota raya dan merupakan Ibu kota dari Jawa Tengah dan sebagai kota metropolitan kelima di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul 153 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Cina Benteng di Tangerang Pada Masa Orde Baru (1966-1998) kesimpulan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain dalam satu negara. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk secara permanen dari pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang 1.1.1 Latarbelakang Pengadaan Proyek Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari jajaran ribuan pulau yang mempunyai masyarakat plural dimana memiliki bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mayoritas masyarakat Tiongkok memiliki tiga kepercayaan, yaitu ajaran Taoisme, Konghucu dan Buddhisme. Gabungan dari ketiga kepercayaan tersebut mereka sebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam agama, suku bangsa dan keturunan, baik dari keturunan Cina, India, Arab dan lain-lain. Setiap golongan memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang berhubungan tentang rasial memang begitu banyak terjadi, baik dalam segi agama, budaya maupun etnis. Tetapi hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya BAB V KESIMPULAN Sejarah dan keberadaan kesenian Kuda Kepang di negeri Johor Darul Takzim, Malaysia sangat dipengaruhi oleh faktor masyarakat Melayu keturunan Jawa maupun perkembangan Islam di sana. Sejarah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab V membahas tentang simpulan dan saran. Mengacu pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan masalah yang krusial dalam tatanan pemerintahan Soeharto. Masalah tersebut begitu kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial, 8 (PIS) adalah : barongsai, wayang orang dan wayang potehi yang bercerita tentang kerajaan cina kuno dan atraksi tersebut akan terus dikembangkan agar tetap menarik bagi pengunjung. BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

DINAMIKA TIONGHOA ISLAM PASCA REFORMASI DI YOGYAKARTA ( ) SKRIPSI

DINAMIKA TIONGHOA ISLAM PASCA REFORMASI DI YOGYAKARTA ( ) SKRIPSI DINAMIKA TIONGHOA ISLAM PASCA REFORMASI DI YOGYAKARTA (1998-2010) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mewadahi berbagai etnis atau suku-bangsa, baik dari lokal Indonesia sendiri maupun asing. Berbagai etnis tersebut memiliki budayanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai merantau ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan dinasti Tang. Dalam masyarakat Cina dikenal tiga

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D 304 155 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam etnis suku dan bangsa. Keanekaragaman ini membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia memiliki beraneka ragam seni dan kebudayaan. Masing-masing memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Masyarakat perbatasan di Pulau Penawar Rindu, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam membayangkan nasionalisme itu secara khas dan berbeda dengan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tersebar di berbagai pulau. Kondisi negara maritim dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tersebar di berbagai pulau. Kondisi negara maritim dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang luas yang memiliki banyak pulau dan penduduk yang tersebar di berbagai pulau. Kondisi negara maritim dengan penduduk masing-masing

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan dan beribukotakan Pontianak. Luas wilayah provinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dengan judul Perayaan Tahun Baru Imlek 2015 di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dimanapun masyarakat Cina berada, termasuk masyarakat Tionghoa di

BAB I PENDAHULUAN. Dimanapun masyarakat Cina berada, termasuk masyarakat Tionghoa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimanapun masyarakat Cina berada, termasuk masyarakat Tionghoa di Indonesia, merupakan suatu kelompok masyarakat yang penuh dengan segala macam legenda, misteri, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku bangsa, beranekaragam Agama, latar belakang sejarah dan kebudayaan daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang masalah. Suku Karo adalah salah satu suku yang ada di Provinsi Sumatera

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang masalah. Suku Karo adalah salah satu suku yang ada di Provinsi Sumatera BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang masalah Suku Karo adalah salah satu suku yang ada di Provinsi Sumatera Utara, Wilayahnya meliputi dataran tinggi Karo, Deli Serdang bagian hulu, Langkat bagian hulu,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Agama Buddha tidak pernah bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik sudah dikenal sekitar abad ke-13, yang pada saat itu masih ditulis dan dilukis pada

Lebih terperinci

Bahasa adalah salah satu kemampuan dasar dan alamiah yang dianugerahkan. pada umat manusia. Umat manusia tidak akan mungkin mempunyai budaya atau

Bahasa adalah salah satu kemampuan dasar dan alamiah yang dianugerahkan. pada umat manusia. Umat manusia tidak akan mungkin mempunyai budaya atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah salah satu kemampuan dasar dan alamiah yang dianugerahkan pada umat manusia. Umat manusia tidak akan mungkin mempunyai budaya atau peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu kelebihan bangsa Indonesia adalah adanya keanekaragaman penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat dan tentu masing-masing

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai suku atau etnis yang berkembang dan tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Masyarakat majemuk yang hidup bersama dalam satu wilayah terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda tentunya sangat rentan dengan gesekan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara Republik Indonesia. Wilayah Jakarta terbagi menjadi 6 wilayah yang termasuk 5 wilayah kota administratif

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Wonosobo sebagai kota di dirikannya kelenteng Hok Hoo Bio ( 福和庙 )

BAB V PENUTUP. Wonosobo sebagai kota di dirikannya kelenteng Hok Hoo Bio ( 福和庙 ) BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Wonosobo sebagai kota di dirikannya kelenteng Hok Hoo Bio ( 福和庙 ) merupakan daerah dataran tinggi yang cukup dingin. Gunung Sindoro dan gunung Sumbing sebagai ciri khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah. Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kotamadya dari 33 kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah. Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kotamadya dari 33 kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kotamadya dari 33 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Tebing Tinggi memiliki luas daerah kurang dari 31 km² dan berjarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya warga keturunan Tionghoa yang menetap di Indonesia, membuat masyarakat Indonesia lama kelamaan beradaptasi dengan kebudayaankebudayaan Tionghoa tersebut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam. Budaya maupun kesenian di setiap daerah tentunya berbeda beda.

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan panggilan Cina sering kali menjadi suatu keambiguan bagi masyarakat Indonesia, sehingga banyak dari mereka yang salah mengartikan kata tersebut sebagai

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari beribu-ribu pulau tersebut Indonesia memiliki berbagai suku, ras, agama,

Lebih terperinci

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49 Tanggal 3 Februari 2011 kita semua merayakan Hari Raya Imlek 2562. Bagi penganut Tao, Kong Hu Cu atau Budha yang merayakan Imlek dengan ritual keagamaan mereka. Bagi kita yang bukan penganut agama-agama

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari

Lebih terperinci

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kaya ragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

, 2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA ETNIS TIONGHOA DALAM ANTOLOGI CERPEN SULAIMAN PERGI KE TANJUNG CINA KARYA HANNA FRANSISCA

, 2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA ETNIS TIONGHOA DALAM ANTOLOGI CERPEN SULAIMAN PERGI KE TANJUNG CINA KARYA HANNA FRANSISCA 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemunculan sastra Indonesia-Tionghoa tiba pada suatu batas ikatan yang agak erat dengan penerjemahan hasil karya sastra Tiongkok ke dalam bahasa Melayu-Rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi paling utama di dunia. Tanpa adanya bahasa, tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi paling utama di dunia. Tanpa adanya bahasa, tidak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, kemajuan komunikasi semakin meningkat seiring dengan kemajuan di berbagai bidang. Dalam bidang komunikasi bahasa merupakan sarana komunikasi paling utama

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN ETNIS TIONGHOA DI SURABAYA TERHADAP KONSEP PLURALISME KH. ABDURRAHMAN WAHID

BAB IV PANDANGAN ETNIS TIONGHOA DI SURABAYA TERHADAP KONSEP PLURALISME KH. ABDURRAHMAN WAHID BAB IV PANDANGAN ETNIS TIONGHOA DI SURABAYA TERHADAP KONSEP PLURALISME KH. ABDURRAHMAN WAHID Pluralisme berasal dari kata dua kata plural dan isme, plural yang berarti jamak (banyak). Sedangkan isme berati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan tradisi Tionghoa pada awalnya sempat ditentang selama 32 tahun dan kurang diakui baik secara langsung maupun tidak langsung akibat terjadinya gonjang-ganjing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat yang multietnis. Hal ini tampak dari banyaknya suku yang beragam yang ada di provinsi ini misalnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnik salah satunya adalah kelompok etnik Tionghoa. Kelompok etnik Tionghoa di Indonesia adalah salah satu kelompok etnik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Inkulturasi budaya Indonesia berawal dari masuknya bangsa-bangsa asing ke Indonesia yang awalnya memiliki tujuan untuk berdagang. Dengan masuknya budaya-budaya

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha. 1 (http://id.wikipedia.org/wiki/tahun_baru_imlek).

1 Universitas Kristen Maranatha. 1 (http://id.wikipedia.org/wiki/tahun_baru_imlek). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mendengar istilah Tahun Baru Imlek tentu semua orang sudah tidak asing lagi, ini dikarenakan Tahun Baru Imlek adalah sebuah tradisi yang tentunya sudah semua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan suku yang berstatus penduduk asli dan pendatang mendiami pulau-pulau di Indonesia yang jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai adat dan kebiasaan masing-masing.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR Oleh: RIYANTO L2D000451 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Tionghoa yang datang dan menetap di Indonesia sudah memiliki sejarah yang panjang. Orang Tionghoa sudah mengenal Indonesia sejak abad ke 5 M, dan selama beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, yang memiliki seni budaya, dan adat istiadat, seperti tarian tradisional. Keragaman yang

Lebih terperinci