BAB VII DAMPAK DAN MAKNA UPAYA SEKOLAH DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII DAMPAK DAN MAKNA UPAYA SEKOLAH DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI"

Transkripsi

1 BAB VII DAMPAK DAN MAKNA UPAYA SEKOLAH DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI DI KABUPATEN TABANAN 7.1 Dampak Pemberdayaan Keterampilan Vokasional Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), antara lain berisikan tentang aturan proses pembelajaran di sekolah, yaitu mengenai komposisi antara pengetahuan akademik dan keterampilan vokasional yang terintegrasi dalam Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang menyebutkan bahwa pengetahuan akademik 40% dan keterampilan vokasional 60%. Berdasarkan hal tersebut keterampilan vokasional lebih diutamakan sehingga diselenggarakan program pemberdayaan keterampilan vokasional bagi anak tunarungu pada SLB.B Negeri di Kabupaten Tabanan. Melihat kondisi anak yang tunarungu, maka mereka lebih memerlukan perhatian dalam mempersiapkan masa depannya melalui keterampilan yang akan digunakan sebagai bekal mencari nafkah. Untuk itu, diperlukan pembongkaran dalam arti menemukan potensi siswa agar dapat berkembang dan diikuti pembangunan kembali yaitu memberikan pelatihan keterampilan. Teori dekontruksi digunakan untuk membongkar dampak dan makna pemberdayaan keterampilan vokasional yang diselenggarakan di SLB.B N Tabanan bagi anak tunarungu, sekolah, maupun orang tua siswa. Adapun dampak-dampak tersebut terdiri atas dampak positif dan dampak negatif. 122

2 Dampak Positif a) Bagi siswa Pelatihan keterampilan yang dilaksanakan melalui program pemberdayaan pada SLB.B N Tabanan merupakan suatu proses pembelajaran dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan potensi siswa di bidang keterampilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (1996: 53) bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memeroleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Berkembangnya potensi peserta didik melalui pelatihan keterampilan memberikan motivasi untuk maju bagi siswa anak tunarungu sehingga rasa percaya diri dalam diri seseorang itu tumbuh. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

3 124 Berikut penuturan Ni Wayan Nadi Utami siswa kelas X (1 SMALB). saya sangat senang mengikuti pelatihan keterampilan karena pengetahuan saya jadi meningkat terutama keterampilan menjahit yang merupakan hobi saya, dengan begitu saya bisa membuat kebaya kreasi sendiri dan saya yakin saya bisa. Setelah lulus saya punya keinginan untuk membuka jasa menjahit (wawancara 10 Mei 2013). Ungkapan di atas menggambarkan bahwa anak tersebut memiliki motivasi dan rasa percaya diri yang tinggi untuk mencapai cita-cita membuka jasa menjahit. Hal tersebut sesuai dengan teori Herzberg yang dikenal dengan teori dua faktor, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini, yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. Sebaliknya yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional, antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sebaliknya faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup, antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja, dan sistem imbalan yang berlaku. Berdasarkan teori Herzberg ini maka yang berpengaruh kuat pada diri Nadi Utami adalah faktor motivasional yang bersumber dari dalam diri individu /

4 125 faktor instrinsik, yaitu menjahit merupakan hobi. McClelland dikenal sebagai tokoh teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) Dia menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi objekobjek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai dengan kondisi yang berlaku. Upaya mengatasi kendala-kendala dan mencapai standar tinggi, mencapai performa puncak untuk diri sendiri, dan mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Upaya meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil, yaitu mengikuti pelatihan keterampilan menjahit yang merupakan bakat Nadi Utami sampai ia berhasil mewujudkan cita-cita membuka jasa menjahit. Dampak bagi siswa dengan mengikuti pelatihan adalah meningkatnya pengetahuan dan terlatihnya siswa di bidang keterampilan. b) Bagi Sekolah Pelaksanaan pelatihan keterampilan vokasional memberikan fungsi nyata bagi siswa tunarungu untuk mengembangkan bakat dan minat di bidang keterampilan dalam mempersiapkan siswa untuk mandiri dalam hidup bermasyarakat. Berikut penuturan bapak I Wayan Arnawa. dua tahun terakhir ini antusias masyarakat untuk menyekolahkan anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus sangat bagus, dibuktikan dengan jumlah siswa meningkat ini berarti kepercayaan

5 126 masyarakat terhadap sekolah meningkat pula dan masyarakat mulai sadar akan pentingnya pendidikan (wawancara 9 Mei 2013). Penuturan di atas menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap SLB.B N Tabanan meningkat karena dengan adanya pelatihan keterampilan, sekolah memang benar-benar memerhatikan, memikirkan, dan memberikan bekal hidup agar peserta didik dapat hidup mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini memberikan pengaruh positif pada masyarakat sekitar mengenai kualitas dan mutu pendidikan di SLB.B N Tabanan. Kualitas merupakan kondisi baik-buruknya suatu hal dalam kemampuannya memberikan manfaat dan mempertahankan kemampuannya dalam memberikan manfaat (Aris, 1998: 12 berbasis.html). Dalam konteks pendidikan, kualitas mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan (Suryobroto,2004: ). Berdasarkan teori di atas, diketahui bahwa kualitas/mutu pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh manfaat yang diberikan sekolah kepada siswa. Hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan termasuk proses pelatihan keterampilan dan hasil pendidikan berupa keterampilan yang telah dikuasai oleh siswa untuk bekal hidup mandiri di masyarakat. Dalam proses pendidikan yang bermutu, terlibat berbagai input seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru di sekolah), sarana sekolah, dukungan administrasi, dan sarana serta sumber daya lainnya. Penciptaan suasana yang kondusif untuk

6 127 penyelenggaraan pendidikan di sekolah juga termasuk dalam kerangka proses pendidikan. Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa hasil tes kemampuan akademis, misalnya ujian seolah dan ujian nasional. Prestasi dapat pula berupa bidang lain, seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni, atau keterampilan tambahan tertentu, misalnya komputer dan berbagai jenis teknik/jasa, pembuatan batako, menjahit, desain grafis, dan lain-lain. Faktor-faktor yang memengaruhi mutu sekolah Mutu dalam konteks output pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh berbagai kondisi atau faktor. Oemar (1983:115) mengemukakan bahwa cara pembelajaran, sarana dan prasarana pendukung, kesesuaian bahan ajar, serta manajemen sekolah memiliki hubungan yang erat dengan keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Apabila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Suryobroto, maka konsep ini memandang keberhasilan sebagai hal yang dipengaruhi oleh aspek input pendidikan di sekolah. Faktor input tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Faktor Internal a) Cara pembelajaran Cara pembelajaran berkaitan dengan penerapan metode pembelajaran yang dilaksanakan. Metode pembelajaran yang baik adalah metode pembelajaran yang memiliki kesesuaian dengan kondisi sekolah, baik berkaitan dengan sumber daya

7 128 manusia pendidik dan peserta didik maupun berkaitan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki sekolah. Metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan sumber daya yang ada dan dipaksakan untuk tetap dilaksanakan dalam pendidikan akan memiliki dampak yang kurang baik terhadap output pendidikan. b) Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung merupakan hal yang cukup penting untuk menunjang keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Termasuk sebagai sarana dan prasarana pendukung ini di antaranya adalah alat peraga, laboratorium, fasilitas gedung sekolah, dan fasilitas sekolah lainnya. Sarana dan prasarana pendukung berperan dalam membantu kemudahan proses belajar mengajar serta membantu terjadinya transformasi pengetahuan yang baik dalam pembelajaran. Sarana dan prasarana pendukung seperti fasilitas bangunan gedung sekolah yang memadai memiliki fungsi memberikan rasa nyaman, baik pada siswa maupun pendidik, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang. c) Kesesuaian bahan ajar Bahan ajar berkaitan dengan penyususnan kurikulum yang dilakukan sekolah. Kurikulum yang baik disusun dengan memerhatikan kondisi atau kualitas siswa yang ada. Kurikulum yang terlalu banyak menyajikan materi pengembangan yang rumit, sedangkan kondisi kualitas siswa yang ada tidak sesuai dapat berakibat pada kegagalan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.

8 129 d) Manajemen sekolah Manajemen sekolah berkaitan dengan bagaimana cara pengelolaan sekolah agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan sekolah. Beberapa unsur yang dapat dimasukkan dalam manajemen sekolah adalah menajemen sumber daya manusia pendidik, manajemen pengembangan kurikulum pendidikan, manajemen pemberdayaan atau penguatan kualitas pendidkan, dan unsur-unusr lainnya. Manajemen sumber daya manusia pendidik dapat berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kualitas pendidik, bagaimana mengembangkan metode pembelajaran yang dilakukan pendidik, dan juga bagaimana membuat strategi dalam mengatasi kendala-kendala pelaksanaan pendidikan yang muncul di sekolah. 2) Faktor eksternal Aris (1998: 68) mengemuk akan bahwa terdapat berbagai faktor eksternal yang memengaruhi mutu sekolah, yaitu sebagai berikut. a) Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah merupakan hal yang terkait erat dengan kondisi politik suatu negara. Kebijakan pemerintah, khususnya di bidang pendidikan merupakan hal yang sangat urgen dan memengaruhi kualitas sekolah. Kebijakan tersebut dapat berupa, baik peraturan-peraturan, anjuran, maupun pemberdayaan pendidikan yang dilakukan pemerintah terhadap satuan-satuan pendidikan. b) Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kondisi sosial masyarakat berkaitan dengan kebiasaan tentang cara pandang masyarakat terhadap arti penting pendidikan dan belajar bagi anak-

9 130 anaknya serta kebiasaan masyarakat dalam merespons suatu keadaan pendidikan di sekitarnya. Di lingkungan sosial yang berbudaya maju, masyarakat cenderung memandang penting pendidikan dan melakukan berbagai upaya untuk kepentingan pendidikan anak-anaknya sehingga kondisi ini sangat mendukung terciptanya mutu sekolah yang ada dilingkungan masyarakat setempat. Sebaliknya, di lingkungan yang kurang maju, pada umumnya masyarakat masih belum begitu memandang penting pendidikan yang layak bagi anak-anaknya, sehingga sekolah-sekolah yang ada dilingkungan seperti ini sangat sulit untuk berkembang karena kurangnya dukungan dari orang tua siswa. Sementara itu, kondisi ekonomi berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan pendidikan bagi anak-anaknya. Sekolah akan sulit berkembang apabila berada di lingkungan masyarakat yang memiliki taraf ekonomi rendah. c) Kondisi pendidikan masyarakat Pada umumnya, masyarakat akan berpikir dan bertindak sesuai dengan kemampuan berpikirnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan wawasan masyarakat. Di lingkungan masyarakat yang berpendidikan tinggi, terdapat kecenderungan besarnya support yang diberikan orang tua kepada anaknya untuk maju dalam pendidikan. d) Kuatnya persaingan Persaingan merupakan hal yang memiliki andil cukup penting terhadap kualitas sekolah. Seperti halnya di daerah yang maju seperti perkotaan pada umumnya terdapat banyak sekolah yang masing-masing berusaha untuk

10 131 memeroleh nama baik di masyarakat. Persaingan ini menimbulkan tuntutan untuk melakukan pengembangan diri yang lebih baik. Oleh sebab itu, pada umumnya rata-rata kualitas sekolah-sekolah di perkotaan jauh lebih baik dibandingkan dengan di daearah-daerah terpencil yang memiliki tingkat persaingan yang cukup rendah. e) Keterlibatan pihak lain Pada era modern ini, banyak organisasi baik profit maupun non-profit asing dan luar negeri yang melibatkan diri dalam upaya memajukan pendidikan nasional. Sekolah-sekolah yang tersentuh organisasi-organsiasi semacam ini (seperti Save The Children dan Islamic Relief) yang mengembangkan programprogram pemberdayaan pendidikan tingkat dasar secara umum akan lebih mudah dalam mengembangkan diri. Hal itu terjadi karena adanya support dalam berbagai bentuk seperti sarana dan prasarana, pengembangan wawasan dan referensi yang berkualitas, dan support-support lainnya. Konsep-konsep tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan dan kebijakan pemerintah memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan mutu sekolah. Peranan manajemen menyinkronkan berbagai input pendidikan di sekolah dan kebijakan pemerintah melalui aturan-aturan yang ada khususnya di bidang kurikulum, yang pada akhirnya berkaitan dengan output atau hasil pendidikan di sekolah. c) Bagi Orang tua Siswa Pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di sekolah membuat anak saya yang mempunyai kebutuhan khusus, yaitu tunarungu dapat memiliki

11 132 pengetahuan dan kemampuan di bidang keterampilan untuk hidup mandiri di masyarakat dan mengubah anak saya yang semula tidak berdaya menjadi berdaya. Berikut ini penuturan orang tua siswa Ni Wayan Nadi Utami. Pelatihan keterampilan yang dilaksanakan di sekolah ini, membuat anak saya memiliki keahlian yang bisa dijadikannya sebagai modal untuk hidup di masyarakat. Keterampilan yang dikuasainya adalah dalam hal menjahit, terbukti untuk saat ini ia sudah bisa menjahit bajunya sendiri dan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya (wawancara 10 Mei 2013). Penuturan di atas menggambarkan bahwa pelatihan keterampilan memberikan setitik harapan dan kebanggaan bahwa anak tunarungu bisa melakukan seperti yang bisa dilakukan anak normal, yaitu menjahit dan semua itu menepis anggapan dari masyarakat yang selama ini tidak benar. Fenomena tersebut menepis anggapan masyarakat yang memandang rendah anak tunarungu. Mereka menganggap anak tunarungu ini lemah, tidak bisa berbuat apa-apa, dan selalu tergantung pada keluarga. Pandangan masyarakat tersebut sejalan dengan Peter Coleridge (1997:xii) yang menyatakan adanya kultur bahwa penyandang cacat adalah manusia yang tidak beruntung, lemah, tidak mampu, menderita, memalukan, bahkan sebagai penyandang cobaan Tuhan, baik bagi mereka sendiri maupun keluarganya, lebih memperkuat proses penyisihan terhadap penyandang cacat dari lingkungan kehidupannya. Disamping itu, dengan adanya pelatihan keterampilan ini orang tua dapat mengetahui bakat dan potensi anak yang harus dikembangkan dengan memberikan dorongan, motivasi, fasilitasi, dan lain-lain yang dibutuhkan anak dalam membantu pengembangan kemampuan keterampilannya. Selain itu, mampu menyikapi dengan penuh perhatian berdasarkan kemampuan yang dimilikinya

12 133 sehingga sinergis antara kebutuhan anak, sekolah, dan peranan orang tua untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatan kualitas sumber daya anak tunarungu Dampak negatif Aktivitas dalam mengikuti keterampilan vokasional yang diprogramkan sekolah selain berdampak positif juga berdampak negatif. Dampak negatif cenderung ada pada diri siswa. Adanya program keterampilan yang harus diikuti oleh siswa menyebabkan waktu luang sangat terbatas sehingga anak-anak cepat lelah dan mudah pusing/ stres. Waktu untuk menikmati masa remaja bermain dengan teman-teman berkurang karena sudah terjadwal dari pagi pukul 08:00 Wita -- 12:30 Wita bersekolah. Istirahat sebentar kemudian pukul 14:00 Wita -- 16:00 Wita mengikuti ekstrakurikuler. Setelah itu bagi mereka yang tinggal di panti merapikan tempat tidur dan membersihkan lingkungan panti. Pada pukul 20:00 Wita -- 21:00 Wita belajar untuk materi yang akan diajarkan besok di sekolah. Selanjutnya istirahat (tidur) dan begitu seterusnya. Melihat jadwal yang begitu padat memang benar-benar waktu untuk bermain dan rileks sangat terbatas dan membuat anak terkekang. Bermain dan rileks hanya bisa di sela-sela jadwal dan hari Minggu. Berikut ungkapan Sapta mengenai perlunya bermain. Saya bosan dengan aktivitas keseharian yang begitu padat tanpa ada waktu luang untuk bermain sepak bola yang merupakan kegemaran saya, tiap hari selalu dalam rutinitas belajar dan belajar (wawancara 9 Mei 2013). Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak membutuhkan waktu untuk bermain. Sejalan dengan ungkapan tersebut sesuai dengan pendapat David Elkind (Soemiarti Padmonodewo, 2003: 15) bahwa anak-

13 134 anak membutuhkan dukungan yang kuat untuk bermain dan kegiatan yang dipilih sendiri dengan tujuan untuk bertahan dalam stres yang ada sekarang dalam lingkungan anak. Metode bermain adalah metode pembelajaran di mana anakanak diajak untuk melakukan kegiatan bersama yang berupa: kegiatan yang menggunakan alat dan atau melakukan kegiatan (permainan), baik secara sendiri maupun bersama teman-temannya, yang mendatangkan kegembiraan, rasa senang, dan asyik bagi anak. Bermain adalah sesuatu yang sangat berharga bagi anakanak. Manfaat bermain adalah sebagai berikut. 1. Bermain dapat melatih fungsi fisik anak karena anak-anak perlu sekali belajar untuk menggerakkan dan belajar mengkoordinasi fungsi tubuhnya atau anggota tubuhnya. 2. Bermain berpotensi menumbuhkan daya saing dan kemampuan bersaing secara sehat, dengan kata lain melalui permainan anak dilatih untuk berpikir menang, tetapi dia melakukannya secara sehat. Jadi, bukan saja dia mau menang, melainkan dia harus belajar menang dengan cara yang sehat. 3. Bermain adalah hal yang penting untuk pengembangan daya kreativitas anak. 4. Sewaktu bermain sebetulnya anak belajar mengembangkan keterampilan bergaul atau keterampilan bersosialisasi. Waktu bermain anak-anak tidak bisa tidak dia harus belajar menempatkan dirinya pada diri temannya. Dia tidak bisa semaunya sendiri. Anak yang kurang bergaul dapat bertumbuh menjadi anak yang egosentris, yang memikirkan pandangannya sendiri dan

14 135 kurang mampu untuk berempati atau menempatkan diri pada posisi orang lain. Melalui permainan sebetulnya anak-anak belajar memahami keinginan orang lain dan belajar juga menaati peraturan. 5. Bermain menciptakan suatu keadaan di mana anak belajar menerima kekalahan tanpa merasa kalah atau tanpa merasa bersalah. Maksudnya permainan memungkinkan anak menerima kekalahan dalam suasana yang menyenangkan sebab dia senang bermain. Jadi, kalah di sini tidak mengancam harga dirinya secara fatal. 6. Bermain sangat penting untuk menghilangkan stres anak, dengan bermain berarti menguras tenaganya, melenturkan ketegangan-ketegangan pada saraf-sarafnya. Jadi anak-anak yang bermain dengan cukup akan melepaskan ketegangannya dengan sehat. 7. Bermain sangat penting bagi pertumbuhan intelektual anak. 8. Di dalam bermain anak juga belajar untuk memecahkan masalah seefisien dan secepat mungkin. Tantangan-tantangan dalam permainan secara tidak langsung merangsang anak untuk berpikir secara tepat dan cermat. 9. Bermain juga melatih konsentrasi anak. 7.2 Makna Pemberdayaan Keterampilan Vokasional Makna psikologis Aspek psikologis, umumnya disebabkan oleh kondisi anak yang mengalami gangguan pendengaran, kesulitan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial sehingga reaksi lingkungan sosial kurang

15 136 kondusif bagi kehidupan anak tunarungu. Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai pribadi yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian tersebut, anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga serta memberikan pengaruh yang benar-benar besar terhadap perkembangan fungsi sosialnya. Misalnya, disingkirkan dari pergaulan sosial, tidak dibiasakan terlibat dalam aktivitas sosial, dianggap selalu tidak mampu berbuat apa-apa, lemah, adanya perasaan rendah diri, menyebabkan aktivitas dalam lingkungan sosial menjadi terhambat. Adanya hambatan dalam perkembangan sosial ini mengakibatkan kecenderungan menyendiri serta memiliki sifat egosenstris. Pendidikan di SLB.B Negeri Tabanan bertujuan untuk membantu anak tunarungu agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar. Selain itu, dapat mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pemberdayaan adalah suatu upaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak tunarungu dan merupakan suatu tindakan usaha perbaikan atau peningkatan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan meningkatkan martabatnya, baik secara individual maupun social sehingga anak tunarungu dipandang sebagai manusia yang potensial, yang berupaya untuk menumbuhkan keinginan untuk mengaktualisasikan diri dan membuat mereka merasa berdaya untuk melakukan pekerjaan Kegiatan pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak tunarungu ini mempunyai tujuan mendorong aspirasi, menanamkan gagasan-gagasan baru agar mereka memiliki keterampilan praktis yang bisa digunakan untuk bekerja, baik untuk bekerja secara pribadi,

16 137 home industri, maupun untuk bekerja di perusahaan-perusahaan agar kebutuhan hidupnya bisa tercukupi. Program pemberdayaan keterampilan vokasional yang meliputi keterampilan komputer, meronce, pembuatan batako, melukis, pertamanan, menjahit, dan salon kecantikan berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan agar anak tunarungu dapat menjadi manusia yang produktif, dapat menolong dirinya sendiri dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Di samping itu, juga sangat berpengaruh pada aspek psikologis anak tunarungu yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka mampu melakukan sesuatu yang dilakukan anak normal. Berikut ungkapan Agus Heri Cahyana. dulu saya tidak percaya kalau saya bisa membuat batako, setelah mengikuti pelatihan keterampilan cara pembuatan batako ternyata saya bisa dan itu membuat saya senang sehingga timbul rasa percaya diri dalam diri saya dapat hidup mandiri di masyarakat ( wawancara 9 Mei 2013). Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan yang diprogramkan oleh sekolah dan dimiliki peserta didik dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri di lingkungan masyarakat Makna kebersamaan Manusia disebut juga sebagai zoon politicon atau makhluk sosial yang selalu memerlukan bantuan dan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia tidak terlepas dari kebutuhan itu. Anak tunarungu dengan gangguan emosi dan sosial cenderung dijauhi dan ditinggalkan oleh temantemannya. Untuk itu perlu pelatihan sosial agar anak menyadari bahwa betapa pentingnya dapat berinteraksi, bersahabat, dan berkomunikasi secara sehat dengan teman-teman sebaya. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan

17 138 keterampilan vokasional yang di dalamnya terdapat interaksi dan kolaborasi untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan, baik oleh guru maupun instruktur untuk mencapai tujuan yang sama dengan hasil sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar di tiap-tiap kegiatan keterampilan. Berikut ungkapan Ida Ayu Pradnyawati. Saya sangat senang mengikuti pelatihan keterampilan ini karena selain menambah pengetahuan juga dapat bergaul dengan teman-teman dari jenjang SMPLB. Jadi saya bertambah teman tidak hanya teman-teman SMALB saja (wawancara 9 Mei 2013) Ungkapan tersebut sesuai dengan dampak positif dari konsep kebersamaan yang terjalin dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan, yaitu munculnya perasaan sosial dan perasaan sosial akan memengaruhi sikap sosial seseorang seperti (1) kemampuan bergaul, (2) kemampuan bekerjasama dengan orang lain, (3) dimilikinya peran sosial yang sesuai dan jelas, (4) kemampuan mengadakan penyesuaian sosial. Kata "kebersamaan" memiliki makna sebuah ikatan yang terbentuk karena rasa kekeluargaan/persaudaraan, lebih dari sekadar bekerja sama atau hubungan profesional biasa. Kebersamaan memiliki empat unsur yang harus diciptakan dan dijaga oleh setiap individu yang tergabung di dalamnya. 1. Sehati dan sepikir (satu visi) Visi pemberdayaan keterampilan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (anak tunarungu) dengan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga mampu hidup mandiri dalam lingkungan bermasyarakat.

18 Tidak egois Bukan rahasia lagi jika manusia itu adalah makhluk egois, tidak terkecuali anak tunarungu. Dengan banyaknya teman dalam mengikuti pelatihan keterampilan maka rasa ego itu mulai menurun. 3. Kerendahan hati Organisasi akan memiliki anggota yang heterogen (campuran). Terkadang ada sebagian siswa yang belum mengerti dan belum bisa mengerjakan tugas maka siswa yang sudah mengerti, harus rela bekerja sama (menuntun) siswa lainnya. Kerendahan hati akan menghindarkan dari rasa benci, iri hati, dan timbulnya kelompok yang terkotak-kotak. 4. Kerelaan berkorban. Setiap individu memiliki sumbangsih yang berbeda-beda. Ada yang menyumbangkan dana, pikiran, fasilitas, tenaga, atau waktu. Pihak yang mempunyai financial menyumbangkan dana untuk transportasi dan konsumsi, sementara yang memiliki waktu menyumbangkan tenaga dan waktunya untuk melaksanakan tugas. Perbedaan sumbangsih jangan sampai membuat gesekan negatif yang bisa berdampak pada perpecahan. Jika ingin bekerja bersamasama, maka siapkan kerelaan untuk mau berkorban dan jangan pernah hitunghitungan. Jika setiap individu dalam sebuah organisasi memahami dan terus belajar untuk memenuhi empat unsur di atas, maka lambat laun tujuan pemberdayaan yang dikembangkan akan mencapai tujuan yang diharapkan. Kesadaran diri untuk menjadi insan yang lebih baik dan terus bertumbuh akan sangat membantu proses perubahan.

19 140 Kegiatan pendidikan keterampilan vokasional ini diikuti dari jenjang SMPLB hingga SMALB dengan anggota yang heterogen (campuran/beragam) tingkat usianya. Tingkat usia yang lebih tua memengaruhi cara berpikir, tingkat pemahaman, keahlian, dan pengalaman biasanya lebih tinggi dan dapat membimbing siswa yang belum memiliki keahlian dan pengalaman. Dalam proses ini kebersamaan muncul dalam bentuk saling memberi dan menerima. Di samping merupakan pembelajaran bagi mereka yang lebih menguasai bidang keterampilan tertentu untuk menekan rasa sombong dalam diri dan rela bekerja sama (sambil menuntun) siswa lainnya. Sebaliknya, bagi siswa yang belum menguasai bidang keterampilan itu merupakan motivasi untuk menyelesaikan tugas semaksimal mungkin dengan lebih baik Makna motivasi kerja Pemberdayaan sebagai konsep pembangunan yang memiliki makna upaya pengembangan, memandirikan, menswadayakan anak tunarungu yang semula menjadi masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan di segala bidang dan sektor kehidupan menjadi masyarakat yang lebih berdaya di bidang pekerjaan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan untuk menjadi masyarakat yang bermartabat. Di samping itu, pemberdayaan juga memiliki makna melindungi dan membela dengan cara berpihak kepada yang lemah untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pemberdayaan anak tunarungu merupakan suatu cara sekolah untuk mengorganisasi dan mengarahkan anak tunarungu agar mampu menguasai dan meniti kehidupannya melalui keterampilan yang diberikan.

20 141 Pendekatan prinsip motivasi kerja memungkinkan anak tunarungu untuk menikmati kebebasan, pemerataan, dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam rangka memperbaiki diri di bidang pekerjaan melalui pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di SLB.B N Tabanan. Pemberdayaan merupakan suatu tindakan usaha perbaikan atau peningkatan kualitas anak tunarungu dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan meningkatkan martabat anak tunarungu, baik secara individual maupun sosial sehingga mereka dipandang sebagai manusia yang potensial. Di samping itu, berupaya untuk menumbuhkan keinginnan agar mereka bisa mengaktualisasikan diri dan membuat merasa berdaya untuk melakukan pekerjaan. Untuk mencapai itu semua harus ada kemauan dan semangat dari pihak-pihak yang terkait, terutama dari guru, siswa dan pemerintah. Dengan adanya program pemberdayaan keterampilan vokasional motivasi kerja pada siswa untuk disiplin, semangat tinggi, ulet, tekun dalam mengikuti dan melaksanakan program keterampilan dapat tumbuh. Dalam konsteks tersebut sesuai dengan ungkapan Sunantara berikut ini. pelatihan keterampilan ini saya ikuti dengan semangat kerja yang tinggi agar mencapai hasil maksimal karena saya yakin keterampilan ini bermanfaat untuk masa depan saya, baik untuk pribadi maupun kehidupan di masyarakat (wawancara 9 Mei 2013). Sejalan dengan ungkapan di atas menurut Toto Tasmara (2002) etos kerja adalah totalitas kepribadian diri seseorang serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan makna pada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal ( high performance). Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting, seperti di bawah ini.

21 142 a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, maupun kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin. b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja. c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan. d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk ke depan. e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri. Cara menumbuhkan motivasi kerja di antaranya adalah menumbuhkan sikap optimis, keberanian untuk memulai, menghargai waktu, dan konsentrasikan diri pada pekerjaan. Adanya motivasi kerja pada diri seorang anak tunarungu akan menimbulkan semangat untuk menjalankan sebuah usaha dengan sungguhsungguh, adanya keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal hasil yang akan didapat tentunya maksimal pula. Dengan motivasi kerja tersebut jaminan keberlangsungan dalam mengikuti pelatihan keterampilan akan terus berjalan mengikuti waktu. Secara umum, motivasi kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Sejalan dengan pola pikir di atas menurut A. Tabrani Rusyan (1989), fungsi etos kerja adalah pendorong timbulnya

22 143 perbuatan, penggairah dalam aktivitas, dan penggerak. Selain itu, motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan. Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani. Akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh, maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan maupun karena tanggung jawab yang tinggi ( Etos kerja juga mempunyai arti semua kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dsb. Sikap kerja keras dan berusaha untuk mengubah nasib, rajin, dan sungguh-sungguh merupakan motivasi dan sumber gerak serta dinamika untuk bekerja dan mengubah nasibnya sendiri untuk meraih prestasi dan kesuksesan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB VI KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DAN CARA MENGATASI KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU

BAB VI KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DAN CARA MENGATASI KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU BAB VI KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DAN CARA MENGATASI KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI DI KABUPATEN TABANAN Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS 16 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Konsep Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Slameto (2010, h. 1) mengatakan, Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan persoalan yang pelik di banyak negara, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI Asep Ardiyanto PGSD FIP Universitas PGRI Semarang ardiyanto.hernanda@gmail.com Abstrak Bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mencapai hal itu, maka orang tua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) serta penerus cita perjuangan bangsa. Untuk mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Salah satu wahana untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLA BESAR TERHADAP KERJASAMA SISWA

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLA BESAR TERHADAP KERJASAMA SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Dalam kedudukannya pada kerangka pembangunan nasional, pendidikan bersifat

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN PELATIHAN CETAK SABLON DIGITAL DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SISWA TUNARUNGU KELAS XII SMALBDI SLB BC YATIRA CIMAHI

2015 PENERAPAN PELATIHAN CETAK SABLON DIGITAL DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SISWA TUNARUNGU KELAS XII SMALBDI SLB BC YATIRA CIMAHI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa tunarungu jenjang SMALB termasuk dalam masa dimana siswa dituntut untuk siap memasuki dunia kerja, kemasyarakatan serta melanjutkan pendidikan ke jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, baik jasmani maupun rohani. Pendidikan harus ditata atau diperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

Modul ke: MOTIVASI SUKSES. 12Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Aldizar, LSQ, MA. Program Studi Akuntansi

Modul ke: MOTIVASI SUKSES. 12Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Aldizar, LSQ, MA. Program Studi Akuntansi Modul ke: 12Fakultas Addys EKONOMI DAN BISNIS MOTIVASI SUKSES Aldizar, LSQ, MA Program Studi Akuntansi Pengertian Motivasi Motivasi adalah sesuatu yang menyebabkan orang melakukan sesuatu atau dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempunyai rasa percaya diri yang memadai. Rasa percaya diri (Self

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempunyai rasa percaya diri yang memadai. Rasa percaya diri (Self 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rasa percaya diri diperlukan dalam hidup seseorang guna mencapai tujuan dalam kehidupannya. Tujuan tersebut akan dapat diraih manakala orang tersebut mempunyai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. menghadapi persaingan yang semakin ketat pada era globalisasi dewasa ini.

1. PENDAHULUAN. menghadapi persaingan yang semakin ketat pada era globalisasi dewasa ini. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pendidikan di sekolah diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan yang semakin

Lebih terperinci

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa 26 INOVASI, Volume XX, Nomor 1, Januari 2018 Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat madani ( civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat madani ( civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan dinamika perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ditandai oleh semakin terbukanya persaingan antar bangsa yang semakin ketat maka bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Hana_kyu MOTIF DAN MOTIVASI

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Hana_kyu MOTIF DAN MOTIVASI Hana_kyu Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang MOTIF DAN MOTIVASI A. Devinisi Motif dan Motivasi Devinisi Motif menurut beberapa sumber 1. Sherif& Sherif ( 1956) menyebutkan motif sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hlm. 86.

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hlm. 86. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap aktivitas manusia pada dasarnya dilandasi oleh dorongan untuk mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan. Timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Informan pertama bernama Prayoga yang usianya 17 tahun. Informan memeluk

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Informan pertama bernama Prayoga yang usianya 17 tahun. Informan memeluk V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Informan 1. Informan I Informan pertama bernama Prayoga yang usianya 17 tahun. Informan memeluk agama Islam dan bersuku Jawa, informan sekarang duduk di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi berasal dari kata motif. Motif artinya keadaan dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar 5 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Fasilitas Belajar Penelitian ini fasilitas belajar identik dengan sarana prasarana pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi generasi muda agar dapat menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pada setiap jenjang pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap. BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Karakteristik Siswa 2.1.1.1 Pengertian Karakteristik Siswa Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktifitas, mulai dari yang sifatnya produktif-material sampai kreatif-spiritual, mulai dari proses peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN Sepak bola adalah olahraga yang dimainkan oleh dua kelompok berlawanan yang masing-masing berjuang untuk memasukkan bola ke gawang kelompok lawan. Masing masing kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya saat ini pendidikan anak usia dini. baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, moral dan agama, sosial

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya saat ini pendidikan anak usia dini. baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, moral dan agama, sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Potensi dan kemampuan dasar anak usia dini sudah dimulai sejak usia 0-6 tahun, masa ini merupakan masa emas yang hanya datang sekali seumur hidup dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Karyawan melakukan pekerjaan di instansi maupun perusahaan untuk memperoleh gaji berupa uang untuk memenuhi kebutuhan kehidupanya seharihari.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahanperubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan memiliki tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan tidak akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang terwujud dalam sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara layak dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan suatu proses interaksi belajar mengajar melalui pengembangan aspek jasmani menuju tercapainya tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan siswa. Pola umum ini oleh Lapp et al. (1975) diistilahkan Gaya

BAB I PENDAHULUAN. dan siswa. Pola umum ini oleh Lapp et al. (1975) diistilahkan Gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mengajar adalah membentuk suatu kebiasaan, sehingga melalui pengulangan-pengulangan siswa akan terbiasa melakukan sesuatu dengan baik sesuai perilaku yang

Lebih terperinci

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar?

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Image type unknown http://majalahmataair.co.id/upload_article_img/bagaimana memotivasi anak belajar.jpg Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Seberapa sering kita mendengar ucapan Aku benci matematika atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu usaha yang memiliki tujuan, maka pelaksanaannya harus berada dalam proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. keinginan. Sedangkan menurut Sudarsono (2003:8) minat merupakan bentuk

BAB II KAJIAN TEORI. keinginan. Sedangkan menurut Sudarsono (2003:8) minat merupakan bentuk BAB II KAJIAN TEORI 2. 1 Pengertian Minat Belajar Berbicara tentang minat, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai perhatian, kesukaan, kecenderungan hati kepada atau keinginan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban untuk mewujudkan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban untuk mewujudkan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mengemban tugas dan kewajiban untuk mewujudkan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam pasal 3 UU RI No.20, Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesiapan Kerja. mempraktekkan sesuatu. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Kartono dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesiapan Kerja. mempraktekkan sesuatu. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Kartono dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesiapan Kerja 1. Pengertian Kesiapan Kerja Kesiapan (readiness) menurut Kamus Psikologi adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI BAB XIII TEKNIK MOTIVASI Tim LPTP FIA - UB 13.1 Pendahuluan Tantangan : 1. Volume kerja yang meningkat 2. Interaksi manusia yang lebih kompleks 3. Tuntutan pengembangan kemampuan sumber daya insani 4.

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para 42 BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Objek Penelitian Desakan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan dan utuh mulai dari jenjang KB, TK, dan SD, membuat LPF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KTSP MATA PELAJARAN PAI SDN WATES 01 WONOTUNGGGAL. A. Pelaksanaan KTSP Mata Pelajaran PAI Kelas VI di SD Negeri Wates

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KTSP MATA PELAJARAN PAI SDN WATES 01 WONOTUNGGGAL. A. Pelaksanaan KTSP Mata Pelajaran PAI Kelas VI di SD Negeri Wates BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KTSP MATA PELAJARAN PAI SDN WATES 01 WONOTUNGGGAL A. Pelaksanaan KTSP Mata Pelajaran PAI Kelas VI di SD Negeri Wates Wonotunggal Batang 1. Perencanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Olahraga yang dilakukan dengan rutin dan tidak berlebihan akan membuat manusia menjadi sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa 100 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di SMK Muhammadiyah 03 Singosari Malang Motivasi belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kebutuhan setiap orang yang kegiatannya dapat terjadi di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang mengalami masa keemasan dimana anak mulai peka dan sensistif untuk menerima berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Hal senada dikemukakan oleh David C.McClelland. McClelland. Sebenarnya inti teori motivasi yang dikemukakan oleh David

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Hal senada dikemukakan oleh David C.McClelland. McClelland. Sebenarnya inti teori motivasi yang dikemukakan oleh David 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkah laku seseorang didorong ke arah suatu tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan dapat menyebabkan adanya dorongan internal yang menggerakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini pendidikan berkembang dengan pesat. Kini pendidikan merupakan hal yang utama bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terbukti dengan menjamurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, bukan saja dari masukannya yang bervariasi, melainkan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci