64 Media Bina Ilmiah ISSN No

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "64 Media Bina Ilmiah ISSN No"

Transkripsi

1 64 Media Bina Ilmiah ISSN No PRE-ELIMINASI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA BABI DARI DESA SURANADI KECAMATAN NARMADA LOMBOK BARAT Oleh: Supriadi, A. Muslihin B. Roesmanto Dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan-UNTB Abstrak: Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi berbagai gastrointestinal parasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat. Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study. Adapun sampling dilakukan dengan metode purposif sampling. Sebanyak 23 sampel feses babi telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan Kota Mataram. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengapungan. Hasil penelitian ini berhasil menemukan 5 spesies parasit dari golongan Protozoa dan Helminth. Golongan Protozoa yang ditemukan adalah Balantidium sp., sedangkan golongan Helminth terdiri atas 4 spesies yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp., Metastrongylys sp. dan Taenia sp. Dari hasil penelitian ini perlu dilakukan perbaikan manajemen pemeliharaan dan perbaikan sanitasi lingkungan, khususnya di sekitar kandang babi yang ada di Desa Suranadi. Kata Kunci : Gastrointestinal parasit, Babi, desa Suranadi. PENDAHULUAN Babi merupakan hewan yang dipelihara untuk tujuan tertentu, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau protein hewani bagi manusia. Ditinjau dari pola makannya, babi termasuk hewan omnivora, yaitu hewan pemakan segala jenis pakan, baik yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Parakkasi (2006), babi merupakan salah satu hewan monogastrik yang memiliki lambung tunggal. Usaha peternakan babi memiliki beberapa keuntungan bagi peternak diantaranya adalah siklus reproduksi yang relatif pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan yang tidak digunakan oleh manusia. Kegiatan usaha peternakan babi dilakukan secara komersial (industri peternakan), dan sebagian besar masih merupakan peternakan rakyat. Selain sebagai cabang usaha utama, peternakan babi dapat dijadikan sebagai usaha sampingan ataupun komplementer bagi masyarakat (Aritonang, 1998). Menurut Ardana (2008), babi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim yang beragam. Ternak babi dapat dipelihara di berbagai tipe iklim, mulai dari daerah yang beriklim dingin (temperate zone) sampai ke daerah tropis (topical zone). Daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya, babi dipelihara dan dapat berproduksi dengan baik mulai dari daerah pegunungan sampai ke daerah pesisir. Ditinjau dari segi produktivitas, babi merupakan hewan peridi (profilic), yang mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun. Dengan demikian, dalam waktu yang relatif singkat, peternak akan biasa memperoleh keuntungan dari hasil usaha ternak babinya. Keuntungan lainnya dari peternakan babi adalah daging babi merupakan salah satu komoditas penting ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk memenuhi permintaan pasar, maka selain kuantitas, produsen diharapkan dapat menyediakandaging babi yang berkualitas (Tobing, 2012). Secara ekonomis, ternak babi merupakan salah satu sumber daging dan pemenuhan gizi yang

2 ISSN No Media Bina Ilmiah65 sangat terjangkau bagi sebagian kalangan masyarakat pengkonsumsinya karena (1) presentase karkas babi cukup tinggi yaitu mencapai 65-80%, sedangkan presentase karkas sapi hanya 50-60%, domba dan kambing 45-55% serta kerbau 38%; (2) daging babi memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dengan kadar air lebih rendah; dan (3) adaptif terhadap sistem pemakaian peralatan otomatis sehingga menghemat biaya dan tenaga kerja (Aritonang, 1998). Lebih lanjut dijelaskan oleh Prasetyo (2013) bahwa dalam usaha beternak babi, ada beberapa kendala yang sering dihadapi peternak, salah satunya adalah penyakit parasitik yang dapat menyerang ternak babi. Ada berbagai macam parasit yang dapat mengancam produktivitas peternakan, apalagi bila babi yang terserang penyakit parasitik tersebut tidak segera diobati maka akan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Pemeliharaan babi di Desa Suranadi masih tradisional, seperti makanannya masih tergantung pada sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian, kadangkadang babi dikandangkan pada malam hari dan dilepas pada pagi hari di pekarangan untuk mencari makan. Menurut Levine (1995), sistem pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Matsubayasi et al (2009) melaporkan 3 spesies organisme parasit pada babi beberapa daerah di Jepang. Spesies parasit tersebut antara lain Eimeria spp., (40,3%), Thricuris suis (24,8%), Ascaris suum (14,7%) dan Metastrongylus sp.(2,3%). Lebih lanjut dijelaskan oleh Dewi dan Nugroho (2007) bahwa hasil hasil pemeriksaan feses babi di beberapa daerah di Surabaya menunjukkan adanya kehadiran kista Eimeria sp dan Balantidium coli pada feses babi kutil. Hasil penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa dari 60 feses babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 feses (8,3%) ditemukan protozoa usus yang patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli (Sulistiningari, 2003). Yasa et al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di Bali menunjukkan Eimeria (60%), Entamoeba (38%), dan Balantidium (62%). Hasil ini ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Yuliari et al., (2013) yang melakukan pemeriksaan terhadap 22 sampel feses babi dan menemukan bahwa 72,7% babi yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria (68,2%), Isospora (27,3%), Entamoeba (27,3%), dan Balantidium(36,4%) (Yuliari et al. 2013). Scuster and Ramirez-Avila (2008) menyebutkan bahwa beberapa spesies protozoa parasit yang ditemukan pada babi bersifat zoonosis dan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Salah satu daerah yang memiliki populasi babi yang cukup tinggi di Pulau Lombok adalah daerah Suranadi. Hal ini sangat didukung oleh kondisi ekologis yang memungkinkan babi dapat berkembang pesat di daerah ini. Mengingat sifat babi sebagai reservoir berbagai organisme parasitik dan belum pernah dilakukan penelitian infeksi parasit gastrointestinal pada babi di daerah ini, maka penelitian ini sangat perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat. METODE PENELITIAN Sebanyak 23 sampel feses babi telah dikoleksi selama bulan Juli Sampel tersebut dikoleksi dari dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. Sampel-sampel tersebut telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan Kota Mataram. Sampel yang dikoleksi selama di lapangan disimpan dalam botol sampel dan dilarutankan dengan etanol absolut untuk menghindari kerusakan jaringan parasit yang ada di dalam sampel feses. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa. Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study yaitu studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengambil status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada suatu waktu (Murti, 2011). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak babi yang di pelihara pada kandang tradisional di Dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat dengan perkiraan jumlah populasi target sebanyak 400 Volume 8, No. 5, Agugstus 2014

3 66 Media Bina Ilmiah ISSN No ekor babi. Adapun besaran sampel yaitu 23 ekor yang dihitung menurut rumus : Besaran sampel yang di peroleh dari populasi ternak babi berjumlah 400 ekor adalah 23 ekor, diperoleh berdasarkan rumus. Rumus : n = [1-(1-a) 1/D ] [N-(D-1)/2] D = 10% x 400 = 40 n = [1-(1-a) 1/D ] [N-(D-1)/ 2] n = [1-(1-0,90) 1/40 ] [400-(40-1)/2] = [1-0,1] 0,025 [400-19,5] = [1-0,94] [400-19,5] = 0, 06 x 360,5 = 22,83 = 23 Dimana : n = Jumlah sampel a = Tingkat kepercayaan N = Jumlah populasi D = perkiraan jumlah hewan sakit dalam populasi (Murti, 2011). Pengambilan sampel dilakukan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling denganpengambilan lansung dari peternakan masyarakat. Pengambilan sampel feses sebanyak 23 ekor. Feses dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa ke Laboratorium. Sampel feses babi yang telah dikoleksi dari lapangan diperiksa dengan menggunakan metode pengapungan (Flotation Method). Sebanyak 2 gram sampel digerus dengan mortar dan ditambahkan aquades sampai ¾ tabung reaksi. Sampel kemudian disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm, cairan jernih di atas endapan dibuang. Larutan gula jenuh kemudian dituangkan di atas endapan sampai ¾ tabung dan diaduk sampai homogen. Sampel kemudian disentrifus kembali selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Tabung kemudian diletakkan di atas rak dengan posisi tegak lurus, kemudian gula jenuh diteteskan sampai permukaan cairan menjadi cembung. Setelah itu cover glass ditempelkan pada permukaan tabung reaksi dan ditunggu selama 3 menit, hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan telur cacing untuk naik ke permukaan cairan. Kaca penutup kemudian dipindahkan ke object glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40 serta didokumentasikan. Hasil pengamatan yang didapat diidentifikasi berdasarkan morfologi dan ukuran protozoa dengan mencocokkan hasil pengamatan langsung dengan literature (Buku Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran Edisi 2 oleh Ideham, B., Pusarawati, S. 2009). Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dengan menghubungkan data dan fakta dilapangan serta interpretasi data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Kesimpulan ditarik secara deduktif dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum ke khusus. HASIL PENELITIAN Hasil pemeriksaan 23 sampel feses babi yang diambil dari dusun Pemunut masing-masing 8 sampel dari RT. 02, 8 sampel dari RT. 03 dan 7 sampel dari RT. 04 dengan menggunakan Metode pengapungan ditemukan 5 spesies parasit yaitu Balantidium sp. Ascaris suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan Taenia sp. kelima spesies parasit tersebut dapat digolongkan ke dalam Protozoa (1 jenis) dan Helminth (4 jenis). Tabel 1. Prevalensi Infeksi Parasit Gastrointestinal pada babi di Dusun Pemunut Desa Suranadi. Gastrointestinal Parasit Protozoa Balantidium sp. Helminth Ascaris suum Taenia sp. Metastrongylus sp. Trichostrongylus sp. Parasit Teridentifikasi Protozoa Helminth Secara morfologi Balantidium sp. memiliki bentuk oval dan memiliki makronukleus yang besar dan mudah teramati. Ascaris suum secara morfologi memiliki telur dengan lapisan kapsul yang tebal dan kasar. Metastrongylus sp.

4 ISSN No Media Bina Ilmiah67 dan Trycostrongylus sp. merupakan golongan cacing yang memiliki dinding telur yang tipis. Akan tetapi, secara morfologi, Trycostrongylus sp. memiliki bentuk yang lonjong dengan ujung bundar, sedangkan Metastrongylus sp. memiliki ujung anterior yang lebih lancip. Hal inilah yang membedakan karakteristik morfologi telur kedua spesies tersebut. Gambar 1. Gastro intestinal parasit yang teridentifikasi menginfeksi babi di daerah Suranadi. PEMBAHASAN Hasil penelitian pre-eliminasi sampel feses babi yang diperiksa dengan metode pengapungan diperoleh bahwa parasit gastrointestinal yang mengifeksi babi di desa Suranadi terdiri dari 2 golongan. golongan pertama adalah Protozoa dan golongan kedua adalah Helminth (cacing). Adapun golongan protozoa parasit yang teridentifikasi pada sampel feses babi adalah spesies Balantidium sp. sedangkan beberapa Helminth gastrointestinal parasit adalah Ascaris suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan Taenia sp. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi babi yang dipelihara pada kandang tradisional dengan kandang tanah sangat rentan terhadap infeksi berbagai gastrointestinal parasit, baik dari golongan Protozoa maupun Helminth. Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitianpenelitian sebelumnya, seperti Dewi dan Nugroho (2007) yang mengidentifikasi Balantidium sp. pada babi kutil di daerah Surabaya. Hasil penelitian Yasa et al. (2010) yang juga menemukan infeksi Balantidium sp. pada ternak babi. Kedua penelitian ini memperkuat hasil penelitian ini dan memberikan gambaran yang jelas bahwa Balantidium sp. merupakan parasit yang khas pada babi, meskipun indentifikasi sampai level spesies sangat perlu dilakukan. Hal ini disebabkan karena babi merupakan reservoir dari berbagai penyakit parasit (Scuster and Ramirez-Avila, 2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Protozoa parasit ini bersifat zoonosis ke manusia. Oleh karena itu, adanya infeksi pada babi di daerah Suranadi perlu terus diwaspadai. Selain parasit dari golongan Protozoa, pada penelitian ini juga menemukan adanya infeksi beberapa golongan Helminth yaitu Ascaris suum, Metastrongylus sp., Trycostrongylus sp dan Taenia sp. menurut Matsubayasi et al (2009) Ascaris suum umum ditemukan pada babi. Spesies cacing Nematoda merupakan spesies yang khas pada ternak babi maupun babi liar. Hal ini diperkuat dari hasil penelitiannya yang menemukan prevalensi infeksi A. suum sebesar 14,7%. Selain A. suum, spesies Metastrongylus sp. dan Trycostrongylus sp. juga sering dijumpai menginfeksi ternak babi, meskipun dalam intensitas yang rendah. Lebih lanjut Matsubayasi et al (2009) menjelaskan bahwa kedua spesies cacing Nematoda tersebut pada musim tertentu ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Selain cacing Nematoda, pada penelitian ini juga ditemukan Helminth Trematoda yaitu Taenis sp. Cacing ini merupakan golongan cacing zoonosis yang sangat patogen. Kehadiran cacing ini sangat perlu mendapatkan perhatin dan penelitian lebih lanjut, karena dapat mengganggu kesehatan ternak babi. Selain itu, infeksi cacing ini sangat berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi daging babi, khsusnya pada anak-anak. Tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada babi di desa Suranadi mungkin disebabkan oleh rendahnya tingkat manajemen pemeliharan babi. Selain itu, buruknya sanitasi kandang menjadi faktor yang meningkatkan resiko infeksi gastrointestinal parasit pada babi dan tidak menutup kemungkinan dapat menginfeksi manusia (pemilik babi). Dugaan ini diperkuat dengan hasil pengamatan di lokasi sampling yang menemukan Volume 8, No. 5, Agugstus 2014

5 68 Media Bina Ilmiah ISSN No bahwa penduduk sangat dekat dengan kehidupan babi, bahka dapur dan peralatan makan penduduk sangat dekat dengan aktivitas babi. Mengingat tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada babi di daerah ini, maka perlu dilakukan sosialisasi yang intensif kepada warga, khsusnya yang memiliki ternak babi untuk lebih menjaga kebersihan kandang dan meningkatkan sanitasi lingkungan sekitar tempat tinggal. Selain itu, penelitian lebih lanjut untuk melihat prevalensi dan identifikasi molekuler sangat perlu dilakukan untuk mengetahui mortalitas infeksi gastrointestinal parasit pada babi di daerah ini. PENUTUP Dari hasil peneliatian ini dapat disimpulkan bahwa babiyang dipelihara di Desa Suranaditelah terinfeksi oleh beberapa spesies gastrointestinal parasit. Adapun spesies parasit yang menginfeksi populasi babi tersebut adalah dari golongan Protozoa yaitu Balantidium sp. ; dan golongan Helmint yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp, Metastrongylus sp dan Taenia sp. DAFTAR PUSTAKA Ardana, I.B.K dan Putra D.K. Harya Ternak Babi (Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit. Udayana University Press. Bali. Aritonang, D Produktivitas Babi Impor di Indonesia. Seminar Ekspor Ternak Potong, Jakarta. Diunduh 21 Mei Dewi, K & R.T.P Nugraha Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus verrucosus) Dan Prevalensinya Yang Berada Di Kebun Binatang Surabaya. Zoo Indonesia. 16(1): m/2012/11/protozoa_11.html. Diunduh tanggal : 6 Mei Hamton, J., P. B. S. Spencer, A. d. Elliot, and R. C. A. Thompson Prevalence of Zoonotic Pathogens from Feral Pigs in Major Public Drinking Water Cathments in Western Australia. J Eco Health. pp: 1-6 Levine, N.D Protozoologi Veteriner. Penerjemah : Soekardono, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Matsubayashi, M., T. Kita, T. Narushima, I. Kimata, H Tani), K Sasai and E. Baba Coprological Survey of Parasitic Infections in Pigs and Cattle in Slaughterhouse in Osaka, Japan. J. Vet. Med. Sci. 71(8): Murti, B Desain Studi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.Press. Parakkasi, A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik, Vol.1B.UI Press. Jakarta. ternak-monogastrik-2. Diunduh tanggal: 17 Mei Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari Panduan lapangan : Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam. Prima Centra. Jakarta. Prasetyo, H., ARDANA, I B. K., BUDIASA, M. K Studi Penampilan Reproduksi (Litter Size, Jumlah Sapih, Kematian) Induk Babi pada Peternakan Himalaya, Kupang. Indonesia Medicus Veterinus: 2(3) : Schuster FL, Avila LR. Current World Status of Balantidium coli. Clinical microbiol review 21: doi: /cmr Sulistiningari Pemeriksaan Protozoa Usus Patogen Bagi Manusia Dalam Tinja Babi di Peternakan Dusun Kanten Desa Sroyo Kecamatan Jaten KabupatenKaranganyar. km.undip.ac.id/data/index.php?actio n=4&idx=608. Diunduh tanggal: 06 Mei 2014.

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua

Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua PANDE KETUT YULIARI 1, I MADE DAMRIYASA 2, I MADE DWINATA 1 1 Lab. Parasitologi, 2 Lab. Patologi Klinik Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya. Kabupaten Blora sedangkan pemeriksaan laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya. Kabupaten Blora sedangkan pemeriksaan laboratorium BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya melakukan pemeriksaan parasit cacing pada ternak sapi dan melakukan observasi lingkungan kandang

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kualitatif

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA

PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA Disusun Oleh: Mochamad Iqbal G1B011045 Kelompok : VII (Tujuh) LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI ISFANDA, DVM, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH BESAR 2016 BAB 1 PEMERIKSAAN TELUR TREMATODA Pemeriksaan Telur Cacing Dengan Metode Natif Tujuan untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan 25 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan Januari selama satu bulan. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari. Pukul 06:00

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, sehingga permasalahan kekurangan gizi masyarakat akan protein hewani berangsur-angsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit 39 BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara berkembang, khususnya di daerah tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali

Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali (IDETIFICATION AND PREVALENCE OF GASTROINTESTINAL NEMATHODES PIGLETS IN BALI) Ady Fendriyanto 1, I Made Dwinata 2,

Lebih terperinci

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Novese Tantri 1, Tri Rima Setyawati 1, Siti Khotimah 1 1 Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengelolaan usahatani pada hakikatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan. Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam kehidupan masyarakat, sebab dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Pembangunan peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

Prevalensi Infeksi Entamoeba Spp pada Ternak Babi di Pegunungan Arfak dan Lembah Baliem Provinsi Papua

Prevalensi Infeksi Entamoeba Spp pada Ternak Babi di Pegunungan Arfak dan Lembah Baliem Provinsi Papua Buletin Veteriner Udayana Vol. 6 No. 2 ISSN : 2085-2495 Agustus 2014 Infeksi Entamoeba Spp pada Ternak Babi di Pegunungan Arfak dan Lembah Baliem Provinsi Papua (PREVALENCE OF ENTAMOEBA SPP INFECTIONS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk 3127 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopis dengan metode direct slide dan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas hubungan antara berat badan ayam broiler dengan infeksi Ascaris lumbricoides. B. Tempat

Lebih terperinci

Potensi Babi Sebagai Sumber Penularan Penyakit Zoonosis Entamoeba spp. (POTENTIAL AT PIG SOURCE OF TRANSMISSION ZOONOTIC DISEASES Entamoeba spp)

Potensi Babi Sebagai Sumber Penularan Penyakit Zoonosis Entamoeba spp. (POTENTIAL AT PIG SOURCE OF TRANSMISSION ZOONOTIC DISEASES Entamoeba spp) Potensi Babi Sebagai Sumber Penularan Penyakit Zoonosis Entamoeba spp (POTENTIAL AT PIG SOURCE OF TRANSMISSION ZOONOTIC DISEASES Entamoeba spp) Gede Yudi Suryawan 1, Nyoman Adi Suratma 2, I Made Damriyasa

Lebih terperinci

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Achmad Slamet Aku, S.Pt., M.Si. Drh. Yamin Yaddi Drh. Restu Libriani, M.Sc. Drh. Putu Nara Kusuma Prasanjaya Drh. Purnaning Dhian Isnaeni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

AKURASI METODE RITCHIE DALAM MENDETEKSI INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA BABI

AKURASI METODE RITCHIE DALAM MENDETEKSI INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA BABI AKURASI METODE RITCHIE DALAM MENDETEKSI INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA BABI Kadek Ayu Dwi Suryastini 1, I Made Dwinata 2, I Made Damriyasa 1 1 Lab Patologi Klinik Veteriner, 2 Lab Parasitologi

Lebih terperinci

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar

Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar IDENTIFY OOCYST OF ISOSPORA SPP. IN FAECAL CATS AT DENPASAR Maria Mentari Ginting 1, Ida Ayu Pasti Apsari 2, dan I Made Dwinata 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan 37 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yaitu observasi atau pengukuran variable penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Januari 2015 di Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Januari 2015 di Kecamatan 32 III. BAHAN DAN METODE 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Januari 2015 di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. 3. 2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera. Beberapa spesies lalat mempunyai peranan penting dalam masalah kesehatan masyarakat. Serangga ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %. Kejadian kecacingan STH yang tertinggi terlihat pada anak-anak, khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan pada Anjing Kintamani Bali di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali

Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan pada Anjing Kintamani Bali di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan pada Anjing Kintamani Bali di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali (THE PREVALENCE OF PROTOZOA INTESTINAL INFECTION IN KINTAMANI DOG

Lebih terperinci

BAB 2. TARGET LUARAN BAB 3. METODE PELAKSANAAN

BAB 2. TARGET LUARAN BAB 3. METODE PELAKSANAAN BAB 1. PENDAHULUAN Kebutuhan protein hewani asal ternak yang semakin terasa untuk negara berkembang, khususnya Indonesia, harus terus ditangani karena kebutuhan itu semakin bertambah disebabkan oleh pertambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode-metode pemeriksaan tinja Dasar dari metode-metode pemeriksaan tinja yaitu pemeriksaan langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan langsung adalah pemeriksaan yang langsung

Lebih terperinci

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL ZAENAL KOSASIH Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN Parasit cacing

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN ABSTRAK JURNAL UDAYANA MENGABDI, VOLUME 15 NOMOR 1, JANUARI 2016 UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN I.A.P.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 16 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopik dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi.

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah bersifat analitik karena dengan perlakuan berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam pemeriksaan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan. hygiene dan status gizi (Notoatmodjo, 2010).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan. hygiene dan status gizi (Notoatmodjo, 2010). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan laboratorik yaitu untuk mengetahui gambaran hasil identifikasi jumlah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRAK

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRAK 114 PENGARUH TATALAKSANA KANDANG TERHADAP INFEKSI HELMINTHIASIS SALURAN PENCERNAAN PADA PEDET PERANAKAN SIMENTAL DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN YOSOWILANGUN LUMAJANG Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional (potong lintang), dimana pengukuran variabel hanya dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional (potong lintang), dimana pengukuran variabel hanya dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi analitik observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang), dimana pengukuran variabel hanya dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan 32 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yaitu observasi atau pengukuran variabel penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak khususnya parasitologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner

Penyisihan Osteologi Sitologi Fisiologi Agen Penyakit (Protozoa) Biologi Molekuler (Genetika Umum) Kesehatan Masyarakat Veteriner Penyisihan Osteologi 1. Mengetahui tentang osteologi pada bagian kepala beberapa hewan 2. Mengetahui tentang osteologi pada bagian ekstremitas cranial pada beberapa hewan 3. Mengetahui tentang osteologi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variabel pada satu saat tertentu (Sastroasmoro, 2011). Cara pengumpulan

BAB III METODE PENELITIAN. variabel pada satu saat tertentu (Sastroasmoro, 2011). Cara pengumpulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional yaitu melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Penelitian ini termasuk jenis explanatory research atau penelitian penjelasan. Penelitian ini menguji hipotesis yang menyatakan hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di Desa Kedu Temanggung dan pada bulan April 2016 di kandang unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian bersifat analitik karena akan membandingkan jumlah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian bersifat analitik karena akan membandingkan jumlah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian bersifat analitik karena akan membandingkan jumlah telur cacing yang ditemukan berdasarkan ukuran tabung apung yang berbeda pada pemeriksaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi

Lebih terperinci

Undang Ruhimat. Herdiyana. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK

Undang Ruhimat. Herdiyana. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK GAMBARAN TELUR NEMATODA USUS PADA KUKU PETUGAS SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH CIANGIR KELURAHAN KOTA BARU KECAMATAN CIBEUREUM KOTA TASIKMALAYA Undang Ruhimat. Herdiyana Program Studi D-III

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi analitik observasional dengan desain cross sectional (potong lintang). Dalam penelitian ini dilakukan pembandingan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak dan parasitologi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di sekolah dasar di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama Universitas Lampung dengan Yokohama National University Japan (UNILA- YNU)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu lebih dari yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu lebih dari yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu lebih dari yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman. Karangawen, Kabupaten Demak. Sampel diperiksa di

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman. Karangawen, Kabupaten Demak. Sampel diperiksa di BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, karena menganalisa hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman rumah dengan kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

Parasit Gastrointestinal Pada Hewan Ternak Di Tempat Pemotongan Hewan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Parasit Gastrointestinal Pada Hewan Ternak Di Tempat Pemotongan Hewan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Parasit Gastrointestinal Pada Hewan Ternak Di Tempat Pemotongan Hewan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Gastrointestinal Parasites In Livestock In Slaughterhouse Sigi District,Central Sulawesi Intan Tolistiawaty*,Junus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan di Pusat Konservasi Gajah (PKG), Taman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan di Pusat Konservasi Gajah (PKG), Taman III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini sudah dilaksanakan di Pusat Konservasi Gajah (PKG), Taman Nasional Way Kambas (TNWK) untuk pengambilan sampel feses dan di laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan selama 28 hari di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan cacing usus. Penyakit yang disebabkan oleh cacing usus termasuk kedalam kelompok penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Cacing Parasit Saluran Pencernaan pada Hamster Syria Mesocricetus auratus (Waterhause, 1839) di Kota Padang

Jenis-Jenis Cacing Parasit Saluran Pencernaan pada Hamster Syria Mesocricetus auratus (Waterhause, 1839) di Kota Padang Jenis-Jenis Cacing Parasit Saluran Pencernaan pada Hamster Syria Mesocricetus auratus (Waterhause, 1839) di Kota Padang Gastrointestinal Helminths of The Syrian Hamster Mesocricetus auratus (Waterhause,

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung Muhsoni Fadli 1, Ida Bagus Made Oka 2, Nyoman Adi Suratma 2 1 Mahasiswa Pendidikan Profesi

Lebih terperinci