ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA"

Transkripsi

1 ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI JUNI, 2014 Marini MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 1

2 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Oleh : Marini MR (Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi) Dosen Pembimbing I: Drs. Sufri,M.Si Dosen Pembimbing II: Drs. H. Zaimi Effendi, M.Pd ABSTRAK Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir analitis. Karena berpikir analitis memudahkan siswa berpikir secara logis, gaya belajar tipe investigatif merupakan gaya belajar yang mempunyai ciriciri yaitu: berpikir logis, analitis, kritis, rasa ingin tahu yang tinggi dan rendah hati. Karena gaya belajar tipe ini sesuai dengan kemampuan berpikir analitis. Siswa tipe investigatif menyukai berpikir logis dan analitis untuk menangani permasalahannya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskritif yang dilaksanakan di SMP Negri 9 Kota Jambi. Subjek penelitian berjumlah 2 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan berpikir analitis siswa yang memiliki gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika dan untuk menganalisis kesalahan dan hambatan yang dialami siswa investigatif dalam menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa pertama tipe investigatif berada pada kategori tinggi yaitu 80%, karena siswa pertama tipe investigatif tidak memenuhi 1 indikator kemampuan berpikir analitis yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah dan siswa kedua tipe investigatif berada pada kategori sangat tinggi yaitu 95%, siswa kedua tipe investigatif pada soal no 1 tes kemampuan berpikir analitis tidak memenuhi 1 indikator yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan soal, jadi dapat disimpulkan bahwa persentase rata-rata dua siswa yang dikategorikan memiliki kemampuan berpikir analitis dengan gaya belajar tipe investigatif adalah 87,5% termasuk pada kategori sangat tinggi, dan siswa tipe investigatif dominan tidak memenuhi 1 indikator yaitu tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan soal. Adapun kesalahan dan hambatan yang sering dialami siswa yaitu (1)ketidakcermatan dalam membaca, (2)ketidakcermatan dalam berpikir, (3)kelemahan dalam analisis masalah (4)kekuranggigihan. Dari hasil wawancara terlihat bahwa siswa tipe investigatif memiliki aspek kekurangigihan atau mudah putus asa sebelum menyelesaikan masalah karena siswa tipe investigatif pertama tidak melakukan pengecekan kembali terhadap hasil jawaban dan tidak percaya diri atas hasil jawabannya, siswa tipe investigatif kedua tidak percaya diri dalam menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan berpikir analitis dengan gaya belajar tipe investigatif siswa pertama dan kedua yaitu kekuranggigihan, tidak percaya diri atau ragu dalam menyelesaikan soal dan menyelesaikan soal secara teknis belaka tanpa pengecekan kembali, bila tidak berhasil maka akan langsung menyerah. Kata Kunci : Berpikir Analitis, Investigatif dan Pemecahan Masalah Marini MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 2

3 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Oleh : Marini MR (Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Univesitas Jambi) Dosen Pembimbing I: Drs. Sufri,M.Si Dosen Pembimbing II: Drs. H. Zaimi Effendi, M.Pd I. PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasa, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyasakat, bangsa dan negara. Dalam sebuah negara, pendidikan merupakan suatu pengaruh yang besar dalam perkembangan kualitas generasi. Oleh karena itu, setiap negara berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Terutama bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Mutu pendidikan yang ada di Indonesia pada saat ini masih jauh ketinggalan jika di bandingkan dengan negara-negara maju lain. Salah satu masalah utama dalam pendidikan di Indonesia yaitu masih rendahnya hasil belajar, terutama dalam pendidikan matematika. Menurut the Trends In International Mathematics and Science Study (TIMSS) Riyanti (2013:7) memberikan hasil bahwa rata rata skor matematika siswa Indonesia untuk setiap kemampuan diteliti yaitu kemampuan pengetahuan, penerapan, dan penalaran masih dibawah skor matematika siswa Internasional. Skor rata-rata siswa Indonesia berada pada rangking 38 dari 42 negara dengan skor rata-rata 386 dari skor tertinggi 613. Pada tahun 2011, skor rata-rata siswa Indonesia mengalami penurunan sebanyak 11 poin jika dibandingkan dengan perolehan skor rata-rata pada tahun 2007 yaitu sebesar 397. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa Indonesia masih rendah, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir analitis. Karena berpikir analitis untuk dapat memudahkan siswa berpikir secara logis, mengenai hubungan antara konsep dan situasi yang dihadapinnya. Dalam proses pembelajaran, bahwa setiap siswa memiliki karakteristik atau tingkah laku yang berbeda-beda. Menurut Arikunto (1990:19) karakteristik siswa merupakan keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa dengan hasil dari pembawaan keturunan dan lingkungan sosialnya sehingga menemukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik siswa tersebut terdapat dalam segala hal, termasuk dalam kegiatan belajar. Pemecahan masalah dalam matematika di sekolah biasanya diwujudkan melalui pemberian soal. Dalam penyelesaian soal terlebih dahulu siswa harus dapat memahami isi soal tersebut, setelah itu menarik kesimpulan objek-objek yang harus dipecahkan. Soal diberikan agar siswa mampu mengkoneksikan matematika dengan Marini MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 3

4 pengalaman sehari-hari sehingga memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah tersebut. Permasalahan yang ditemukan peneliti di SMP Negeri 9 Kota Jambi melalui mewawancara kepada guru matematika kelas VII SMP Negeri 9 Kota Jambi mengatakan banyak siswa yang tidak mampu mengerjakan soal-soal matematika dengan menggunakan kemampuan berpikir analitisnya. Siswa sulit untuk mendefinisikan masalah, kurang memiliki banyak gagasan, sukar menyingkirkan alternatif yang kurang efisien, tidak menentukan pilihan atau opsi ideal tidak mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah. Mereka lambat dalam menyelesaikan soal-soal. Banyak waktu yang terbuang dalam menyelesaikan satu soal saja. Hal ini menunjukan rendahnya kemampuan berpikir analiti yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal. Pada penelitian ini peneliti hanya akan meneliti mengenai kepribadian tipe investigatif Tipe kepribadian ini juga masih sangat rendah. Pada wawancara salah satu guru SMP N 9 Kota Jambi, siswa yang memiliki tipe investigatif ini di dalam kelas ada 2 atau 3 orang bahkan di dalam kelas itu tidak ada sama sekali. Salah satu materi di kelas VII SMP yang berkaitan dengan kemampuan berpikir analitis adalah sistem persamaan linear dua variabel. Pada rekap nilai ujian sekolah materi sistem persamaan linear dua variabel memperoleh persentasi 56,60 %. Hal ini menunjukkan materi sistem persamaan linear dua variabel ini harus lebih ditingkatkan agar persentasi ujian sekolah menjadi lebih baik lagi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa sangat diperlukan dalam pemecahan sebuah permasalahan matematika. Karena itu peneliti memandang penting untuk memperoleh informasi tentang bagaimana kemampuan berpikir analitis siswa dengan gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Dengan Gaya Belajar Tipe Investigatif dalam Pemecahan Masalah Matematika II. KAJIAN PUSTAKA Kemamapuan berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Menurut Sudjana dalam blog Herdian, M.Pd (2010) Kemampuan analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan atau memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan antara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh Bloom yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu diorganisir. Ronni Sofrani, Joy Kartika dan Asrini Suhita dalam bukunya (2009:20) mengungkapkan pola pikir merupakan sesuatu yang bisa di bentuk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. analitis adalah dasar dari sebuah pemikiran urut dan sistematis. Lewat berpikir analitis kita dapat menguraikan masalah ibarat menguraikan benang kusut. Beberapa ciri-ciri si analitis adalah (1) berpikir Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 4

5 sistematis, (2) disiplin tinggi, (3) menghargai fakta yang disampaikan secara logis, (4) menyukai hal-hal yang terorganisir, (5) teliti dan fokus pada detail masalah, (5) cendrung kaku, (6) lama dalam mengambil keputusan. Menurut Colin Rose Malcom J. Nicholl (2002:254) berpikir analitis adalah menundukkan satu situasi, masalah subjek atau keputusan pada pemeriksaan yang ketat dan langkah demi langkah yang logis. Menguji pernyataan atau bukti atau proposal di depan standar-standar objektif. Menukik ke bawah permukaan hingga kepada akar permasalahan. Menimbang dan memutuskan atas dasar logika dan menjejaki bias yang mungkin muncul. Penggunaan pemikiran analitis adalah dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis serta menilai situasi. Hal senada juga diungkapkan oleh hardy (2007), Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Menurut Gufron dan Rini (2012:75), siswa dengan gaya belajar investigatif adalah berpikir logis, analitis, kritis rasa ingin tahu yang tinggi, intelektual, serta rendah hati. Dalam penelitian ini investigatif yang berpikir analitis dan logis sehingga dapat dinyatakan beberapa ciri-ciri berpikir analitis. Selanjutnya Menurut (Ronni dkk, 2009), mengungkapkan beberapa ciri-ciri analitis adalah (1) berpikir sistematis, (2) disiplin tinggi, (3) menghargai fatka yang disampaikan secara logis, (4) menyukai hal-hal yang terorganisir, (5) teliti dan fokus pada detail masalah, (5) cendrung kaku, (6) lama dalam mengambil keputusan. Menurut Colin Rose Malcom J. Nicholl (2002:254) kemampuan berpikir analitis dapat ditinjau dari berpikir analitis dalam pemecahan masalah yaitu, mendefinisikan secara pasti apa masalah yang sebenarnya, memiliki banyak gagasan, menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien dan membuang pilihan-pilihan yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkan pendapat diatas, yang dimaksud kemampuan berpikir analitis dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir analitis dimulai dengan: a. Mendefinisikan secara pasti apa masalah yang sebenarnya. Ini termasuk dalam definisi masalah dengan jelas b. Memiliki banyak gagasan. Ini termasuk dalam membuat beberapa pikiran alternatif. c. Menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien dan membuang pilihanpilihan yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Ini termasuk dalam mempersemit masalah d. Menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Ini termasuk memilih dan memeriksa kosequensi atau akibatnya Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 5

6 e. Mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah. Ini termasuk dalam akibat dan dampak tindakan yang dilakukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya belajar tipe investigatif cenderung memiliki kemampuan berpikir analitis karena menurut oleh hardy (2007), Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Menurut Holland (Winkel & Hastuti, 2012) menyatakan individu dengan tipe investigatif lebih memilih aktivitas yang sifatnya sains, observasional, simbolis, serta sistematis. Individu tersebut menyukai penelitian terhadap fenomena fisik, biologis, maupun budaya, sebagai usaha untuk memahami dan mengendalikan fenomena tersebut. Individu ini menghindari aktivitas sosial, berulang-ulang, maupun yang bersifat mempengaruhi orang. Perilaku tersebut mendorong individu ini memiliki penguasaan dalam matematika dan ilmu pengetahuan. Menurut Ghufron dan Rini (2013:76) Karakteristik yang ditunjukkan individu tipe investigatif ini adalah: a. Lebih memilih pekerjaan serta situasi yang melibatkan penelitian dan menghindari aktivitas yang menuntut pekerjaan serta situasi yang dibutuhkan oleh tipe wirausaha. b. Menggunakan kemampuan investigatif dalam menyelesaikan masalah. c. Merasa diri memiliki kemampuan intelektual, matematis, serta pengetahuan, dan memiliki kekurangan dalam kepemimpinan. d. Menghargai ilmu pengetahuan. Individu dengan tipe investigatif cenderung tidak memiliki perhatian yang besar terhadap masyarakat, Bahkan seringkali bersikap masa bodoh terhadap lingkungan sosialnya. Ia cenderung terisolasi, sering menarik diri dari lingkungan, dan merenungi diri sendiri kendati sedang berada ditengah orang lain, atau bahkan meninggalkan mereka sama sekali. Adapun menurut Spranger (Ghufron dan Rini, 2013:80), menyebutkan individu tersebut cenderung bergaul dengan orang-orang yang dianggap sepaham saja, karena pergaulan dipandang sebagai sarana untuk kemajuan studinya. Individu tipe investigatif tidak suka mengerjakan sesuatu secara tergesagesa atau tanpa persiapan matang karena ia tidak pernah merasa yakin dan pasti tentang apapun. Oleh karena terlalu objektif dalam melihat setiap peristiwa, seringkali ia malah sulit dalam menentukan sikap. Ia senang mempertimbangkan alasan-alasan dari semua sisi sehingga akhirnya justru ragu-ragu dalam memutuskan atau melakukan sesuatu dalam Ghufron (2013:76). III. METODE PENELITIAN Penelitian jenis ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang menggunakan metodologi penelitian deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2005:4) penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Oleh karena itu, penelitian ini akan bermula dari penggalian data berupa pandangan dan informan dalam bentuk cerita rinci atau asli yang diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa dan Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 6

7 pandangan para subjek penelitian. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karekteristik objek/subjek yang diteliti secara tepat. Penelitian deskriptif menghasilkan data berupa kata-kata tulisan atau lisan tidak berupa angka-angka. Hal yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir analitis siswa dengan gaya belajar tipe investigatif dalam pemecahan masalah matematika. Dalam penyelesaian soal siswa dituntut memenuhi indikator berpikir analitis. Pendeskripsian ini ditelusuri melalui pengamatan langsung dalam proses menyelesaikan soal yaitu menganalisis pekerjaan siswa dalam merumuskan soal, menyelesaikan soal tersebut dengan cara wawancara semi terstruktur kepada subjek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kesalahan dan hambatan siswa tipe investigatif menggunakan berpikir analitis dalam mengerjakan soal. Ungkapan-ungkapan yang disampaikana berupa kata-kata, maka penelitian ini bersifat kualitatif. Maka penelitian ini dikategorikan penelitian kualitatif-deskriptif. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan lembar tes kemampuan berpikir analitis yang diberikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa yan memiliki gaya belajar tipe investigatif yaitu : Siswa Investigatif pertama (S1IF), dan siswa investigatif kedua (S2IF) menyelesaikan soal materi sistem persamaan linear dua variabel dengan baik. S1IF dan S2IF tuntas dalam menyelesaikan soal. Dalam pengerjaan soal-soal yang diberikan peneliti, S1IF, dan S2IF, mampu menjawab setiap soal dengan langkah-langkah yang jelas dan dengan pengerjaan yang selesai. S1IF memperoleh skor nilai 80%, dan S2IF memperoleh skor nilai 95% dalam penyelesaian soal sistem persamaan linear dua variabel berarti kedua siswa investigatif tersebut berada dalam kategori tinggi dan sangat tinggi yang dinilai dari tahapan indikator berpikir analitis Kemampuan berpikir S1IF dan S2IF dapat terlihat saat menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua variabel. Pada siswa S1IF hanya memenuhi indikator kemampuan berpikir analitis yaitu kemampuan dalam mendefinisikan masalah sebenarnya, memiliki banyak gagasan, mampu menyingkirkan alternatif yang kurang efisien, mampu menentukan pilihan solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang diterapkan. Namun pada siswa S2IF mampu memenuhi semua tahapan indikator kemampuan berpikir analitis tapi pada soal no 1 S2IF mengerjakan soal tidak teliti sehingga langkah dalam pengecekan kembali jawaban salah sehinga S2IF tidak memenuhi satu indikator kemampuan berpikir analitis yaitu Kemampuan Kemampuan Mengetaui akibat dan dampak dalam menyelesaiakan masalah. Kesalahan dan hambatan yang dialami siswa investigatif ini secara umum juga hampir sama, hal ini disebabkan kemampuan berpikir analitis siswa tersebut sama. Adapun hambatan yang dialami siswa investigatif tersebut adalah disebabkan oleh faktor kelemahan dalam ketidakcermatan dalam membaca, ketidakcermatan dalam berpikir, kelemahan dalam analisis masalah, dan kekuranggigihan (Sumardoyo:2010). S1IF dan S2IF tidak mengalami ketidak cermatan dalam membaca, hal ini terlihat dari transkip wawancara yang telah dilakukan bersama S1IF dan S2IF. S1IF dan S2IF membaca lengkap soal tes kemampuan berpikir analitis sebelum menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis. S1IF dan S2IF cermat dalam berpikir dalam menyelesaikan soal. Hali ini terlihat dari jawaban dan hasil wawancara S1IF dan S2IF terungkap bahwa S1IF dan S2IF Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 7

8 tidak mendahulukan kecepatan dalam menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis, S1IF dan S2IF tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan. S1IF dan S2IF mengalami kekurang gigihan siswa atau siswa mudah putus asa sebelum menemukan penyelesaian masalah, dalam hal ini S1IF dan S2IF sangat kurang gigih atau mudah putus asa sebelum menemukan penyelesaian masalah, hal ini terlihat dari transkip wawancara yang telah dilakukan bersama S1IF dan S2IF (dapat dilihat pada lampiran 9). Dari hasil wawancara terungkap bahwa S1IF dan S2IF tidak melakukan pembuktian atas jawabannya dan tidak percaya diri dalam menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir analitis hanya saja dalam menyelesaikan tes kemampuan berpikir analitis S1IF dan S2IF hanya menyelesaikan masalah secara teknis belaka tanpa pemikiran, dalam menyelesaikan masalah pada tes kemampuan berpikir analitis, bila S1IF dan S2IF tidak berhasil maka akan langsung menyerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa S1IF dan S2IF memiliki faktor kekuranggigih atau mudah putus asa sebelum menemukan penyelesaian masalah. V. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir analitis siswa yang memiliki gaya belajar tipe investigatif berada dalam kategori tinggi dan sangat tinggi. Dalam menganalisis kemampuan berpikir analitis siswa tipe investigatif dalam pemecahan masalah dapat dilakukan dengan memeberikan lembar tugas pemecahan masalah. Dimana, hasil dari pekerjaan subjek penelitian kepribadian investigatif dalam pemecahan masalah telah memenuhi indikator kemampuan berpikir analitis.hal ini membuktikan bahwa kemampuan siswa dengan gaya belajar tipe investigatif memiliki kemampuan mendefiniskan secara pasti apa masalah yang sebenarnya, dapat memiliki banyak gagasan, dapat menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien dan membuang pilihan-pilihan yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, dapat menentukan pilihan (opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, dapat mengetahui akibat dan dampak dalam menyelesaikan masalah. Penulis menyarankan kepada guru mata pelajaran matematika antara lain: 1. Hendaknya dalam proses pembelajaran guru dapat menggunakan soal-soal kemampuan berpikir analitis, karena kemampuan berpikir analitis dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa. 2. Hendaknya dalam proses pembelajaran, guru harus memberikan motivasi dalam belajar kepada siswa investigatif sehingga siswa investigatif dapat lebih cermat dalam berpikir dan gigih lagi dalam menyelesaikan soal matematika. 3. Penulis menyarankan kepada siswa yang bergaya belajar tipe investigatif antara lain : 4. Penulis menyarankan kepada siswa investigatif hendaknya siswa investigatif sering menyelesaikan soal-soal non rutin sehingga siswa investigatif dapat menyelesaikan soal matematika dengan tingakat akurasi jawaban yang lebih tinggi, sehingga tidak ada lagi kesalahan dan hambatan dalam menyelesaikan soal. 5. Siswa tipe investigatif diharapkan dapat mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan guru sehingga siswa investigatif tidak lupa dengan materi yang telah diajarkan guru dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir analitis. Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 8

9 DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Aunurrahman Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Firdaus, Kemampuan pemecahan masalah matematika. ( diakses 4 november 2013) Ghufron, M.,& Rini Risnawita. S Gaya Belajar Kajian Teoritik.Yogyakarta:Pustaka Belajar Gusmanely,Z Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika dalam soal cerita pada materi lingkaran di kelas VIII SMP. Skripsi, Universitas Jambi, Jambi Herdy.2007.kemampuan Berpikir Analitis. ( 8 Maret 2013) Latipah. E Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani. Marsigit Matematika. Jakarta: Yudhistira Moleong, L.J Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mujiono & Dimyati Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Nasution Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Bandung: Bumi Aksara Polya, G How to Solve It. America: Princeton Univercity Press, Princeton, New Jersey. Riyanti, Kemampuan pemecahan masalah. ( diakses 4 november 2013). Roebyanto Pengertian masalah. ( diakses 4 november 2013) Rose Colin & Nicholl Malcolm J Accelerated Learning. Bandung: Nuansa Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 9

10 Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Salim,Peter dan Yenny Salim kamus besar bahasa Indonesia edisi lux. Semarang: Widya karya Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157. Sugianto, U.Maghfiroh 2011, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Universitas Negeri Semarang. Didownload dariwww.unnes.ac.id/ / kemampuan berpikir analitis peserta didik. Sugiyono Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Whimbey, Arthur & Lochhead, Jack Problem Solving and Comprehension. New York: Lawrence Erlbaum Widjayanti, B. Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika: apa dan bagaimana mengembangkannya. Jurnal pendidikan matematika ISBN: Cipta. Winkel.W.S & Sri Hastuti. M.M Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Media Abadi Ribson Robert L dan Marianne H. Mitchell Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Marni MR : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 10

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Analitik Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Oleh: DIAN NOVIANTI RRA1C FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI APRIL, 2014

ARTIKEL ILMIAH. Oleh: DIAN NOVIANTI RRA1C FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI APRIL, 2014 ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA DENGAN GAYA BELAJAR TIPE INVESTIGATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA KELAS VII DI SMP N 10 KOTA JAMBI Oleh: DIAN NOVIANTI RRA1C209035

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PECAHAN DALAM BENTUK CERITA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 PALOPO

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PECAHAN DALAM BENTUK CERITA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PECAHAN DALAM BENTUK CERITA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 PALOPO Iin Marsela 1 Universitas

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI FEBRUARI,

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI FEBRUARI, ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENURUT LERNER DENGAN KEPRIBADIAN ARTISAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SMP FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai ilmu dasar segala bidang ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Matematika memiliki peranan penting dalam ilmu

Lebih terperinci

METODE PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

METODE PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2014, hlm 53-61 METODE PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENGERJAKAN SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V SE-KECAMATAN LOANO TAHUN AJARAN 2011/2012

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENGERJAKAN SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V SE-KECAMATAN LOANO TAHUN AJARAN 2011/2012 ANALISIS KESALAHAN DALAM MENGERJAKAN SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V SE-KECAMATAN LOANO TAHUN AJARAN 2011/2012 Oleh: Dwi Yana Setiyasih Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

Profil kesulitan siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal fisika materi cahaya ditinjau dari gaya belajar di SMPN 2 Wungu

Profil kesulitan siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal fisika materi cahaya ditinjau dari gaya belajar di SMPN 2 Wungu SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA III 2017 "Etnosains dan Peranannya Dalam Menguatkan Karakter Bangsa" Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERISTAS PGRI Madiun Madiun, 15 Juli 2017 315 Makalah Pendamping

Lebih terperinci

HELEN SAGITA SIMBOLON NIM RSA1C213002

HELEN SAGITA SIMBOLON NIM RSA1C213002 ARTIKEL ILMIAH ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA EKSTROVERT DAN INTROVERT DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMPN 1 KOTA JAMBI Oleh: HELEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari aspek pendidikan sehingga sangat wajar jika pemerintah harus memberikan perhatian yang serius terhadap dunia pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

Lebih terperinci

E.ISSN P.ISSN Vol.3 No.1 Edisi Januari 2018

E.ISSN P.ISSN Vol.3 No.1 Edisi Januari 2018 UPAYA MENINGKATKAN KREATIFITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL POLYA DI SEKOLAH DASAR Oleh : Sukriadi Hasibuan Fakultas IPS dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah memberikan gambaran tentang gejala fenomena yang diteliti secara sistematis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian Metode adalah cara cepat untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

Kesalahan Siswa Tipe Kepribadian Thinking dan Feeling dalam Menyelesaikan Masalah Program Linear

Kesalahan Siswa Tipe Kepribadian Thinking dan Feeling dalam Menyelesaikan Masalah Program Linear SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 Siswa Tipe Kepribadian Thinking dan Feeling dalam Menyelesaikan Masalah Program Linear M-89 Rhomiy Handican 1, Ratih Eka Safitri 2 Universitas Negeri

Lebih terperinci

ANALISIS PENGETAHUAN METAKOGNISI SISWA DENGAN GAYA BELAJAR REFLEKTIF PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

ANALISIS PENGETAHUAN METAKOGNISI SISWA DENGAN GAYA BELAJAR REFLEKTIF PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANALISIS PENGETAHUAN METAKOGNISI SISWA DENGAN GAYA BELAJAR REFLEKTIF PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Agung Tralisno dan Wardi Syafmen Email ; wardisyafmen@yahoo.com Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan berperan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting sehingga suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang tepat harus digunakan agar peneliti dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin cepat dewasa ini, menuntut manusia terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia. Melalui berpikir, manusia dapat menyelesaikan masalah, membuat keputusan, serta memperoleh pemahaman

Lebih terperinci

A1C FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI AGUSTUS,

A1C FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI AGUSTUS, ARTIKEL ILMIAH STUDI PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII YANG MENGIKUTI PEMBELAJARAN BERORIENTASI AKTIVITAS SISWA DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATERI LINGKARAN DI SMP NEGERI 2 BETARA TANJUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat esensial,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat esensial, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat esensial, sebab memiliki peranan yang begitu besar terhadap perkembangan suatu bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Geografi FKIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2, Hal 70-77, Mei 2017

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Geografi FKIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2, Hal 70-77, Mei 2017 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS X-IPA 3 SMA LABORATORIUM UNSYIAH BANDA ACEH Nurti Aslindiˡ, Hasmunir²,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya baik secara rasional, logis, sistematis, bernalar

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TINGGI DAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT (FI)

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TINGGI DAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT (FI) Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TINGGI DAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT (FI) Akramunnisa 1, Andi Indra Sulestry

Lebih terperinci

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA SMA TIPE KEPRIBADIAN THINKING DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA SMA TIPE KEPRIBADIAN THINKING DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA SMA TIPE KEPRIBADIAN THINKING DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA Yelli Ramalisa *) *) Dosen Pendidikan Matematika FKIP universitas Jambi Abstrak Berpikir kritis merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam bidang ekonomi, geografi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia selalu berusaha mengembangkan dirinya untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, ada 5 (lima) kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang baik, di antaranya kemampuan

Lebih terperinci

PROFIL KEMAMPUAN BERFIKIR GEOMETRI BERDASARKAN LANGKAH POLYA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR SMPN 3 PLOSOKLATEN

PROFIL KEMAMPUAN BERFIKIR GEOMETRI BERDASARKAN LANGKAH POLYA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR SMPN 3 PLOSOKLATEN Artikel Skripsi PROFIL KEMAMPUAN BERFIKIR GEOMETRI BERDASARKAN LANGKAH POLYA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR SMPN 3 PLOSOKLATEN SKRIPSI Diajukan Untuk Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH KEMAMPUAN LOGIKA ABSTRAK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 14 KOTA JAMBI

PENGARUH KEMAMPUAN LOGIKA ABSTRAK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 14 KOTA JAMBI PENGARUH KEMAMPUAN LOGIKA ABSTRAK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 14 KOTA JAMBI Chintia Putri Wulandari 1), Husni Sabil 2), Sri Winarni 3) 1) Alumni Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hal ini 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang mampu mengembangkan diri dan memiliki kreativitas yang tinggi. Siswa yang memiliki kreativitas

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Rizki Dwi Lestari, Sugiatno, Sri Riyanti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Lebih terperinci

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2) ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA PADA MATERI TURUNAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut UU RI tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sekarang ini sedang digalakan oleh pemerintah. Langkah yang paling penting dilakukan adalah dengan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak terlepas dari peranan matematika. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN Abstrak: Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting yang harus dilatihkan kepada siswa. Lev Semyonovich

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA DALAM BENTUK PEMECAHAN MASALAH BAGI SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PAGAR AIR ACEH BESAR

KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA DALAM BENTUK PEMECAHAN MASALAH BAGI SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PAGAR AIR ACEH BESAR KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA DALAM BENTUK PEMECAHAN MASALAH BAGI SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PAGAR AIR ACEH BESAR Mursalin, Fauzi, Israwati, mursalin_ip@yahoo.com ABSTRAK Dalam konteks

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE POLYA PADA SOAL CERITA PROGRAM LINEAR

PENERAPAN METODE POLYA PADA SOAL CERITA PROGRAM LINEAR JURNAL BUANA MATEMATIKA. Vol. 6, No. 2, Tahun 2016 PENERAPAN METODE POLYA PADA SOAL CERITA PROGRAM LINEAR Sri Rahmawati Fitriatien Pendidikan Matematika, Fakultas Kegurua dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN PEMBIMBING PERSETUJUAN PEMBIMBING Artikel DESKRIPSI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA MATEMATIKA PADA MATA KULIAH PROGRAM LINEAR Oleh FEBRY RIZKI SUSANTI KALAKA (NIM. 411 410 020, Jurusan Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Hal ini sesuai dengan pendapat Joesoef (2011) yang menyatakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S-1) Program Studi Pendidikan Matematika Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan melalui pembaharuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan abad 21 menuntut siswa untuk memiliki kecakapan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan yaitu: (1) belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS)

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) Oleh Muslimin Dosen PNS Kopertis Wilayah II dpk pada FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang E-mail: Muslimintendri@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh 34 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan

I. PENDAHULUAN. manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh semua manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan pendidikan. Dalam UU RI Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena dengan pendidikan setiap manusia bisa belajar berbagai ilmu pengetahuan dan dengan ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha

Lebih terperinci

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik.

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik. 1 PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI KELAS VII MTS AMDA PERCUT SEI TUAN T.A. 2014/2015 Pardomuan N.J.M.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan intelektual dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang menuju kearah kemajuan dan peningkatan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang menuju kearah kemajuan dan peningkatan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju kearah kemajuan dan peningkatan. Pendidikan dapat mengubah pola pikir

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PEMBERIAN PUJIAN DAN HUKUMAN KEPADA SISWA KELAS I SDN 15 LUBUK ALUNG

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PEMBERIAN PUJIAN DAN HUKUMAN KEPADA SISWA KELAS I SDN 15 LUBUK ALUNG PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PEMBERIAN PUJIAN DAN HUKUMAN KEPADA SISWA KELAS I SDN 15 LUBUK ALUNG Watrimet ¹, Zulfa Amrina¹ Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130)

I. PENDAHULUAN. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan memecahkan masalah merupakan satu aspek yang sangat penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130) mengatakan bahwa pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, mandiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP SISWA

DESKRIPSI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP SISWA Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 DESKRIPSI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP SISWA Ary Herlina Kurniati HM. 1, Murniati 2 Program Studi Pendidikan Matematika 1,2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Upaya peningkatan mutu pendidikan dapat

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN TEORI VYGOTSKY PADA MATERI GEOMETRI DI SMP NEGERI 3 PADANGSIDIMPUAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN TEORI VYGOTSKY PADA MATERI GEOMETRI DI SMP NEGERI 3 PADANGSIDIMPUAN UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN TEORI VYGOTSKY PADA MATERI GEOMETRI DI SMP NEGERI 3 PADANGSIDIMPUAN Feri Tiona Pasaribu*) *) Dosen Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA Shofia Hidayah Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang shofiahidayah@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Alokasi waktu penelitian tentang tradisi masyarakat muslim dalam membagi harta warisan secara kekeluargaan di kecamatan Jekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional

Lebih terperinci

Pi: Mathematics Education Journal 34

Pi: Mathematics Education Journal  34 ANALISIS KESALAHAN KONSEP MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL TRIGONOMETRI KELAS X TKJ SMKN 1 GEMPOL TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Tifaniar Andriani 1, Ketut Suastika 2, Nyamik Rahayu Sesanti 3 1 Program

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CBSA PADA PESERTA DIDIK KELAS V.A SDN 18 LEMBAH MELINTANG Arjuni 1)

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CBSA PADA PESERTA DIDIK KELAS V.A SDN 18 LEMBAH MELINTANG Arjuni 1) UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CBSA PADA PESERTA DIDIK KELAS V.A SDN 18 LEMBAH MELINTANG Arjuni 1) 1 SDN 18 Lembah Melintang email: arjuni@gmail.com Abstract The problems

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan ini yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan jika pendidikan dalam negara itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya (Permana dan Utari Sumarmo, 2007: 117). Koneksi matematika harus

BAB I PENDAHULUAN. lainnya (Permana dan Utari Sumarmo, 2007: 117). Koneksi matematika harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koneksi dan hasil belajar matematika itu penting. Koneksi matematika merupakan keterkaitan antar konsep atau ide matematika yang akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalau kita cermati saat ini pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan yang diinginkan, apalagi harapan yang dituangkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari maju atau

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. OLEH 1. FUJA NOVITRA (RRA1C309012) 2. Drs. MENZA HENDRI, M.Pd 3. HAERUL PATHONI, S.Pd, M.PFis

ARTIKEL ILMIAH. OLEH 1. FUJA NOVITRA (RRA1C309012) 2. Drs. MENZA HENDRI, M.Pd 3. HAERUL PATHONI, S.Pd, M.PFis ARTIKEL ILMIAH STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA YANG MENGGUNAKAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING TIPE STRUCTURED PROBLEM SOLVING DENGAN TIPE GROUP INVESTIGATION DI SMA NEGERI 11 KOTA JAMBI OLEH

Lebih terperinci

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS V SD 1 MLATI LOR Diana Ermawati, Eka Zuliana ermawatidiana@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Mengacu pada rumusan masalah dalam penelitian ini, maka penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Shanty Della Setiasih¹, Regina Lichteria Panjaitan², Julia³. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurahman No.

Shanty Della Setiasih¹, Regina Lichteria Panjaitan², Julia³. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurahman No. Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENGGUNAAN MODEL INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT MAGNET DI KELAS V SDN SUKAJAYA KECAMATAN JATINUNGGAL KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang pertama yang ditempuh peserta didik. Pada jenjang inilah siswa diberikan dasar-dasar pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses pembelajaran sehingga menimbulkan hasil yang sesuai dengan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi diri dan keterampilan. makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik.

I. PENDAHULUAN. pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi diri dan keterampilan. makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini karena pendidikan merupakan proses yang terjadi sepanjang hayat. Pendidikan

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi PGSD OLEH : ERIKA DIANTY ASNAWATI

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi PGSD OLEH : ERIKA DIANTY ASNAWATI PENGARUH MODEL TWO STAY TWO STRAY DIDUKUNG MEDIA NYATA TERHADAP KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI JENIS JENIS TANAH PADA SISWA KELAS V SDN BANGSAL 1 KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA. Oleh

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA. Oleh PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA Oleh Mohammad Dadan Sundawan, M.Pd. Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN:

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR- SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS X MIA 1 SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Sigit

Lebih terperinci