BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tentang otonomi daerah. Dalam Undang-undang Nomor 32
|
|
- Shinta Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Di era reformasi sekarang ini, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan tentang otonomi daerah. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hakikat dan tujuan pemberian otonomi daerah, salah satunya adalah mendekatkan pemerintah pada pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam konteks mendekatkan pelayanan publik itu, titik berat pelaksanaan otonomi daerah diletakkan di kabupaten/kota. Titik berat otonomi daerah pada kabupaten & kota itu, diharapkan pelayanan publik berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini mengingat kabupaten/kota merupakan satuan wilayah pemerintahan yang rentang jaraknya relatif dekat dengan rakyat. Dengan rentang jarak yang relatif dekat itu, pada gilirannya, pemerintah kabupaten/kota dapat mengetahui, memahami, dan mengerti tentang keinginan dan kebutuhan masyarakatnya (Lili 1
2 2 Romli, 2007 : ). Oleh karena itu, hakikat dan tujuan pemberian otonomi daerah, salah satunya adalah mendekatkan pemerintah pada pelayanan publik dan titik berat pelaksanaan otonomi daerah diletakkan di kabupaten/kota, pemerintah daerah harus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah.. Pelayanan publik sangat terkait erat dengan janji luhur bangsa Indonesia untuk bernegara, sebagaimana tercantum dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undangundang Dasar Namun sampai saat ini belum semua pelayanan yang diberikan oleh seluruh instansi pemerintah dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat. Hal ini dapat tercermin pada indikator global dan nasional yang digunakan untuk mengukur tingkat korupsi suatu negara, misalnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) oleh Transparency International untuk Indonesia pada tahun 2009 pada angka 2,8, Indeks Kemudahan Berusaha oleh International Financial Coorporation (IFC) di mana Indonesia menduduki rangking 122 dari 184 negara di dunia, dan Indeks Integritas Pelayanan Publik oleh KPK menunjukkan nilai 6,64 untuk Pemerintah Pusat, 6,18 untuk Pemerintah Provinsi, dan 6,46 untuk pemerintah kabupaten dan kota (Jurnal Layanan Publik edisi XXXVIII, 2011 : 77). Pelayanan perizinan pemerintah daerah sering kali dikeluhkan oleh masyarakat karena prosedur pengurusannya berbelit-belit, tidak transparan, tidak adanya kepastian waktu, dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, belum lagi masih adanya punggutan-punggutan yang tidak resmi. Mereka sering bolak-balik dari satu kantor ke kantor lain dan dari satu meja ke meja lain ketika ingin
3 3 mendapatkan izin. Hal tersebut membuat citra buruk bagi kinerja pemerintah dan menurunnya kepercayaan masyarakat. Kondisi pelayanan seperti tersebut harus dirubah, dengan kata lain harus adanya reformasi birokrasi dalam sistem pelayanan publik. Adapun maksud diadakannya reformasi ditujukan untuk mewujudkan kinerja pelayanan publik yang berkualitas dan bisa meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan rakyat (Juniarso Ridwan, 2009 : 166). Pelayanan investasi pada dasarnya merupakan bagian dari pelayanan publik yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang, termasuk bidang investasi. Dalam upaya memperbaiki pelayanan publik, Pemerintah telah mengeluarkan antara lain Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat, Keputusan Menpan No. 63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, sampai diberlakukannya Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Tuntutan reformasi yang bergulir sejak tahun 1998, bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perbaikan kehidupan masyarakat, mendorong pemerintah untuk kembali memahami pentingnya perbaikan mutu pelayanan. Perbaikan pelayanan publik ini, tidak saja
4 4 ditujukan untuk memberi iklim kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat, namun juga meningkatkan daya tarik arus investasi, karena kredibilitas dan pelayanan yang baik. Penyediaan standar pelayanan investasi yang bermutu merupakan salah satu alat untuk mengembalikan kepercayaan investor maupun masyarakat kepada pemerintah yang cenderung berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah, pemerintah melakukan penyederhanaan penyelengaraan pelayanan terpadu melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 tahun Melalui peraturan ini dibentuk pedoman pelayanan satu pintu yang diharapkan mampu mewujudkan pelayanan publik yang cepat, murah, mudah transparan pasti dan terjangkau. Peningkatan jumlah penanam modal di Yogyakarta dipandang meningkatkan pula pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan daerah serta pendapatan masyarakatnya. Kabupaten Kulon Progo yang secara administratif menjadi salah satu wilayah kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beragam potensi investasi yang dapat menunjang pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, baik di sektor perikanan, pertambangan maupun industri/perdagangan. Kondisi ini didukung oleh letak geografis Kabupaten Kulon Progo yang cukup strategis sebagai wilayah penghubung antara Daerah Istimewa
5 5 Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Tengah bagian selatan serta berada pada jalur utama bagian selatan menuju pusat ibukota Jakarta. Berdasarkan berbagai perhitungan dan pertimbangan studi kelayakan yang saat ini sedang berjalan pada tahap akhir, Kabupaten Kulon Progo merupakan satu dari tiga kabupaten yang berpotensi besar untuk menerima mandat dari pemerintah provinsi. Perekonomian Kulon Progo mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, akan tetapi Kulon Progo masih merupakan daerah tertinggal dari segi penanaman modal apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dinyatakan Sodik, sumbangan nilai penanaman modal paling sedikit diantara Kabupaten/Kota lainnya yakni hanya sekitar 4% dari seluruh jumlah total penanaman modal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencapai 40,22% ( /10/30/34/684060/investasi-kulonprogo-paling-rendah-sediy). Menurut Gubernur DIY, Sri Sultan HB X saat ini Kulon Progo sudah masuk ke dalam MP3I koridor delapan yakni dengan program megaproyek pelabuhan perikanan Tanjung Adikarta, Bandara Internasional, Kawasan Industri, Kawasan Agropolitan dan Minapolitan, Kawasan Wisata Maritim, serta Kawasan Industri Baja. Sementara itu, pemerintah daerah juga telah menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di Kulon Progo. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sebagai daerah yang diberi mandat dan sekaligus kesempatan oleh Pemerintah Provinsi Yogyakarta untuk ditingkatkan laju pertumbuhan perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakatnya, memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-
6 6 baiknya. Era otonomi daerah menuntut adanya kemandirian daerah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan daerah. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah ini tentu membutuhkan biaya besar yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), salah satunya melalui investasi daerah. Oleh karena itu, penerapan model pelayanan perizinan sangat penting dilakukan guna mendukung pertumbuhan investasi daerah. Kabupaten Kulon Progo pernah mendapatkan penghargaan 10 Besar Nasional Kinerja Kabupaten se-indonesia. Penetapan kabupaten dengan kinerja terbaik ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Tahun 2011 ( Evaluasi kinerja daerah telah dilakukan Kementerian Dalam Negeri dengan melihat seluruh pencapaian kinerja seluruh urusan yang dilaksanakan kabupaten/kota dan kunjungan lapangan. Evaluasi ini mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 dan secara operasional ditetapkan melalui Permendagri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tata cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Capaian kinerja diukur dari indikator-indikator tataran pengambilan kebijakan, tataran pelaksana kebijakan dan kinerja penyelenggaraan urusan serta inovasi yang telah dilakukan daerah ( kab.go.id/). Menurut Budi Wibowo,SH.MM., Sekretaris Daerah Kulon Progo, pencapaian ini perlu diapresiasi karena merupakan satu-satunya Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dan peringkat kinerja terbaik diantara 398 Kabupaten se-indonesia. Selain itu juga sebagai bukti keberhasilan Kabupaten
7 7 Kulon Progo dalam menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan serta pelayanan publik di era otonomi daerah ( Diharapkan Kabupaten Kulon Progo menjadi contoh bagi kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya dan bagi kabupaten lainnya di seluruh Indonesia. Pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo menyadari bahwa investasi daerah memiliki peran sentral dan strategis dalam menunjang keberhasilan daerah menyelenggarakan tata pemerintahan dan pembangunan daerah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kulon Progo. Pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo merestrukturisasi satuan organisasi dan tata kerja pemerintahan untuk mempermudah penerbitan izin investasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Bidang Perizinan Investasi. B. Identifikasi Masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut: 1. Pengaruh kebijakan desentralisasi terhadap pelayanan publik di daerah terutama pelayanan perizinan.
8 8 2. Kondisi pelayanan publik yang prosedur masih berbelit-belit, akses yang sulit, biaya yang tidak transparan, waktu penyelesaian yang tidak jelas dan banyaknya praktek pungutan liar dan suap. 3. Sumbangan nilai penanaman modal Kabupaten Kulon Progo paling sedikit diantara Kabupaten/Kota lainnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Perlu adanya upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan pelayanan publik bidang perizinan investasi. 5. Masih ada kendala-kendala yang dihadapi pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi. 6. Perlu adanya upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi. C. Pembatasan Masalah. Dalam pembahasan selanjutnya, peneliti perlu untuk melakukan pembatasan masalah agar lebih efektif dan efisien. Untuk pengkajian selanjutnya peneliti membatasi penelitiannya ini pada: 1. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi. 2. Kendala-kendala yang dihadapi pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi.
9 9 3. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi. D. Rumusan Masalah. Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana upaya pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi? 2. Apa kendala yang dihadapi pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi? 3. Bagaimana upaya pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam mengatasi kendala yang terjadi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi? E. Tujuan Penelitian. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi. 2. Mengetahui kendala yang dihadapi pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi.
10 10 3. Mengetahui upaya pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam mengatasi kendala yang terjadi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi. F. Manfaat Penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis. a. Bagi Jurusan PKnH Penelitian ini dapat menjadi bahan ajang berpikir kritis dan dapat menambah informasi bagi calon guru PKn berkaitan dengan ilmu Hukum Administrasi Negara dankebijakan Publik. b. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan menambah wawasan mengenai Pelayanan Publik khususnya pelayanan publik dalam bidang investasi dan sebagai sarana menerapkan teori dalam bidang Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Publik, serta tentang pelaksanaan otonomi daerah.
11 11 2. Manfaat Praktis. a. Bagi Masyarakat Memberi gambaran kepada masyarakat tentang upaya pemerintah daerah kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang investasi. b. Bagi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dan panduan bagi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu selain Kulon Progo kalau Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Kulon Progo sudah dianggap baik. c. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam terjun langsung ke lapangan dalam penelitian yang dapat dijadikan bekal untuk mengembangkan kemampuan menjadi guru professional G. Batasan Pengertian. 1. Upaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), upaya adalah usaha, ikhtiar (untuk mencapai maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb) dan daya upaya. Dalam hal ini, daya upaya
12 12 apa yang dilakukan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi. 2. Pemerintah Kabupaten. Pemerintah kabupaten yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten Kulon Progo. Pemerintah kabupaten Kulon Progo yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu. 3. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu yang dimaksud adalah lembaga pelayanan perizinan yang dibentuk dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu adalah penyelenggara Pemerintahan Daerah Kulon Progo di bidang penanaman modal dan perizinan terpadu, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanaman modal dan perizinan terpadu, serta pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati di bidang penanaman modal dan perizinan terpadu. Badan ini beralamatkan di Jl. Perwakilan 2 Wates Kulon Progo dan Unit 2 Jl. KHA Dahlan, Wates Kulon Progo.
13 13 4. Peningkatan Kualitas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), peningkatan adalah proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb). Sedangkan kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu, kadar, dan derajat atau taraf. Peningkatan kualitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah cara atau perbuatan meningkatkan taraf pelayanan publik bidang perizinan investasi yang dilakukan pemerintah daerah Kulon Progo melalui Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu adalah Badan Penanaman Modal. 5. Pelayanan publik. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan admisnistratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan administratif yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo melalui Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu.
14 14 6. Perizinan investasi. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, investasi atau penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Perizinan investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo berdasarkan peraturan daerah atau perundang-undangan dalam melakukan segala bentuk kegiatan menanam modal. Dari definisi di muka, dapat dirumuskan bahwa pengertian dari judul penelitian Upaya pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan investasi adalah segala daya usaha yang dilakukan Pemerintah Daerah Kulon Progo yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu untuk meningkatkan taraf pelayanan administratif dalam pelayanan perizinan di bidang penanaman modal dalam negeri maupun modal asing.
15 15
16 16
17 17 Kantor Pelayanan Terpadu. Beberapa pemerintah daerah mencoba memperbaiki layanan perizinan dengan membentuk Pelayanan Terpadu. Pembentukan pelayanan terpadu di beberapa kota yang difasilitasi oleh LSM bekerja sama dengan lembaga donor. Hambatan yang paling utama dalam pembentukan pelayanan terpadu adalah resistensi yang kuat dari dinas-dinas yang merasa kewenangannya diambil oleh lembaga ini. Selama ini pelayanan perizinan dijadikan sumber pendapatan tambahan bagi dinas-dinas tersebut. Kompromi yang dilakukan akhirnya adalah menjadikan Unit Pelayanan Terpadu sebagai tempat pengambilan berkas persyaratan permohonan izin tetapi proses dan penandatangan izin tetap dilakukan di dinas-dinas (Hetifah Sj Sumarto,2003:77). Pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dalam rangka memperbaiki layanan perizinan membentuk kantor pelayanan terpadu. Dasar hukumnya adalah 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 2. UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; 3. Perpres Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;
18 18 4. Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; 5. Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu Daerah; 6. Perda Nomor 15 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kab. Kulon Progo Nomor 12 Tahun 2000 tentang Pembentukan,Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah; 7. Perbup Kulon Progo Nomor 56 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelayanan pada Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Kulon Progo; dan 8. Perbup Kulon Progo Nomor 57 Tahun 2007 tentang Uraian Tugas Pada Unsur Organisasi Terendah Kantor Pelayanan Terpadu ( id/). 2. Pelayanan Publik Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain (Lijan Poltak S dkk,2006:5). Secara teoritis, tujuan pelayanan public pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari : a. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
19 19 b. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain. f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik (Lijan Poltak S dkk,2006:6). Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti a. Kinerja (performance) b. Keandalan (reliability) c. Mudah dalam penggunaan (ease of use) d. Estetika (esthetics), dan sebagainya. Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of costumers).
20 20 Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis oleh Gaspersz dalam Sampara Lukman mengemukakan bahwa ada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok: a. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk. b. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan (Lijan Poltak S dkk,2006:6-7). 5. Desain Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif lebih mampu dibanding penelitian kuantitatif dalam menghadapi ketidakleluasaan dunia sosial dalam kehidupan sehari-hari (Salim, 2001:13). Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah dekriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo dan Kasi Administrasi Pelayanan Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo. Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan pustaka yaitu dengan menelaah buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Lincoln dan Guba (Moleong, 2002:135) menyatakan bahwa maksud pengadaan wawancara antara lain: mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
21 21 perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan. Jenis wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis wawancara terbuka. Wawancara ini dianggap lebih sesuai dengan penelitian kualitatif. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2002:137), bahwa dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Alasan menggunakan wawancara terbuka yaitu dengan mengetahui maksud dari wawancara, informan akan memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti dan wawancara akan lebih terfokus. Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang upaya Kantor Pelayanan Terpadu dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Kulon Progo. 2. Pengamatan. Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya. Lincoln dan Guba (Moleong, 2002:125) mengemukakan bahwa pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dan untuk melihat fenomena kehidupan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, hal yang diamati yaitu upaya Kantor Pelayanan Terpadu dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bidang perizinan di Kabupaten Kulon Progo. ` Yogyakarta, 22 Juli 2013 Disetujui Tanggal: Tim Verifikasi Pengusul,
22 22 Dr. Samsuri, M.Ag Ika Kusuma Y. NIP NIM
BAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Satu hal yang hingga saat ini seringkali
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK. menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK A. Pelayanan Publik Istilah Pelayanan berasal dari kata layani yang artinya menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban pemerintah terhadap perbaikan pelayanan publik termasuk dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelayanan pemerintah terhadap masyarakat merupakan ujung tombak pemerintah terhadap kemauan masyarakat, hal inilah yang juga menjadi kewajiban pemerintah terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya guna menciptakan keteraturan dan kesinambungan dalam sistem tata pemerintahan.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)
KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN HUKUM Dasar Hukum : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; 3. Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aparatur pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai tugas pokok yang antara lain tercermin dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Jumlah Akomodasi, Kamar dan Tempat Tidur Hotel di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun Bantul Gunung Kidul
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Pertumbuhan Hotel di Yogyakarta yang Pesat dan Terpusat Pertumbuhan hotel di Provinsi Yogyakarta sangat pesat, seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan ke Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi Negara di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut segala aspek kehidupan yang sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tuntutan pelayanan, baik kuantitas, kualitas maupun kecepatan pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa publik akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PengertianPelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu 2.1.1 Pengertian Perizinan Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan tidak
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT
KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi. Dalam
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Respon Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Respon adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi. Dalam Kamus Besar
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 17 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Publik Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja OPD (Renja OPD) adalah dokumen perencanaan OPD untuk periode satu tahun, yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 56 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON
Lebih terperinciINDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)
INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PADA UPT STASIUN PENGAWASAN SDKP TUAL PERIODE JANUARI S.D DESEMBER 2015 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak. enggan berhadapan dengan pemerintah.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggara pelayanan publik di Indonesia selama ini belum optimal, masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika mereka berhadapan
Lebih terperinciPERANAN PERATURAN DAERAH TERHADAP INVESTASI. Oleh: Fatimah Ashary. Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda ABSTRACT
PERANAN PERATURAN DAERAH TERHADAP INVESTASI Oleh: Fatimah Ashary Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda ABSTRACT This study was conducted to determine the effect of local regulations
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetensi suatu daerah dalam mengelola daerahnya berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah tersebut. Salah satu instrumen penting untuk
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang mengidentifikasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.
127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan umum yaitu secara garis besar, Badan Penanaman Modal dan Perizinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi berdiri dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Suatu organisasi berdiri dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut dalam pelaksanaannya melibatkan banyak unsur sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei-survei perusahaan (enterprise survey) yang di lakukan Bank Dunia menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mengidentifikasi dua dari 10 hambatan terbesar
Lebih terperinciNCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciPROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK disampaikan oleh : Drs. F. Mewengkang, MM Asisten Deputi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 12 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sudah melaksanakan pelayanan secara efektif, yaitu kualitas pelayanan yang
110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan umum yaitu secara garis besar, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. komponen bangsa. Hal tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tujuan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa. Hal tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang diamanatkan
Lebih terperinciBUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI
1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciLAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003 PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK I. Pendahuluan A. Latar Belakang Ketetapan MPR-RI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aparatur dalam berbagai sektor terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu upaya mewujudkan Good Governance adalah memberikan pelayanan publik yang berkualitas, terukur serta serta senantiasa memperhatikan tuntutan dan dinamika
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA
SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TENGAH dan BUPATI ACEH TENGAH MEMUTUSKAN :
QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH, Menimbang :
Lebih terperincisektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi
BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi yang komprehensif kepada masyarakat yang. tengah mengalami transformasi menuju era masyarakat informasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pada saat ini tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang fundamental menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis dan transparan serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni ingin mewujudkan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kedudukan Propinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis dan juga menguntungkan, karena DKI Jakarta disamping sebagai ibukota negara, juga sebagai pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aparatur negara dalam hal ini dititik beratkan kepada aparatur pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam mengahadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluang, aparatur negara dalam hal ini dititik beratkan kepada aparatur pemerintahan hendaknya mamberikan
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT
GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ATAU PROSEDUR TETAP PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN
BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN
Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN GUBERNUR KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah meletakkan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan tujuan untuk lebih mendekatkan
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah
Lebih terperinciSURVEY KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMERDAYA KELAUTAN DAN PERIKAAN SURVEY KEPUASAN MASYARAKAT (SKM) PADA PELAYANAN PENERBITAN SURAT LAIK OPERASI (SLO) KAPAL PERIKANAN, SURAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLampiran 1. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara. A. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara dengan Kepala
112 Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara. A. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara dengan Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPT Kabupaten Kulon Progo. Nama : Bapak Ir. Robi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa reformasi ini, Indonesia mengalami perubahan seperti munculnya tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Hal itu merupakan jawaban terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima Layanan Publik adalah. hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah adalah salah satu bentuk nyata dari praktek demokrasi. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan penyerahan kewenangan yang disebut sebagai
Lebih terperinciREFORMASI BIROKRASI DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK
REFORMASI BIROKRASI DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK Oleh: Deputi Pelayanan Publik Kementerian PAN dan RB Disampaikan pada Acara Kunjungan dan Diskusi Mahasiswa FISIP UI Program Sarjana Ekstensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara atas barang, jasa dan pelayanan administratif
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itulah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hasil dari pelaksanaan otonomi daerah adalah menghasilkan birokrasi yang handal, profesional, efisien dan produktif yang mampu memberikan pelayanan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan
Lebih terperinciURAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DAERAH URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi perkembangan
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciRANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH
RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
Lebih terperinciBAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota
BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Pelayanan prima dituangkan pada visi dan misi yang menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 34 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN BERINVESTASI DI KABUPATEN MAROS
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN BERINVESTASI DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciINDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)
INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PADA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM PERIODE 2016 BEKERJASAMA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM DENGAN BIRO UMUM SEKRETARIAT KEMENKO POLHUKAM 1 KATA PENGANTAR
Lebih terperinciSURVEI KEPUASAN MASYARAKAT
SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA PERIODE Januari Desember 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk
Lebih terperinciKEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL
KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh : Fery Dona (fery.dona@yahoo.com) ABSTRAK Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
Lebih terperinci