Studi komparasi warisan anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum perdata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi komparasi warisan anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum perdata"

Transkripsi

1 Studi komparasi warisan anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum perdata Penulisan Hukum (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Muh Rasyid Ridha E FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

2 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak masing-masing yang berbeda, membutuhkan hukum yang mengatur kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat tersebut. Oleh karena itu dibentuklah berbagai peraturan hukum yang mengatur berbagai hal yang terjadi sepanjang kehidupan manusia yaitu sejak lahir hingga kemudian kematian merenggutnya. Mengenai hal ini secara eksplisit terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara butir 1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu harus berdasarkan pada hukum yang berlaku di negara RI. Tuhan menciptakan manusia ini saling berpasang-pasangan dengan tujuan agar manusia itu sendiri merasa tenteram dan nyaman serta untuk mendapatkan keturunan demi kelangsungan hidupnya. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia membentuk sebuah lembaga perkawinan. Di Indonesia sendiri perkawinan adalah sesuatu hal yang sakral dan agung. Dengan adanya perkawinan tersebut maka diharapkan dapat membentuk sebuah keluarga yang sejahtera, karena di dalam keluarga dapat menciptakan generasi yang sehat lahir dan bathin. Generasi yang sehat itu nantinya akan dapat menciptakan sumber daya manusia yang tangguh dan handal sehingga dapat memajukan kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum bagi kesejahteraan dan kelangsungan hidup keluarga serta peraturan hukum yang tegas tentang perkawinan. Perkawinan merupakan usaha untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dan melindungi nasab. Namun terkadang perlindungan tersebut seringkali ternoda dengan adanya suatu perzinaan atau hubungan diluar nikah. Seringkali hubungan tersebut menghasilkan suatu keturunan yang tidak sah yang tentunya keturunan yang dari

3 hasil perzinaan tersebut mempunyai kedudukan dalam hukum yang berbeda pula dengan kedudukan terhadap anak sah. Oleh karena itu anak luar kawin sebagai hasil dari suatu perzinaan yang dilakukan oleh kedua orangtuanya tidak akan mendapat haknya sebagimana hak yang didapat oleh anak sah terutama dalam hal kewarisan, anak luar kawin tidak akan bisa mendapatkan warisan dari orangtua biologisnya sebelum ada pengakuan dari orangtua biologisnya. Padahal anak luar kawin tersebut bukan menjadi keinginannya untuk dilahirkan dari hasil perbuatan zina. Padahal menurut Islam anak yang dilahirkan itu dalam keadaan suci walaupun berasal dari perbuatan zina, hanya perbuatan yang dilakukan oleh orangtuanyalah yang haram. Sebenarnya undang-undang telah memberikan suatu perlindungan mengenai anak luar kawin tersebut terutama dalam hal pewarisan. Dengan perkembangan jaman yang sangat cepat ternyata mempunyai pengaruh terhadap pergaulan para muda-mudi yang saat ini mempunyai pergaulan yang luas dan cenderung bebas. Pergaulan-pergaulan tersebut sering kali membawa pada halhal yang negatif yang tidak sesuai dengan norma orang timur. Norma-norma agama dan hukum sudah tidak ditaati lagi, bahkan tidak jarang ada yang melahirkan anak yang disebabkan karena hubungan yang terlalu bebas diantara muda-mudi tersebut. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum di bidang Perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang dilanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu (Erman Suparman, 2005: 9). Hukum waris Indonesia masih bersifat plutralistik artinya belum ada kesatuan (kodifikasi) hukum waris yang dapat diterapkan secara menyeluruh terhadap

4 masyarakat Indonesia. Hukum waris di Indonesia saat ini berlaku tiga sistem hukum waris yakni hukum waris Islam, hukum waris Perdata, hukum waris Adat. Sehingga dengan masih berlakunya tiga sistem hukum kewarisan tersebut diatas maka setiap penduduk Indonesia menggunakan aturan hukum yang berbeda-beda dalam menentukan pembagian warisan tergantung dari hukum yang dianutnya sendirisendiri (Wirjono Prodjodikoro, 1983: 18). Sedangkan menurut pendapat R. Subekti yang dikutip dari buku karangan Surani Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah bahwa hukum waris Indonesia masih beraneka ragam disamping hukum waris menurut adat, berlaku hukum waris menurut agama Islam dan hukum waris menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Surani Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, 2005:2). Dari ketiga sistem hukum yang mengatur tentang waris tersebut tentunya mempunyai sumber hukum yang berbeda antar satu dengan yang lain. Waris Islam yang berasal dari hukum Islam tentunya mempunyai sumber hukum pokok yang sama dengan sumber hukum Islam itu sendiri sehingga hukum waris Islam sendiri bersumber dari Al-Qur`an, Hadits dan Ijtihad. Sedangkan dalam hukum Perdata bersumber dari Kitap Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketiga sistem hukum warisan tersebut diatas maka hanya hukum waris Islam dan hukum waris Perdatalah yang sudah mengatur secara terperinci mengenai bagian-bagian yang diterima oleh setiap ahli waris. Hal ini dapat kita lihat dalam terdapatnya aturan yang mengatur secara jelas dan terperinci yang mengatur tentang warisan, dalam hukum Perdata hukum kewarisan diatur dalam buku ke II Kitap Undang-Undang Hukum Perdata sedangkan dalam hukum Islam Al-Qur`an pun telah mengaturnya yakni dalam Surat An Nisa` dari ayat 1, 7, 8, 9, 10, 11, 12 serta dalam surat Al-Anfal ayat 75. Sedangkan dalam hukum waris adat karena merupakan bagian dari hukum adat yang mana hukum adat yang terdapat di Indonesia saling berbedabeda antara satu dengan yang lain maka pengaturan terhadap pembagian warisan pun juga berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain yang didasarkan pada sistem

5 kekeluargaan yang dianut apakah menggunakan sistem patrilineal, sistem matrilineal, ataupun menggunakan sistem parental. Maka sistem hukum waris Islam dan sistem waris Perdatalah yang dapat digunakan sebagai acuan perbandingan hukum kewarisan. Dalam sistem kewarisan di Indonesia anak mempunyai kedudukan yang diutamakan dibandingkan ahli waris yang lain baik itu menurut sistem hukum Islam, Perdata ataupun hukum adat oleh karena mereka pada hakekatnya merupakan satusatunya golongan ahli waris, artinya lain-lain sanak keluarga tidak menjadi ahli waris apabila si pewaris meninggalkan anak (Wirjono Prodjodikoro, 1983: 33). Namun dalam hal suatu warisan dapat terjadi konflik apabila terdapat anak luar kawin yang dapat menjadi ahli waris. Hal ini dapat menjadi konflik mengingat bahwa anak luar kawin tersebut juga merupakan anak biologis dari orangtuanya walaupun anak luar kawin tersebut dihasilkan saat keduanya tidak sedang terikat secara sah menurut hukum perkawinan yang berlaku. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah adalah bukan anak yang sah, sehingga membawa konsekuensi dalam bidang perwarisan. Sebab anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Mengingat antara anak sah dan tidak sah (anak luar kawin) yang menjadi perbedaan adalah mengenai konsekuensinya terhadap hukum yang berhubungan antara orangtua dengan anaknya. Bukan dalam hak-hak sipil (untuk hak-hak sipilnya, tetap bisa di dapat apabila, ibu bisa mendapatkan akta kelahiran sianak walaupun di luar nikah, terhadap si anak dari Dinas Kependudukan dan catatan Sipil setempat). Ketidakjelasan status si anak luar kawin di muka hukum, mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya. Oleh karena itu sudah menjadi hak bagi si anak luar kawin untuk menuntut hak dalam mendapatkan warisan dari orangtua biologisnya.

6 Dalam hukum waris Islam dan hukum waris Perdata telah diatur mengenai warisan bagi anak luar kawin secara berbeda-beda sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh hukum waris Islam dan hukum waris Perdata yang tentunya bersendikan terhadap keadilan. Oleh karena itu untuk memberikan gambaran terhadap keadilan terhadap pembagian warisan terhadap anak luar kawin maka perlulah diadakan penelitian mengenai hal tersebut. Sehubungan dengan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian dalam rangka penulisan hukum dengan judul STUDI KOMPARASI WARISAN ANAK LUAR KAWIN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA B. Perumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kedudukan anak luar kawin di dalam hukum waris Islam dan hukum waris Perdata? 2. Bagaimanakah pembagian warisan anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum Perdata? 3. Bagaimanakah penggantian tempat warisan terhadap anak luar kawin dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan adanya tujuan tersebut dapat dicapai solusi atas masalah yang dihadapi, maupun untuk memenuhi kebutuhan perseorangan. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

7 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui kedudukan anak luar kawin di dalam hukum waris Islam dan hukum waris Perdata. b. Untuk mengetahui pembagian warisan anak luar kawin menurut hukum waris Islam dan hukum waris Perdata. c. Untuk Mengetahui penggantian tempat warisan terhadap anak luar kawin dalam hukum Islam dan hukum Perdata 2. Tujuan Subjektif a. Untuk mengetahui dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pemahaman penulis tentang warisan anak luar kawin menurut hukum Islam waris dan hukum waris Perdata b. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. D. Manfaat Penelitian Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum waris Islam dan hukum waris Perdata

8 b. Memberikan wawasan dan pengetahuan tentang warisan anak luar kawin menurut hukum waris Islam dan hukum waris Perdata 2. Manfaat Praktis a. Memberi jawaban terhadap permasalahan yang akan diteliti b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti sehingga tidak ada keraguan lagi mengenai aspek hukumnya, baik dari hukum Perdata maupun hukum Islam. E. Metode Penelitian Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai perspektif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud, 2006: 35). Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang berdasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan teratur dan terpikirkannya alur yang runtut dan baik untuk mencapai suatu maksud. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji,

9 kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hal ini sesuai dengan pandangan Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup (Soerjono Soekanto 2007:13-14): a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematik hukum c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal d. Perbandingan hukum e. Sejarah hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini termasuk ke dalam tipe penelitian perbandingan hukum, yaitu perbandingan waris anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum Perdata. Kedua jenis hukum ini diperbandingkan karena berasal dari dua rumpun sistem hukum yang berbeda. 2. Sifat Penelitian Menurut Holland dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki ruang lingkup perbandingan hukum terbatas pada penyelidikan secara deskriptif (Peter Mahmud Marzuki: 2006: 132): Sedangkan menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Maksud

10 dari penelitian deskriptif adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama di dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto: 2006:10). Merujuk pada hal tersebut maka penelitian ini termasuk kedalam penelitian normatif yang bersifat deskriptif karena menggambarkan secara detail tentang pengaturan warisan bagi anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum Perdata. 3. Jenis Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records), yaitu dokumen peraturan perundangan yang berkaitan dengan warisan terhadap anak luar kawin. Disamping jenis data yang berupa undang-undang negara maupun peraturan pemerintah, penulis juga memperoleh data dari beberapa jurnal, bukubuku referensi, internet dan media massa yang mengulas tentang warisan anak luar kawin. 4. Pendekatan Penelitian Dalam hal ini pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perbadingan yang dilakukan dengan membandingkan sistem hukum Islam dan Perdata dalam hal pengaturan warisan bagi anak luar kawin. Menurut Gutteridge yang dikutip dari buku karangan Peter Mahmud Marzuki perbandingan hukum merupakan suatu metode studi dan penelitian hukum ( Peter Mahmud Marzuki: 2006, 132).

11 5. Sumber Data Sumber data merupakan tempat dimana dan kemana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records). Dalam bukunya Soejono Soekanto bahwa sumber hukum sekender dalam bidang hukum dibagi menjadi tiga yakni: a. Bahan hukum Primer adalah sumber hukum yang mengikat yang terdiri dari: 1) Norma atau kaidah dasar yaitu pembukaan Undang-Undang Dasar ) Peraturan dasar yaitu batang tubuh UUD 1945 dan ketetapan MPR 3) Peraturan perundang-undangan a) Undang-undang dan peraturan yang setaraf b) Peraturan pemerintah dan pearturan yang setaraf c) Keputusan presiden dan peraturan yang setaraf d) Keputusan menteri dan peraturan yang setaraf e) Peraturan-peraturan daerah 4) Bahan hukum tidak terkodifikasi 5) Yurisprudensi 6) Traktat 7) Bahan hukum dari zaman kolonial yang sampai sekarang masing digunakan yakni KUHPerdata

12 b. Bahan hukum sekender merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer: 1) Rancangan peraturan perundang-undangan 2) Hasil karya ilmiah para sarjana 3) Hasil penelitian c. Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekender, misalnya kamus, ensiklopedia hukum, bahan dari internet, dan lain-lain. Sedangkan sumber hukum Islam dengan mengacu pada pendapat dari Soerjono Soekanto dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Bahan hukum Primer bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari: 1) Al-Qur`an Adalah sumber hukum Islam yang utama. Didalamnya termuat aturanaturan hukum dasar yang masih harus dikembangkan dan diteliti lagi. Al- Qur`an sebagi sumber hukum utama bagi umat Islam terdiri dari 30 juz, 114 surat, dan 6666 ayat 2) Al-Hadits Al-hadits merupakan sumber hukum paling utama kedua setelah Al- Qur`an, didalam As-Sunnah terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Al- Qur`an. 3) Kompilasi Hukum Islam

13 b. Bahan hukum sekender Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Dalam hukum Islam hal ini dapat dicontohkan yakni pendapat para sahabat dan ulama, mazhab-mazhab, serta hasil penelitian c. Bahan hukum tersier Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekender, misalnya kamus, ensiklopedia hukum, bahan dari internet, dan lain-lain. 6. Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan perundangan, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk kemudian dikategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan. 7. Teknik Analisis Data Penulis akan menggunakan teknik analisis isi (content analysis) yaitu suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis ini mencakup prosedur-prosedur khusus untuk pemprosesan data ilmiah (bahan hukum). Menurut Ole R. Holsti sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto, content analysis sebuah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi dengan mengidentifikasi secara sistematik dan obyektif karakteristikkarakteristik khusus ke dalam sebuah teknik (Oleh R. Holsti dalam Soerjono Soekanto, 2006: 22).

14 Dalam penulisan hukum ini penulis berusaha untuk mendiskripsikan isi dari peraturan, mengidentifikasikan, dan mengkompilasikan data-data terkait dengan warisan anak luar kawin dalam hukum Islam dan hukum Perdata yang disesuaikan dengan alur pikiran sehingga dapat ditemukan suatu hubungan yang mengarah pada pembahasan yang dapat menghasikan kesimpulan. F. Sistematika Penelitian Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bab untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini berisi kerangka teori yang terdiri dari tinjauan tentang hukum, tinjauan tentang hukum Islam, dan tinjauan tentang hukum perdata, serta berisi kerangka pemikiran penulis mengenai permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum ini. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yakni mengenai bagaimanakah kedudukan anak luar kawin di dalam hukum waris Islam dan hukum waris Perdata serta bagaimanakah pembagian

15 warisan anak luar kawin menurut hukum Islam dan hukum Perdata. Dan bagaimana penggantian tempat warisan terhadap anak luar kawin dalam hukum Islam dan hukum Perdata. BAB IV PENUTUP Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran. DAFTAR PUSTAKA

16 1. Tinjauan Tentang Hukum a. Pengertian Hukum BAB II. TINJAUAN PUSTAKA F. Kerangka Teori Manusia secara kodratnya selalu membutuhkan manusia lain untuk bisa terus hidup dengan alasan tersebut Aristoteles menyatakan manusia itu adalah Zoon Politicon. Dalam melakukan hubungan dengan manusia lain tersebut maka manusia perlu adanya suatu aturan yang mengatur terhadap hubungan tersebut yang memberikan kepada manusia bagaimana ia harus bertindak dan bertingkah laku didalam masyarakat. Maka dari itu dibentuklah norma hukum yang mengatur tentang perilaku manusia dalam hubungan masyarakat. Hukum merupakan salah satu norma dari ke empat norma yang lain paling ditaati oleh masyarakat, mengingat hanya norma hukumlah yang mempunyai daya paksa yang dapat diberlakukan secara riil kepada masyarakat. Banyak pendapat dari ahli hukum yang memberikan pengertian tentang hukum diantaranya: Plato memberikan pengertian hukum sebagai sistem peraturanperaturan yang teratur yang tersusun baik yang mengikat masyarakat. Menurut Aristoteles hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tapi juga hakim. M.H. Tirtaamidjata hukum adalah semua aturan yang harus diturut dalam tingkah laku dan tindakan dalam pergaulan hidup dengan anacaman mesti mengganti kerugian bila melanggar itu yang akan membahayakan diri sendiri, atau harta,umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaanya, didenda, atau sebagainya (Ishaq: 2008, 2-3).

17 Mengenai tujuan hukum dalam rangka mengatur kehidupan masyarakat yakni hukum secara garis besar ada tiga teori yang dapat menjelaskan tentang tujuan hukum (Ishaq: 2008, 8-9): 1) Teori Etis Teori beranggapan hukum ditempatkan pada perwujudan keadilan yang semaksimal mungkin dalam tata tertip masyarakat, dalam arti kata hukum semata-mata hanya bertujuan keadilan. Keadilan berarti pemeliharaan tata hukum positif melalui penerapannya yang betul-betul sesuai dengan jiwa dari tata hukum tersebut. 2) Teori Utilitis Tujuan hukum adalah memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi kepada manusia. Hal ini dilatarbelakangi karena hukum barulah sesuai dengan daya guna atau bermanfaat apabila telah memberikan kebahagian tanpa harus mempedulikan keadilan. 3) Teori gabungan Teori tujuan hukum ini merupakan gabungan dari teori utilitis dan teori etis sehingga hukum bertujuan untuk memberikan kebahagiaan yang disertai dengan keadilan. Hukum bekerja dengan cara membatasi tingkah laku manusia, maka dari itu untuk menjalankannya diperlukan fungsi dari hukum itu sendiri, yakni (Ishaq: 2008, 11): 1) Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga masyarakat untuk berperilaku;

18 2) Pengawasan atau pengendalian sosial; 3) Rekayasa sosial; 4) Penyelesaian sengketa. b. Hukum dan keadilan Keadilan dalam hukum secara harfiahnya mempunyai makna yang sempit yakni apa yang sesuai dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar hukum dianggap tidak adil. Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan untuk memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut kejahatan maka harus dilakukan pengadilan yang akan melakukan pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang melakukan pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut (Wahyu Kuncoro, diakses tanggal 2 februari 2009, WIB). Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subyek hukum dalam lalu lintas hukum. Normanorma hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya persoalan hak dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya ada dalam keseimbangan konsep hukum dan keadilan. 2. Tinjauan Tentang Hukum Islam a Tinjauan hukum Islam 1) Ruang Lingkup Hukum Islam

19 Islam merupakan ajaran Allah SWT yang mengatur seluruh bidang kehidupan manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. Salah satu bidang yang diatur adalah hukum. Hukum Islam mempunyai karakteristik yang berbeda dengan hukum-hukum lain yang ada di dalam masyarakat. Menurut pendapat Abu Ishaq as Satibi yang dikutip dari buku karangan M. Daud Ali tujuan hukum Islam adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dengan terpeliharanya kelima tujuan tersebut, manusia akan mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat (M. Daud Ali, 1998:192). Membicarakan tentang hukum Islam, tidak terlepas dari beberapa hal diantaranya pembahasan mengenai sumber hukum Islam, asas-asas, lingkup masalah atau pembidangan dalam hukum Islam. a) Sumber Hukum Islam Validitas yang khas dari hukum Islam adalah bahwa ia menjadi manifestasi kehendak Tuhan, yang pada waktu tertentu dalam sejarah, mengungkapkannya kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW karena itu, hukum Islam tidak menyandarkan diri pada otoritas pembuat hukum duniawi manapun. Sumber hukum Islam disamping Al-Qur an adalah ketetapan-ketetapan Nabi SAW yang merefleksikan penerapan aturan-aturan, prinsip-prinsip dan perintah-perintah yang sudah dikemukakan dalam Al-Qur an. Sumber Hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Mengenai sumber hukum Islam, ada beberapa pendapat dikalangan para ulama. Menurut Muaz bin Jabal sumber hukum Islam ada tiga yaitu Al Qur an, As Sunnah atau Al Hadits, dan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad (Ar Ra yu). Sedangkan menurut Imam Syafi i dalam kitab Al Risalah, sumber hukum Islam ada empat yaitu Al Qur an, As Sunnah atau Hadits,

20 Ijma, dan Qiyas. Dari dua pendapat mengenai sumber hukum Islam dapat disimpulkan bahwa sumber hukum Islam adalah Al Qur an, As Sunnah atau Hadits dan akal pikiran (Ar Ra yu) manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad (M. Daud Ali, 2002:71-75). (1) Al Qur an Al Qur an adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama. pada garis besarnya Al Qur an menjelaskan berbagai aspek kehidupan manusia, baik behubungan manusia dengan Tuhannya atau hubungan manusia dengan manusia atau dengan makhluk tuhan yang lain. Soal-soal pengaturan tersebut berkenaan dengan akidah, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, kisah-kisah umat terdahulu, berita tentang zaman yang akan datang, prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dan lain-lain. (2) As Sunnah atau Al Hadits As Sunnah atau Al Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur an, yaitu berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi liyah), dan sikap diam atau ketetapan (sunnah taqririyah) Rasulullah. (3) Akal pikiran (Ra yu) Sumber hukum Islam yang ketiga adalah akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan yang ada untuk memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam Al Qur an, kaidah-kaidah hukum yang bersifat umum yang terdapat dalam Sunnah Nabi dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang dapat diterapkan

21 pada suatu kasus tertentu (M Daud Ali, 1998:101). Akal adalah kunci untuk memahami agama, ajaran dan hukum Islam karena itu, akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad yang menjadi sumber hukum Islam yang ketiga, atau dalam kepustakaan disebut Ar Ra yu atau ijtihad. Adapun metode atau cara untuk melakukan ijtihad antara lain: (M. Daud Ali, 1998: ): (a) Ijma (konsensus) yaitu persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa atau dapat dikatakan juga sebagai persetujuan atau kesesuaian pendapat di suatu tempat mengenai tafsiran ayatayat (hukum) tertentu dalam Al-Qur an; (b) Qiyas (deduksi analogi) artinya penalaran secara analogis, dengan menggunakan analogi-analogi masa lalu dan keputusan-keputusan yang dihasilkannya menjadi preseden dari setiap situasi baru, atau juga diartikan dengan menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al Qur an dan Sunnah atau Hadits dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam Al Qur an dan Sunnah karena persamaan illat (penyebab atau alasan). Dalam aplikasi qiyas meliputi perbandingan antara dua hal dengan maksud menilai suatu hal dari sudut pandang hal lainnya; (c) Isti dal yaitu menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan, misalnya menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam; (d) Al masalih mursalah yaitu cara menemukan hukum tentang suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya dalam Al Qur an

22 maupun Sunnah berdasarkan pertimbangan kemaslahatan atau kepentingan umum; (e) Istihsan yaitu cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial; (f) Istihsab yaitu menetapkan hukum tentang suatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang mengubahnya; (g) Urf atau adat istiadat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat dikukuhkan dan berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan. b) Asas-Asas Hukum Islam Konsep hukum antara hukum dalam Islam berbeda dengan hukum lainnya. Sehingga ada aspek-aspek dan asas-asas yang harus dipenuhi yang menjadikan ciri khasnya. Apabila kata asas dihubungkan dengan hukum, maka yang dimaknai asas adalah kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Dalam garis besar mengenai asas hukum Islam dapat dibagi menjadi tiga yaitu (M. Daud Ali, 1998: ): (1) Asas-asas umum Asas umum adalah asas yang meliputi semua bidang dan segala lapangan hukum Islam yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

23 (2) Asas-asas dalam lapangan hukum pidana Asas-asas dalam lapangan hukum pidana Islam antara lain legalitas, larangan memindahkan kesalahan pada orang lain, dan praduga tidak bersalah. (3) Asas-asas dalam lapangan hukum perdata Asas-asas dalam lapangan hukum perdata Islam antara lain kebolehan atau mubah, kemaslahatan, kebebasan dan kesukarelaan, menolak mudharat dan mengambil manfaat, kebajikan, kekeluargaan, adil dan berimbang, mendahulukan kewajiban daripada hak, larangan merugikan diri sendiri dan orang lain, kemampuan berbuat, kebebasan berusaha, mendapatkan hak karena usaha dan jasa, perlindungan hak, hak milik berfungsi sosial, beritikad baik, risiko dibebankan pada benda atau harta, tidak pada tenaga atau pekerja, mengatur sebagai petunjuk, dan perjanjian tertulis atau diucapkan di depan saksi. c) Lingkup Masalah Hukum Islam Dari segi materi lingkup masalah, hukum Islam mencakup hukum ibadah dan hukum muamalat. Hukum Ibadah mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, hukum ini tidak terdapat pada hukum positif yang lain. Sedangkan hukum muamalah yaitu yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, benda dan alam semesta mencakup bidang tentang hukum keluarga, pidana, acara, ketatanegaraan, hubungan antar negara, serta ekonomi dan perdagangan.

24 Waris dalam Islam di kenal dengan Fardh secara syar'ie adalah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris. Dalam Islam kedudukan ilmu waris sangatlah tinggi oleh karena terdapat Hadits Nabi SAW Dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW (Sayyid Sabiq, 1986: 2): Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah Faroidh dan ajarkanlah kepada manusia. Karena aku adalah orang yang akan mati, sedang ilmupun akan diangkat. Hampir saja dua orang berselisih tentang pembagian warisan dan masalahnya tidak menemukan seorang yang memberitahukannya kepada keduanya. 1) Dasar atau sumber hukum waris Islam Seperti halnya dalam hukum Islam sumber waris Islam juga bersumber pada Al Qur an, As Sunnah atau Hadits dan akal pikiran (Ar Ra yu) manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad. Adapun sumber waris Islam adalah (Ahmad Azhar, 1999: 11):: a) Al Qur an Sebagai sumber hukum waris yang utama ada beberapa ayat-ayat Al- Qur`an yang mengatur tentang pembagian warisan terdapat dalam Surat An Nisa` dari ayat 1, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 176 serta dalam surat Al-Anfal ayat 75 yang dalam ayat-ayat tersebut disebutkan secara terperinci mengenai bagian yang diterima dari ahli waris. b) Sunnah Muhammad Rasulullah S.A.W Walaupun dalam Al-Qur`an telah disebutkan mengenai bagian-bagian ahli waris secara lengkap namun dalam Sunnah Rasul SAW juga disebutkan tentang bagian-bagian ahli waris diantaranya hadits riwayat Bukhari dan Muslim mengajarkan bahwa ahli waris laki-laki yang

25 lebih dekat kepada pewaris lebih berhak atas sisa warisan yang setelah diambil bagian ahli waris yang mempunyai bagian-bagian tertentu. c) Ijtihad Dalam hal-hal tertentu terdapat suatu masalah dalam waris yang tidak terperincikan dalam Al Qur an dan As Sunnah atau Hadits maka dari itu sudah menjadi tugas manusia untuk menggunakan akal pikirannya untuk berijtihad. Contoh ijtihad dalam waris adalah mengenai bagian dari seorang banci, harta warisan yang tidak habis terbagi lalu kepada siapa sisa tersebut diberikan. 2) Asas kewarisan Islam Sebagai hukum yang bersumber dari Al Qur an, As Sunnah atau Hadits hukum kewarisan Islam mengandung asas yang berlaku dalam waris Islam tersebut. Asas hukum waris Islam sendiri berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh penerima, kadar jumlah harta yang diterima dan waktu peralihan harta warisan tersebut. Kelima asas tersebut adalah (Amir Syarifuddin, 2004: 16): a) Asas Ijbari Penggunaan akan asas ini mengadung pengertian bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketentuan Allah SWT tanpa tergantung pada kehendak dari pewarisan atau permintaan dari ahli warisnya. Dengan asas ini pewaris sebelum ia meninggal ia tidak dapat menolak, peralihan harta tersebut apapun kemauan dari pewaris

26 terhadap harta tersebut maka kemauannya dibatasi oleh ketentuan Allah SWT; b) Asas Bilateral Mengandung pengertian bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah, hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat keturunan laki-laki dan pihak kerabat perempuan. Yang menjadi dasar asas bilateral ini adalah firman Allah SWT dalam surat An- Nisa` ayat 7, 11, 12, 176; c) Asas Individu Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dengan arti bahwa harta warisan dapat dibagi untuk dimiliki secara perseorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri tanpa harus terikat dengan ahli waris lain. Menghilangkan bentuk individualnya dengan jalan mencampuradukan harta warisan tanpa perhitungan dan dengan sengaja menjadikan hak kewarisan itu bersifat kolektif maka hal ini berarti telah menyalahi ketentuanketentuan yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan pelakunya terkena sanksi yakni dosa besar; d) Asas Keadilan Berimbang Dalam kewarisan hukum Islam asas keadilan berimbang ini dapat terlihat dalam pewarisan Islam perbedaan gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam. Ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh saat menerima hak, memang tidak terdapat kesamaan hal itu menurut Islam bukan tidak adil melainkan dalam Islam keadilan tidak

27 hanya diukur berdasarkan jumlah yang didapat saat menerima warisan melainkan juga dikaitkan kepada penggunaan dan kebutuhan. Secara umum laki-laki lebih membutuhkan banyak materi dari pada perempuan hal ini dikarenakan pria memikul kewajiban ganda yaitu untuk dirinya sendiri beserta keluarganya; e) Asas Semata Akibat Kematian Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam hukum Islam hanya mengenal pewarisan yang didasarkan pada akibat kematian atau dalam hukum Perdata disebut sebagai pewarisan ab intestato dan dalam Islam tidak dikenal pewarisan karena wasiat yang dilakukan oleh pewaris sebelum meninggal. Karena dalam Islam wasiat merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan terpisah dengan waris. 3) Syarat dan sebab mendapat warisan Dalam Islam syarat waris haruslah dipenuhi untuk dapat dilaksanakannya suatu pewarisan. Syarat-syarat waris juga ada tiga: a) Pertama: Meninggalnya pewaris yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki ataupun secara hukum ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh seluruh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaannya; b) Kedua: Masih hidupnya para ahli waris maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syariat benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi;

28 c) Ketiga: Diketahuinya posisi para ahli waris Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, istri, kerabat, dan sebagainya. Sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris. Sebab dalam hukum waris perbedaan jauh-dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima. selain adanya syarat ada pula sebab seseorang mendapatkan warisan. Dan empat sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris: a) Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), seperti kedua orangtua, anak, saudara, paman, dan seterusnya; b) Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris; c) Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan; d) Tujuan Islam, yaitu dengan menampung harta warisan yang tidak terdapat ahli warisnya di Baitul Mal yang akan digunakan untuk kesejahteraan umat.

29 Sebelum harta peninggalan tersebut dibagikan kepada ahli waris sehingga akan menjadi miliknya terlebih dahulu harus dilaksanakan hakhak yang menyangkut harta pewarisan tersebut baik si pewaris mempunyai hutang ataupun sebab lain. Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan itu ada empat. Keempatnya tidak sama kedudukannya, sebagiannya ada yang lebih kuat dari yang lain sehingga ia didahulukan atas yang lain untuk dikeluarkan dari peninggalan. Hak-hak tersebut menurut tertib berikut (Ahmad Azhar, 1999: 11): a) Biaya mengkafani dan memperlengkapinya menurut cara yang telah diatur dalam masalah jenazah; b) Melunasi hutangnya. mendahulukan hutang kepada Allah SWT seperti zakat dan kifarat, atas hutang kepada manusia. Dengan diwasiatkannya hutang, maka hutang itu menjadi seperti wasiat kepada orang lain yang dikeluarkan oleh ahli waris atau pemelihara dari sepertiga yang tersisa setelah perawatan mayat dan hutang kepada manusia. Ini bila dia mempunyai ahli waris; c) Pelaksanaan wasiat dari sepertiga sisa harta semuanya sesudah hutang dibayar; d) Pembagian sisa harta di antara para ahli waris. 4) Penggolongan Ahli Waris Ahli waris menurut haknya dalam hukum Islam dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni:

30 a) Ahli waris Dzawil Furudl Yang dimaksud dengan Ahli waris Dzawil Furudl Yaitu ahli waris yang sudah ditentukan di dalam Al-Qur an ataupun Sunnah Nabi SAW, keistimewaan dari Ahli waris dzawil furudl bagian mereka akan selalu tetap dan tidak akan berubah-ubah. Bagian tertentu yang telah diatur tersebut ialah 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, dan 1/8. Adapun yang termasuk kedalam Ahli waris dzawil furudl adalah: (1) Suami (2) Istri (3) Ayah (4) Ibu (5) Anak perempuan (6) Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki (7) Saudara perempuan kandung (8) Saudara perempuan seayah (9) Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu (10) Kakek (11) Nenek b) Ahli waris `ashabah Mereka yang mendapatkan sisa sesudah Ashhaabul Furuudh mengambil bagian-bagian yang ditentukan bagi mereka. Apabila tidak ada sisa sedikitpun dari mereka (ashhaabul furuudh), maka mereka

31 ('ashobah) tidak mendapatkan apa-apa, `ashobah di bagi menjadi tiga yakni: (1) `Ashabah binafsihi yaitu `ashabah-`ashabah yang berhak mendapat semua harta atau semua sisa, yang urutannya adalah: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah asal saja pertaliannya masih terus laki-laki; Ayah; Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas asal saja pertaliannya belum putus dari pihak ayah; Saudara laki-laki sekandung; Saudara lakilaki seayah; Anak saudara laki-laki sekandung; Anak saudara lakilaki seayah; paman yang sekandung dengan ayah; Paman yang seayah dengan ayah; Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah; Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah. (2) `Ashabah bilghairi yaitu `ashabah dengan sebab ditarik oleh orang lain, yakni seorang wanita yang menjadi `ashabah karena ditarik oleh seorang laki-laki, mereka yang termasuk dalam `ashabah bilghairi ada empat wanita yang fardh mereka ½ bila tunggal dan 2/3 bila lebih dari satu orang, meraka adalah anak perempuan kandung, cucu perempuan pacer laki-laki, saudari sekandung, saudari tunggal ayah. Apabila salah satu perempuan-perempuan yang tersebut bersama-sama dengan seorang mu`ashshibnyabinnafsinya yang sama derajadnya dan kekuatan kekerabatannya, ia menjadi `Ashabah bilghairi. Ia bersama-sama dengan mu`ashshibnya menerima sisa harta peninggalan dari ashhabulfurudh atau seluruh harta peninggalan bila tidak ada ashhabulfurudh dengan ketentuan orang yang laki-laki mendapat dua kali lipat bagian dari orang perempuuan

32 (3) Ashabah ma al ghairi yaitu `ashabah yang berkedudukan menjadi waris `ashobah karena bersama-sama dengan waris lain, seperti saudara perempuan kandung atau seayah menjadi waris `ashabah karena bersama-sama dengan anak perempuan. 'Ashabah ma'al ghair ini khusus bagi para saudara kandung perempuan maupun saudara perempuan seayah apabila mewarisi bersamaan dengan anak perempuan yang tidak mempunyai saudara laki-laki. Jadi, saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah bila berbarengan dengan anak perempuan atau cucu perempuan keturunan anak laki-laki dan seterusnya akan menjadi 'ashabah. c) Ahli waris dzawil arham Yakni ahli waris yang mempunyai hubungan famili dengan pewaris tetapi tidak termasuk kedalam golongan waris dzawil furudl dan `ashabah, yang termasuk kedalam golongan ini antara lain: cucu lakilaki atau perempuan anak-anak dari anak perempuan, kemenakan, paman seibu, paman, kakek, nenek buyut. Walaupun seorang yang berkedudukan sebagai ahli waris namun ada kalanya ia dapat kehilangan haknya sebagai ahli waris dikarenakan tidak patut dan tidak berhak mendapat bagian waris dari pewaris. Hal tersebut bisa ditentukan karena beberapa penyebab, yaitu: 1) Ahli waris yang membunuh pewaris, tidak berhak mendapat warisan dari keluarga yang dibunuhnya; 2) Orang yang berbeda agama atau orang yang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam, demikian pula sebaliknya;

33 3) Menjadi budak orang lain, budak itu dianggap tidak memiliki sesuatu oleh karenanya tidak boleh mewaris. Orang-orang yang tergolong dalam kriteria ahli waris seperti yang disebutkan di atas, apabila ternyata telah berpura-pura dan menguasai sebagian atau seluruh harta peninggalan pewaris, maka dia berkewajiban mengembalikan seluruh harta yang dikuasainya. Dalam hal apabila tidak terdapat ahli waris yang akan mewaris terhadap harta warisan entah itu meminggal dunia lebih dahulu sebelum pewaris, maka harta tersebut akan beralih ke Baitul Mal yakni perbendaharaan negara tempat menampung harta benda kepentingan umum yang akan dibelanjakan untuk kepentingan umum. Didalam hukum waris Islam anak dalam mewaris mempunyai kedudukan yang paling utama diantara golongan ahli waris yang lain. Anak dalam Islam dapat dibagi menjadi dua golongan yakni anak syar`iy dan thabi`iy. Dinamakan syar`iy karena agama telah menetapkan adanya hubungan nasab antara orang tua laki-laki dan perempuan melalui perkawinan, sedangkan yang dinamakan dengan anak thabi`iy adalah secara hukum dianggap tidak memiliki nasab dengan orang tua laki-lakinya karena anak tersebut lahir tidak dalam perkawinan yang sah. Seorang anak dapat dikatakan sebagai anak anak syar`iy yaitu: 1) Anak tersebut adalah anak yang dilahirkan oleh suami istri dari perkawinan yang sah. Sehingga anak yang dilahirkan tersebut sah secara undang-undang dan agama karena dilahirkan dari perkawinan yang sah menurut agama dan undang-undang. Dalam hal ini mengandung dua kemungkinan yang pertama yaitu anak yang lahir setelah terjadi akad nikah yang sah dan kemudian dalam perkawinan tersebut atau selam perkawinan

34 tersebut sang istri hamil dari hasil hubungan dengan suaminya lalu anak tersebut lahir. Kemungkinan yang kedua adalah Anak yang lahir sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Contoh, istri hamil dan kemudian suami meninggal. Anak yang dikandung istri adalah anak sah sebagai akaibat dari adanya perkawian yang sah 2) Anak tersebut adalah anak yang merupakan hasil pembuahan suami-istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Dengan adanya teknologi seperti jaman sekarang yang serba maju hal tersebut dapat dilakukan dengan bayi tabung. Sedangkan anak yang disebut sebagai anak thabi`iy adalah anak luar kawin yang dianggap sebagai anak zina dari orang tuanya. Sehingga ada dua kelompok anak luar kawin dalam hukum Islam yakni anak zina dan anak li'an. Dengan mana kedua anak tersebut tidak bisa dinasabkan kepada ayahnya tapi hanya kepada ibunya. Dalam hal anak thabi`iy mereka tidak bisa mewaris terhadap ayah kandungnya, hal ini dikarenakan anak thabi`iy hanya bisa dinasabkan kepada jalur ibunya. 3. Tinjauan Hukum Perdata a Ruang lingkup hukum Perdata Hukum Perdata mempunyai pengertian yakni segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang satu dan yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan Hukum Perdata Indonesia adalah hukum Perdata yang berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum Perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda

35 atau dikenal dengan burgerlijk wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia misalnya mengenai Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Kepailitan. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang-Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum Perdata Indonesia. Sehingga dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Indonesia ini yang mana dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak dikenal adanya suatu pembagian penduduk berdasarkan golongangolongan melainkan hanya mengenal warga negara dan bukan warga negara berarti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat diterapkan bagi semua masyarakat Indonesia tanpa harus membedakan apakah itu dari golongan timur asing, golongan pribumi, ataupun golongan eropa. Hal ini sangat berbeda dengan penerapan Kitab Undang-Undang hukum Perdata pada saat jaman penjajahan. Dalam hukum Perdata terbagi kedalam 4 buku yang terdiri dari: 1) Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

36 2) Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris, dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Undang- Undang tentang hak tanggungan; 3) Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) Undang-Undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan Kitap Undang-Undang Hukum Dagang adalah bagian khusus dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 4) Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam

37 mempergunakan hak-haknya dalam hukum Perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Didalam pembagian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menurut buku diatas telah disebutan bahwa waris termasuk kedalam buku II. Hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hukum waris menurut konsepsi hukum Perdata barat bersumber pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Sedangkan Hak dan kewajiban dalam hukum publik, hak dan kewajiban yang timbul dari kesusilaan dan kesopanan tidak akan diwariskan, demikian pula halnya dengan hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum keluarga, ini juga tidak dapat diwariskan. Kiranya akan lebih jelas apabila kita memperhatikan rumusan hukum waris yang diberikan oleh Pitlo yang dikutip dari buku Erman Suparman dibawah ini, rumusan tersebut menggambarkan bahwa hukum waris merupakan bagian dari kenyataan, yaitu (Erman Suparman, 2005: 13): Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. Hukum waris Perdata di Indonesia pada umumnya digunakan oleh orang non muslim dan keturunan timur asing. Menurut Pitlo yang dikutip dari buku Abdulkadir Muhammad pengaturan hukum waris Perdata mengandung dua sisi dimana satu sisi termasuk dalam hukum benda dan yang lain termasuk kedalam hukum keluarga. Masuknya hukum waris dalam hukum benda didasarkan pada pemikiran bahwa ahli waris mempunyai hak waris, hak

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Pengertian Mawaris Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh pelaksanaan hukum waris 1 A. Pembagian Warisan Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 A. KELUARGA Untuk membangun sebuah keluarga yang islami, harus dimulai sejak persiapan pernikahan, pelaksanaan pernikahan, sampai pada bagaimana seharusnya suami dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia hidup dalam sebuah lingkungan, yaitu lingkungan masyarakat. Dimana dalam masyarakat itu kehidupan manusia mencakup beberapa aspek juga kepentingan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Vera Arum Septianingsih 1 Nurul Maghfiroh 2 Abstrak Kewarisan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah perkawinan. Islam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA ISSN : 2541-2175 IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA Oleh Muh Afied Hambali, SH. MH Fakultas Hukum Universitas Surakarta Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013 HAK MEWARIS DARI ORANG YANG HILANG MENURUT HUKUM WARIS ISLAM 1 Oleh : Gerry Hard Bachtiar 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukkan bagaimana asas-asas kewarisan menurut hukum waris Islam serta Hak

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam Istilah addin al-islam Tercantum dalam Al-Qur an Surat al-maaidah (5) ayat 3, mengatur hubungan manusia dengan Allah (Tuhan), yang bersifat vertikal, hubungan manusia

Lebih terperinci

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM 1 MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM Mashari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,Samarinda.Indonesia ABSTRAK Masalah hak waris atas harta bersama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI A. Analisis Terhadap Deskripsi Pembagian Warisan Oleh Ibu Senen dan Bapak Kasiran Kepada Ahli Waris Pengganti Di Desa Kasiyan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pada umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK 60 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK Salah satu asas kewarisan Islam adalah asas bilateral yang merupakan perpaduan dari dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) TENTANG IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN A. Analisis Perbandingan Tentang Pengertian Anak Luar

Lebih terperinci

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H.

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H. Sistem Hukum Nur Rois, S.H.,M.H. Prof. Subekti sistem hukum adalah susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur,terkait, tersusun dalam suatu pola,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak masing-masing yang berbeda, membutuhkan hukum yang mengatur kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beraneka ragam adat dan budaya. Daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam adanya asas-asas kewarisan islam yaitu asas ijbari (pemaksaan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM Pendahuluan Oleh : Drs. H. Chatib Rasyid, SH., MH. 1 Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari Syariat Islam yang sumbernya diambil dari al-qur'an dan Hadist Rasulullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Materi : HUKUM KEWARISAN Oleh : Drs. H.A. Mukti Arto, SH, M.Hum. PENDAHULUAN Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan ialah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS PERDATA BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM Penulis : Agil Jaelani, Andri Milka, Muhammad Iqbal Kraus, ABSTRAK Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap penganut agama di dunia mengatur tentang pembagian waris, salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat pluralistis 1, karena saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap harta yang ditinggalkan oleh seseorang baik yang bersifat harta benda bergerak maupun harta benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI DOSEN Dr. Yeni Salma Barlinti, SH, MH Neng Djubaedah, SH, MH, Ph.D Milly Karmila Sareal, SH, MKn. Winanto Wiryomartani, SH, MHum. POKOK

Lebih terperinci

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt.

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt. RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt. Niscaya mereka akan masuk surga untuk selama-lamanya. Sebaliknya, bagi

Lebih terperinci

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Mencapai Derajad Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci