RE:PUBLIK Seminar Mencari Ruang Publik Lewat Senirupa Temporer Kedai kebun Forum, 22 Agustus 2005
|
|
- Hendra Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RE:PUBLIK Seminar Mencari Ruang Publik Lewat Senirupa Temporer Kedai kebun Forum, 22 Agustus 2005 Pembicara: Mahatmanto (Dosen Arsitektur, UKDW Yogyakarta) Samuel Indratma (Aktivis Seni Publik ) Ir. Giri Subowo (Dinas Tata Kota & Bangunan Yogyakarta) Moderator: Saut Situmorang (Cyber Graffitist) Pengantar Panitia: Seminar Re:Publik Art dari rangkaian program Re:Publik Art dimaksud untuk mengkolaborasikan kembali pemikiran pemikiran mengenai konsep ruang publik yang berada di wilayah Jogjakarta, penyikapan penyikapan seniman (seni rupa) yang memilih untuk berkarya di ruang publik melalui seni rupa temporer, dengan refleksi terhadap respon sosial masyarakat sampai pada penentuan kebijakan atas ruang ruang publik tersebut. Pembicara pembicara yang diundang dianggap mewakili tiga perspektif mengenai ruang publik dan penyikapannya. Pembicara pembicara tersebut adalah : Mahatmanto, seorang arsitek yang menyampaikan pandangannya mengenai ruang publik ditinjau dari segi arsitektural, definisi, sejarah terbentuknya ruang ruang publik, dan penyikapan penyikapan masyarakat urban kontemporer terhadap ruang publik. Samuel Indratma, salah seorang seniman pendiri Apotikomik (pernah mengadakan proyek Mural Sama sama di Jogjakarta), menyampaikan pengalaman pengalamannya bekerja di ruang publik, dan pengalamannya dalam mencari lokasi lokasi terdapat mural yang dilakukan penduduk setempat. Ir. Giri Subowo (Giri), mewakili Dinas Tata Kota, yang menyampaikan beberapa dasar dasar penetapan kebijakan Pemda Jogjakarta dalam penataan tata ruang kota Jogjakarta, pengadaan dan pengelolaan ruang ruang publik, juga mengemukakan kemungkinan dilegalkannya mural dalam Perda sebagai salah satu upaya mempercantik kota. Mahatmanto sebagai pembicara pertama mengemukakan konsep ruang publik, dan konsep anatomis kota. Sebelumnya, Ia mempertanyakan kembali terma seni publik sebagai seni di ruang publik atau seni ruang publik, apakah ruangnya yang diolah atau peletakan karya seni di ruang yang disepakati sebagai ruang publik. Menurutnya, seni di ruang publik bukan hanya menyinggung mural, tetapi keberadaan berbagai jenis karya seni dan dapat pula melibatkan berbagai kalangan seniman. Kemudian Ia beranjak kepada definisi kota. Apakah kota yang dimaksud bertindak sebagai ruang dan tempat, atau aktifitas sosial ekonominya? Ia menunjukkan sebuah denah daerah yang digolongkan sebagai daerah sub-urban atau rural, namun dari intensitas pergerakan sosial ekonominya yang tinggi,
2 maupun kepadatan penduduknya, kita akan kebingungan mendefinisikan daerah tersebut sebagai kota atau desa. Persoalan ini dihadapi oleh Jogja, dimana batas batas kota Jogja sendiri sangat sulit untuk dibedakan secara visual. Ia mempertanyakan, apakah kota memerlukan respon artistik baik secara spasial maupun secara sosial ekonomi. Jika diperlukan, maka mengapa respon artistik tersebut diperlukan? Oleh siapa? Demi siapa?bagaimana modus operandi/cara berlangsungnya?dan kapan dapat dilakukan? Menurutnya, respon respon artistik ini secara sadar telah dilakukan di Jogja, misalnya performance di tempat tempat umum, pasar malam di ruang ruang terbuka, dan lainnya. Ia memilih untuk memandang kota sebagai ruang, batas batasnya yang dikonstruksikan dan seperti apa konstruksinya. Ia mulai dengan perbandingan antara dua daerah yang bertetangga, Jogjakarta dan Surakarta. Kraton Surakarta menyimbolkan diri sebagai Pakubuwono, pusat dari dunia. Sedangkan, Kraton Jogjakarta menyimbolkan diri sebagai Hamengkubuwono, pemangku dunia. Perbedaan ide ini menunjukkan konsep kewilayahan yang berlainan antara Surakarta dan Jogjakarta. Dimana untuk Surakarta, daerah yang semakin jauh terhadap pusat akan semakin melemah, sedangkan untuk Jogjakarta, kekuasaannya mencakup seluruh wilayah. Konsep konsep pembatasan wilayah telah dikenal sejak dulu, misalnya dengan pembangunan benteng benteng kerajaan maupun daerah administrasi seperti pada zaman kekuasaan Romawi. Namun, setelah terjadi kemajuan dalam arus transportasi manusia, benteng benteng ini kehilangan fungsinya sebagai pembatas. Berkembanglah jalan sebagai ruas penghubung antar lokasi, hingga menentukan tata ruang kota dan arah pengembangan kota. Sebagaimana yang dilakukan oleh Haussmann di Paris, membongkar dan merancang jaringan jaringan jalan sehingga jalan tidak hanya mengatur arus lalu lintas barang maupun manusia, tapi juga menjadi tempat tempat berhimpun. Pada daerah daerah yang kultur penduduknya masih memerlukan komunikasi secara verbal, batas batas wilayahnya masih nyata. Namun, kita dapat melihat perubahan yang terjadi pada kota Jogjakarta, wilayah Alun alun yang sebelumnya menjadi milik pribadi Kraton dijadikan wilayah umum dengan pembangunan jalan yang mengelilinginya. Dalam pemahaman arsitektur, terdapat dua macam urban space, street (tempat untuk lalu) dan square (tempat untuk berhimpun). Mahatmanto mengutip Hannah Arendt, yang menuliskan dalam bukunya Human Conditions, forum publik dan forum privat saling berinteraksi dan nantinya tervisualisasi dalam ruang. Kota Jogjakarta mengalami perbedaan peran dan fungsi dalam ruang - ruangnya secara sosial ekonomi, yang mengakibatkan perubahan perubahan fisik seperti perubahan lebar jalan,dan lainnya. Di Jogja, suatu kawasan menjadi ramai atau sepi tidak lagi tergantung pada pemiliknya sendiri tetapi oleh kegiatan kegiatan yangdilakukan oleh pihak pihak berkepentingan yang nyaris anonim misalnya pada Prawirotaman yang berkembang karena turisme, bukan karena pertumbuhan penduduk setempat yang lebih dulu menempati area tersebut.
3 Ia mengemukakan pendapat Berlage bahwa, dinamika kota Jogjakarta bukan pada infrastrukturnya tetapi pada manusianya, setelah dimana mana ia melihat aktivitas penduduk yang bermacam macam. Respon artistik terhadap kota diperlukan atau tidak, harus dijawab sendiri oleh para seniman. Bagaimana seniman dapat memposisikan perannya di tengah publik, dengan berkarya seni tanpa mengabaikan dinamika masyarakat sekitarnya. Jika cara yang dipilih adalah melalui mural, seniman harus mempersepsikan dahulu citra kota yang akan dibangun melalui mural tersebut, harus mempertimbangkan masyarakat mna yang akan merespon sehingga mural bukan sekedar menjadi corat coret sembarangan. Samuel Indratma membuka dengan pernyataan bahwa seringkali seni berebut ruang, dimana kadangkala seniman masih seakan akan saling berebut ruang ruang publik, dengan korporasi, pengelola kota, maupun masyarakatnya sendiri. Asumsi awalnya adalah dari sekitar 876 seniman, hanya terdapat outlet resmi untuk berkesenian sebanyak 12 tempat, dan banyak dari tempat tempat tersebut kini tidak aktif. Ia menampilkan gambar gambar yang menunjukkan aktifitas masyarakat (terutama anak anak) yang selalu cenderung untuk mencari tempat tempat yang lapang untuk saling berinteraksi. Seniman berkarya diruang publik (seni rupa), keluar dari ruang ruang mainstream-nya dengan pertimbangan waktu, aksesibilitas dan pesan yang lebih luas untuk aktualisasi karya - karyanya Ruang ruang di kota selalu menjadi incaran kepentingan bisnis. Low budget promotion seringkali dilakukan melalui mural, diantaranya oleh A-Mild. Kekecewaan masyarakat akhirnya diakibatkan karena keseragaman tampilan mural mural tersebut. Padahal menurut cerita yang diperolehnya dari riset kecil kecilan, penduduk mengharapkan visual visual artistik tersebut dapat menambah kebanggaan mereka terhadap kampung/wilayahnya. Samuel menceritakan pengalamannya saat diajak untuk mengerjakan proyek mural logo A-Mild di seluruh kota Jogjakarta. Saat itu, Ia mengemukakan penolakannya dan menegaskan bahwa proyek proyek semacam itu hanya akan mengurangi animo masyarakat. Belum lagi jika terjadi vandalisme terhadap mural mural yang direncanakan tersebut. Menurutnya, promosi promosi yang merajalela tersebut justru mematikan esensi mural sendiri, dimana cerita cerita mengenai proses terjadinya menjadi beku, dan masyarakat tidak merasa memiliki daerahnya sendiri (merasa asing). Ia menceritakan pengalaman lain saat proyek Mural Sama Sama dikerjakan di jembatan Lempuyangan. Saat itu, mural ditampilkan beragam, dengan cerita dan pesannya masing masing. Kesempatan berikutnya saat me-mural gardu listrik, penduduk sekitar merasa mereka juga harus berperan. Penduduk menawarkan diri untuk membantu, karena mereka merasa memiliki mural tersebut dan tidak ingin hanya menyaksikan hasilnya. Kondisi inilah yang menurutnya harus dipertahankan, karena proses pengerjaan mural akan menjadi lebih menarik setelah ada keterlibatan langsung oleh penduduk.
4 Kecenderungan penduduk dalam menghias daerahnya sendiri menurutnya sudah berlangsung, dengan gaya dan citarasa lokalnya sendiri. Inilah yang seharusnya dikembangkan. Seniman pada akhirnya berperan sebagai fasilitator/ sahabat masyarakat, dengan pengetahuan pengetahuan teknisnya. Ditambahkannya pula, tradisi mural sendiri sudah dimulai sejak zaman purba, dimana saat itu dinding dinding goa dihias dengan gambar gambar yang bercerita. Dekorasi dinding goa tersebut dikerjakan dengan menggambar langsung maupun dengan menyemprotkan warna warna secara langsung pada cetakan tangan dengan mulut (asal mula stencil print). Karenanya, seniman seharusnya tidak merasa sombong dengan teknik teknik yang dikuasainya, melainkan terus memperbaharui konsep karya seninya di ruang publik. Seniman yang bertindak sebagai fasilitator dimungkinkan tidak terlibat secara penuh di lapangan sebagai pelaku, namun harus mampu mewadahi aspirasi penduduk setempat melalui survei survei dan dialog untuk menggali potensi lokal apa yang kemudian bisa ditonjolkan secara visual. Bisa jadi, yang bekerja langsung adalah penduduk sendiri, dengan stimuli stimuli visual dan pembekalan teknis oleh seniman. Saat ini, seniman jangan hanya berkarya mural membabi buta, dengan pertimbangan pertimbangan aksesibilitas maupun kemudahan perijinan saja. Begitupula penyikapan terhadap wilayah wilayah yang memang diharapkan untuk bebas dari visual tertentu, seperti Plengkung Gading. Jangan sampai, mural maupun graffiti memperburuk citra daerah tersebut. Sebagai penutup, Ia menyampaikan data terakhir dari risetnya mencatat keberadaan sekitar 563 mural yang tersebar di 45 kelurahan Kodya Jogjakarta. Giri Subowo. mengemukakan bahwa mural belum terdapat dalam Perda. Namun, pihak instansi sendiri menganggap bahwa mural mural yang selama ini dilakukan sebagai salah satu upaya mempercantik wajah kota Yogyakarta. Ia memaparkan konsep Dinas Tata Kota mengenai pembagian wilayah kota Jogjakarta menjadi enam kawasan, yaitu : A : Jalan Malioboro B : Jalan Magelang C : Jalan Solo D : Kotagede E : Tumbuh Cepat Umbulharjo F : Jalan Bantul Dari pembagian pembagian kawasan tersebut, sesuai Perda No. 06/94, Dinas Tata Kota membagi matriks wilayah menjadi kawasan lindung setempat dan arkeologis, kawasan lindung setempat sepadan sungai, kawasan inti lindung hijau kota, kawasan penyangga alam budaya, dan kawasan budidaya penuh ekonomi, sosial dan budaya. Begitupula untuk pemanfaatan lahannya. Biasanya, perijinan yang diberikan untuk pekerjaan pekerjaan mural kota Jogja ditujukan untuk periklanan maupun mempercantik kota. Untuk pekerjaan mural, Dinas Prasarana Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan
5 Kota, dan Dinas Tata Kota berkumpul untuk membicarakan kawasan mana yang akan dimural. Pada intinya, semua pekerjaan yang dilakukan harus bertujuan untuk mempercantik kota Jogjakarta, bukan membuatnya lebih semrawut. Setelah tiga pembicara bergiliran menyampaikan perspektif mereka, hadirin dipersilakan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan pertama dibuka oleh Toni yang merasa pesimis pada acara ini, karena acara ini seperti mencoba melerai pertarungan sebuah gagasan seni temporer di ruang publik. Menurutnya, acara ini seperti mencoba mendialogkan kepentingan kepentingan yang berbeda beda, yang akhirnya hanya akan melemahkan legitimasii keberadaan mural sendiri, melemahkan radikalisasi seni temporer di tengah masyarakat. Apalagi jika memang akan dibuat Perda tentang mural. Biarkan mural berjalan sendiri, dengan resistensi dan eksistensinya sendiri. Ketika mural menjadi gejala umum, pesannya sudah tidak nyata lagi, hanya pengekoran estetika, tidak ada radikalisasi/penentangan penentangan masyarakat atas kondisi mereka. Pertanyaan hampir senada muncul dari Leo dan Iwan Wijono mengenai sensitifitas seniman dalam mengerjakan mural, dan ketemporeran mural. Bukankah performance art lebih temporer?lebih baik tidak lagi menekankan mural sebagai seni rupa temporer, melainkan pada kolektivitas pengerjaannya. Namun begitu, timbul pertanyaan lain, apakah publik memang lebih terwakili melalui mural?bagaimana seniman menentukan segmennya? Samuel menjelaskan bahwa ketika sifat temporer mural adalah karena mural dapat selalu di update kembali. Publik dapat terwakili melalui proses pra-pengerjaannya melalui upaya komunikasi warga/pembuat kebijakan/seniman untuk menentukan content-nya. Seperti pada workshop dengan warga, bagaimana supaya teknis mural lebih mudah digarap sesuai keinginan warga. Ia menekankan supaya jangan menganggap Inisiatif warga tidak revolusioner/radikal. Terkadang pesan pesan mereka sangat keras, seperti Salatlah kamu, sebelum kamu disalatkan, dsb. Jangan selalu mengartikan revolusioner melalui tangan yang menggenggam ke atas, masih banyak cara baru untuk memulai suatu perjuangan. Tugas seniman sebetulnya adalah untuk mengadvokasi dan menjadi sahabat publik. Samuel menambahkan lagi dengan pengalamannya pada suatu kesempatan dengan warga, stencil tidak menarik karena dapat dilakukan dimana mana. Warga tidak merasa ruangnya menjadi spesial, tidak ada keberagaman. Komodifikasi akan selalu berjalan, seperti dimana mural sudah menjadi umum, tidak bisa dihentikan atau diklaim menjadi milik siapa. Pertanyaan lain timbul oleh Didit, seorang pemerhati lingkungan yang mempertanyakan konsep konsep Dinas Tata Kota maupun perspektif arsitektur sendiri tentang pengelolaan open space. Lantas, bagaimana seharusnya mengatasi permasalahan akibat penumpukan fungsi ruang wilayah? Apakah yang dimaksud kawasan kawasan lindung adalah taman taman kota yang sangat sempit, termasuk tanaman tanaman yang diletakkan disekitar Malioboro, dimana keberadaannya tidak mampu mengatasi polusi yang demikian besar di Malioboro.
6 Mahatmanto mengemukakan bahwa sangat sulit untuk mendeteksi ulang siapa yang bertanggun jawab atas perubahan kota, kembali lagi karena persoalan kota adalah sebagai gagasan, sulit menentukan siapa yang lebih berperan, maupun siapa yang lebih berkepentingan. Sedangkan Giri menjelaskan bahwa setiap tahun Dinas Tata Kota memiliki rencana dan pengusahaan open/green space yang memadai namun tetap ada keterbatasan anggaran dalam pengerjaan teknisnya. Pertanyaan terakhir diajukan oleh Tia, dosen Pasca Sarjana FISIPOL UGM yang mengambil contoh dari Pemerintah Australia yang selalu mengadakan survey kepada masyarakat sebelum memasang suatu media visual/iklan di tempat tempat umum. Ia mempertanyakan ketidak pedulian Pemerintah Jogjakarta yang selalu bisa memasang billboard iklan dimana mana tanpa memepertanyakan persetujuan warga. Ia juga mengemukakan persepsinya tentang ruang publik sebagai ruang imajiner dimana semua orang dapat merasa bebas. Juga mural yang diharapkannya jangan sampai mengakibatkan segregasi kota atau menjadi semacam kompetisi yang tidak sehat antar daerah. Seperti yang terjadi di Chicago, dimana mural yang dibuat di daerah uptown justru menimbulkan ciri bahwa daerah tersbut adalah daerah elit, dan menimbulkan kesenjangan diantara penduduknya. Sarannya untuk Pemerintah adalah agar pemerintah mampu menjadi fasilitator di tengah warga, dan regulasi atas sebuah praktek kebudayaan dibuat bukan atas legal/ilegalnya saja, tetapi juga mempertimbangkan persepsi masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN. Publik, yang berasal dari bahasa Inggris public, bermakna khalayak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Publik, yang berasal dari bahasa Inggris public, bermakna khalayak umum, rakyat umum, orang banyak, yang memiliki persamaan berpikir, perasaan, harapan, dan tindakan
Lebih terperinci[ORAT ORET ARTSPACE] TA 131/53 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Melalui aktivitas berkesenian akan diperoleh banyak hal yang berkait dengan nilainilai yang bermanfaat bagi kehidupan, di antaranya sebagai pemenuhan kebutuhan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya seni mural dikenal sebagai seni visual jalanan (street art), yaitu seni dua dimensi yang dibuat dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya seni mural dikenal sebagai seni visual jalanan (street art), yaitu seni dua dimensi yang dibuat dan ditampilkan pada ruang publik kota. Seni visual jalanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya dunia seni, terlebih lagi seni jalanan atau yang biasa akrab dikatakan steet art, maka tak terelakkan bahwa street art ini sudah mulai memenuhi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Penelitian tentang Mural Publik: Representasi, Transformasi. dan Citra Ruang Publik Kota Yogyakarta menghasilkan
317 BAB V KESIMPULAN Kesimpulan Penelitian tentang Mural Publik: Representasi, Transformasi dan Citra Ruang Publik Kota Yogyakarta menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Tanda dan Makna dalam Mural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada Proses peralihan kepemilikan lahan kosong terjadi sejak akhir 2004 dan selesai pada tahun 2005, dan sejak
Lebih terperinciUpaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI
Lebih terperinciBab IV. Konsep Desain
Bab IV Konsep Desain 4.1 Landasan Teori Untuk mempertimbangkan beberapa hal-hal dan untuk mendukung promo event ini, digunakan metode penelitian kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data-data tertulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir di setiap sudut kota Yogyakarta dapat dijumpai lukisan-lukisan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mural bukan merupakan hal yang baru dan langka di Indonesia. Mural sering dijumpai di gapura-gapura saat perayaan 17 Agustus setiap tahun. Mural merupakan seni kontemporer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlu dilakukan sekaligus, yang meletakkan masyarakat (yang diadvokasi) dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Advokasi seringkali dikaitkan dengan istilah pemberdayaan, keduanya sebenarnya berbeda namun pemberdayaan dan advokasi memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu
Lebih terperinciFormat Proposal Pengadaan Pameran Seni Rupa PAMERAN SENI RUPA. Disusun oleh Nama :. NIS :. Kelas:. Kompetensi Keahlian :.
Format Proposal Pengadaan Pameran Seni Rupa PAMERAN SENI RUPA Disusun oleh Nama. NIS. Kelas. Kompetensi Keahlian. http://preindo.com 1 A. LATAR BELAKANG Dalam suatu pameran karya seni rupa kita selalu
Lebih terperinciLAPANGAN RT 7 DAGO POJOK
AR4141 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERUMAHAN LAPORAN DISKUSI LAPANGAN RT 7 DAGO POJOK Pembimbing : Ir. Tri Yuwono, MT Oleh : Erma Tsania / 15213017 Teresa Zefanya / 15213035
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Galeri Nasional Indonesia (GNI) merupakan salah satu lembaga kebudayaan berupa museum khusus dan pusat kegiatan seni rupa, sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah serta akan membuka hubungan sosial, ekonomi dan budaya antar daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandung merupakan ibukota di provinsi Jawa Barat yang terkenal dengan julukan Kota Kembang. Menurut sejarawan Haryanto Kunto dalam bukunya yang berjudul Wajah Bandoeng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. massa terutama televisi, telah menjadi media penyebaran nilai-nilai dan sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Televisi telah menjadi begitu lazim sehingga hampir tidak pernah memperhatikan apa itu televisi dan apa pengaruhnya. Televisi telah menciptakan sebentuk kemelekan huruf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118
BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.
Lebih terperinciBAB 2 JASA 2.1 Pengertian Jasa 2.2 Karakteristik Jasa
BAB 2 JASA 2.1 Pengertian Jasa Sejumlah ahli pada bidang jasa telah melakukan berbagai upaya dalam tujuan untuk dapat merumuskan definisi jasa, namun demikian hingga saat ini belum ada satu definisi yang
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau
BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Metode Umum Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau tahapan-tahapan dalam merancang, yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pusat kota, terutama kawasan bantaran sungai di tengah kota. Status kepemilikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan pertumbuhan yang kini sedang dirasakan sebagian besar kotakota di Indonesia salah satunya adalah pertumbuhan permukiman informal di kawasan pusat kota,
Lebih terperinci1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No
1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat
Lebih terperincimenciptakan sesuatu yang bemilai tinggi (luar biasa)1. Di dalam seni ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Perkembangan Kegiatan Seni Rupa di Yogyakarta Sejak awal perkembangan seni, Yogyakarta adalah merupakan pusat seni budaya Indonesia, dengan berbagai
Lebih terperinciPERAN PROGRAM SRAWUNG PRAJA RRI SURAKARTA SKRIPSI
PERAN PROGRAM SRAWUNG PRAJA RRI SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Program Srawung Praja Sebagai Media Komunikasi Politik Antara Pemerintah Kota Surakarta dengan Masyarakat) SKRIPSI Untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN
BAB III PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN A. Lokasi Kegiatan Program pengabdian pada masyarakat yang dilakukan di Kelurahan Sukapada merupakan program berkelanjutan yang dimulai sejak bulan Mei 2007. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada peningkatan ekonomi. Orientasi ekonomi membuat aspek sosial dan lingkungan seringkali diabaikan sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan tempat berinteraksi bagi semua orang tanpa ada batasan ruang maupun waktu. Ini merupakan ruang dimana kita secara bebas melakukan segala macam
Lebih terperinci: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI
Ditulis oleh : Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi Pada 08 November 2015 publikasi film SMART? dalam screening mononton pada rangkaian acara Kampung Seni 2015 pukul 20.30
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu daerah otonomi setingkat provinsi yang berada di Indonesia. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modernisasi sangat berpengaruh terhadap tolak ukur maju atau tidaknya keberadaan suatu daerah. Pengaruh tesebut akan muncul dan terlihat melalui sebuah kompetisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya jaman yang semakin maju menyebabkan kebutuhan manusia semakin banyak dan beragam. Setiap tahap pembangunan pasti menimbulkan tuntutan berkelanjutan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.
Lebih terperinciHubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010
Hubungan Arsitektur dan Budaya Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010 Budaya dan Peradaban Budaya: Totalitas dari pola-pola perilaku yang terproyeksikan
Lebih terperincidimana permasalahan perkotaan semakin mencuat ke permukaan. bertemu, melakukan transaksi perdangangan dan jasa. Tempat
M m m m wm ^mm BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN REVITALISASI KAWASAN Upaya untuk menghidupkan kembali suatu kesatuan wilayah yang mempunyai status fungsi lindung dan atau status fungsi budi daya dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. beragam konteks. Cultural Studies, istilah ini diciptakan oleh Richard
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cultural Studies atau kajian budaya adalah studi kebudayaan atas praktek signifikasi representasi, dengan mengeksplorasi pembentukan makna pada beragam konteks. Cultural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang beragam tidak terlepas dari berbagai aktifitas yang membutuhkan tempat untuk mewadahinya. Dalam arsitektur sering dikenal istilah space, atau
Lebih terperinciKOMPLEK GALERI SENI LUKIS di DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR KOMPLEK GALERI SENI LUKIS di DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan
Lebih terperinciPress Release HacJAK 2017 Pemanfaatan Data Ruang Publik untuk Jakarta yang Lebih Adil dan Inklusif
Press Release HacJAK 2017 Pemanfaatan Data Ruang Publik untuk Jakarta yang Lebih Adil dan Inklusif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Hivos South East Asia dan para mitra pendukung lainnya kembali
Lebih terperinciPUSAT SENI DAN KERAJINAN KOTA YOGYAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT SENI DAN KERAJINAN KOTA YOGYAKARTA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK DIAJUKAN OLEH: IGNASIUS
Lebih terperinci1.4 Metodologi Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Interior Seni dan desain (art and design) dipandang sebagai dua elemen menyatu yang tidak terpisahkan. Tiap perkembangan seni selalu diikuti oleh visualisasi
Lebih terperinci1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo. Semarang
1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo Semarang Tipe kegiatan: Peremajaan kota Inisiatif dalam manajemen perkotaan: Penciptaan pola kemitraan yang mempertemukan pendekatan top-down dan bottom-up
Lebih terperinci1.1.1 KONDISI TEMPAT WISATA DI SURAKARTA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Surakarta atau sering disebut dengan nama kota Solo adalah suatu kota yang saat ini sedang berusaha untuk meningkatkan kualitas kota dengan berbagai strategi. Dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan
Lebih terperinciAR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman
Lebih terperinciKAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati
KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi bebas tanpa hambatan tarif maupun non-tarif. Dari total. penduduk Indonesia. Indonesia dengan SDM dan SDA nya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Suatu era dimana terjadinya pasar tunggal dan basis produksi bersama, yang tentunya akan membuat arus
Lebih terperinciMembangun Wilayah yang Produktif
Membangun Wilayah yang Produktif Herry Darwanto *) Dalam dunia yang sangat kompetitif sekarang ini setiap negara perlu mengupayakan terbentuknya wilayah-wilayah yang produktif untuk memungkinkan tersedianya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Keunikan yang dimiliki Indonesia tak hanya merupakan negara yang terdiri dari ribuan pulau, namun juga
Lebih terperinciKONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL Oleh : Adisti Bunga Septerina I.0208090s FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB II. KONSEP PENCIPTAAN. kaki yang lainnya (https://en.wiktionary.org/wiki/cross-legged). Dimana
BAB II. KONSEP PENCIPTAAN A. Sumber Penciptaan 1. Crossed leg Crossed leg secara harfiah memiliki arti menyilangkan kaki diatas kaki yang lainnya (https://en.wiktionary.org/wiki/cross-legged). Dimana menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia sepanjang hidupnya dan dapat terjadi kapan di mana saja, proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses yang kompleks yang dialami setiap manusia sepanjang hidupnya dan dapat terjadi kapan di mana saja, proses pendidikan diselenggarakan
Lebih terperinciPEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)
PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Piramida Hirarki Kebutuhan (Sumber : en.wikipedia.org)
Bab 1 Pendahuluan - 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Masyarakat perkotaan sebagai pelaku utama kegiatan di dalam sebuah kota, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
Lebih terperincipergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gending Karatagan wayang adalah gending pembuka pada pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah mendorong setiap daerah untuk menggali
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK DAN SUBYEK PENELITIAN. lainya berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak antara 110 o 24 I 19 II sampai
1 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta sebagai ibukota Provinsi DIY adalah satu-satunya daerah tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN CENGKARENG OFFICE PARK LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pembangunan JORR W1 yang menghubungkan Kebon Jeruk dan Penjaringan memberikan dampak positif dan negatif bagi kawasan di sekitarnya. Salah satu dampak negatif yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat
BAB I PENDAHULUAN I.LATAR BELAKANG 1.1 Kelayakan Proyek Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat menjanjikan bagi perkembangan daerah-daerah di Indonesia, apalagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perairan merupakan salah satu sarana dan wadah yang vital bagi manusia dari dulu hingga sekarang. Sejarah perkembangan daerah-daerah urban di berbagai penjuru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini isu mengenai Global Warming dan keterbatasan energi kerap menjadi perbincangan dunia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui kelompok penelitinya yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Penataan Lingkungan Permukiman : Berbasis : Komunitas :
BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perancangan Dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang diangkat adalah Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas di Desa Jomblang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang Kaki Lima dahulu dikenal dengan pedagang emperan jalan dan kemudian disebut pedagang kaki lima. Saat ini, istilah pedagang kaki lima digunakan untuk menyebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya perkembangan kota, membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai aktivitas masyarakat kota. Meningkatnya aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang terkenal dengan gudegnya, masyarakatnya yang ramah, suasana yang damai tentram, nyaman dapat dirasakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pertumbuhan Kawasan Kota dan Permasalahannya Kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat
Lebih terperinciEvaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE
BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE Pemograman merupakan bagian awal dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan analisis dalam kaitan upaya pemecahan masalah desain. Pemograman dimulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan fungsi baru untuk menunjang ragam aktivitas
Lebih terperinciSayembara Design Pasar Desa Sumberejo Demak
Sayembara Design Pasar Desa Sumberejo Demak Draft by Zahra Mustafafi Diselenggarakan Oleh: Yayasan Semangat Membangun Indonesia Hebat (SMIH) Bersama dengan Pemerintah Desa Sumberejo, Demak Disponsori Oleh:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HAKIKAT PASAR KERAJINAN DAN SENI
BAB II TINJAUAN HAKIKAT PASAR KERAJINAN DAN SENI 2.1 PENGERTIAN PASAR KERAJINAN DAN SENI Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan penawaran bertemu ( http://id.wikipedia.org/ : 7/9/2009
Lebih terperincidiakui keberadaannya didunia. bahkan ditahun 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada tanaman hias yang cukup tinggi. Namun akibat kebijakan
B A B. I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara penghasil tanaman hias yang diakui keberadaannya didunia. bahkan ditahun 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada
Lebih terperinciBAB I GALERI SENI RUPA DI YOGYAKARTA
BAB I GALERI SENI RUPA DI YOGYAKARTA A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Dalam sejarah kehidupan manusia seni atau karya seni sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. kebutuhan akan seni
Lebih terperinciCATATAN RISALAH AANWIJZING SAYEMBARA KONSEP DESAIN ARSITEKTUR PRAMBANAN HERITAGE HOTEL AND CONVENTION
CATATAN RISALAH AANWIJZING SAYEMBARA KONSEP DESAIN ARSITEKTUR PRAMBANAN HERITAGE HOTEL AND CONVENTION [SAYEMBARA KONSEP DESAIN PENGEMBANGAN ZONA III-V KAWASAN PRAMBANAN] 13 APRIL 2013 K A N T O R PT. TAMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju
Lebih terperinci3.1. METODOLOGI PENDEKATAN MASALAH
BAB III METODOLOGI 3.1. METODOLOGI PENDEKATAN MASALAH Pendekatan analisis biasanya dilakukan dalam pembuatan suatu model pendekatan dengan penyederhanaan realita yang ada (masalah yang ada beserta parameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitek pada jaman ini memiliki lebih banyak tantangan daripada arsitekarsitek di era sebelumnya. Populasi dunia semakin bertambah dan krisis lingkungan semakin menjadi.
Lebih terperinciIntegrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Wajah kota Yogyakarta yang tampak seiring berkembangnya fasilitas komersial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wajah kota Yogyakarta yang tampak seiring berkembangnya fasilitas komersial yang mewadahi kegiatan perdagangan kini telah mendapat sentuhan gaya hidup urban karena
Lebih terperinciBAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam
Lebih terperinci2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK 1
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK 1 Olah raga merupakan salah satu cara untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain menyehatkan tubuh, olah raga juga dapat menjauhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, produsen suatu produk barang atau jasa (organisasi/perusahaan) harus benar-benar memperhatikan konsumen yang ingin dituju. Hal ini dikarenakan saat ini pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di perkotaan yang sangat cepat seringkali tidak memperhatikan kebutuhan ruang terbuka publik untuk aktivitas bermain bagi anak. Kurangnya ketersediaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anak adalah generasi yang akan meneruskan kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam suatu negara. Dalam Keputusan Presiden RI no 36 tahun 1990 tentang Pengesahan
Lebih terperinci