BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA"

Transkripsi

1 BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA Hery Suharna, Toto Nusantara, Subanji, dan Santi Irawati Universitas Khairun, Universitas Negeri Malang, Universitas Negeri Malang, Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Berpikir reflektif terjadi jika mahasiswa mengalami hambatan, kebingungan atau keraguan dalam menyelesaikan masalah matematika, disebabkan karena kurangnya proses berpikir reflektif. Penyelesaian masalah, mahasiswa dapat menjadi terampil dalam (mengidentifikasi, memilih pengetahuan yang relevan, mengorganisasikan keterampilan yang sudah dimiliki, membuat rencana, dan membuat generalisasi). Oleh karena itu menyelesaikan suatu masalah tersebut mahasiswa memerlukan alur pemikiran dengan kemampuan berpikir reflektif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mempelajari dan mengkaji jurnal dan buku-buku teks yang berkaitan dengan berpikir reflektif mahasiswa dalam penyelesaian masalah matematika. Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa berpikir reflektif dapat dikelompokan menjdi 3 skema berpikir yaitu berpikir reflektif pemahaman, koneksi dan kreatif. Berpikir reflektif pemahaman yaitu selection techniques, dan mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, berpikir reflektif koneksi yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, dan conceptualization, dan berpikir reflektif kreatif yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, conceptualization, dan rasionalisasi. Kata Kunci: Penyelesaian masalah, berpikir reflektif pemahaman, berpikir reflektif, dan berpikir reflektif koneksi. Solso (1995) menyatakan bahwa berpikir dapat didefinisikan sebagai proses menghasilkan representasi mental yang baru melalui tranformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks antar atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, dan pemecahan masalah. Oleh karena itu berpikir didefinisikan sebagai sutu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif seperti yang digambarkan oleh Solso, dimana kesemua proses itu mengarah pada suatu simpulan atau diarahkan untuk menghasilkan penyelesaian pemecahan masalah. Krulik (2003:89) menyatakan bahwa berpikir dapat dibagi menjadi empat kategori, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah Higher-Order Creative Critical Basic Recall Hierarchy of Thinking Reasoning Gambar 1 Kategori Keterampilan Berpikir King (1993:1) Higher order thinking skills include critical, logical, reflective thinking, metacognitive, and creative 280

2 281, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 thinking. Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir reflektif. Selanjutnya beberapa jurnal hasil penelitian membahas pentingnya berpikir reflektif dalam pembelajaran. Sezer (2008) dalam Chee (2012:168) menyatakan bahwa berpikir reflektif didefinisikan sebagai kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan, hal ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan situasi belajar. Gurol (2011) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan terarah dan tepat dimana individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Dengan demikian berpikir reflektif bertujuan untuk mencapai target belajar dan menghasilkan pendekatan pembelajaran baru yang berdampak langsung pada proses belajar. Sezer (2008) dan Gurol (2011) menyatakan bahwa berpikir reflektif (reflective thinking) sangat penting bagi siswa dan guru. Namun hal ini sangat berbeda dengan fakta di lapangan, bahwa dalam pembelajaran matematika, berpikir reflektif (reflective thinking) kurang mendapat perhatian guru. Terkadang guru hanya memperhatikan hasil akhir dari penyelesaian masalah yang dikerjakan siswa, tanpa memperhatikan bagaimana siswa menyelesaian masalah. Jika jawaban siswa berbeda dengan kunci jawaban, biasanya guru langsung menyalahkan jawaban siswa tersebut tanpa menelusuri mengapa siswa menjawab demikian. Rodgers (2002) menyatakan bahwa kurangnya definisi atau pengertian yang jelas tentang berpikir reflektif dan kriteria yang jelas untuk berpikir reflektif, hal ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan reflektif dalam pembelajaran. Pernyataan yang disampaikan oleh Rodgers di atas tersebut menunjukan bahwa sampai saat ini belum ada definisi yang jelas tentang berpikir reflektif. Zehavi dan Mann (2006) melakukan penelitian tentang berpikir reflektif (reflective thinking). Menurut Zehavi dan Mann (2006: 84) tingkat berpikir reflektif (reflective thinking) mengacu pada empat kategori: pemilihan teknik (techniques), pemantauan (monitoring) solusi proses, wawasan (insight) atau kecerdikan, dan konseptualisasi (conceptualization) (yaitu menghubungkan konsep dan makna). Selanjutnya Zehavi dan Mann (2006) membandingkan penyelesaian matematika berbasis Computer Algebra Systems (CAS) dan solusi tradisional, pada penyelesaian soal berbasis CAS siswa menggunakan pemikiran reflektif yaitu pemilihan teknik (techniques), pemantauan (monitoring) solusi proses, wawasan/ kecerdikan (insight), dan konseptualisasi (conceptualization.) Sementara itu solusi tradisional pemilihan teknik (techniques), wawasan/ kecerdikan (insight), dan konseptualisasi (conceptualization) atau pada solusi tradisional, tidak terjadi tahap pemantauan (monitoring). Vilhelm von Humboldt sebagai orang pertama yang menggunakan pembelajaran reflektif (the reflective learning) (Gurol, 2011:388): An important role of reflective thinking is to act as a means of prompting the thinker during problem solving situations because it provides an opportunity to step back and think of the best strategies to achieve goals (Rudd, 2007). Rreflective thinking helps to integrate these thinking skills by helping with judgments (Shermis,1999) Peran penting dari berpikir reflektif adalah sebagai sarana untuk mendorong pemikiran selama situasi pemecahan masalah, karena memberikan (peran

3 Suharna, dkk, Berpikir Reflektif Mahasiswa, 282 penting pemikiran reflektif) kesempatan untuk belajar dan memikirkan strategi terbaik untuk mencapai tujuan pembelajaran (Rudd, 2007). Pemikiran reflektif membantu mengintegrasikan kemampuan berpikir (Shermis, 1999). Chee dan San (2011) menyatakan bahwa calon guru secara keseluruhan tidak kritis. Calon guru (mahasiswa) tidak menunjukkan bahwa mereka secara aktif mempraktikkan empat proses belajar, yaitu: analisis asumsi, kesadaran kontekstual, spekulasi imajinatif dan skeptisisme praktek-praktek yang mengindikasikan berpikir reflektif (Chee,2011). Gurol (2011) menyatakan bahwa berpikir reflektif sangat diperlukan dalam pemikiran calon guru dalam proses belajar mengajar. Selain itu gurol juga mengatakan bahwa calon guru (mahasiswa) sering bertindak sesuai dengan pemikiran reflektif. Van Manen dalam Maureen (2003) menyarankan sebuah tahapan dari pemikiran reflektif yaitu: teknis, kontekstual, dan dialektik. Tingkat refleksi teknis menyangkut efektifitas penerapan keterampilan dan pengetahuan teknis di kelas. Tingkat kontekstual melibatkan refleksi tentang asumsi, dimana asumsi ini yang mendasari praktik di kelas. Tingkat dialektis diperlukan untuk mengajukan pertanyaan tentang moral, masalah etika, atau sosial-politik. Berdasarkan hasil penelitian di atas pentingnya berpikir reflektif dalam pembelajaran matematika sudah banyak dilakukan, tetapi bagaimana alur berpikir reflektif mahasiswa menyelesaiakan masalah matematika belum dilakukan, maka dalam penelitian ini dikaji bagaimana alur berpikir reflektif mahasiswa dalam menyelesaiakan masalah matematika. Selain pentingnya berpikir reflektif di atas, beberapa jurnal berikut menjadi landasan dalam penelitian adalah kesulitan mahasiswa dalam menyelesaiakan masalah matematika, disebabkan karena kurangnya pembelajaran yang melibatkan berpikir reflektif. Lee (2005) menyatakan bahwa berpikir reflektif dapat mengembangkan penalaran guru dan siswa. Mengapa guru menggunakan strategi pembelajaran tertentu dan bagaimana guru dapat meningkatkan pembelajaran mereka dapat mempengaruhi efek positif pada siswa. Oleh karena itu, disarankan bahwa calon guru perlu terlibat dalam berpikir reflektif dan tidak hanya mempelajari ide-ide baru tetapi juga untuk meningkatkan profesional. Mezirow (1998) mengemukakan empat tahap berpikir reflektif perspektif teoretis yaitu tindakan kebiasaan, pemahaman, refleksi dan kritis. Tindakan kebiasaan adalah kegiatan otomatis yang dilakukan dengan pikiran. Pemahaman adalah belajar dan membaca tanpa terkait dengan situasi lain. Refleksi menyangkut pertimbangan aktif, gigih dan hati-hati dari setiap asumsi atau keyakinan didasarkan pada kesadaran seseorang, refleksi kritis dianggap sebagai tingkat yang lebih tinggi dari pemikiran reflektif yang menyebabkan seseorang menjadi lebih sadar bagaimana melihat suatu masalah, cara merasakan suatu masalah, bertindak dan penyelesaian suatu masalah. Dewey (1933) membagi pemikiran reflektif menjadi tiga situasi sebagai berikut:. Dewey divides reflective thinking into three situations as follows: The pre-reflective situation, a situation experiencing perplexity, confusion, or doubts; the post-reflective situation, a situation in which such perplexity, confusion, or doubts are dispelled; and the reflective situation, a transitive situation from the pre-reflective

4 283, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 situation to the post-reflective situation situasi pra-reflektif yaitu situasi seseorang mengalami kebingungan atau keraguan; situasi reflektif yaitu situasi transitif dari situasi pra-reflektif menjadi situasi pascareflektif atau terjadinya proses reflektif; dan situasi pasca-reflektif yaitu situasi dimana kebingungan atau keraguan tersebut dapat terjawab. Dewey (1933) mengemukakan bahwa komponen berpikir reflektif (reflective thinking) adalah kebingungan (perplexity) dan penyelidikan (inquiry). Kebingungan adalah ketidakpastian tentang sesuatu yang sulit untuk dipahami yang kemudian menantang pikiran dan perubahan dalam pikiran dan keyakinan seseorang. Penyelidikan adalah mengarahkan informasi yang mengarahkan pikiran terarah. Dengan membiarkan kebingungan dan penyelidikan terjadi pada saat yang sama, perubahan perilaku seseorang dapat terlihat, demikian juga sebaliknya jika pemikiran reflektif adalah kebiasaan yaitu kebingungan (perplexity) dan penyelidikan (inquiry), maka seseorang akan ada perubahan perilaku yang mungkin (Dewey, 1933). Berpikir reflektif sangat mempengaruhi perilaku baik atau buruk, percaya diri atau tidak seseorang. Dengan demikaian guru harus mengetahui berpikir reflektif agar disesuaikan dengan pembelajaran yang dilakukan. Hatton & Smith (1995) mengemukakan bahwa berpikir reflektif (reflective thinking) merupakan suatu cara dalam mengubah perilaku seseorang, dan ini merupakan cara untuk mengatasi masalah praktis. Guru menanggapi mereka sendiri meminta dari pengajaran mereka sendiri dalam konteks karakteristik khusus dan konsep akan bekerja untuk mewakili praktek pengajaran yang efektif (Gordinier, Moberly, & Conway, 2004). Dewey (1933) mengemukakan tentang peran berpikir reflektif bagi guru bahwa : reflective thought brings two challenges. First, teachers must be observers of all that concerns the students in their classrooms. They must know all of the conditions that could make things better or worse for the students as well as the consequences of those conditions. Second, teachers must also know about the school organization and about the atmosphere surrounding a child's learning Ada dua tantangan bagi guru dalam berpikir reflektif (reflective thinking) yaitu: pertama, guru harus menjadi pengamat dari semua yang menyangkut siswa di kelas mereka. Mereka harus tahu semua kondisi yang bisa membuat hal-hal yang lebih baik atau lebih buruk bagi siswa serta konsekuensi dari kondisi tersebut. Kedua, guru juga harus tahu tentang organisasi sekolah dan tentang suasana sekitarnya pembelajaran anak. Berpikir reflektif penting untuk mengembangkan pengetahuan matematika. Hal yang menarik untuk diketahui adalah pada usia berapa proses berpikir reflektif (reflective thinking) mulai muncul dalam diri anak? Bagaimana caranya sekarang proses berpikir reflektif dapat dimunculkan?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Inhelder dan Piaget dalam Skemp (1982). Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh seorang anak mengembangkan proses berpikir reflektif pada usia mulai 7 tahun, pada rentang usia tersebut seorang anak mampu memanipulasi berbagai ide-ide konkrit, seperti menceritakan kembali apa yang telah dilakukan (dalam imaginasinya). Inhelder dan Piaget juga menemukan fakta bahwa subjek-subjek penelitian mereka

5 Suharna, dkk, Berpikir Reflektif Mahasiswa, 284 belum dapat memberikan alasan mengapa mereka melakukan sesuatu secara formal. Berpikir matematika yang dilakukan oleh siswa bertujuan untuk memecahkan masalah. Pentingnya pemecahan masalah ditegaskan dalam National Council of Teacher Mathematics (2000) yang menetapkan bahwa terdapat 5 standar proses yang perlu dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika, yaitu: (a) pemecahan masalah (Problem solving), (b) Penalaran dan pembuktian (Reasoning and proof), (c) Komunikasi (Communication), (d) Koneksi (Connection); dan (e) representasi (Representation). Masalah matematika menurut Polya dalam bukunya How To Solve It (Polya, 1973) mengemukakan dua macam masalah dalam matematika yaitu: (1) Masalah untuk menemukan (problem to find), baik teoritis maupun praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki; dan (2) Masalah untuk membuktikan (problem to prove), yakni untuk menunjukkan salah satu kebenaran pernyataan, bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah. National Research Council (1989), dinyatakan bahwa pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui proses pemecahan masalah matematis memungkinkan berkembangnya kekuatan matematis yang antara lain meliputi kemampuan membaca dan menganalisis situasi secara kritis, mengidentifikasi kekurangan yang ada, mendeteksi kemungkinan terjadinya bias, menguji dampak dari langkah yang akan dipilih, serta mengajukan alternatif solusi kreatif atas permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, pemecahan masalah matematis dapat membantu seseorang memahami informasi yang tersebar di sekitarnya secara lebih baik. Pemecahan masalah yaitu masalah menemukan atau membuktikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan perlu dikaji. Melalui pemecahan masalah, mahasiswa dapat menjadi terampil dalam (mengidentifikasi, memilih pengetahuan yang relevan, mengorganisasikan keterampilan yang sudah dimiliki, membuat rencana, dan membuat generalisasi). Untuk menyelesaikan masalah tersebut mahasiswa memerlukan alur pemikiran dengan kemampuan berpikir reflektif (reflective thinking). Poses Berpikir Reflektif Berikut ini disajikan tentang proses berpikir refletif (reflective thinking). Dewey (1933) menyatakan bahwa berpikir reflektif (reflective thinking) adalah:. reflective thinking is active, persistent, and carefull consideration of any belive or suppose from of knowledge in the light of the grounds that support it and the conclusion to which it tends. Jadi berpikir reflektif adalah aktif terus-menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya. Sementara itu Len dan Kember (2008: 578) mengungkapkan berdasarkan Mezirow s theorical framework bahwa berpikir reflektif dapat digolongkan ke dalam 4 tahap yaitu: 1. Habitual Action (Tindakan Biasa). Habitual Action didefinisikan a mechanical and automatic activity that is performed with little conscious thought, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan sedikit pemikiran yang sengaja. 2. Understanding (Pemahaman). Pemahaman atau (Understanding) yaitu siswa belajar memahami situasi yang terjadi tanpa menghubungkannya dengan situasi lain. 3. Reflection (Refleksi). Refleksi yaitu aktif terus-menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan

6 285, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 saksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya yang berkisar pada kesadaran siswa. 4. Critical Thinking (Berpikir Kritis). Berpikir kritis merupakan tingkatan tertinggi dari proses berpikir reflektif yang melibatkan bahwa siswa lebih mengetahui mengapa seseorang merasakan berbagai hal. Memutuskan dan memecahkan penyelesaian. Esensi dari apa yang dikemukakan oleh Len and Kember (2008) di atas jelas bahwa siswa diharapkan memiliki tindakan biasa, pemahaman, refleksi, dan berpikir kritis. Berpikir reflektif (reflective thinking) yang dikemukakan oleh Skemp (1982: 54-55) bahwa proses berpikir reflektif (reflective thinking) dapat digambarkan sebagai berikut: (a) informasi atau data yang digunakan untuk merespon, berasal dari dalam diri (internal), (b) bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan, (c) menyadari kesalahan dan memperbaikinya (jika ada kesalahan), dan (d) mengkomunikasikan ide dengan simbol atau gambar. Selanjutnya berdasarkan definisidefinisi berpikir reflektf (reflective thinking) yang dikemukakan di atas maka definisi berpikir reflektif dalam penelitian ini adalah kombinasi dari yang dikemukakan oleh Zehavi (2006), Skemp (1982) dan Lee (2005) yaitu: a. Selection techniques; b. Mengkomonikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar; c. conceptualization (konseptualisasi yaitu menghubungkan konsep); dan d. Rasionalisasi (rasionalisasi yaitu menghubungkan informasi-informasi untuk menyelesaikan soal yang diberikan dengan tepat dan dapat menarik kesimpulan). Terjadinya Berpikir Reflektif Berikut adalah diagram yang menggambarkan terjadinya proses berpikir reflektif menurut Skemp (1982: 55) disajikan dalam gambar 2.2 berikut: RECEPTOR RECEPTORS EFEKTOR Gambar 1. Bagan Berpikir Reflektif Gambar 1. menjukan bahwa seseorang berpikir reflektif terjadi adalah merespon informasi dari luar, diteruskan pada aktivitas mental yang dimaksud dan mendapat masalah atau membutuhkan informasi dalam yang sudah dimiliki, aktifitas tersebut untuk merespon hal terbut yaitu Informasi/pengetahuan atau data yang digunakan untuk merespon, berasal dari dalam diri (internal), bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan, menyadari kesalahan dan memperbaikinya (jika ada kesalahan), dan mengkomunikasikan ide dengan simbol atau gambar. Selanjutnya merespon suatu persoalan yang bersifat eksternal sebagai efek dari berpikir reflektif, hal tersebut terus berulang sampai pada penyelesaian maslah. Dewey (1933) membagi pemikiran reflektif menjadi tiga situasi sebagai berikut:. Dewey divides reflective thinking into three situations as follows: The pre-reflective situation, a situation experiencing perplexity, confusion, or doubts; the post-reflective situation, a situation in which such perplexity, confusion, or doubts are dispelled; and the reflective situation, a transitive situation from the pre-reflective

7 Suharna, dkk, Berpikir Reflektif Mahasiswa, 286 situation to the post-reflective situation situasi pra-reflektif yaitu suatu situasi seseorang mengalami kebingungan atau keraguan; situasi reflektif yaitu situasi transitif dari situasi pra-reflektif dengan situasi pasca-reflektif atau terjadinya proses reflektif; dan situasi pasca-reflektif yaitu situasi dimana kebingungan atau keraguan tersebut dapat terjawab. Dewey (1933) mengemukakan bahwa komponen berpikir reflektif (reflective thinking) adalah kebingungan (perplexity) dan penyelidikan (inquiry). Kebingungan adalah ketidakpastian tentang sesuatu yang sulit untuk memahami yang kemudian menantang pikiran dan sinyal perubahan dalam pikiran dan keyakinan. Penyelidikan adalah mengarahkan informasi yang mengarahkan pikiran terarah. Dengan membiarkan kebingungan dan penyelidikan terjadi pada saat yang sama, perubahan perilaku seseorang dapat terlihat, demikian juga sebaliknya jika pemikiran reflektif adalah kebiasaan yaitu kebingungan (perplexity) dan penyelidikan (inquiry), maka seseorang akan ada perubahan perilaku yang mungkin (Dewey, 1933). Berdasarkan Dewey (1933) dan Skemp (1982) terlihat bahwa seseorang akan berpikir reflektif (reflective thinking) jika seseorang mengalami kebingungan atau keraguan pada saat penyelesaikan masalah dan mengalami hambatan dalam menyelesaiakan masalah matematika. Penyelesaian Masalah Matematika Dalam pembelajaran matematika, masalah matematika sering diartikan sebagai suatu pertanyaan atau soal yang memerlukan solusi atau jawaban, dimana yang dimaksudkan suatu pertanyaan atau soal yang memerlukan solusi atau jawaban adalah yang memenuhi dua syarat suatu pertanyaan menjadi masalah bagi siswa, yaitu: 1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa haruslah dapat dimengerti, namun pertanyaan tersebut harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya, 2. Pertanyaan tersebut tak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Jadi suatu pertanyaan atau soal yang diajukan kepada siswa merupakan masalah baginya jika pertanyaan atau soal itu tidak segera dapat diselesaikan oleh siswa dengan prosedur rutin namun memberikan rangsangan dan tantangan untuk dijawab. Jika pertanyaan atau soal sudah berisi tantangan tetapi tantangan itu tidak diterima siswa, maka pertanyaan itu menjadi bukan masalah baginya. Oleh karena itu pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses mencari pemecahan terhadap masalah yang menantang dan belum atau tidak serta merta pemecahannya diperoleh yang melibatkan proses berpikir dan penalaran. Polya (1973) mengemukakan dua macam masalah dalam matematika yaitu: (1) Masalah untuk menemukan (problem to find), baik teoritis maupun praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki; dan (2) Masalah untuk membuktikan (problem to prove), yakni untuk menunjukkan salah satu kebenaran pernyataan, bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah. Polya mengemukakan empat langkah dalam memecahkan masalah. Keempat langkah tersebut adalah: 1. Memahami masalah (understanding the problem) meliputi memahami berbagai hal yang ada pada masalah seperti apa yang tidak diketahui, apa saja data yang tersedia, apa syatsyatnya, dan sebagainya. Pada tahap ini, mahasiswa dapat melakukan beberapa langkah yang diperlukan

8 287, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 untuk mengerti masalah, seperti membuat sketsa gambar, mengenal notasi yang digunakan, mengelompokan bagian dari syarat-syarat, dan sebagainya; 2. Memikirkan suatu rencana (devising a plan) meliputi berbagai usaha untuk menemukan hubungan masalah dengan maslah lainnya atau hubungan antar data dengaan hal yang tidak diketahui, dan sebagainya. Pada akhirnya seseorang harus memiliki suatu rencana pemecahan; 3. Melaksanakan rencana (carrying out the plan) termasuk memeriksa setiap langkah pemecahan, apakah langkah yang dilakukan sudah benar atau dapat dibuktikan bahwa langkah tersebut benar; dan 4. Memeriksa kembali (looking back) meliputi menguji tahap pemecahan yang dihasilkan. Selanjutnya Krulik (2003: 94) memperhalus atau menguraikan keempat langkah yang sampaikan oleh Polya. Pada strategi pemecahan memahami masalah (understanding the problem) tujuan utamanya adalah mengetahui apa yang di tanyakan pada dan mengetahui apa yang di tanykan dalam maslah. Oleh karena itu menurut Krulik (2003: 94) siswa melakukan: (a). identifikasi fakta (Identify the fact), (b). identifikasi pertanyaan (Identify the questions), (c) memahami kosa kata (Understand the vocabulary), (d) memeriksa kecukupan data (Check sufficiency of data), dan (e) penaksiran (Estimate). Dari gambaran yang dikemukan di atas, maka pemecahan masalah matematikan yang dimaksudkan sebagai proses yang meliputi tahap-tahap: memahami masalah, memikirkan rencana/ merencanakan, melaksanakan rencana, dan evaluasi terhadap hasil pemecahan. Tahap tersebut dilakukan terhadap maslah khusus matematika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah berkaitan erat dengan kemampuan berpikir seseorang serta keterampilan mengatur proses berpikirnya sepanjang proses pemecahan masalah. Kerangka teori berpikir reflektif dalam pemecahan masalah Pada bagian ini akan diuraikan kerangka teori penelitian berpikir reflektif dalam pemecahan masalah: Ms Mr Mlk Mrk Gambar 2. Skema Berpikir Reflektif Pemahaman (understanding) Pada tahap memahami masalah, merencanakan, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Berpikir reflektif pemahaman (understanding) yaitu mahasiswa mengalami hambatan, kebingungan atau keraguan pada selection techniques, dan mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar. Proses terjadinya berpikir reflektif (reflective thinking) hanya sekali saja yaitu mengalami hambatan pada satu komponen selanjutnya

9 Suharna, dkk, Berpikir Reflektif Mahasiswa, 288 melakukan reflektif pada setiap langkah penyelesaian masalah. Ms Ms Mr Mr Mlk Mlk Mrk Mrk Gambar 3. Skema Berpikir Reflektif Koneksi (connection) Pada memahami masalah, merencanakan, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Berpikir reflektif koneksi yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, dan conceptualization. Gambar 4. Skema Berpikir Reflektif Kreatif (creative) Pada memahami masalah, merencanakan, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali berpikir reflektif kreatif yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, conceptualization, dan rasionalisasi. Berpikir reflektif siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar Berikut ini hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar dengan kode sampai :

10 289, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 Dalam menyelesaikan masalah aljabar, pada saat memahami masalah lerlihat bawa siswa menggambarkan masalah agar mudah dimengerti atau mudah dipahami. Hal ini terlihat dari kerja siswa pada dengan menggambarkan/ mengilustrasikan masalah aljabar lebih dahulu agar mudah difahami dan berusaha menjelaskan apa yang sudah digambarkan. Data tersebut diperkuat dengan petikan wawancara, ketika peneliti bertanya apa sih maunya soal ini?, subjek menjawab iya kan gini, pak Hery punya kebun berbentuk persegi panjang, terus kebunya itu di bagi menjadi dua bagian yang sama selanjutnya pak Hery ingin memagari kebun yang sudah dibagi itu dengan kawat berduri. Selanjutnya peneliti menanyakan perkerjaan selanjutnya, subjek menjawab terus pak Hery memiliki kawat berduri sepanjang meter. Pada tahap memikirkan rencana terlihat bawa dengan menggabar pada dan siswa menghiting dengan cara memisalkan ada 3 dan ada 2, dengan demikian untuk mengetahui kelilingnya subjek menjumlahkan panjang dan. Informasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara, ketika peneliti bertanya apa yang akan kamu lakukan? Subjek menjawab saya misalkan lebar : dan panjangnya saya misalkan panjangnya:, peneliti bertanya lebih lanjut kenapa kok dimisalkan seperti itu? subjek menjawab supaya, gampang menjawab soalnya. Berdasarkan data tersebut, subjek berusaha meyakinkan deangan apa yang akan dilakukan pada masalah aljabar. Cara yang digunakan adalah menggambar dan memisalkan sisi-sisinya dengan dan. Selanjutnya pada tahap melaksanakan penyelesaian terlihat pada subjek meyakinkan dengan melakukan perhitungan, demikian juga dengan subjek melakukan perhitungan untuk meyakinkan dengan apa yang dikerjakan. Demikian juga dengan mengklarifikasi apakah jawaban sudah benar, melakukan klarifikasi dengan cara menhitung, mengganti jawaban dengan yang sudah ditulis dengan jawaban yang dianggapnya benar, subjek tidak yakin dengan jawabannya, dan subjek berusaha menjeleaskan walaupun jawabannya sudah diklarifikasi. Informasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara, selanjutnya gimana subjek menjawab dari gambar kan kelihatan kelilingnya, peneliti menanyakan lebih lanjut kenapa kok dicoret-coret?, subjek menjawab tadi saya salah menghitung dan salah menggambar, peneliti juga bertanya kenapa kok dicoret-coret? dan subjek menjawab tadi saya salah menghitung dan salah menggambar.

11 Suharna, dkk, Berpikir Reflektif Mahasiswa, 290 Pada tahap memeriksa kembali terlihat pada subjek berusaha menjelaskan apa yang telah dilakukan untuk mengecek jawaban, kode setelah memeriksa kembali pekerjaan di ternyata subjek memperbaikinya yang terlihat pada, dan meyakinkan apa yang akan dilakukan. Data tersebut diperkuat ketika peneliti bertanya hasil akhir untuk soal a) kenapa di coret? subjek menjawab iya saya lupa tadi saya liat lagi ternya yang di tanya kelilingnya. Kelilingnya kan bisa diperoleh dari diperoleh. PENUTUP Kesimpulan 1. Berpikir reflektif Pemahaman (understanding), Pada tahap memahami masalah, merencanakan, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Berpikir reflektif pemahaman (understanding) yaitu mahasiswa mengalami hambatan, kebingungan atau keraguan pada selection techniques, dan mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar. Proses terjadinya berpikir reflektif (reflective thinking) hanya sekali saja yaitu mengalami hambatan pada satu komponen selanjutnya melakukan reflektif pada setiap langkah penyelesaian masalah. 2. Berpikir Reflektif Koneksi (connection) Pada memahami masalah, merencanakan, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Berpikir reflektif koneksi yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, dan conceptualization. 3. Berpikir Reflektif Kreatif (creative) Pada memahami masalah, merencanakan, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali berpikir reflektif kreatif yaitu selection techniques, mengkomunikasikan ide dalam bentuk simbol atau gambar, conceptualization, dan rasionalisasi. DAFTAR RUJUKAN Aysun Determining the reflective thinking skills of pre-service teachers learning and teaching process. Energy Education Science and Technology. Volume (issue) 3(3): Carol, R Definiting reflection: Another look at John Dewey and reflective thanking. Teachers College Record Volume 104, Number 4, pp Columbia University Chee., dan Pou Reflective Thinking And Teaching Practices: A Precursor For Incorporating Critical Thinking Into The Classroom?. International Journal of Instruction. Vol 5. No 1. (e-issn: ). Dewey J How We Think: A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to the Educative Process, Boston, MA: D.C., Heath and Company. Gurol. A Determining the reflective thinking skills of pre-service teachers in learning and teaching process. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies 2011 Volume (issue) 3(3):

12 291, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013 Lee, H Understanding and assessing preservice teachers reflective thinking. Teaching and Teacher Education. USA. 21 ( ). Krulik, S., Rudnick, J., dan Milou, E Teaching Mathematics in Middle School A Practical Guide. Boston. Maureen, L Using Critical Incidents to Promote and Assess Reflective Thinking in Preservice Teachers. Carfax Publising Vol. 4, No. 2. NCTM Principle and Standards for School Mathematics. Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc. Polya, G How To Solve It. 2 nd ed, Princeton: Princeton University Press. ISBN Rodgers. C., Defining Reflection: Another Look At John Dewey and Reflective Thinking. Teachers College Record Volume 104, Number 4, June 2002, Pp Skemp, R The Psychology of Learning Mathematics. USA. Peguin Books. Slavin, R Educational Psychology Theory and Practice. Eighth Edition. New York. Pearson.

P 41 BERPIKIR REFLEKTIF (REFLECTIVE THINKING ) SISWA SD BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMAHAMAN MASALAH PECAHAN

P 41 BERPIKIR REFLEKTIF (REFLECTIVE THINKING ) SISWA SD BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMAHAMAN MASALAH PECAHAN P 41 BERPIKIR REFLEKTIF (REFLECTIVE THINKING ) SISWA SD BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMAHAMAN MASALAH PECAHAN Hery Suharna Universitas Khairun Ternate, Jn. Bandara Babullah. Kelurahan Akehuda,

Lebih terperinci

BERFIKIR REFLEKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BERFIKIR REFLEKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERFIKIR REFLEKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Anies Fuady Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Islam Malang fuadyanies@gmail.com Abstrak Berfikir reflektif dapat terjadi ketika siswa

Lebih terperinci

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA TERKAIT DENGAN MASALAH GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA TERKAIT DENGAN MASALAH GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 PROSES BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA TERKAIT DENGAN MASALAH GRAFIK FUNGSI TRIGONOMETRI Muhammad Ikram 1 Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: PM-31 BERPIKIR KONEKSI RELATIF MELALUIREFLEKSI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

PROSIDING ISSN: PM-31 BERPIKIR KONEKSI RELATIF MELALUIREFLEKSI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PM-31 BERPIKIR KONEKSI RELATIF MELALUIREFLEKSI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA 1 Dr. Hery Suharna, M.Sc. dan 2 Lianda Muanty, S.Pd. 1 Prodi. Pend. MatematikaUniversitas Khairun, 2 Mahasiswa Pascasarjana

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMFORMULASI DAN MENSINTESIS MASALAH ALJABARCALON GURU MATEMATIKA SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN DALAM BERPIKIR REFLEKTIF

KEMAMPUAN MEMFORMULASI DAN MENSINTESIS MASALAH ALJABARCALON GURU MATEMATIKA SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN DALAM BERPIKIR REFLEKTIF Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 KEMAMPUAN MEMFORMULASI DAN MENSINTESIS MASALAH ALJABARCALON GURU MATEMATIKA SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN DALAM BERPIKIR REFLEKTIF Agustan S 1

Lebih terperinci

KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF GURU MATEMATIKA DALAM PRAKTIK LESSON STUDY

KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF GURU MATEMATIKA DALAM PRAKTIK LESSON STUDY KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF GURU MATEMATIKA DALAM PRAKTIK LESSON STUDY Subanji Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang subanji.fmipa@um.ac.id Abstrak: Kegiatan lesson study memiliki tiga tahapan,

Lebih terperinci

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF FX. Didik Purwosetiyono 1, M. S. Zuhri 2 Universitas PGRI Semarang fransxdidik@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika. berlawanan arah, yaitu berpikir intelek bersifat discursive yang

BAB II KAJIAN TEORI. 1) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika. berlawanan arah, yaitu berpikir intelek bersifat discursive yang xxii BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika Bergson menyatakan bahwa berpikir memiliki dua sisi yang berlawanan arah, yaitu berpikir intelek bersifat discursive

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Siswa Dilihat dari Skema Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika AYU ISMI HANIFAH

Analisis Kesalahan Siswa Dilihat dari Skema Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika AYU ISMI HANIFAH Analisis Kesalahan Siswa Dilihat dari Skema Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika AYU ISMI HANIFAH Fakultas Teknik, Universitas Islam Lamongan E-mail : ayuismihanifah@gmail.com Abstrak : Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dipandang sebagai ratu ilmu dan di dalamnya terdapat beragam pendekatan, metode yang bersifat logis dan valid. Matematika memuat masalah yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan adalah faktor penentu kemajuan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER Sri Irawati Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR Iis Holisin 1), Chusnal Ainy 2), Febriana Kristanti 3) 1)2)3) Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

Metakognisi dan Usaha Mengatasi Kesulitan dalam Memecahkan Masalah Matematika Kontekstual

Metakognisi dan Usaha Mengatasi Kesulitan dalam Memecahkan Masalah Matematika Kontekstual Metakognisi dan Usaha Mengatasi Kesulitan dalam Memecahkan Masalah Matematika Kontekstual Mustamin Anggo Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Haluoleo E-mail: mustaminanggo@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

KECENDERUNGAN SISWA KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 ROWOKELE DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

KECENDERUNGAN SISWA KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 ROWOKELE DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA KECENDERUNGAN SISWA KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 ROWOKELE DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA Sabiis, Teguh Wibowo Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo e-mail: sabiis412@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan adalah pelajaran matematika. Peran

Lebih terperinci

PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN ENDED

PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN ENDED Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR. Janet Trineke Manoy

REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR. Janet Trineke Manoy Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR Janet Trineke Manoy Jurusan Matematika FMIPA Unesa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawai, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yg saling mempengaruhi mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dari siswa, pengajar,

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dari siswa, pengajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan ini yang memegang peranan penting. Suatu Negara dapat mencapai sebuah kemajuan jika pendidikan dalam Negara itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin dan mengarahkan peserta didik dengan berbagai problema

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA Prabawati, M. N. p-issn: 2086-4280; e-issn: 2527-8827 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA THE ANALYSIS OF MATHEMATICS PROSPECTIVE TEACHERS MATHEMATICAL LITERACY SKILL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMP

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMP KEEFEKTIFAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMP Ahmad Afandi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang memiliki peranan penting dalam kehidupan, baik dalam bidang pendidikan formal maupun non formal. Sekolah

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH (1 UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH Anim* 1, Elfira Rahmadani 2, Yogo Dwi Prasetyo 3 123 Pendidikan Matematika, Universitas Asahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya baik secara rasional, logis, sistematis, bernalar

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEMANDIRIAN BELAJAR MELALUI STRATEGI METAKOGNITIF MATEMATIKA

MEMBANGUN KEMANDIRIAN BELAJAR MELALUI STRATEGI METAKOGNITIF MATEMATIKA ISBN: 978-602-70471-1-2 165 MEMBANGUN KEMANDIRIAN BELAJAR MELALUI STRATEGI METAKOGNITIF MATEMATIKA Karlimah Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan sumber dari segala disiplin ilmu dan kunci ilmu pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan

Lebih terperinci

LEVEL ABSTRAKSI REFLEKSI MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

LEVEL ABSTRAKSI REFLEKSI MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Volume 3, Nomor 1, Agustus 2017, Halaman 41 48 ISSN: 2442 4668 LEVEL ABSTRAKSI REFLEKSI MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Sikky El Walida 1, Anies Fuady 2 1,2 Dosen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut NCTM (2000) pemecahan

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut NCTM (2000) pemecahan 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan masalah Kemampuan pemecahan masalah sangat diperlukan dalam pembelajaran khususnya matematika. Sebab dalam matematika siswa dituntut untuk mampu menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA Shofia Hidayah Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang shofiahidayah@gmail.com

Lebih terperinci

PROFIL REPRESENTASI SISWA SMP TERHADAP MATERI PLSV DITINJAU DARI GAYA BELAJAR KOLB

PROFIL REPRESENTASI SISWA SMP TERHADAP MATERI PLSV DITINJAU DARI GAYA BELAJAR KOLB e-issn: 2549-5070 p-issn: 2549-8231 MEDIVES 1 (2) (2017) 82-90 Journal of Medives Journal of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang http://e-journal.ikip-veteran.ac.id/index.php/matematika PROFIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara berfikir seseorang. Proses berfikir matematika dimulai dari hal-hal yang sederhana sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Berbagai bentuk simbol digunakan manusia sebagai alat bantu dalam perhitungan, penilaian,

Lebih terperinci

BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GAYA KOGNITIF. Ahmad Nasriadi 1. Abstrak

BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GAYA KOGNITIF. Ahmad Nasriadi 1. Abstrak BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GAYA KOGNITIF Ahmad Nasriadi 1 Abstrak Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki

Lebih terperinci

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMA DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI TURUNAN FUNGSI DITINJAU DARI EFIKASI DIRI (Studi Kasus pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri Punung) Tunjung Genarsih 1, Tri Atmojo

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Chee (2012) menyatakan bahwa pemikiran reflektif merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT Hikmah Maghfiratun Nisa 1, Cholis Sa dijah 2, Abd Qohar 3 1 Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA MELALUI WHAT S ANOTHER WAY? PADA MATA KULIAH ILMU BILANGAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA MELALUI WHAT S ANOTHER WAY? PADA MATA KULIAH ILMU BILANGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA MELALUI WHAT S ANOTHER WAY? PADA MATA KULIAH ILMU BILANGAN Dwi Erna Novianti* Penelitian ini dilakukan pada mata kuliah Ilmu Bilangan pada mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk membentuk manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Operasi Dasar Aljabar Kelas X Melalui PBL Berpendekatan Algebraic Reasoning

Meningkatkan Kemampuan Operasi Dasar Aljabar Kelas X Melalui PBL Berpendekatan Algebraic Reasoning PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Meningkatkan Kemampuan Operasi Dasar Aljabar Kelas X Melalui PBL Berpendekatan Algebraic Reasoning Sakti Aditya 1), Mulyono 2), Isnaeni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi siswa maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan matematika dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang

Lebih terperinci

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Syahlan Pendidikan Matematika FKIP-UISU, Medan, syahlanbaak@gmail.com Abstrak. Salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang bersifat formal. Pelaksanaan pendidikan formal pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari maju atau

Lebih terperinci

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No STRATEGI HEURISTIK DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SEKOLAH Oleh : Drs. Hardi Tambunan, M.Pd *) *) Universitas Quality, Medan Email: tambunhardi@gmail.com Abstract Development of scientific and technology

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, sebagaimana pendapat Niss (dalam Risna,

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 PM - 104 Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA Samsul Feri

Lebih terperinci

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA UNTUK MEMECAHKAN MASALAH MATERI BANGUN DATAR PADA MAHASISWA PGSD UNIVERSITAS SLAMET RIYADI ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berasal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi paham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING VOLUME 9, NOMOR 1 MARET 2015 ISSN 1978-5089 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING Indah Puspita Sari STKIP Siliwangi email: chiva.aulia@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang turut memberikan sumbangan signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang peranan dalam tatanan kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan taraf dan derajatnya

Lebih terperinci

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING Budi Santoso, Toto Nusantara, dan Subanji E-mail:

Lebih terperinci

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI HIMPUNAN DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF BERDASARKAN LANGKAH POLYA

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI HIMPUNAN DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF BERDASARKAN LANGKAH POLYA βeta p-issn: 2085-5893 / e-issn: 2541-0458 http://jurnalbeta.ac.id Vol. 8 No. 2 (November) 2015, Hal. 115-124 βeta 2015 PROSES BERPIKIR REFLEKTIF MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI HIMPUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin keberlangsungan suatu bangsa. Hamalik (2010, hlm. 79)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemajuan zaman seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi yang melimpah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan guna membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah mereka yang

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Fatimah 1 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis ABSTRAK

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis   ABSTRAK Jurnal Teori dan Riset Matematika (TEOREMA) Vol. 1 No. 2, Hal, 31, Maret 2017 ISSN 2541-0660 2017 HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA MATA PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN SISWA SMP. Abstract

PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN SISWA SMP. Abstract 21 Pembelajaran Melalui Pemecahan Masalah Untuk Mencapai Ketuntasan Belajar PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN SISWA SMP Sri Rahayuningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2) ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA PADA MATERI TURUNAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemecahan masalah matematis merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Pengembangan kemampuan ini menjadi fokus penting dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah salah satu kegiatan profesional dalam pendidikan yang mana para guru menyediakan kondisi dan kegiatan khusus untuk menunjang perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pemecahan Masalah Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran,

Lebih terperinci

Profil Metakognisi Siswa Smp Dalam Memecahkan Masalah Open-Ended (Studi Kasus Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Siswa )

Profil Metakognisi Siswa Smp Dalam Memecahkan Masalah Open-Ended (Studi Kasus Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Siswa ) SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Profil Metakognisi Siswa Smp Dalam Memecahkan Masalah Open-Ended (Studi Kasus Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Siswa ) Muhammad Sudia FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan peranan pentingnya, matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR?

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR? BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika Yogyakarta Munculnya Olimpiade Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dilakukan secara sengaja atau tidak membutuhkan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah lepas dari peran penting matematika. Sepertihalnya ilmu yang lain, matematika memiliki aspek teori dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational

BAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational Statistic, USA), menunjukkan bahwa prestasi sains Indonesia di tingkat SMP pada Trend International

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) BAGI SISWA KELAS X TP2 SEMESTER GENAP SMK YP DELANGGU TAHUN 2013/2014 Naskah Publikasi

Lebih terperinci

PROFIL BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH ALJABAR DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 WONOMULYO SULBAR

PROFIL BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH ALJABAR DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 WONOMULYO SULBAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 PROFIL BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH ALJABAR DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 WONOMULYO SULBAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia ilmu pengetahuan, matematika memiliki peran yang sangat penting dimana matematika bukan hanya digunakan dalam lingkup matematika itu sendiri, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP Tomo, Edy Yusmin, dan Sri Riyanti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email : tomo.matematika11@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci